Makalah Presentasi Kasus
PROLAPSUS UTERI
Presentan :
Rd. Nur Sudarmi
Reinaldo Alexander
Regina Prima Putri
Resita Sehati
Resultanti
Reyhan Eddy
Riana Rikanti Hakim
Ridho Ardhi Syaiful
Narasumber :
Dr. Budi Iman Santoso, SpOG (K)
Departemen Ilmu Obstetri Ginekologi
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia – RSCM
2009
BAB I
ILUSTRASI KASUS
Identitas Pasien
Nama Pasien : Ny. Fredika LE
Nama Suami : Tn. Budi
Usia : 50 thn
Alamat : Gg. Edy VIII no. 10, Halimun, Jakarta Selatan
Pekerjaan : IRT
Agama : Kristen Protestan
Pendidikan : SMP
No RM : 330 21 06
Masuk RS : 24-04-2009 Pk. 10:24
ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis pada tanggal 27 April 2009 WIB dan
data sekunder
Keluhan Utama
Seluruh peranakan turun sejak 8 tahun SMRS
Riwayat Penyakit Sekarang
Sejak 12 tahun sebelum masuk RS (SMRS), pasien merasa peranakan turun
setelah melahirkan anak ke empat. Awalnya hanya turun sedikit, bisa masuk
sendiri bila pasien berbaring, namun lama kelamaan peranakan turun
seluruhnya. Peranakan dirasakan turun bila pasien batuk atau BAB. Tidak ada
nyeri perut maupun perdarahan.
Sejak 8 tahun SMRS peranakan turun seluruhnya, tidak dapat masuk sendiri,
namun pasien masih bisa memasukkan peranakan seluruhnya. Peranakan turun
bila pasien sedang batuk, BAB, beraktivitas, berjalan atau berdiri dan
dapat dimasukkan seluruhnya bila pasien berbaring. Terdapat keluhan nyeri
perut, nyeri punggung bawah dan perdarahan, namun tidak ada keluhan nyeri
pada peranakan yang turun. Pasien kemudian berobat ke PKM, diberi obat
(pasien tidak ingat namanya), keluhan nyeri dan perdarahan hilang namun
keluhan peranakan turun masih ada. Pada pasien terdapat keluhan BAK sering,
namun tidak ada keluhan BAK nyeri. Tidak ada keluhan demam sebelumnya.
Hingga saat ini pasien sering mengeluh keluar flek-flek dari kemaluan.
Pasien berobat ke RS atas anjuran dari anaknya.
Pasien merasa bahwa dirinya seorang dokter, seorang artis dan merupakan
salah satu utusan yesus kristus.
Riwayat Penyakit Dahulu
Hipertensi, Diabetes Melitus, Penyakit jantung, batuk lama disangkal
Alergi (+) kacang dan ikan
Asma (+), minum obat napasin setiap hari, beli sendiri
Riwayat Penyakit Keluarga
Hipertensi, Diabetes Melitus, Penyakit jantung, Asma disangkal
Riwayat Obstetri, Pekerjaan, Sosial Ekonomi, Kejiwaan, dan Kebiasaan
Riwayat sosial : pasien seorang ibu rumah tangga, sehari sering
melakukan aktivitas
berat, seperti memompa air dan menggendong cucu. Pasien
tidak
merokok, tidak minum alkohol, tidak ada riwayat
berbaganti-ganti
pasangan.
Riwayat menstruasi : menstruasi pertama saat usia 14 tahun, siklus
teratur tiap bulan, lama
lupa, ganti pembalut lupa, tidak nyeri. Pasien sudah
menopause sejak 10 tahun yang lalu.
Riwayat pernikahan : pasien menikah 1 kali
Riwayat kehamilan : P4A0
Anak pertama : Wanita, 27 tahun, lahir spontan di Sp.OG, BL
3400 gram
Anak kedua : Wanita, 26 tahun, lahir spontan di Sp.OG, BL
2700 gram
Anak ketiga : wanita, 20 tahun, lahir spontan di Sp.OG, BL
> 3000 gram
Anak keempat: wanita, 12 tahun, lahir spontan di bidan, BL > 300
gram
Riwayat KB : KB (+) spiral 26 tahun yang lalu, selama 5 tahun
PEMERIKSAAN FISIK
Dilakukan tanggal 27 April 2009 di PW Lt.2 RSCM
Kesadaran : compos mentis
Keadaan gizi : lebih
Status gizi : BB 70 kg TB 160 cm IMT
27.34
Tekanan darah : 120/80 mmHg
Nadi : 80 x/menit
Suhu : 36.8 0C
Pernafasan : 20 x/menit
Status Generalis
Mata : konjungtiva tidak pucat, sklera tidak ikterik
Paru : vesikuler +/+, tidak ada rhonki, tidak ada wheezing
Jantung : BJ I-II normal, tidak ada murmur, tidak ada gallop
Abdomen : buncit, lemas, hati limpa tidak teraba, bunyi usus (+)
normal, massa (-), nyeri
tekan (-)
Ektremitas : akral hangat, edema (-), capillary refill time < 2"
Status ginekologi
Inspeksi : tampak massa uterus keluar sebagian dari introitus
vagina, bentuk
bulat, warna merah muda, discharge (-), erosif (+)
Palpasi : teraba massa ukuran 2 cmx2cmx3cm, konsistensi
kenyal, nyeri tekan
(-).
Inspekulo : tidak dilakukan
Vaginal touché : massa dapat dimasukkan, kesan uteri atrofi, nyeri goyang
(-), massa
adneksa (-), nyeri (-).
POPQ (Pelvic Organ Proplapse Quantification)
"Aa +3 "Ba +6 "C +7 "
"gh 7 "pb 2 "tvl 8 "
"Ap +2 "Bp +5 "D +5 "
Sondase uterus : tertahan
Residu urine : 0 cc
Kesan : prolapsus uteri derajat IV, sistokel derajat IV,
rektokel derajat III
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium (24 Maret 2009)
Hematologi rutin
Hb 12.2 13 – 16 g/dl
Ht 36.6 40 – 48 %
MCV 77.2 82 – 93 fl
MCH 25.7 27 – 31 pg
MCHC 33.3 32 – 36 g/dl
Leukosit 6.9 5 – 10 10^3/ µl
Trombosit 291 150 – 400 10^3/ µl
Hemostasis
BT 02:00 < 02:00 Menit
CT 13:00 < 12:00 Menit
Kimia darah
SGOT 15
SGPT 14
Albumin 4.3
Natrium 139
Kalium 4.25
Klorida 113
Ureum 24
Kreatinin 0.8
Glukosa Puasa 96
Glukosa 2 jam PP 118
HbsAg -
Urinalisis lengkap
Sedimen
Sel epitel + +
Leukosit penuh 0-1 /LPB
Eritrosit 2-3 2-6 /LPB
Silinder - - /LPK
Kristal - -
Bakteri + -
Berat jenis 1,025 1,003 – 1,030
pH 6,5 4,5 – 8
Protein 2+ -
Glukosa - -
Keton - -
Darah/Hb + -
Bilirubin - -
Urobilinogen 3.2 0.1-1.00 µmol/l
Nitrit + -
Esterase leukosit 3+ -
RESUME
Ny F, 50 tahun, datang dengan keluhan seluruh peranakan turun sejak 8 tahun
SMRS. Sejak 12 tahun sebelum masuk RS (SMRS), pasien merasa peranakan
turun setelah melahirkan anak ke empat. Awalnya hanya turun sedikit, bisa
masuk sendiri bila pasien berbaring, Peranakan dirasakan turun bila pasien
batuk atau BAB, nyeri perut (-), perdarahan (-). Sejak 8 tahun SMRS
peranakan turun seluruhnya. Peranakan turun bila batuk, BAB, beraktivitas,
berjalan atau berdiri, tidak dapat masuk sendiri, namun dapat dimasukkan
seluruhnya bila pasien berbaring. Nyeri perut (+), nyeri punggung bawah
(+), perdarahan (+), nyeri pada peranakan yang turun (-), BAK sering (+),
BAK nyeri (-), demam (-), flek-flek dari kemaluan (+). Pasien adalah ibu
rumah tangga, sering mengangkat berat, memompa air dan mengerjakan
pekerjaan rumah tangga. Riwayat hipertensi (-), diabetes mellitus (-),
penyakit jantung (-), batuk lama (-), alergi (+), asma (+). Multiparitas
per vaginam (+), menopause (+) sejak 10 tahun lalu. Riwayat KB (+) spiral.
