LAPORAN PENDAHULUAN PNEUMOTHORAKS DAN HEMOTHORAKS 1. Definisi Pneumothoraks adalah adanya udara dalam rongga pleura. Pneumothorax dapat terjadi secara spontan atau karena trauma (British Thoracic Society 2003).Pneumothorax ialah didapatkannya udara didalam kavum pleura (Hendra Arif, 2000) Pneumothoraks adalah suatu keadaan dimana terdapat udara bebas dalam ruang antar pleura dan merupakan suatu keadaan gawat darurat dalam dunia kedokteran serta harus memperoleh pertolongan secepatnya. Adanyaudara bebas dalam rongga antar pleura menyebabkan kollapsnya paru (Rusmiati dkk, 1999)
Kontusio paru adalah kelainan yang paling sering ditemukan pada golongan potentially lethal chest injury. Kegagalan bernafas dapat timbul perlahan dan berkembang sesuai waktu, tidak langsung terjadi setelah kejadian, sehingga rencana penanganan definitif dapat berubah berdasarkan perubahan waktu. Monitoring harus ketat dan berhati-hati, juga diperlukan evaluasi penderita yang berulang-ulang. Penderita dengan hipoksia bermakna (PaO2 < 65 mmHg atau 8,6 kPa dalam udara ruangan, SaO2 < 90 %) harus dilakukan intubasi dan diberikan bantuan ventilasi pada jam-jam pertama setelah trauma. Kondisi medik yang berhubungan dengan kontusio paru seperti penyakit paru kronis dan gagal ginjal
menambah indikasi untuk melakukan intubasi lebih awal dan ventilasi mekanik pleura (Hendra Arif, 2000). Hemothoraks adalah laserasi paru atau laserasi dari pembuluh darah interkostal atau arteri mamaria internal yang disebabkan oleh trauma tajam atau trauma tumpul. Dislokasi fraktur dari vertebra torakal juga dapat menyebabkan terjadinya hemotoraks pleura (Hendra Arif, 2000).
2. Etiologi dan Patogenesis Normal tekanan negatif pada ruang pleura adalah -10 s/d -12 mmHg. Fungsinya membantu pengembangan paru selama ventilasi. Pada waktu inspirasi tekanan intra pleura lebih negatif dari pada tekanan intra bronchial, maka paru akan berkembang mengikuti dinding thoraks sehingga udara dari luar dimana tekanannya nol (0) akan masuk bronchus sampai ke alveoli. Pada waktu ekspirasi dinding dada menekan rongga dada sehingga tekanan intra pleura akan lebih tinggi dari tekanan di alveolus ataupun di bronchus sehingga
udara
ditekan
keluar
melalui
bronchus.
Tekanan intra bronchial meningkat apabila ada tahanan jalan napas. Tekanan intra bronchial akan lebih meningkat lagi pada waktu batuk,bersin, atau mengejan, pada keadaan ini glottis tertutup. Apabila di bagian perifer dari bronchus atau alveolus ada bagian yang lemah maka akan pecah atau terobek.. Pneumotoraks terjadi disebabkan adanya kebocoran dibagian paru yang berisi udara melalui robekan atau pecahnya pleura. Robekan ini akan berhubungan dengan bronchus. Pelebaran dari alveoli dan pecahnya septa-septa alveoli yang kemudian membentuk suatu bula di dekat suatu daerah proses non spesifik atau granulomatous fibrosis adalah salah satu sebab yang sering terjadi pneumotoraks, dimana bula tersebut berhubungan dengan adanya obstruksi emfisema. Penyebab tersering adalah valve mekanisme di distal dari bronchial yang ada keradangan atau jaringan parut. Secara singkat penyebab terjadinya pneumotorak menurut pendapat “MACKLIN“ adalah sebagai berikut : Alveoli disanggah oleh kapiler yang lemah dan mudah robek, udara masuk ke arah jaringan peribronchovaskuler apabila alveoli itu menjadi lebar dan tekanan didalam alveoli meningkat.
