BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Seiring dengan makin pesatnya pembangunan di berbagai bidang timbullah berbagai masalah lingkungan yang perlu ditangani secara serius yaitu diantaranya masalah peningkatan polusi udara yang banyak membawa dampak terhadap status kesehatan masyarakat. Peningkatan polusi udara ini menyebabkan banyak warga masyarakat yang dekat dengan sumber polusi tersebut
rentan
menderita
penyakit
saluran
pernapasan
baik
yang
menyebabkan timbulnya infeksi maupun yang menyebabkan iritasi terhadap saluran pernapasan. Di Indonesia dan sejumlah negara yang sedang dan belum berkembang, infeksi masih merupakan masalah kesehatan masyarakat utama. Diantara penyakit infeksi maka yang paling sering menyebabkan kematian adalah infeksi saluran pernapasan (Barbara Engram, 2005).
Salah satu penyakit pernapasan adalah Pneumotoraks, yang biasa disebabkan oleh
infeksi
saluran
pernapasan
ataupun
akibat
trauma.
Penyakit
Pneumotoraks mempunyai pengaruh yang kuat dalam hal fisik, sosial maupun ekonomis (Price & Lorraine, 2003).
Pneumotoraks adalah keadaan terdapatnya udara atau gas lain dalam kantung pleura. Kelainan ini dapat terjadi pada dewasa muda yang tampak sehat. Pneumotoraks sekunder terjadi pada ruptur semua lesi paru yang terletak dekat permukaan pleura sehingga udara inspirasi memperoleh akses ke rongga pleura. Lesi pleura ini dapat terjadi pada emfisema, abses paru, tuberculosis, karsinoma, dan banyak proses lainnya. Alat bantu ventilasi mekanisme dengan 1
2
tekanan tinggi juga dapat menyebabkan pneumotoraks sekunder (Price & Lorraine, 2003).
Salah satu tindakan untuk pengobatan pneumothoraks yaitu dengan tindakan Water Seal Drainage (WSD) yang bertujuan untuk mengeluarkan udara yang terdapat
dalam
rongga
pleura. WSD merupakan tindakan
invasive yang dilakukan untuk mengeluarkan udara, cairan (darah,pus) dari rongga pleura, rongga thorax; dan mediastinum dengan menggunakan pipa penghubung untuk mempertahankan tekanan negatif rongga tersebut. Dalam keadaan normal rongga pleura memiliki tekanan negatif dan hanya terisi sedikit cairan pleura / lubricant (Somantri, 2007).
Pneumotorak lebih sering terjadi pada penderita dewasa yang berumur sekitar 40 tahun. Laki-laki lebih sering dari pada wanita. Pneumothorak lebih sering dijumpai pada musim penyakit batuk. Perkiraan tahunan angka kejadian pneumotorak spontan primer adalah antara 7,4 dan 18 kasus per 100.000 populasi pada laki-laki dan antara 1,2 dan 6 kasus per 100.000 populasi pada wanita. Pneumotoraks terjadi terbanyak pada postur tinggi, laki-laki muda kurus dibanding usia 30 tahun (Somantri, 2007).
Insidensi tahunan untuk pneumothoraks primer adalah 18-28/100000 populasi untuk laki-laki dan 1.2-6/100000 populasi untuk perempuan. Sedangkan insiden tahunan untuk pneumothoraks sekunder adalah 6.3/100000 populasi untuk laki-laki dan 2.0/100000 populasi untuk perempuan. Angka perawatan rumah sakit untuk kedua jenis pneumothoraks ini dilaporkan sebanyak 5.9/100000 orang per tahun untuk perempuan dan 16.7/100000 orang per tahun untuk laki-laki. Sedangkan angka kematian pada tahun 1991 dan 1995
3
mencapai 0.62/juta orang per tahun untuk wanita dan 1.26/juta orang per tahun untuk laki-laki (WHO & Canadian Lung Association, 2009).
Kata penumothoraks pertama kali digunakan pada tahun 1803 oleh seorang murid
Laennec
yang
bernama
Itard.
Laennec
sendiri
kemudian
menggambarkan gambaran klinis dari pneumothoraks pada tahun 1819. Ia menunjukkan bahwa hampir semua pneumothorkas disebabkan oleh tuberculosis paru, walaupun ia menyadari pneumothoraks dapat terjadi pada orang
sehat
yang
kemudian
dinamakan
pneumothoraks
sederhana.
