LAPORAN PENDAHULUAN COR PULMONAL CRONIK (CPC)
A. DEFENISI
Menurut Irman Sumantri (2009), Kor pulmonal adalah terjadinya pembesaran dari jantung kanan (dengan atau tanpa gagal jantung kiri) sebagai akibat dari penyakit yang mempengaruhi struktur atau fungsi dari paru-paru atau vaskularisasinya. Pulmonary heart disease adalah pembesaran ventrikel kanan (hipertrofi dan/atau dilatasi) yang terjadi akibat kelainan paru, kelainan dinding dada, atau kelainan pada kontrol pernafasan. Tidak termasuk di dalamnya kelainan jantung kanan yang terjadi akibat kelainan jantung kiri atau penyakit jantung bawaan. Pulmonary heart disease dapat terjadi akut maupun kronik. Penyebab pulmonary heart disease akut tersering adalah emboli paru masif, sedangkan pulmonary heart disease kronik sering disebabkan oleh penyakit paru obstruktif kronik (PPOK). Pada pulmonary heart disease kronik umumnya terjadi hipertrofi ventrikel kanan, sedangkan pada pulmonary heart disease akut terjadi dilatasi ventrikel kanan.
Tidak semua pasien PPOK akan mengalami pulmonary heart disease, karena banyak usaha pengobatan yang dilakukan untuk mempertahankan kadar oksigen darah arteri mendekati normal sehingga dapat mencegah terjadinya Hipertensi Pulmonal. Pada umumnya, makin berat gangguan keseimbangan ventilasi perfusi, akan semakin mudah terjadi ganguan analisis gas darah sehingga akan semakin besar terjadinya Hipertensi Pulmonal dan pulmonary heart disease. Penyakit yang hanya mengenai sebagian kecil paru tidak akan begitu mempengaruhi pertukaran gas antara alveoli dan kapiler sehingga jarang menyebabkan terjadinya terj adinya Hipertensi Pulmonal dan pulmonary heart disease. Tuberculosis yang mengenai kedua lobus paru secara luas akan menyebabkan terjadinya fibrosis disertai gangguan fungsi paru sehingga menyebabkan terjadinya pulmonary heart disease. Hipoventilasi alveoli sekunder akibat sleep apnea syndrome tidak jarang disertai dengan Hipertensi Pulmonal dan pulmonary heart disease Kronik.
B. ANATOMI DAN FISIOLOGI
1) Anatomi Saluran pernafasan bagian atas terdiri atas : 1. Lubang hidung (cavum nasalis ) Hidung dibentuk oleh tulang sejati (os) dan tulang rawan (kartilago). Hidung dibentuk oleh sebagian tulang sejati, sisanya terdiri atas kartilago dan jaringan ikat (connective tissue). Bagian dalam hidung merupakan suatu lubang yang dipisahkan menjadi lubang kiri dan kanan oleh sekat (septum). Rongga hidung
mengandung rambut (fimbrie) yang berfungsi sebagai penyaring (filter) kasar terhadap benda asing yang masuk. Pada permukaan (mukosa) hidung terdapat epitel bersilia yang mengandung sel goblet.
Sel
tersebut
mengeluarkan
lender
sehingga
dapat
menangkap benda asing yang masuk ke dalam saluran pernafasan. Kita dapat mencium aroma karena di dalam lubang hidung terdapat reseptor. Reseptor bau terletak pada cibriform plate, didalamnya terdapat ujung dari saraf krania I (nervous olfactorium) Hidung berfungsi sebagai jalan nafas, pengatur udara, pengatur
kelembaban
udara
(humidifikasi),
pengatur
suhu,
pelindung dan penyaring udara, indra pencium, dan resonator suara. Fungsi hidung sebagai pelindung dan penyaring dilakukan oleh vibrissa, lapisan lender, dan enzim lozosim. Vibrissa adalah rambut vestibulum nasi yang bertugas sebagai penyaring debu dan kotoran (partikel berukuran besar). Debu-debu kecil dan kotoran (partikel kecil) yang masih dapat melewati vibrissa akan melekat pada lapisan lender dan selanjutnya dikeluarkan oleh refleks bersin. Jika dalam udara masih terdapat bakteri (partikel sangat kecil), maka enzim lizosim yang menghancurkannya. 2. Sinus para nasal Sinus para nasalis merupakan daerah yang terbuka pada tulang kepala. Dinamakan sesuai dengan tulang tempat dia berada yaitu sinus frontalis, sinus ethmoidalis, sinus sphenoidalis, dan sinus maxilaris. Sinus berfungsi untuk :
a. Membantu menghangatkan dan humidifikasi
Meringankan berat tulang tengkorak
b.
