ASUHAN KEPERAWATAN
FRAKTUR
Nama anggota kelompok 5
Kata Pengantar
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah tentang Fraktur dengan baik meskipun banyak kekurangan didalamnya.
Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan serta pengetahuan kita mengenai penyakit Fraktur. Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, kami berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan makalah yang telah kami buat di masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun.
Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya. Sekiranya laporan yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami sendiri maupun orang yang membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan kami memohon kritik dan saran yang membangun demi perbaikan di masa depan.
Mataram, 09 November 2015
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan atau tulang rawan yang disebabkan oleh rudapaksa (trauma atau tenaga fisik). Untuk memperbaiki posisi fragmen tulang pada fraktur terbuka yang tidak dapat direposisi tapi sulit dipertahankan dan untuk memberikan hasil yang lebih baik maka perlu dilakukan tindakan operasi ORIF (Open Rreduktion wityh Internal Fixation).
Sistem muskuloskeletal merupakan penunjang bentuk tubuh dan mengurus pergerakan. Komponen utama dari sistem muskuloskeletal adalah tulang dan jaringan ikat yang menyusun kurang lebih 25 % berat badan dan otot menyusun kurang lebih 50%. Sistem ini terdiri dari tulang, sendi, otot rangka, tendon, ligament, dan jaringan-jaringan khusus yang menghubungkan struktur-struktur ini.
Tulang adalah jaringan yang paling keras diantara jaringan ikat lainnya yang terdiri atas hampir 50 % air dan bagian padat, selebihnya terdiri dari bahan mineral terutama calsium kurang lebih 67 % dan bahan seluler 33%.
Kecelakaan lalu lintas sering sekali terjadi di negara kita, khususnya di kota ini. Ratusan orang meninggal dan luka-luka tiap tahun karena peristiwa ini. Memang di negara ini, kasus kecelakaan lalu lintas sangat tinggi. Kecelakaan lalu-lintas merupakan pembunuh nomor tiga di Indonesia, setelah penyakit jantung dan stroke. Menurut data kepolisian Republik Indonesia Tahun 2003, jumlah kecelakaan di jalan mencapai 13.399 kejadian, dengan kematian mencapai 9.865 orang, 6.142 orang mengalami luka berat, dan 8.694 mengalami luka ringan. Dengan data itu, rata-rata setiap hari, terjadi 40 kecelakaan lalu lintas yang menyebabkan 30 orang meninggal dunia. Adapun di Sulawesi Selatan, jumlah kecelakaan juga cenderung meningkat di mana pada tahun 2001 jumlah korban mencapai 1717 orang, tahun selanjutnya 2.277 orang, 2003 sebanyak 2.672 orang. Tahun 2004, jumlah ini meningkat menjadi 3.977 orang. Tahun 2005 dari Januari sampai September, jumlah korban mencapai 3.620 orang dengan korban meninggal 903 orang.
Trauma yang paling sering terjadi dalam sebuah kecelakaan adalah fraktur (patah tulang). Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang yang umumnya disebabkan oleh tekanan atau rudapaksa. Fraktur dibagi atas fraktur terbuka, yaitu jika patahan tulang itu menembus kulit sehingga berhubungan dengan udara luar, dan fraktur tertutup, yaitu jika fragmen tulang tidak berhubungan dengan dunia luar. Secara umum, fraktur terbuka bisa diketahui dengan melihat adanya tulang yang menusuk kulit dari dalam, biasanya disertai perdarahan. Adapun fraktur tertutup, bisa diketahui dengan melihat bagian yang dicurigai mengalami pembengkakan, terdapat kelainan bentuk berupa sudut yang bisa mengarah ke samping, depan, atau belakang.
Selain itu, ditemukan nyeri gerak, nyeri tekan, dan perpendekan tulang. Dalam kenyataan sehari-hari, fraktur yang sering terjadi adalah fraktur ekstremitas dan fraktur vertebra. Fraktur ekstremitas mencakup fraktur pada tulang lengan atas, lengan bawah, tangan, tungkai atas, tungkai bawah, dan kaki. Dari semua jenis fraktur, fraktur tungkai atas atau lazimnya disebut fraktur femur (tulang paha) memiliki insiden yang cukup tinggi. Umumnya fraktur femur terjadi pada batang femur 1/3 tengah.