Apabila gerakan napas yang kuat, infeksi, dan obstruksi endobronchial merupakan fakltor presipitasi yang memudahkan terjadinya robekan. Selanjutnya udara yang terbebas dari alveoli dapat menggoyakan jaringan fibrosis di peribronchovaskuler kearah hilus, masuk mediastinum dan menyebabkan pneumotoraks atau pneumomediastinum.
3. Klasifikasi Pneumotoraks dapat dibagi berdasarkan atas beberapa hal, yaitu : 1. Berdasarkan kejadian. 2. Berdasarkan lokalisasi. 3. Berdasarkan tingkat kolaps jaringan paru. 4. Berdasarkan jenis fistel. Berdasarkan kejadian a) Pneumotoraks spontan primer Pneumotoraks yang ditemukan pada penderita yang sebelumnya tidak menunjukkan tanda-tanda sakit. b) Pneumotoraks spontan sekunder Pneumotoraks yang ditemukan pada penderita yang sebelumnya telah menderita penyakit, mungkin merupakan komplikasi dari pneumonia, abses paru, tuberkulosis paru, asma kistafibrosis dan karsinoma bronkus. c) Pneumotoraks traumatika Pneumotoraks yang timbul disebabkan robeknya pleura viseralis maupun pleura parietalis sebagai akibat dari trauma. d) Pneumotoraks artifisialis Pneumotoraks yang sengaja dibuat dengan memasukkan udara ke dalam rongga pleura, dengan demikian jaringan paru menjadi kolaps sehingga dapat beristirahat. Pada zaman dulu pneumotoraks artifisialis sering dikerjakan untuk terapi tuberkulosis paru.
Berdasarkan Lokalisasi (a) Pneumotoraks parietalis (b) Pneumotoraks mediastinalis (c) Pneumotoraks basalis Berdasarkan tingkat kolapsnya jaringan paru A. Pneumotoraks totalis, apabila seluruh jaringan paru dari satu hemitoraks mengalami kolaps. B. Pneumotoraks parsialis: Apabila jaringan paru yang kolaps hanya sebagian. Derajat kolaps paru pada pneumothorak totalis dapat dinyatakan dalam persen dengan rumus sebagai berikut: Rumus mengukur volumenya : (A x B) – (a x b) X 100% (A x B)
Berdasarkan jenis vistel (a) Pneumotoraks ventil Di mana fistelnya berfungsi sebagai ventil sehingga udara dapat masuk kedalam rongga pleura tetapi tidak dapat ke luar kembali. Akibatnya tekanan udara di dalam rongga pleura makin lama makin tinggi dan dapat mendorong mediastinum ke arah kontra lateral. (b) Pneumotoraks terbuka Di mana fistelnya terbuka sehingga rongga pleura mempunyai hubungan terbuka dengan bronkus atau dengan dunia luar; tekanan di dalam rongga pleura sama dengan tekanan di udara bebas. (c) Pneumotoraks tertutup Di mana fistelnya tertutup udara di dalam rongga pleura, terkurung, dan biasanya akan diresobsi spontan. Pembagian pneumotoraks berdasarkan jenis fistelnya ini sewaktu-waktu dapat berubah. Pneumotoraks tertutup sewaktu-waktu dapat berubah menjadi pneumotoraks terbuka, dan dapat pula berubah menjadi pneumotoraks ventil. 4. Manifestasi Klinik Pneumo toraks Tertutup
Tanda dan gejala
Intervensi
Pneumotoraks yang kecil atau terjadiObservasi, rawat jalan lambat, tidak menimbulkan gejala Pneumotoraks yang luas dan cepat Kolaborasi dengan tim medis: menimbulkan:
Pemberian oksigen
Nyeri tajam saat ekspirasi
Tindakan kontraventil dengan
Peningkatan frekuensi napas
aspirasi
Produksi keringat berlebihan
pleura
Penurunan tekanan darah
Pemasangan WSD
udara
dari
rongga
Takikardi Inspeksi
dan
palpasi:
penurunan
sampai hilangnya pergerakan dada pada sisi yang sakit Perkusi: hiperresonan pada sisi yang sakit Auskultasi:
penurunan
sampai
hilangnya suara napas pada sisi yang Spontan
sakit Napas pendek dan timbul secara tiba-Apabila tiba tanpa ada trauma dari luar paru
dengan
penatalaksanaan WSD
dipertimbangkan Tension
gagal, untuk
dilakukan reseksi paru Inspeksi: sesak napas berat, penurunanTindakan kontraventil sampai
