LAPORAN ASUHAN KEPERAWATAN KMB I DENGAN GANGGUAN SISTEM PERKEMIHAN PADA KASUS BATU STAGHORN KELAS III DI RUANG GILI TRAWANGAN RSUD PROVINSI NTB
DISUSUN OLEH : RIJAL HAMBALI 025SYE16
YAYASAN RUMAH SAKIT ISLAM NUSA TENGGARA BARAT SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN YARSI MATARAM PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN JENJANG DIII MATARAM 2018
LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN GANGGUAN SISTEM PERKEMIHAN PADA KASUS BATU STAGHORN
A. Konsep Medis 1.
Pengertian
Batu staghorn adalah batu ginjal yang bercabang yang menempati lebih dari satu collecting system, yaitu batu pielum yang berekstensi ke satu atau lebih kaliks. Istilah batu cetak/ staghorn parsial digunakan jika batu menempati sebagian cabang collecting system, system, sedangkan istilah batu cetak/staghorn komplit digunakan batu jika menempati seluruh collecting system (Wein, et al , 2007). Menurut Fabiansyah, et al (2012), batu ginjal terbentuk pada tubuli ginjal di kaliks, infundibulum, pelvis ginjal dan bahkan bisa mengisi pelvis serta seluruh kaliks ginjal. Batu yang mengisi pielum dan lebih dari dua kaliks ginjal memberikan gambaran menyerupai tanduk rusa sehingga disebut batu staghorn atau batu cetak ginjal.
2.
Tanda Dan Gejala
Tanda dan gejala dari batu cetak ginjal ini tergantung pada posisi atau letak batu, besarnya batu, dan penyulit yang telah terjadi ( Tim perawat bedah RSCM, 2008). a. Nyeri. Rasa nyerinya berbeda beda ditentukan oleh lokasi batu. Nyeri pada ginjal dapat menimbulkan dua macam nyeri yaitu nyeri kolik dan nonkolik. Nyeri kolik (hilang timbul) disebabkan oleh stretching sistem stretching sistem collecting atau peregangan sistem pengumpul dan nyeri nonkolik disebabkan oleh peregangan kapsul ginjal. Nyeri pada pelvis renalis akan menyebabkan nyeri berat pada punggung bagian bawah tepat di iga ke-2. Nyerinya akan menjalar ke perut bagian bawah. Rasa nyeri itu akan bertambah hebat apabila batu bergerak turun dan menyebabkan obstruksi. Pada bagian ureter bagian distal (bawah) akan menyebabkan rasa nyeri di sekitar testis pada pria atau labia mayora pada wanita. Apabila batu
terdapat dalam bladder, akan menyebabkan gejala iritasi dan bila bersamaan dengan infeksi akan menyebabkan hematuria. Jika batu mengobstruksi bladder neck, maka akan terjadi retensi urin. b. Kristaluria, urin yang keluar disertai pasir atau batu c. Infeksi, batu yang terdapat di saluran kemih menjadi tempat sarangnya kuman yang tidak dapat dijangkau obat-obatan. d. Demam, hal ini terjadi jika kuman sudah menyebar ke tempat lain. Tanda demam yang disertai dengan hipotensi, palpitasi, vasodilatasi pembuluh darah di kulit merupakan tanda terjadinya urosepsis. Adanya massa di daerah punggung akibat adanya hidronefrosis.
3.
Etiologi
Penyebab terjadinya batu cetak ginjal secara teoritis batu dapat terjadi atau terbentuk diseluruh saluran kemih terutama pada tempat-tempat yang sering mengalami hambatan aliran urin (statis urine), yaitu pada sistem kalises ginjal atau buli-buli. Adanya kelainan bawaan pada pelvikalises (stenosis uretro-pelvis), divertikel, obstruksi intravesika kronik, seperti hipertrofi prostat benigna, strikture, dan buli-buli neurogenik merupakan keadaan-keadaan yang memudahkan terjadinya pembentukan batu (Wein, et al , 2007). Namun ada beberapa pendapat lain yang membedakan faktor penyebab terjadinya batu ginjal melalui beberapa teori: 1) Teori nukleasi Menurut teori ini, batu saluran kemih berasal dari kristal atau benda asing yang terdapat dalam supersaturasi urine. Tahap terjadinya batu adalah berawal dari adanya inti batu kemudian tumbuh karena dipengaruhi oleh substansi-subtansi lain yaitu matriks protein, kristal, benda asing dan partikel lainnya selanjutnya batu tersebut beragregasi. 2) Teori matriks Menurut teori ini, batu saluran kemih terdiri dari komponen matriks yang berasal dari protein (albumin, globulin dan mukoprotein) dengan sedikit hexose dan hexosamine yang merupakan kerangka tempat diendapkannya kristal-kristal batu.
