A. KONSEP DASAR PENYAKIT
1. DEFINISI
– Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksius, yang terutama menyerang
parenkim paru. Tuberkulosis dapat juga ditularkan ke bagian tubuh
lainnya, termasuk meninges, ginjal, tulang dan nodus limfe. Agen
infeksius utama adalah Mycobacterium tuberculosis adalah batang
aerobic tahan asam yang tumbuh dengan lambat dan sensitive terhadap
panas dan sinar ultraviolet. M.bovis dan M.avium pernah, pada
kejadian yang jarang, berkaitan dengan terjadinya infeksi
tuberculosis (Smeltzer & Bare, 2002).
– Tuberculosis paru (TBC) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh
bakteri berbentuk batang (basil) yang bernama Mycobacterium
tuberculosis (Price, 2006).
– Tuberkulosis paru adalah penyakit infeksi menahun menular yang
disebabkan oleh kuman TB (Mycobacterium Tuberculosis). Kuman tersebut
biasanya masuk ke dalam tubuh manusia melalui udara (pernapasan) ke
dalam paru-paru, kemudian menyebar dari paru-paru ke organ tubuh yang
lain melalui peredaran darah, yaitu: kelenjar limfe, saluran
pernapasan atau penyebaran langsung ke organ tubuh lain (Depkes RI,
2002).
– Tuberkulosis (TB) paru adalah penyakit infeksi yang menyerang
parenkim paru yang disebabkan oleh Mycobacterium Tuberculosis
(Somantri, 2007).
Jadi dapat disimpulkan, tuberkulosis paru adalah penyakit infeksi
menular yang disebabkan oleh suatu bakteri yaitu Microbacterium
tuberculosis yang menyerang bagian paru-paru yang disebut parenkim.
2. EPIDEMIOLOGI
Tuberkulosis merupakan masalah kesehatan global utama dengan
tingkat kejadian 9 juta kasus per tahun di seluruh dunia dan kasus
kematian hampir mencapai 2 juta manusia (Atif et al ,2012) Menurut
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI),pada tahun 2011 kasus TB
baru terbanyak terjadi di Asia sekitar 60% dari kasus baru yang
terjadi disel uruh dunia. Akan tetapi Afrika Sub Sahara memiliki
jumlah terbanyak kasus baru perpopulasi dengan lebih dari 260 kasus
per 100000 populasi pada tahun 2011 (WHO,2013). Jumlah kasus TB
terbanyak adalah region Asia Tenggara (35%), Afrika (30%), dan region
Pasifik barat (20%). Berdasarkan data WHO pada tahun 2009, lima
Negara dengan insiden kasus TB terbanyak yaitu, India (1,6 -2,4
juta), China (1,1-1,5 juta), Afrika selatan (0.4-0.59 juta), Nigeria
(0.37-0.55 juta) dan Indonesia (0.35-0.52 juta) (PDPI, 2011).
Di Indonesia, diperkirakan prevalensi TB di Indonesia untuk
semua tipe TB adalah 505.614 kasus per tahun, 244 per 10.000 penduduk
dan 1.550 per hari. Insidensi penyakit TB 528.063 kasus per tahun,
228 kasus per 10.000 penduduk dan 1.447 per hari.Indisdensi kasus
baru 236.029 per tahun, 102 kasus per 10.000 penduduk, dan 647 per
hari. Insidensi kasus TB yang mengakibatkan kematian 91.369 per
tahun, 30 kasus per 10.000 penduduk, dan 250 per hari (DepKes, 2010)
3. ETIOLOGI
Tuberkulosis paru adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri
berbentuk batang (basil) yang bernama Mycobacterium tuberculosis.
Sebagian besar struktur organisme ini terdiri atas asam lemak (lipid)
yang membuat mikobakterium lebih tahan terhadap asam dan lebih tahan
terhadap gangguan kimia dan fisik. M. tuberculosis hominis merupakan
penyebab sebagian besar kasus tuberculosis. Mikobakterium ini tahan
hidup pada udara kering maupun dalam keadaan dingin (dapat tahan
bertahun-tahun dalam lemari es). Hal ini terjadi karena kuman berada
dalam sifat dormant. Dari sifat dormant ini kuman dapat bangkit
kembali dan menjadikan tuberkulosis aktif kembali. Sifat lain kuman
adalah aerob. Sifat ini menunjukkan bahwa kuman lebih menyenangi
jaringan yang tinggi kandungan oksigennya. Dalam hal ini tekanan
bagian apikal paru-paru lebih tinggi dari pada bagian lainnya,
sehingga bagian apikal ini merupakan tempat predileksi penyakit
tuberkulosis.