c. Mengatur bunyi suara manusia dengan ruang
resonansi 3. Faring Faring merupakan pipa berotot berbentuk cerobong (+ 13 cm) yang letaknya bermula dari dasar tengkorak sampai persambungannya dengan esophagus pada ketinggian tulan g rawan (kartilago) krikoid. Faring digunakan pada saat digestion (menelan) seperti pada saat bernafas. Berdasarkan letaknya faring dibagi menjadi tiga yaitu dibelakang hidung (nasi-faring), belakang mulut (oro-faring), dan belakang (laringo-faring). 4. Laring Laring sering disebut dengan voice box dibentuk oleh struktur epitrlium lined yang berhubungan dengan faring (di atas) dan trakea (di bawah). Lring terletak di anterior tulang belakang (vertebra) ke-4 dan ke-6. Bagian atas dari esophagus berada di posterior laring. Fungsi utama laring adalah untuk pembetukan suara, sebagai protek jalan nafas bawah dari benda asing dan untuk memfasilitasi proses terjadinya batuk. Laring terdiri atas : a. Eoiglotis : katup kartilago yang menutup dan membuka selama menelan. b.
Glotis : lubang antara pita suara dan laring.
c. Kartilago tiroid : kartilago yang terbesar pada trachea, terdapat bagian yang membentuk jakun (adams apple). d.
Kartilago krikoid : cicin kartilago yang utuh di laring (terletak di bawah kartilago tiroid).
e.
Kartilago aritenoid : digunakan pada pergerakan pita suara bersama dengan kartilago tiroid.
f. Pita suara : sebuah ligament yang dikontrol oleh pergerakan otot yang menghasilkan suara dan menempel pada lumen laring.
Saluran pernafasan bagian bawah (tracheobronchial tree) terdiri atas : 1. Trachea Trachea
merupakan
perpanjangan
dari
laring
pada
ketinggian tulang vertebrae torakal ke-7 yang bercabang menjadi dua bronkus. Ujung cabang trachea disebut carina. Trachea bersifat sangat fleksibel, berotot dan memiliki panjang 12 cm dengan cincin kartilago berbentuk huruf C. pada cincin tersebut terdapat epitel bersilia tegak yang mengandung banyak sel goblet yang mensekresikan lender (mucus). 2. Bronchus dan bronkhiolus Cabang bronchus kanan lebih pendek, lebih lebar, dan cenderung lebih vertical daripada cabang yang kiri. Hal tersebut
menyebabkan benda asing lebih mudah masuk ke dalam cabang sebelah kanan daripada cabang bronchus sebelah kiri. Segmen dan subsegmen bronchus bercabang lagi dan berbentuk seperti ranting masuk ke setiap paru-paru. Bronchus disusun oleh jaringan kartilago sedangkan bronkiolus yang berakhir di alveoli tidak mengandung kartilago. Tidak adanya kartilago menyebabkan bronkhiolus mampu menangkap udara, namun juga dapat mengalami kolaps. Agar tidak kolaps, alveoli dilengkapi dengan porus/lubang kecil yang terletak antar alveoli (kohn pores) yang berfungsi untuk mencegah kolaps alveoli. Saluran pernafasan mulai dari trakea sampai bronkiolus terminal tidak mengalami pertukaran dan merupakan area yang dinamakan anatomical dead space. Banyaknya udara yang berada dalam area tersebut adalah sebesar 150 ml. awal dari proses pertukaran gas terjadi di bronkeolus respiratorius. 3. Alveoli Parenkim paru-paru merupakan area yang aktif bekerja dari jaringan paru-paru. Parenkim tersebut mengandung berjuta-juta unit alveolus. Alveolus merupakan kantong udara yang berukuran sangat kecil, dan merupakan akhir dari bronkhiolus respiratorius sehingga memungkinkan pertukaran O2 dan CO2. Seluruh dari unit alveoli terdiri dari bronkhiolus respiratorius, duktus alveolus, dan alveolar sacs. Fungsi utama dari unit alveolus adalah pertukaran O2 dan CO2 di antara kapiler pulmoner dan alveoli.