3) Teori inhibitor kristal Menurut teori ini, diduga batu saluran kemih terjadi akibat tidak ada atau berkurangnya faktor inhibitor (penghambat) batu seperti magnesium, sitrat, pyrophosfat, asam glikoprotein. Selain ketiga teori tersebut ada faktor lain yang mempengaruhinya yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal yang mempengaruhi terjadinya batu ginjal adalah adanya infeksi, statis urin, periode mobilisasi (lambatnya
drainase
renal
dan
gangguan
metabolisme
kalsium),
hiperkalsemia dan hiperkalsiuria (penyebabnya: hiperparatiroid, asidosis tubulus renal, intake vitamin D yang berlebihan, intake susu dan alkali yang berlebih, inflamasi usus, penggunaan obat dalam jangka waktu lama). Faktor eksternal yang mempengaruhi adalah keadaan sosial ekonomi yang mayoritas di daerah industri, pola diet, jenis pekerjaan dengan aktivitas fisik yang minimal, iklim yang cenderung panas, riwayat keluarga (Tim perawat bedah RSCM, 2008).
4.
Patofisiologi
Batu dapat terbentuk di seluruh saluran kemih terutama pada tempattempat yang sering mengalami hambatan dalam urin (stasis urin), yaitu pada sistem kaliks ginjal atau buli- buli. Adanya kelainan pada pelvikaliks, divertikel, obstruksi infravesika kronis seperti pada hiperplasia prostat benigna, striktura dan buli- buli neurogenik merupakan keadaan- keadaan yang memudahkan terjadinya pembentukan batu (Purnomo, 2009). Batu terdiri atas kristal-kristal yang tersusun oleh bahan- bahan organik maupun anorganik yang terlarut dalam urin. Kristal- kristal tersebut tetap berada dalam keadaan metastable (tetap terlarut) dalam urin jika tidak ada keadaan- keadaan tertentu yang menyebabkan presipitasi kristal. Kristalkristal yang saling mengadakan presipitasi membentuk inti batu (nukleasi) yang kemudian akan mengadakan agregasi, dan menarik bahan- bahan lain sehingga menjadi kristal yang lebih besar. Meskipun ukuranya cukup besar, agregatkristal masih rapuh dan belum cukup mampu menghambat saluran kemih. Untuk itu agregrat kristal menempel pada epitel saluran kemih
(membentuk retensi kristal), dan bahan- bahan lain diendapkan pada agregrat tersebut sehingga membentuk batu yang cukup besar sehingga menyumbat saluran kemih (Purnomo, 2009). Kondisi metastable dipengaruhi oleh suhu, pH larutan, adanya koloid didalam urine, konsentrasi solute dalam urin, laju aliran urin di dalam saluran kemih, atau adanya korpus alineum di dalam saluran kemih yang bertindak sebagai inti batu (Purnomo, 2009). Lebih dari 80% batu saluran kemih terdiri atas batu kalsium, baik yang berikatan dengan oksalat maupun fosfat membentuk batu kalsium oksalat dan kalsium fosfat, sedangkan sisanya berasal dari batu asam urat, batu magnesium ammonium fosfat (batu infeksi), batu xanthyn, batu sistein dan batu jenis lainnya. Meskipun patogenensis pembentukan batu- batu diatas hampir sama, tetapi suasana didalam saluran kemih yang memungkinkan terbentuknya jenis batu itu tidak sama. Misalnya asam urat mudah terbentuk dalam suasana asam sedangkan batu magnesium ammonium fosfat terbentuk karena urine bersifat basa (Purnomo, 2009).
5.
Pathway
pH urine
Stasis Urine
Inhibitor kristalisasi
Konsentrasi filtrate meningkat sehingga terjadi supersaturasi Hiperstatik & spasme otot untuk mendorong batu
↓
Efek retensi urin
Pembentukan kristalkristal
↓
Refluksi urin
↓
↓
Mengaktifkan proses inflamasi (pelepasan mediator oleh mast cell : bradikinin, histamin, & prostaglandin)
Kristal-krstal saling mengadakan agregasi & menarik bahan-bahan lain
↓
Agregasi kristal menempel pada >1 collecting sistem
Nefron mengalami kerusakan
↓ Batu Staghorn ↓
Eritropoetin menurun
Menstimulus nosiceptor oleh serabut C melalui aferen ↓
Mekanisme nyeri (transduksi, transmisi, modulasi dan persepsi) ↓ MK : Nyeri akut
↓
Obstruksi sebagian/seluruh collecting sistem ↓
Terjadi sumbatan aliran urin ↓
Gangguan fungsi tubulus untuk memekatkan urin ↓
Oliguria / poliuria ↓ MK : Gangguan eliminasi urin
↓
Hidronefrosis ↓
Hidronefrosis ↓
↓ ↓
Anemia ↓
Gangguan suplai O2 ke jaringan ↓
Kadar O2 ke paru menurun ↓
Sesak napas ↓ MK : Gangguan pola napas
Sumber: Brunner and Suddart. Buku ajar keperawatan medikal bedah
Mendesak lambung ↓
Merangsang saraf pusat pencernaan ↓
Mual & muntah ↓ MK : ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
6.
Komplikasi
1)
Gagal ginjal (ditandai gejala seperti : sesak, hipertensi, dan anemia).
7.