Macam-macam jenis Micobacterium tubercolusae complex adalah:
a. M. tuberculosae
b. Varian Asian
c. Varian African I
d. Varian African II
e. M. Bovis
Kelompok kuman Mycobacteria Other Than TB (MOTT, atypical adalah:
a. M. kansasi
b. M. avium
c. M. intra cellular
d. M. scrofulaceum
e. M.malmacerse
f. M. xenopi
(Amin, 2007)
4. PATOFISIOLOGI
Paru merupakan port d'entrée kasus infeksi TB. Pada waktu batuk
atau bersin, penderita menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk droplet
(percikan dahak). Droplet yang mengandung Mycobakterium tuberkulosis
dapat menetap dalam udara bebas selama 1-2 jam. Orang dapat terinfeksi
kalau droplet tersebut terhirup ke dalam saluran pernapasan. Setelah
Mycobacterium tuberkulosis masuk ke dalam saluran pernapasan, masuk ke
alveoli, tempat dimana mereka berkumpul dan mulai memperbanyak diri.
Basil juga secara sistemik melalui sistem limfe dan aliran darah ke
bagian tubuh lainnya (ginjal, tulang, korteks serebri), dan area paru-
paru lainnya (lobus atas).
Sistem imun tubuh berespons dengan melakukan reaksi inflamasi. Fagosit
(neutrofil dan makrofag) menelan banyak bakteri; limfosit melisis
(menghancurkan) basil dan jaringan normal. Reaksi jaringan ini
mengakibatkan penumpukan eksudat dalam alveoli, menyebabkan
bronkopneumonia. lnfeksi awal biasanya terjadi 2 sampai 10 minggu
setelah pemajanan.Massa jaringan baru, yang disebut granulomas, yang
merupakan gumpalan basil yang masih hidup dan yang sudah mati,
dikelilingi oleh makrofag yang membentuk dinding protektif. Granulomas
diubah menjadi massa jaringan fibrosa. Bagian sentral dari massa
fibrosa ini disebut tuberkel Ghon (fokus primer Gohn).
Dari fokus primer, kuman TB menyebar melalui saluran limfe menuju
ke kelenjar limfe regional. Penyebaran ini menyebabkan terjadinya
inflamasi di saluran limfe. Pada sebagian besar individu dengan
sistem imun yang berfungsi baik, begitu sistem imun seluler
berkembang, proliferasi kuman TB terhenti. Namun, sejumlah kecil kuman
TB dapat tetap hidup dalam granuloma.
Setelah imunitas seluler terbentuk, focus primer di jaringan paru
biasanya mengalami resolusi secara sempurna membentuk fibrosis atau
kalsifikasi setelah mengalami nekrosis perkijuan dan enkapsulasi.
Kelenjar limfe regional juga akan mengalami fibrosis dan enkapsulasi,
tetapi penyembuhannya biasanya tidak sesempurna fokus primer di
jaringan paru. Kuman TB dapat tetap hidup dan menetap selama bertahun-
tahun dalam kelenjar ini.
Komplek primer dapat juga mengalai komplikasi. Komplikasi yang
terjadi dapat disebabkan oleh fokus di paru atau di kelenjar limfe
regional. Jika terjadi nekrosis perkijuan yang berat, bagian tengah
lesi akan mencair dan keluar melalui bronkus sehingga meninggalkan
rongga di jaringan paru atau kavitas. Obstruksi parsial pada bronkus
akibat tekanan eksternal menimbulkan hiperinflasi di segmen distal
paru. Obstruksi total dapat menyebabkan atelektasis. Masa kiju dapat
menimbulkan obstruksi komplit pada bronkus sehingga menyebabkan
atelektasis dan pneumonitis.
Sebelum terbentuknya imunitas selular, dapat terjadi penyebaran
limfogen dan hematogen. Pada penyebaran hematogen, kuman TB masuk ke
dalam sirkulasi darah yang menyebar ke seluruh tubuh yang sering
disebut penyakit sistemik.
(Sudoyo, 2006; Price & Wilson, 2006; Raharjoe, 2005).
5. KLASIFIKASI
Menurut Price & Wilson, (2006), TB dibedakan menjadi:
Klasifikasi I
"Tabel 1. Klasifikasi TB "
"Class 0"Tidak ada jangkitan atau terinfeksi, riwayat terpapar, "
" "reaksi test tuberculin (PPD) tidak bermakna. "
"Class 1"Terpapar TBC, tidak ada bukti infeksi, reaksi kulit tak "
" "bermakna "
"Class 2"Ada infeksi TBC, reaksi kulit bermakna, pemeriksaan "
" "bakteri (-), tidak ada bukti. "
"Class 3"Sedang sakit, BTA (+), test mantoux bermakna, Rontgent "
" "Thorax (+). Lokasi tempat : Paru-paru, Pleura, Limfatik,"
" "tulang/sendi, meninges, peritoneum, dsb. "
"Class 4"Sedang sakit, ada riwayat mendapat pengobatan, Rontgent "
" "Thorax (+), test mantoux bermakna. "
"Class 5"dicurigai TBC, sedang dalam pengobatan "
Klasifikasi II
1. Tuberculosis Primer
a. Tuberculosis primer adalah bentuk penyakit yang terjadi pada orang
yang belum pernah terpajan (orang yang belum pernah mengalami TB)
atau peradangan terjadi sebelum tubuh mempunyai kekebalan spesifik
terhadap basil mikobakterium.
b. Dampak utama dari tuberculosis primer adalah
a) penyakit ini memicu timbulnya hipersensitivitas dan resistensi.
b) fokus jaringan parut mungkin mengandung basil hidup selama
bertahun-tahun bahkan seumur hidup
c) penyakit ini (meskipun jarang) dapat menjadi tuberculosis primer
progresif. Hal ini terjadi ada orang yang mengalami gangguan
akibat suatu penyakit (terutama penyakit yang menyerang sistem
kekebalan tubuh, seperti AIDS dan biasanya terjadi pada pada
anak yan mengalami malnutrisi atau usia lanjut).