hilangnya
pergerakan
dadaPenutupan luka yang terbuka
pada sisi yang sakit
Pemasangan WSD
Palpasi: pendorongan trakea dari garis tengah menjauhi sisi yang sakit dan distensi vena jugularis Auskultasi: penurunan sampai hilangnya Terbuka
suara napas pada sisi yang sakit Inspeksi: sesak napas berat, terlihatTindakan kontraventil adanya
luka
terbuka
dan
suaraPenutupan luka yang terbuka
mengisap ditempat luka saat ekspirasi Palpasi: pendorongan trakea dari garis tengah menjauhi sisi yang sakit Perkusi: hiperresonan pada sisi yang sakit Auskultasi: penurunan sampai hilangnya suara napas pada sisi yang sakit
5. Pemeriksaan Penunjang
Pemasangan WSD
A. Pemeriksaan penunjang yang paling utama pada Pneumotoraks adalah foto toraks. Bagian pneumotoraks akan tampak hitam, rata dan paru yang kolaps akan tampak garis yang merupakan tepi paru. Kadang-kadang paru akan kolaps tidak membentuk garis, akan tetapi berbentuk lobuler yang sesuai dengan lobus paru. Adakalanya rongga ini sangat sempit sehingga hampir tidak tampak seperti massa yang berada di daerah hilus. Keadaan ini menunjukkan kolaps yang luas sekali. Besar kolaps paru tidak berkaitan dengan berat ringan sesak nafas yang dikeluhkan. Perlu diamati ada tidaknya pendorongan. Apabila ada pandorongan jantung atau trakea ke arah paru yang sehat, kemungkinan besar telah terjadi pneumotoraks ventil dengan tekanan intrapleura yang tinggi. selain itu dapat diketahui jika adanya penyakit paru lain seperti asama , Tuberculosis sehingga dapat diketahui kemungkinan terjadinya Pneumotoraks karena komplikasi penyakit tersebut. B. Analisa Gas darah Analisa gas darah juga penting dilakukan pada kasus Pneumotoraks dalam pemeriksaan ini dapat diketahui tekanan fungsi O2 dan CO2 dalam darah bervariasi tergantung pada tingkatan tekanan fungsi paru perubahan mekanisme pernafasan dan kemampuan untuk kompensasi pada kasus Pneumotoraks PaO2 biasanya menurun
6. Komplikasi Pada Pneumotoraks yang tidak segera ditangani akan mengakibatkan : a. Tension Pneumotoraks Komplikasi ini terjadi karena tekanan dalam rongga pleura meningkat sehingga paru mengempis lebih hebat, mediastinum tergeser kesisi lain dan mempengaruhi aliran darah vena keatrium kanan. b. Pio Pneumotoraks Pio Pneumotoraks berarti Pneumotoraks yang
disertai empiema secara
bersamaan pada sisi paru. Infeksinya berasal dari mikroorganisme yang membentuk gas atau dari robekan septik jaringan paru atau esofagus kearah rongga pleura, kebanyakan berasal dari robekan abses sub pleural dan sering membuat fistula broncopleura. Jenis kuman yang sering terdapat adalah Stappylococcus, Pseudomonnas, Mycobacterium Tuberculosis. c. Hidropneumotoraks, Hemopneumotoraks
Pada kasus Pneumotoraks ditemukan juga sedikit cairan dalam pleuranya, cairan biasanya bersifat serosa atau kemerahan (berdarah) Hidrotoraks timbul dengan cepat setelah terjadinya Pneumotoraks pada kasus – kausus trauma / perdarahan intrapleural. d. Pneumotoraks mediastinum Adanya Pneumotoraks mediastinum dapat ditemukan dengan pemeriksaan foto dada. Kelainan ini dimuali dari robekannya alveoli ke dalam jaringan interstisium paru dan kemudian diikuti oleh pergerakan udara yang progresif kearah mediastinum (menimbulkan Pneumomediastinum ) Pneumomediastinum jarang menunjukan kelainan klinis, walaupun secara potensi dapat menyebabkan tamponade saluran darah besar. e. Pneumotoraks stimultan bilateral Pneumotoraks yang terjadi pada kedua paru secara serentak, keadaan ini timbul secara serentak dan sebagai kelanjutan pneumomediastinum yang secara sekunder berasal dari efisien jaringan interstitial paru.
