L apor apor an Kasus Kasus
AGENESIS VAGINA
Oleh: Ida Bagus Deny Prayudi, S.Ked I1A0080 Pembimbing:
BAGIAN/SMF ILMU KEBIDANAN DAN KANDUNGAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNLAM RSUD ULIN BANJARMASIN Desember, 2013
DAFTAR ISI
Halaman HALAMAN JUDUL ........................................... ................................................................. ............................................ ............................. ....... 1 DAFTAR ISI .................................................... .......................................................................... ............................................. ................................. .......... 2 PENDAHULUAN ........................................... ................................................................. ............................................ ................................. ........... 3 LAPORAN KASUS ......................................... ............................................................... ............................................ ................................. ........... 4 DISKUSI KASUS ................................................ ...................................................................... ............................................ ........................... ..... 15 PENUTUP............................................. ................................................................... ............................................ .......................................... .................... 26 DAFTAR PUSTAKA
2
BAB I PENDAHULUAN
Agenesis vagina merupakan malformasi kongenital dari genitalia wanita yang merupakan hasil dari defek perkembangan sebagian atau seluruhnya dari vagina . Penderita yang mengalami agenesis vagina frekuensinya tidak begitu banyak, yaitu 1 dalam 4000-10.000 kelahiran bayi perempuan dimana kelainan tersebut juga mempunya hubungan dengan kelainan lain. Mayoritas penderita kelainan agenesis vagina tersebut
merupakan bagian dari
sindrom Mayer-
Rokitansky-Kuster-Hauser . Agenesis vagina merupakan penyebab kedua terbanyak pada kasus-kasus amenor hoe primer setelah disgenesis gonad. (ACOG, 2013) Kelainan kongenital atau bawaan yang berupa tidak adanya sama sekali vagina tersebut
tentu akan menimbulkan masalah bagi penderita mislanay
masalah perkawianan, keluarga, dan juga sosial. Karena banyaknya maslaah yang ditimbulkan maka setiap pasien dengan kelainan ini menginginkan penanganan yang baik. Penanganan kelainan tersbut secara umum dapat dibagi menjadi 2 yaitu melalui terapi bedah maupun non bedah. Salah satu terapi bedah yang sering digunakan adalah menggunkan metode McIndoe dengan menggunakan skin graft pada opersinya. (Bangal, 2012) Berikut akan dilaporkan sebuah kasus agenesis vagina yang dirawat di RSUD Ulin Banjarmasin.
3