2. Tuberculosis Sekunder (Tuberculosis Post Primer)
Merupakan penyakit yang terjadi pada seseorang yang telah terpajan
penyakit tuberculosis atau peradangan jaringan paru oleh karena
terjadi penularan ulang di mana di dalam tubuh terbentuk kekebalan
spesifik terhadap basil mikobakterium tersebut. Penyakit ini mungkin
terjadi segera setelah tuberculosis primer, tetapi umumnya muncul
karena reaktivasi lesi primer dorman beberapa dekade setelah infeksi
awal, terutama jika sistem pertahanan penjamu (seseorang yang pernah
terkena TB sebelumnya) melemah.
6. TANDA GEJALA
Menurut Jhon Crofton (2002), gejala klinis yang timbul pada pasien
Tuberculosis berdasarkan adanya keluhan penderita adalah :
Batuk lebih dari 3 minggu
Batuk adalah reflek paru untuk mengeluarkan sekret dan hasil proses
destruksi paru. Mengingat Tuberculosis Paru adalah penyakit menahun,
keluhan ini dirasakan dengan kecenderungan progresif walau agak
lambat. Batuk pada Tuberculosis paru dapat kering pada permulaan
penyakit, karena sekret masih sedikit, tapi kemudian menjadi
produktif.
Dahak (sputum)
Dahak awalnya bersifat mukoid dan keluar dalam jumlah sedikit,
kemudian berubah menjadi mukopurulen atau kuning, sampai purulen
(kuning hijau) dan menjadi kental bila sudah terjadi pengejuan.
Batuk darah
Batuk darah yang terdapat dalam sputum dapat berupa titik darah sampai
berupa sejumlah besar darah yang keluar pada waktu batuk. Penyebabnya
adalah akibat peradangan pada pembuluh darah paru dan bronchus
sehingga pecahnya pembuluh darah.
Sesak napas
Sesak napas berkaitan dengan penyakit yang luas di dalam paru.
Merupakan proses lanjut akibat retraksi dan obstruksi saluran
pernapasan.
Nyeri dada
Rasa nyeri dada pada waktu mengambil napas dimana terjadi gesekan pada
dinding pleura dan paru. Rasa nyeri berkaitan dengan pleuritis dan
tegangan otot pada saat batuk.
Wheezing
Wheezing terjadi karena penyempitan lumen bronkus yang disebabkan oleh
sekret, peradangan jaringan granulasi dan ulserasi.
Demam dan menggigil
Peningkatan suhu tubuh pada saat malam, terjadi sebagai suatu reaksi
umum dari proses infeksi.
Penurunan berat badan
Penurunan berat badan merupakan manisfestasi toksemia yang timbul
belakangan dan lebih sering dikeluhkan bila proses progresif.
Malaise
Ditemukan berupa anoreksia, nafsu makan menurun, berat badan menurun,
sakit kepala, nyeri otot, keringat malam.
Rasa lelah dan lemah
Gejala ini disebabkan oleh kurang tidur akibat batuk.
Berkeringat banyak terutama malam hari
Keringat malam bukanlah gejala yang patogenesis untuk penyakit
Tuberculosis paru. Keringat malam umumnya baru timbul bila proses
telah lanjut.
Gejala khas TB, yaitu TRIAS TB yaitu batuk > 3 mggu yang tidak disebabkan
penyakit lain, kadang hemoptisis; berkeringat terutama di malam hari; dan
nafsu makan diikuti penurunan BB. Penyakit tuberculosis sering dijuluki
"the great imitator" yaitu suatu penyakit yang mempunyai banyak kemiripan
dengan penyakit lain yang juga memberikan gejala umum seperti lemah dan
demam. Pada sejumlah penderita gejala yang timbul tidak jelas sehingga
diabaikan bahkan kadang-kadang asimtomatik. Gambaran klinik TB paru dapat
dibagi menjadi 2 golongan, gejala respiratorik dan gejala sistemik
(Sudoyo, 2006).
1. Gejala respiratorik meliputi:
a. Batuk lebih dari 4 minggu dengan atau tanpa sputum
Batuk dapat terjadi karena adanya iritasi pada bronkus. Batuk ini
diperlukan untuk membuang produk-produk radang keluar. Sifat batuk
mulai dari kering (non produktif) kemudian setelah timbul peradangan
menjadi produktif (menghasilkan sputum). Keadaan yang lebih lanjut
adalah berupa batuk darah (hemoptoe) karena terdapat pembuluh darah
yang pecah. Kebanyakan batuk darah pada tuberculosis terjadi pada
kavitas, tetapi dapat juga terjadi pada ulkus dinding bronchus.
b. Dahak bercampur darah.