4. Paru-paru Paru-pau terletak pada rongga dada, berbentuk kerucut yang ujungnya berada di atas tulang iga pertama dan dasarnya berada pada diafragma. Paru-paru kanan mempunyai tiga lobus sedangkan paru-paru kiri mempunyai dua lobus. Kelima lobus tersebut dapat terlihat dengan jelas. Setiap paru-paru terbagi lagi menjadi beberapa subbagian menjadi sekita sepuluh unit terkecil yang disebut bronchopulmonary segments. Paru-paru kanan dan kiri dipisahkan oleh ruang yang sebut mediastinum. Jantung, aorta, vena cava, pembuluh paru-paru, esophagus bagian dari trachea dan bronchus, serta kelenjar timus terdapat pada mediastinum. Sirkulasi pulmoner: Suplai darah ke dalam paru-paru
merupakan suatu yang unik. Paru-paru mempunyai dua sumber suplai darah yaitu arteri bronkhialis dan arteri pulmonalis. Sirkulasi bronchial menyediakan darah teroksigenasi dari sirkulasi siatemik dan berfungsi memenuhi kebutuhan metabolism jaringan paru paru. Arteri bronkhialis berasal dari aorta torakalis dan berjalan sepanjang dinding posterior bronchus. Vena bronkhialis akan mengalirkan darah menuju vena pulmonalis. Kendali pernafasan: Fungsi mekanik pergerakan udara
masuk dan keluar dari paru-pau dinamakan ventilasi. Mekanisme tersebut dilaksanakan oleh sejumlah komponen factor yang saling berinteraksi. Factor tersebut mengendalikan proses masuknya
udara ke dalam paru-paru agar pertukaran gas dapat berlangsung. Factor yang dapat mengendalikan pernafasan adalah : a. Factor local
Kondisi paru itu sendiri dan dinding dada yang mengelilingi paru-paru, dimana keduanya berperan dalam pompa resiprokatif (timbale balik) yang disebut hembusan nafas. b. Control medulla oblongata Sebagai pusat control pernafasan, terdapat daerah ritmik medulla oblongata yang terdiri dari neuron inspirasi dan ekspirasi. c. Control pons Mengatur transisi dari fase inspirasi ke ekspirasi d. Reflek hering – breur Reseptor yang mengatur tingkat peregangan paru-paru sebagai pelindung agar tidak terjadi pengembangan yang berlebihan. e. Kendali korteks Kendali korteks terbatas yaitu hanya dapat mengubah ritmik sebagai proteksi terhadap paru paru.
d. Efek latihan jasmani Olahraga berat menyebabkan penggunaan O2 lebih besar dan poduk CO2 lebih besar pula. e. efek altitude/ ketinggian tempat
ketinggian
akan
menyebabkan
penurunan tekanan oksigen atmosfer, akibatnya seseorang yang berada pada tempat tinggi akan mengalami
peningkatan
ritme
nafas,
denyut
jangtung, dan kedalaman pernafasan yang lazim terlihat pada seseorang yang sedang melakukan aktivitas. 2) Fisiologi pernafasan Proses respirasi dapat dibagi menjadi tiga proses utama : a. Ventilasi pulmonal adalah proses keluar masuknya udara dan atmosfer dal alveoli paru-paru b. Difusi adalah proses pertukaran o2 dan co2 antara alveoli dan darah c. Transfortasi adalah proses beredarnya gas dalam darah dan cairan tubuh ked an dari sel-sel Proses fisiologi respirasi dibagi menjadi tiga stadium yaitu : a. difusi gas-gas antara alveolus dengan kapiler paru-paru dan darah sistemik dengan sel-sel jaringan.
b. Distribusi
darah
adalah
sirkulasi
pulmoner
dan
penyesuaiannya dengan distribusi udara dalam alveolusalveolus. c. Reaksi kimia dan fisik O2 dan CO2 dengan darah
Proses repirasi eksternal a. Ventilasi Udara bergerak masuk dan keluar dari paru-paru dikarenakan adanya selisih tekanan udara di atmosfer dan alveolus dan didukung oleh kerja mekanik otot-otot. Selama inspirasi, volume rongga dada bertambah besar karena diafragma turun dan iga terangkat akibat kontraksi beberapa otot. Otot serratus, otot skaleneus, dan otot interkostalis eksternus berperan mengangkat iga, sedangkan otot sternokleidomastoideus mengangkat sternum ke atas. b. Difusi Stadium kedua proses respirasi mencakup proses difusi gas-gas melintasi membrane antara alveolus-kapiler yang tipis. Kekuatan pendorong untuk pemindahan ini adalah selisih tekanan parsial antara darah dan fase gas. Tekanan O2 dalam atmosfer sama dengan tekanan laut yakni + 149 mmHg. Pada waktu O2 diinspirasi dan sampai pada alveolus, tekanan parsial ini mengalami penurunan sampai
sekitar 103 mmHg sebagai akibat dari udara yang tercampur dengan ruang rugi anatomis pada saluran udara dan dengan uap air. c. Transportasi Transportasi gas antar paru-paru dan jaringan meliputi proses-proses berikut ini :
Transport oksigen dalam darah Sistem pengangkutan O2 dalam tubuh terdiri atas paru-paru dan sistem kardiovaskuler.