Pemeriksaan Penunjang
Diagnosis batu saluran kencing dapat ditegakkan dengan cara pemeriksaan fisik, laboratorium dan radiologis yaitu ( Tim perawat bedah RSCM, 2008) : a. Pemeriksaan fisik Keluhan lain selain nyeri kolik adalah takikardi, keringatan, mual dan demam. Pada keadaan akut, paling sering ditemukan kelembutan pada daerah pinggul (flank tenderness), hal ini disebabkan akibat obstruksi sementara yaitu saat batu melewati ureter menuju kandung kemih. b. Laboratorium Urinalisis dilakukan untuk mengetahui apakah terjadi infeksi yaitu peningkatan jumlah leukosit dalam darah, hematuria dan bakteriuria, dengan adanya kandungan nitrat dalam urine. Selain itu, niali pH urie harus diuji krena batu sistin dan asam urat dapat terbentuk jika nilai pH kurang dari 6,0, sementara batu fosfat dan struvit lebih mudah terbentuk pada pH urine lebih dari 7,2. c. Sinar X abdomen Untuk melihat batu di daerah ginjal, ureter dan kandung krmih. Dimana dapat menunjukkan ukuran, bentuk,posisi batu dan dapat membedakan klasifikasi batu yaitu dengan densitas tinggi biasanya menunjukkan jenis kalsium oksalat dan kalsium fosfat, sedangkan dengan desintas rendah menunjukkan jenis batu stuvit, sistin dan campuran. Pemeriksaan ini tiak dapat membedakan batu di dalam ginjal maupun batu diluar ginjal. d. Intavenous Pyelogram (IVP) Pemeriksaan ini bertujuan meniali anatomi dan fungsi ginjal. Jika IVP belum dapat menjelaskan keadaan sistem saluran kems akibat adanya penurunan fungsi ginjal, sebagai penggantinya adalah pemeriksaan pielografi retrograd.
e. Ultrasonografi (USG) USG dapat menunjukkan ukuran, bentuk , posisi batu dan adanya obstruksi. Pemeriksaan dengan ultrasonografi diperlukan pada wanita hamil dan pasien yag alergi terhadap kontras radiologi. Keterbatasan pemeriksaan ini adalah kesulitan untuk menunjukkan batu staghorn dan tidak dapat membedakan klasifikai batu. f. Computed Tomographic (CT) scan Pemidaian CT akan mnghasilkan gambar yang lebih jelas tentang ukuran dan lokasi batu.
1.
Penatalaksanaan Medis
Tujuan dasar penatalaksanaan medis adalah untuk menghilangkan batu, menentukan jenis batu, mencegah kerusakan nefron, mengendalikan infksi dan mengurangi obstrksi yang terjadi. Batu dapat dikeluarkan dengan cara medikamentosa, pengobatan medik selektif dengan pemberian obatobatan, tanpa operasi dan pembedahan terbuka ( Tim perawat bedah RSCM, 2008).. a. Medikamentosa Terapi medikamnetosa ditujukan untuk batu yang berukuran lebih kecil yatu dengan diameter < 5 mm, karena diharapkan batu dapat keluar tanpa intervensi medis. Dengan cara mempermudah keenceran urine dan diet makanan tertentu yang dapat mencegah pembentukan batu atau lebih jauh meningkatkan ukuran batu yang telah ada. Setiap pasien harus minum palng sedikit 8 gelas air sehari. b. Pengobatan medik selektif dengan pemberian obat-obatan Anlgesia dapat diberikan untuk meredakan nyeri dan mengusahakan agar batu dapat keluar sendiri secara spontan. Opioid seperti injeksi morfin sulfat yaitu petidin hidroklorida atau oabat antiinflamasi nonsterois seperti ketorolak dan naproxen dapat diberikan terganung pada intensitas nyeri. Propantelin dapat digunakan untuk mengatasi spasme ureter. Pemberian antibiotik apabila terdapat infeksi saluran kemih atau pada pengangkatan
batu untuk mencegah infeki sekunder. Setelah batu dikeluarkan untuk mencegah atau meghamba pembentkan batu berikutnya. c. ESWL ( Extracorporeal Shockwave Lithotripsy) Merupakan tindakan non invasif dan tanpa pebiusan. Pada tindakan ini digunakan gelombang kejut eksternal yang dialirkan melalui tubuh untu memecah batu. Alat ESWL adalah emecah batu yang diperkenalkan pertama kali oleh Caussy pada tahun 1980. Alat ini dapat memecah batu ginjal, batu staghorn proximal, atau menjadi fragmen-fragmen kecil sehingga mudah dikeluarkan melalui saluran kemis. ESWL dapat mengurangi keharusan melakukan prosedur invasif dan terbukti dapat menurunkan lama rawat inap di rumah sakit. d. Endourologi Tindakan
endourologi
adalah
tindakan
invasif
minimal
untuk
mengeluarkan batu yang terdiri atas memecah abtu dam kemudian mengeluarkannya dari saluran kemih melalui alat yang dimasukkan langsung kedalam saluran kemih. Alat tersebut dimasukkan melalui uretra atau melalui insisi kecil pada kulit (perkutan). Beberapa tindakan endourologi adalah :
-
PNL ( Percutaneous Nephro Litholapoxy) adalah usaha mengeluarkan batu yang berada didalam slauran ginjal dengan cara memasukkan alat endoskopi ke sistem kalies melalui insisi pada kulit. Batu kemudia dikeluarkan atau dipecah terlebih dahulu menjadi fragmen-fragmen kecil.