BAB II LAPORAN KASUS
2.1. Identitas pasien
Nama
: Ny. R
Umur
: 22 tahun
Jenis kelamin
: Perempuan
Pekerjaan
: Ibu rumah tangga
Agama
: Islam
Alamat
:
Masuk RS
: 30 November 2013
2.2. Anamnesis 1. Keluhan utama
Tidak memilik liang senggama 2. Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang ke rumah sakit dengan keluhan tidak memilik liang senggama. Menurut pasien, pasien mengetahui tidak memiliki liang senggama pada saat pasien telah menikah ketika akan berhubungan suami istri kurang lebih 4 tahun yang lalu. Pasien juga mengatakan bahwa selama ini tidak mengalami haid. Payudara megalami perkembangan sejak kelas 6
4
SD. Tidak ada nyeri pada perut yang dirasakan pasien saat ini ataupun datang berkala secara teratur tiap bulan 3. Riwayat Penyakit Dahulu
Tidak ada riwayat darah tinggi, kencing manis dan asma. 4. Riwayat Obstetri
Tidak memiliki riwayat obstetri 5. Riwayat Haid
Tidak pernah haid 6. Riwayat Pernikahan
Menikah 1 kali: selama 4 tahun 2.3. Pemeriksaan fisik Status present
Keadaan Umum
:
Baik
Kesadaran
:
Komposmentis
Tekanan darah
:
120/80 mmHg
Nadi
:
92 kali/menit
Respirasi
:
22 kali/menit
Suhu
:
36,70C
Mata
:
Konjungtiva tampak anemis (-)/(-)
Leher
:
Pembesaran KGB colli (-)/(-)
Tanda Vital
Kepala dan leher
Massa regio colli (-)/(-)
5
JVP tidak meningkat Thorax Inspeksi
:
Rongga dada simetris
Palpasi
:
Fremitus raba simetris
Perkusi
:
Sonor di seluruh lapangan paru
Auskultasi
:
Vesikuler, S1S2 tunggal
Abdomen
:
Lihat status ginekologi
Ekstremitas
:
Edema ekstremitas superior (-)/(-) Edema ekstremitas inferioir (-)/(-) Parese ekstremitas superior (-)/(-) Parese ekstremitas inferioir (-)/(-)
\ Pemeriksaan Khusus Ginekologi
1. Inspeksi
: Perut tampak datar Labia mayora minora dalam batas normal Liang vagina (-)
2. Palpasi
:
- Fundus uteri
: Tidak teraba
- Massa
: Tidak teraba
Lokasi
: (-)
Ukuran
: (-)
Motilitas
: (-)
6
Permukaan
: (-)
Konsistensi
: (-)
Nyeri
: (-)
- Inspekulo
: tidak dapat dilakukan
- Vagina Touche
: tidak dapat dilakukan
2.4. Diagnosis kerja
Agenesis vagina 2.5. Penatalaksanaan
Pro vaginoplasty elektif 2.6. Pemeriksaan penunjang 2.6.1. Pemeriksaan penunjang hematologi 30-11-13
3-12-13
NILAI
JENIS PEMERIKSAAN RUJUKAN HEMATOLOGI
Hemoglobin (g/dl)
12,8
11,7
12,0 – 16,0
Leukosit (ribu/ul)
8,6
10,3
4,0 – 10,5
Eritrosit (juta/ul)
4,47
4,32
3,90 – 5,50
Hematokrit (vol %)
38,6
37
35 – 45
Trombosit (ribu/ul)
298
196
150 – 450
RDW-CV (%)
14,6
14,5
11,5 – 14,7
MCV (fl)
86,4
85,5
80,0 – 97,0
MCH (pg)
27,6
27,5
27,0 – 32,0
MCV,MCH,MCHC
7
MCHC (%)
33,1
31,6
32,0 – 38,0
Neutrofil (%)
49,5
70,1
50,0 – 70,0
Limfost (%)
35,9
22,6
25,0 – 40,0
Monosit (%)
7,8
7,4
3,0 – 9,0
Neutrofil (ribu/ul)
1,8
7,43
2,50 – 7,00
Limfosit (ribu/ul)
0,6
2,4
1,25 – 4,00
MID (ribu/ul)
2,1
0,7
–
PT
10,2
-
9,9-23,5
INR
0,90
-
-
Nilai Normal PT
11,4
-
-
APTT
23,5
-
22,2-37,0
Nilai Normal APTT
26,1
-
-
117
-
<200
526