Sifat batuk dimulai dari batuk kering (non-produktif) kemudian
setelah timbul peradagan menjadi produktif(menghasilkal
sputum).keadaan yang lanjut adalah berupa batuk darah karena terdapat
pembuuh darah yang pecah.kebanyakan batuk darah pada tuberkulusis
terjadi pada kavitas,tetapi dapat juga terjadi pada ulkus dinding
bronkus. Batuk darah berupa garis atau bercak-bercak darah, gumpalan
darah atau darah segar dalam jumlah banyak
c. Sesak nafas
Pada penyakit yang ringan (baru tumbuh) belum dirasakan sesak nafas.
Sesak nafas akan ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut, dimana
infiltrasinya sudah setengah bagian paru-paru.
d. Nyeri dada
Gejala ini sedikit jarang ditemukan. Nyeri dada timbul bila
infiltrasinya radang sudah sampai ke pleura sehingga menimbulkan
pleuritis, terjadi gesekan kedua pleura sewaktu pasien
menarik/melepaskan napasnya. Nyeri dada pada TB paru termasuk nyeri
pleuritik yang ringan. Gejala ini timbul apabila sistem persarafan di
pleura terkena.
e. Wheezing
Wheezing terjadi karena penyempitan lumen bronkus yang disebabkan oleh
sekret, peradangan jaringan granulasi dan ulserasi.
2. Gejala sistemik meliputi:
a. Demam
Merupakan gejala yang sering dijumpai biasanya timbul pada sore dan
malam hari mirip dengan demam influenza, hilang timbul dan makin lama
makin panjang serangannya sedang masa bebas serangan makin pendek
b. Gejala sistemik lain ialah keringat malam, anoreksia, penurunan berat
badan, serta malaise. Timbulnya gejala biasanya gradual dalam beberapa
minggu sampai bulan, akan tetapi penampilan akut dengan batuk, panas,
sesak nafas walaupun jarang dapat juga timbul menyerupai pneumonia.
7. PENCEGAHAN
Perkumpulan Pemberantasan Tuberkulosis Indonesia (PPTI) pada tahun
2010 menjelaskan tentang pencegahan penularan TBC, yaitu:
a. Bagi Masyarakat
1. Makan makanan yang bergizi seimbang sehingga daya tahan tubuh
meningkat.
2. Tidur dan istirahat yang cukup.
3. Tidak merokok dan mengkonsumsi alkohol
4. Lingkungan yang bersih baik tempat tinggal ataupun lingkungan
sekitar
5. Membuka jendela agar masuk sinar matahari di semua ruangan, karena
kuman TBC akan mati bila terkena sinar matahari
6. Imunisasi BCG
7. Menyarankan apabila ada yang dicurigai menderita TBC agar segera
memeriksakan diri dan berobat sesuai aturan sampai sembuh
b. Bagi penderita
1. Tidak meludah di sembarang tempat
2. Menutup mulut saat batuk dan bersin
3. Berperilaku hidup bersih dan sehat
4. Berobat sesuai aturan sampai sembuh
5. Memeriksakan balita yang tinggal serumah agar segera diberi
pengobatan pencegahan.
Saat ini vaksin BCG (Bacille Calmette Guerin) adalah vaksin yang
sudah dikenal sebagai cara untuk mencegah TBC, diberikan dengan
suntikan di bawah kulit. Vaksin ini efektif pada anak baru lahir untuk
mencegah penyakit TB berat. Saat ini TBC memang tidak memberi dampak
yang signifikan untuk mengurangi kasus TB pada orang dewasa.
Saat ini masih belum ditemukan vaksin yang efektif diberikan pada
orang dewasa untuk mencegah penyakit TBC. Akan tetapi, menurut studi
literatur yang dilakukan melita tahun 2013 menyatakan bahwa baru-baru
ini ditemukan vaksin booster TBC baru, MVA85A, dengan harapan dapat
meningkatkan kekebalan pasien terhadap TBC. Hasil dari studi literatur
tersebut menyatakan bahwa Vaksin MVA85A aman dan sangat imunogenik pada
subjek yang pernah diberi vaksin BCG, subjek yang tinggal di daerah
endemis TBC, subjek dengan infeksi TBC laten di UK. Tiga penelitian
membandingkan respons sel T setelah diberi vaksin MVA85A dengan
pemantauan selama 1 tahun dengan keadaan baseline. Keadaan baseline
yang dimaksud adalah keadaan sel T sebelum vaksinasi.
8. PEMERIKSAAN FISIK
– Inspeksi
Konjungtiva mata pucat karena anemia, malaise, badan kurus/ berat
badan menurun. Bila mengenai pleura, paru yang sakit terlihat agak
tertinggal dalam pernapasan. RR meningkat (>24 x/menit). Adanya
dyspnea, sianosis, distensi abdomen, batuk dan barrel chest.