f. Pneumotoraks kronik Pneumotoraks dinyatakan kronik bila tetap ada pada waktu lebih dari 3 bulan. Pneumotoraks kronik ini terjadi bila fistula bronko pleura tetap membuka dikarenakan adanya perlengkapan pleura yang menyebabkan robekan paru tetap terbuka. 7. Penatalaksanaan Penatalaksanaan pneumotoraks tergantung pada jenis pneumotoraks yang dialami, derajat kolaps, berat ringannya gejala, penyakit dasar dan penyulit yang terjadi saat pelaksanaan pengobatan yang meliputi : 1.
Tindakan dekompresi
Membuat hubungan antara rongga pleura dengan lingkungan luar dengan cara: a. Menusukkan jarum melalui dinding dada hingga masuk ke rongga pleura, dengan demikian tekanan udara yang positif di rongga pleura akan berubah menjadi negatif. Hal ini disebabkan karena udara keluar melalui jarum tersebut. Cara lainnya adalah melakukan penusukkan jarum ke rongga pleura melalui tranfusion set. b.
Membuat hubungan dengan udara luar melalui kontraventil
Menggunakan pipa Water Sealed Drainage (WSD).
Pipa khusus (kateter thoraks) steril, dimasukkan ke rongga pleura dengan perantara trokar atau dengan bantuan klem penjepit (pen) pemasukan pipa plastic (kateter thoraks) dapat juga dilakukan melalui celah yang telah dibuat dengan bantuan insisi kulit dari sela iga ke-4 pada garis axial tengah atau garis axial belakang. Selain itu, dapat pula melalui sela iga ke-2 dari garis klavikula tengah. Selanjutnya, ujung selang plastik di dada dan pipa kaca WSD dihubungkan melelui pipa plastik lainnya. Posisi ujung pipa kaca yang berada di botol sebaiknya berada 2 cm di bawah permukaan air supaya gelembung udara dapat dengan mudah keluar melalui perbedaan tekanan tersebut.
Pengisapan kontinu (continous suction). Pengisapan dilakukan secara kontinu apabila tekanan intrapleura tetap positif. Pengisapan ini dilakukan dengan cara memberi tekanan negatif sebesar 10-20 cm H2O. Tujuannya adalah agar paru cepat mengembang dan segera terjadi perlekatan antara pleura viseralis dan pleura parietalis.
Pencabutan drain Apabila paru telah mengembang maksimal dan tekana intrapleura sudah negatif kembali, drain dapat dicabut. Sebelum dicabut, drain ditutup dengan cara dijepit atau ditekuk selama 24 jam. Apabila paru tetap mengembang penuh, drain dapat dicabut. Perawatan WSD dan pedoman latihanya : a. Mencegah infeksi di bagian masuknya slang. Mendeteksi di bagian dimana masuknya slang, dan pengganti verband 2 hari sekali, dan perlu diperhatikan agar kain kassa yang menutup bagian masuknya slang dan tube tidak boleh dikotori waktu menyeka tubuh pasien. b. Mengurangi rasa sakit dibagian masuknya slang. Untuk rasa sakit yang hebat akan diberi analgetik oleh dokter. c. Dalam perawatan yang harus diperhatikan : -
Penetapan slang. Slang diatur se-nyaman mungkin, sehingga slang yang dimasukkan tidak terganggu dengan bergeraknya pasien, sehingga rasa sakit di bagian masuknya slang dapat dikurangi.
-
Pergantian posisi badan. Usahakan agar pasien dapat merasa enak dengan memasang bantal kecil dibelakang, atau memberi tahanan pada slang, melakukan pernapasan perut, merubah posisi tubuh sambil mengangkat badan, atau menaruh bantal di bawah lengan atas yang cedera.
d. Mendorong berkembangnya paru-paru. • Dengan WSD/Bullow drainage diharapkan paru mengembang.