Transport karbonsioksida dalam darah
Kurva disosiasi oksihemoglobin
C. ETIOLOGI
Banyak penyakit yang mempengaruhi paru dan hubungan dengan hipoksemia dapat menyebabkan kor pulmonal disebabkan oleh hal-hal berikut ini. 1. Penyakit paru-paru merata Terutama emfisema, bronchitis kronis (COPD), dan fibrosis akibat TB 2. Penyakit pembuluh darah paru Terutama thrombosis dan embolus paru dan fibrosis akibat penyinaran yang menyebabkan penurunan elastisitas pembuluh darah paru.
3. Hipoventilasi alveolar menahun Yaitu semua penyakit yang menghalangi pergerakan dada normal, seperti : a. Penebalan pleura bilateral b.
Kelainan neuromuskuler, misalnya poliomyelitis dan distrofi otot
c.
Kifoskoliosis yang mengakibatkan penurunan kapasistas rongga torak sehingga pergerakan torak berkurang
4. Penyebab penyakit pulmonary heart disease antara lain : a. Penyakit paru menahun dengan hipoksia
Penyakit paru obstrutif kronik,
Fibrosis paru,
Penyakit fibrokistik,
Cryptogenic fibrosing alveolitis,
Penyakit paru lain yang berhubungan dengan hipoksia
b. Kelainan dinding dada : Kifos koliosis, torakoplasti, fibrosis pleura
c.
Gangguan mekanisme control pernafasan :
d.
Penyakit neuromuscular
Obesitas, hipoventilasi idopatik, Penyakit serebro vascular.
Obstruksi saluran nafas atas pada anak :
Hipertrofi tonsil dan adenoid.
e.
Kelainan primer pembuluh darah : Hipertensi pulmonale primer emboli paru berulang dan vaskulitis pembuluh darah paru.
D. KLASIFIKASI
Secara umum kor pulmonal di bagi menjadi dua jenis, yaitu sebagai berikut: 1. Kor pulmonal akut
Yaitu dilatasi mendadak dari ventrikel kanan dan dekompensasi. Etiologi : embolus multiple pada paru-paru atau massif yang secara mendadak akan menyumbat aliran darah dan ventrikel kanan. Gejala : biasanya segera di susul oleh kematian, Terjadi dilatasi dari jantung kanan. 2. Kor pulmonal kronik
Merupakan jenis kor pulmonal yang paling sering terjadi. Dinyatakan sebagai hipertropi ventrikel kanan akibat penyakit paru atau pembuluh darah atau adanya kelainan pada torak, yang akan menyebabkan hipertensi dan hipoksia sehingga terjadi hipertropi ventrikel kanan. Mekanisme terjadinya hipertensi pulmonale pada cor pulmunale dapat di bagi menjadi 4 kategori yaitu : a. Obstuksi Terjadi karena adanya emboli paru baik akut maupun kronik. Chronic Thromboembolic Pulmonary
Hypertesion (CTEPH) merupakan salah satu penyebab hipertensi pulmonale yang penting dan terjadi pada 0.1 – 0.5 % pasien dengan emboli paru. Pada saat terjadi emboli paru, system fibrinolisis akan bekerja untuk melarutkan bekuan darah sehingga hemodinamik paru dapat berjalan dengan baik. Pada sebagian kecil pasien system fibrinolitik ini tidak berjalan baik sehingga terbentuk emboli yang terorganisasi
disertai
pembentukkan
rekanalisasi
dan
akhirnya menyebabkan penyumbatan atau penyempitan pembuluh darah paru. b. Obliterasi Penyakit intertisial paru yang sering menyebabkan hipertensi pulmonale adalah lupus eritematosus sistemik scleroderma, sarkoidosis, asbestosis, dan pneumonitis radiasi. Pada penyakit-penyakit tersebut adanya fibrosis paru
dan
infiltrasi
menyebabkan
sel-sel
penebalan
yang
atau
prodgersif
perubahan
selain jaringan
interstisium, penggantian matriks mukopolisakarida normal dengan
jaringan
ikat,
juga
menyebabkan
terjadinya
