LAPORAN MAKALAH ASUHAN KEPERAWATAN KEPERAWATAN PADA PADA NY.M DENGAN DENGAN GANGGUAN GANGGUAN SISTEM SISTEM REPRODU REPRODUKSI KSI AKIBAT AKIBAT ATONIA ATONIA UTERI UTERI
Dosen pengampu : Ns. Dwiyanti Dwiyanti Purbasari, Purbasari, S.Kep., S.Kep., M.Kep M.Kep Kelompok B: Mamat Rohmat
(213.C.0002)
Mafni Yulianingsih
(213.C.0004)
A d i
(213 C 0006)
L fi A i
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum wr.wb. Puji syukur penyusun panjatkan kehadirat Allah SWT. yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penyusun dapat menyelesaikan Asuhan Kepera Keperawata watan n Pada Pada Ny.M Ny.M dengan dengan Ganggua Gangguan n laporan dengan judul “ Asuhan Sistem Sistem Reprod Reproduks uksii Akibat Akibat Atonia Atonia Uteri Uteri”. Laporan ”. Laporan ini disusun untuk memenuhi Sistem Reprod Reproduks uksii pada Progr Program am Stud Studii S1 Ilmu Ilmu salah satu tugas Mata Kuliah Sistem Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan (STIKes) Mahardika Cirebon.
Selama proses penyusunan laporan ini penyusun tidak lepas dari bantuan berbagai pihak yang berupa bimbingan, saran dan petunjuk baik berupa moril, spiritual maupun materi yang berharga dalam mengatasi hambatan yang ditemukan. Oleh karena itu, sebagai rasa syukur dengan kerendahan hati, penulis
Penyusun berharap, semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Aamiin… Aamiin… Wassalamu’alaikum wr.wb.
DAFTAR ISI
Kata Pengantar .......................................................................................... Daftar Isi ..................................................................................................... Daftar Tabel................................................................................................. Daftar Gambar ............................................................................................
i iii iv v
BAB I Pendahuluan Latar Belakang ............................................................................................. 1 Rumusan Masalah ........................................................................................ 1 Tujuan .......................................................................................................... 2 Manfaat ........................................................................................................ 2 BAB II Tinjauan Teori Definisi ......................................................................................................... 3
DAFTAR TABEL
Nomor
Nama Tabel
Halaman
1. 2.
Jenis uterotonika dan cara pemberiannya Analisa Data Berdasarkan Teori
35 45
3.
Rencana asuhan keperawatan berdasarkan teori
50
4.
Analisa Data Berdasarkan Kasus
63
5.
Rencana Asuhan Keperawatan Berdasarkan Kasus
68
DAFTAR GAMBAR
Nomor
Nama Gambar
Halaman
1.
Genital Eksterna
4
2.
Genital Interna
6
3.
Anatomi Payudara
10
4.
Kompresi bimanual internal
32
5.
Kompresi bimanual eksternal
33
6.
Sengstaken-Blakemore tube and Bakri ballon
34
7.
P Rüsch hydrostatic balloon catheter
34
8.
Bakri Postpartum Balloon
35
BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Atonia uteri adalah keadaan lemahnya tonus/kontraksi rahim yang menyebabkan uterus tidak mampu menutup perdarahan terbuka dari tempat implantasi plasenta setelah bayi dan plasenta lahir. (Sarwono, 2009). Kematian ibu dapat terjadi dalam waktu 24 jam setelah melahirkan, sebagian besar karena terlalu banyak mengeluarkan darah. Perdarahan hebat adalah penyebab yang paling utama dari kematian ibu di seluruh dunia. Walaupun seorang perempuan dapat bertahan hidup setelah mengalami perdarahan postpartum, namun akan menderita akibat kekurangan darah yang berat (anemia berat) dan akan mengalami masalah kesehatan yang berkepanjangan (Yanti, 2010.).
C.
Tujuan 1. Tujuan umum Untuk mengetahui konsep teori dan kasus mengenai asuhan keperawatan pada klien dengan Atonia Uteri serta kesenjangan antara teori dengan kasus tersebut. 2. Tujuan khusus a.
Untuk mengetahui definisi Atonia Uteri
b.
Untuk mengetahui etiologi Atonia Uteri
c.
Untuk mengetahui manifestasi Atonia Uteri
d.
Untuk mengetahui patofisiologi Atonia Uteri
e.
Untuk mengetahui asuhan keperawatan Atonia Uteri secara teori
f.
Untuk mengetahui asuhan keperawatan Atonia Uteri secara kasus
g.
Untuk mengetahui kesenjangan antara asuhan keperawatan teori dengan asuhan keperawatan kasus yang di alami klien dengan Atonia Uteri
BAB II TINJAUAN TEORI `1
A.
Definisi Atonia uteri didefinisikan sebagai kegagalan miometrium untuk berkontraksi secara memadai setelah kelahiran. Kekuatan dan keefektifan kontraksi miometrium sangat penting untuk menahan pendarahan. Namun pada atonia uteri sebaliknya, rahim lunak dan lembek dengan adanya perdarahan yang berlebihan dari saluran kelamin. (Lim, Pei Shan, 2012). Atonia uteri adalah keadaan lemahnya tonus atau kontraksi rahim yang menyebabkan uterus tidak mampu menutup perdarahan terbuka dari tempat implantasi plasenta setalah bayi dan plasenta lahir, (Taber, 2010 dalam Perdana, Abduh Halim. 2013). Atonia uteri adalah keadaan lemahnya tonus/kontraksi rahim yang
Gambar. 1 Genitalia Eksterna Sumber: Syaifuddin. (2011). “Atlas Berwarna Tiga Bahasa: Anatomi
d. Labiya minora Merupakan
lipatan
jaringan
tipis
dibawah
labiya
mayora,tidak mempunyai folikel rambut,membentang dari bawah klitoris smapai dengan fourchette pada labiya minora banyak terdapt pembuluh darah,saraf dan otot sehingga berwarna merah dan lebih sensitif dan besifat erektil. (Tarwato, 2009). e. Klitoris Klitoris hormolog dengan penis dan pria, terletak pada superior vulva, tepat dibawah arkus pubis.bentuknya pendek,silindris dengan ukuran 6x6 mm. Termasuk organ yang sangat erektil dan sensitif terutama pada ujung bandan klitoris. Jika wanita terangsang seksual gland dan badan klitoris akan membesar.banyaknya pembuluh darah dan saraf membuat klitoris sangat sensitif terhadap sentuhan suhu maupun sensasi tekanan. (Tarwato, 2009). f. Vestibulum
2.
Genetalia interna wanita Genetalia interna wanita terdiri atas vagina, uterus, tuba falopi dan ovarium. (Tarwoto, 2009).
Gambar 2. Genitalia interna
tempat jalan lahir,serta membantu mencengah infeksi karena vagina yang asam. (Tarwato, 2009) b. Uterus Uterus merupkan organ muscular berbentuk kantong seperti uag pear yang terletak dirongga pelvis antara kansung kemih dengan rektum.posisi uterus normalnya anteflesi (menekuk dan maju kedepan). Panjnagnya 7,5 cm dengan berat kira-kira 60 gram. (Tarwato, 2009) Uterus terdiri dari dua bagian yaitu badan atau korpus dsn leher atau cerviks. Badan uteri merupakn 2/3 dari uterus dengan panjang 4 cm, berbentuk triangular dan pada bagian apeks berhubungan dengan cerviks.pada bagian atas disebut fundus uteri dan berhubunagn dengan tuba uteri atau tuba fallopi . pada bagian tepi samping uterus berhubunagn denagn tuba fallopii. Pada bagian tepi samping uterus berhubungan dengan tuba fallopi disebut cornu.
Lapisan miometrium tersusun atas serat-serat otot polos yang menimbulkan ketebalan dinding uterus. Otot tersebut membentuk spiral dari kornu menuju serviks, memberi efek sirkuler disekeliling tuba fallopi dan serviks serta efek oblique pada korpus uteri. Pada keadaan hamil miometrium menjadi lebih tebal. (Tarwato, 2009). Lapisan perimetrium adalah lapisan peritoneum yang membungkus uterus dan tuba uterine. Dari depan perimetrium menutupi korpus uteri menuju vesika urinaria setinggi ostium uteri internum. (Tarwoto, 2009). Uterus berfungsi untuk mempersiapkan penerimaan ovum hasil
fertilisasi,
menyediakan
tempat
yang
nyaman
untuk
pertumbuhan dan perkembangan fetus selama kehamilan dan membantu pengeluaran fetus dan plasenta saat melahirkan, menyediakan nutrisi hasil konsepesi. (Tarwoto, 2009) c. Tuba Uterina
4)
Interstitialis merupakan daerah ujung akhir dari jaringan otot uterus dengan isthmus. (Tarwato, 2009). Fungsi
tuba
fallopi
adalah
menangkap
sel
ovum,
menyalurkan spermatozoa dan tempat konsepsi, pertumbuhan dan perkembangan konsepsi sampai blastula. (Tarwoto, 2009) d. Ovarium Ovarium merupakan kelenjar berada dipermuaan posterior ligamentum latum, didekat infundibulum. Terdiri dari 2 buah berbentuk seperti almond, berwarna putih keruh. Memiliki panjang 4 cm, lebar 0,4cm dan berat sekitar 3 gr. Ovarium dibungkus oleh peritoneum dan ditopang oleh ligamen mesovarium, ligamentum latum, ligamen ovarika dan ligamen infudibulum. (Tarwoto, 2009) Ovarium dibagi atas dua bagian yaitu bagian korteks atau kulit dan bagian medulla. Korteks merupakan lapisan terluar, terdiri
Gambar 3. Anat Anatom omii payu payuda dara ra Sumber: Syaifuddin. (2011). “Atlas Berwarna Tiga Bahasa: Anatomi Tubuh Manusia”. Salemba Salemba Medika
Bentuk puting ada ada empat, empat, yaitu bentuk yang yang normal, pendek/ datar, datar, panja panjang ng dan terbena terbenam m (inverted). (Tarwoto, (Tarwoto, 2009). 2009). Payudara tersusun dari jaringan lemak yang mengandung kelenjar-kelenjar yang bertanggung jawab terhadap produksi susu pada saat hamil dan setelah bersalin. Setiap payudara terdiri dari sekitar 15-25 lobus berkelompok yang disebut lobulus, kelenjar susu, dan sebuah bentukan seperti kantung-kantung yang menampung air susu (alveoli). Saluran untuk mengalirkan air susu ke puting susu disebut duktus. Sekitar 15-20 saluran akan menuju bagian gelap yang melingkar di sekitar puting susu (areola) (areola) membentuk membentuk bagian bagian yang menyimpan air susu (ampullae) sebelum keluar ke permukaan. (Tarwoto, 2009). Kedua payudara tidak selalu mempunyai ukuran dan bentuk yang sama. Bentuk payudara mulai terbentuk lengkap satu atau dua tahun setela setelah h menstruasi menstruasi pertamaka pertamakali.Ham li.Hamil il dan menyusui menyusui akan
1. Sistem Tubuh Ibu Berespon Berespon Terhadap Peningkatan Kebutuhan Selama Kehamilan Masa gestasi (kehamilan) adalah sekitar 38 minggu dari konsepsi (40 minggu dari akhir haid terakhir). Selama gestasi, mudigah/janin tumbuh dan dan berkembang berkembang hingga hingga ke tahap tahap ia mampu mampu meninggalkan sistem penunjang kehidupan dari ibunya. Sementara itu, sejumlah perubahan fisik terjadi pada ibu untuk mengakomodasi kebutuhan selama kehamilan. Perubahan yang paling nyata adalah pembesaran uterus. Uterus mengembang dan bertambah beratnya lebih dari 20 kali, diluar isinya. Payudara membesar dan memiliki kemampuan untuk menghasilkan susu. Sistem-sistem tubuh di luar sistem
repsoduksi
juga
melakukan
berbagai
perubahan
yang
diperlukan. Volume darah darah meningkat meningkat sebesar sebesar 30 persen, persen, dan sistem kardiovaskular berespon terhadap peningkatan kebutuhan oleh masa plasenta yang terus tumbuh. Penambahan berat selama kehamilan
cukup Ca2+ , maka hormon plasenta lainnya yang serupa dengan hormon Paratiroid Hormon Related Peptide (PTHrp), memobilisasi Ca2+ dari tulang ibu untuk menjamin klasifikasi tulang-tulang janin. (Sherwood, 2011). Hormon sangat berperan dalam sistem reproduksi baik dalam pertumbuhan maupun perkembangan alat-alat reproduksi. Hormonehormon yang berpengaruh dalam reproduksi antara lain : a. Melatonin, merupakan hormon yang dihasilkan oleh badan pineal yang memiliki hubungan dengan hipothalmus melalui serabut saraf. Hormon ini berpengaruh terhadap pengaturan sirkulut fotoneuroendrokin reproduksi dengnan cara menghambat produksi GnRH dari hipothalamus sehingga sekresi gonadotropin menurun. (Sherwood, 2011). b. GnRH (Gonadotropin Relasing Hormone), hormone ini diproduksi
dipertengahan siklus. Selama fase ovulasi dalam menghasilkan progesteron. Pelepasnnya juga periodik atau pulsatif, kadarnya dalam darah berfariasi setiap fase siklus, waktu paruh eliminasinya pendek ( sekitar 1 jam). Diproduksi disel-sel kromofob hipofisis anterior. Bersama FSH, LH berfungsi memicu perkembangan folikel ( sel-sel leka dan sel-sel granulosa) dan juga mencetuskan t4erjadinya
ovulasi
di
pertengahan
siklus
(LH – surge).
(Sherwood, 2011). f. Estrogen, diproduksi terutama oleh sel-sel teka interna folikel diovarium dan dalam jumlah lebih sedikit juga diproduksi dikelnjar adrenal melalui konversi hormon androgen. Estrogen pada masa pubertas berperan dalam nenstimulasi penimbunan lemak jaringan subkutan, pertumbuhan rambut aksila dan pubis, pertumbuhan payudara dan pertumbuhan dan perkembangan uterus dan berperan dalam siklus mensturasi. (Sherwood, 2011).
dan menghambat kontraksi uterus selam kehamilan. (Sherwood, 2011). i. HCG (Human Chorianic Gonadotropin) diproduksi oleh sel-sel trofoblas dari sebuah ovum yang baru dibuahi. Sekersi hormon ini mencapai puncaknya pada 10 sampai 12 hari setelah ovulasi kemudian menurun. Fungsi dari HCG yaitu untuk pertumbuhan korpus luteum dalam menghasilkan progesterone. (Sherwood, 2011). j. LTH (Lactotrophic Hormone) atau Prolactin diproduksi di hipofisis anterior, memiliki aktifitas meningkatkan produksi dan sekresi air susu
oleh
kelnjar
payudara.