Pada pemeriksaaan fisik didapatkan keadaan umum compos mentis, kesan
gizi lebih, IMT 27.34, tanda vital dan status generalis tidak ada kelainan.
Pada status ginekologik inspeksi tampak massa uterus keluar sebagian dari
introitus vagina, bentuk bulat, warna merah muda, discharge (-), erosif
(+), pada palpasi teraba massa ukuran 2 cmx2cmx3cm, konsistensi kenyal,
inspekulo tidak dilakukan, vaginal touche massa dapat dimasukkan, kesan
uteri atrofi, nyeri goyang (-), massa adneksa (-), nyeri pada adneksa (-).
Pada POPQ didapatkan prolaps uteri derajat IV, sistokel derajat IV,
rektokel derajat III. Pemeriksaan laboratorium DPL dan kimia darah dalam
batas normal, urinalisis terdapat leukosit penuh, bakteri (+), nitrit (+),
protein +2, esterase leukosit +3
DAFTAR MASALAH
1. Prolapsus Uteri derajat IV
2. Sistokel derajat IV
3. Rektokel derajat III
4. ISK
RENCANA DIAGNOSIS
- Konsul uroginekologi
RENCANA TERAPI
- Rencana TVH+ KA + KP
- Persiapan Kolon
RENCANA EDUKASI
- Menjelaskan rencana untuk edukasi
LAPORAN PEMBEDAHAN
Operator : dr. Darto SpOG
Asisten : dr. Tyas, SpOG, dr Rahmedi
Konsulen : Prof.dr. Yunizaf, SpOG (K)
Tanggal pembedahan : 28 April 2009, lama: 08.30-10.00
Diagnosis pra bedah : prolap utero derajat IV sistokel derajat IV,
rektokel derajat III
Diagnosis pasca bedah : prolap utero derajat IV sistokel derajat IV,
rektokel derajat III
Tindakan pembedahan : TVH, kolporafi anterior, kolpoperineorafi
Jenis pembedahan : elektif, mayor
Uraian pembedahan :
Pasien posisi litotomi di atas meja operasi dalam anestesi spinal
Asepsis dan antisepsis daerah genitalia dan sekitarnya
Porsio dijepit dengan tenakulum, ditarik keluar dari introitus
Dibuat insisi segitiga di mukosa vagina anterior, dilanjutkan sirkuler
pada mukosa vagina mengelilingi serviks
Mukosa vagina dibebaskan secara tumpul, dengan jari yang dibungkus kassa
Vesika dan rektum didorong ke atas
Ligamentum kardinale dan sakrouterina kanan dan kiri dijepit, dipotong,
dan diikat
Vasa uterina kanan dan kiri dikenali, dijepit, dipotong dan diikat
Cavum Douglasi dikenali, dibuka, dan dilebarkan tajam
Plika vesiko uterina dikenali dan dibuka tajam
Pangkal tuba dan ligamentum ovarii propium dan ligamentum rotundum kanan
dan kiri dijepit
Ligamentum kanan dan kiri dikenali, dijepit, dipotong, dan diikat
Pangkal tuba dan ligamentum ovarii propium dipotong dan diikat
Uterus dikeluarkan
Diyakini tidak ada perdarahan pada pedikel, dilakukan reperitonisasi
dengan jahitan Tabac sach
Dilakukan kolporafi anterior
Puncak vagina dijahit dengan vicryl no.1 dan digantung pada kompleks
ligamentum kardinale-sakrouterina dan rotundum
Dilakukan kolpoperineorafi
Perdarahan selama operasi 100 cc
Dilakukan PA jaringan uterus
INSTRUKSI POST OPERASI
Instruksi post op
o Observasi tanda vital
o Obserasi tanda akut abdomen dan perdarahan
o Imobilisasi 24 jam
o Realimentasi dini
o FC 24 jam
o Ceftriaxone 1x2 g IV
o Profenid supp 3x1
o Hematinik 1x1
o Rawat ruangan
BAB II
PEMBAHASAN UMUM
Anatomi Dasar Panggul
Penyokong Panggul
Tulang panggul mengelilingi dan melindungi organ di dalamnya, tetapi tulang
hanya berperan sedikit sebagai organ penyokong. Organ panggul terutama
disokong oleh otot dasar panggul, dan ditunjang oleh ligamentum.1
Fungsi anatomi otot dasar panggul (otot levator ani) telah dipelajari
selama beberapa tahun, tetapi sulit dipahami. Otot dasar panggul
berkontraksi untuk menahan urin dan feses dan relaksasi untuk pengosongan
urin dan feses. Dasar panggul juga berperan dalam respon seksual wanita
normal. Otot ini akan meregang saat proses kelahiran bayi, tetapi akan
kembali berkontraksi saat postpartum. 1
Pintu bawah panggul terdiri atas diafragma pelvis, diafragma
urogenital, dan lapisan-lapisan otot yang berada di luarnya. Pada
persalinan, lapisan-lapisan otot dan fasia mengalami tekanan dan dorongan
sehingga dapat timbul prolapsus genitalis.2
Diafragma pelvis terbentuk oleh otot levator ani dan otot koksigeus
dan menyerupai sebuah mangkok. Menahan Di garis tengah bagian depan mangkok
ini terbuka (hiatus genitalis). Di sana uretra, vagina dan rektum keluar
dari pelvis minor. Diafragma urogenitalis yang menutup arkus pubis dibentuk
oleh aponeurosis otot transversus perinei profundus dan otot transversus
superfisialis. Di dalam sarung aponeurosis itu terdapat otot rhabdosfingter
uretra.
