BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Fraktur merupakan suatu keadaan dimana terjadi di istregritas tulang, penyebab terbanyak adalah insiden kecelakaan tetapi factor lain seperti proses degenerative juga dapat berpengaruh terhadap kejadian fraktur (Brunner & Suddarth, 2008 ). Fraktur terjadi jika tulang dikenai stress atau beban yang lebih besar dan kemampuan tulang untuk mentolelir beban tersebut. Fraktur dapat menyebabkan disfungsi organ tubuh atau bahkan dapat menyebabkan kecacatan atau kehilangan fungsi ekstremitas permanen,selain itu komplikasi awal yang berupa infeksi dan tromboemboli (emboli fraktur) juga dapat menyebabkan kematian beberapa minggu setelah cedera, oleh karena itu radiografi sudah memastikan adanya fraktur maka harus segera dilakukan stabilisasi atau perbaikan fraktur( Brunner & Sudart, 2002) Badan kesehatan dunia (WHO) mencatat terdapat lebih dari 7 juta orang meninggal dikarenakan insiden kecelakaan dan sekitar 2 juta orang mengalami kecacatan fisik. Usman (2012) menyebutkan bahwa hasil data Riset Kesehatan Dasar (RIKERDAS) tahun 2011, di Indonesia terjadinya fraktur yang disebabkan oleh cedera yaitu karena jatuh, kecelakaan lalu lintas dan trauma tajam / tumpul. Dari 45.987 peristiwa terjatuh yang mengalami fraktur sebanyak 1.775 orang (3,8 %), dari 20.829 kasus kecelakaan lalu lintas, mengalami fraktur sebanyak 1.770 orang (8,5 %), dari 14.127 trauma benda tajam / tumpul, yang mengalami fraktur sebanyak 236 orang (1,7 %). (Depkes 2009) Dan menurut data depkes 2005 kalimantan timur korban fraktur akibat dari kecelakaan berkisar 10,5%, sedangkan bedasarkan data yang diperoleh dari catatan medical record di rumah sakit islam samarinda, data pada tahun 2012 (periode januari – juni ) didapatkan 14 kasus fraktur, sedangkan untuk bulan juli ada 7 kasus fraktur. Dampak masalah dari fraktur yaitu dapat mengalami perubahan pada bagian tubuh yang terkena cidera, merasakan cemas akibat rasa sakit dan rasa nyeri yang di rasakannya, resiko terjadinya infeksi, resiko perdarahan, ganguan integritas kulit serta berbagai masalah yang mengganggu kebutuhan dasar lainnya, selain itu fraktur juga dapat menyebabkan kematian. Kegawatan fraktur diharuskan segera dilakukan tindakan untuk menyelamatkan Pasien dari kecacatan fisik. Kecacatan fisik dapat 1
dipulihkan secara bertahap melalui mobilisasi persendian yaitu dengan latihan range of motion (ROM). Range of motion adalah latihan yang dilakukan untuk mempertahankan
atau
memperbaiki
tingkat
kesempurnaan
kemampuan
menggerakkan persendian secara normal dan lengkap untuk meningkatkan massa otot dan tonus otot (Potter & Perry, 2005). Pasien harus diusahakan untuk kembali ke aktivitas biasa sesegera mungkin. Hal tersebut perlu dilakukan sedini mungkin pada Pasien post operasi untuk mengembalikan kelainan fungsi Pasien seoptimal mungkin atau melatih Pasien dan menggunakan fungsi yang masih tertinggal seoptimal mungkin. Berdasarkan
masalah
dan komplikasi yang terjadi akibat fraktur maka,
kelompok kami akan memberikan asuhan Keperawatan tentang fraktur agar meminimalkan komplikasi yang terjadi. 1.2 Tujuan penulisan 1.2.1
Tujuan umum Untuk menguraikan asuhan keperawatan medical bedah dengan fraktur femur tertutup dextra
1.2.2
Tujuan khusus Untuk menguraikan hasil dari pelaksanaan asuhan keperawatan dengan fraktur femur dextra tertutup yang meliputi : a. Mengumpulkan data dari hasil pengkajian keperawatan dengan fraktur femur dextra tertutup b. Mengidentifikasi masalah dan menegakan diagnosa keperawatan dengan fraktur femur dextra tertutup c. Menyusun rencana tindakan keperawatan dengan fraktur femur dextra tertutup d. Melaksanakan tindakan keperawatan dengan fraktur femur dextra tertutup e. Melakukan evaluasi hasil asuhan keperawatan dengan fraktur femur dextra tertutup. f. Mendokumentasi hasil asuhan keperawatan dengan fraktur femur dextra tertutup
1.3 Manfaat penulisan
2
Dapat menambah perkembangan ilmu pengetahuan keperawatan medikal bedah khususnya asuhan keperawatan dengan fraktur femur dextra tertutup kepada mahasiswa. 1.4 Sistematika penulisan Makalah ini terdiri dari 3 Bab yang sistematis disusun sesuai berikut Bab 1 Pendahuluan, terdiri dari latar belakang,tujuan penulisan, manfaat
penulisan,
sistematika penulisan. Bab 2 Tinjauan pustaka, terdiri dari konsep dasar dan konsep asuhan keperawatan. Bab 3 Tinjauan kasus, menguraikan tentang pelaksanaan asuhan keperawatan dengan fraktur femur dextra tertutup yang meliputi pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi, implementasi, dan evaluasi
BAB II 3
TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi Fisiologi Tulang 2.1.1 Sistem Tulang Di dalam tubuh manusia tersusun rangkaian tulang-tulang yang saling berhubungan dan berkoordinasi satu sama lain dengan fungsi sebagai pemberi bentuk tubuh, penunjang tubuh, pelindung bagian dalam tubuh dan lain-lain. Berikut di bawah ini adalah daftar nama-nama tulang pada tubuh manusia berdasarkan letaknya : A. Tengkorak Bagian kepala tulang dahi (os.frontale) 1 tlg tulang ubun-ubun 2 tlg
Bagian Muka/Wajah tulang rahang atas (maxilla) 2 tlg tulang rahang bawah 2 tlg
(os.parientale) tulang kepala
(mandibula) tulang pipi (os.zigomaticum) tulang langit-langit (pallatum) tulang hidung (os.nasale) tulang air mata (os.lacrimale) tulang lidah (os.hyoideum)
belakang
1 tlg
(os.occipetal) 2 tlg tulang baji (os.spenoidale) 2 tlg tulang pelipis 2 tlg (os.temporale) tulang tapis (os.etmoidale)
2 tlg 2 tlg 2 tlg 2 tlg 1 tlg
B. Badan Ruas tulang belakang
tulang leher (vertebrae sevicale) 7 ruas ruas tulang punggung (vertebrae 12 ruas dorsales) 5 ruas ruas tulang pinggang (vertebrae 4
lumbales) ruas tulang kelangkang (os.cacrum) 5 ruas ruas tulang ekor (vertebrae 4 ruas
Tulang dada (Sternum)
Tulang rusuk (Costae)
Tulang gelang bahu Tulang gelang panggul
cocigeus) Hulu (manubrium sterni) Badan (corpus sterni) Taju pedang (proccesus xyphoideus) tulang rusuk sejati (costa vera) 7 pasang tulang rusuk palsu (costa sporia) 3 pasang pasang tulang rusuk melayang 2 pasang (costa fluctuantes) tulang belikat (scapula) tulang selangka (clavicula) tulang usus (os.ilium) tulang duduk (os.ichium) tulang kemaluan (os.pubis)
2 tlg 2 tlg 2 tlg 2 tlg 2 tlg
C. Tulang Anggota Gerak tulang
Tulang lengan lengan atas 2 tlg
(humerus) 2 tlg tulang hasta (ulna) 2 tlg tulang pengumpil (radius) 2 x 8 tlg tulang pergelangan tangan (carpus) tulang telapak (metacarpus) tulang jari
2 x 5 tlg tangan 2
x
tangan ruas tlg
(phalanges)
Tulang tungkai tulang paha (femur) 2 tlg tulang tempurung lutut 2 tlg (patella) 2 tlg tulang kering (tibia) 2 tlg tulang betis (fibula) 2 x 7 tlg tulang pergelangan kaki
(tarsus) 14 tulang telapak
2 x 14 ruas (metatarsus) ruas tulang jari kaki tlg (phalanges)
5
2 x 5 tlg kaki