Rumusan Masalah
Apa itu fraktur?
Apa saja etiologi dari fraktur ?
Bagaimana patofisiologi dari fraktur ?
Apa saja manifestasi klinik dari fraktur ?
Apa saja komplikasi fraktur ?
Bagaimana penanganan fraktur ?
Bagaimana konsep askep dari fraktur ?
Tujuan Masalah
Untuk mengetahui Apa itu fraktur
Untuk mengetahui Apa saja etiologi dari fraktur
Untuk mengetahui Bagaimana patofisiologi dari fraktur
Untuk mengetahui Apa saja manifestasi klinik dari fraktur
Untuk mengetahui Apa saja komplikasi fraktur
Untuk mengetahui Bagaimana penanganan fraktur
Untuk mengetahui Bagaimana konsep askep dari fraktur
BAB II
LANDASAN TEORI
Pengertian
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa (Syamsuhidayat. 2004: 840).
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya. (Brunner & Suddarth. 2001 : 2357).
Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik kekuatan dan sudut dari tenaga tersebut, keadaan tulang itu sendiri, dan jaringan lunak disekitar tulang akan menentukan apakah fraktur yang terjadi itu lengkap atau tidak lengkap. (Price and Wilson, 1995 : 1183).
Patah tulang adalah terputusnya hubungan normal suatu tulang atau tulang rawan yang disebabkan oleh kekerasan.(Oswari, 2000 : 144)
Etiologi
Cedera dan benturan seperti pukulan langsung, gaya meremuk, gerakan punter mendadak, kontraksi otot ekstrim.
Letih karena otot tidak dapat mengabsorbsi energi seperti berjalan kaki terlalu jauh.
Kelemahan tulang akibat penyakit kanker atau osteoporosis pada fraktur patologis.
Penyebab Fraktur adalah :
Kekerasan langsung; Kekerasan langsung menyebabkan patah tulang pada titik terjadinya kekerasan. Fraktur demikian sering bersifat fraktur terbuka dengan garis patah melintang atau miring.
Kekerasan tidak langsung: Kekerasan tidak langsung menyebabkan patah tulang ditempat yang jauh dari tempat terjadinya kekerasan. Yang patah biasanya adalah bagian yang paling lemah dalam jalur hantaran vektor kekerasan.
Kekerasan akibat tarikan otot: Patah tulang akibat tarikan otot sangat jarang terjadi. Kekuatan dapat berupa pemuntiran, penekukan, penekukan dan penekanan, kombinasi dari ketiganya, dan penarikan.
Patofisiologi
Patah tulang biasanya terjadi karena benturan tubuh, jatuh atau trauma Baik itu karena trauma langsung misalnya: tulang kaki terbentur bemper mobil, atau tidak langsung misalnya: seseorang yang jatuh dengan telapak tangan menyangga. Juga bisa karena trauma akibat tarikan otot misalnya: patah tulang patela dan olekranon, karena otot trisep dan bisep mendadak berkontraksi.
Fraktur dibagi menjadi fraktur terbuka dan fraktur tertutup. Tertutup bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar. Terbuka bila terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar oleh karena perlukaan di kulit.