Gambar 1. Lapisan Otot-Otot Paling Luar dari Pintu Bawah Panggul
Lapisan paling luar (distal) dibentuk oleh otot bulbokavernosim yang
melingkari genitalia eksterna, otot perinei transversus superfisialis, otot
iskhiokavernosum, dan otot sfingter ani eksternus.2
Semua otot ini di bawah pengaruh saraf motorik dan dapat dikejangkan
aktif. Fungsi otot-otot tersebut di atas adalah sebagai berikut: Otot
levator ani menahan dan memfiksasi alat-alat rongga panggul pada tempatnya,
menahan tekanan intraabdominal yang mendadak meninggi seperti pada waktu
batuk dan mengejan, bekerja sebagai sfingter terutama pada wanita sebagai
sfingter vagina3; otot sfingter ani eksternus diperkuat oleh otot levator
ani menutup anus, otot bulbokavernosum mengecilkan introitus vagina di
samping memperkuat fungsi otot sfingter vesisae internus yang terdiri atas
otot polos.2
Penyokong Uterus
Uterus difiksasi dalam rongga pelvis oleh jaringan ikat dan ligamen antara
lain.4
- Ligamentum kardinale sinistrum et dekstrum (Mackenrodt) yaitu
ligamentum yang terpenting, berperan mencegah penurunan uterus,
terdiri atas jaringan ikat tebal, dan berjalan dari serviks dan puncak
vagina ke arah lateral dinding pelvis.
- Ligamentum sakro-uterinum sinistrum et dekstrum, yaitu ligamentum yang
menahan uterus supaya tidak banyak bergerak, berjalan dari serviks
bagian belakang, kiri dan kanan, ke arah os sacrum kiri dan kanan.
- Ligamentum rotundum sinistrum et dekstrum, yaitu ligamentum yang
menahan uterus dalam antefleksi dan berjalan dari sudut fundus uteri
kiri dan kanan, ke daerah inguinal kiri dan kanan. Pada kehamilan,
uterus berkontraksi kuat dan ligamentum rotundum menjadi kencang serta
menarik daerah inguinal.
- Ligamentum latum sinistrum et dekstrum, yaitu ligamentum yang meliputi
tuba, berjalan dari uterus ke arah sisi, merupakan bagian peritoneum
viserale yang meliputi uterus dan kedua tuba dan berbentuk lipatan.
- Ligamentum infundibulo-pelvikum, yaitu ligamentum yang menahan tuba
fallopii berjalan dari arah infundibulum ke dinding pelvis.
Definisi dan Klasifikasi
Prolaps organ pelvis adalah perpindahan ke bawah atau keluar salah satu
organ pelvis dari lokasi normalnya. Perpindahan ini biasanya dibagi menjadi
derajat 0 sampai 3 (atau 0 sampai 4). Derajat 3 atau 4 merupakan prolaps
total atau procidentia. Berbagai istilah digunakan untuk menggambarkan
prolaps organ genital antara lain:1
- Sistokel adalah penurunan kandung kemih
- Sistouretrokel adalah sistokel yang mengikutsertakan uretra sebagai
bagian dari kompleks organ yang prolaps
- Prolaps uteri adalah penurunan uterus dan serviks melalui kanalis
vaginalis menuju introitus vagina
- Rektokel adalah protrusi rektum menuju lumen vagina posterior
- Enterokel adalah herniasi usus halus menuju lumen vagina
Gambar 2. Prolaps Organ Pelvis
Salah satu baku emas untuk menentukan stadium prolaps adalah Pelvic Organ
Prolapse Quantification (POPQ) yang mengukur hiatus genitalia, korpus
perineal, dan panjang vagina total. Hiatus genitalia diukur dari
pertengahan meatus uretra eksternal hingga posterior garis tengah himen.
Badan perineal diukur dari batas posterior hiatus genital hingga pembukaan
mid anal. Panjang vagina total adalah kedalaman terbesar dari vagina dalam
cm saat apeks vagina direduksi hingga posisi normal. Semua pengukuran
kecuali panjang vagina total diukur saat pasien mengedan.1
Gambar 2. Terminologi standar dari klasifikasi POP-Q.
Definisi dan batasan kuantifikasi yaitu:
"Aa "Dinding vagina anterior, 3 cm proksimal dari "-3 s.d. +3 "
" "himen " "
"Ba "ujung terdepan prolaps dinding anterior "-3 s.d. +tvl "
" "vagina " "
"C "ujung distal serviks atau tunggul vagina "+/-tvl "
" "(bila serviks tidak ada) " "
"D "ujung distal forniks posterior "+/-tvl "
"Ap "dinding vagina posterior, 3 cm proksimal "-3 s.d. +3 "
" "hymen " "
"Bp "ujung prolaps dinding vagina posterior "-3 s.d. +tvl "
"gh "hiatus genital, yaitu jarak tegak lurus "tidak ada "
" "antara pertengahan meatus uretra ke hymen "batas "
" "posterior " "
"Pb "badan perineal, yaitu jarak tegak lurus "tidak ada "
" "antara pertengahan anus ke hymen posterior "batas "
"Tvl "panjang vagina total, yaitu forniks posterior"tidak ada "
" "atau tunggul vagina ke himen "batas "
Sistem pembagian stadium prolaps organ pelvik menurut ICS
Stadium 0: titik Aa, Ap, Ba, dan Bp semuanya -3 cm dan titik yang lain
(C,D)<-(X-2) cm
Stadium I: kriteria stadium 0 tidak dipenuhi dan ujung prolaps yang
terendah <-1cm
Stadium II: ujung terendah prolaps > -1 cm, namun < +1 cm
Stadium III: ujung terendah prolaps >+1 cm, namun <+(X-2) cm
Stadium IV: ujung terendah prolaps > + (X-2) cm
*) X = panjang total vagina dalam cm pada stadium 0, III, dan IV.4
Epidemiologi
Defek jaringan penyokong pelvis relatif sering dan meningkat seiring usia
dan paritas. Di Amerika Serikat, studi dari 16.000 paien menunjukkan
frekuensi prolaps uteri sebesar 14,2%. Rerata usia dilakukannya bedah untuk
prolaps organ uteri adalah 54,6 tahun. Perbedaan frekuensi berdasar ras
diperkirakan berhubungan dengan komponen genetik. Prolaps uteri paling
sering terjadi pada multipara (sekitar >50%) dan wanita menopause. Prolaps
terkadang terjadi pada wanita nullipara atau wanita muda (sekitar 2% untuk
prolaps simtomatik) dan jarang terjadi pada neonatus.5.6
Etiologi
Kondisi yang berhubungan dengan prolaps uteri antara lain:4,5,6
- Trauma obstetrik (meningkat dengan multiparitas, ukuran janin lahir
per vaginam) akibat peregangan dan kelemahan jaringan penyokong pelvis
- Kelemahan kongenital dari jaringan penyokong pelvis (berhubungan
dengan spina bifida pada neonatus)
- Penurunan kadar estrogen (contohnya menopause) berakibat hilangnya
elastisitas struktur pelvis
- Peningkatan tekanan intraabdominal, contohnya obesitas, penyakit paru
kronik, asma
- Varian anatomi tertentu seperti wanita dengan diameter transversal
pintu atas panggul yang lebar atau pintu atas panggul dengan orientasi
vertikal yang kurang, serta uterus yang retrograde.