obliterasi pembuluh paru. c. Vasokontriksi Vasokontriksi penting
dalam
pembuluh
pathogenesis
darah
paru
terjadinya
berperan hipertensi
pulmonale. Hipoksia sejauh ini merupakan vasokontrikstor
yang paling penting. Penyakit paru obstruktif kronik merupakan penyebab yang paling di jumpai. Selain itu tuberkolosis dan sindrom hipoventilasi lainnya misalnya sleep apnea syndrome, sindrom hipoventilasi pada obesitas, dapat juga menyebabkan kelainan ini. Asidosis juga dapat berperan sebagai vasokonstriktor pembuluh darah paru tetapi dengan potensi lebih rendah. Hiperkapnea secara tersendiri tidak mempunyai efek fasokonstriksi tetepi secara tidak langsung dapat meningkatkan tekanan arteri pulmunalis melalui efek asidosisnya. Eritrositosis yang terjadi akibat hipoksia kronik dapat meningkatkan vikositas darah sehingga menyebabkan peningkatan tekanan arteri pumonalis. d. Idiopatik Kelainan idiopatik ini di dapatkan pada apsien hipertensi pulmonale primer yang di tandai dengan adanya lesi pada arteri pumonale yang kecil tanpa di dapatkan adanya penyakit dasar lainnya baik pada paru maupun pada jantung.
Secara
histopatologis
di
dapatkan
adanya
hipertrofitunikamedia, fibrosistunikaintima, lesi pleksiform serta pembentukan mikro thrombus. Kelainan ini jarang di dapat dan etiologinya belum di ketahui Waupun sering di kaitkan dengan adanya penyakit kolagen, hipertensi portal, penyakit autoimun lainnya serta infeksi HIV.
E. PATOFISIOLOGI
Beratnya pembesaran ventrikel kanan pada kor pulmonal berbaring lurus dengan fungsi pembesaran dari peningkatan afterload. Jika resistensi vaskuler paru meningkat dan relative tetap, seperti pada penyakit vaskuler atau parenkim paru, peningkatan curah jantung sebagaimana terjadi pada pengerahan tenaga fisik, maka dapat meningkatkan tekanan arteri pulmonalis secara bermakna. Afterload ventrikel kanan secara kronik meningkat jika volume paru membesar, seperti pada penyakit COPD, pemanjangan pembuluh paru, dan kompresi kapiler alveolar. Penyakit paru dapat menyebabkan perubahan fisiologis dan pada suatu waktu akan mempengaruhi jantung serta menyebabkan pembesaran ventrikel kanan. Kondisi ini sering kali menyebabkan terjadinya gagal jantung. Beberapa kondisi yang menyebabkan penurunan oksigenasi paru dapat mengakibatkan hipoksemia (penurunan PaO2) dan hiperkapnea (peningkatan PaO2), yang nantinya akan mengakibatkan insufisiensi ventilasi. Hipoksia dan hiperkapnea akan menyebabkan vasokontriksi arteri pulmonal dan memungkinkan terjadinya penurunan vaskularisasi paru seperti pada emfisemi dan emboli paru. Akibatnya akan terjadi peningkatan tahanan
pada sistem
sirkulasi
pulmonal, yang akan
menjadikannya hipertensi pulmonal. Tekanan rata-rata pada arteri paru (arterial mean pressure) adalah 45 mmHg, jika tekanan ini meningkat dapat menimbulkan kor pulmonal. Ventrikel kanan akan hipertropi dan mungkin diikuti oleh gagal jantung kanan.
F. WOC
G. MANIFESTASI KLINIS
Gejala klinis yang muncul pada klien dengan penyakit kor pulmonal adalah sebagai berikut:. 1. Sesuai dengan penyakit yang melatarbelakangi, misalnya COPD akan menimbulkan gejala nafas pendek, dan batuk. 2. Gagal ventrikel kanan akan muncul, distensi vena leher, liver palpable , efusi pleura, asites, dan murmur jantung. 3. Sakit kepala, confusion, dan somnolen terjadi akibat peningkatan PCO2.