-
225-450
SGOT
13
-
0-45
SGPT
12
-
0-45
Albumin
4,8
-
3,5-5,5
HITUNG JENIS
PROTROMBINE TIME
GULA DARAH
Gula Darah Sewaktu
PROFIL LEMAK DAN JANTUNG
Trigliserida FAAL HATI
8
GINJAL
Ureum
23
-
22-50
Kreatinin
4,8
-
0,8-1,2
Asam urat
6,8
-
2,4-5,7
Na
140,5
-
K
3,5
-
Cl
106,5
-
ELEKTROLIT
2.7. Laporan Operasi Vaginoplasty (3 Desember 2013, 11.30 wita)
1. Dilakukan inform consent, dipasang infus dan diberikan antibiotika profilaksis 2. Pasien dalam posisi litotomi dalam pengaruh anestesi 3. Desinfeksi lapangan operasi dengan povidin iodine 10 % dipersempit dengan duk steril 4. Dilakukan rectal touche (RT) untuk menentukan batas antara vesica urinaria dan rektum 5. Dengan spuit 20 cc dimasukkan cairan aquadest antara rektum dan vesica urinaria, dilakukann insisi V pada batas tersbut secra tumpul memakai 2 jari memisahkan batas antara vesica ureinaria dan rektum. Pada saat melepaskan batas tersebut terjadi robekan pada bawah rektum, dilakukan penjahitan 2 lapis, satu demi satu dan di tes dengan RT, robekan tertutup. Dipasang kateter menetap. Kemudian mold yang sudah dilapisi oleh selaput ketuban dimasukkan dan dijahit labia mayora dan minora agar mold tertanam di vagina
9
6. Operasi selesai perdarahan minimal. 2.8. Follow Up
Tanggal
S
1/12/201
Keluhan (-)
O
A
TD:120/80
Agenesis Vagina
P
Pro
3
mmHg
vaginoplasty
(07.00)
N : 86 x/menit
(3/12/2013)
T
: 37o C
RR: 18 x/menit
2//12/201
Keluhan (-)
TD:120/80
Agenesis Vagina
Pro
3
mmHg
vaginoplasty
(07.00)
N : 80 x/menit
besok
T
: 36,3o C
(3/12/2013)
RR : 20x/menit
Konsul anestesi
preoperatif hari ini 3/12/13 (07.00)
Keluhan (-)
TD:110/80
Agenesis vagina
mmHg
Vaginoplasty Hari ini
N : 86 x/menit T
: 36,1o C
RR: 18 x/menit
10
3/09/13
Perdarahan
TD:110/80
Post
(14.05)
(+)
mmHg
vaginoplasty
Nyeri (+)
N : 86 x/menit
causa
Flatus (-)
T
: 36 o C
vagina
RR: 18 x/menit
et
agenesis
Sementara
puasa
Inf.
RL:D5:
2:2/24 jam
Fluk: (+)
Inj. Ceftriakson 2X1 gr (H1)
Injekasi Gnetamisin 3X80 mg
Drip metronidazol 3X500
mg
(H1)
Inj.
Ketorolac
3/30 mg
Inj. Vit C 3X1 amp
Mold dipertahankan s/d 10 hari
Jaga higeine 23 X/hari
11
Bila flatus diet
bubur saring
Monitoring keluhan/fluxus/ tanda vital
4/12/13
Nyeri (+)
TD:120/80
Post
(07.00)
Flatus (+)
mmHg
vaginoplasty
N : 86 x/menit
causa
T
: 36,3o C
et
agnesis
RL:D5:
2:2/24 jam
vagina
RR: 20 x/menit
Inf.
Inj. Ceftriakson 2X1 gr (H2)
BU: (+)
Injekasi Gnetamisin 3X80 mg (H2)
Drip metronidazol 3X500
mg
(H2)
Inj.
Ketorolac
3/30 mg
Inj. Vit C 3X1 amp
Laxadine syrup 2XC1
Mold dipertahankan
12
s/d 10 hari
Jaga higeine 23 X/hari
Diet
bubur
cair-diet cair
Bed
rest
10
hari
Mo. Keluhan/fluxus / tanda vital
5/12/13 (07.00)
Keluhan (-)
TD:120/80
Post
mmHg
vaginoplasty
N : 86 x/menit
causa
T
: 36,3o C
et
agenesis
RL:D5:
2:2/24 jam
vagina
RR: 20 x/menit
Inf.
Inj. Ceftriakson 2X1 gr (H3)
Injekasi Gnetamisin 3X80 mg (H3)
Drip metronidazol 3X500
mg
(H3)
Inj.