Patofisiologi
Prolaps uteri diakibatkan oleh kelemahan jaringan penyokong pelvis,
meliputi otot, ligament, dan fasia. Pada dewasa, kondisi ini biasanya
disebabkan oleh trauma obstetrical dan laserasi selama persalinan. Proses
persalinan per vaginam menyebabkan peregangan pada dasar pelvis, dan hal
ini merupakan penyebab paling signifikan dari prolaps uteri. Selain itu,
seiring proses penuaan, terdapat penurunan kadar estrogen sehingga jaringan
pelvis kehilangan elastisitas dan kekuatannya.6
Rendahnya kadar kolagen berperan penting dalam prolaps uteri,
ditunjukkan oleh peningkatan risiko pada pasien dengan sindrom Marfan dan
sindrom Ehlers-Danlos. Pada neonatus, prolaps uteri disebabkan oleh
kelemahan otot atau defek persarafan pelvis secara kongenital.6
Diagnosis
a. Anamnesis
Gejala diperberat saat berdiri atau berjalan dalam waktu lama dan pulih
saat berbaring. Pasien merasa lebih nyaman saat pagi hari, dan gejala
memberat saat siang hari. Gejala-gejala tersebut antara lain:1,5,6
- Pelvis terasa berat dan nyeri pelvis
- Protrusi atau penonjolan jaringan
- Disfungsi seksual seperti dispareunia, penurunan libido, dan kesulitan
orgasme
- Nyeri punggung bawah
- Konstipasi
- Kesulitan berjalan
- Kesulitan berkemih
- Peningkatan frekuensi, urgensi, dan inkontinensia dalam berkemih
- Nausea
- Discharge purulen
- Perdarahan
- Ulserasi
b. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik meliputi pemeriksaan pelvis lengkap, termasuk pemeriksaan
rektovaginal untuk menilai tonus sfingter. Alat yang digunakan adalah
spekulum Sims atau spekulum standar tanpa bilah anterior. Penemuan fisik
dapat lebih diperjelas dengan meminta pasien meneran atau berdiri dan
berjalan sebelum pemeriksaan. Hasil pemeriksaan fisik pada posisi pasien
berdiri dan kandung kemih kosong dibandingkan dengan posisi supinasi dan
kandung kemih penuh dapat berbeda 1-2 derajat prolaps. Prolaps uteri ringan
dapat dideteksi hanya jika pasien meneran pada pemeriksaan bimanual.
Evaluasi status estrogen semua pasien. Tanda-tanda menurunnya estrogen:
o Berkurangnya rugae mukosa vagina
o Sekresi berkurang
o Kulit perineum tipis
o Perineum mudah robek
Pemeriksaan fisik juga harus dapat menyingkirkan adanya kondisi serius yang
mungkin berhubungan dengan prolaps uteri, seperti infeksi, strangulasi
dengan iskemia uteri, obstruksi saluran kemih dengan gagal ginjal, dan
perdarahan. Jika terdapat obstruksi saluran kemih, terdapat nyeri
suprapubik atau kandung kemih timpani. Jika terdapat infeksi, dapat
ditemukan discharge serviks purulen.1,5,6
c. Laboratorium
Pemeriksaan ditujukan untuk mengidentifikasi komplikasi yang serius
(infeksi, obstruksi saluran kemih, perdarahan, strangulasi), dan tidak
diperlukan untuk kasus tanpa komplikasi. Urinalisis dapat dilakukan untuk
mengetahui infeksi saluran kemih. Kultur getah serviks diindikasikan untuk
kasus yang disertai ulserasi atau discharge purulen. Pap smear atau biopsi
mungkin diperlukan bila diduga terdapat keganasan. Jika terdapat gejala
atau tanda obstruksi saluran kemih, pemeriksaan BUN dan kadar kreatinin
serum dilakukan untuk menilai fungsi ginjal.6
d. Radiologi
USG pelvis dapat berguna untuk memastikan prolaps ketika anamnesis dan
pemeriksaan fisik meragukan. USG juga dapat mengeksklusi hidronefrosis. MRI
dapat digunakan untuk menentukan derajat prolaps namun tidak rutin
dilakukan.6
Penatalaksanaan
a. Terapi Medis
Pasien prolaps uteri ringan tidak memerlukan terapi, karena umumnya
asimtomatik. Akan tetapi, bila gejala muncul, pilihan terapi konservatif
lebih banyak dipilih. Sementara itu, pasien dengan prognosis operasi buruk
atau sangat tidak disarankan untuk operasi, dapat melakukan pengobatan
simtomatik saja. 5,7
b. Terapi Konservatif
Pengobatan cara ini tidak terlalu memuaskan tetapi cukup membantu. Cara ini
dilakukan pada prolapsus ringan tanpa keluhan, atau penderita yang masih
menginginkan anak lagi, atau penderita menolak untuk dioperasi, atau
kondisinya tidak mengizinkan untuk dioperasi. 6,7,8
1. Latihan-latihan otot dasar panggul
Latihan ini sangat berguna pada prolapsus ringan, terutama yang terjadi
pada pasca persalinan yang belum lewat 6 bulan. Tujuannya untuk menguatkan
otot-otot dasar panggul dan otot-otot yang mempengaruhi miksi. Latihan ini
dilakukan selama beberapa bulan. Caranya ialah penderita disuruh
menguncupkan anus dan jaringan dasar panggul seperti biasanya setelah
selesai BAB, atau penderita disuruh membayangkan seolah-oleh sedang miksi
dan tiba-tiba menahannya. Latihan ini menjadi lebih efektif dengan
menggunakan perineometer menurut Kegel. Alat ini terdiri atas obrturator
yang dimasukkan ke dalam vagina, dan yang dengan suatu pipa dihubungkan
dengan suatu manometer. Dengan demikian, kontraksi otot-otot dasar panggul
dapat diukur.
2. Penatalaksanaan dengan pessarium
Pengobatan dengan pessarium sebenarnya hanya bersifat paliatif, yaitu
menahan uterus di tempatnya selama dipakai. Oleh karena itu, jika pessarium
diangkat, timbul prolapsus lagi. Ada berbagai macam bentuk dan ukuran
pessarium. Prinsip pemakaian pessarium adalah bahwa alat tersebut
mengadakan tekanan pada dinding vagina bagian atas, sehingga bagian dari
vagina tersebut berserta uterus tidak dapat turun dan melewati vagina
bagian bawah. Jika pessarium terlalu kecil atau dasar panggul terlalu
lemah, pessarium dapat jatuh dan prolapsus uteri akan timbul lagi.
Pessarium yang paling baik untuk prolapsus genitalis ialah pessarium
cincin, terbuat dari plastik. Jika dasar panggul terlalu lemah dapat
digunakan pessarium Napier. Pessarium ini terdiri atas suatu gagang (stem)
dengan ujung atas suatu mangkok (cup) dengan beberapa lubang, dan di ujung
bawah 4 tali. Mangkok ditempatkan di bwah serviks dan tali-tali dihubungkan
dengan sabuk pinggang untuk memberi sokongan kepada pessarium. Sebagai
pedoman untuk mencari ukuran yang cocok, diukur dengan jari jarak antara
forniks vagina dengan pinggir atas intraoitus vagina. Ukuran tersebut
dikurangi dengan 1 cm untuk mendapatkan diameter dari pessarium yang
dipakai.