• Latihan napas dalam. • Latihan batuk yang efisien : batuk dengan posisi duduk, jangan batuk waktu slang diklem. • Kontrol dengan pemeriksaan fisik dan radiologi.
e. Perhatikan keadaan dan banyaknya cairan suction. Perdarahan dalam 24 jam setelah operasi umumnya 500 - 800 cc. Jika perdarahan dalam 1 jam melebihi 3 cc/kg/jam, harus dilakukan torakotomi. Jika banyaknya hisapan bertambah/berkurang, perhatikan juga secara bersamaan keadaan pernapasan. f. Suction harus berjalan efektif : Perhatikan setiap 15 - 20 menit selama 1 - 2 jam setelah operasi dan setiap 1 - 2 jam selama 24 jam setelah operasi. •
Perhatikan banyaknya cairan, keadaan cairan, keluhan pasien, warna muka, keadaan pernapasan, denyut nadi, tekanan darah.
•
Perlu sering dicek, apakah tekanan negative tetap sesuai petunjuk jika suction kurang baik, coba merubah posisi pasien dari terlentang, ke 1/2 terlentang atau 1/2 duduk ke posisi miring bagian operasi di bawah atau di cari penyababnya misal : slang tersumbat oleh gangguan darah, slang bengkok atau alat rusak, atau lubang slang tertutup oleh karena perlekatanan di dinding paru-paru.
g. Perawatan "slang" dan botol WSD/ Bullow drainage. 1) Cairan dalam botol WSD diganti setiap hari , diukur berapa cairan yang keluar kalau ada dicatat. 2) Setiap hendak mengganti botol dicatat pertambahan cairan dan adanya gelembung udara yang keluar dari bullow drainage. 3) Penggantian botol harus "tertutup" untuk mencegah udara masuk yaitu meng"klem" slang pada dua tempat dengan kocher. 4) Setiap penggantian botol/slang harus memperhatikan sterilitas botol dan slang harus tetap steril. 5) Penggantian harus juga memperhatikan keselamatan kerja diri-sendiri, dengan memakai sarung tangan. 6) Cegah bahaya yang menggangu tekanan negatip dalam rongga dada, misal : slang terlepas, botol terjatuh karena kesalahan dll. h. Dinyatakan berhasil, bila :
a. Paru sudah mengembang penuh pada pemeriksaan fisik dan radiologi. b. Darah cairan tidak keluar dari WSD / Bullow drainage. c. Tidak ada pus dari selang WSD. c. Tindakan bedah Pembukaan dinding thoraks dengan cara operasi, maka dapat dicari lubang yang menyebabkan terjadinya pneumothoraks, lalu lubang tersebut dijahit, Pada pembedahan, jika dijumpai adanya penebalan pleura yang menyebabkan paru tidak dapat mengembang, maka dapat dilakukan pengelupasan atau dekortikasi .Pembedahan paru kembali bila ada bagian paru yang mengalami robekan atau bila ada fistel dari paru yang rusak, sehingga paru tersebut tidak berfungsi dan tidak dapat dipertahankan kembali. 2.
Penatalaksanaan Tambahan 1) Apabila terdapat proses lain di paru, pengobatan tambahan ditujukan terhadap penyebabnya, yaitu:
·
Terhadap proses TB paru, diberi OAT Untuk mencegah obstipasi dan memperlancar dekekasi, penderita dibei obat
laksatif ringan, dengan tujuan agar saat defekasi, penderita tidak perlu mengejan terlalu keras. 2) Istirahat total ·
Klien dilarang melakukan kerja keras (mengangkat barang), batuk, bersin terlalu
keras dan mengejan. 8. Pengkajian Keperawatan 1.