Informasi yang di dapat bisa berbeda-beda antara satu penderita yang satu dengan yang lain tergantung pada penyakit dasar yang menyebabkan pulmonary heart disease. 1. Kor-pumonal akibat Emboli Paru : sesak tiba-tiba pada saat istirahat, kadang-kadang didapatkan batuk-batuk, dan hemoptisis. 2. Kor-pulmonal dengan PPOM : sesak napas disertai batuk yang produktif (banyak sputum). 3. Cor pulmonal dengan Hipertensi Pulmonal primer : sesak napas dan sering pingsan jika beraktifitas (exertional syncope). 4. Pulmonary heart disease dengan kelainan jantung kanan : bengkak pada perut dan kaki serta cepat lelah.
Gejala predominan pulmonary heart disease yang terkompensasi berkaitan dengan penyakit parunya, yaitu batuk produktif kronik, dispnea karena olahraga, wheezing respirasi, kelelahan dan kelemahan. Jika penyakit paru sudah menimbulkan gagal jantung kanan, gejala – gejala ini lebih berat. Edema dependen dan nyeri kuadran kanan atas dapat juga muncul. Tanda- tanda pulmonary heart disease misalnya sianosis, clubbing, vena leher distensi, ventrikel kanan menonjol atau gallop ( atau keduanya), pulsasi sternum bawah atau epigastrium prominen, hati membesar dan nyeri tekan, dan edema dependen. Gejala- gejala tambahan ialah: Sianosis, Kurang tanggap/ bingung, Mata menonjol.
H. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Radiologi Perluasan hilus dapat dinilai dari perbandingan jarak antara permulaan percabangan pertama arteri pulmonalis utama kanan dan kiri dibagi dengan diameter transversal torak. Perbandingan > 0,36 menunjukkan hipertensi pulmonal. 2. Ekokardiografi
Memungkinkan pengukuran ketebalan dinding ventrikel kanan, meskipun perubahan volume tidak dapat diukur, teknik ini dapat memperlihatkan pembesaran kavitas ventrikel kanan dalam yang menggambarkan
adanya
pembesaran
ventrikel
kiri.
Septum
interventrikel dapat bergeser ke kiri. 3. MRI Berguna untuk mengukur massa ventrikel kanan, ketebalan dinding, volume kavitas, dan fraksi ejeksi . 4. Biopsi paru
Dapat berguna untuk menunjukkan vaskulitis pada beberapa tipe penyakit vaskuler paru seperti penyakit vaskuler kolagen, arthritis rheumatoid, dan Wegener granulomatosi
I. PENATALAKSANAN MEDIS
Tujuan dari penatalaksanaan adalah peningkatan ventilasi klien dan mengobati penyakit yang melatarbelakangi beserta manifestasi dari gagal jantungnya. Secara umum penatalaksanaan medis yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut:
a. Pada klien dengan penyakit asal COPD dapat diberikan O2 pemberian O2 sangat dianjurkan untuk memperbaiki pertukaran gas dan menurunkan tekanan arteri pulmonal dan tahanan vaskuler pulmonal. b. Bronchial hygiene, diberikan obat golongan bronkodilator. c. Jika terdapat gejala gagal jantung, maka harus memperbaiki kondisi hipoksemia dan hiperkapnea. d. Bedrest, diet rendah sodium, dan pemberian diuretic e.
Digitalis, bertujuan untuk meningkatkan kontraktilitas dan menurunkan denyut jantung, selain itu juga mempunyai efek digitalis ringan.
J. KOMPLIKASI
Komplikasi dari pulmonary heart disease diantaranya: 1. Sinkope 2. Gagal jantung kanan 3. Edema perifer 4. Kematian
K. PROGNOSIS Belum ada pemeriksaan prospektif yang dilakukan untuk mengetahui prognosis pulmonary heart disease kronik. Pengamatan yang dilakukan tahun 1950 menunjukkan bahwa bila terjadi gagal jantung kanan yang menyebabkan kongestinvena sistemik, harapan hidupnya menjadi kurang dari 4 tahun.