Pessarium diberi zat pelicin dan dimasukkan miring sedikit ke dalam vagina.
Setelah bagian atas masuk ke dalam vagina, bagian tersebut ditempatkan ke
forniks vagina posterior. Untuk mengetahui setelah dipasang, apakah ukuran
pessarium cocok atau tidak, penderita disuruh mengejan atau batuk. Jika
pessarium tidak keluar, penderita disuruh jalan-jalan, apabila ia tidak
merasa nyeri, pessarium dapat dipakai terus.6
Pasien yang menggunakan pessarium harus mempunyai vagina yang well-
esterogenized. Pasien postmenopause sebaiknya diberikan terapi sulih
hormon, atau sebagai alternatif, dapat digunakan esterogen topikal
intravaginal, 4-6 minggu sebelum pemasangan pessarium, sehingga saat
pemasangan pessarium pasien dapat merasa nyaman, meningkatkan komplians,
serta pemakaian dapat lebih lama. Terapi sulih esterogen dapat membantu
mengurangi kelemahan otot dan jaringan penghubung lainnya yang menyokong
uterus. Esterogen juga dapat memperlambat terjadinya prolaps lebih lanjut,
dan dapat mencegah terjadinya iritasi pada serviks, kandung kemih, dan
rektum (tergantung bagian mana yang prolaps dahulu), juga esterogen dapat
membantu proses penyembuhan pada wanita yang menjalani proses operasi
prolaps vagina. Ada beberapa efek samping pemakaian esterogen, antara lain
meningkatkan risiko pembekuan darah, penyakit empedu, dan kanker payudara.
Pemakaiannya pun harus dengan pengawasan dokter. 6,8
Gambar 3. Macam-macam pessarium. A) Ring, (B) Shaatz, (C) Gellhorn, (D)
Gellhorn, (E) Ring with support, (F) Gellhorn, (G) Risser, (H) Smith, (I)
Tandem cube, (J) Cube, (K) Hodge with knob, (L) Hodge, (M) Gehrung, (N)
Incontinence dish with support, (O) Donut, (P) Incontinence ring, (Q)
Incontinence dish, (R) Hodge with support, (S) Inflatoball (latex)
Indikasi penggunaan pessarium adalah:6,8
a. Kehamilan
b. Bila penderita belum siap untuk dilakukan operasi
c. Sebagai terapi tes, menyatakan bahwa operasi harus dilakukan
d. Penderita menolak untuk dioperasi, lebih memilih terapi konservatif
e. Untuk menghilangkan gejala simptom yang ada, sambil menunggu waktu
operasi dapat dilakukan.
Kontraindikasi terhadap pemakaian pessarium ialah:6
a. Radang pelvis akut atau subakut
b. Karsinoma
Komplikasi penggunaan pessarium ada beberapa, antara lain:6,8
a. Penyakit inflamasi akut pelvis
b. Nyeri setelah insersi
c. Rekuren vaginitis
d. Fistula vesikovaginal
c. Terapi Operatif
Prolaps uteri biasanya disertai dengan prolaps vagina. Maka, jika likakukan
pembedahan untuk prolapsus uteri, prolapsus vagina perlu ditangani pula.
Ada kemungkinan terdapat prolapsus vagina yang membutuhkan pembedahan,
padahal tidak ada prolaps uteri, atau sebaliknya. Indikasi untuk melakukan
operasi pada prolaps vagina ialah adanya keluhan.6,8
Terapi pembedahan pada jenis-jenis prolapsus vagina:6
1. Sistokel
Operasi yang lazim dilakukan ialah kolporafia anterior. Setelah
diadakan sayatan dan dinding vagina depan dilepaskan dari kandung
kencing dan urethta, kandung kencing didorong ke atas, dan fasia
puboservikalis sebelah kiri dan sebelah kanan dijahit digaris tengah.
Sesudah dinding vagina yang berlebihan dibuang, dinding vagina yang
terbuka ditutup kembali. Kolporafia anterior dilakukan pula pada
urethrokel.
2. Rektokel
Operasi disini adalah kolpoperinoplastik. Mukosa dinding belakang
vagina disayat dan dibuang berbentuk segitiga dengan dasarnya batas
antara vagina dan perineum, dan dengan ujungnya pada batas atas
retrokel. Sekarang fasia rektovaginalis dijahit di garis tengah, dan
kemudian m. levator ani kiri dan kanan didekatkan di garis tengah.
Luka pada dinding vagina dijahir, demikian pula otot-otot perineum
yang superfisial. Kanan dan kiri dihubungkan di garis tengah, dan
akhirnya luka pada kulit perineum dijahit.
3. Enerokel
Sayatan pada dinding belakang vagina diteruskan ke atas sampai ke
serviks uteri. Setelah hernia enterokel yang terdiri atas peritoneum
dilepaskan dari dinding vagina, peritoneum ditutup dengan jahitan
setinggi mungkin. Sisanya dibuang dan di bawah jahitan itu ligamentum
sakrouterinum kiri dan kanan serta fasia endopelvik dijahit ke garis
tengah.
4. Prolapsus uteri
Indikasi untuk melakukan operasi pada prolapsus uteri tergantung dari
beberapa faktor, seperti umur penderita, keinginannya untuk masih
mendapatkan anak atau untuk mempertahankan uterus, tingkat prolapsus, dan
adanya keluhan.
Macam-macam Operasi:6,7,8
1. Ventrofikasasi
Pada golongan wanita yangmasih muda dan masih ingin mempunyai anak,
dilakukan operasi untuk membuat uterus ventrofiksasi dengan cara
memendekkan lIgamentum rotundum atau mengikat ligamentum rotundum ke
dinding perut atau dengan cara operasi Purandare.
2. Operasi Manchester
Pada operasi ini biasanya dilakukan amputasi serviks uteri, dan
penjahitan ligamentum kardinale yang telah dipotong, di muka serviks;
dilakukan pula kolporafia anterior dan kolpoperioplastik. Amputasi
serviks dilakukan untuk memperpendek serviks yang memanjang (elongasi
colli). Tindakan ini dapat menyebabkan infertilitas, abortus, partus
prematur, dan distosia servikalis pada persalinan. Bagian yang
terpenting dari operasi Menchester adalah penjahitan ligamentum
kardinale di depan serviks karena dengan tindakan ini ligamentum
kardinale diperpendek, sehingga uterus akan terletak dalam posisi
anteversifleksi, dan turunnya uterus dapat dicegah.
3. Histerektomi vaginal
Operasi ini tepat untuk dilakukan pada prolaps uteri tingkat lanjut,
dan pada wanita menopause. Keuntungannya adalah pada saat yang sama
dapat dilakukan operasi vagina lainnya (seperti anterior dan posterior
kolporafi dan perbaikan enterokel), tanpa memerlukan insisi di tempat
lain maupun reposisi pasien. Saat pelaksanaan operasi, harus
diperhatikan dalam menutup cul-de-sac dengan menggunakan kuldoplasti
McCall dan merekatkan fasia endopelvik dan ligamen uterosakral pada
rongga vagina sehingga dapat memberikan suport tambahan. Setelah
uterus diangkat, puncak vagina digantungkan pada ligamentum rotundum
kanan kiri, atas pada ligamentum infundibulo pelvikum, kemudian
operasi akan dilanjutkan dengan kolporafi anterior dan
kolpoperineorafi untuk mencegah prolaps vagina di kemudian hari.