Diovarium
prolaktin
ikut
mempengaruhi pematangan sel telur dan mempengaruhi fungsi korpus luteum. Pada kehamilan, prolaktin juga diproduksi oleh plasenta (HPL/Human Placental Lactogen). Fungsi laktotropik prolaktin tampak terutama pada masa laktasi pascapersalinan.
yang bertambah. Kadang kontraksi ini menjadi cukup teratur sehingga disangka sebagai awitan persalinan, suatu fenomena yang dinamai “persalianan palsu”. (Sherwood, 2011). Selama gestasi, pintu keluar uterus tetap tertutup oleh servik yang kaku dan tertutup rapat . seiring dengan mendekatnya persalinan, serviks mulai melunak (atau “matang”) akibat disosiasi serat jaringan ikatnya yang kuat (kolagen). Karena perlunakan ini maka seviks menjadi lentur sehingga dapat secara bertahap membuka pintu keluarnya sewaktu janin yang secara paksa didorong menekannya saat persalinan. Perlunakan serviks ini terutama disebabkan oleh relaksin. (Sherwood, 2011). Sementara itu, janin bergeser ke bawah dan dalam keadaan normal terorientasi sedemikian sehingga kepala berkontak dengan servik sebagai porsiapan untuk keluar melalui jalan lahir. (Sherwood, 2011).
3. Tahap persalinan
kasus ini, tanpa intervensi medis kepala bayi akan tersangkut dibelakang lubang serviks yang sempit. (Sherwood, 2011). b. Tahap kedua Tahap kedua persalinan, pengeluaran bayi yang sebenarnya, dimulai setelah dilatasi (pembukaan) serviks lengkap. Ketika bayi mulai bergerak melewati serviks dan vagina, reseptor-reseptor regang di vagina mengaktifkan suatu reflek saraf yang memicu kontraksi dinding abdomen secara sinkron dengan kontraksi uterus. Kontraksi abdomen ini sangat meningkatkan gaya yang mendorong bayi melewati jalan lahir. Ibu dapat membantu mengeluarkan bayinya dengan
cara
sengaja
mengontraksikan
otot-otot
abdomennya
bersamaan dengan kontraksi uterus (yaitu, “mengejan” saat timbul nyeri persalinan). Tahap 2 biasanya jauh lebih singat dari pada tahap pertama dan berlangsung 30 sampai 90 menit. Bayi masih melekat ke plasenta oleh tali pusat saat lahir. Tali pusat ini diikat dan dipotong,
serviks ini. Relaksin juga berperan melemaskan jalan lahir dengan melonggarkan jaringan ikat antara tulang-tulang panggul. (Sherwood, 2011)
b. Esterogen Selama awal gestasi, kadar esterogen ibu relatif rendah tetapi seiring dengan kemajuan kehamilan, sekresi esterogen meningkat. Pada hari-hari tepat menjelang persalinan, terjadi lonjakan kadar esterogen yang menyebabkan perubahan pada uterus dan serviks untuk mempersiapkan kedua struktur ini untuk persalinan dan pelahiran. Pertama kadar tinggi esterogen kadar tinggi mendorong sintesis konekson dalam sel-sel otot polos uterus. Hampir sepanjang kehamilan sel-sel miometrium ini tidak secara fungsional berkaitan. Konekson
yang
baru
terbentuk
disisipkan
membran
plasma
miometrium untuk membentuk taut celah yang secara elektris
Oksitosin adalah suatu hormon peptida yang diproduksi oleh hipotalamus, disimpan di hipofisis posterior dan dibebaskan ke dalam darah dari hipofisis posterior dan dibebaskan ke dalam darah dari hipofisis posterior, dan dibebaskan ke dalam darah dari hipofisis posterior pada stimulasi saraf oleh hipothalamus. Oksitosin, suatu perangsang otot uterus yang kuat, berperan kunci dalam kemajuan persalinan. Penemuan bahwa responsitas uterus terhadap oksitosin pada aterm adalah 100 kali dibandingkan wanita yang tidak hamil (karena meningkatnya konsentrasi reseptor oksitosin miometrium) menyebabkan menyebabkan persalinan dimulai ketika konsentrasi reseptor oksitosin mencapai suatu ambang kritis yang memungkinkan awitan kontraksi kuat terkoordinasi kuat sebagai respon terhadap kadar oksitosin darah yang biasa. (Sherwood, 2011)
d. Corticotr Corticotrophinophin- Releasing Releasing Hormone Hormone (CRH)
lebih rendah daripada normal mengisyaratkan persalinan melewati jadwal. (Sherwood, (Sherwood, 2011)
5. Fisiol Fisiologi ogi payu payudar dara a Proses produksi, sekresi, dan pengeluaran ASI di namakan laktasi.ketika bayi mengisap payudara, hormone yang bernama oksitosin membuat ASI mengalir dari dalam alveoli, melalui saluran susu (ducts/milk canals)menuju reservoir susu (sacs) yang berlokasi di belakang areola, lalu kedalam mulut bayi. Pengaruh hormonal bekerja mulai
dari
bulan
ketiga
kehamilan,
di
mana
tubuh
wanita
memproduksihormon yang menstimulasi munculnya ASI dalam system payudara payudara.. (Sherwood (Sherwood,, 2011). 2011). Persiapan pemberian ASI di lakukan bersamaan dengan kehamilan, payudara semakin padat karena retensi air, lemak, serta berkembangnya kelenjar-kelenjar payudara dan dirasakan tegang dan
c. Pe Penga ngaruh ruh hormo hormonal nal Mulai dari bulan ketiga kehamilan, tubuh wanita memproduksi hormone yang menstimulasi munculnya ASI dalam system payudara. (Jannah, 2012). Proses bekerjanya hormon dalam menghasilkan ASI adalah sebagai berikut. 1)
Saat bayi bayi menghis menghisap, ap, sejuml sejumlah ah sel sel syaraf syaraf di payud payudara ara ibu mengirimkan pesan ke hipotalamus. hipotalamus. (Jannah, (Jannah, 2012). 2012).
2)
Ketika menerima pesan itu, hipotalamus melepas ‘’rem’’ penahan prolaktin. (Jannah, (Jannah, 2012). 2012).
3) Untuk mulai mengh menghasilk asilkan an ASI, ASI, prolaktin prolaktin yang yang dihasilka dihasilkan n kelenjar pituitary merangsang kelenjar-kelenjar susu dipayudara ibu. (Jannah, (Jannah, 2012). 2012).
5)
Human placental lactogen (HPL): sejak bulan kedua kehamilan, plasenta mengeluarkan banyak HPL yang berperan dalam pertumbuhan payudara, putting, dan areola sebelum melahirkan. (Jannah, 2012).
d. Proses pembentukan laktogen 1) Laktogenesis I Pada fase terakhir kehamilan, payudara wanita memasuki fase Laktogenesis I. Saat itu payudara memproduksi kolostrum, yaitu berupa cairan kental yang kekuningan. Pada saat itu, tingkat progesterone yang tinggi mencegah produksi ASI yang sebenarnya. Namun, hal ini bukan merupakan masalah medis. Apabila ibu hamil mengeluarkan (bocor) kolostrum sebelum bayinya lahir, hal ini bukan merupakan indikasi sedikit atau banyaknya prodiksi ASI sebenarnya nanti. (Jannah, 2012).
3) Laktogenesis III Sistem kontrol hormon endokrin mengatur produksi ASI selama kehamilan dan beberapa hari pertama setelah melahirkan. Ketika produksi ASI mulai stabil, sistem kontrol autokrin dimulai. Fase ini dinamakan Laktogenesis III. (Jannah, 2012). Pada tahap ini, apabila ASI banyak dikeluarkan, payudara akan memproduksi ASI dengan banyak pula. Dengan demikian, produksi ASI sangat dipengaruhi oleh seberapa sering dan seberapa baik bayi menghisap, juga seberapa sering payudara di kosongkan. (Jannah, 2012). 4) Proses produksi air susu Pengeluaran ASI merupakan suatu interaksi yang sangat kompleks antara rangsangan mekanik, saraf, dan bermacam-macam
1. Reflek Reflekss prola prolakti ktin n Menuru Menurutt (Jann (Jannah ah,, 2012) 2012) Pada Pada ibu yang yang menyu menyusui sui,, prolaktin akan meningkat dalam keadaan-keadaan seperti: a. Stres Stresss atau atau peng pengar aruh uh psi psiki kiss b. Anestesi c. Operasi d. Rang Rangsa sang ngan an put puttin ting g susu susu e. Tabu Tabung ngan an kela kelami min n f. Obat-obat Obat-obatan an trangulize trangulizerr hipota hipotalamus lamus seperti seperti reserpin, reserpin, klorpromazin,dan fenitiazid. 2. Reflek Reflekss let let down down
b. Refleks Refleks menghi menghisap: sap: saat saat bayi bayi mengis mengisii mulutnya mulutnya dengan dengan putting susu atau pengganti putting susu sampai ke langit keras dan punggung lidah. Refleks ini melibatkan rahang, lidah, dan pipi. c. Refleks Refleks menela menelan: n: yaitu yaitu gerak gerakan an pipi pipi dan dan gusi gusi dalam dalam menekan areola, sehingga refleks ini merangsang pembentukan rahang bayi. b. Penge Pengelua luaran ran air air susu susu ibu ibu (oksit (oksitosi osin) n) Apabila bayi disusui, maka gerakan menghisap yang berirama akan menghasilkan rangsangan saraf yang terdapat didalam glandula pituitary posterior. Akibat langsung refleks ini adalah dikeluarkannya oksitosin dari pituitary posterior. Hal-hal
ini
akan
menyebabkan
sel-sel
miopitel
(sel
‘’keranjang’’ atau sel’’laba sel’’laba--laba’’) di sekitar alveoli akan
eklamsi dan eklamsi, operasi obstetric dan pendarahan poSt partum, (Hanifa, 2005 dalam Moedjiarto, 2011). b.
Polih lihidr idramnion ion Polihidramnion adalah suatu keadaan dimana jumlah air ketuban lebih banyak dari normal, biasanya lebih dari 2 liter. Polihidramnion berpotensi terjadi atonia uteri yang berakibat pada pendarahan post partum karena peregangan uterus yang berlebihan, (Hanifa, 2005 dalam Moedjiarto, 2011).
c.
Makrosomia jan janin Bayi besar (makrosomia) adalah bayi baru lahir yang berat badan lahir pada saat persalinan lebih dari 4000 gram. Bayi besar ini dapat menyebabkan perdarahan post partum karena uterus meregang berlebihan dan mengakibatkan lemahnya kontraksi sehingga dapat terjadi perdarahan post partum. (Supa., Sofia., 2013).
caesar pada induksi elektif. (Cunningham, 2013 dalam Sumarni, 2014). b.
Persalinan lama Persalinan lama dapat menyebabkan kelelahan. Bukan hanya rahim yang lelah cenderung berkonsentrasi lemah setelah melahirkan. Tetapi juga ibu yang keletihan kurang mampu bertahan terhadap kehilangan darah, (Oxorn, 2003, dalam Moedjiarto, 2011).
c.
Penghapusan manual plasenta Penghapusan manual plasenta adalah prosedur umum dilakukan di tahap ketiga persalinan. Penghapusan manual plasenta disarankan pada waktu antara 20 menit dan lebih dari 1 jam ke tahap ketiga.Pilihan waktu untuk keseimbangan antara risiko perdarahan
post-partum
meninggalkan
plasenta
disitu,
kemungkinan pengiriman spontan dalam waktu 60 menit dan pengetahuan dari operasi caesar studi bagian bahwa penghapusan
komplikasi yang salah satunya adalah pendarahan. Resiko pendarahan pada wanita hamil dan melahirkan yang berusia di bawah 20 tahun, 2-5 kali lebih tinggi dibandingkan dengan yang berumur antara 20-29 tahun dan akan meningkat bagi sesudah berusia 35 tahun. Umur diatas 35 tahun, rahim sudah tidak sebaik umur
20-35
tahun
karena
kemungkinan
persalinan
lama,
pendarahan dan resiko cacat bawaan, (Amriadi, 2012).
D.
Patofisiologi Pada waktu uterus berkontraksi, pembuluh darah yang terbuka tersebut akan menutup, kemudian pembuluh darah tersumbat oleh bekuan darah sehingga perdarahan akan terhenti. Adanya gangguan retraksi dan kontraksi otot uterus, akan menghambat penutupan pembuluh darah dan menyebabkan perdarahan yang banyak. Keadaan demikian menjadi faktor utama penyebab perdarahan pasca persalinan. Perlukaan yang luas akan menambah perdarahan seperti robekan servix, vagina dan perineum
yang lebih banyak di bandingkan saat tidak hamil. (Smith, 2012 dalam tesis amanda, larissa). Pada perdarahan karena atonia, uterus membesar dan lembek pada palpasi, sedangkan pada perdarahan akibat perlukaan, uterus berkontraksi dengan baik. Dalam hal uterus berkontraksi dengan baik perlu diperiksa lebih lanjut tentang adanya dan dimana letaknya perlukaan dalam jalan lahir. Kehilangan banyak darah tersebut menimbulkan tanda-tanda syok yaitu penderita pucat, tekanan darah rendah, denyut nadi cepat dan kecil, ekstrimitas dingin, dan lain-lain (Wiknjosastro, 2005).
E.
Manifestasi Klinis Menurut Lia yulianti ( 2010 ). 1. Uterus tidak berkontraksi dan lembek. 2. Perdarahan post partum. Perdarahan yang terjadi pada kasus atonia uteri sangat banyak dan
g. Urine yang sedikit ( < 30 cc/ jam ).
F.
Komplikasi Komplikasi pada atonia uteri yaitu perdarahan post partum primer (> 500 cc) yang dapat mengakibatkan syok yang berat, dapat terjadi komplikasi lanjutan yaitu anemia dan infeksi dalam keadaan anemia bisa berlangsung berat sampai sepsis. Pada perdarahan yang disertai oleh pembekuan intravaskuler merata dapat terjadi kegagalan fungsi organ-organ seperti gagal ginjal mendadak (Lubis, 2011).