Ketorolac
3/30 mg
13
Inj. Vit C 3X1 amp
Laxadine syrup 2XC1
Mold dipertahankan s/d 10 hari
Jaga higeine 23 X/hari
Diet
bubur
cair-diet cair
Bed
rest
10
hari Mo. Keluhan/fluxus / tanda vital Pasien pulang
14
boleh
BAB III DISKUSI KASUS
Telah dilaporkan sebuah kasus pada seorang wanita berusia 22 tahum yang datang ke poliklinik Obstetri Ginekologi RSUD Ulin banjarmasin dengan diagnosis
agenesis
vagina.
Pasien
diputuskan
untuk
dilakukan
operasi
vaginoplasty yang mengharuskan pasien dirawat di ruang Cempaka RSUD Ulin Banjarmasin pada tanggal 30 November 2013. Operasi vaginoplasty dilakukan pada tanggal 3 desember 2013 jam 11. 30 Wita oleh dr. Pribaktiti B, Sp. OG (K) dengan asisten dr. I. Ridlo Nizomy, Sp. OG. Pasien diperbolehkan pulang untuk dilakukan rawat jalan pada tanggal 5 November 2013. Diagnosa tersebut ditegakkan berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik, pemeriksaan dalam dan pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada pasien datang ke poliklinik Obstetri Ginekologi maupun pada saat pasien dirawat di runag Cempaka RSUD Ulin Banjarmasin. Dari anamnesis didapatkan bahwa pasien bernama Ny.R berusia 22 tahun, datang ke poliklinik dengan keluhan tidak mempunyai liang senggama. Pasien mengetahui hal tersebut setelah menikah, dimana pasien mengalami kesulitan dalam berhubungan badan deagan suami. Selain itu, pasien juga tidak pernah mengalami haid tetapi memiliki perkembangan payudara yang dianggap normal oleh pasien, yaitu payudara pasien membesar mulai kelas 6 SD. Keluhan lain seperti sakit perut disangkal pasien.
15
Dari hasil pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum pasien baik dengan kesadaran komposmentis. Dengan tanda vital dalam batas normal. Pemeriksaan kepala dan leher dalam batas normal.Pemeriksaan jantung dan paru juga masih dalam batas normal. Pemeriksaan ekstremitas inferior dan superior juga tidak menunjukkan adanya edema maupun parese.Dari pemeriksaan status generalis didapatkan kesimpulan bahwa pasien dalam keadaan baik, dan tidak terdapat kelainan lain yang beperngaruh terhadap kesehatan pasien selain keluhan utama. Dari pemeriksaan khusus ginekologi, inspeksi didapatkan perut datar, tidak didapatkan kelainan maupun massa,. Selain itu, dari inspeksi didapatkan labia mayora dan minora tidak didapatkan kelainan maupun adanya massa. Inspeksi lebih lanjut yang dilakukan dengan menyibak labia mayora dan labia minora, didapatkan tidak adanya lubang vagina. Dari pemeriksaan palpasi didapatkan fundus uteri tidak teraba sehingga tidak bisa ditentukan besar uterus dan dari pemeriksaan palapasi juga tidak didapatkan adanya massa. Inspekulo dan VT tidak dapat dilakukan pada pasien, dikarenakan pasien tidak memiliki lubang vagina. Dari anamnesis dan pemeriksaan ginekologis yang dilakukan pada Ny. R, dapat ditegakkan diagnosis agenesis vagina. Anamnesis yang menunjang diagnosis dari pasien tersebut didapatkan dari keluhan utama pasien, tidak adanya riwayat haid yang dialami pasien dan adnaya keluhan nyeri dirasakan pasien secara teratur tiap tiap bulan, mungkin menandakan adanya menstruasi. Dan dari
16
pemeriksaan ginekologis yang menunjang diagnosis adalah, dari inspeksi terhadap vagina dimana tidak didapatkan adanya lubang vagina. Agenesis vagina adalah kelainan kongenital (bawaan) brupa tidak adanya sama sekali vagina atau sebagian, dengan diikuti adanya uterus ataupun
tidak.