4. Kolpokleisis (Operasi Neugebauer-Le Fort)
Pada waku obat-obatan serta pemberian anestesi dan perawatan
pra/pasca operasi belum baik untuk wanita tua yang secara seksual tidak
aktif, dapat dilakukan operasi sederhana dengan men jahitkan dinding vagina
depan dengan dinding belakang, sehingga lumen vagina tertutup dan uterus
letaknya di atas vagina. Akan tetapi, operasi ini tidak memperbaiki
sistokel dan rektokelnya sehingga dapat menimbulkan inkontinensia urine.
Obstipasi serta keluhan prolaps lainnya juga tidak hilang.
Pencegahan 6,8,10
Pemendekan waktu persalinan, terutama kala pengeluaran dan kalau perlu
dilakukan elektif (seperti ekstraksi forceps dengan kelapa sudah di dasar
panggul), membuat episiotomi, memperbaiki dan mereparasi luka atau
kerusakan jalan lahir dengan baik, memimpin persalinan dengan baik agar
dihindarkan penderita meneran sebelum pembukaan lengkap betul, menghindari
paksaan dalam pengeluaran plasenta (perasat Crede), mengawasi involusi
uterus pasca persalinan tetap baik dan cepat, serta mencegah atau mengobati
hal-hal yang dapat meningkatkan tekanan intraabdominal seperti batuk-batuk
yang kronik, merokok, mengangkat benda-benda berat. Pada wanita sebaiknya
melakukan senam Kegel sebelum dan setelah melahirkan. Selain itu usia
produktif dianjurkan agar penderita jangan terlalu banyak punya anak atau
sering melahirkan. Untuk wanita dengan IMT diatas normal, sebaiknya
menurunkan berat badan dengan olahraga, serta diet yang tinggi serat.
Komplikasi
Pessarium dapat menyebabkan vaginitis, perdarahan, ulserasi, obstruksi
saluran kemih dengan retensi, fistula, dan erosi ke dalam kandung kemih
atau rektum. Sebagian besar komplikasi diakibatkan pemakaian pessarium yang
terlalu lama tanpa kontrol. Perdarahan abdomen adalah komplikasi yang dapat
terjadi pada sakrokolpopeksi. Perlukaan pada pleksus vena presakral atau
arteri sakro media pada saat operasi dapat terjadi. 7,9
Prognosis
Bila prolaps uteri tidak ditatalaksana, maka secara bertahap akan memberat.
Prognosis akan baik pada pasien usia muda, dalam kondisi kesehatan optimal
(tidak disertai penyakit lainnya), dan IMT dalam batas normal. Prognosis
buruk pada pasien usia tua, kondisi kesehatan buruk, mempunyai gangguan
sistem respirasi (asma, PPOK), serta IMT diatas batas normal. Rekurensi
prolaps uteri setelah tindakan operasi sebanyak 16%.10
REKTOKEL-SISTOKEL
Pemeriksaan Masing-masing Elemen Penyokong
Dinding vagina anterior
Pemeriksaan dinding vagina anterior dilakukan untuk menetapkan status
penyokong uretra dan buli. Uretra bergabung dengan dinding vagina bawah 3-4
cm dan kelainan penyokong pada daerah ini akan menyebabkan uretrokel.
Kelainan penyokong bagian atas vagina disebut sistokel, karena buli berada
dekat dengan dinding vagina atas. Lipatan uretrovesika, normalnya terlihat
pada pemeriksaan, membentuk garis pembatas antara dua area penyokong ini.
Ketika terjadi kelainan penyokong pada seluruh dinding anterior, digunakan
istilah sistouretrokel.1
3 4
Gamba r 3. Sistouretrokel dengan lipatan rugae yang intak, disebabkan oleh
pelepasan lateral dari fasia puboservikal
Gambar 4. Distensi sistouretrokel disebabkan oleh kegagalan garis tengah
fasia puboservikal
Dinding anterior vagina seharusnya berada di atas cincin himen saat
mengedan. Turunnya dinding vagina anterior bagian bawah sampai ke level
cincin himen selama mengedan adalah karakteristik uretrokel dan sering
ditemukan pada pasien dengan stress incontinence. Dinding vagina anterior
bawah bersifat mobile pada semua wanita dan dapat berpindah pada multipara.
Karenanya, pergerakan regio ini tidak menyebabkan stress incontinence,
namun menunjukkan derajat kegagalan penyokong uretra. Penurunan di bawah
cincin himen adalah sesuatu yang abnormal, dan menandakan sistouretrokel
baik dengan atau tanpa stress incontinence.
Dinding anterior vagina di atas lipatan uretrovesikal berada pada
bidang datar, sekitar 45o dari bidang horizontal. Penurunan di bawah level
cincin himen bermakna. Penurunan ini dapar disebabkan oleh salah satu dari
3 hal:
Pemisahan paravaginal fasia puboservikal dari garis putih karena
terlepas dari spina iskhium
Hilangnya perlekatan vagina ke serviks
Robeknya fasia puboservikal yang menyebabkan herniasi buli melalui
lapisan ini.
Uterus dan Puncak Vagina
Vagina dan serviks bersatu satu sama lain, dan prolaps serviks uteri
dihubungkan dengn prolaps vagina atas. Ketika uterus turun di bawah level
normalnya, digunakan istilah prolaps uterovaginal. Pada pasien yang
uterusnya telah diangkat, turunnya puncak vagina di bawah posisi normalnya
pada pelvis disebut prolaps puncak vagina, dan seluruh vagina keluar
digunakan istilah eversi vagina.
Lokasi serviks dan posisi relatifnya terhadap cincin himen digunakan
untuk menggambarkan derajat keparahan prolaps uteri. Jika serviks tidak
terlihat karena terdapat sistokel atau rektokel, maka lokasinya dapat
teraba saat pasien mengedan. Saat serviks turun 1 cm dari cincin himen,
maka telah terjadi hilangnya penyokong secara bermakna. Pada keadaan dimana
uterus tidak akan diangkat, harus diyakinkan bahwa uterus disangga dengan
baik. hal ini dapat dilakukan dengan cara mencengkram serviks dengan
tenakulum atau forseps cincin dan melakukan traksi hingga uterus berhenti
turun. Dengan cara ini dapat dideteksi adanya occult prolapse, di mana
serviks di bawah cincin himen.
Gambar 5. Prolaps uteri dengan serviks keluar 3 cm di bawah himen
Untuk dapat menentukan seberapa jauh penurunan serviks, panjangnya
harus diukur. Pemanjangan serviks sering ditemukan pada pasien dengan
prolaps dan korpus uteri dapat tetap berada pada lokasi normal.
Ditemukannya pemanjangan serviks preoperatif memungkinkan operator untuk
melakukan histerektomi dengan lebih cepat, dari pada menunggu munculnya
arteri uterina pada tiap pedikel.