-
Litotrpsi adalah memecah batu buli-buli atau batu uretra dengan memeasukkan alat pemecah batu (litotriptor) ke dalam buli-buli.
-
Uretroskopi atau uretro-renoskop adalah dengan memsaskkan alat uretroskopi pre-uretrum. Dengan memakai energi tertentu, batu yang berada di dalam uretre maupun
sistem pelvikalises dapat dipecah
melalui tuntunan uretroskopi ini.
-
Ekstra
dormia
adalah
mengeluarkan
batu
menjaringnya memalui alat keranjang dormia. e. Tindakan operasi
staghorn
dengan
Penanganan batu saluran kencing baisanya terlebih dahulu diusakhakan untuk mengeluarkan batu secara spontan tanpa pembedahan/operasi. Tindakan bedah dilakukan jika batu tidak merespon terhadap bentuk penanganan lainnya. Ada beberapa jenis tindakan pembedahan, anmun dari tindakan pembedahan tersebut tergantung dari lokasi dimana batu berada, seperti nefrolitotomi, ureterolitotomi, vesikolitomi dll.
B. Konsep Asuhan Keperawatan 1. Pengkajian
1)
Identitas : Nama, Umur paling sering terkena batu staghorn yaitu umur 30 – 50 tahun, Jenis kelamin 3-4 x lebih banyak terjadi pada pria, alamat tinggal di daerah panas lebih beresiko terkena batu staghorn, Pekerjaan lebih beriko terjadi pada pekerja berat.
2)
Keluhan Utama Biasanya pasien dengan batu staghorn akan mengeluhkan sebagai berikut : a. Nyeri yang luar biasa, akut/kronik. b. Kolik yang menyebar ke paha dan genetelia.
3)
Riwayat Kesehatan a. Riwayat Penyakit Dahulu Biasanya pasien dengan penyakit batu staghorn mempunyai riwayat sebagai berikut : a) Pernah menderita infeksi saluran kemih. b) Sering mengkonsumsi susu berkalsium tinggi. c) Bekerja di lingkungan panas. d) Penderita osteoporosis dengan pemakaian pengobatan kalsium. e) Olahragawan. b. Riwayat Penyakit Sekarang Biasanya pasien dengan penyakit batu staghorn akan mengalami nyeri, mual / muntah, hematuria, diare, oliguria, demam, disururia. c. Riwayat Penyakit Keluarga Biasanya pasien dengan batu staghorn mempunyai riwayat penyakit dalam keluarganya yaitu : a) Pernah menderita urolitiasis b) Riwayat ISK dalam keluarga c) Riwayat hipertensi
4)
Pengkajian Keperawatan (pola Gordon) a) Aktifitas/istirahat
Gejala : Perkejaan monoton, perkerjaan dimana pasien terpajan pada
lingkungan
bersuhu
tinggi.
Keterbatasan
aktivitas/imobilisasi sehubungan dengan kondisi sebelumnya (contoh penyakit tak sembuh, cedera medulla spinalis). b) Sirkulasi Tanda : peningkatan TD/nadi(nyeri, anseitas, gagal ginjal), Kulit hangat dan kemerahan ;pucat c) Eliminasi Gejala
:
Riwayat
adanya/
ISK
Kronis;obstruksi
sebelumnya(kalkulus). Penurunan haluaran urine, kandung kemih penuh. Rasa terbakar, dorongan kemih. Tanda : oliguria, hematuria, piuria. Perubahan pola berkemih. d) Makanan/cairan Gejala : muntah/mual ,nyeri tekan abdomen. Diet rendah purin, kalsium oksalat, dan fosfat. Ketidakcukupan pemasukan cairan; tidak minum air dengan cukup. Tanda : distensi abdominal; penurunan/tak adanya bising usus, muntah. e) Nyeri/ketidaknyamanan Gejala : episode akut nyeri berat/ kronik. Lokasi tergantung pada lokasi batu, contoh pada panggul di region sudut kostovetebral ; dapat menyebar ke seluruh punggung, abdomen, dan turun ke lipat paha/genitalia. Nyeri dangkal konstan menunjukan kalkulus ada di pelvis atau kalkulus ginjal. Nyeri dapat digambarkan sebagai akut, hebat tidak hilang dengan posisi atau tindakan lain. Tanda : melindungi; prilaku distraksi. Demam dan menggigil. f) Penyuluhan/ pembelajaran Gejala : riwayat kalkulus dalam keluarga, penyakit ginjal, hipertensi, gout, ISK Kronis. Riwayat penyakit usus halus, bedah abdomen sebelumnya, hiperparatiroidisme. Penggunaan
antibiotic, antihipertensi, natrium bikarbonat, alupurinol, fosfat, tiazid, pemasukan berlebihan kalsium dan vitamin. g) Keamanan Gejala : pengguna alkohol, demam, menggigil. h) Pola Persepsi-Kognitif Biasanya pasien dengan batu staghorn akan mengalami gangguan pada sistem penglihatan. i) Pola Konsep diri-Persepsi Diri Biasanya pasien dengan batu staghorn harus mendapatkan dukungan dari keluarga karena keadaan fisik yang melemah. j) Pola Hubungan-Peran Biasanya pasien dengan batu staghorn akan mengalami ketidak puasan dalam menjalankan perannya karena efek dari kesehatan. k) Pola Reproduksi-Seksualitas Biasanya pasien dengan batu staghorn akan mengalami perubahan pada alat reproduksi karena bisanya dilakukan pemasangan kateter. 5)
Pemeriksaan Fisik a. Head to Toe a) Kepala Biasanya pasien dengan batu staghorn akan : Inspeksi : Tidak terdapat lesi, terdapat ketombe, terkadang rontok. Palpasi : Tidak terdapat nyeri tekan. b) Mata Biasanya pasien dengan batu staghorn akan memiliki konjungtiva anemis, ketajaman penglihatan berkurang. c) Telinga Biasanya pasien dengan batu staghorn akan : Inspeksi : Tidak terdapat lesi. Palpasi : Tidak terdapat benjolan. d) Hidung Biasanya pasien dengan batu staghorn akan :