G.
Pemeriksaan Penunjang 1.
Pemeriksaan Laboratorium a.
Pemeriksaan darah lengkap harus dilakukan sejak dlm periode antenatal. Kadar hemoglobin dibawah 10 g/dL berhubungan dengan hasil kehamiln kehamilan yang buruk. (Bickley LS, 2009).
b.
Pemeriksaan gologan darah dan tes antibodi harus dilakukan sejak periode antenatal. (Bickley LS, 2009).
resusitasi cairan, perimbanagn suatu hemolisis yang terjadi dari komplikasi (Dyne PL,2012 ). 2.
Pemeriksaan radiologi a.
Onset perdarahan post partum biasanya sangat cepat. Dengan diagnosis dan penenganan yang tepat,resolusi biasa terjadi sebelum pemeirksaan
laboratorium
atau
radiologi
dapat
dilakukan.
Berdasarkan pengalaman pemeriksaan USG dapat membantu untuk melihat adanya jendela arah dan retensi sisa plasenta. (Bickley LS, 2009). b.
Ultrasonografi Secara umum,ultrasonografi pelvik (trans abdominal/trans vaginal ) sangat membantu untuk melihat adanya sisa plasenta yang besar,hematoma,atau abnormalitas intrauterin yang lainya. Sisa plasenta dan hematoma dapat terlihat identik,namun dapat dibedakan antara satu lainya dengan menggunakan Doppler USG
lebih dari 1000 ml atau bahkan lebih dari 1500 ml (20-25% volume darah) akan menimbulkan gangguan vaskular hingga terjadi shock hemoragik sehingga tranfusi
darah
diperlukan
(Ramanathan
&
Arulkumaran, 2006). Tindakan pertama yang dilakukan bergantung pada keadaan kliniknya. Pada umumnya dilakukan secara simultan (bila klien syok) hal-hal sebagai berikut: a. Sikap Trendelenburg, memasang venous line, dan memberikan oksigen. (Karkata, 2009). b. Sekaligus merangsang kontraksi uterus dengan cara : •
Masase fundus uteri dan merangsang puting susu. (Karkata, 2009).
•
Kompresi bimanual eksternal dan/atau internal (Karkata, 2009).
•
Kompresi aorta abdominalis (Karkata, 2009).
Gambar. 5 Kompresi bimanual eksternal (Sumber : Depkes RI 2007).
c. Pemasangan tampon (packing) kassa uterovaginal. Alternatif dari pemberian tampon selain dengan kassa, juga dipakai beberapa cara yaitu dengan menggunakan : SengstakenBlakemore tube, Rusch urologic hydrostatic balloon catheter (Folley
perdarahan berat kondom dapat dipertahankan lebih lama (Danso D and Reginald PW, 2006).
Gambar. 6 Sengstaken-Blakemore tube and Bakri ballon (Sumber : Danso D and Reginald PW, 2006 ).
Gambar. 8 Bakri Postpartum Balloon (Sumber : Bakri YN et al., 2001). Bila penanganan dengan non operatif ini tidak berhasil, baru dilakukan penanganan secara operatif ( laparotomi dengan pilihan bedah konservatif (mempertahankan uterus) atau melakukan histerektomi ), yaitu : d. Laparatomi pemakaian metode B-Lynch e. Ligasi arteri uterina, arteri hipogastrika ( iliaka interna ) Bila
dengan
cara
ini
belum
berhasil
menghentikan
perdarahan dilakukan. f. Histerektomi supravaginal g. Histerektomi total abdominal.
2. Farmakologi Pemberian obat uterotonika : a. Oksitosin dan turunan ergot melalui suntikan secara intramuscular,
Dosis
Tidak lebih dari 3 liter
Maksimal
larutan dengan
per hari
Oksitosin
Kontra
Pemberian IV secara
indikasi
cepat atau bolus
menit
dosis awal
Total 1 mg atau 5 dosis
Total 1200ug atau 3 dosis
Preeklamp
Nyeri kontraksi
sia,
Asma
vitium cordis, hipertensi (Sumber : Departemen Kesehatan Indonesia, 2007). Macam-macam uterotonika menurut Rukiyah (2010), antara lain: 1.
Oksitosin
enzim oksitonase kemudian komponen asam amino diredistribusi atau dibuang melalui ginjal. (Rukiyah, 2010). •
Struktur atau susunan kimia Oksitosin
merupakan
oktapepsida
yang
disintesis
hipotalamus, didaerah nuclei yang berdekata dengan
pada hormon
antidieuretik (ADH). Terbentuk dari berbagai gabungan precursor yang mengandung protein pengikat spesifik, yang disebut sebagai oxytocin-neurophysin. (Rukiyah, 2010). Oxytocin-neurophysin mengandung
90 rantai asam amino yang
mirip posisinya seperti pada ADH-neurophisin. Proses metabolism dan degradasi pemecah rantai asam amino dilakukan oleh enzim oksitonase, dimana ekskresinya melalui ginjal. (Rukiyah, 2010). •
Farmakokinetika oksitosin Oksitosin yang diberikan secara parenteral diinaktifasi oleh enzim peptidase didalam plasma. Enzim ini selama kehamilan dihasilkan
maka
Ca
dimobilisasi
dari
reticulum
sarkoplasmik
untuk
mengaktivasi protein kontraktil. Oksitosin meransang frekuensi dan kekuatan kontraksi otot polos uterus, dimana efek ini tergantung pada konsentrasi estrogen dan progesterone. Pada konsentrasi estrogen yang rendah, efek oksitosin terhadap uterus juga berkurang. Dengan dominasi pengaruh estrogen, meningkay sesuai dengan umur kehamilan, kepekaan uterus terhadap oksitosin meningkat. Selain itu kepekaan uterus juga dipengaruhi oleh reseptor oksitosin, yang semakin banyak dengan semakin tuanya kehamilan. Sensitifitas maksimal oksitosin dicapai pada kehamilan 34-36 minggu. Selain itu oksitosin mempunyai efek menimbulkan intoksikasi air terutama pada penderita yang mendapat cairan infus dalam jumalh besar, meningkatkan permeabilitas membrane sel terhadap natrium sehingga terjadi hiponatremia dan retensi air (efek antidiuretka), aktivasi mioepitel kelenjar mammae sehingga
vasokontriksi dan mengandung protein hewan. Menurut beberapa penelitian tentang ekstrak oksitosin dilaporkan adanya kasus-kasus yang mengalami syok. Syok yang terjadi disebabkan oleh kegagalan jantung, spasmus arteri koronaria atau karena syok anafilatik. Selain itu ditemukan satu kasus kematian ibu saat dilakukan induksi persalinan dengan menggunakan oksitosin alamiah, kematian ini disebabkan karena terjadi spasmus arteri koronaria yang menimbulkan hipoksia otak dan aritmia jantung. Efek samping lain pada penggunaan oksitosin alamiah adalah nyeri kepala frontal dan kegelisahan. (Rukiyah, 2010). Dengan ditemukannya oksitosin sintesis, efek kardiovaskuler dapat ditoleransi. Pemberian oksitosin secara bolus intra vena tidak disarankan, karena menimbulkan vasodilatasi sementara, sehingga terjadi penurunan tekanan darah. Mulai terjadinya vasodilatasi dalam 30 detik stelah pemeberian bolus intra vena kemudian akan
Sediaan misoprostol berupa 100 g, 200 g dan juga campuran dengan natrium diklofenak (mengandung 200
g misoprostol) dengan
harga relative murah. (Rukiyah, 2010). •
Farmakologi Prostaglandin E, berasal dari asam dihomo-linoleat (ADHL), sedangkan prostaglandin E berasal dari asam arakidonat (AA), keduanya dapat menyebabkan kontraksi otot polos. Baik AA maupun ADHL disintesis oleh enzim fosfolipase A dari fosfolipid membrane sel. Khasiat khusus dari PGE adalah mencegah tukak lambung (Rukiyah, 2010). Pada saat ini misoprostol dipasarkan sebagai obat sitoprotektif untuk mencegah tukak lambung. Selain efek sitoprotektif pada mukosa lambung dengan meningkatkan produksi mucus dan bikarbonat. Misoprostol juga berpengaruh kepada otot polos uterus dan serviks (Rukiyah, 2010).
asam lemak (beta dan omega oksidasi) yang terdapat pada organorgan ditubuh. Absorbsi misoprostol cepat dan dapat dideteksi pada sirkulasi dalam 2 menit, mencapai kadar puncak 12,5-60 menit dan akan turun pada menit ke 120 (Rukiyah, 2010). Pada pemberian perrektal, waktu paruhnya kurang dari 30 menit dan puncak levelnya 15 menit. Efek bertingkat untuk mencapai kadar maksimum pada 60-120 menit tetapi pada menit ke 240, levelnya masih 60% dari puncak level. (Rukiyah, 2010). •
Cara kerja Misoprostol memiliki efek sitoproteksi (yang merupakan indikasi terapi) dan efek samping diare, nyeri perut dan uterutonika. Efekefek ini terjadi berdasarkan kontak dari zat aktif dengan reseptor secara topical dan sistemik pada organ-organ yang terkait. Obat ini dipasarkan dalam bentuk ikatan kovalen yang dapat terhidrolisa, sehingga pelepasannya terkontrol hanya pada suasana asam.
dan akan masuk ke sirkulasi darah tubuh, sehingga uterus akan berkontraksi (target organ ) melalui peningkatan hubungan kesenjanagn ( gap junction) dan peningkatan kadar ca
++
(Rukiyah,
2010). Intraceluler, peningkatan reseptor oksitosin, peningkatan actinmiosin sehingga terjadi kontraksi miometrium. (Rukiyah, 2010). •
Indikasi dan penggunaan Pada pembuatannya misoprostol merupakan obat gastroprotektif, yang ditujukan untuk mencegah terjadinya ulkus peptikum pada penggunaan AINS. Selain itu misoprostol juga memberikan efek yang baik pada, fungsi imun, paru-paru (asma), kardiovaskuler (penurunan kadar kolesterol, penyakit vaskuler perifer), periodontal (proteksi mukosa), musculoskeletal (proteksi sendi, osteoporosis), analgesia,
reaksi
alergi,
urology
(perbaikan
fungsi
pada
transplantasi ginjal, sistitis), hati (sitoprotektif untuk hepatosit).
kolostrum dapat dipertimbangkan sebagai bagian dari terapi pada bayi baru lahir. (Rukiyah, 2010). Efek
misoprostol
terhadap
kontraksi
uterus
sama
dengan
prostaglandin yang lainnya, tetapi jika prostaglandin E2 dan F2 diberikan secara peroral dengan dosis yang biasa menyebabkan kontraksi uterus pada kehamilan muda akan menimbulkan efek samping (Rukiyah, 2010). Pemakaian misoprostol untuk penatalksanaan kala III juga telah diteliti oleh beberapa ahli baik diluar negeri maupun didalam negeri. Pada penelitian pemberian misoprostol diberikan secara oral dengan dosis 600 g segera setelah bayi lahir (Rukiyah, 2010). •
Kontra indikasi Sampai saat ini tidak ditemukan kontraindikasi pemakaian misoprostol, jika digunakan untuk pencegahan penanganan aktif kala
III
persalinan
dalam
mencegah
perdarahan
pasca
Merupakan golongan ergot alkaloid yang dapat menyebabkan tetani uteri setelah 5 menit pemberian secara IM. Dapat di berikan secara IM 0,25 mg, dapat di ulangngi setelah 5 menit sampai dosis maksimu 1,25 mg, dapat juga di berikan secara langsung apabila di perlukan (IMM) atau IV bolus 0,125 mg. Obat ini di kenal dapat menyebabkan
vasopasme periver
dan
hipertensi,
dapat
juga
menyebabkan nausea dan vornitus, obat ini tidak boleh di berikan pada pasien dengan hipertensi. (Rukiyah, 2010).
I.
Konsep Nursing Care Plan 1. Pengkajian dan Pemeriksaan Fisik a. Ibu Menurut Lowdermilk., et al (2010), pengkajian post partum meliputi : a) Anamnesa a) Identitas Klien
tiba-tiba atau sudah dirasakan sebelumnya yang hilang timbul (onset), apa yang memperberat dan mengurangi keluhan (palliativ), apa yang dapat mencetuskan kembali keluhan, apakah upaya yang telah dilakukan untuk mengurangi keluhan (provokativ), kualitas atau karakter, kuantitas atau tingkat keparahan, dibagian mana keluhan dirasakan,
apakah
keluhan
menetap
atau
menyebar
dirasakan, hingga ke bagian tubuh mana penyebarannya (region), bagaimana gejala yang dirasakan, apakah gejala tersebut menimbulkan keluhan menjadi lebih berat, jika nyeri pada skala berapa (severity), pada saat apa keluhan dirasakan dan semakin dirasakan. e) Riwayat Kesehatan Dahulu Penyakit infeksi (campak, gondongan, batuk rejan, cacar air, demam rematik, difteria, polio, tuberculosis,
f) Riwayat Perkawinan Usia perkawinan, lama perkawinan, pernikahan ke- , jenis kelamin pasangan. g) Riwayat Obstetri saat ini Riwayat kehamilan, Persalinan, Abortus (Gravida, Varitas, Abortus) G…P…A… h) Riwayat Kehamilan dan Persalinan Tahun kehamilan dan persalinan, tipe persalinan, penolong persalinan, jenis kelamin, BB lahir, keadaan bayi waktu lahir, masalah kehamilan. i) Pengalaman Menyusui Pengalaman menyusui atau tidak, berapa lama menyusui.
(invosi uterus, fundus uterus; kontraksi, posisi), kandung kemih, fungsi pencernaan, perineum dan genital, vagina; integritas kulit, edema, memar, hematom, perineum; utuh / episiotomi / ruptur. b) Tanda REEDA -
R: rubor : ya/tidak
-
E: edema: ya/tidak
-
E: echimosis: ya/tidak
-
D: discharge: serum/pus/darah/tidak ada
-
A: approximate: baik/tidak
c) Kebersihan, Lokia; jumlah, jenis atau warna, konsistensi, bau, haemorrhoid, ekstremitas; ekstremitas atas, bawah. Varises, ekstermitas (atas dan bawah); edema atau tidak, lokasi edema dimana, varises; ada atau tidak, tanda hormon, eliminasi; BAK dan BAB (konsistensi, jenis, warna, bau
-
Masalah khusus… .
g) Keadaan mental -
Adaptasi psikologis
-
penerimaan terhadap bayi
-
masalah khusus...,
-
kemampuan menyususi…,
-
obat-obatan…,
-
keadaan umum ibu…,
-
tanda vital, jenis persalinan...,
h) Proses persalinan -
Kala I ...jam
-
Indikasi .... kala II..... Menit...