Anamnesis a
Identitas klien
b
Keluhan utama Sesak napas, nyeri disisi dada yang sakit
c
Riwayat Penyakit Sekarang Keluhan sesak napas sering kali datang mendadak dan semakin lama semakin berat. Nyeri da dirasakan pada sisi yang sakit, rasa berat, tertekan dan terasa lebih nyeri pada gerakan pernapasan. Perlu dikaji apakah ada riwayat trauma tajam/tumpul yang mengenai rongga dada (tertembus peluru, tertusuk benda tajam, KLL, dll)
d
Riwayat Penyakit Dahulu
Apakah klien pernah menderita TB paru dimana sering terjadi pada pneumotoraks spontan. e
Riwayat Penyakit Keluarga Apakah ada anggota keluarga yang menderita penyakit yang mungkin menyebabkan pneumotoraks seperti kanker paru, asma, TB paru, dll.
f
Psikososial Meliputi perasaan klien terhadap penyakitnya, bagaimana cara mengatasinya serta bagaimana prilaku klien pada tindakan yang akan dilakukan terhadap dirinya.
2.
Pemeriksaan Fisik 1. Keadaan umum: lemah, gelisah, penurunan kesadaran. 2. Tanda-tanda vital: • TD: hipotensi/hipertensi • Nadi: bradikardi/takikardi • Pernafasan: takipnea 3. Sistem pernafasan: Inspeksi Peningkatan usaha dan frekuensi pernapasan serta penggunaan otot bantu pernapasan. Gerakan pernapasan ekspansi dada yang asimetris (pergerakan dada tertinggal pada sisi yang sakit), iga melebar, rongga dada asimetris (lebih cembung disisi yang sakit). Pengkajian batuk yang produktif dengan sputum yang purulen. Trakhea dan jantung terdorong ke sisi yang sehat. Palpasi Taktil fremitus menurun disisi yang sakit. Disamping itu, pada palpasi juga ditemukan pergerakan dinding dada yang tertinggal pada dada yang sakit. Pada sisi yang sakit, ruang antar –iga bisa saja normal atau melebar. Perkusi Suara ketuk pada sisi yang sakit hipersonor sampai timpani. Batas jantung terdorong ke arah thoraks yang sehat apabila tekanan intrapleura tinggi. Auskultasi Suara napas menurun sampai menghilang pada sisi yang sakit. 4. Sirkulasi Tanda: • Takikardi • Frekuensi tak teratur/disritmia
• Irama jantung gallop • Tanda Homman (bunyi renyah sehubungan dengan denyutan jantung, menunjukkan udara dalam mediastinum) • TD: hipertensi/hipotensi 5. Kulit: pucat, sianosis, berkeringat 6. Sistem saraf: Penurunan sensasi raba. Terjadi hipoksia di mana tekanan O2 < 70 mmHg dan saturasi O2 < 90%. pH darah kurang 7,32, tekanan CO2 < 36 mmHg menyebabkan sistem saraf sentral terganggu akibat salah satunya terjadi penurunan sensasi raba. 7. Stress fisik aura/psikologis: Stress fisik aura/psikologis terjadi sehubungan dengan gangguan sistem saraf sentral pada hipoksia. 8. Abdomen: ekspirasi abdominal kuat. 9. Pola eliminasi: penurunan ekstensi urine Syok lanjut yang disebabkan oleh hipoksemia menyebabkan penurunan curah jantung sehingga perfusi ke jaringan berkurang yang dimanifestasikan dengan penurunan keluaran urine.
9. Diagnosa Keperawatan 1. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan penurunan kemampuan ekspansi paru dan kerusakan membran alveolar kapiler. 2. Ketidakefektifan pola pernapasan berhubungan dengan menurunnya ekspansi paru sekunder terhadap peningkatan tekanan dalam rongga pleura. 3. Bersihan jalan tidak efektif berhubungan dengan penurunan adanya akumulasi secret jalan napas. 4. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan port de entrée akibat luka penusukan tindakan WSD. 5. Kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan adanya luka pasca pemasangan WDS. 6. Resiko tinggi trauma berhubungan dengan pemasangan WSD. 10. Tujuan dan Intervensi Keperawatan
1. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan penurunan kemampuan ekspansi paru dan kerusakan membran alveolar kapiler. Tujuan: dalam waktu 3 x 24 jam setelah diberikan intervensi pertukaran gas pernapasan klien kembali optimal. Kriteria hasil: Mendemonstrasikan
peningkatan
ventilasi
dan
oksigenasi
yang
adekuat Memelihara kebersihan paru paru dan bebas dari tanda tanda distress pernafasan Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas yang bersih, tidak ada sianosis dan dyspneu (mampu mengeluarkan sputum, mampu bernafas dengan mudah, tidak ada pursed lips) Tanda tanda vital dalam rentang normal AGD dalam batas normal Status neurologis dalam batas normal Intervensi Rasional Berikan pengertian tentang WSD yang obstruksi akan selalu prosedur
tindakan
WSD, terkontrol karena klien dan keluarga
kelancaran dan akibatnya. Periksa WSD lokasi insersi, selang
kooperatif. Adanya kloting merupakan tanda
drainage dan botol.