Sewaktu tulang patah perdarahan biasanya terjadi di sekitar tempat patah dan ke dalam jaringan lunak sekitar tulang tersebut, jaringan lunak juga biasanya mengalami kerusakan. Reaksi peradangan biasanya timbul hebat setelah fraktur. Sel-sel darah putih dan sel mast berakumulasi menyebabkan peningkatan aliran darahketempat tersebut. Fagositosis dan pembersihan sisa-sisa sel mati dimulai. Di tempat patah terbentuk fibrin (hematoma fraktur) dan berfungsi sebagai jala-jala untuk melekatkan sel-sel baru. Aktivitas osteoblast terangsang dan terbentuk tulang baru imatur yang disebut callus. Bekuan fibrin direabsorbsi dan sel-sel tulang baru mengalami remodeling untuk membentuk tulang sejati (Corwin, 2000: 299)
Insufisiensi pembuluh darah atau penekanan serabut saraf yang berkaitan dengan pembengkakanyg tidak ditangani dapat menurunkan asupan darah ke ekstremitas dan mengakibatkan kerusakan saraf perifer. Bila tidak terkontrol pembengkakan dapat mengakibatkan peningkatan tekanan jaringan, oklusi darah total dapat berakibat anoksia jaringanyg mengakibatkan rusaknya serabut saraf maupun jaringan otot. Komplikasi ini dinamakan sindrom kompartemen (Brunner & suddarth, 2002: 2287)
Pathway
Etiologi Trauma (langsung atau tidak langsung), patologi Fraktur (terbuka atau tertutup)Perubahan fragmen tulang kerusakan pada jaringan dan pembuluh darah Perdarahan lokal Hematoma pada daerah fraktur Aliran darah ke daerah distal berkurang atau terhambat (warna jaringan pucat, nadi lemas, cianosis, kesemutan) Kerusakan neuromuskuler Gangguan fungsi organ distal Gangguan mobilitas fisik Fraktur terbuka ujung tulang menembus otot dan kulit Luka Kuman mudah masuk Gangguan integritas kulit Resiko tinggi infeksi Kehilangan integritas tulangKetidakstabilan posisi fraktur, apabila organ fraktur digerakkan Fragmen tulang yang patah menusuk organ sekitar Sindroma kompartemen keterbatasan aktifitas Defisit perawatan diri Gangguan rasa nyaman nyeri
Etiologi
Trauma (langsung atau tidak langsung), patologi
Fraktur (terbuka atau tertutup)
Perubahan fragmen tulang kerusakan pada jaringan dan pembuluh darah
Perdarahan lokal
Hematoma pada daerah fraktur
Aliran darah ke daerah distal berkurang atau terhambat
(warna jaringan pucat, nadi lemas, cianosis, kesemutan)
Kerusakan neuromuskuler
Gangguan fungsi organ distal
Gangguan mobilitas fisik
Fraktur terbuka ujung tulang menembus otot dan kulit
Luka
Kuman mudah masuk
Gangguan integritas kulit
Resiko tinggi infeksi
Kehilangan integritas tulang
Ketidakstabilan posisi fraktur, apabila organ fraktur digerakkan
Fragmen tulang yang patah menusuk organ sekitar
Sindroma kompartemen keterbatasan aktifitas
Defisit perawatan diri
Gangguan rasa nyaman nyeri
Pengobatan
Pengobatan dari fraktur tertutup dapat konservatif maupuan operatif. Terapi konservatif meliputi proteksi dengan mitela atau bidai. Sedangkan terapi operatif terdiri dari reposisi terbuka, fiksasi internal, reposisi tertutup dengan kontrol radiologis diikuti fiksasi interna
Pada pemasangan bidai, gips atau traksi maka dilakukan imobolisasi pada bagian yang patah. Imobilisasi dapat menyebabkan berkurangnya kekuatan otot dan densitas tulang agak cepat. Pasien yang harus imobilisasi setelah patah tulang akan menderita komplikasi dari imobilisasi antara lain: adanya rasa tidak enak, iritasi kulit dan luka akibat penekanan, hilangnya kekuatan otot.
Kurang perawatan diri dapat terjadi bila sebagin tubuh diimobilisasi dan mengakibatkan berkurangnya kemampuan perawatan diri
Pada reduksi terbuka fiksasi interna (ORIF) fragmen tulang dipertahankan dengan pin, sekrup, pelat, paku. Namun pembedahan memungkinkan terjadinya infeksi, pembedahan itu sendiri merupakan trauma pada jaringan lunak dan struktur yang sebelumnya tidak mengalami cidera mungkin akan terpotong atau mengalami kerusakan selama tindakan operasi.