-
Komplikasi persalinan ibu: ..... janin....
-
Lamanya ketuban pecah ..... kondisi ketuban....
i) Nilai APGAR
Menurut Lowdermilk., et al (2010), pengkajian bayi baru lahir meliputi : 1) Anamnesa a) Riwayat Persalinan -
BB/TB ibu...............kg/........cm,
-
Persalinan di........................
b) Keadaan Bayi Saat Lahir -
Lahir tanggal:...........jam:..............
-
jenis kelamin...................
-
Kelahiran : tunggal / gemeli
c) Nilai APGAR -
Denyut jantung: Tidak ada (0) kurang dari 100 (1) lebih dari 100 (2) jumlah....
-
Usaha nafas: Tidak ada (0) lambat (1) menangis kuat (2) jumlah....
b) Berat badan...................... c) Panjang badan.................. d) Suhu.................................... e) Lingkar kepala................ f) Lingkar dada..................... g) Lingkar perut.................... h) Kepala •
Bentuk
Bulat
•
Kepala
lain-lain Molding Kaput Cephalhematom
•
Ubun – ubun
Besar Kecil
Kurang •
Dada
Simetris Asimetris Retraksi Seesaw
•
Telinga
posisi ..................... Bentuk .................... Lubang telinga Keluaran
•
Jantung dan Paru paru Bunyi Nafas
Normal Ngorok Lain lain
•
STATUS NEUROLOGI
Tendon
Refleks (dinilai semua)
Moro Rooting Menghisap Babinski Menggenggam Menangis Berjalan Tonus Leher
•
NUTRISI Jenis Makanan
ASI
•
EKSTREMITAS Jari tangan
Kelainan ................
Jari Kaki
Kelainan .................
Pergerakan
Tidak aktif Asimetris Tremor Rotasi paha
•
Nadi
Brachial Femoral
•
Posisi
Kaki .............. Tangan ............
•
DATA LAIN YANG MENUNJANG
1. Analisa Data Tabel. 2 Analisa Data Berdasarkan Teori
Data (Subjektif-Objektif)
DS :
Etiologi ATONIA UTERI
Masalah keperawatan
Nyeri akut
Klien mengatakan, “nyeri nya muncul tidak menentu”. DO : •
Klien tampak meringis
•
Klien tidak bisa beristirahat pada
Insertia Uteri
HIS Inadekuat
Pembentukan Segimen Bawah Uteri
waktu tidur Serviks Membuka •
Skala nyeri 6 (0-10)
•
Tanda-tanda vital :
Tidak Dapat Diikuti Oleh Plasenta Yang Melekat
a. TD = 150/90 mmHg Terlepasnya Vili Plasenta Dari Desidua
54
b. Nadi= 80 x/menit c. Respirasi = 26 x/menit
Aktivasi Mediator Kimia : PG
Stimulasi Serabut Saraf Afferen
Mencapai Kornudorsalis
Melewati Medula Oblongata
Diteruskan Ke Ruang Serebri
Dipersepsikan Nyeri
NYERI AKUT
55
DS :
Atonia uteri
Intoleransi aktivitas
Klien mengatakan, “badannya lemes, lesu, pusing, merasa tidak kuat untuk
Perdarahan Post Partum Primer
melakukan aktivitas sehari-hari”. Perdarahan Masif Secara Berkala
DO: •
Keadaan umum lemah
•
Pergerakan sendi terbatas
•
Klien beraktivitas dibantu oleh
Penurunan Volume Sekuncup
Curah Jantung Menurun
keluarga. Suplai Darah Kejaringan Menurun •
Tanda-tanda vital : a. Suhu = 36.00 C
Defisiensi Glukosa
b. TD = 150/90 mmHg Inadekuat ATP
c. Nadi= 80 x/menit d. Respirasi = 26 x/menit
Mengganggu Sinyal Elektis Dari Otak Ke Otot
56
Membuat Otot Lelah
Mekanisme Tubuh Mudah Lelah
INTOLERANSI AKTIVITAS
DS :
ATONIA UTERI
Perdarahan
Klien mengatakan, “perutnya sakit, merasa lemas, keluar darah banyak
Perdarahan Post Partum Primer
dari vagina”. Perdarahan Masif Secara Berkala
DO: •
Klien tampak lemah
•
Bibir klien tampak pucat
Penurunan Volume Darah Efektif
57
•
Konjungtiva klien pucat
•
Hb 7,9 mg/dg
•
TD 100/80 mmHg
Eritrosit Menurun
Mukosa Pucat, Konjungtiva Anemis, Kelemahan
RESIKO PERDARAHAN
DS :
ATONIA UTERI
Risiko syok
Klien mengatakan,” jika sedang kencing terdapat darah”. DO: •
Perdarahan Masif Secara Berkala
Nadi cepat dan lemah (110 kali/ menit atau lebih).
•
Perdarahan Post Partum Primer
Penurunan Volume Sekuncup
Tekanan darah sangat rendah : tekanan sistolik < 90 mmHg.
•
Pernafasan cepat frekuensi 30
Curah Jantung Menurun
kali/ menit atau lebih.
58
•
Klien tampak Pucat.
•
Keringat/ kulit terasa dingin dan lembab.
•
Suplai Darah Kejaringan Menurun
Ketidakstabilan Vital Sign
Gelisah, bingung atau kehilangan kesadaran.
•
Klien terlihat perubahan tingkat
Resiko syiok
persadaran. •
Urine yang sedikit (< 30 cc/ jam).
DS:
ATONIA UTERI
Defisit pengetahuan
Klien mengatakan, “tidak mengetahui tentang penyakit yang
Kurang Pajanan Informasi
dideritanya dan tidak tahu cara penanganannya”.
Tidak Adanya Tindakan
DO: DEFISIT PENGETAHUAN •
Klien tampak bingung
•
Klien terlihat terus bertanya-tanya dengan pertanyaan yang sama
59
•
Klien tampak gelisah
2. Diagnosa Keperawatan
1.
Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis (ruptur perineum).
2.
Intoleransi aktivitas berhubungan dengan masalah sirkulasi.
3.
Perdarahan dengan faktor risiko komplikasi pascapartum (atonia uteri).
4.
Risiko syok berhubungan dengan hipoksia.
5.
Defisit pengetahuan berhubungan dengan kurang pengetahuan.
5. Nursing Care Plan Tabel 3. Rencana asuhan keperawatan berdasarkan teori No
1.
Diagnosa Keperawatan
NOC
NIC
Nyeri akut berhubungan
Setelah dilakukan tindakan keperawatan Relaxation Therapy :
dengan
selama
agen
cedera
biologis (ruptur perineum)
3 x 24 jam diharapkan
nyeri
1. Identifikasi
penurunan
tingkat
energi,
klien dapat berkurang dengan kriteria
ketidakmampuan kosentrasi dan gangguan
hasil:
kognitif untuk fokus terhadap relaksasi. 2. Beri penjelasan secara rinci tentang relaksasi
60
Pain Control : •
Nyeri berkurang skala 3 (1-10)
•
Dapat mengontrol nyeri
yang dipilih fasilitasi lingkungan yang jauh dari kebisingan dan suhu yang nyaman. 3. Evaluasi
dan
dokumentasikan
teknik
relaksasi. Pain Level : •
Mengontrol nyeri
•
Tidak meringis
•
Tidak ada gelisah
4. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian obat analgetik.
Distraction
1. Instruksikan
klien
untuk
mempraktekan
teknik distraksi jika diperlukan. 2. Dukung klien menentukan teknik distraksi di inginkan (tarik nafas dalam). 3. Anjurkan klien untuk melakukan teknik distraksi sendiri atau memilih langkah teknik distraksi yang lain. 4. Dokumentasikan
tindakan
keperawatan:
teknik distraksi. 2.
Intoleransi berhubungan
a ktivitas
Setelah dilakukan tindakan keperawatan
dengan
selama 4 x 24 jam diharapkan risiko
Oxygen therapy
61
mas alah sirkulasi.
intoleransi aktivitas dapat teratasi.
1. Siapkan
peralatan
oksigen
dan
cek
peralatan oksigen sebelum di pasang di
Activitiy status
klien.
1. CTR normal 2. Hypotension
2. Pertahankan jalan nafas orthostatic
dalam
batas normal.
3. Konsultasi
dengan
tenaga
kesehatan
lainnya mengenai penggunaan oksigen selama beraktivitas atau tidur.
Ruik control
1. Dapat
4. Observasi mengidentifikasi
faktor
tanda-tanda
gejala
hipoventilasi
resiko. 2. Dapat memonitor faktor resiko Respiratori monitoring personal.
1. Monitor tekanan, irama, respirasi. 2. Monitor pola pernafasan 3. Monitor saturasi oksigen 4. Auskultasi suara nafas 5. Kolaborasi pemberian pengobatan seperti nebulizer oksigen.
62
3.
Perdarahan dengan faktor
Setelah dilakukan tindakan keperawatan
Bleeding Reduction : Antepartum Uterus
risiko komplikasi
selama 3 x 24 jam diharapkan
1. Monitor tanda-tanda vital pada klien.
pascapartum (atonia uteri)
perdarahan klien dapat dapat berkurang
2. Monitor DDJ.
dengan kriteria hasil:
3. Inspeksi perineum untuk jumlah dan karakteristik perdarahan.
Blood Loss Severity : •
Tidak mengalami penurunan Hb
•
Tidak mengalami penurunan Ht
4. Palpasi untuk meraba kontrasi uteri. 5. Periksa berapa pembalut yang digunakan untuk menampung perdarahan. 6. Rujuk segera pasien ke pelayanan kesehatan yang tersedia pelayanan kegawatdaruratan obstetri (ponek).
4.
Risiko syok berhubungan
Setelah dilakukan tindakan keperawatan Bleeding Precautions :
dengan hipoksia.
selama 3 x 24 jam diharapkan syok klien 1. Pantau tanda-tanda dan gejala perdarahan dapat berkurang dengan kriteria hasil:
persisten. 2. Pertahankan
Shock Savertiy Hipovolomik :
istirahat
selama
perdarahan
aktif.
1. Tekanan sistole meningkat
63
2. Tekanan diastole meningkat
Bleeding Reduction :
3. Akral teraba hangat
1. Identifikasi penyebab pendarahan. 2. Instruksikan klien melakukan pembatasan aktivitas. 3. Pantau jumlah dan sifat kehilangan darah. 4. Pantau bentuk dan karakter dari perdarahan klien.
Bleeding Reduction: Postpartum Uterus
1. Kompres dingin pada fundus uteri 2. Observasi karatkterisktik dari lochia (warna, gumpalan dan volume) 3. Diskusikan kepada tim perawat mengenai pengawasan tentang maternal status
5.
Defisiens i berhubungan
pengetahuan
Setelah dilakukan tindakan keperawatan
dengan
selama 4 x 24 jam diharapkan defisiensi
kurang pengetahuan.
pengetahuan dapat bertambah.
Pendidikan kesehatan ( health aducation). Bimbingan sistem kesehatan (health system buidauce).
64
Know
ledge
post
partum
manternal
Health.
Healt education
1. Mengetahuan
perubahan
fisiologis 2. Mengetahui
perubahan
tubuh
setelah post partum. 3. Dapatkan
memilih
mengenai kontrasepsi.
pilihan
1. Mengidentifikasi
faktor
internal
atau
eksternal yang dapat meningkatkan atau mengurangi
motivasi
untuk
perilaku
sehat. 2. Menentukan
pengetahuan
kesehatan
dengan gaya hidup saat ini perilaku dari kelurga individu atau kelompok sasaran. 3. Merumuskan
tujuan
untuk
program
pendidikan kesehatan. Healt system buidance.
1. Membantu pasien atau keluarga untuk mengkoordinasikan perawatan kesehatan dan komunikasi. 2. Menginformasikan berbagai
jenis
pasien fasilitas
tentang kesehatan
65
(misalnya rumah sakit umum, rumah sakit khusu, rumah sakit pendidikan dan rawat jalan khusus bedah). 3. Mengidentifikasi
dan
memfasilitasi
komunikasi diantara penyedia layanan kesehatan dan klien atau keluarga yang sesaui. Family planning: contraception. 1. Diskusikan metode kontrasepsi (misalnya pil,hormonal,
IUD,
sterilisasi
atau
termasuk efek implan efek samping, kontra indikasi dan tanda geja yang harus dilaporkan ketenaga kesehatan ). 2. Tentukan kontrasepsi untuk klien 3. Intruksikan hubungan seksual yang aman (Bluechek, G. M. Et al. 2014, Herdman, T. Heather. 2014, Moorhead, sue, et al. 2014)
66
67
BAB III PEMBAHASAN KASUS
A.
Pengkajian dan Pemfis 1.
Identitas Klien Nama
: Ny. M
Umur
: 39 tahun
Jenis Kelamin
: Perempuan
Tanggal Pengkajian
: 25 April 2016
Diagnosa Medis
: Atonia Uteri
2. Keluhan Utama Klien mengatakan, “pusing”
c. Riwayat Persalinan Persalinan terakhir dipimpin pada jam 12.25 WIB dan bayi keluar adalah laki-laki pada jam 12.35 menit, jumlah darah 450 cc, tekanan darah
130/95 mmHg, nadi 89x/ menit, suhu 36 o C,
respirasi 24 kali/menit, his teratur, robekan perineum 3 cm x 1 cm x 1 cm tak beraturan. Jumlah bayi yang dilahirkan 2 orang. Status obstetri : P6A0 d. Riwayat Kontrasepsi Klien mengatakan “Menggunakan alat kontrasepsi suntik selama 5 tahun dari anak yang terakhir dilahirkan sebelumnya”.
5. Pola Pemenuhan Aktivitas a. Pola istirahat Tidak terdapat dalam kasus
Kesadaran: Compos Mentis (E 4V5M6) b. Tanda-tanda Vital TD
: 90/70 mmHg
Nadi
: 99 kali/menit
Suhu
: 36o C
RR
: 24 x/menit
c. Antropometri Berat badan saat ini
:-
Berat badan
:-
sebelum hamil Tinggi badan
:-
LLA
:-
d. Sistem penglihatan Anemis pada konjungtiva
i.