2.1.2 Jenis Tulang A. Tulang keras Tulang keras dibentuk oleh sel pembentuk tulang (osteoblas). Osteoblas menghasilkan sel-sel tulang keras yang disebut osteosit. Osteoblas juga mensekresikan zat-zat interseluler yang tersusun dari serabut kolagen yang akan membentuk matriks tempat garam-garam kalsium didepositkan (ditumpuk). Zat kapur itu dalam bentuk kalsium karbonat (CaCO 3) dan kalsium fosfat [Ca(PO4)2] yang diperoleh atau dibawa oleh darah. Selain terdapat osteoblas (pembentuk tulang), terdapat pula osteoklas yang bersifat mengkikis tulang. Osteoklas adalah sel berinti banyak dan berukuran besar. Osteoklas melubangi tulang, yang kemudian dimasuki oleh kapiler darah dan osteoblas baru sehingga terbentuk matriks tulang yang baru. Matriks ini terletak dalam lingkaran membentuk sistem Havers. B. Tulang rawan Tulang rawan tersusun dari sel-sel tulang rawan yang disebut kondrosit, yang menghasilkan matriks berupa kondrin. Tulang rawan tidak memiliki serabut saraf dan pembuluh darah yang ada pada membran jaringan ikat di sekitarnya dengan cara difusi. Ruang antarsel tulang rawan terisi banyak serat kolagen dan serat elastik, tetapi sedikit mengandung zat kapur. Oleh sebab itu, tulang rawan bersifat lentur. Kondrosit memiliki ruang yang disebut lakuna. Kondrosit di dalam lakuna menerima nutrien dari kapiler darah melalui difusi, karena kapiler darah tidak dapat masuk ke dalam matriks. Ada tiga tipe tulang rawan, yaitu hialin, serat dan elastik : 1. Tulang rawan hialin Merupakan tipe tulang rawan yang paling banyak terdapat di tubuh manusia. Matriksnya transparan jika dilihat dengan mikroskop. Tulang rawan hialin merupakan penyusun rangka embrio, yang kemudian akan berkembang menjadi tulang keras. Pada individu dewasa, tulang rawan hialin terdapat pada sendi gerak sebagai pelicin permukaan tulang dan sendi, ujung tulang rusuk, hidung, laring, trakea dan bronkus. 2. Tulang rawan serat 6
Tulang rawan serat mempunyai matriks berisi berkas serabut kolagen. Karena kandungan matriksnya, tulang rawan serat bersifat kuat dan kaku, serta mampu manahan guncangan. Tulang rawan serat terdapat pada anatrruas tulang belakang dan cakram sendi lutut. 3. Tulang rawan elastik Tulang rawan elastik mengandung serabut elastik. Tulang rawan ini terdapat pada daun telinga dan epiglotis.
Berdasarkan bentuknya, tulang dapat dibedakan menjadi 3 macam, yaitu tulang pipa, tulang pipih, dan tulang pendek. 1. Tulang pipa Disebut tulang pipa karena bentuknya seperti pipa, yaitu bulat, memanjang, bagian tengahnya berlubang. Contohnya tulang lengan, tulang paha, tungkai, dan ruas-ruas tulang jari. Di bagian dalam ujung tulang pipa berisi sumsum merah yang berperan sebagai tempat pembentukan sel darah merah. Tulang pipa dibagi menjadi tiga bagian, yaitu kedua ujung yang bersendian dengan tulang lain, disebut epifisis, bagian tengah disebut diafisis, dan antara epifisis dan diafisis adalah cakra epifisis. 2. Tulang pipih Tulang pipih bentuknya pipih, terdiri atas lempengan tulang kompak dan tulang spons. Didalam tulang pipih terisi sumsum merah berfungsi sebagai tempat pembuatan sel-sel darah merah dan sel darah putih. Contoh tulang pipih adalah tulang rusuk, tulang dada, tulang belikat, tulang panggul, dan tulang dahi. 3. Tulang pendek Oleh karena berbentuk bulat dan pendek, tulang pendek sering disebut sebagai ruas tulang. Bagian dalam tulang pendek berisi sumsum merah, yang berfungsi sebagai tempat pembuatan sel darah merah dan sel darah putih. Contoh, tulang pendek adalah tulang-tulang pada pergelangan tangan, pergelangan kaki, telapak tangan, telapak kaki dan ruas-ruas tulang belakang. 2.1.3 Struktur Tulang Tulang terdiri dari sel-sel dan matriks ekstraseluler. Sel-sel tersebut adalah osteosit, osteoblas dan osteoklas.
7
Matriks tulang tersusun dari serat-serat kolagen organik yang tertanam pada substansi dasar dan garam-garam anorganik tulang seperti fosfor dan kalsium. a. Substansi dasar tulang terdiri dari sejenis proteoglikan yang tersusun terutama dari kondroitin sulfat dan sejumlah kecil asam hialuronat yang bersenyawa dengan protein. b. Garam-garam tulang berada dalam bentuk kristal kalsium fosfat yang disebut hidroksiapatit dengan rumus molekul 3Ca3(PO4)2●Ca(OH)2. Persenyawaan antara kolagen dan kristal hidroksiapatit bertanggungjawab atas daya regang dan daya tekan tulang yang besar. Cara penyusunan tulang serupa dengan pembuatan palang beton: serat-serat kolagen seperti batang –batang baja pada beton; garam-garam tulang sama seperti semen, pasir, dan batu pada beton tersebut. 2.1.4 Pertumbuhan dan Metabolisme Osteogenesis (pertumbuhan dan perkembangan tulang) merupakan suatu proses pembentukan tulang dalam tubuh. Karena adanya matriksyang keras dalam tulang, maka pertumbuhan interstisial (dari dalam), seperti yang terjadi pada kartilago, tidak mungkin terjadi dan tulang terbentuk melalui penggantian jaringan yang sudah ada. Ada dua jenis pembentukan tulang yaitu osifikasi intramembranosa dan osifikasi endokondral (intrakartilago). a. Osifikasi intramembranosa terjadi
secara
langsung
dalam
jaringan
mesenkimmjanin dan melibatkan proses penggantian membran (mesenkim) yang sudah ada. Proses ini banyak terjadi pada tulang pipih tengkorak disebut sebagai “tulang membran”. b. Osifikasi endokondral terjadi melalui penggantian model kartilago. Sebagian besar tulang rangka terbentuk melalui proses ini, yang terjadi dalam model kartilago hialin kecil pada janin. 2.2 Definisi Fraktur adalah gangguan pada kontinuitas tulang normal yang terjadi karena adanya tekanan yang besar, dimana tulang tidak dapat menahan tekanan tersebut dan disertai dengan perlukaan jaringan sekitarnya (Brunner dan Suddrat). Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya. (Smeltzer dan Bare, 2002). Fraktur terbuka adalah fragmen tulang meluas melewati otot dan kulit, dimana potensial untuk terjadi infeksi (Sjamsuhidajat, 2007 : 1138). Fraktur atau patah tulang
8
adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa (Mansjoer, 2007). Fraktur femur adalah terputusnya kontinuitas batang femur yang bisa terjadi akibat trauma langsung (kecelakaan lalu lintas, jatuh dari ketinggian), dan biasanya lebih banyak dialami oleh laki-laki dewasa. Patah pada daerah ini dapat menimbulkan perdarahan yang cukup banyak, mengakibatkan pendertia jatuh dalam syok (FKUI, 2005:543) Fraktur femur adalah rusaknya kontinuitas tulang pangkal paha yang dapat disebabkan oleh trauma langsung (kecelakaan lalu lintas, jatuh dari ketinggian), kelelahan otot, kondisi-kondisi tertentu seperti degenerasi tulang/osteoporosis. Ada 2 tipe dari fraktur femur, yaitu : 1. Fraktur Intrakapsuler; femur yang terjadi di dalam tulang sendi, panggul dan kapsula. a. Melalui kepala femur (capital fraktur) b. Hanya di bawah kepala femur c. Melalui leher dari femur 2. Fraktur Ekstrakapsuler; a. Terjadi di luar sendi dan kapsul, melalui trokhanter femur yang lebih besar/yang lebih kecil /pada daerah intertrokhanter. b. Terjadi di bagian distal menuju leher femur tetapi tidak lebih dari 2 inci di bawah trokhanter kecil. 2.3 Etiologi Menurut Sachdeva (2000), penyebab fraktur dapat dibagi menjadi tiga, yaitu: 1. Cedera traumatic a. Cedera langsung, berarti pukulan langsung pada tulang sehingga tulang patah secara spontan b. Cedera tidak langsung, berarti pukulan langsung berada jauh dari benturan, misalnya jatuh dengan tangan menjulur dan menyebabkan fraktur klavikula. c. Fraktur yang disebabkan kontraksi keras dari otot yang kuat. 2. Fraktur patologik Dalam hal ini kerusakan tulang akibat proses penyakit, diman dengan trauma minor dapat mengakibatkan fraktur, dapat juga terjadi pada keadaan : a. Tumor tulang (jinak atau ganas) b. Infeksi seperti osteomielitis c. Rakhitis, suatu penyakti tulang yang disebabkan oleh devisiensi vitamin D yang mempengaruhi semua jaringan skelet lain. 9
3. Secara spontan, disebabkan oleh stress tulang yang terus menerus misalnya pada penyakit polio dan orang yang bertugas di kemiliteran.