Pneumothoraks primer pertama dikenalkan oleh Kjaergard pada tahun 1932 yang kemudian menjadi masalah global. pneumothoraks primer ini lebih banyak ditemukan pada orang berusia muda sedangkan pneumothoraks sekunder lebih sering ditemukan pada orang berusia tua dengan usia puncak >55 tahun. Insidensi tahunan untuk pneumothoraks primer adalah 1828/100000 populasi untuk laki-laki dan 1.2-6/100000 populasi untuk perempuan. Sedangkan insiden tahunan untuk pneumothoraks sekunder adalah 6.3/100000 populasi untuk laki-laki dan 2.0/100000 populasi untuk perempuan. Angka perawatan rumah sakit untuk kedua jenis pneumothoraks ini dilaporkan sebanyak 5.9/100000 orang per tahun untuk perempuan dan 16.7/100000 orang per tahun untuk laki-laki. Sedangkan angka kematian pada tahun 1991 dan 1995 mencapai 0.62/juta orang per tahun untuk wanita dan 1.26/juta orang per tahun untuk laki-laki (WHO & Canadian Lung Association, 2009).
Kejadian pneumotoraks pada umumnya sulit ditentukan karena banyak kasuskasus yang tidak didiagnosis sebagai pneumotoraks karena berbagai sebab. Johnston & Dovnarsky memperkirakan kejadian pneumotoraks berkisar antara 2,4-17,8 per 100.000 per tahun. Beberapa karakteristik pada pneumotoraks antara lain: laki-laki lebih sering daripada wanita (4: 1); paling sering pada
4
usia 20–30 tahun Pneumotoraks spontan yang timbul pada umur lebih dan 40 tahun sering disebabkan oleh adanya bronkitis kronik dan empisema. Lebih sering pada orang orang dengan bentuk tubuh kurus dan tinggi (astenikus) terutama pada mereka yang mempunyai kebiasaan merokok (Hood Alsagaff, 2010).
Pneumotoraks lebih sering ditemukan pada hemitoraks kanan daripada hemitoraks
kiri.
Pneumotoraks
bilateral
kira-kira
2%
dari
seluruh
pneumotoraks spontan. Insiden dan prevalensi pneumotoraks ventil 3 — 5% dari pneumotoraks spontan. Kemungkinan berulangnya pneumotoraks menurut James dan Studdy 20% untuk kedua kali,dan 50% untuk yang ketiga kali (Hood Alsagaff, 2010).
Peningkatan angka kejadian kasus pneumotoraks berdasarkan penelitian setiap tahunnya, belum dapat dijelaskan dengan pasti. Habitus seseorang mempengaruhi kecenderungan dirinya untuk menderita pneumotoraks spontan. Seseorang dengan habitus tinggi dan kurus cenderung lebih mudah menderita pneumotorak spontan, lebih tepatnya pneumotoraks spontan primer. Selain itu, peningkatan angka kejadian ini mungkin berhubungan dengan polusi udara perubahan tekanan atmosfir, rokok, peningkatan luas tubuh yang cepat, terutama pada keadaan ketidakseimbangan antara penambahan berat dengan tinggi tubuh, dan belakangan ini dikatakan juga dipengaruhi oleh genetik. Di Indonesia pada Instalasi Gawat Darurat ( IGD) Persahabatan Jakarta pada tahun 2007-2008 didapat 253 penderita pneumotoraks dan angka ini merupakan 5,5 % kunjungan dari seluruh kasus respirasi yang datang. Insiden pneumotoraks berulang setelah pneumotoraks spontan pertama sangat bervariasi. Angka estimasi terjadinya pneumotoraks berulang pada PSP adalah 28 % ( 20 %- 60 %), dan pada PSS adalah 43 % ( 49% -47 %), setelah observasi 5 tahun dan terutama terjadi pada bulan pertama setelah
5
pneumotoraks spontan pertama. Terdapat korelasi antara fibrosis paru, usia lebih dari 60 tahun dan peningkatan rasio tinggi/ berat badan, jenis kelamin dan kebiasaan merokok dengan rekurensi . Walaupun angka kejadian PSP pada perempuan lebih kecil daripada laki-laki namun angka rekurensinya lebih besar dibandingkan laki-laki yaitu 71,4 % : 46,2 % (Arief Nirwan & Elisna Syahruddin, 2009).
Di Rumah Sakit Umum Daerah Banjarmasin Tercatat 13 orang penderita pneumothorak dalam 3 tahun terakhir yaitu 1 Januari 2010 sampai dengan 4 April 2013 (Sumber PDE RSUD ULIN Banjarmasin, 2013).