Sistem perkemihan Menggunakan pembalut yang berisi darah merah segar hingga ke seluruh pakaian bawah, terdapat empat jahitan dan edema pada perineum.
j.
Sistem reproduksi Mamae: areola kedua payudara tampak coklat kehitaman dan datar, kedua payudara menegang tapi tidak ada sekresi mamae. Genitalia: terdapat pembalut yang berisi darah merah segar, terdapat 4 jahitan pada perineum, tampak edema, anus utuh
k.
Sistem persarafan Tidak terdapat dalam kasus
l.
Sistem muskuloskeletal Akral teraba dingin, terpasang infus NaCl 0,9% sebanyak 20
-
PB : 45 cm
-
APGAR skor a) Menit ke 1 : 4 b) Menit ke 5 : 6
9. Pemeriksaan Penunjang Tidak terdapat dalam kasus 10. Terapi yang diberikan Injeksi vitamin K dan Zalf mata pada kedua anaknya.
B. Penatalaksanaan Menurut jurnal peneletian Chow seliana at al., yang berjudul The use of nipple shields: a review, menjelaskan mengenai penatalaksanaan pada ibu
menyusui dengan payudara datar menggunakan Nipple Shield (perisai puting).
areola, serta meningkatkan kemampuan menghisap pada bayi baru lahir, (Chow, S., et.al, 2015 ).
1.
Analisa Data Tabel. 4 Analisa Data Berdasarkan Kasus Data-data
Etiologi
Masalah Keperawatan
(Subjektif – Objektif )
DS :
Atonia uteri
Risiko syok
Klien berbaring di tempat tidur dengan mengeluh “pusing”.
Perdarahan post partum primer
DO : •
Perdarahan masif secara berkala
Tanda-tanda vital a. Tekanan Darah 90/70 mmHg b. Denyut Nadi 99x/menit (Denyut
Penurunan volume sekuncup
Nadi Irreguler) Curah jantung menurun
c. Respirasi Rate 24x/menit d. Suhu 36 oC •
Jumlah
darah
yang
keluar
pada
Suplai darah ke jaringan menurun
persalinan 450 cc. •
Konjungtiva Anemis
•
Membran mukosa mulut kering.
Ketidakstabilan vital sign
74
•
Klien
teraba
akral
dingin
dan
Risiko syok
berkeringat banyak. •
Abdomen lunak dan datar.
•
Diatasis rektus abdominis.
•
CRT 2 detik
•
Klien terpasang NaCl 0,9% sebanyak 20 tetes /menit.
•
Klien terpasang RL 16 tetes/menit ditangan kanan.
•
Klien terpasang oksigen denggan nasal kanul 2 liter.
DS : Klien
Atonia uteri merasakan
nyeri
pada
Nyeri akut
bagian
genitalianya dengan skala 3 (0-10).
Insertia uteri
DO :
HIS inadekuat
•
Klien tampak berbaring ditempat tidur.
•
Klien
teraba
akral
dingin
dan
Pembentukan segmen bawah uteri 75
berkeringat banyak. •
Tanda-tanda vital
Serviks membuka
a. Respirasi : 24 x/menit. b. Nadi : 99 x/menit.
Tekanan meningkat di daerah PAP
c. TD : 90/70 mmHg Dilatasi perineum berlebih
Ruptur perineum derajat II
Aktivasi mediator kimia (PG)
Stimulasi serabut saraf afferen
Mencapai kornu dorsalis melalui medula oblongata
Sampai korteks serebri
Disampaikan ke otak 76
Persepsi nyeri
Nyeri akut
DS : Klien
Atonia uteri merasakan
nyeri
pada
Kerusakan integritas jaringan
bagian
genitalianya dengan skala 3 (0-10).
Insertia uteri
DO : •
Robekan perineum 3 cm x 1 cm x 1 cm.
•
Robekan perineum tak beraturan.
•
Terdapat
striae
di
abdomen
yang
berwarna
kehitaman.
bagian
bawah
HIS inadekuat
Pembentukan segmen bawah uteri
abu-abu Serviks membuka
Tekanan meningkat di daerah PAP
Dilatasi perineum berlebih
Ruptur perineum derajat II 77
Timbul laserasi terbuka
Kerusakan integritas jaringan
DS :
Atonia uteri
Risiko infeksi
Klien Klien merasakan nyeri pada bagian genitalianya dengan skala 3 (0-10). DO : •
Perineum tampak edema.
•
Terdapat 4 jahitan pada perineum.
•
Tampak pembalut yang berisi darah merah segar hingga keseluruh pakain
Ruptur perineum derajat II
Timbul laserasi terbuka
Kerusakan integritas jaringan
Defisit perawatan luka
bawah dan perlak yang dipakai klien. Media mikroorganisme patogen
Mengganggu wound healing
Risiko infeksi
78
DS :
Atonia uteri
Risiko Intoleransi aktivitas
Klien mengeluh pusing. Perubahan post partum primer DO : •
Klien terlihat berbaring.
•
Denyut Jantung Irreguler.
•
Bunyi Jantung Lub Dup (tanpa bunyi
Perdarahan masif secara berkala
Curah jantung menurun
tambahan). •
Bunyi Nafas Vesikuler.
•
Tekanan Darah 90/70 mmHg
Suplai darah ke jaringan menurun
Defisiensi glukosa
Inadekuat ATP
Mengganggu sinyal elektis dari otak
Membuat otot lelah
79
Mekanisme tubuh: mudah lelah
Risiko intoleransi aktifitas
DS :
Faktor usia > 35 tahun
Ketidak efektifan pemberian ASI
Klien mengatakan, “kedua payudara saya menegang”.
Ketidakseimbangan hormonal
DO : •
Areola
kedua
payudara
berwarna
Penurunan stimulasi oksitosin
coklat kehitaman gelap dan datar. •
Kedua payudara menegang
•
Tidak ada sekresi ASI.
•
IMD telah dilakukan namun tidak ada
Akumulasi ASI di duktus laktiferus
Penekanan ruang duktus
ASI. Dilatasi rongga duktus
Edema mamae ibu
Ketidakefektifan pemberian asi
80
2. Diagnosa Keperawatan
1. Risiko syok berhubungan dengan hipoksia. 2. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis (ruptur perineum). 3. Kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan ruptur perineum. 4. Risiko infeksi dengan faktor risiko perubahan integritas kulit. 5. Risiko intoleransi aktifitas berhubungan dengan masalah sirkulasi pada ibu. 6. Ketidakefektifan pemberian ASI berhubungan dengan anomali payudara ibu.
d. Nursing Care Plan Tabel 5. Rencana Asuhan Keperawatan Berdasarkan Kasus
No
1.
Diagnosa Keperawatan Risiko syok
Setelah dilakukan tindakan
berhubungan
keperawatan selama 3 x 24
dengan hipoksia
jam diharapkan syok klien
NOC
dapat berkurang dengan
NIC Bleeding Precautions :
1. Pantau tanda-tanda dan gejala perdarahan persisten.
Rasional Bleeding Precautions :
1. Mengetahui tanda dan gejala perdarahan yang akan mungkin terjadi 81
kriteria hasil:
pada klien. 2. Pertahankan istirahat selama
Shock Savertiy Hipovolomik : •
perdarahan aktif.
Tekanan sistole
perdarahan
lebih banyak.
Tekanan diastole meningkat.
•
terjadinya
yang lebih akan terjadi
meningkat. •
2. Mengantisipasi
Akral teraba hangat.
Bleeding Reduction :
1. Identifikasi penyebab perdarahan.
Bleeding Reduction :
1. Menentukan karakteristik,jumlah, dan periode perdarahan.
2. Instruksikan klien
2. Mencegah terjadinya
melakukan pembatasan
keparahan perdarahan
aktivitas.
kepada klien.
3. Pantau jumlah dan sifat kehilangan darah. 4. Pantau bentuk dan karakter dari perdarahan klien.
3. Mengetahui jumlah dan sifat darah yang keluar. 4. Agar klien selalu dalam pengawasan petugas kesehatan.
82
Bleeding Reduction: Postpartum
Bleeding Reduction:
Uterus
Postpartum Uterus
1. Kompres dingin pada fundus uteri.
1. Mencegah
terjadinya
peregangan
yang
berlebih pada
fundus
uteri. 2. Observasi karakterisktik dari lochia (warna, gumpalan dan volume).
3. Diskusikan kepada tim perawat mengenai
2.
Nyeri akut berhubungan
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24
dengan agen cedera jam diharapkan nyeri klien
2. Mengetahui penatalaksanaan
yang
akan
lebih
diberikan
lanjut untuk klien. 3. Mencegah
komplikasi
pengawasan tentang
yang
maternal status
nyawa bagi klien.
Relaxation Therapy :
1. Identifikasi penurunan tingkat energi,
mengancam
Relaxation Therapy :
1. Mengetahui umum
dan
keadaan keadaan 83
biologis (ruptur perineum)
dapat berkurang dengan kriteria hasil:
ketidakmampuan kosentrasi
orientasi
dan gangguan kognitif untuk
pada klien.
fokus terhadap relaksasi. Pain Control : Nyeri berkurang skala 3 •
•
2. Beri penjelasan secara rinci
2. Agar
tentang relaksasi yang
(1-10)
dipilih fasilitasi lingkungan
Dapat mengontrol nyeri
yang jauh dari kebisingan
3. Evaluasi dan
klien
terjadi
dapat
memahami
dan
mengetahui
tentang
relaksasi
yang
akan
dipilihnya.
dan suhu yang nyaman. Pain Level :
yang
3. Mengetahui
•
Mengontrol nyeri
dokumentasikan teknik
mana
•
Tidak meringis
relaksasi.
menerapkan
tekhnik
•
Tidak ada gelisah
relaksasinya
yang
dipilih
klien
sejauh
dan
bukti
dapat
sebagai
dokumentasi
keperawatan. 4. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian obat analgetik.
4.
Sebagai anti nyeri yang akan mengurangi nyeri pada klien. 84
Distraction Distraction
1. Instruksikan klien untuk
1. Mengetahui
apakah
klien dapat melakukan
mempraktekan teknik
teknik
distraksi
distraksi jika diperlukan.
diinstrusikan perawat
atau
yang oleh tenaga
kesehatan.
2. Dukung klien menentukan teknik distraksi yang di inginkan (tarik nafas dalam). 3. Anjurkan klien untuk
2. Membantu klien agar memilih
teknik
distraksi yan tepat. 3. Mandirikan
klien
melakukan teknik distraksi
melakukan
teknik
sendiri atau memilih
distraksi dan langkah-
langkah teknik distraksi
langkah distraksi yang
yang lain.
akan di lakukan. 4. Sebagai
4. Dokumentasikan tindakan
bukti
pendokumentasian 85
keperawatan: teknik
keperawatan.
distraksi.
3.
Kerusakan
Setelah dilakukan tindakan
integritas jaringan
keperawatan selama 4 x 24
berhubungan
jam diharapkan integritas
dengan ruptur
jaringan dapat berkurang,
perineum
kriteria hasil:
Perineal Care
1. Bantu klien dalam membersihkan perineum 2. Jagalah perineum tetap kering.
•
3. Sediakan bantal untuk klien jika ingin duduk.
Mengetahui pengendalian
Mengetahui faktor risiko infeksi.
•
•
2. Memberi kenyamanan
3. Mendukung keamanan dan kenyamanan pada
4. Sebagai 4. Kolaborasi dengen tim medis
Dapat mengetahui
pemberian analgesik untuk
kesehatan umum.
nyeri pada genetialia
Mampu mempertahankan
penyebaran infeksi
klien
infeksi •
1. Mencegahterjadinya
pada klien
Risk control: infectious process
Perineal Care
sehingga
anti
nyeri dapat
mengurangi nyeri pada klien
5.
lingkungan yang bersih. Insition Site Care
86
Insition Site Care
1. Inspeksi luka jahitan dari kemerahan dan bau.
2. Monitor proses penyembuhan luka jahitan.
1. Mengantisipasi infeksi 2. Mengetahui
infeksi pada jahitan.
jahitan
lebih
penatalaksanaan
lanjut
ada.
jika
terjadi
infeksi 4. Mengetahui
4. Catat karakteristik drainase jika
komplikasi
yang akan terjdi pada luka
3. Memberi 3. Monitor tanda dan gejala dari
terjadinya
cairan
pengeluaran
meliputi
jumlah,
warna, bau, konsistensi
5. Bersihkan area jahitan dengan
5. Mencegah
larutan pembersih seperti DTT
keparahan
atau normal saline.
lanjut
terjadinya infeksi
lebih
6. Agar mempercepat proses 6. Ambil jahitan jika luka telah
pemulihan 87
membaik. 7. Ajarkan klien atau keluarga klien cara perawatan luka
7. Agar
memandirikan
keluarga dan klien untuk perawatan luka
jahitan, termasuk tanda dan gejala infeksi.
4.
Risiko infeksi
Setelah dilakukan tindakan
Skin Surveiuance
Skin Surveiuance
dengan faktor
keperawatan selama 4 x 24
1. Periksa keadaan kulit seperti
1. Mengetahui adanya tanda-
risiko perubahan
jam diharapkan klien
integritas kulit.
terhindar dari infeksi, kriteria hasil:
Internal Status: Post Partum
adanya kemerahan, edema. 2. Monitor tanda infeksi terutama pada daerah edema.
3. Ajarkan kepada klien terkait
•
Warna lochia normal.
perawatan luka jahitan terhadap
•
Suhu tubuh 36,3 -37,6
perineum
•
Proses penyembuhan
Wond Care
perineum cepat
1. Pantau karakteristik luka terutama warna, ukuran dan bau.
tanda infeksi 2. Mengetahui komplikasi dari infeksi 3. Mandirikan
klien
untuk
merawat luka jahitan
Wond Care
1. Mengetahui
tanda-tanda
woundschine 88
Wound Healing : Primary Intention •
Tidak terdapat dranase
2. Menerapkan 2. Berikan perawatan luka dengan normal salin yang sesuai.
Suhu tubuh tidak meningkat.
•
luka
dengan
prinsip steril
purulent. •
perawatan
teknik
3. Mempertahankan teknik steril untuk perawatan luka.
3. Mencegah
terjadinya
nosokomial 4. Memandirikan
Edema perineal menurun. 4. Ajarkan klien atau anggota keluarga tentang perawatan
klien
dan
keluarga dalam melakukan perawatan luka
luka. 5.