– Perkusi
Terdengar suara redup terutama pada apeks paru, bila terdapat
kavitas yang cukup besar, perkusi memberikan suara hipersonar dan
timpani. Bila mengenai pleura, perkusi memberikan suara pekak.
– Auskultasi
Terdengar suara napas bronchial. Akan didapatkan suara napas
tambahan berupa rhonci basah, kasar dan nyaring. Tetapi bila
infiltrasi ini diliputi oleh penebalan pleura, suara napas menjadi
vesikuler melemah. Bila terdapat kavitas yang cukup besar,
auskultasi memberikan suara amforik. Bila mengenai pleura,
auskultasi memberikan suara napas yang lemah sampai tidak terdengar
sama sekali.
– Palpasi
Badan teraba hangat (demam), denyut nadi meningkat (>100x/menit),
turgor kulit menurun, fremitus raba meningkat disisi yang sakit.
(Amin, 2007)
9. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan laboratorium
a. Aksi Tes Tuberkulin Intradermal ( Mantoux).
Tes mantoux adalah dengan menyuntikan tuberculin (PPD) sebanyak
0,1 ml mengandung 5 unit (TU) tuberculin secara intrakutan pada
sepertiga atas permukaan volar atau dorsal lengan bawah setelah
kulit dibesihkan dengan alkohol. Untuk memperoleh reaksi kulit
yang maksimal diperlukan waktu antara 48 sampai 72 jam sesudah
penyuntikan dan reaksi harus dibaca dalam peiode tersebut.
Interpretasi tes kulit menunjukan adanya beberapa tipe reaksi :
a) Indurasi 5 mm diklasifikasikan positif dalam kelompok berikut
;
- Orang dengan HIV positif.
- Baru-baru ini kontak dengan orang yang menderita TB.
- Orang dengan perubahan fibrotic pada radigrafi dada yang
sesuai dengan gambaran TB lama yang sudah sembuh.
- Pasien yang menjalani tranplanstasi organ dan pasien yang
mengalami penekanan imunitas ( menerima setara dengan 15
mg/hari prednisone selama 1 bulan).
b) Indurasi 10 mm diklasifikasikan positif dalam kelompok
berikut :
- Baru tuba ( 5 tahun ) dari Negara yang berprevalensi
tinggi.
- Pemakai obat-obat yang disuntikkan.
- Penduduk dan pekerja yang berkumpul pada lingkungan yang
berisiko tinggi. Penjara, rumah-rumah perawatan, panti jompo,
fasilitas yang disiapkan untuk pasien dengan AIDS, dan
penampungan untuk tuna wisma/
- Pengawai laboratorium mikrobakteriologi.
- Orang dengan keadaan klinis pada daerah mereka yang berisioko
tinggi.
- Anak di bawa usia 4 tahun atau anak-anak dan remaja yang
terpajan orang dewasa kelompok risiko tinggi.
c) Indurasi 15 mm diklasifikasikan positif dalam kelompok
berikut :
- Orang dengan factor risiko TB.
- Target program-program tes kulit seharusnya hanya dilakukan
di anatara kelompok risiko tinggi.
(Price & Wilson, 2006)
b. Pemeriksaan Bakteriologik (Sputum)
Pemeriksaan dapat memperkirakan jumlah basil tahan asam ( AFB) yang
terdapat pada sediaan. Sediaan yang positif memberikan petunjuk
awal utnuk menekakan diagnose, tetapi suatu sediaan yang negative
tidak menyingkirkan kemungkinan adanya infeksi penyakit.
Pemeriksaan biakan harus dilakukan pada semua biakan. Mikrobakteri
akan tumbuh lambat dan membutuhkan suatu sediaan kompleks. Koloni
matur akan berwarna krem atau kekuningan, seperti kulit dan
bentuknya seperti kembang kol. Jumlah sekecil 10 bakteri/ml media
konsentrasi yang telah diolah dapat dideteksi oleh media biakan ini
(Price & Wilson, 2006).
c. Vaksinasi BCG
Vaksinasi dengan BCG biasanya menimbulkan sensitivitas terhadapa
tes tuberculin. Derajat sensitivitas biasanya bervariasi,
bergantubg pada strain BCG yang dipakai dan populasi yang
divaksinasi(Price & Wilson, 2006).
2. Pemeriksaan Radiologi
Rongten dada biasanya menunjukan lesi pada losus atas atau superior
lobus bawah/ dapat juga terlihat adanya pembentukan kavitas dan
gambaran penyakit yang menyebar yang biasanya bilateral (Price &
Wilson, 2006).
3. Pemeriksaan lain-lain
a. Ziehl Neelsen (pemakaian asam cepat pada gelas kaca untuk usapan
cairan darah) positif untuk basil asam cepat.
b. Histologi atau kultur jaringan ( termasuk pembersihan gaster ;
urine dan cairan serebrospinal, biopsi kulit ) positif untuk
mycobakterium tuberkulosis.
c. Biopsi jarum pada jaringan paru, positif untuk granula TB ; adanya
sel raksasa menunjukan nekrosis.
d. Elektrosit dapat tidak normal tergantung lokasi dan bertanya
infeksi ; ex. Hyponaremia, karena retensi air tidak normal,
didapat pada TB paru luas. GDA dapat tidak normal tergantung
lokasi, berat dan kerusakan sisa pada paru.
e. Pemeriksaan fungsi pada paru, penurunan kapasitas vital,
peningkatan ruang mati, peningkatan rasio udara resido dan
kapasitas paru total dan penurunan saturasi oksigen sekunder
terhadap infiltrasi parenkhim / fibrosis, kehilangan jaringan paru
dan penyakit pleural (TB paru kronis luas) (Doegoes, 2000).