2.4 Patofisiologi Pada tulang yang hidup normal, jika mendapat kekerasan akan terjadi patah tulang. Dan timbul kerusakan pada struktur jaringan lunak yang mengelilinginya. Dibagian poriostium akan membentuk hematom disekeliling tampak fraktur dan disertai pembengkakan. Pada fraktur femur tertutup terjadinya kontinuitas struktur tulang dipengaruhi oleh dua faktor : a. Faktor ekstrinsik yaitu gaya dari luar yang bereaksi pada tulang, tergantung pada besarnya waktu dan arah gaya tersebut dapat menyebabkan fraktur, sedangkan kekerasan yang menyebabkan fraktur antara lain kekerasan langsung dan kekerasan akibat tarikan otot, kekerasan langsung menyebabkan patah tulang yang jauh dari tempat terjadinya kekerasan. Untuk patah tulang akibat tarikan otot contohnya adalah patah tulang patella dan oleh Ranon karena otot trisep dan bisep yang mendadak berkontraksi. b. Faktor intrinsik yaitu kapasitas absorpsi dari energi, daya elastis, gaya terhadap kelelahan, densitas atau kepadatan. -
Trauma langsung ; kecelakaan.
-
Trauma tidak langsung.; jatuh.
-
Penurunan masa tulang.
-
Metastase kanker tulang.
2.5 Pathway
10
11
2.6 Klasifikasi Penampikan fraktur dapat sangat bervariasi tetapi untuk alasan yang praktis , dibagi menjadi beberapa kelompok, yaitu: a. Berdasarkan sifat fraktur (luka yang ditimbulkan). 1) Faktur Tertutup (Closed), bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar, disebut juga fraktur bersih (karena kulit masih utuh) tanpa komplikasi (Soedarman, 2000 ) 2) Fraktur Terbuka (Open/Compound), bila terdapat hubungan antara hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar karena adanya perlukaan kulit. b. Berdasarkan komplit atau ketidakklomplitan fraktur. 1) Fraktur Komplit, bila garis patah melalui seluruh penampang tulang atau melalui kedua korteks tulang seperti terlihat pada foto. 2) Fraktru Inkomplit, bila garis patah tidak melalui seluruh penampang tulang seperti: a) Hair Line Fraktur (patah retidak rambut) b) Buckle atau Torus Fraktur, bila terjadi lipatan dari satu korteks dengan kompresi tulang spongiosa di bawahnya. c) Green Stick Fraktur, mengenai satu korteks dengan angulasi korteks lainnya yang terjadi pada tulang panjang. c. Berdasarkan bentuk garis patah dan hubbungannya dengan mekanisme trauma. 1) Fraktur Transversal: fraktur yang arahnya melintang pada tulang dan merupakan akibat trauma angulasi atau langsung. 2) Fraktur Oblik: fraktur yang arah garis patahnya membentuk sudut terhadap sumbu tulang dan meruakan akibat trauma angulasijuga. 3) Fraktur Spiral: fraktur yang arah garis patahnya berbentuk spiral yang disebabkan trauma rotasi.
12
4) Fraktur Kompresi: fraktur yang terjadi karena trauma aksial fleksi yang mendorong tulang ke arah permukaan lain. 5) Fraktur Avulsi: fraktur yang diakibatkan karena trauma tarikan atau traksi otot pada insersinya pada tulang. d. Berdasarkan jumlah garis patah. 1) Fraktur Komunitif : fraktur dimana garis patah lebih dari satu dan saling berhubungan. 2) Fraktur Segmental: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak berhubungan. 3) Fraktur Multiple : fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak pada tulang yang sama. e. Berdasarkan pergeseran fragmen tulang. 1) Fraktur Undisplaced (tidak bergeser): garis patah lengkap ttetapi kedua fragmen tidak bergeser dan periosteum masih utuh. 2) Fraktur Displaced (bergeser): terjadi pergeseran fragmen tulang yang juga disebut lokasi fragmen, terbagi atas: a) Dislokasi ad longitudinam cum contractionum (pergeseran searah sumbu dan overlapping). b) Dislokasi ad axim (pergeseran yang membentuk sudut). c) Dislokasi ad latus (pergeseran dimana kedua fragmen saling menjauh). f. Berdasarkan posisi frakur Sebatang tulang terbagi menjadi tiga bagian : 1) 1/3 proksimal 2) 1/3 medial 3) 1/3 distal g. Fraktur Kelelahan: fraktur akibat tekanan yang berulang-ulang. h. Fraktur Patologis: fraktur yang diakibatkan karena proses patologis tulang. Pada fraktur tertutup ada klasifikasi tersendiri yang berdasarkan keadaan jaringan lunak sekitar trauma, yaitu: 1) Tingkat 0: fraktur biasa dengan sedikit atau tanpa ceddera jaringan lunak sekitarnya. 2) Tingkat 1: fraktur dengan abrasi dangkal atau memar kulit dan jaringan subkutan. 3) Tingkat 2: fraktur yang lebih berat dengan kontusio jaringan lunak bagian dalam dan pembengkakan. 13
4) Tingkat 3: cedera berat dengan kerusakan jaringan lunak yang nyata dan ancaman sindroma kompartement. 2.7 Manifestasi Klinik Menurut Mansjoer,dkk 2000, daerah paha yang patah tulangnya sangat membengkak, ditemukan tanda functio laesa, nyeri tekan dan nyeri gerak. Tampak adanya deformitas angulasi ke lateral atau angulasi ke anterior. Ditemukan adanya perpendekan tungkai bawah. Pada fraktur 1/3 tengah femur, saat pemeriksaan harus diperhatikan pula kemungkinan adanya dislokasi sendi panggul dan robeknya ligamentum didaerah lutut. Selain itu periksa juga nervus siatika dan arteri dorsalis pedis 2.8 Komplikasi Menurut Sylvia and Price 2001, komplikasi yang biasanya ditemukan antara lain : a. Komplikasi Awal 1) Kerusakan Arteri Pecahnya arteri karena trauma bisa ditandai dengan tidak adanya nadi, CRT menurun, cyanosis bagian distal, hematoma yang lebar, dan dingin pada ekstrimitas yang disebabkan oleh tindakan emergensi splinting, perubahan posisi pada yang sakit, tindakan reduksi, dan pembedahan. 2) Kompartement Syndrom Kompartement Syndrom merupakan komplikasi serius yang terjadi karena terjebaknya otot, tulang, saraf, dan pembuluh darah dalam jaringan parut. Ini disebabkan oleh oedema atau perdarahan yang menekan otot, saraf, dan pembuluh darah. Selain itu karena tekanan dari luar seperti gips dan embebatan yang terlalu kuat. 3) Fat Embolism Syndrom Fat Embolism Syndrom (FES) adalah komplikasi serius yang sering terjadi pada kasus fraktur tulang panjang. FES terjadi karena sel-sel lemak yang dihasilkan bone marrow kuning masuk ke aliran darah dan menyebabkan tingkat oksigen dalam darah rendah yang ditandai dengan gangguan pernafasan, tachykardi, hypertensi, tachypnea, demam. 4) Infeksi System pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan. Pada trauma orthopedic infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan masuk ke dalam. Ini biasanya terjadi pada kasus fraktur terbuka, tapi bisa juga karena penggunaan bahan lain dalam pembedahan seperti pin dan plat. 5) Avaskuler Nekrosis 14
Avaskuler Nekrosis (AVN) terjadi karena aliran darah ke tulang rusak atau terganggu yang bisa menyebabkan nekrosis tulang dan diawali dengan adanya Volkman’s Ischemia. 6) Shock Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya permeabilitas kapiler yang bisa menyebabkan menurunnya oksigenasi. Ini biasanya terjadi pada fraktur. b. Komplikasi Dalam Waktu Lama 1) Delayed Union Delayed Union merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi sesuai dengan waktu yang dibutuhkan tulang untuk menyambung. Ini disebabkan karena penurunan supai darah ke tulang. 2) Nonunion Nonunion merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi dan memproduksi sambungan yang lengkap, kuat, dan stabil setelah 6-9 bulan. Nonunion ditandai dengan adanya pergerakan yang berlebih pada sisi fraktur yang membentuk sendi palsu atau pseudoarthrosis. Ini juga disebabkan karena aliran darah yang kurang. 3) Malunion Malunion merupakan penyembuhan tulang ditandai dengan meningkatnya tingkat kekuatan dan perubahan bentuk (deformitas). Malunion dilakukan dengan pembedahan dan reimobilisasi yang baik.