Risiko intoleransi
Setelah dilakukan tindakan
Oxygen Therapy
aktifitas
keperawatan selama 4 x 24
1. Observasi
berhubungan
jam diharapkan risiko
dengan masalah
intoleransi aktivitas dapat
sirkulasi pada ibu
teratasi, kriteria hasil:
Oxygen Therapy
tanda-tanda
gejala
hipoventilasi.
dan
terjadinya
hipoventilasi 2. Ganti nasal kanul dengan face
3. Konsultasi
dengan
2. Meningkatkan
O2
yang
dibutuhkan klien
Activitiy Status
CTR normal
tanda
gejala
mask pada terapi oksigen.
•
1. Mengetahui
tenaga
3. Mencegah
terjadinya
89
•
Hypotension orthostatic
kesehatan
dalam batas normal
penggunaan
lainnya
mengenai
oksigen
selama
beraktivitas atau tidur.
6.
Ketidakefektifan
Setelah dilakukan tindakan
Lactation counseling
pemberian ASI
keperawatan selama 3 x 24
1. Identifikasi kemampuan bayi
berhubungan
jam diharapkan
dengan anomali
ketidakefektifan pemberian
payudara ibu
asi dapat teratasi, kriteria
terhadap reflek shucking.
2. Kaji keadaan puting meliputi nyeri, warna dan pengeluaran
Breast feeding maintenance
cairan.
•
menimbulkan
akan
gangguan
pernapasan
Lactation counseling
1. Mengetahui
kemampuan
menghisap pada bayi baru
2. Mengetahui
adanya
ke
abnormalan pada payudara 3. Membantu
klien
agar
Payudara mampu
3. Instruksikan klien untuk
menyimpan ASI
berkonsultasi dengan
melakuakn pemberian ASI
Tidak ada tanda – tanda
menentukan strategi pemberian
yang efektif
mastitis.
ASI yang sesuai. 4. Diskusikan strategi yang tepat
Knowledge: breastfreeding •
yang
lahir
hasil:
•
komplikasi
Klien mengetahui
4. Merangsang
terjadinya
pengeluaran pada ASI
untuk pemberian ASI yang efektif (misalnya: pompa ASI
90
manfaat ASI. •
•
•
Asupan cairan ibu
atau Nipple Shields). 5. Berikan pendidikan kesehatan
5. Membantu memahami
klien
agar
penggunaan
terpenuhi.
dan instruksikan mengenai
nipple
Terpenuhi zat dan ASI
penggunaan Nipple Shields pada
memberikan ASI eksklusif
dari ibu ke bayi.
klien saat akan menyusui.
pada bayi
Adanya tanda-tanda pasokan susu yang
Teaching = Infont Nutrition (0-3
memadai.
month)
1. Identifikasi pengetahuan klien tentang pemenuhan nutrisi pada bayi. 2. Instruksikan klien dan keluarga untuk pemberian ASI eksklusif.
3. Instruksikan klien dan keluarga untuk membersihkan botol
shield
dalam
Teaching = Infont Nutrition (03 month)
1. Menentukan jumlah asupan nutrisi yang akan diberikan pada bayi 2. Memenuhi kebuthan ASI eksklusif yang dibutuhkan oleh bayi 3. Mencegah terjadinya akumulasi bakteri dari sisa cairan susu dalam botol
pemberian susu setiap selesai dipakai dengan teknik steril.
91
(Bluechek, G. M. Et al. 2014, Herdman, T. Heather. 2014, Moorhead, sue, et al. 2014)
92
1. Analisa Kesenjangan Teori dengan Kasus Setelah memahami makalah di atas, terdapat beberapa kesenjangan teori
dengan
kasus,
yaitu
pada
faktor
etiologi
atonia
uteri,
Polihidramnion suatu keadaan dimana jumlah air ketuban lebih banyak dari normal, biasanya lebih dari 2 liter, sedangkan pada kasus air ketuban hanya berjumlah 200-300cc, Selain itu di lihat dari manifestasi yang timbul pada teori di jelaskan bahwa atonia uteri mengalami nadi cepat dan lemah 110 kali/ menit atau lebih, sedangkan pada kasus dari hasil pemeriksaan nadi 90 kali/menit. Perdarahan yang terjadi post partum >500cc, namun pada kasus darah yang teridentifikasi 450cc namun belum dijumlah dengan darah yang tertampung pada pembalut. Pada teori, saat dilakukan inisiasi menyusui dini (IMD) akan terjadi pengeluaran ASI, namun dalam kasus pada saat dilakukan IMD tidak terjadi pengeluaran ASI.
BAB V PENUTUP
A.
Kesimpulan Dari analisis kasus Ny. M dengan usia 39 tahun, didapatkan bahwa Ny. M Mengalami pusing kepala dan merasakan nyeri pada genitalia dengan skala 3 karena robekan perineum 3 cm x 1 cm x 1 cm tidak beraturan ruptur perineum derajat 2, terdapat 4 jahitan pada perineum, perineum tampak edema, karena terdapat darah yang menempel pada pakaian bawah dan perlak yang dipakainya sehingga Ny. M menggunakan pembalut yang berisi darah merah segar hingga ke seluruh pakaian bawah. Pada saat dilakukan pengkajian Ny. M pernah hamil dan 4 kali melahirkan sebelumnya dengan persalinan spontan, menggunakan alat kontrasepsi suntik selama 5 tahun dari anak yang terakhir dilahirkan
Atonia uteri adalah keadaan lemahnya tonus atau kontraksi rahim setelah kelahiran sehingga uterus tidak mampu menutup perdarahan dari tempat implantasi plasenta setelah bayi dan plasenta lahir. .
B.
Saran 1. Bagi Masyarakat Diharapkan bagi setiap wanita hamil agar merencanakan dan menjaga kehamilan dengan cara menentukan jarak anak, menenentukan umur yang tepat untuk hamil menjaga pola nitrisi selama kehamilan serta melakukan pemeriksaan rutin terhadap kehamilan (ANC) sehingga atonia uteri dapat diminimalisir angka kejadiannya. 2. Bagi Mahasiswa Dapat memahami dan menganalisis kasus yang diberikan dosen sehingga
diharapkan
mahasiswa
mampu
memberikan
keperawatan pada klien saat dilapangan atau dilahan praktik.
5
konsep
DAFTAR PUSTAKA
Amanda, larissa. 2013. Hubungan antara faktor risiko perdarahan dengan kejadian perdarahan postpartum di RSUD Dr. Moewardi Surakarta Tahun 2012. Tesis: Universitas sebelas maret , http://eprints.uns.ac.id/id/eprints/21418
Amriadi. 2012. Analisis Faktor Resiko Terjadinya Perdarahan pada Ibu Bersalin di Rumah Sakit Umum dr. Fauziah ireuen, Kabupaten Bireuen, Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam
Tahun
2003.
USU
Institutional
Repository,
http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/33321 Diakses pada tanggal 4 Mei 2016.
Bakri YN, Amri A, Abdul jabbar F. 2001. Tamponade-ballon for obstetrical bleeding Int J Gynecol Obster, 74: 139-2.
Bickley, LS. 2009. Buku ajar pemeriksaan fisik dan riwayat kesehatan Edisi 8 . Jakarta : EGC
JNPK-KR. 2007. Asuhan Persalinan Normal. Jakarta : Jaringan Nasional Pelatihan KlinikKesehatan Reproduksi, Perkumpulan Obstetri Ginekologi Indonesia (JNPK-KR/POGI), dan JHPIEGO Corporation.
Karkata, M.K. 2009. Perdarahan Pasca Persalinan Dalam : Ilmu kebidanan Edisi 4 cetakan I . Jakarta: Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo
Kementerian Kesehatan RI, 2010. Rencana Strategis Kementerian Kesehatan Tahun 20102014. Jakarta.
Lowdermilk, Deitra Leonard., Perry, Shannon E., & Cashion, Kitty. 2010. Maternity Nursing. 8thed . United States of America: Wiley-Blackwell Publishing. Diakses dari : https://books.google.co.id/books?id=A9XsAwAAQBAJ&printsec=frontcover&dq=buk u+ajar+keperawatan+maternitas&hl=en&sa=X&redir_esc=y#v=onepage&q&f=true, pada tanggal 12 Mei 2016.
Lim, Pei Shan. 2012. Uterine Atony: Management Strategies, Blood Transfusion in Clinical
Prahardina, dr. 2009. Buku Pintar Kehamilan & Persalinan. Jakarta : GM.
Ramanathan G & Arulkumaran S. Postpartum Hemorrhage. Department of Obstetrics and Gynaecology,
St
George’s
Hospital
Medical
School,
London
UK.
2006.
http://www.ubccriticalcaremedicine.ca/academic/jc_article(Apr- 30-09).pdf.
Saifuddin. 2010. Ilmu Kebidanan, edisi.4. Jakarta: Bina Pustaka. Sarwono Prawirohardjo.
Sarwono, p. 2007. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka
Sarwono, P. 2009. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
Sherwood, Lauralee.(2009). Fisiologi Manusia Dan Sel Ke Sistem Ahli bahasa : Brahm.U . Jakarta : EGC.
Sumarni. 2014. Gambaran Induksi Persalinan Dan Out Come Di Rsu Muhammadiyah
Faktor Resiko
Faktor OverDistensi
Faktor
Uterus
Persalinan
Faktor Interistik
Faktor Usia >35 Tahun Kehamilan
Multiparitas
Polihidranion
Gemeli Aktivasi Hormon Pembesaran
OksitosinYang
Uterus Lebih
Berlebih
Makro Semia
Indikasi
Persalinan
Janin
Persalinan
Lama Penurunan Fungsi Hormonal Oksitosin
Akumulasi Amnion
Bayi >400 gr
Hiperstimulasi
Persalinan >24
Oksitosin
jam Penurunan
Dari Normal
Hiperplasia Endomatrium
Merangsang Otot Uterus Yang Sering
Progresif
Peningkatan
Regangan Dinding
Tekanan Dalam
Uterus Yang Lebih
Kelemahan
Peningkatan
Dari Normal
Kontraksi Uterus
Metabolisme
dan Sekitar Uterus
Endometrium
ATP
Lebih Meregang
Penurunan Peningkatan Gangguan Interaksi Aktin,
Kemunduran
Miosin
Progresif
Intertia Uteri
Uterus Tidak Mampu
GapJunction
Gapjuction Sel
Menutup Perdarahan
Penurunan ATP
Miometrium
Terbuka
Terhadap Sel
HIS Inadekuat
Endomatrium
Kontraksi Uterus
Penurunan
Peningkatan
Gapjuntion Sel
CAMP
Miometrium
Gangguan Siklus Endokrin Feto Maternal
Miometrium
Perdarahan Post
Stimulasi
Timbul Retraksi,
Partum Primer
Hipofisis
Pembentukan
>500cc
Menurun
Segumen Bawah Rahim
Menurun
Kontraksi dan
Peningkatan
Relaksasi
Dilatasi Ostium
Ketidakstabilan
Uterus Tidak
Uteri
Hormon Oksitosin
Mampu Menutup
Serat Otot
Banyak Jaringan
Miometrium
Miometrium
Ikat Pada
Berlangsung Lama
Retraksi
Endometrium
Penekanan dan Sumbatan Arteri,
Perdarahan Serviks
Penurunan
Retraksi Kontraksi
Menimbulkan
Kontraksi Uterus
Penurunan
dan Serat Otot
Abnormal
Berlebih
Kontraksi Uterus
Miometrium
Hambatan
Penekanan Arteri
Penekanan Vena
Spinalis
Spinalis
Penutupan Pembuluh Darah
Hambatan Penutupan Pembuluh Darah
Hambatan Penutupan
Daya Regang
dan Robekan
Miometrium Retraksi
Perdarahan Derajat I-II
Penekanan Pembuluh Darah
Perdarahan Post
Partum Primer >500cc
Timbul Laserasi
Pembuluh Darah
Perdarahan Post Perdarahan Post Partum Primer
Perdarahan Post
Partum Primer
Hambatan
Partum Primer
>500cc
Penutupan
>500cc
Perdarahan Post Partum Primer
Vena Spiralis Maternal
Terbuka
Pembuluh Darah
>500cc Perdarahan Post Partum Primer >500cc
>500cc
ATONIA UTERI
Insertia Uteri
Perdarahan Post
Kurang Pajanan
Partum Primer
Informasi
HIS Inadekuat Perdarahan Masif
Penurunan Volume
Tidak Adanya
Secara Berkala
Sekuncup
Tindakan
Segimen Bawah
Penurunan Volume
Curah Jantung
Uteri
Darah Efektif
Menurun
Pembentukan
Serviks Membuka
Eritrosit Menurun
Defisiensi
Kejaringan Menurun
Glukosa
Mukosa Pucat,
Oleh Plasenta Yang
Konjungtiva Anemis,
Ketidakstabilan Vital
Melekat
Kelemahan
Sign
Plasenta Dari Desidua
RESIKO PERDARAHAN
PENGETAHUAN
Suplai Darah
Tidak Dapat Diikuti
Terlepasnya Vili
DEFISIT
Inadekuat ATP
Mengganggu Sinyal RESIKO SYOK
Elektis Dari Otak Ke Otot
v
Aktivasi Mediator
Membuat Otot Lelah
Kimia : PG
Mekanisme Tubuh Stimulasi Serabut
Mudah Lelah
Saraf Afferen
INTOLERANSI Mencapai Kornudorsalis
Melewati Medula Oblongata
Diteruskan Ke Ruang Serebri
Dipersepsikan Nyeri
NYERI AKUT
AKTIVITAS
Faktor Risiko :
DISTENSI
Ibu hamil dengan faktor usia >35 tahun
Penurunan stimulasi oksitosin
Ketidakseimbangan hormonal
Akumulasi ASI di duktus Lactiferus
Penurunan fungsi hormonal
Penekanan ruang duktus
FAKTOR OVER
FAKTOR INTRINSIK
Penurunan progresif endometrium
Dilatasi rongga duktus
Penurunan gap junction sel miometrium
Edema mamae ibu
Kontraksi uterus mengalami penurunan
Multi paritas
Aktivasi hormon oksitosin yang terganggu
Merangsang otot uterus yang lebih sering meregang
Kemunduran progresif endometrium
Gangguan siklus endokrin feto maternal
Peningkatan banyak jaringan ikat pada endometrium
Kehamilan ganda
Pembesaran uterus > normal
Hiperplasia endometrium
Gangguan interaksi aktin miosin
Penurunan gap junction sel miometrium
Kontraksi dan serat otot miometrium retraksi
KETIDAK EFEKTIFAN PEMBERIAN ASI
Uterus tidak mampu menutup perdarahan terbuka
Penurunan kontraksi uterus Penekanana dan sumbatan arteri vena spiralis maternal Penekanan arteri spiralis
Perdarahan post partum primer (>500 cc)
Hambatan penururnan pembuluh darah
Hambatan penutupan pembuluh darah
Perdarahan post partum primer > 500 cc
Perdarahan post partum primer > 500 cc
ATONIA UTERI
Inserta uteri
Perdarahan Post Partum
HIS inadekuat
Perdarahan masih secara berkala
Pembentukan segmen bawah uteri
Penurunan volume darah efektif
Penurunan volume sekuncup
Serviks membuka Eritrosit munurun Tekanan meningkat daerah
Dilatasi perineum berlebih
Tidak dapat diikuti oleh plasenta yang melekat
Perdarahan post partum
Hb menurun
Curah jantung menurun
Suplay darah ke jaringan menurun
Ketidak stabilan vital sign
Ruptur perineum derajat II
Aktivasi mediator kimia (PG)
Stimulasi serabut saraf afferen
Stimulasi serabut saraf afferen
Mencapai kornu dorsalis melewati medula spinalis
Timbul Laserasi Terbuka
KERUSAKAN INTEGRITAS JARINGAN
Defisit perawatan luka
Media mikroorganisme patogen
Defisiensi glukosa
RESIKO SYOK Inadekuat ATP
Mengganggu sinyal elektis dari otak ke otak
Otot menjadi kelelahan
Mekanisme tubuh mudah lelak
Mencapai kornu dorsalis melewati medula oblongata
Sampai korteks serebri
Disampaikan ke otak
Persepsi nyeri
NYERI AKUT
Mengganggu wound healing
RESIKO INFEKSI
RESIKO INTOLERANSI AKTIVITAS
REVIEW published: 16 October 2015 doi: 10.3389/fpubh.2015.00236
The use of nipple shields: a review Selina Chow 1 , Ronald Chow 1 , Marko Popovic1 , Henry Lam 2 , Joav Merrick 3 , Søren Ventegodt 4* , Milica Milakovic1 , Michael Lam 2 , Mila Popovic1 , Edward Chow 2 and Jelena Popovic1 1
Toronto East General Hospital, Toronto, ON, Canada,
2
Sunnybrook Health Sciences Centre, Toronto, ON, Canada,
3
Health Services, Division for Intellectual and Developmental Disabilities, Ministry of Social Affairs, National Institute of Child
Health and Human Development, Jerusalem, Israel, 4 Quality of Life Research Center, Copenhagen, Denmark
Introduction: A nipple shield is a breastfeeding aid with a nipple-shaped shield that is positioned over the nipple and areola prior to nursing. Nipple shields are usually recommended to mothers with flat nipples or in cases in which there is a failure of the baby to effectively latch onto the breast within the first 2 days postpartum. The use of nipple shields is a controversial topic in the field of lactation. Its use has been an issue in the clinical literature since some older studies discovered reduced breast milk transfer when using nipple shields, while more recent studies reported successful breastfeeding outcomes. The purpose of this review was to examine the evidence and outcomes associated with nipple shield use. Methods: A literature search was conducted in Ovid MEDLINE, OLDMEDLINE, EMBASE
Chow et al.