Inspeksi : Tidak terdapat sekret Palpasi : Tidak terdapat benjolan. e) Mulut Biasanya pasien dengan batu staghorn akan : Inspeksi : Mukosa bibir kering, tidak terlihat pembengkakan, bibir pucat. f) Leher Biasanya pasien dengan batu staghorn akan : Inspeksi : Tidak ada lesi Palpasi : Tidak terdapat pembesaran kelenjar limfe
g) Dada Biasanya pasien dengan batu staghorn akan : Inspeksi : Simetris kiri dan kanan Palpasi : Tidak ada nyeri tekan Perkusi : Vokal premitus normal Auskultasi : Jantung : s2 terdengar lebih keras. h) Abdomen Biasanya pasien dengan batu staghorn akan : Inspeksi : Tidak terdapat lesi Palpasi
:
Hepar
tidak
teraba,
spline
tidak
pembengkakan pada ginjal, nyeri tekan pada ginjal Perkusi : Hipertimpani pada abdomen. i) Kandung kemih Biasanya pasien dengan batu staghorn akan : Inspeksi : Terlihat cembung Palpasi : Nyeri tekan j) Integumen Biasanya pasien dengan batu staghorn akan : Inspeksi : Kulit terlihat kering dan bersisik Palpasi : Torgor kulit tidak elastis k) Ekstremitas
teraba,teraba
Biasanya pasien dengan batu staghorn akan : Inspeksi : Terdapat edema di kedua kaki. Palpasi : Kembali > 3 detik jika di sentuh
2. Diagnosa Keperawatan
1) Nyeri akut b.d agn cedera biologis 2) Gangguan eliminasi urin b.d obstruksi colecting system. 3) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d nutrisi inadekuat. 4) Gangguan pola nafas b.d Gangguan suplai O2 ke jaringan
3. Rencana Intervensi Keperawatan
1) Nyeri akut b.d agn cedera biologis NOC Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3 X 24 Jam diharapkan nyeri berkurang NOC : Pain Level, Pain control, Comfort level Kriteria Hasil : Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu menggunakan tehnik nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri, mencari bantuan) Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan manajemen nyeri mengenali nyeri (skala, Mampu intensitas, frekuensi dan tanda nyeri) Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang Tanda vital dalam rentang normal
2)
NIC Rasional a. Tentukan riwayat nyeri, lokasi, durasi, dan a. Memberikan informasi yang intensitas diperlukan untuk merencakan b. Evaluasi terapi: pembedahan, radiasi, kemoterapi, asuhan bioterapi, ajarkan klien dan keluarga tentang cara b. Untuk mengetahui terapi yan menghadapinya. dilakukan sesuai atau tidak, atau c. Berikan pengalihan seperti reposisi, aktivitas malah menyebabkan komplikasi menyenangkan seperti mendengarkan music atau c. Untuk meningkatkan menonton TV kenyamanan dengan mengalihkan d. Menganjurkan teknik penanganan stress (teknik perhatian klien dari rasa nyeri relaksasi, visualisasi, bimbingan), berikan d. Meningkatkan kontrol diri atas sentuhan terapeutik. efek samping dengan e. Evaluasi nyeri, berikan pengobatan bila perlu. menurunkan stress dan ansietas f. Diskusikan penanganan nyeri dengan dokter dan e. Untuk mengetahui efektifitas klien. penanganan nyeri g. Berikan analgetik sesuai dengan indikasi seperti f. Agar terapi yang diberika tepat morfin, methadone, narkotik, dll sasaran g. Untuk mengatasi nyeri
Gangguan eliminasi urin b.d obstruksi colecting system. NOC
Setelah dilakukan tindakan keperawatan
NIC
Urinary retention care 1. Lakukan penilaian kemih yang komprehensif selama 3 x 24 jam diharapkan gangguan berfokus pada inkontinensia (misalnya output eliminasi urin dapat teratasi dengan kriteria urin, pola berkemih, fungsi kognitif, dan masalah kencing praeksisten). hasil : 2. Memantau penggunaan obat dengan dengan sifat 1. Kandung kemih kosong secara penuh. antikolinergik atau properti alpha agonis. 3. Memonitor efek dari obat-obatan yang 2. Tidak ada residu urine >100-200 cc. diresepkan, seperti calcium channel blockers dan 3. Intake cairan dalam rentang normal. antikolinergik. 4. Menyediakan penghapusan privasi. 4. Bebas isk. 5. Gunakan kekuatan sugesti dengan menjalankan 5. Tidak ada spasme bladder. air atau disiram toilet. 6. Merangsang refleks kandung kemih dengan 6. Balance cairan seimbang. menerapkan dingin untuk perut, membelai tinggi batin, atau air. 7. Sediakan waktu yang cukup untuk pengosongan kandung kemih (10 menit) 8. Gunakan spirit wintergreen di pispot atau urinal. 9. Menyediakan manuver crede, yang diperlukan. 10. Gunakan double-vold teknik. 11. Masukkan kateter kemih, sesuai. 12. Anjurkan pasien atau keluarga untuk merekam output urin, sesuai. 13. Instruksikan cara-cara untuk menghindari konstipasi atau impaksi tinja. 14. Memantau asupan dan keluaran urin. 15. Memantau tingkat distensi kandung kemih dengan palpasi dan perkusi.