Walaupun demikian, kemampuan dalam penanganan pasien selama episode akut yang berkaitan dengan infeksi dan gagal napas mangalami banyak kemajuan dalam 5 tahun terakhir. Prognosis pulmonary heart disease berkaitan dengan penyakit paru yang mendasarinya. Pasien yang mengalami pulmonary heart disease akibat obeliterasi pembuluh darh arteri kecil yang terjadi secara perlahan-lahan akibat penyakit intrinsiknya (misal emboli), atau akibat fibrosis intertisial harapan juntuk perbaikannya kecil karena kemungkinan perubahan anatomi yang terjadi subah menetap. Harapan hidup pasien PPOK jauh lebih baik bila analisis gas darahnya dapat dipertahankan mendekati normal
L. PENCEGAHAN
Menghindari perilaku yang mengarah pada penyakit paru-paru kronis (terutama merokok) dapat mencegah perkembangan akhir cor pulmonale. Evaluasi seksama murmur jantung anak dapat mencegah cor pulmonale yang disebabkan oleh cacat jantung tertentu.
ASKEP TEORITIS CPC
1. Pengkajian
Anamnesa,meliputi: a. Identitas pasien
Kor pulmonal dapat terjadi pada orang dewasa dan pada anak-anak. Untuk orang dewasa, kasus yang paling sering ditemukan adalah pada lansia karena sering didapati dengan kebiasaan merokok dan terpapar polusi. Hal ini di dasarkan pada
epidemiologi
penyakit-penyakit
yang
penyebab kor pulmonal, karena hipertensi merupakan
dampak
dari
beberepa
menjadi pulmonal
penyakit
yang
menyerang paru-paru. Untuk kasus anak-anak, umumnya terjadi kor pulmonal akibat obstruksi saluran napas atas seperti hipertrofi tonsil dan adenoid. Jenis pekerjaan yang dapat menjadi resiko terjadinya kor pulmonal adalah para pekerja yang sering terpapar polusi udara dan kebiasaan merokok yang tinggi. Lingkungan tempat tinggal yang dapat menjadi resiko terjadinya kor pulmonal adalah lingkungan yang dekat daerah perindustrian, dan kondisi rumah yang kurang memenuhi persyaratan rumah yang sehat. Contohnya ventilasi rumah yang kurang baik,hal ini akan semakin
memicu terjadinya penyakit-penyakit paru dan berakibat terjadinya kor pulmonal. 2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan utama Pasien dengan kor pulmonal sering mengeluh sesak, nyeri dada
b. Riwayat penyakit saat ini Pada pasien kor pulmonal, biasanya akan diawali dengan tanda-tanda mudah letih, sesak, nyeri dada, batuk yang tidak produktif. Perlu juga ditanyakan mulai kapan keluhan itu muncul. Apa tindakan yang telah dilakukan untuk menurunkan atau menghilangkan keluhan-keluhan tersebut. c.
Riwayat penyakit dahulu Klien dengan kor pulmonal biasanya memilki riwayat penyakit seperti penyakit paru obstruktif kronik (PPOK), fibrosis paru, fibrosis pleura, dan yang paling sering adalah klien dengan riwayat hipertensi pulmonal.
3. Pemeriksaan fisik a.
B1 (BREATH)
Pola napas : irama tidak teratur
Jenis: Dispnoe
Suara napas: wheezing
Sesak napas (+)
b. B2 (BLOOD)
Irama jantung : ireguler s1/s2 tunggal (-) Nyeri dada (+)
c.
Bunyi jantung: murmur
CRT : tidak terkaji
Akral : dingin basah
B3 (BRAIN)
d.
Penglihatan(mata)
Pupil : tidak terkaji
Selera/konjungtiva : tidak terkaji
Gangguan pendengaran/telinga: tidak terkaji
Penciuman (hidung) : tidak terkaji
Pusing
Gangguan kesadaran
B4 (BLADDER)
Urin:
Jumlah : kurang dari 1-2 cc/kg BB/jam
e.
Warna : kuning pekat Bau : khas
Oliguria
B5 (BOWEL)
Nafsu makan : menurun
Mulut dan tenggorokan : tidak terkaji
Abdomen : asites
Peristaltic : tidak terkaji
f.