termination (3). For example, the reluctant or non-nursing inant is an overwhelming challenge to a new mother (4). Many women in this situation wean their breasteeding efforts due to the absence o timely help or the lack o resources/support ( 4). When maternal and/or inant-related actors challenge breasteeding, nipple shields may preserve and acilitate breasteeding ( 3). A nipple shield is a breasteeding aid with a nipple-shaped shield that is positioned over the nipple and areola prior to nursing (3). Nipple shields are usually recommended to mothers or flat nipples or in cases in which there is a ailure o the baby to effectively latch onto the breast within the first 2 days postpartum. Tey are also used or sore nipples, prematurity, oversupply, transitioning inants rom the bottle to the breast, and other indications (5). Te physical design o the shield has drastically changed over time, dating back to the sixteenth century ( 6). Nipple shields have progressed rom being made o lead, wax, silver, wood, pewter, and animal skins, to rubber, thin latex, and today’s silicone models (5–7). In order to use a nipple shield effectively, it should correctly fit the mother’s breast, and the inant should be latched onto the entire areola, not just the shield’s tip. Te shield needs to be positioned over the center o the nipple. A series o clockwise rotations should then guide the nipple into the shield tunnel and stretch the shield’s base around the areola. Each stretch o the shield draws more nipple tissue into the shield. Te edges o the shield circumerence can be secured over the areola with a ew drops o water. I the inant is latched onto the shield properly, each suck will show visible movements in the area o the breast distal to the shield. In contrast, little or no breast movement is
The use of nipple shields
Ovid MEDLINE(R) and Ovid OLDMEDLINE(R) <1946 to June Week 3 2015> #
Search Statement
Results
1 exp Nipples/
3932
2 exp Breast Feeding/
27184
3 exp Lactation/
34007
4 exp Protective Devices/
33377
5 (mexican hat or thin latex or cannon babysafe).mp.
119
6 (nipple adj3 shield*).mp.
59
7 (4 or 5) and (1 or 2 or 3)
48
8 6 or 7
78
9 limit 8 to (english language and humans)
68
FIGURE 1 | Search strategy for Ovid MEDLINE and OLDMEDLINE .
Embase Classic+Embase <1947 to 2015 Week 26> #
Search Statement
Results
1 exp nipple/
7195
2 exp breast feeding/
38647
3 exp lactation/
44159
4 exp lactation disorder/
1740
5 exp lactation consultant/
143
6 exp protective equipment/
40250
7 (mexican hat or thin latex or cannon babysafe).mp. 175 8 (6 or 7) and (1 or 2 or 3 or 4 or 5)
132
9 ( i
77
l
dj3 hi ld*)
Chow et al.
Search ID#
The use of nipple shields
Search Terms
Search Options
Last Run Via
Results
S8
TX (nipple N3 shield*)
Limiters - English Language Search modes - Boolean/Phrase
Interface - EBSCOhost Research Databases Search Screen - Advanced Search Database - CINAHL
31
S7
S6 AND (S1 OR S2 OR S3 OR S4 OR S5 )
Search modes - Boolean/Phrase
Interface - EBSCOhost Research Databases Search Screen - Advanced Search Database - CINAHL
0
S6
TX (protective device OR protective equipment OR mexican hat OR think latex OR cannon babysafe)
Search modes - Boolean/Phrase
Interface - EBSCOhost Research Databases Search Screen - Advanced Search Database - CINAHL
813
S5
(MH "Lactation Disorders+")
Search modes - Boolean/Phrase
Interface - EBSCOhost Research Databases Search Screen - Advanced Search Database - CINAHL
536
S4
( MH " La ct at ion Co ns ul tan ts ")
Se ar ch mod es - Bo ol ea n/ Ph ra se
Interface - EBSCOhost Research Databases Search Screen - Advanced Search Database - CINAHL
404
S3
(MH "Lactation")
Search modes - Boolean/Phrase
Interface - EBSCOhost Research Databases Search Screen - Advanced Search Database - CINAHL
1,660
S2
(MH "Breast Feeding+")
Search modes - Boolean/Phrase
Interface - EBSCOhost Research Databases Search Screen - Advanced Search Database - CINAHL
12,379
S1
(MH "Nipples")
Search modes - Boolean/Phrase
Interface - EBSCOhost Research Databases Search Screen - Advanced Search Database - CINAHL
459
FIGURE 4 | Search strategy for CINAHL.
research on nipple shield use or anything other than breasteeding (e.g., delivery system or antiviral agents preventing HIV transmission, reconstructive surgery, cancer treatment) were excluded.
Amatayakul et al. (10) randomly assigned 50 Northern Tai women to one o three groups: group 1 (16/50) breasted without a thin latex nipple shield, group 2 (16/50) breasted with a thin latex nipple shield, and group 3 (18/50) wore a thin latex nipple shield but did not breasteed. At 1 week postpartum, prolactin
Chow et al.
The use of nipple shields
TABLE 1 | Physiological responses with nipple shield use. Author
Study population
Amatayakul • 50 Northern Thai women • Were patients at the delivery et al. (10 ) wards of the University Hospital, Chiang Mai, or from the Mother and Child Health Centre •
Inclusion criteria – Were breastfeedi ng
– – – – –
Methods
Outcomes
•
•
Randomly assigned to 1 of 3 groups
– Group 1 (16/50) breastfed without a nipple shield – Group 2 (16/50) breastfed with the nipple shield – Group 3 (18/50) wore a nipple shield but did not breastfeed •
and 2 – Median for group 1: 11 min – Median for group 2: 12 min – Range of 8–16 min for both • •
Highly signicant change of prolactin levels over time Cortisol levels declined slowly over time, yielding a highly
•
Based on blood samples collected before, during, and after the
significant change
If babies were nursed in the study, they
satisfactorily were only fed on the left breast • Measured prolactin and cortisol levels, Had breastfed at least 1 previous child infant suckling time, and milk transfer Normal labor by test weighing with and without a thin No complications after latex nipple shield at 1 week postpartum delivery Baby was healthy and free from complications Baby weighed 3000–3500 g
Infant suckling time not signicantly different between groups 1
feeding, no significant differences in prolactin and cortisol levels between groups 1 and 2 •
Thin latex nipple shield had no impact in hormone release during
•
No evidence for release of prolactin/cortisol when the shield was in
•
No signicant association between time spent suckling and
breastfeeding place without suckling prolactin levels at 5, 10, 20, or 30 min – Association significant at 40, 90, and 120 min, and borderline at 60 min •
Signicantly reduced milk transfer with nipple shield use
– Median milk transfer to infants in group 1 was 47 g, whereas group 2 was 27 g – Due to the likely inhibition of oxytocin release in the group 2 mothers Auerbach (12 )
•
25 women with well-
established lactation courses and thriving infants •
Women who were pumping
their breasts during/in anticipation of employmentrelated absences
•
Each study subject participated in 2
different pumping sessions – 1 session involved 3 separate pumping periods on the right breast, each separated by a 5-min resting period – The same was done on the left breast for the other session
•
Pumping without a shield resulted in mean volumes 6 times
greater than when the old shield was used and 4 times greater than when the new shield was used •
The new shield appeared to negatively affect milk volume slightly
less than the old shield – 17 versus 12% of overall volume
Chow et al.
The use of nipple shields
Clum and Primomo (2) perormed chart reviews or 15 premature inants who were neonatal intensive care unit (NICU) patients and whose mothers intended to breasteed. In order to investigate the effect o nipple shield use on milk transer, the inants’ prescribed amount o eeding was compared to their actual intake, which was measured by test weights. It was identified that health proessionals usually recommended nipple shields i the neonate had difficulty latching or an average o 5 days. Te average gestational age at first nipple shield use was 34.9 weeks, ranging rom 33 to 39 weeks. Using a nipple shield, nine inants (60%) consumed 50% or more o the prescribed eeding amount, and six inants consumed between 13 and 28% o the prescribed eeding amount. Tereore, the majority o patients obtained at least hal o the prescribed eeding amount during their first nipple shield use, which is an acceptable amount or preterm babies transitioning rom gavage to breast/ bottle-eeding (2) (see Table 2). Meier et al. (16) perormed a retrospective analysis o data or 34 premature inants who were NICU patients and whose mothers had used nipple shields to acilitate milk intake during and/or afer each inants’ stay in the NICU. Tis study examined the effect o nipple shields on milk transer and total duration o breasteeding. Te volume o milk transer, which was measured
by inant test weights, was compared or two consecutive breasteeding (one with and one without the use o a nipple shield). It was ound that poor inant latch [21/34 (61.8%)], inants alling asleep soon afer being positioned at the breast [10/34 (29.4%)], and maternal nipple discomort [3/34 (8.8%)] were all reasons or nipple shield use. When using the shield, all inants consumed more milk than without nipple shields. Te mean transer o milk without a shield was 3.9 mL, compared to a mean o 18.4 mL with the shield, resulting in a 14.4 mL difference. Tese inants used the nipple shield or a mean duration o 33 days, which was a mean o 24.3% o the total breasteeding experience (16) (Table 2).
Mothers’ Experiences Eight studies ocused on the mothers’ experiences with nipple shield use (3, 4, 7, 13, 14, 17–19). O these studies, our were prospective (3, 13, 18, 19) and our were retrospective (4, 7, 14, 17). Chertok et al. (18) conducted a prospective two-part pilot study. Part 1 consisted o 32 breasteeding mother–inant dyads that had received support rom lactation consultants and had used or were still using nipple shields. A structured telephone survey was used to examine maternal satisaction with nipple shield use. Te reasons or nipple shield use were or inant reasons [16/32 (50%)], maternal reasons [12/32 (37.5%)], and
TABLE 2 | Effects of nipple shield usage on premature infants. Author
Study population
• 15 premature infants Clum and Primomo (2 ) • Patients at a NICU in South Puget Sound
Methods
Outcomes
•
•
Charts were reviewed to identify
– Maternal parity – Gestational age
Reasons for nipple shield use
– Had difficulty latching without the shield for an average of 5 days
Chow et al.