Rasional 1. Untuk mengetahui kebutuhan cairan pasien. 2. Untuk mengetahui 3. Untuk mengetahui efek dari pengobatan yang diberikan kepada pasien. 4. Untuk mengetahui data pasien secara l engkap. 5. Untuk merangsang pengeluaran urin pasien. 6. Untuk merangsang pengeluaran urin pasien. 7. Untuk memberikan kesempatan kepada pasien sampai kandung kemih kosong. 8. Untuk merangsang pengeluaran urin pasien. 9. Untuk merangsang pengeluaran urin pasien. 10. Untuk merangsang pengeluaran urin pasien. 11. Untuk merangsang pengeluaran urin pasien. 12. Untuk mengetahui pengeluaran cairan pasien. 13. Untuk membantu pasien menghindari konstipasi. 14. Untuk mengetahui kebutuhan cairan pasien. 15. Untuk mengetahui kandung kemih pasien sudah kosong atau tidak. 16. Untuk merangsang pengeluaran urin pasien. 17. Untuk membantu pasien mengosongkan kandung kemih. 18. Untuk merangsang pengeluaran urin pasien. 19. Untuk membantu pasien sehingga tidak meningkatkan resiko.
2)
Gangguan eliminasi urin b.d obstruksi colecting system. NOC
NIC
Setelah dilakukan tindakan keperawatan
Urinary retention care 1. Lakukan penilaian kemih yang komprehensif selama 3 x 24 jam diharapkan gangguan berfokus pada inkontinensia (misalnya output eliminasi urin dapat teratasi dengan kriteria urin, pola berkemih, fungsi kognitif, dan masalah kencing praeksisten). hasil : 2. Memantau penggunaan obat dengan dengan sifat 1. Kandung kemih kosong secara penuh. antikolinergik atau properti alpha agonis. 3. Memonitor efek dari obat-obatan yang 2. Tidak ada residu urine >100-200 cc. diresepkan, seperti calcium channel blockers dan 3. Intake cairan dalam rentang normal. antikolinergik. 4. Menyediakan penghapusan privasi. 4. Bebas isk. 5. Gunakan kekuatan sugesti dengan menjalankan 5. Tidak ada spasme bladder. air atau disiram toilet. 6. Merangsang refleks kandung kemih dengan 6. Balance cairan seimbang. menerapkan dingin untuk perut, membelai tinggi batin, atau air. 7. Sediakan waktu yang cukup untuk pengosongan kandung kemih (10 menit) 8. Gunakan spirit wintergreen di pispot atau urinal. 9. Menyediakan manuver crede, yang diperlukan. 10. Gunakan double-vold teknik. 11. Masukkan kateter kemih, sesuai. 12. Anjurkan pasien atau keluarga untuk merekam output urin, sesuai. 13. Instruksikan cara-cara untuk menghindari konstipasi atau impaksi tinja. 14. Memantau asupan dan keluaran urin. 15. Memantau tingkat distensi kandung kemih dengan palpasi dan perkusi.
Rasional 1. Untuk mengetahui kebutuhan cairan pasien. 2. Untuk mengetahui 3. Untuk mengetahui efek dari pengobatan yang diberikan kepada pasien. 4. Untuk mengetahui data pasien secara l engkap. 5. Untuk merangsang pengeluaran urin pasien. 6. Untuk merangsang pengeluaran urin pasien. 7. Untuk memberikan kesempatan kepada pasien sampai kandung kemih kosong. 8. Untuk merangsang pengeluaran urin pasien. 9. Untuk merangsang pengeluaran urin pasien. 10. Untuk merangsang pengeluaran urin pasien. 11. Untuk merangsang pengeluaran urin pasien. 12. Untuk mengetahui pengeluaran cairan pasien. 13. Untuk membantu pasien menghindari konstipasi. 14. Untuk mengetahui kebutuhan cairan pasien. 15. Untuk mengetahui kandung kemih pasien sudah kosong atau tidak. 16. Untuk merangsang pengeluaran urin pasien. 17. Untuk membantu pasien mengosongkan kandung kemih. 18. Untuk merangsang pengeluaran urin pasien. 19. Untuk membantu pasien sehingga tidak meningkatkan resiko.