2.9 Penatalaksanaan Medis a. Fraktur Terbuka Merupakan kasus emergensi karena dapat terjadi kontaminasi oleh bakteri dan disertai perdarahan yang hebat dalam waktu 6-8 jam (golden period). Kuman belum terlalu jauh meresap dilakukan: 1) 2) 3) 4)
Pembersihan luka Exici Hecting situasi Antibiotik
b. Seluruh Fraktur 1) Rekognisis/Pengenalan Riwayat kejadian harus jelas untuk mentukan diagnosa dan tindakan selanjutnya. 15
2) Reduksi/Manipulasi/Reposisi Upaya untuk memanipulasi fragmen tulang sehingga kembali seperti semula secara optimun. Dapat juga diartikan Reduksi fraktur (setting tulang) adalah mengembalikan fragmen tulang pada kesejajarannya dan rotasfanatomis (Brunner & Suddart, 2001). Reduksi tertutup, traksi, atau reduksi terbuka dapat dilakukan untuk mereduksi fraktur. Metode tertentu yang dipilih bergantung sifat fraktur, namun prinsip yang mendasarinya tetap, sama. Biasanya dokter melakukan reduksi fraktur
sesegera
mungkin
untuk
mencegah
jaringan
lunak
kehilaugan
elastisitasnya akibat infiltrasi karena edema dan perdarahan. Pada kebanyakan kasus, roduksi fraktur menjadi semakin sulit bila cedera sudah mulai mengalami penyembuhan.Sebelum reduksi dan imobilisasi fraktur, pasien harus dipersiapkan untuk menjalani prosedur; harus diperoleh izin untuk melakukan prosedur, dan analgetika diberikan sesuai ketentuan. Mungkin perlu dilakukan anastesia. Ekstremitas yang akan dimanipulasi harus ditangani dengan lembut untuk mencegah kerusakan lebih lanjut Reduksi tertutup. Pada kebanyakan kasus, reduksi tertutup
dilakukan
dengan
mengembalikan fragmen tulang keposisinya (ujung-ujungnya saling berhubungan) dengan manipulasi dan traksi manual. Ekstremitas dipertahankan dalam posisi yang diinginkan, sementara gips, biadi dan alat lain dipasang oleh dokter. Alat immobilisasi akan menjaga reduksi dan menstabilkan ekstremitas untuk penyembuhan tulang. Sinar-x harus dilakukan untuk mengetahui apakah fragmen tulang telah dalam kesejajaran yang benar. Traksi. Traksi dapat digunakan untuk mendapatkan efek reduksi dan imoblisasi. Beratnya traksi disesuaikan dengan spasme otot yang terjadi. Sinar-x digunakan untuk memantau reduksi fraktur dan aproksimasi fragmen tulang. Ketika tulang sembuh, akan terlihat pembentukan kalus pada sinar-x. Ketika kalus telah kuat dapat dipasang gips atau bidai untuk melanjutkan imobilisasi. Reduksi Terbuka. Pada fraktur tertentu memerlukan reduksi terbuka. Dengan pendekatan bedah, fragmen tulang direduksi. Alat fiksasi interna dalam bentuk pin, kawat, sekrup, plat paku, atau batangan logam digunakan untuk mempertahankan fragmen tulang dalam posisnya sampai penyembuhan tulang yang solid terjadi. Alat ini dapat diletakkan di sisi tulang atau langsung ke rongga sumsum tulang, alat tersebut menjaga aproksimasi dan fiksasi yang kuat bagi fragmen tulang. 16
Retensi/Immobilisasi Upaya yang dilakukan untuk menahan fragmen tulang sehingga kembali seperti semula secara optimun. Imobilisasi fraktur. Setelah fraktur direduksi, fragmen tulang harus diimobilisasi, atau dipertahankan dalam posisi kesejajaran yang benar sampai terjadi penyatuan. Imobilisasi dapat dilakukan dengan fiksasi eksterna atau interna. Metode fiksasi eksterna meliputi pembalutan, gips, bidai, traksi kontinu, pin dan teknik gips, atau fiksator eksterna. Implan logam dapat digunakan untuk fiksasi interna yang berperan sebagai bidai interna untuk mengimobilisasi fraktur. 3) Rehabilitasi Menghindari atropi dan kontraktur dengan fisioterapi. Segala upaya diarahkan pada penyembuhan tulang dan jaringan lunak. Reduksi dan imobilisasi harus dipertahankan sesuai kebutuhan. Status neurovaskuler (mis. pengkajian peredaran darah, nyeri, perabaan, gerakan) dipantau, dan ahli bedah ortopedi diberitahu segera bila ada tanda gangguan neurovaskuler. Kegelisahan, ansietas dan ketidaknyamanan dikontrol dengan berbagai pendekatan (mis. meyakinkan, perubahan posisi, strategi peredaan nyeri, termasuk analgetika). Latihan isometrik dan setting otot diusahakan untuk meminimalkan atrofi disuse dan meningkatkan peredaran darah. Partisipasi dalam aktivitas hidup sehari-hari diusahakan untuk memperbaiki kemandirian fungsi dan harga-diri. Pengembalian bertahap pada aktivitas semula diusahakan sesuai batasan terapeutika. Biasanya, fiksasi interna memungkinkan mobilisasi lebih awal. Ahli bedah yang memperkirakan stabilitas fiksasi fraktur, menentukan luasnya gerakan dan stres pada ekstrermitas yang diperbolehkan, dan menentukan tingkat aktivitas dan beban berat badan. 2.10
Proses Penyembuhan Tulang Tulang bisa beregenerasi sama seperti jaringan tubuh yang lain. Fraktur merangsang tubuh untuk menyembuhkan tulang yang patah dengan jalan membentuk tulang baru diantara ujung patahan tulang. Tulang baru dibentuk oleh aktivitas sel-sel tulang. Ada lima stadium penyembuhan tulang, yaitu: 1) Stadium Satu-Pembentukan Hematoma Pembuluh darah robek dan terbentuk hematoma disekitar daerah fraktur. Sel-sel darah membentuk fibrin guna melindungi tulang yang rusak dan sebagai tempat tumbuhnya kapiler baru dan fibroblast. Stadium ini berlangsung 24 – 48 jam dan perdarahan berhenti sama sekali. 17