B6 (BONE)
Kemampuan pergerakan sendi: terbatas
Kekuatan otot : lemah
Turgor : jelek
Oedema
4. Diagnosa Keperawatan a. Kerusakan pertukaran gas yang berhubungan dengan kurangnya suplai oksigen, obstruksi alveoli b. Ketidakefektifan
pola
napas
berhubungan
dengan
sempitnya lapang respirasi dan penekanan toraks. c. Perubahan perfusi jaringan kardiopulmonal berhubungan dengan masalah pertukaran pada tingkat alveolar atau tingkat jaringan d. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan penurunan nafsu makan (energi lebih banyak
digunakan
untuk
usaha
bernapas,
sehingga
metabolisme berlangsung lebih cepat). e. Intoleransi aktifitas yang berhubungan dengan kelemahan fisik dan keletihan. f. Kerusakan pertukaran gas yang berhubungan dengan kurangnya suplai oksigen, obstruksi alveoli
5. Intervensi a. Kerusakan pertukaran gas yang berhubungan dengan kurangnya suplai oksigen, obstruksi alveoli Tujuan
: Mempertahankan tingkat oksigen yang
adekuat untuk keperluan tubuh. Kriteria hasil
:
a. Klien tidak mengalami sesak napas. b. Tanda-tanda vital dalam batas normal c. Tidak ada tanda-tanda sianosis. d. Pao2 dan paco2 dalam batas normal e. Saturasi O2 dalam rentang normal Intervensi dan Rasional : a. Pantau frekuensi, kedalaman pernapasan. Catat penggunaan otot aksesori, nafas bibir, tidakmampuan bicara/ berbincang. Rasional : Berguna dalam evaluasi derajat distress pernapasan dan/atau kronisnya proses penyakit. b. Tinggikan kepala tempat tidur, bantu pasien untuk memilih posisi yang mudah untuk bernapas. Dorong nafas perlahan atau nafas bibir sesuai kebutuhan atau toleransi individu. Rasional : Pengiriman oksigen dapat diperbaiki dengan posisi duduk tinggi dan latihan nafas untuk menurunkan kolaps jalan nafas, dispnea dan kerja nafas. c. Awasi secara rutin kulit dan warna membran mukosa. Rasional : Sianosis mungkin perifer (terlihat pada kuku) atau sentral (terlihat sekitar bibir/atau daun telinga). Keabu-abuan dan diagnosis sentral mengindikasikan beratnya hipoksemia. d. Dorong mengeluarkan sputum; penghisapan bila diindikasikan. Rasional : Kental, tebal, dan banyaknya sekresi adalah sumber utama
gangguan
pertukaran
gas
pada
jalan
Penghisapan dibutuhkan bila batuk tidak efektif.
nafas
kecil.
e. Auskultasi bunyi nafas, catat area penurunan aliran udara dan/atau bunyi tambahan. Rasional : Bunyi nafas mugkin redup karena aliran udara atau area konsolidasi. Adanya mengi mengindikasikan secret. Krekel basah menyebar menunjukkan cairan pada intertisial/dekompensasi jantung.
b. Ketidakefektifan
pola
napas
berhubungan
dengan
sempitnya lapang respirasi dan penekanan toraks. Tujuan
: Memperbaiki
atau
mempertahankan
pola
pernapasan normal
Pasien mencapai fungsi paru-paru yang maksimal.
Kriteria hasil
:
Pasien menunjukkan frekuensi pernapasan yang efektif.
Pasien bebas dari dispnea, sianosis, atau tanda-tanda lain distress pernapasan
Intervensi dan Rasional : 1. Kaji jumlah/kedalaman pernafasan dan pergerakan dada Rasional : evaluasi awal untuk melihat kemajuan dari hasil intervensi yang telah dilakukan. 2.
Auskultasi daerah paru, catat area yang menurun/tidak adanya aliran udara, adanya suara tambahan seperti crekels, wheezing.
Rasional : penurunan aliran udara timbul pada area yang konsolidasi dengan cairan. Suara nafas bronchial (normal di atas bronkus ) dapat juga. Ronki , krecels, weezing terdengar pada saat inspirasi dan atau ekspirasi sebagai respon dari akumulasi cairan. 3. Berikan posisi fowler atau semi fowler Rasional : Memaksimalkan ekspansi paru, menurunkan kerja pernapasan, dan menurunkan resiko aspirasi 4. Ajarkan teknik napas dalam dan atau pernapasan bibir atau pernapasan diafragmatik abdomen bila diindikasikan Rasional : Membantu meningkatkan difusi gas dan ekspansi jalan napas
kecil,
memberika
pasien
beberapa
pernapasan, membantu menurunkan ansietas.
kontrol
terhadap
LAPORAN PENDAHULUAN CPC COR PULMONAL CRONIC
OLEH: TESSA ELVIANA SEPTI, S.Kep 1714901040
PERSEPTOR KLINIK
(
PERSEPTOR AKADEMIK
)
(
)
SIKLUS KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAL (KMB) I PROGRAM STUDI PROFESI NERS STIKES FORT DE KOCK BUKITTINGGI 2017