10. KRITERIA DIAGNOSIS
1. Anamnesis dan pemeriksaan fisik
2. Laboratorium darah rutin (LED normal atau meningkat, limfositosis)
3. Foto thorax PA dan lateral. Gambaran foto thoraks yang menunjang
diagnosis TB, yaitu :
a. Bayangan lesi terletak di lapangan atas paru atau segmen apical
lobus bawah
b. Bayangan berawan (patchy) atau berbercak (nodular)
c. Adanya kavitas, tunggal atau ganda
d. Kelainan bilateral, terutama dilapangan atas paru
e. Adanya kalsifikasi
f. Bayangan menetap pada foto ulang beberapa minggu kemudian
g. Bayangan milier
4. Pemeriksaan sputum BTA
Pemeriksaan sputum BTA memastikan diagnosis TB paru, namun
pemeriksaan ini tidak sensitive karena hanya 30-70% pasien TB yang
dapat didiagnosis berdasarkan pemeriksaan ini.
5. Tes PAP (Perksidase Anti Peroksidase)
Merupakan uji serologi imunoperoksidase memakai alat histogen
imunoperoksidase staining untuk menentukan adanya IgG spesifik
terhadap basil TB
6. Tes Mantoux/Tuberkulin
7. Tehnik Polymerase Chain Reaction
Deteksi DNA kuman secara spesifik melalui amplifikasi dalam berbagai
tahap sehingga dapat mendeteksi meskipun hanya ada 1 mikroorganisme
dalam spesimen
8. Bection Dickinson Diagnostic Instrument System
Deteksi growth index berdasarkan CO2 yang dihasilkan dari
metabolisme asam lemak oleh M. tuberculosis
9. Enzyme Linked Immunosorbent Assay
Deteksi respon humoral, berupa proses antigen-antibodi yang terjadi.
Pelaksanaannya rumit dan antibodi dapat menetap dalam waktu lama
sehingga menimbulkan masalah.
10. MYCODOT
Deteksi antibody memakai antigen lipoarabinomannan yang direkatkan
pada suatu alat berbentuk seperti sisir plastik, kemudian dicelupkan
dalam serum pasien. Bila terdapat antibody spesifik dalam jumlah
memadai maka warna sisir akan berubah.
(Mansjoer, 2001)
11. PENATALAKSANAAN
Pengobatan TBC
Tujuan pemberian obat pada penderita tuberculosis adalah:
menyembuhkan, mencegah kematian,dan kekambuhan, menurunkan tingkat
penularan (Depkes RI. 2002).
a. Jenis dan Dosis Obat Anti Tuberkulosis (OAT)
Isoniazid (H)
Dikenal dengan INH, bersifat bakterisid, dapat membunuh 90 %
populasi kuman dalam beberapa hari pertama pengobatan. Sangat
efektif terhadap kuman dalam keadaan metabolik aktif yaitu kuman
yang sedang berkembang. Dosis harian 5 mg/kg berat badan, sedangkan
untuk pengobatan intermiten 3 kali seminggu diberikan dengan dosis
10 mg/kg berat badan.
Rifampisin (R)
Bersifat bakterisid, membunuh kuman semi dormant yang tidak dapat
dibunuh oleh isoniasid. Dosis 10 mg/kg berat badan. Dosis sama
untuk pengobatan harian maupun intermiten 3 kali seminggu.
Pirazinamid (Z)
Bersifat bakterisid, membunuh kuman yang berada dalam sel dengan
suasana asam. Dosis harian 25 mg/kg berat badan, sedangkan untuk
pengobatan intermiten 3 kali seminggu diberikan dengan dosis 35
mg/kg berat badan.
Streptomisin (S)
Bersifat bakterisid, dosis 15 mg/kg berat badan, sedangkan untuk
pengobatan intermiten 3 kali seminggu digunakan dosis yang sama.
Etambutol (E)
Bersifat menghambat pertumbuhan bakteri (bakteriostatik). Dosis
harian 15 mg/kg berat badan, sedangkan untuk intermiten 3 kali
seminggu diberikan dengan 30 mg/kg berat badan.
b. Tahap Pengobatan
Pengobatan Tuberculosis diberikan dalam 2 tahap yaitu:
Tahap Intensif
Penderita mendapat obat setiap hari. Pengawasan berat/ketat
untuk mencegah terjadinya kekebalan terhadap semua Obat Anti
Tuberculosis (OAT).