Pembedahan yang dilakukan pada tulang, otot dan sendi dapat mengakibatkan nyeri yang hebat.
Klasifikasi
Fraktur Tertutup (Simple Fracture). Fraktur tertutup adalah fraktur yang fragmen tulangnya tidak menembus kulit sehingga tempat fraktur tidak tercemar oleh lingkungan / tidak mempunyai hubungan dengan dunia luar
Fraktur Terbuka (Compound Fracture). Fraktur terbuka adalah fraktur yang mempunyai hubungan dengan dunia luar melalui luka pada kulit dan jaringan lunak, dapat berbentuk from within (dari dalam), atau from without (dari luar).
Fraktur dengan komplikasi (Complicated Fracture). Fraktur dengan komplikasi adalah fraktur yang disertai dengan komplikasi, misalnya mal-union, delayed union, non-union, dan infeksi tulang
Manifestasi Klinis
Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang diimobilisasi. Spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai alamiah yang dirancang untuk meminimalkan gerakan antar fragmen tulang.
Deformitas dapat disebabkan pergeseran fragmen pada eksremitas. Deformitas dapat di ketahui dengan membandingkan dengan ekstremitas normal. Ekstremitas tidak dapat berfungsi dengan baik karena fungsi normal otot bergantung pada integritas tulang tempat melengketnya obat.
Pemendekan tulang, karena kontraksi otot yang melekat diatas dan dibawah tempat fraktur. Fragmen sering saling melingkupi satu sama lain sampai 2,5 sampai 5,5 cm
Krepitasi yaitu pada saat ekstremitas diperiksa dengan tangan, teraba adanya derik tulang. Krepitasi yang teraba akibat gesekan antar fragmen satu dengan lainnya.
Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi akibat trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini baru terjadi setelah beberapa jam atau beberapa hari setelah cedera.
Pemeriksaan Penunjang
Radiologi :
X-Ray dapat dilihat gambaran fraktur, deformitas dan metalikment. Venogram/anterogram menggambarkan arus vascularisasi. CT scan untuk mendeteksi struktur fraktur yang kompleks.
Laboratorium :
Pada fraktur test laboratorium yang perlu diketahui : Hb, hematokrit sering rendah akibat perdarahan, laju endap darah (LED) meningkat bila kerusakan jaringan lunak sangat luas. Pada masa penyembuhan Ca dan P mengikat di dalam darah
Komplikasi
Malunion, adalah suatu keadaan dimana tulang yang patah telah sembuh dalam posisi yang tidak pada seharusnya, membentuk sudut atau miring
Delayed union adalah proses penyembuhan yang berjalan terus tetapi dengan kecepatan yang lebih lambat dari keadaan normal
Nonunion, patah tulang yang tidak menyambung kembali.
Compartment syndroma adalah suatu keadaan peningkatan takanan yang berlebihan di dalam satu ruangan yang disebabkan perdarahan masif pada suatu tempat.
Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya permeabilitas kapiler yang bisa menyebabkan menurunnya oksigenasi. Ini biasanya terjadi pada fraktur.
Fat embalism syndroma, tetesan lemak masuk ke dalam pembuluh darah. Faktor resiko terjadinya emboli lemak ada fraktur meningkat pada laki-laki usia 20-40 tahun, usia 70 sam pai 80 fraktur tahun.
Tromboembolic complicastion, trombo vena dalam sering terjadi pada individu yang imobiil dalam waktu yang lama karena trauma atau ketidak mampuan lazimnya komplikasi pada perbedaan ekstremitas bawah atau trauma komplikasi paling fatal bila terjadi pada bedah ortopedil
Infeksi, Sistem pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan. Pada trauma orthopedic infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan masuk ke dalam. Ini biasanya terjadi pada kasus fraktur terbuka, tapi bisa juga karena penggunaan bahan lain dalam pembedahan seperti pin dan plat
Avascular necrosis, pada umumnya berkaitan dengan aseptika atau necrosis iskemia.
Refleks symphathethic dysthropy, hal ini disebabkan oleh hiperaktif sistem saraf simpatik abnormal syndroma ini belum banyak dimengerti. Mungkin karena nyeri, perubahan tropik dan vasomotor instability.