Berdasarkan medical record di Ruang Dahlia RSUD ULIN Banjarmasin dalam 1 tahun terakhir yaitu 1 Januari 2012 sampai dengan 4 April 2013 terdapat 836 penderita yang dirawat karena gangguan sistem pernapasan yang dikelompokkan dalam 10 penyakit terbesar sistem pernapasan dapat dilihat pada tabel 1.1 Tabel 1.1 Tujuh Penyakit Terbesar di Ruang Dahlia RSUD ULIN Banjarmasin, 2012. No. Jenis Penyakit Jumlah Presentase (%) 1. TB Paru 453 54 2. Asma Bronchiale 138 17 3. Efusi Pleura 70 8 4. Ca Paru 58 7 5. PPOK/COPD 34 4 6. SOPT 27 3 7. Hemaptoe 22 3 8. Pneumothorax 13 2 9. Pneumonia 12 1 10. Suspect KP 9 1 Jumlah 836 100 Sumber : Rekam medis bulan 1 Januari 2012 – 4 April 2013 RSUD ULIN Banjarmasin
6
Berdasarkan tabel di atas kasus pneumothoraks berjumlah 13 kasus (2%). Melihat keadaan tersebut di atas dan mengingat pentingnya dari data tersebut sehingga penulis tertarik untuk mengangkat asuhan keperawatan pada klien Pneumothoraks yang komprehensif meliputi biopsikososial dan spiritual melalui pendekatan proses keperawatan yang dapat membantu klien mengatasi masalah-masalah yang timbul akibat terjadinya Pneumothoraks serta dapat memberikan sedikit pengetahuan kepada klien dan keluarga mengenai Pneumothoraks yang terjadi pada klien.
1.2 Tujuan umum Tujuan umum dari penulisan karya tulis ilmiah ini adalah melakukan dan melaporkan hasil asuhan keperawatan pada pasien Pneumothoraks yang dirawat di ruang dahlia Rumah Sakit Umum Daerah Banjarmasin.
1.3 Tujuan khusus Tujuan khusus dari penulisa karya tulis ilmiah ini adalah : a. Mengkaji status kesehatan pada Klien dengan Pneumothoraks. b. Menggali diagnosa keperawatan yang muncul pada Klien dengan Pneumothoraks. c. Menentukan rencana asuhan keperawatan pada Klien dengan Pneumothoraks. d. Memberikan implementasi keperawatan pada Klien dengan Pneumothoraks. e. Mengevaluasi keefektifan intervensi yang dilakukan pada Klien dengan Pneumothoraks. f. Mendokumentasikan hasil asuhan keperawatan pada Klien dengan Pneumothoraks.
1.4 Manfaat Penulis mengharapkan laporan ini dapat bermanfaat bagi calon perawat sebagai pertimbangan bagi calon tenaga kesehatan professional dalam
7
memberikan pelayanan asuhan keperawatan dalam upaya membantu mengatasi Pneumothoraks.
1.5 Metode Ilmiah Penulisan Metode ilmiah asuhan keperawatan yang digunakan dalam penulisan karya tulis ini berupa studi kasus yang menggunakan pendekatan proses perawatan dengan menggali semua data yang mendukung baik data subjektif maupun objektif data yang merupakan respon dari klien. Adapun pendekatan proses keperwatan yang dilakukan meliputi pengkajian, perumusan diagnosis keperawatan, menyususun rencana keperawatan, melaksanakan
implementasi
berdasarkan
rencana
yang
telah
ada,
melakukan evaluasi asuhan yang telah diberikan.
1.6 Sistemika penulisan Sistematika penulisan studi kasus ini terdiri dari empat BAB. BAB I Pendahuluan meliputi Latar Belakang, Tujuan Umum, Tujuan Khusus, Sistematika Penulisan, dan Manfaat. BAB II mengenai Tinjauan Teoritis Pneumothoraks
yang
mencakup
Pengertian,
Etiologi, Patofisiologi,
Manifestasi Klinis, Penatalaksanaan Medis, Pemeriksaan Penunjang, Prognosis serta Komplikasi dan Tinjauan Teoritis Keperawatan yang terdiri dari Pengkajian, Diagnosis Keperawatan, dan Perencanaan serta Evaluasi. BAB III Hasil Asuhan Keperawatan yang terdiri dari Gambaran Kasus, Analisis
Data,
Diagnosis
Keperawatan,
Rencana
Keperawatan,
Implementasi dan Evaluasi Keperawatan. BAB IV Penutup yang berisi Kesimpulan dan Saran.