Tahap Lanjutan
Penderita mendapat jenis obat lebih sedikit dalam jangka waktu
yang lebih lama. Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman
persistem (dormant) sehingga mencegah terjadinya kekambuhan.
c. Evaluasi Pengobatan
Kemajuan pengobatan dapat terlihat dari perbaikan klinis ( hilangnya
keluhan, nafsu makan meningkat, berat badan naik dan lain-lain ),
berkurangnya kelainan radiologis paru dan konversi sputum menjadi
negatif.
Kontrol terhadap sputum BTA langsung dilakukan pada akhir bulan ke-
2, 4, dan 6. Pada yang memakai paduan obat 8 bulan sputum BTA
diperiksa pada akhir bulan ke-2, 5, dan 8. Biakan BTA dilakukan pada
permulaan, akhir bulan ke-2 dan akhir pengobatan. Pemeriksaan
resistensi dilakukan pada pasien baru yang BTA-nya masih positif
setelah tahap intensif dan pada awal terapi pasien yang mendapat
pengobatan ulang (retreatment).
Perawatan TBC
Perawatan yang harus dilakukan pada penderita tuberculosis adalah :
a) Awasi penderita minum obat, yang paling berperan disini adalah orang
terdekat yaitu keluarga.
b) Mengetahui adanya gejala samping obat dan merujuk bila diperlukan.
c) Mencukupi kebutuhan gizi seimbang penderita
d) Istirahat teratur minimal 8 jam per hari
e) Mengingatkan penderita untuk periksa ulang dahak pada bulan kedua,
kelima dan enam
f) Menciptakan lingkungan rumah dengan ventilasi dan pencahayaan yang
baik
Pengawasan Penderita, Kontak dan Lingkungan.
a) Oleh penderita, dapat dilakukan dengan menutup mulut (dengan
menggunakan masker) sewaktu batuk dan membuang dahak di tempat yang
disediakan dan tertutup, tidak disembarangan tempat.
b) Oleh masyarakat dapat dilakukan dengan meningkatkan dengan terhadap
bayi harus harus diberikan vaksinasi BCG.
c) Oleh petugas kesehatan dengan memberikan penyuluhan tentang penyakit
TB yang antara lain meliputi gejala bahaya dan akibat yang
ditimbulkannya.
d) Des-Infeksi, Cuci tangan dan tata rumah tangga kebersihan yang
ketat, perlu perhatian khusus terhadap muntahan dan ludah (piring,
hundry, tempat tidur, pakaian), ventilasi rumah dan sinar matahari
yang cukup.
e) Pengobatan khusus. Penderita dengan TBC aktif perlu pengobatan yang
tepat. Obat-obat kombinasi yang telah ditetapkan oleh dokter diminum
dengan tekun dan teratur, waktu yang lama ( 6 atau 12 bulan).
Diwaspadai adanya kebal terhadap obat-obat, dengan pemeriksaan
penyelidikan oleh dokter.
12. KOMPLIKASI
Menurut Depkes RI (2002), komplikasi yang dapat terjadi pada penderita
tuberculosis paru stadium lanjut yaitu :
a. Hemoptisis berat (perdarahan dari saluran napas bawah) yang dapat
mengakibatkan kematian karena syok hipovolemik atau karena
tersumbatnya jalan napas.
b. Atelektasis (parumengembang kurang sempurna) atau kolaps dari lobus
akibat retraksi bronchial.
c. Bronkiektasis (pelebaran broncus setempat) dan fibrosis
(pembentukan jaringan ikat pada proses pemulihan atau reaktif) pada
paru.
d. Penyebaran infeksi ke organ lain seperti otak, tulang, persendian,
dan ginjal.
B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Pada pengkajian dilakukan wawancara dan pemeriksaan laboratorium untuk
memperoleh informasi dan data yang nantinya akan digunakan sebagai dasar
untuk membuat rencana asuhan keperawatan pasien.
a. Keadaan Umum
Meliputi kondisi seperti tingkat ketegangan/kelelahan, tingkat
kesadaran kualitatif atau GCS dan respon verbal pasien.
b. Tanda-tanda Vital
Meliputi pemeriksaan:
Tekanan darah: sebaiknya diperiksa dalam posisi yang berbeda, kaji
tekanan nadi, dan kondisi patologis.
Pulse rate
Respiratory rate
Suhu
Pola Pengkajian Gordon
1. Persepsi dan Pemeliharaan Kesehatan
Pengkajian meliputi kebiasaan pasien terhadap pemeliharaan kesehatan
baik sebelum atau sesudah sakit. Misalnya : kebiasaan merokok, minum
obat, alkohol,riwayat minum obat-obatan.
2. Nutrisi / Metabolik
Pasien mengalami penurunan nafsu makan, mual/muntah, nafsu makan
buruk/anoreksia dan ketidakmampuan untuk makan karena penurunan nafsu
makan.Gejala : adanya anoreksia (kehilangan nafsu makan), adanya
penurunan berat badan, makanan yang disediakan hanya dimakan ¼ porsi
Tanda : turgor kulit buruk, kering / bersisik, massa otot berkurang /
lemak subkutan berkurang, IMT = (kekurangan BB tingkat berat), Pasien
tampak kurus.