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan konservatif. Merupakan penatalaksanaan non pembedahan agar immobilisasi pada patah tulang dapat terpenuhi.
Proteksi (tanpa reduksi atau immobilisasi). Proteksi fraktur terutama untuk mencegah trauma lebih lanjut dengan cara memberikan sling (mitela) pada anggota gerak atas atau tongkat pada anggota gerak bawah.
Imobilisasi degan bidai eksterna (tanpa reduksi). Biasanya menggunakan plaster of paris (gips) atau dengan bermacam-macam bidai dari plastic atau metal. Metode ini digunakan pada fraktur yang perlu dipertahankan posisinya dalam proses penyembuhan.
Reduksi tertutup dengan manipulasi dan imobilisasi eksterna yang menggunakan gips. Reduksi tertutup yang diartikan manipulasi dilakukan dengan pembiusan umum dan local. Reposisi yang dilakukan melawan kekuatan terjadinya fraktur.penggunaan gips untuk imobilisasi merupakan alat utama pada teknik ini.
Reduksi tertutup dengan traksi kontinu dan counter traksi. Tindakan ini mempunyai dua tujuan utama, yaitu berupa reduksi yang bertahap dan imobilisasi.
Penatalaksanaan pembedahan.
Reduksi tertutup dengan fiksasi eksternal atau fiksasi perkutan dengan K-Wire (kawat kirschner), misalnya pada fraktur jari.
Reduksi terbuka dengan fiksasi internal (ORIF:Open Reduction internal Fixation). Merupakan tindakan pembedahan dengan melakukan insisi pada derah fraktur, kemudian melakukan implant pins, screw, wires, rods, plates dan protesa pada tulang yang patah
BAB III
KONSEP ASUHAN KEPARAWATAN
Pengkajian
Identitas Pasien
Riwayat Penyakit Sekarang
Nyeri pada daerah Fraktur, Kondisi fisik yang lemah, tidak bisa melakukan banyak aktivitas, mual, muntah, dan nafsu makan menurun, (Brunner & suddarth, 2002)
Riwayat Penyakit dahulu
Ada tidaknya riwayat DM pada masa lalu yang akan mempengaruhi proses perawatan post operasi, (Sjamsuhidayat & Wim Dejong)
Riwayat Penyakit Keluarga
Fraktur bukan merupakan penyakit keturunan akan tetapi adanya riwayat keluarga dengan DM perlu di perhatikan karena dapat mempengaruhi perawatan post operasi
Pola Kebiasan
Pola Nutrisi : Tidak mengalami perubahan, namun beberapa kondisi dapat menyebabkan pola nutrisi berubah, seperti nyeri yang hebat, dampak hospitalisasi
Pola Eliminasi : Pasien dapat mengalami gangguan eliminasi BAB seperti konstipasi dan gangguan eliminasi urine akibat adanya program eliminasi
Pola Istirahat : Kebutuhan istirahat atau tidur pasien tidak mengalami perubahan yang berarti, namun ada beberapa kondisi dapat menyebabkan pola istirahat terganggu atau berubah seperti timbulnya rasa nyeri yang hebat dan dampak hospitali
Pola Aktivitas : Hampir seluruh aktivitas dilakukan ditempat tidur sehingga aktivitas pasien harus dibantu oleh orang lain, namun untuk aktivitas yang sifatnya ringan pasien masih dapat melakukannya sendiri,
Personal Hygiene : Pasien masih mampu melakukan personal hygienenya, namun harus ada bantuan dari orang lain, aktivitas ini sering dilakukan pasien ditempat tidur.
Riwayat Psikologis : Biasanya dapat timbul rasa takut dan cemas, selain itu dapat juga terjadi ganggguan konsep diri body image, psikologis ini dapat muncul pada pasien yang masih dalam perawatan dirumah sakit.