The use of nipple shields
s e m o c
n o i t a t l u s n o c t a ) y l e v i s u l c n x o i e t a e t n m e o s s ( e r s p e l t n ] ) t o % o p 8 b u 3 h t ( t ] i s n 2 ) e e 3 % w l p m / g ( p e 2 6 n s i i 1 [ n g 2 r d m ) 3 e l o e d g / s ] e b e n k ) [ f 2 t r e o y r % l e ) e e e d p 6 t t v w 5 a t % i n s ( e o g 5 a s / e 6 2 b r i l t n ) 2 d < ( r l a t a b ( 3 y e / i n % ) e d 8 b r e 9 h c d d h t s o e s 6 % 1 k i a a [ l ( a 6 i w e e r r l l ( h h l e s a h s s p p k m t s s s i r p r r e e e e i p i u w l e n f s e n n i h h h s w a e y p t o t f r p t m r t i o m t o o l o c 6 u n s u l h m m m m r g c r a fi e f f n i a e d f o c e t t o t i o o o i r f n i n f e B D S I a s % o % % e A F 5 0 1 M W
both maternal and inant reasons [4/32 (12.5%)]. Overall, mothers were satisfied with nipple shields and attributed its use with preventing early weaning (18) (Table 3). Tis study’s second part used a within-subject design to evaluate maternal prolactin and cortisol levels and inant test weights during two breasteeding sessions, one with and one without the nipple shield. Te study population included five maternal–inant dyads that had completed Part 1 and were in the process o weaning rom nipple shield use. Based on blood samples collected immediately beore, and 10 and 20 min afer breasteeding started, maternal hormone levels were not significantly different or breasteeding sessions with and without the nipple shield (prolactin – p = 0.88; cortisol – p = 0.74). Similarly, there were no significant differences in inant breast milk intake or breasteeding sessions with and without nipple shields ( p = 0.72). Tereore, nipple shields were an effective intervention strategy that did not affect milk transer or hormone levels and could prevent early breasteeding termination (18) (Table 3). Chertok (3) conducted another telephone survey in 2009, which involved 54 maternal–inant dyads rom the United States o America and Israel, who had experienced nursing with and without nipple shields during the postpartum period. Mothers were surveyed at birth and 2 weeks, 1 month, and 2 months postpartum in order to determine how nipple shield use affected inant weight gain. Reasons or nipple shield use were mostly maternally related (61%) but also sometimes inant related (39%). Inant weight gain was similar or those using and not using nipple shields at the 2-week survey ( p = 0.30 and p = 0.16, respectively). In total, 89.8% o mothers had a positive experience with nipple shields and 67.3% credited the nipple shields or prevention o
Chow et al.
In a final prospective study, Pincombe et al. ( 19) assessed the effects o Baby Friendly Hospital Initiative (BFHI) procedures on breasteeding duration. Tree hundred seventeen mothers who were intending to breasteed and had given birth to their first at term baby in an Australian hospital were included in the study. BFHI Step 9, which is to restrain rom giving artificial te ats/ pacifiers to breasteeding babies, was analyzed through telephone interviews consisting o three separate questions. A total o 14.2% o participants used a nipple shield while in the postnatal ward. A higher rate o weaning was ound among mothers who used artificial nipples (e.g., nipple shields) compared to mothers who offered the breast exclusively. Other actors that led to increased risks o breasteeding termination were breasteeding on demand in hospital and midwives teaching mothers how to initiate breasteeding. Similarly, breasteeding duration was shorter or women who did not experience all o the BFHI practices ( 19) (see Table 3). Four retrospective studies comprised two chart reviews and two telephone surveys (4, 7, 14, 17). Boldey and Powers (7) conducted chart reviews or 10 mothers who used nipple shields. Te reasons or nipple shield use were the baby’s inability to grasp the areola (7/10), nipple soreness (1/10), and both o the aorementioned causes (2/10). Te duration o shield use ranged rom 2 weeks to 3.5 months, and all inants eventually quit nursing through the shield. All babies had appropriate weight gain at the 3–8 day, 3 week, 2 month, and 4 month weight check. Nine mothers were extremely positive about using the nipple shield to help in their situations, while one woman elt the shield was inconvenient, but she admitted that the tool helped her breasteed ( ) (see Table 3).
The use of nipple shields
or nipple shield use included short or flat nipples [125/202 (62%)], inant’s disorganized suck [88/202 (43%)], and sore nipples [49/202 (23%)], with 46% o mothers giving more than one reason or using a shield. Nipple shield use began between the 1st and 42nd day o the inant’s lie, and the median duration o use was 2 weeks. A total o 11% (22/202) o mothers reported that the inant could have nursed without the nipple shield at any time, but they chose to use the shield or nipple pain or general comort. Almost all o the women surveyed [178/202 (88%)] elt that the nipple shield helped them succeed at breasteeding ( 17) (see Table 3).
Health Professionals’ Experiences One study reported the health proessionals’ experiences with nipple shield use (20). Eglash et al. (20) created a web-based survey to collect detailed descriptive data rom respondents who work with breasteeding mothers in diverse settings. Te study population consisted o 490 physicians and other health proessionals specialized in breasteeding management, 92% (451/490) o whom had used nipple shields in their practices beore. Teir most common reasons or recommending nipple shield use were to help <35 weeks premature inants latch and nurse, to accommodate flat or inverted nipples, and to act as a method to transition an inant rom bottles to the breast. Te most common concerns among participants about nipple shield use were the “lack o ollow-up by those introducing the nipple shield,” “inappropriate reasons or using nipple shields,” and “maternal inconvenience o using nipple shields.” Respondents reported that they hear mixed responses rom women who have used nipple shields, such as “they are helpul,” “the nipple shield is convenient,” “the nipple
Chow et al.
The use of nipple shields
TABLE 4 | Health professionals’ experiences with nipple shield usage. Author Eglash et al. (20 )
Study population
Methods
Outcomes
•
•
•
490 physicians and other health
professionals specialized in breastfeeding management •
Most respondents were board
•
Most prevalent occupations
certified in lactation [412/490 (79%)] – Lactation consultants [270/490 (52%)] – Nurses [125/490 (24%)] – Physicians [43/490 (8%)] – La Leche League Leader [29/490 (6%)] •
92% (451/490) of participants have
used nipple shields in their practices
A web-based anonymous survey was
advertised via internet – Remained available online for a period of 3 weeks •
•
Data from the survey were based on subjective
recall of the health prof essionals’ experiences with nipple shields •
– To help <35 weeks premature infants latch and nurse – Flat/inverted nipples (16%) – Method to transition an infant from bottles to breast (14%)
Collected detailed descriptive data from
respondents who work with breastfeeding mothers in diverse settings
Subjects were asked about
Reasons for nipple shield use
•
Concerns for nipple shield use
– “Lack of follow-up by those introducing the nipple shield” – “Inappropriate reasons for using nipple shields” – “Maternal inconvenience of using nipple shields”
– Their most common reasons for recommending nipple shield use – Their most common concerns about nipple • Maternal responses for nipple shield use shield use – “They are helpful” – What they typically hear from breastfeeding – “The nipple shield is convenient” women who have used nipple shields – “The nipple shield is inconvenient” – “Cannot wait to get rid of the nipple shield”
ensuring that the baby stays attached to the nipple and does not slip off. Furthermore, once the shield is correctly positioned over the nipple and the inant begins to suck, negative pressure seems to be produced in the chamber between the maternal nipple’s tip and the shield’s interior. Tese pressures may balance out the inant’s weak suck and allow the milk to be accumulated in the shield during pauses in sucking, which will then be available to the baby immediately when sucking continues (16). Resultantly, shield use increases both the duration o sucking bursts and
discharge (11, 24); cause or worsening o sore nipples ( 11, 24); possible nipple trauma rom pinching o the nipple and areola, especially with misuse (26); as well as reduced stimulation o the areola, which may interere with prolactin and oxycotin release (24). Evidently, nipple shields remain a controversial issue in bot h the literature and clinical settings. Te reasons or varying durations o nipple shield use are not clear. It seems that a woman’s perception o her baby’s ease or difficulty with breasteeding plays a role in the length o use o
Chow et al.
each problem, several paths may result in successul breasteeding. Follow-up is the key to any lactation strategy. When lactation tools or techniques are initiated, including nipple shields, ollow-up is necessary to assess the plan’s effectiveness, progress toward resolving the problem, and mother–inant satisaction and comort (14).
REFERENCES 1. Cunningham AS, Jelliffe DB, Jelliffe EF. Breast-eeding and health in the 1980s: a global epidemiologic review. J Pediatr (1991) 118:659–66. doi:10.1016/ S0022-3476(05)80023-X 2. Clum D, Primomo J. Use o a silicone nipple shield with premature inants. J Hum Lact (1996) 12(4):287–90. doi:10.1177/089033449601200413 3. Chertok IRA. Reexamination o ultra-thin nipple shield use, inant growth and maternal satisaction. J Clin Nurs (2009) 18:2949–55. doi:10.1111/j.1365-2702.2009.02912.x 4. Wilson-Clay B. Clinical use o silicone nipple shields. J Hum Lact (1996) 12(4):279–85. doi:10.1177/089033449601200412 5. McKechnie AC, Eglash A. Nipple shields: a review o the literature.Breastfeed Med (2010) 5(6):309–14. doi:10.1089/bm.2010.0003 6. Riordan J, Auerbach K. Breastfeeding and Human Lactation. Sudbury, MA: Jones Bartlett (2009). p. 407–8. 7. Bodley V, Powers D. Long-term nipple shield use: a positive perspective. J Hum Lact (1996) 12(4):301–4. doi:10.1177/089033449601200416 8. Meier PP, Furman LM, Degenhardt M. Increased lactation risk or late preterm inants and mothers: evidence and management strategies to protect breasteeding. J Midwifery Womens Health (2007) 52:579–87. doi:10.1016/j. jmwh.2007.08.003 9. Woolridge MW, Baum JD, Drewett RF. Effect o a traditional and o a new nipple shield on sucking patterns and milk flow. Early Hum Dev (1980) 4(4):357–64. doi:10.1016/0378-3782(80)90040-7 10. Amatayakul K, Vutyavanich , anthayaphinant O, ovanabutra S, Yutabootr Y, Drewett RF. Serum prolactin and cortisol levels afer suckling or varying
The use of nipple shields
Te findings rom this review are very important in the field o lactation in many ways. Trough examining the use o nipple shields, urther insight is provided on the advantages and disad vantages o this practice, thus allowing clinicians and researchers to address improvements on areas that will benefit mothers and inants the most. 16. Meier PP, Brown LP, Hurst NM, Spatz DL, Engstrom JL, Borucki LC, et al. Nipple shields or preterm inants: effect o milk transer and duration o breasteeding. J Hum Lact (2000) 16 (2):106–14. doi:10.1177/089033440001600205 17. Powers D, apia VB. Women’s experiences using a nipple shield. J Hum Lact (2004) 20(3):327–34. doi:10.1177/0890334404267214 18. Chertok IR, Schneider J, Blackburn S. A pilot study o maternal and term inant outcomes associated with ultrathin nipple shield use. J Obstet Gynecol Neonatal Nurs (2006) 35(2):265–72. doi:10.1111/j.1552-6909.2006.00028.x 19. Pincombe J, Baghurts P, Antoniou G, Peat B, Henderson A, Reddin E, et al. Baby riendly hospital initiative practices and breast eeding duration in a cohort o first-time mothers in Adelaide, Australia. Midwifery (2008) 24:55–61. doi:10.1016/j.midw.2006.06.009 20. Eglash A, Ziemer AL, McKechnie AC. Health proessionals’ attitudes and use o nipple shields or breasteeding women. Breastfeed Med (2010) 5(4):147–51. doi:10.1089/bm.2010.0006 21. Meier PP. Professional Guide to Breastfeeding Premature Infants . Columbus, OH: Ross Laboratories (1997). 22. Spatz D. Nipple shields or preterm inants: breasteeding outcomes. Paper Presented at: 4th Annual Lactation Conference for Advanced Practitioners ; Oak Brook, IL: Rush College o Nursing (1998). 23. Lawrence RA, Lawrence RM.Breastfeeding: A Guide for the Medical Profession. 5th ed. St L ouis, MO: Mosby (1999). 24. Walker M, Auerbach KG. Breast pumps and other technologies. In: Riordan J, Auerbach KG, editors. Breastfeeding and Human Lactation. Boston, MA: Jones Bartlett (1993). p. 311–22. 25. Minchin M. Breastfeeding Matters. Victoria; Alma Publications (1989). 142 p.
Atonia Uteri by TIM B
Atonia uteri
didefinisikan sebagai kegagalan miometrium untuk berkontraksi secara memadai setelah kelahiran. Kekuatan dan keefektifan kontraksi miometrium sangat penting untuk menahan pendarahan.
Namun pada atonia uteri sebaliknya, rahim lunak dan lembek dengan adanya perdarahan yang berlebihan dari saluran kelamin.
Lim, Pei Shan, 2012
Etiologi Faktor uterus overdistensi •Kehamilan ganda •Polihidramnion •Makrosomia Janin •Paritas Faktor terkait persalinan •Induksi persalinan •Persalinan lama •Persalinan manual plasenta Faktor Intrinsik •Riwayat persalinan buruk •Usia > 35 tahun
Manifestasi Klinis • Uterus tidak berkontraksi dan lembek, Konsistensi rahim lunak.
Komplikasi
• Perdarahan segera setelah anak lahir (post Komplikasi partum primer). pada atonia uteri yaitu
perdarahan post partum (>500 500 • Perdarahan pervaginam yang primer lebih dari cc. cc) yang dapat mengakibatkan syok terdapat • Jika perdarahan berlanjut yang berat dantandaanemia tanda syok
Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan Laboratorium Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan laboratorium hendaknya dilakukan sejak masa antenatal untuk mengetahui adanya kelainan pemeriksaan USG dapat pembekuan,untuk golongan darah, membantu melihat adanya arah dan dan padajendela masa postpartum retensi sisa plasenta. untuk mengetahui kadar haemoglobin, dan elektrolit hipolsemia, hipokalemia, dan hipomagnesia.
A
S
K
E
P
Pengkajian
Pemeriksaan Fisik
Data-data (Subjektif-Objektif) DS : Klien berbaring di tempat tidur dengan mengeluh “pusing”. DO : TD 90/70 mmHg, N 99x/menit (Denyut Nadi Irreguler), RR 24x/menit T 36oC Jumlah darah yang keluar pada persalinan 450 cc + darah pada pembalut. Konjungtiva Anemis, mukosa mulut kering, akral dingin dan berkeringat banyak, CRT 2 detik. Abdomen lunak dan datar. Diatasis rektus abdominis. Klien terpasang NaCl 0,9% sebanyak 20 tetes /menit dan RL 16 tetes/menit ditangan kanan. Klien terpasang oksigen denggan nasal kanul 2 liter.
Etiologi
Diagnosa Keperawatan
1. Risiko syok b.d hipovolemik 2. Nyeri akut b.d agen cedera biologis (ruptur perineum) 3. Kerusakan integritas jaringan b.d ruptur perineum 4. Risiko infeksi dengan faktor risiko perubahan integritas kulit 5. Risiko intoleransi aktifitas b.d masalah sirkulasi pada ibu 6. Ketidakefektifan pemberian ASI b.d anomali payudara ibu