3. Eliminasi
Pada pasien dengan TBC kemungkinan mengalami gangguan pada system
eliminasi jika bakteri tersebut sudah menyebar sampai ke system
gastrointestinal.
4. Aktivitas dan Latihan
Pada pasien dengan TBC kemungkinan ditemukan gangguan aktivitas dan
latihan karena pasien mengalami keletihan, kelelahan, malaise,
ketidakmampuan untuk melakukan aktvitas sehari-hari karena sulit
bernapas, ketidakmampuan untuk tidur, perlu tidur dalam posisi duduk
tinggi.Gejala: adanya kelelahan dan kelemahan, kesulitan tidur pada
malam atau demam pada malam hari, menggigil dan atau berkeringat
Tanda : takikardia, takipnea / dispnea saat beraktivitas, kelelahan
otot
5. Persepsi, Sensori, Kognitif
Pasien mengalami gangguan berupa rasa nyeri di daerah dada. Perasaan
takut.
Gejala : adanya faktor stres dalam waktu yang lama, adanya
perasaan berduka
Tanda : ansietas, takut, perasaan bersalah (menyalahkan diri sendiri),
keputusasaan, kesedihan, ekpresi kurang dalam penerimaan terhadap
penyakit, ekspresi kurang kedamaian, rasa bersalah
6. Tidur dan Istirahat
Pasien mengalami gangguan pada pola tidurnya karena sulit untuk tidur
karena nyeri dan sesak napas.
7. Konsep Diri
Pasien mengalami gangguan pada harga diri , karena kondisi yang
terkena TBC. Gejala : adanya perasaan rendah diri karena mengidap
penyakit menular, adanya perubahan kapasitas fisik untuk melaksanakan
peran, tidak berpartisipasi dalam kegiatan agama, perubahan pola
ibadah, merasa diabaikan dan diasingkan, menolak interaksi dengan
orang lain, merasa dipisahkan dari lingkungan sosial.
perubahan interaksi dalam keluarga, seperti: perubahan tugas dalam
keluarga, perubahan dukungan emosional, perubahan pola komunikasi
dalam keluarga, perubahan keakraban, perubahan partisipasi dalam
menyelesaikan masalah.
8. Peran dan Hubungan
Pasien mengalami gangguan pada peran dan hubungan,hubungan yang
ketergantungan dengan keluarga, kurang sistem pendukung, penyakit lama
atau ketidakmampuan membaik.
9. Seksual dan Reproduksi
Pada pasien dengan tbc kemungkinan ditemukan penurunan libido.
10. Koping Stres dan Adaptasi
Pasien kemungkinan mengalami gangguan pada pola koping stress dan
adaptasi, ansietas, ketakutan, peka rangsang.
11. Nilai dan Kepercayaan
Pada pasien dengan pada tbc kemungkinan pasien mengalami gangguan
dalam melakukan aktivitas beribadah diluar rumah (tempat-tempat
ibadah).
2. Diagnosa Keperawatan Yang Mungkin Muncul
a. Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan sekresi
trakeobronkial yang sangat banyak ditandai dengan frekuensi napas,
irama, kedalaman tak normal, bunyi napas tak normal (ronchi, mengi),
stridor, dispneu.
b. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan penurunan permukaan efektif
paru, atelektasis, kerusakan membran alveolar-kapiler, sekret kental,
tebal, edema bronkialditandai dengansesak, pucat, sianosis pada bibir,
napas cepat dan dangkal, RR>20x/menit, AGD abnormal, takikardi,
gelisah, penggunaan otot bantu pernapasan, pernapasan cuping hidung,
pergerakan dada tidak seimbang.
c. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan penurunan ekspansi paru
ditandai dengan adanya sesak, sesak semakin berat apabila stres dan
sering timbul pada malam hari, frekuensi napas >20 x/menit, napas
cepat dan dangkal, ekspansi dada tampak menurun.
d. Hipertermi berhubungan dengan kerusakan kontrol suhu sekunder akibat
infeksi TB, ditandai dengan adanya peningkatan suhu tubuh (>37,5°C),
kulit teraba hangat, nadi meningkat (>100x/menit), kulit tampak
kemerahan, menggigil.
e. Nyeri akut berhubungan dengan inflamasi parenkim paru, reaksi seluler
terhadap sirkulasi toksin, batuk menetap ditandai dengan nyeri dada,
sakit kepala, nyeri sendi, melindungi area yang sakit, perilaku
distraksi, gelisah.
f. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan peningkatan kebutuhan kalori sekunder akibat infeksi TB
ditandai dengan nafsu makan menurun/anoreksia, kelemahan ditandai
dengan berat badan < 10%-20% BBI, gangguan sensasi pengecap, tonus
otot buruk.
g. Ketidakefektifan manajemen kesehatan diri berhubungan dengan kurang
pengetahuan, kompleksitas regimen terapeutik ditandai dengan klien
mengatakan tidak mengerti mengenai penyakitnya, klien mengatakan ingin
berhenti minum obat
h. Resiko kontaminasi berhubungan dengan praktik hygiene personal dan
pemajanan bersama