penyumbatan WSD yang berakibat paru kolaps.
Observasi tanda – tanda vital
Hipertemi, merupakan
takikardi, tanda-tanda
takipnea ketidak-
Observasi analisa blood gas.
optimalan fungsi paru. Ketidaknormalan AGD menunjukan
Kaji karakteristik suara pernapasan,
adanya gangguan pernapasan. Adanya ronchi, rales dan sianosis
sianosis terutama selama fase akut
merupakan
tanda
–tanda
ketidakefektifan fungsi pernapasan
2. Ketidakefektifan
pola
pernapasan
berhubungan
dengan
menurunnya ekspansi paru sekunder terhadap peningkatan tekanan dalam rongga pleura. Tujuan: dalam waktu 3 x 24 jam setelah diberikan intervensi pertukaran pola pernapasan klien kembali optimal. Kriteria hasil:
Irama, frekuensi, dan kedalaman pernapasan dalam batas normal Pada pemeriksaan rontgen thoraks terlihat adanya pengembangan paru Bunyi napas terdengar jelas Intervensi Rasional Identifikasi faktor penyebab kolaps Memahami penyebab dari kolaps spontan, trauma keganasan, infeksi paru komplikasi mekanik pernapasan.
sangat
penting
untuk
WSD
pada
mempersiapka
pneumothoraks dan menentukan untuk intervensi lainnya. Kaji kualitas Irama, frekuensi, dan Mengetahui sejauh
mana
kedalaman pernapasan, laporkan perubahan kondisi klien. setiap perubahan yang terjadi. Observasi tanda – tanda vital
Hipertemi, merupakan
takikardi,
takipnea
tanda-tanda
ketidak-
Baringkan klien dalam posisi yang
optimalan fungsi paru. Penurunan diafragma memperluas
nyaman atau dalam posisi duduk.
daerah dada sehingga ekspansi
paru bisa maksimal. lakukan auskultasi suara napas Auskultasi dapat setiap 2-4 jam.
menentukan
kelainan suara napas pada bagian paru.
Kemungkinan
berkurangnya
akibat
atau
dari tidak
berfungsinya lobus, segmen, dan salah satu dari paru. Pada daerah kolaps paru suara pernapasan tidak terdengar tetapi bila hanya sebagian yang kolaps suara
pernapasan
tidak
begitu
terdengar jelas. Hal tersebut dapat menentukan fungsi paru yang baik dan ada tidaknya atelektasis. Bantu dan ajarkan klien untuk batuk Menekan daerah yang nyeri ketika dan napas dalam yang efektif.
batuk
atau
napas
dalam.
Penekanan otot-otot dada serta abdomen
membuat
batuk
lebih
efektif. Kolaborasi untuk tindakan dekom Memungkinkan udara keluar dari -pensasi
dengan
pemasangan rongga
pleura
dan
WSD.
mempertahankan agar paru tetap mengembang
dengan
jalan
mempertahankan tekanan negative pada intrapleura.
3. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan port de entrée akibat luka penusukan tindakan WSD. Tujuan: Selama intervensi klien bebas dari infeksi pada lokasi insersi selama pemasangan WSD Kriteria hasil: Bebas dari tanda–tanda infeksi : tidak ada kemerahan, purulent, panas, dan nyeri yang meningkat serta fungsiolisa. Tanda – tanda vital dalam batas normal. Intervensi Rasional Berikan pengertian dan motivasi Perawatan mandiri seperti menjaga tentang perawatan WSD luka dari hal yang septic tercipta bila klien memiliki pengertian yang optimal Kaji tanda – tanda infeksi
Hipertemi, kemerahan, purulent, menunjukan indikasi infeksi.