2) Stadium Dua-Proliferasi Seluler Pada stadium ini terjadi proliferasi dan differensiasi sel menjadi fibro kartilago yang berasal dari periosteum,`endosteum, dan bone marrow yang telah mengalami trauma. Sel-sel yang mengalami proliferasi ini terus masuk ke dalam lapisan yang lebih dalam dan disanalah osteoblast beregenerasi dan terjadi proses osteogenesis. Dalam beberapa hari terbentuklah tulang baru yang menggabungkan kedua fragmen tulang yang patah. Fase ini berlangsung selama 8 jam setelah fraktur sampai selesai, tergantung frakturnya. 3) Stadium Tiga-Pembentukan Kallus Sel–sel yang berkembang memiliki potensi yang kondrogenik dan osteogenik, bila diberikan keadaan yang tepat, sel itu akan mulai membentuk tulang dan juga kartilago. Populasi sel ini dipengaruhi oleh kegiatan osteoblast dan osteoklast mulai berfungsi dengan mengabsorbsi sel-sel tulang yang mati. Massa sel yang tebal dengan tulang yang imatur dan kartilago, membentuk kallus atau bebat pada permukaan endosteal dan periosteal. Sementara tulang yang imatur (anyaman tulang ) menjadi lebih padat sehingga gerakan pada tempat fraktur berkurang pada 4 minggu setelah fraktur menyatu. 4) Stadium Empat-Konsolidasi Bila aktivitas osteoclast dan osteoblast berlanjut, anyaman tulang berubah menjadi lamellar. Sistem ini sekarang cukup kaku dan memungkinkan osteoclast menerobos melalui reruntuhan pada garis fraktur, dan tepat dibelakangnya osteoclast mengisi celah-celah yang tersisa diantara fragmen dengan tulang yang baru. Ini adalah proses yang lambat dan mungkin perlu beberapa bulan sebelum tulang kuat untuk membawa beban yang normal. 5) Stadium Lima-Remodelling Fraktur telah dijembatani oleh suatu manset tulang yang padat. Selama beberapa bulan atau tahun, pengelasan kasar ini dibentuk ulang oleh proses resorbsi dan pembentukan tulang yang terus-menerus. Lamellae yang lebih tebal diletidakkan pada tempat yang tekanannya lebih tinggi, dinding yang tidak dikehendaki dibuang, rongga sumsum dibentuk, dan akhirnya dibentuk struktur yang mirip dengan normalnya. 2.11
Pemeriksaan Penunjang 1. Sinar X Melihat gambaran terakhir atau mendekati struktur fraktur 2. Venogram Menggambarkan arus vaskularisasi 18
3. Konduksi saraf dan elektromiogram Mendeteksi cidera saraf 4. Angiografi Berhubungan dengan pembuluh darah 5. Antrotropi Mendeteksi keterlibatan sendi 6. Radiografi Menentukan integritas tulang 7. CT-Scan Memperlihatkan fraktur atau mendeteksi struktur fraktur
BAB III TINJAUAN KASUS PENGKAJIAN Nama mahasiswa
: Kelompok 1
Nama pasien
: Tn. A
Tgl/jam pengkajian : 23 Januari 2015/15.20
Tgl Lahir / Umur
: 17 Maret 1968 / 46 thn
Tgl/jam MRS
: 23 Januari 2015/15.10
Jenis kelamin
: Laki-Laki
Ruangan
: IGD
No. RM
: 35 42 81
Diagnosa medis
: Close Fraktur 1/3 Femur Distal Dextra
Keluhan Utama
Pasien mengatakan nyeri di bagian paha sebelah kanan.
Riwayat
Pasien mengatakan ia terjatuh saat memanjat pohon yang berada didekat rumahnya. 19
Kejadian
Pada saat diatas pohon, pasien kehilangan pegangan dan pasien terjatuh ketanah mengakibatkan paha sebelah kanan Pasien terasa sakit dengan nyeri yang sangat hebat. Oleh keluarga kemudian Pasien dibawa ke RSPAD Gatot Soebroto 1 jam SMRS.
Riwayat
Pasien mengatakan tidak pernah masuk rumah sakit dengan keluhan sama seperti
Penyakit
yang dialaminya saat ini, namun pada kecil Pasien pernah dirawat di rumah sakit
Dahulu
karena terserang diare. Pasien mengatakan tidak pernah memiliki penyakit menular dan penyakit seperti hipertensi, TBC, dan Jantung.
Riwayat Alergi
Pasien mengatakan tidak memiliki alergi apa pun
Keadaan Umum
O baik
Kesadaran
O compos mentis
O delirium O sopor
O somnolen
O alert
O verbal
O unrespon
O sedang
O lemah
BB : 78 kg
O pain
TB : 172 cm O koma
GCS : E 4 V 5 M 5 Vital Sign
Nadi : 80 /menit
Airway
O paten
Suhu : 36,5 °C
RR : 20 /menit
TD : 120/70 mmHG
O obstruksi
Jelaskan : ..................................................................................................................... ....................................................................................................................................... Breathing
Pergerakan dada
: O simetris
Penggunaan otot bantu nafas : O tidak ada
O asimetris O ada
Jelaskan, …………………………………………... Suara nafas
: O vesikuler
O bronkovesikuler
Suara nafas tambahan
: O tidak ada
O ronchi
: O tidak ada
O ada,
O rales
O wheezing Batuk
O produktif Keluhan sesak nafas
: O tidak ada
20
O tidak produktif O ada
O stridor
Irama pernafasan
: O reguler
O ireguler
Jelaskan, …………………………………………... Alat bantu nafas
: O tidak ada
O ada
Jenis : …………………… Aliran : …… lpm Circulation
Akral
: O hangat
CRT
: O < 2 detik O > 2 detik
Edema
: O tidak ada O ada
Irama jantung
: O reguler
Perdarahan
: O tidak ada O ada
Terpasang CVP : O tidak Nilai CVP Neurologi
O kering
O merah
O dingin
O basah
O ireguler Jenis : ……………………………….