Riwayat Spiritual : Pada pasien post operasi fraktur tibia riwayat spiritualnya tidak mengalami gangguan yang berarti
Riwayat Sosial : Adanya ketergantungan pada orang lain dan sebaliknya pasien dapat juga menarik diri dari lingkungannya karena merasa dirinya tidak berguna
Pemeriksaan Fisik : Pemeriksaan fisik biasanya dilakukan setelah riwayat kesehatan dikumpulkan, pemeriksaan fisik yang lengkap biasanya dimulai secara berurutan dari kepala sampai kejari kaki.
Inspeksi : Pengamatan lokasi pembengkakan, kulit pucat, laserasi, kemerahan mungkin timbul pada area terjadinya faktur adanya spasme otot dan keadaan kulit.
Palpasi : Pemeriksaan dengan perabaan, penolakan otot oleh sentuhan kita adalah nyeri tekan, lepas dan sampai batas mana daerah yang sakit biasanya terdapat nyeri tekan pada area fraktur dan di daerah luka insisi.
Perkusi : Perkusi biasanya jarang dilakukan pada kasus fraktur.
Auskultasi ; Pemeriksaan dengan cara mendengarkan gerakan udara melalui struktur berongga atau cairan yang mengakibatkan struktur solit bergerak. Pada pasien fraktur pemeriksaan ini pada areal yang sakit jarang dilakukan, (Brunner & Suddarth, 2002)
Diagnosa
Nyeri akut
Kerusakan integritas jaringan b.d fraktur
Kerusakan mobilitas fisik b.d cedera jaringan sekitar fraktur, kerusakan rangka neuromuskuler
Resiko infeksi b/d tindakan invasif
Intervensi
Diagnosis
Perencanaan
NOC
NIC
Nyeri akut
NOC :
v Pain Level
v Pain control
v Comfort level
Kriteria Hasil :
· Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri.
· Mampu menggunakan tehnik nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri, mencari bantuan)
· Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan manajemen nyeri
· Wajah rileks
· Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang
· Tanda vital dalam rentang normal
Managemen Nyeri
- Kaji nyeri secara komprehensif termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi
- Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan
- Ajarkan tentang teknik non farmakologi, tehnik relaksasi
- Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri
- Kolaborasikan dengan dokter jika ada keluhan dan tindakan nyeri tidak berhasil
- Atur posisi pasien yang nyaman
Diagnosis
Perencanaan
NOC
NIC
Kerusakan integritas jaringan b.d fraktur
NOC :
Tujuan: kerusakan integritas jaringan dapat diatasi setelah tindakan perawatan.
· Kriteria hasil:
Penyembuhan luka sesuai waktu
· Tidak ada laserasi, integritas kulit baik
NIC :
- Kaji ulang integritas luka dan observasi terhadap tanda infeksi atau drainage
- Monitor suhu tubuh
- Lakukan perawatan kulit, dengan sering pada patah tulang yang menonjol
- Lakukan alih posisi, pertahankan kesejajaran tubuh
- Kolaborasi pemberian antibiotic
Diagnosis
Perencanaan
NOC
NIC
Kerusakan mobilitas fisik b.d cedera jaringan sekitar fraktur, kerusakan rangka neuromuskuler
NOC :
Tujuan : kerusakan mobilitas fisik dapat berkurang setelah dilakukan tindakan keperaawatan
Kriteria hasil
NOC :
· Meningkatkan mobilitas pada tingkat paling tinggi yang mungkin
· Mempertahankan posisi fungsinal
· Meningkaatkan kekuatan /fungsi yang sakit
· Menunjukkan tehnik mampu melakukan aktivitas
NIC :
- Pertahankan tirah baring dalam posisi yang diprogramkan
- Tinggikan ekstrimitas yang sakit
- Instruksikan klien/bantu dalam latihan rentang gerak pada ekstrimitas yang sakit dan tak sakit
- Beri penyangga pada ekstrimit yang sakit diatas dan dibawah fraktur ketika bergerak
- Jelaskan pandangan dan keterbatasan dalam aktivitas