Monitor leukosit dan LED
Leukositosis dan LED yang meningkat menunjukan indikasi infeksi. Mempertahankan status nutrisi serta mendukung system immune
Dorongan untuk nutrisi yang optimal Berikan perawatan luka dengan teknik aseptic dan anti septic
Perawatan luka yang tidak benar akan menimbulkan pertumbuhan mikroorganisme
Bila perlu berikan antibiotik sesuai advis.
Mencegah atau membunuh pertumbuhan mikroorganisme
4. Resiko
tinggi
trauma
pernapasan
berhubungan
dengan
pemasangan WSD. Tujuan: dalam waktu 3 x 24 jam setelah diberikan intervensi resiko trauma pernapasan tidak terjadi. Kriteria hasil: Irama, frekuensi, dan kedalaman pernapasan dalam batas normal Pada pemeriksaan rontgen thoraks terlihat adanya pengembangan
paru Bunyi napas terdengar jelas Intervensi Rasional Kaji kualitas Irama, frekuensi, dan Mengetahui sejauh kedalaman pernapasan, laporkan perubahan kondisi klien. setiap perubahan yang terjadi.
mana
Observasi tanda – tanda vital
Hipertemi, takikardi, takipnea merupakan tanda-tanda ketidakoptimalan fungsi paru.
Baringkan klien dalam posisi yang nyaman atau dalam posisi duduk.
Penurunan diafragma memperluas daerah dada sehingga ekspansi paru bisa maksimal.
Perhatikan undulasi pada selang Undulasi (pergerakan cairan WSD. diselang dan adanya gelembung udara yang keluar dari air dalam botol WSD) merupakan indicator bahwa drainase selang dalam keadaan optimal. Bila undulasi tidak ada, ini mempunyai makna yang sangat penting karena beberapa kondisi dapat terjadi, antara lain: •
Motor suction tidak berjalan
•
Selang terlipat
•
Paru telah mengembang
tersumbat
atau
Oleh karena itu, perawat harus yakin apa yang menjadi penyebab segera periksa kondisi sistem drainase, dan amati tanda-tanda kesulitan bernapas. Anjurkan klien untuk memegang Menghindari tarikan spontan pada selang apabila akan mengubah selang yang mempunyai resiko posisi tercabutnya selang dari rongga dada Beri tanda pada batas cairan setiap hari, catat tanggal, dan waktu.
Tanda atau batas pada botol dapat menjadi indicator dan bahan monitor terhadap keadaan darinase WSD.
Botol WSD harus rendah dari tubuh
selalu
lebih Gravitasi, udara dan cairan mengalir dari tekanan yang lebih tinggi ke tekanan yang rendah
Beri penjelasan pada klien tentang Meningkatkan sikap kooperatif klien perawatan WSD dan mengurangi resiko trauma pernapasan Bantu dan ajarkan klien untuk Menekan daerah yang nyeri ketika melakukan batuk dan nafas dalam batuk atau napas dalam. efektif Penekanan otot-otot dada serta abdomen membuat batuk lebih efektif.
11. Referensi Brunner and Suddarth, ( 2001 ). Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8. Volume 2. Jakarta : EGC. Price, Sylvia Anderson ( 2005 ). Patofisiologi Konsep Klinis Proses – Proses Penyakit. Edisi 6. jilid 2 Jakarta : EGC. Hudak&Gallo, 2005. Keperawatan Kritis. Jakarta: EGC Muttaqin, A. 2008. Asuhan Keperawatan dengan Gangguan Pernapasan. Jakarta: Salemba Medika Amirullah, R. 1998. Penatalaksanaan Pneumotoraks di Dalam Praktek. Jakarta: Cermin Dunia Kedokteran NANDA International. 2009. Nursing Diagnoses: Definition and Classification 20092011. Wiley-Blackwell Doengoes, Marilynn. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta: EGC