O ya O normal
O meningkat O menurun
Pupil
: O isokor
O anisokor O reflek cahaya : ……/……
Ukuran pupil
: O normal
O midriasis O pin point
O meiosis
O Lain-lain, ……………………………………………… Jelaskan : ………………………………………………… Nyeri
: O tidak ada
O ada
P : …………………………………………………………………………………… Q : …………………………………………………………………………………… R : …………………………………………………………………………………… S : …………………………………………………………………………………… T : …………………………………………………………………………………… Reflek patologi
: ............................................................................................ 21
....................................................................................................................................... Gangguan neurologi lain : ............................................................................................ ....................................................................................................................................... Integumen
Luka bakar
: O tidak ada O ada
Presentasi luka bakar : ……………
Turgor kulit
: O baik
O jelek
O sedang
Warna mukosa kulit : …………………………………………… Luka dekubitus
Abdomen
: O tidak ada O ada
Grade, …………
Frekuensi peristaltik usus : O tidak ada
O normal
Mual
: O tidak ada
O ada
Emesis
: O tidak ada
O ada
Gangguan eliminasi
: O tidak ada
O ada
O meningkat
O menurun
Jelaskan : ………….…………………………………… Perkemihan
Terpasang kateter
: O tidak
O ya
Produksi urin
: O normal
O poliuri O oliguri
Jelaskan
Jenis, ………………………………. O anuria (< 100 cc/hari)
: ………….……………………………………
Masalah perkemihan : O tidak ada O ada Jelaskan Tindak Lanjut
O KRS
O MRS
O PP
O DOA
: ………….…………………………………… O Operasi
O Pindah
O Lain-lain, …………………………………………………………………………
PEMERIKSAAN PENUNJANG Jam
Jenis pemeriksaan
Hasil
Lab / Foto / ECG / Lain-lain 22
15.2
Pemeriksaan Lab
Terlampir
Pemeriksaan Rontgen
Close Fraktur 1/3 Distal Femur Dextra
5 15.4 0
PEMBERIAN TERAPI Jam
Tindakan / Medikasi
PEMERIKSAAN HEMATOLOGI Hemoglobin Lekosit Eritrosit Hemotokrit Trombosit RDW-CV MCV,MCH,MCHC MCV MCH MCHC HITUNG JENIS Nentrofil % Limfosif % Alonosit % A l ewrofil 9 Limfosit # Afonosit , , q PROTOHROMBIN TIME Hasil PT INR Control normal PT APTT
Keterangan
NILAI
HASIL
RUJUKAN
SATUAN
13.1 8,300 4.52 38
12.0– 15.5 4.0– 10.5 3.90-5.50 35-45
g/1 ribu/ul juta/ul vol%
180.000
150-450
ribu/ul
13,5
11.5– 14.7
%
84,7 29,0 34,2
80.0-97.0 27.0-32.0 32.0-38.0
fl Pg %
67,6 22.0* 5,9 5,60 1.80 0,73
50.0-70.0 25.0-40.0 3.0-9.0 2.50-7.00 1.25-4.00 0.30– 1.00
% % % ribu/ul ribu/ul ribu/ul
15,4 1.15 13.80
11,5– 15,5 -
detik detik
23
METODE
Hasil APTT Control normal APTT
32.3 32.20
26,0-34,0
24
detik detik
DATA FOKUS Nama
: Tn. A
Usia
: 46 tahun
No RM
: 35-42-81
Tanggal Pengkajian
: 23 Januari 2015
DATA SUBJEKTIF Pasien mengatakan nyeri di daerah luka
DATA OBJEKTIF Tampak luka post ops ORIF pada paha
post operasi, nyeri semakin bertambah
kanan Pasien
apabila kaki kanannya digerakkan dan
Tanda tanda vital
berkurang apabila diam tidak melakukan
TD : 110/70 mm Hg
gerakan.
N
: 80 kali/menit
Nyeri seperti ditusuk-tusuk, nyeri bersifat
R
: 20 kali/menit
menetap dan selalu ada dalam 24 jam
T
: 36.5 oC
Pasien mengatakan dua hari sebelum
Karakteistik nyeri Pasien
masuk IGD RSPAD pasien terjatuh saat
P =
memanjat pohon
nyeri bertambah apabila Pasien
yang berada didekat
menggerakkan kaki kanannya dan
rumahnya Pasien mengatakan sebagian aktivitasnya
nyeri akan berkurang apabila tidak
dibantu oleh keluarganya Pasien mengatakan nyeri
apabila kaki kanannya digerakkan Pasien mengatakan susah menggerakan
kakinya sebelah kanan Pasien mengatakan terasa nyeri pada
melakukan apa-apa. Q = nyeri yang dirasakan Pasien seperti
bertambah
ditusuk-tusuk. R = nyeri terpusat pada seluruh area luka post ops S = skala nyeri 3 (nyeri berat dengan
daerah luka post operasi
rentang skala nyeri 0 -5). T = nyeri selalu ada dalam 24 jam
Pada siang ataupun malam pasien tampak dibantu keluarganya saat ingin sesuatu
25
Pasien tampak berbaring ditempat tidur
Skala aktivitas pasien 2 (memerlukan bantuan orang lain) Keterangan : 0 = mandiri 1 = alat bantu 2 = dibantu orang lain 3 = dihantu orang lain dan alat bantu 4 = tergantung secara total
Skala kekuatan otot 5555 5555 5522 5555 Keterangan ;. 1 = Tidak ditemukan adanya kontraksi otot. 2 = Kontaraksi otot yang terjadi hanya berupa perubahan dari tonus otot yang dapat diketahui dengan palpasi dan tidak dapat menggerakkan sendi tetapi 2 = otot hanya mampu menggerakkan persendian tetapi, kekuatannya tidak dapat melawan gravitasi bumi 3 = Disamping
dapat
menggerakkan
sendi, otot juga dapat melawan pengaruh gravitasi tetapi tidak kuat terhadap tahanan yang diberikan oleh pemeriksa. 4 = Kekuatan otot seperti pada derajat 3 disertai
dengan
kemampuan
otot
terhadap tahanan yang ringan. 5 = Kekuatan otot normal.
Hasil rontgen tanggal 23 januari 2015 : Close Fraktur 1/3 Distal Femur Dextra
26
Tampak
adanya
luka
post
operasi
(pemasangan ORIF)
Luka tampak masih berbalut dengan rapi dan bersih
Luka tampak belum dibuka
Hasil Lab. Hematologi tanggal 23 januari 2015 Leokosit : 8,300 ribu/ul (4,0-10,5)
27
ANALISA DATA Nama
: Tn. A
Usia
: 46 tahun
No RM
: 35-42-81
Tanggal Pengkajian
: 23 Januari 2015
NO 1
DATA DATA SUBJEKTIF:
MASALAH
Pasien mengatakan nyeri di daerah luka Nyeri (akut)
Trauma
post operasi, nyeri semakin bertambah
dan imobilitas
apabila kaki kanannya digerakkan dan berkurang apabila diam tidak melakukan gerakan.
Nyeri seperti ditusuk-tusuk, nyeri bersifat menetap dan selalu ada dalam 24 jam
Pasien mengatakan dua hari sebelum masuk IGD RSPAD pasien terjatuh saat memanjat pohon
yang berada didekat
rumahnya DATA OBJEKTIF :
Tampak luka post ops ORIF pada paha kanan Pasien
Tanda tanda vital TD : 110/70 mm Hg
ETIOLOGI
N
: 80 kali/menit
R
: 20 kali/menit
T
: 36.5 oC
Karakteistik nyeri Pasien P = Nyeri bertambah apabila Pasien menggerakkan kaki kanannya dan nyeri akan berkurang apabila tidak melakukan apa-apa. Q = Nyeri yang dirasakan Pasien seperti ditusuk-tusuk. 28
jaringan
R = Nyeri terpusat pada seluruh area luka post ops S = Skala nyeri 3 (nyeri berat dengan rentang skala nyeri 0 -5). T = Nyeri selalu ada dalam 24 jam
2.
DATA SUBJEKTIF:
Pasien mengatakan sebagian aktivitasnya Hambatan
dibantu oleh keluarganya Pasien mengatakan nyeri
apabila kaki kanannya digerakkan Pasien mengatakan susah menggerakan
mobilitas fisik bertambah
kakinya sebelah kanan DATA OBJEKTIF :
Pasien tampak dibantu keluarganya saat
ingin sesuatu Pasien tampak berbaring ditempat tidur Skala aktivitas Pasien 2 (memerlukan bantuan orang lain) Keterangan : 0 = mandiri 1 = alat bantu 2 = dibantu orang lain 4
= dihantu orang lain dan alat bantu
4 = tergantung secara total
Skala kekuatan otot 5555 5555 5522 5555 Keterangan ;. 29
Trauma sekunder fraktur
jaringan akibat
1 = Tidak ditemukan adanya kontraksi otot. 2 = Kontaraksi otot yang terjadi hanya berupa perubahan dari tonus otot yang dapat diketahui dengan palpasi dan tidak dapat menggerakkan sendi tetapi 2 =
otot hanya mampu
menggerakkan
persendian
tetapi,
kekuatannya tidak dapat melawan gravitasi bumi 3 = Disamping
dapat
menggerakkan
sendi, otot juga dapat melawan pengaruh gravitasi tetapi tidak kuat terhadap tahanan yang diberikan oleh pemeriksa. 4 = Kekuatan otot seperti pada derajat 3 disertai dengan kemampuan otot terhadap tahanan yang ringan. 5 = Kekuatan otot normal.
Hasil rontgen tanggal 23 januari 2015 : Close Fraktur 1/3 Distal Femur Dextra
3.