16. Membantu dengan toilet secara berkala. 17. Memasukkan pipa ke dalam lubang tubuh untuk sisa. 18. Menerapkan kateterisasi intermiten. 19. Merujuk ke spesialis kontinensia kemih. 3)
ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d mual, muntah efek sekunder dari nyeri kolik.
NOC NOC : Nutritional Status : food and Fluid Intake Kriteria Hasil : Adanya peningkatan berat badan sesuai dengan tujuan Berat badan ideal sesuai dengan tinggi badan Mampu mengidentifikasi kebutuhan nutrisi Tidak ada tanda tanda malnutrisi Tidak terjadi penurunan berat badan yang berarti
NIC Rasional a. Minitor intake makanan setiap hari, apakah klien a. Memberikan informasi tentang status gizi makan sesuai dengan kebutuhannya. klien. b. Timbang ukur berat badan. b. Memberikan informasi tentang penambahan c. Kaji pucat, penyembuhan luka yang lambat dan dan penurunan berat badan pembesaran kelenjar parotis c. Menunjukkan keadaaan gizi klien sangat d. Anjurkan klien untuk mengkonsumsi makanan buruk tinggi kalori dengan intake cairan yang adekuat d. Kalori merupakan sumber energy e. Kontrol faktor lingkungan seperti bau busuk atau e. Mencegah mual muntah, distensi berlebihan, bising. Hindarkan makanan yang terlalu pedas, dyspepsia yang menyebabkan penurunan nafsu manis, dan asin. makan serta mengurangi stimulus berbahaya f. Ciptakan suasana makan yang menyenangkan yang dapat meningkatkan ansietas. misalnya makan dengan keluarga. f. Agar klien merasa seperti berada di rumah g. Anjurkan teknik relaksasi, visualisasi, latihan g. Untuk menimbulkan perasaan ingin moderate sebelum makan. makan/membangkitkan selera makan h. Anjurkan komunikasi terbuka tentang problem h. Agar dapat diatasi secara bersama-sama anoreksia yang dialami klien dengan ahli gizi.
16. Membantu dengan toilet secara berkala. 17. Memasukkan pipa ke dalam lubang tubuh untuk sisa. 18. Menerapkan kateterisasi intermiten. 19. Merujuk ke spesialis kontinensia kemih. 3)
ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d mual, muntah efek sekunder dari nyeri kolik.
NOC NOC : Nutritional Status : food and Fluid Intake Kriteria Hasil : Adanya peningkatan berat badan sesuai dengan tujuan Berat badan ideal sesuai dengan tinggi badan Mampu mengidentifikasi kebutuhan nutrisi Tidak ada tanda tanda malnutrisi Tidak terjadi penurunan berat badan yang berarti
4)
Gangguan pola nafas b. d Gangguan suplai O2 ke jaringan
NOC Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24jam pasien menunjukkan keefektifan pola nafas, dengan kriteria hasil: NOC Label : Respiratory Status: Airway patency
Frekuensi, irama, kedalaman pernapasan dalam batas normal Tidak menggunakan otot-otot bantu pernapasan
NOC Label : Vital Signs
NIC Rasional a. Minitor intake makanan setiap hari, apakah klien a. Memberikan informasi tentang status gizi makan sesuai dengan kebutuhannya. klien. b. Timbang ukur berat badan. b. Memberikan informasi tentang penambahan c. Kaji pucat, penyembuhan luka yang lambat dan dan penurunan berat badan pembesaran kelenjar parotis c. Menunjukkan keadaaan gizi klien sangat d. Anjurkan klien untuk mengkonsumsi makanan buruk tinggi kalori dengan intake cairan yang adekuat d. Kalori merupakan sumber energy e. Kontrol faktor lingkungan seperti bau busuk atau e. Mencegah mual muntah, distensi berlebihan, bising. Hindarkan makanan yang terlalu pedas, dyspepsia yang menyebabkan penurunan nafsu manis, dan asin. makan serta mengurangi stimulus berbahaya f. Ciptakan suasana makan yang menyenangkan yang dapat meningkatkan ansietas. misalnya makan dengan keluarga. f. Agar klien merasa seperti berada di rumah g. Anjurkan teknik relaksasi, visualisasi, latihan g. Untuk menimbulkan perasaan ingin moderate sebelum makan. makan/membangkitkan selera makan h. Anjurkan komunikasi terbuka tentang problem h. Agar dapat diatasi secara bersama-sama anoreksia yang dialami klien dengan ahli gizi.