Diagnosis
Perencanaan
NOC
NIC
Resiko infeksi b/d tindakan invasif
NOC :
v Immune Status
v Risk control
Kriteria Hasil :
v Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi
v Menunjukkan kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi
v Jumlah leukosit dalam batas normal
Infection Control (Kontrol infeksi)
- Bersihkan lingkungan setelah dipakai pasien lain
- Gunakan sabun antimikrobia untuk cuci tangan
- Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah tindakan keperawatan
- Gunakan sarung tangan sebagai alat pelindung
- Pertahankan lingkungan aseptik selama pemasangan alat
- Tingkatkan intake nutrisi
- Berikan terapi antibiotik bila perlu
Infection Protection (proteksi terhadap infeksi)
- Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan lokal
- Monitor hitung granulosit, WBC
- Monitor kerentanan terhadap infeksi
- Partahankan teknik aspesis pada pasien yang beresiko
- Berikan perawatan kulit pada area epidema
- Inspeksi kulit dan membran mukosa terhadap kemerahan, panas, drainase
- Ispeksi kondisi luka / insisi bedah
- Dorong masukkan nutrisi yang cukup
- Dorong masukan cairan
- Dorong istirahat
- Instruksikan pasien untuk minum antibiotik sesuai resep
- Ajarkan pasien dan keluarga tanda dan gejala infeksi
- Ajarkan cara menghindari infeksi
- Laporkan kecurigaan infeksi
- Laporkan kultur positif
Implementasi
Implementasi merupakan salah satu unsur pertahapan dari keseluruhan pembangunan sistem komputerisasi, dan unsur yang harus dipertimbangkan dalam pembangunan sistem komputerisasi yaitu masalah perangkat lunak (software), karena perangkat lunak yang digunakan haruslah sesuai dengan masalah yang akan diselesaikan, disamping masalah perangkat keras (hardware) itu sendiri.
Evaluasi
TGL/jam
dx
EVALUASI (SOAP)
14/05/2010
21.50
1
S: klien mengatakan nyeri berkurang
O: Ekspresi wajah tenang
A: Masalah teratasi
P: intervensi dihentikan
22.50
2.
S: Klien mengatakan pemenuhan kebutuhan sehari hari masih sdikit dibantu.
O: Pemenuhan kebutuhan klien sebagian dibantu.
A: Masalah teratasi
P: intervensi dihentikan
00.00
3.
S: Klien mengatakan cukup nyaman pada posisinya
O: keadaan klien membaik
A: Masalah teratasi.
P: intervensi dihentikan
BAB IV
PENUTUP
Kesimpulan
Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik kekuatan dan sudut dari tenaga tersebut, keadaan tulang itu sendiri, dan jaringan lunak disekitar tulang akan menentukan apakah fraktur yang terjadi itu lengkap atau tidak lengkap.
Etiologi
Cedera dan benturan seperti pukulan langsung, gaya meremuk, gerakan punter mendadak, kontraksi otot ekstrim.
Letih karena otot tidak dapat mengabsorbsi energi seperti berjalan kaki terlalu jauh.
Kelemahan tulang akibat penyakit kanker atau osteoporosis pada fraktur patologis.
Saran
Sebaiknya pasien dibantu keluarga dalam melakukan aktivitas pasca operasi.
Sebaiknya pasien mengkonsumsi nutrisi tinggi protein untuk mempercepat penyembuhan luka
DAFTAR PUSTAKA
Brunner dan Suddarth. (2001). Keperawatan Medikal BedahEdisi8 Volume2. Jakarta : EGC
Corwin, Elizabeth J.(2000). Buku Saku Patofisiologi. EGC : Jakarta.
Syamsuhidayat. (2004). Buku-Ajar Ilmu Bedah. Jakarta: EGC
Price, A. dan Wilson, L. (1995). Patofisiologi. Buku 2. Edisi 4 EGC. Jakarta, hal :1117-1119
http://putririzkadewi.blogspot.co.id/2011/09/fraktur.html
http://maemunah-machy.blogspot.co.id/2012/01/asuhan-keperawatan-pada-pasien-fraktur.html
https://id.scribd.com/doc/244576755/Pathway-Fraktur#scribd