DATA SUBJEKTIF:
Resiko infeksi
Pasien mengatakan terasa nyeri pada daerah luka post operasi
DATA OBJEKTIF :
Tampak
adanya
luka
post
operasi
(pemasangan ORIF)
Luka tampak masih berbalut dengan rapi dan bersih
Luka tampak belum dibuka
Hasil Lab. Hematologi tanggal 23 januari 2015 30
Alat invasive
fiksasi
Leokosit : 8,300 ribu/ul (4,0-10,5) Tanda-tanda vital : TD : 100/80 mm Hg R : 22 kali/menit N :84 kali/menit S : 36,70C
31
DIAGNOSA KEPERAWATAN Nama
: Tn. A
Usia
: 46 tahun
No RM
: 35-42-81
Tanggal Pengkajian
: 23 Januari 2015
No.
Tanggal
Tanggal
Tanda
Ditemukan
Teratasi
Tangan
23/01/2015
-
jaringan sekunder akibat fraktur
23/01/2015
-
Resiko infeksi
23/01/2015
-
DIAGNOSA
Dx 1 Nyeri akut b.d Trauma jaringan dan 2
3
imobilitas Hambatan mobilitas fisik b.d Trauma
32
INTERVENSI KEPERAWATAN Nama
: Tn. A
Usia
: 46 tahun
No RM
: 35-42-81
Tanggal Pengkajian
: 23 Januari 2015
NO 1.
DIAGNOSA TUJUAN / KH
KEPERAWATAN
INTERVENSI INTERVENSI DAN
RASIONAL Nyeri (akut) berhubungan Setelah dilakukan tindakan1) Evaluasi keluhan nyeri atau dengan Trauma jaringan selama dan imobilitas
1
x
60
menit,
ketidak-
nyamanan,
diharapkan Nyeri dapat ber-
perhatikan
kurang
karakteritik
dalam
7
hari
lokasi
dan
termasuk
perawatan dengan kriteria
intensitas (skala nyeri)
hasil :
Rasional : Mempengaruhi
Nyeri
yang
pilihan atau pengawasan
dirasakan
keefektifan intervensi
Pasien tidak ada lagi atau berkurang
2) Kaji penyebab nyeri
Pasien tampak tenang
Rasional : Memudahkan dalam
Nyeri
berkurang
saat
menentukan
intervensi selanjutnya
Pasien beraktifitas atau ekstrimitas yang sakit3) Dorong menggunakan digerakkan teknik - manajemen stres.
Nyeri
seperi
ditusuk-
tusuk tidak terasa lagi
contoh
:
latihan
napas
dalam Rasional :
Nyeri tidak terasa lagi,
Memfokuskan
tidak menyebar.
meningkatkan rasa kontrol,
Skala nyeri 1 (nyeri ringan)
perhatian,
meningkatkan, kemampuan koping dalam manejemen nyeri,
yang
mungkin
menetap untuk periode 33
4) Mengukur tanda-tanda vital Rasional
:
Dalamkeadaannyeri cederung
terjadi
peningkatan vital
tanda-tanda
terutama
tekanan
darah dan nadi 5) Tinggikan
dan
dukung
ekstrimitas yang terkena Rasional
:
Meningkatkanaliran
balik
vena, menurunkan edema dan menurunkan nyeri 6) Kolaborasi : Berikan indikasi
obat analgesik
sesuai non
narkotik. NSAID injeksi, contoh : ketorolac Rasional : Diberikan untuk 2.
menurunkan nyeri Hambatan mobilitas fisik b.d Setelah dilakukan tindakan 1) Bantu Pasien dalam Trauma jaringan sekunder selama 1 x 60 menit,
Memelihara
akibat fraktur
diharapkan Pasien dapat
diri.Memenuhi
me-lakukan
aktivitasnya
kebutuhan makan dan
secara bertahap dalam 7
minum, berpakaian serta
hari
bantu dalam memenuhi
perawatan
dengan
kriteria hasil :
kebutuhan eliminasi.
Pasien
dapat
Aktivitas
sehari-hari
secara bertahap. 34
Rasional
:
fisiknya
melakukan
kebersihan
menghindari injuri
Kebutuhan dan terjadinya
otot 2) Bantu
Skala
diri
menunjukkan
Pasien.
perbaikan
Rasional : Meningkatkan
5555
kekuatan
5555
control
atau 5555
otot
dan
sirkulasi, meningkatkan
5533 5555
Pasien
dalam
situasi dan meningkatkan
5555
kesehatan diri langsung.
5544 5555
perawatan
Disamping
dapat
menggerakkan
sendi, 3) Evaluasi tingkat aktivitas yang dapat dilakukan dapat
otot
juga
melawan
pengaruh
pasien.
grativitas tetapi tidak
Rasional : mengetahui
kuat terhadap tahanan
sejauh
yang diberikan oleh
pengetahuan Pasien
mana
tingkat
pemeriksa.
melawan 4) Ukur kekuatan otot dengan menggunakan gravitasi tetapi hanya kekuatan otot dapat menahan bergerak
Rasional : kekuatan otot yang
baik
merupakan
syarat untuk beraktivitas 5) ubah
posisi
secara
dan
dorong
periodic
untuk latihan relaksasi : napas dalam Rasional
:
mencegah
atau menurunkan insiden komplikasi
kulit
pernapasan
(contoh
dekubitus,
atelektasis,
pneumonia). 35
dan :
6) Kolaborasi berikan ROM aktif maupun pasif. Rasional
:
Mencegah
kekuatan sendi 3 Resiko infeksi b.d
Setelah dilakukan tindakan1) Inspeksi
kulit
untuk
keperawatan selama 1 x 60
mengetahui adanya iritasi
menit diharapkan Infeksi
atau robekkan kontinuitas.
tidak terjadi dalam 7 hari
Rasional : Kemerahan, atau
perawatan dengan criteria
abrasi (dapat menimbulkan
hasil :
infeksi tulang).
Mencapai penyembuhan2) Kaji sisi kulit perhatikan keluhan peningkatan nyeri/
luka sesuai waktu
Tidak
tampak
tanda-
rasa terbakar atau adanya
tanda
infeksi
(rubor,
cedera, dan bau tak enak.
kalor,
dolor,
laesa).
identifikasi
Leukosit dalam batas
infeksi
normal
jaringan,
(4,0-10,5)
ribu/ul tidak terjadi
Rasional : Dapat meng-
function
TTV normal TD: 110/80 mmHg N : 64 kali/mnt R : 24 kali/mnt T : 36,5 – 37,5 oC
timbulnya
local/
nekrosis
yang
dapat
meninggal-kan osteomilitis. 3) Observasi
luka
untuk
pembentukan krepitasi,
luka, Perubahan
warna kulit kecoklatan Rasional : tanda perkiraan infeksi gas gangrene. 4) Kaji
tonus
tendon kemampuan berbicara 36
otot, dalam
reflex dan untuk
Rasional : Kekakuan, otot, spasmetonik otot rahang, dan disfagia 5) Kolaborasi : Berikan
obat
sesuai
program medis, contohnya antibiotic IV /tropical Rasional spectrum
:
Antibiotic luas
digunakan profilaktik ditujukan
dapat secara
atau
dapat pada
mikroorganisme khusus.
37
IMPLEMENTASI KEPERAWATAN Nama
: Tn. A
Usia
: 46 tahun
No RM
: 35-42-81
Tanggal Pengkajian
: 23 Januari 2015
NO
TANGGAL
IMPLEMENTASI
TANDA
DX 1.
WAKTU KEPERAWATAN 23 Januari 2015 1) Mengkaji nyeri yang dirasakan klien dengan menanyakan apakah nyeri terasa saat kaki kanan digerakkan atau pada saat diam Hasil : Klien mengatakan lukanya masih terasa nyeri pada saat digerakkan 2) Menanyakan bagaimana nyeri yang terasa apakah seperti ditusuk-tusuk, pegal atau ngilu. Hasil : Karakteristik nyeri klien : P
=
nyeri
bertambah
apabila
klien
menggerakkan kaki kanannya dan nyeri akan berkurang apabila tidak melakukan apa-apa. Q = nyeri yang dirasakan klien seperti ditusuk-tusuk. R = nyeri terpusat pada seluruh area luka post ops. S = skala nyeri 3 (nyeri berat dengan rentang skala nyeri 0 – 5). T = nyeri selalu ada dalam 24 jam Pada siang ataupun malam.