Tanda Tanda vital dalam rentang normal (tekanan darah, nadi, pernafasan) (TD 120-90/90-60 mmHg, nadi 80-100 x/menit, RR : 18-24 x/menit, suhu 36,5 – 37,5 C)
NIC NIC Label : Airway Management
1. Posisikan pasien semi fowler 2. Auskultasi suara nafas, catat hasil penurunan daerah ventilasi atau tidak adanya suara adventif 3. Monitor pernapasan dan status oksigen yang sesuai NIC Label : Oxygen Therapy
1. Mempertahankan jalan napas paten 2. Kolaborasi dalam pemberian oksigen terapi 3. Monitor aliran oksigen NIC Label : Respiratory Monitoring
1. Monitor kecepatan, ritme, kedalaman dan usaha pasien saat bernafas 2. Catat pergerakan dada, simetris atau tidak, menggunakan otot bantu pernafasan 3. Monitor suara nafas seperti snoring 4. Monitor pola nafas: bradypnea, tachypnea, hiperventilasi, respirasi kussmaul, respirasi cheyne-stokes dll
Rasional
NIC Label : Airway Management 1. Untuk memaksimalkan potensial ventilasi 2. Memonitor kepatenan jalan napas 3. Memonitor respirasi dan keadekuatan oksigen NIC Label : Oxygen Therapy
1. Menjaga keadekuatan ventilasi 2. Meningkatkan ventilasi dan asupan oksigen 3. Menjaga aliran oksigen mencukupi kebutuhan pasien NIC Label : Respiratory Monitoring
1. Monitor keadekuatan pernapasan 2. Melihat apakah ada obstruksi di salah satu bronkus atau adanya gangguan pada ventilasi 3. Mengetahui adanya sumbatan pada jalan napas 4. Memonitor keadaan pernapasan klien
4)
Gangguan pola nafas b. d Gangguan suplai O2 ke jaringan
NOC Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24jam pasien menunjukkan keefektifan pola nafas, dengan kriteria hasil: NOC Label : Respiratory Status: Airway patency
Frekuensi, irama, kedalaman pernapasan dalam batas normal Tidak menggunakan otot-otot bantu pernapasan
NOC Label : Vital Signs
Tanda Tanda vital dalam rentang normal (tekanan darah, nadi, pernafasan) (TD 120-90/90-60 mmHg, nadi 80-100 x/menit, RR : 18-24 x/menit, suhu 36,5 – 37,5 C)
NIC NIC Label : Airway Management
1. Posisikan pasien semi fowler 2. Auskultasi suara nafas, catat hasil penurunan daerah ventilasi atau tidak adanya suara adventif 3. Monitor pernapasan dan status oksigen yang sesuai NIC Label : Oxygen Therapy
1. Mempertahankan jalan napas paten 2. Kolaborasi dalam pemberian oksigen terapi 3. Monitor aliran oksigen NIC Label : Respiratory Monitoring
1. Monitor kecepatan, ritme, kedalaman dan usaha pasien saat bernafas 2. Catat pergerakan dada, simetris atau tidak, menggunakan otot bantu pernafasan 3. Monitor suara nafas seperti snoring 4. Monitor pola nafas: bradypnea, tachypnea, hiperventilasi, respirasi kussmaul, respirasi cheyne-stokes dll
Rasional
NIC Label : Airway Management 1. Untuk memaksimalkan potensial ventilasi 2. Memonitor kepatenan jalan napas 3. Memonitor respirasi dan keadekuatan oksigen NIC Label : Oxygen Therapy
1. Menjaga keadekuatan ventilasi 2. Meningkatkan ventilasi dan asupan oksigen 3. Menjaga aliran oksigen mencukupi kebutuhan pasien NIC Label : Respiratory Monitoring
1. Monitor keadekuatan pernapasan 2. Melihat apakah ada obstruksi di salah satu bronkus atau adanya gangguan pada ventilasi 3. Mengetahui adanya sumbatan pada jalan napas 4. Memonitor keadaan pernapasan klien
DAFTAR PUSTAKA
Bulechek, G.M. (2008). Nursing Interventions Classification Fifth Edition. United States of America: Mosby Elseveir Brunner and Suddart. (2002). Buku ajar keperawatan medikal bedah. Jakarta: EGC. Doenges, Marilynn E, dkk. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Keperawatan Pasien. Jakarta : EGC. Fabiansyah, et al. (2013). Presentasi kasus bedah urologi: batu staghorn. http://www.scribd.com/doc/129532707/Ppt-Batu-Staghorn Mooehead, S. (2008). Nursing Outcome Classification Fourth Edition. United States of America: Mosby Elsevier NANDA. 2009. Nursing Diagnosis : Definition and Classification. Philadelphia. Tim perawat bedah RSCM. (2008). Buku pedoman asuhan keperawatan bedah.
DAFTAR PUSTAKA
Bulechek, G.M. (2008). Nursing Interventions Classification Fifth Edition. United States of America: Mosby Elseveir Brunner and Suddart. (2002). Buku ajar keperawatan medikal bedah. Jakarta: EGC. Doenges, Marilynn E, dkk. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Keperawatan Pasien. Jakarta : EGC. Fabiansyah, et al. (2013). Presentasi kasus bedah urologi: batu staghorn. http://www.scribd.com/doc/129532707/Ppt-Batu-Staghorn Mooehead, S. (2008). Nursing Outcome Classification Fourth Edition. United States of America: Mosby Elsevier NANDA. 2009. Nursing Diagnosis : Definition and Classification. Philadelphia. Tim perawat bedah RSCM. (2008). Buku pedoman asuhan keperawatan bedah. Jakarta: RSCM Wein et al. (2007). Campbell-walsh urology. 9th edition. Philadelphia: Saunders Elseveir.