Dinding Vagina Posterior
Dinding vagina posterior adalan tempat bagi rektokel dan enterokel.
Evaluasi dan koreksi kedua masalah ini adalah tantangan, bahkan bagi ahli
bedah ginekologi yang berpengalaman sekalipun, dan mungkin adalah kelainan
penyokong pelvis yang paling sulit dipahami. Karena dispareunia dapat
terjadi setelahnya, koreksi defek dinding posterior asimptomatik bukannya
tanpa risiko. Di sisi lain, rektokel atau enterokel yang terjadi setelah
histerektomi vagina dan kolporafi anterior adalah hasil yang tidak
diharapkan, dan pertimbangan yang teliti terhadap penyokong dinding vagina
posterior merupakan hal yang penting.
Hal yang harus dipertanyakan saat dilakukan pemeriksaan adalah:
Apakah dinding posterior disangga secara normal?
Jika tidak, apakah merupakan rektokel sejati atau pseudorektokel?
Apakah terjadi enterokel?
Rektokel terjadi ketika dinding anterior rektum dan vagina di depannya
menonjol ke bawah cincin himen. Enterokel terjadi ketika cul-de-sac
meregang dengan usus halus dan tonjolan dinding vagina posterior keluar.
Dapat juga terjadi keadaan dimana dinding posterior menonjol ke vagina,
bukan karena penyokong rektum yang buruk, melainkan karena defisiensi pada
badan perineal. Hal ini dijelaskan oleh Nichols dan Randall sebagai
pseudorektokel dan dapat dibedakan dengan rektokel sejati karena kontur
dinding rektum anterior normal pada pemeriksaan rektm. Tipe lain
pseudorektokel adalah jika terdapat penurunan puncak vagina atau serviks
dan hilangnya penyokong posterior yang nyata. Namun, jika penyokong apikal
normal dipertahankan dengan forseps cincin atau operasi, maka dugaan
rektokeltidak terbukti. Hal ini penting untuk ditentukan sebelum operasi,
karena hilangnya tonus otot levator ani dan otot sfingter anal dengan
pengunaan obat-obatan paralisis otot selama anestesi, menyulitkan penentuan
adanya rektokel sejati.
Enterokel
Selalu ada cul-de-sac antara vagina atas dan rektum. Hal ini memungkinkan
dilakukan kuldosentesis dan kolpotomi melalui dinding vagina posterior saat
awal histerektomi vagina. Kantong peritoneal normalnya terbentang 3-4 cm di
luar sambungan vagina dan serviks. Karenanya, tidak terjadinya enterokel
pada wanita normal harus dijelaskan oleh faktor yang membuat cul-de-sac
tetap tertutup dan ada di antara vagina atas dan rektum. Posisi vagina atas
dekat dengan sakrum, di atas rektum dan lempeng levator yang intak membuat
ruang ini tetap tertutup.
Terdapat dua tipe enterokel: pulsion enterocele dan traction
enterocele. Pulsion enterocele terjadi jika cul-de-sac melebar dan muncul
sebagai tonjolan massa yang semakin membesar dengan meningkatnya tekanan
abdomen. Hal ini dapat terjadi dengan puncak vagina atau dinding uterus
tersokong dengan baik, pada kasus dimana serviks atau puncak vagina pada
level normal dan enterokel memotong antara vagina dan rektum. Jika
enterokel dihubungkan dengan prolaps uterus atau puncak vagina, maka
prolaps dan enterokel terjadi bersama-sama.
Traction enterocele menggambarkan situasi dimana prolaps uterus menarik
peritoneum cul-de-sac ke bawah, namun tidak terdapat tonjolan atau distensi
cul-de-sac saat tekanan abdomen meningkat. Kondisi ini ditemukan pada waktu
dilakukan histerektomi vagina ketika serviks sudah prolaps. Hal ini
menunjukkan enterokel potensial, karena tidak terdapat tonjolan massa yang
terpisah dari uterus.
Rektokel
Tanda rektokel yang khas adalah pembentukan kantong yang menyebabkan
dinding anterior rektum menggelembung dan turun melewati introitus. Ketika
dilakukan pemeriksaan rektum pada prolaps, rektokel terjadi jika ada
perluasan lumen rektum ke bawah sumbu anus. Hal ini tidak hanya memastikan
diagnosis namun juga menggambarkan mekanisme bagaimana rektokel menimbulkan
gejala. Selama dinding rektum anterior memiliki kontur yang licin dan tidak
terdapat kantong, walaupun dapat lebih mobile dari pada normal, feses dapat
melewati anus. Namun, ketika terbentuk kantong saat pasien mengedan, feses
dapat terperangkap.
BAB III
PEMBAHASAN KHUSUS
Diagnosis pada pasien ini ditegakkan atas dasar anamnesis, pemeriksaan
fisik dan pemeriksaan penunjang. Dari anamnesis diketahui bahwa pasien Ny.
F, 50 tahun datang dengan peranakan turun sejak dua belas tahun SMRS,
setelah melahirkan anak ke empat. Benjolan tersebut hilang timbul, timbul
terutama saat batuk, BAB, beraktivitas, berjalan dan berdiri, masuk kembali
dengan sendirinya saat berbaring. Namun, sejak 8 tahun yang lalu peranakan
keluar seluruhnya dan tidak dapat masuk sendiri. Gejala lain yang sesuai
antara lain nyeri perut dan nyeri di punggung bawah. BAB dalam batas
normal, namun pasien mengeluh BAK sering dan tidak nyeri. Terdapat riwayat
perdarahan dan flek-flek dari kemaluan sebelumnya.
Pada pemeriksaaan fisik didapatkan kesan gizi lebih, dengan IMT 27.34
sedangkan status generalis dalam batas normal, termasuk tak terdapat nyeri
tekan suprapubik. Pada status ginekologis ditemukan tampak massa uterus
keluar sebagian dari introitus vagina, berbentuk bulat, warna merah muda,
discharge (-), erosif (+). Teraba massa ukuran 2 cmx2cmx3cm, konsistensi
kenyal, nyeri tekan (-). Pada vaginal touche massa dapat dimasukkan
seluruhnya ke dalam introitus vagina dan dapat keluar kembali dengan
manuver valsava.
Pada pemeriksaan penunjang, laboratorium darah dalam batas normal,
namun pada urinalisis didapatkan leukosit penuh, bakteri (+), nitrit (+),
protein +2, esterase leukosit +3
Adanya keluhan peranakan turun pada pasien ini dipikirkan sebagai
prolaps organ pelvis. Gejala lain yang mendukung adalah nyeri pada punggung
bawah, nyeri perut yang diperkirakan karena peregangan ligamen dan otot
dalam pelvis akibat tarikan oleh organ yang prolaps. Organ yang prolaps
melalui vagina bisa merupakan uretra, vesika urinaria, uterus, atau rektum.
Pada pemeriksaan fisik, secara inspeksi terlihat massa yang membonjol
keluar dari introitus vagina, berbentuk bulat, berwarna merah muda dan
terdapat erosif pada permukaannya. Massa berbentuk bulat tersebut merupakan
protrusi uterus yang keluar melalui introitus vagina. Keluhan perdarahan
dan flek-flek dari kemaluan diduga berasal dari erosif pada permukaan massa
uterus. Dengan manuver valsava, massa tersebut dapat keluar kembali melalui
introitus vagina setelah dicoba dimasukkan seluruhnya, menunjukkan bahwa
peningkatan tekanan intraabdominal berperan dalam menyebabkan prolaps.