3) Mengukur dan menghitung tanda-tanda vital klien 38
TANGAN
Hasil : Tanda-tanda vital : TD : 120/80 mm Hg R : 24 kali/menit N : 85 kali/menit T : 36,5 oC 4) Mengajarkan teknik relaksasi nafas dalam kepada klien apabila nyeri terasa. Dengan menarik nafas dari hidung dan dihembuskan secara perlahan melalui mulut sambil diikuti klien. Hasil : Klien mau melakukan teknik nafas dalam yang dianjurkan dengan menarik nafas dari hidung dan dihembuskan secara perlahan melalui mulut 5) Menganjurkan klien untuk meminimalkan pergerakan agar kaki kanannya tidak terasa sakit. Hasil : Klien mengatakan nyeri terasa berkurang dengan istirahat diam 6) Kolaborasi memberikan injeksi : ketoralac 1 amp/iv Hasil : klien diberikan obat anti nyeri ( analgetik) 1 amp untuk menghilangkan nyeri 2.
23 januari 2015
1) Membantu klien mengambilkan air minum yang ada diatas meja. Hasil : Klien mengatakan merasa terbantu karena
telah
mengambil
barang
yang
diperlukannya 2) Mengukur skala aktivitas dengan skala 0-4 dengan menanyakan apakah klien mampu 39
beraktifitas tanpa bantuan orang lain. Hasil : Klien mengatakan kalau ingin apa-apa selalu minta tolong kepada istrinya Skala aktivitas klien 2 (memerlukan bantuan orang lain) 3) Menganjurkan
untuk
meletakkan
barang-
barang yang diperlukan di sekitar klien. Hasil : klien mengatakan akan
lebih
memudahkan untuk mengambil sesuatu yang diperlukannya 4) Mengukur skala kekuatan otot dengan skala 05. Dengan meminta klien menggerakkan sendi-sendi yang ada pada tangan dan kaki, secara bergantian. Hasil : Skala kekuatan otot klien 5555 5555 5522 5555 Keterangan : 2 = otot hanya mampu menggerakkan persendian, tetapi kekuatannya tidak dapat melawan gravitasi bumi. 5 = kekuatan otot normal. 5) Mengubah posisi secara periodic dan dorong untuk latihan relaksasi Hasil : klien dibantu oleh keluarga saat 3.
23 januari 2015
menggerakan anggota badan yang sakit 1) Mengukur suhu tubuh klien melalui axial Hasil : T : 36,7 oC 2) Mengkaji
sisi
kulit
perhatikan
keluhan
peningkatan nyeri Hasil : akral teraba hangat, kulit elastis 3) Mengobservasi luka untuk pembentukan luka krepitasi, perubahan warna kulit kecoklatan. 40
Hasil : luka tampak agak kering, panjang luka + 25 cm 4) Mengkaji tanda-tanda infeksi (rubor, kalor, dolor, tumor) pada daerah luka post ops Hasil : Tidak terdapat
tanda-tanda infeksi
(rubor(kemerahan)), tumor (bengkak), kalor (panas),
dolor
(nyeri),
function
laesa
(gangguan fungsi) dan tidak terdapat pus pada luka) 5) Kolaborasi memberikan injeksi Cefotaxim 1 gr/iv, diencerkan dengan aquades 4 ml. Hasil : klien dapat injeksi cefotaxim untuk antibiotik
41
EVALUASI KEPERAWATAN Nama
: Tn. A
Usia
: 46 tahun
No RM
: 35-42-81
Tanggal Pengkajian
: 23 Januari 2015
NO
TANGGAL
DX
WAKTU
EVALUASI
42
TANDA TANGAN
1.
23 januari 2015
S:
Klien mengatakan lukanya masih terasa nyeri, nyerinya akan berkurang bila kaki kanannya tidak digerakkan dan nyeri akan bertambah bila kakinya digerakkan atau disentuh
Karakteristik nyeri klien : P = nyeri bertambah apabila klien menggerakkan kaki kanannya dan nyeri akan berkurang apabila tidak melakukan apa-apa. Q = nyeri yang dirasakan klien seperti ditusuktusuk. R = nyeri terpusat pada seluruh area luka post ops. S = skala nyeri 3 (nyeri berat dengan rentang skala nyeri 0 – 5). T = nyeri selalu ada dalam 24 jam
Pada siang
ataupun malam.
O:
Pada daerah luka terdapat nyeri tekan diarea sekitar luka, skala nyeri 3 (nyeri berat).
Klien tampak berbaring dengan posisi terlentang di tempat tidur
Tampak terdapat luka post op. ORIF di kaki kanan klien pada daerah paha.
Klien tampak meringis kesakitan saat nyeri timbul 43
dan bila daerah luka disentuh.
Tanda-tanda vital : TD : 12080 mm Hg R : 24 kali/menit N : 85 kali/menit T : 36,7 oC
A: Masalah nyeri klien belum teratasi P: Intervensi dilanjutkan di ruang perawatan bedah 1. Kaji status nyeri klien 2. Anjurkan klien untuk meminimalkan aktivitas untuk mengurangi nyeri yang terasa. 3. Anjurkan
alternative
tindakan
kenyamanan
seperti mengubah posisi, teknik napas dalam. 4. Monitor tanda-tanda vital. Kolaborasi : 2.
23 januari 2015
Berika obat analgetik sesuai indikasi. S:
Klien mengatakan apabila ingin sesuatu masih dibantu oleh ibunya
O:
Klien tampak berbaring di tempat tidur.
Skala aktivitas klien 2 (memerlukan bantuan orang lain).
Skala kekuatan otot klien 5555
5555
5522
5555
Keterangan : 2 = otot hanya mampu menggerakkan persendian, tetapi
kekuatannya
tidak
gravitasi bumi. 5
= kekuatan otot normal. 44
dapat
melawan
A: Masalah kerusakan mobilitas fisik klien belum teratasi. P: Intervensi dilanjutkan di ruang perawatan bedah 1. Evaluasi tingkat aktivitas klien. 2. Ukur skala aktivitas dengan skala 0-4. 3. Ukur skala kekuatan otot dengan skala 0-5. 4. Bantu klien dalam memelihara kebersihan diri, memenuhi kebutuhan makan dan minum, berpakaian serta dalam memenuhi kebutuhan eliminasi.
45
3.
23 Januari 2015 S :
Klien mengatakan lukanya masih terasa nyeri.
O:
Tampak terdapat luka post op. ORIF di daerah paha.
Luka sudah dibersihkan, luka tampak agak kering, panjang luka udah dibersihkan, luka tampak agak kering, panjang luka + 25 cm. Tanda-tanda vital : TD : 110/60 mm Hg N : 84 kali/menit R : 20 kali/menit T : 36,7 oC
A: Masalah resiko infeksi klien belum teratasi. P: Intervensi dilanjutkan di ruang perawatan bedah 1. Ukur Suhu tubuh melalui axila. 2. Awasi tanda-tanda vital. 3. Awasi tanda-tanda infeksi pada area luka 4. Amati keadaan drain 5. Amati keadaan luka post ops Kolaborasi : Berikan antibiotic sesuai indikasi.
46
DAFTAR PUSTAKA Mansjoer, A dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta: Media Aesculapius Mansjoer, Arif (et. al). (2000). Kapita Selekta Kedokteran. (edisi 3). Jakarta : Media Aesculapius. Price, Sylvia Anderson. 2006. Patofisiologi: konsep klinis proses-proses penyakit. Edisi 6. Brahm U. Pendit, Penerjemah. Jakarta: EGC Sjamsuhidajat. 2007. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta: Buku Kedokteran EGC. Smeltzer dan Bare. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Volume II. Edisi 8. Agung Waluyo, Penerjemah. Jakarta : EGC
47