Dari anamnesis, ditemukan pasien berusia lanjut, keadaan gizi lebih
(IMT 27.34), menopause, multipara dengan seluruhnya persalinan per vaginam,
kebiasaan mengangkat benda berat (menimba air) dan riwayat asma. Maka,
etiologi yang dipikirkan pada pasien antara lain trauma obstetrik,
penurunan kadar estrogen, dan peningkatan tekanan intraabdomen. Secara
epidemiologis >50% prolaps uteri terjadi pada multipara dan menopause.
Proses persalinan per vaginam berulang menyebabkan trauma obsterik dan
peregangan pada dasar pelvis sehingga memicu kelemahan pada jaringan
penyokong pelvis. Hal tersebut merupakan penyebab paling signifikan dari
prolapsus uteri. Seiring proses penuaan dan menopause, terdapat penurunan
kadar estrogen sehingga jaringan pelvis kehilangan elastisitas dan
kekuatannya. Kebiasaan mengangkat benda berat dan riwayat asma pada pasien
menyebabkan peningkatan tekanan intraabdomen sehingga menambah penekanan
pada dasar pelvis dan memperberat prolaps organ di dalamnya.
Selain itu ditemukan keluhan BAK sering pada pasien ini, dan pada
pemeriksaan urinalisis ditemukan leukosit penuh, bakteri (+), nitrit (+),
esterase leukosit +3 yang menunjang diagnosis infeksi saluran kemih (ISK).
ISK pada pasien ini dipikirkan sebagai komplikasi dari prolapsus uteri yang
telah berlangsung lama. Sedangkan proteinuria 2+ dipikirkan sebagai
komplikasi lanjut dari ISK, sehingga terjadi kerusakan ginjal. Walaupun
kadar ureum darah dalam batas normal, komplikasi gagal ginjal belum dapat
disingkirkan.
POPQ dilakukan untuk menilai derajat prolaps. Didapatkan hasil Aa +3,
Ba +6, C +7, gh 7, pb 2, tvl 8, Ap +2, Bp +5, dan D +5, sondase tertahan
dan sisa urin 0 cc. Dapat disimpulkan bahwa ujung terdepan prolaps anterior
atau nilai Ba (+6) sama dengan panjang vagina total (8 cm) dikurangi 2 cm,
sehingga POPQ dapat digolongkan sebagai stadium IV. Tidak adanya sisa urin
menunjukkan tidak adanya obstruksi saluran kemih pada pasien. Jadi pada
pasien ini dapat ditegakkan diagnosis prolaps uteri derajat IV dengan nama
lain procidentia dan sistokel derajat IV. Selain itu ujung terdepan prolaps
pasterior atau nilai Bp (+5) lebih dari +1 dan kurang dari panjang vagina
total dikurang 2 cm, sehingga POPQ dapat digolongkan sebagai rektokel
derajat III.
Rencana terapi pada pasien ini sudah tepat yaitu dilakukan operasi
total vaginal histerektomi (TVH) dengan kolporafi anterior (KA) dan
kolpoperineorafi posterior (KP). TVH untuk mengatasi prolapsus uteri
derajat IV, KA untuk mengatasi sistokel derajat IV dan KP untuk mengatasi
rektokel derajat III. Tatalaksana pasca operasi pada pasien ini sudah baik,
yaitu diberikan antibiotik untuk mencegah terjadinya infeksi.
Pada pasien ini perlu dilakukan kultur urin untuk menegakkan
diagnosis ISK, sehingga tatalaksananya dapat disesuaikan dengan etiologi
bakteri penyebab ISK. Selain itu, perlu dicari etiologi proteinuria +2 pada
pasien ini. Apakah sudah terjadi penurunan fungsi ginjal atau belum yaitu
dengan pemeriksaan urinalisis dan kadar ureum dan kreatinin darah ulang.
Pada pasien ini juga dapat dilakukan pemeriksaan Pap's Smear sebagai
skrining adanya kanker serviks.
Edukasi sangat penting pada pasien ini. Pada pasien perlu diberikan
edukasi mengenai pengendalian faktor risiko, yaitu mengurangi kebiasaan
angkat berat (memompa air), menurukan berat badan dan mengontrol penyakit
asma dengan obat. Pengendalian terhadap faktor risiko ini sangat membantu
untuk menurunkan tekanan intraabdomen yang dianggap sebagai salah satu
etiologi terjadinya prolapsus organ pelvis pada pasien ini.
Prognosis pada pasien ini, prognosis quo ad vitam adalah bonam karena
prolaps uteri tidak mengancam nyawa. Untuk prognosis quo ad functionam
adalah malam, karena pasien akan dilakukan histerektomi total. Dan
prognosis quo ad sanactionam adalah bonam, karena pasien akan dilakukan
total vaginal histerektomi, kolporafi anterior dan kolpoperineorafi
posterior.
DAFTAR PUSTAKA
1. Menefee SA, Wall LL.Incontinence, Prolapse, and Disorders of the
Pelvic Floor. In: Berek JS. Novak's Gynecology. Lippincott Williams &
Wilkins. 2002.
2. Wiknjosastro H, Saifuddin AB, Rachimhadhi T. Ilmu Kandungan. Edisi
kedua. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka. 2008. Hal.1-7
3. Widjaja S. Anatomi Alat-Alat Rongga Panggul. Jakarta: Balai Pustaka
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2002. Hal 12
4. Moeloek FA, Hudono ST. Penyakit dan Kelainan Alat Kandungan. Dalam:
Wiknjosastro H, ed. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka.
2005. hal.402-428
5. DeLancey JOL. Strohbehn K. Pelvic Organ Prolapse. In: James R., Md.
Scott, Ronald S., Md. Gibbs, Beth Y., Md. Karlan, Arthur F., Md.
Haney, David N. Danforth's Obstetrics and Gynecology. 9th Ed.
Lippincott Williams & Wilkins Publishers. 2003.
6. Mailhot T. Uterine prolapse (online) 24 Mei 2006 (Diunduh tanggal 3
Mei 2009). Tersedia di URL: http://www.emedicine.com
7. Wiknjosastro H, Saifuddin AB, Rachimhadhi T. Prolaps genital. Dalam
Ilmu Kandungan. Edisi kedua. Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo. Jakarta;1994; ha.428-33.
8. Lurain JR. in Menefee SA. Novak's Gynecology. Chapter 20:
Incontinence, Prolapse, and Disorder of the Pelvic Floor. Pelvic organ
prolapse. Lippincott Williams & Wilkins 2002. P28
9. Anonymous. Uterine prolapse. (online) (Diunduh tanggal 3 Mei 2009)
Tersedia di URL: http://www.patient.co.uk/showdoc/40000115/
10. Onwude JL. Genital prolapse in women (online). Diunduh tanggal 3 Mei
2009). Tersedia di URL: http://clinicalevidence.bmj.com