Agenesis
vagian
dikenal
sebagai
Mullerian
Agenesis/Aplasia, dan beberapa ahli ginekologi menyebutnya sebagai Mayer-Rakitansky-Kustner-Hauser diperkirakan 1 dari
syndrome.
Insidensi
kelainan
ini
4000-10000 kelahiran bayi dengan jenis kelamin
pere mpua n. Kelain an ini dise ba bkan oleh ka rena adan ya gangguan perkemba ngan dari duct us Mull eria n yang pa da akhinya me nyebabkan tidak terbentuknya vagina, uterus, maupun kedua. Secara anatomi, kelainan perkembangan dari ductus Mullerian ini menyebabkan tidak terbentuknya vagina sama sekali, atau sebagai varian dari kelainan ini berupa
luba ng
va gina
yan g
te rbentuk
le bih
pendek
dari
normal.
Dikarenakan ovarium mempunyai asal emberiologi yang berbeda, maka ovarium tetap akan berkembang dan berfungsi dengan baik. Vagina normal berkembangdari fusi mesodermal duktus Mullerian dan dendoermal sinus urogenitalis. Bagian akhir dari duktus Mullerian berbentuk tuberk el pada ba gian bela ka ng dari dinding si nus urogenit al pada minggu ke 9. Tube rkel te rs ebut mengal ami obli te rasi menjadi vaginal plate. Pada minggu ke 16-18 bagian sentral membelah menjadi lumen vagina. (20 minggu). Dua pertiga bagian atas dari vagina terbentuk dari tuberkel Mullerian dan bagian sepertiga bawah terbentuk dari sinus
17
urogenital. Terjadinya gangguan dalam perkembangan kedua jaringan (saluran) embrional ini akan menyebabkan timbulnya kelainan vagina, uterus dan tuba follopi. Agenesis Mullerian dapat dibagi menajdi komplit dan parsial dimana agenesis Mullerian yang bersifat komplit merupakan kelainan kongenital tidak terdapatnya lubang vagina dan uterus pada 9095% kasus, sedangkan agenesis Mullerian parsial kelainan dimana pasien memiliki uterus tetapi mempunya lubang vagina dengan ukuran yang lebih kecil. (Dahiya dan Bains, 2014)
Gambar 3. 1. Agenesis vagina dari Ny. R Diagnosis agenesis vagina dengan mudah dapat ditegakkan bila wanita tersebut telah mengalami pubertas, di mana penderita mengalami amenorhea primer,sedangkan perkembangan seks sekunder dalam keadaan normal. Pada penderita yang mempunyai kelainan vagina dengan uterus ada, akan didapat tumor intra abdominal (hematometra) atau kadangkadang dengan mudah ditemui hematokolpos dengan hymen imperforate
18
atau vagina yang menonjol karena desakan darah haid yang turun ke dalam vagina. Hal ini sesuai dengan kasus, dimana Ny. R mengalami menarche
amenorhrea,
mempunyai
tanda-tanda
perkembangan
seks
sekunder berupa pertumbuhan payudara, dengan tidak didapatkan adanya tanda-tanda massa pada abdomen maupun vagina, mendukung kecurigaan bahwa Ny. R ti da k mempunyai ut erus. Sela in it u, ti dak ad anya nyer i pa da abdomen yang muncul tiap bulan secara siklik mungkin dapat digunakan sebagai salah satu kecurigaan bahwa Ny. R tidak mengalami menstruasi yang mennujang ke arah kecurigaan tidak adanya uterus(ACOG, 2013 dan Gasim, 2013) Selain itu, pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan adalah USG abdominal, translabial maupun transrectal. USG 3 dimensi maupun MRI dapat digunakan sebagai salah satu cara untuk evaluasi struktur Mullerian dan sangat membantu untuk mengetahui kondisi anatomi dari kelainan tersebut. Selain itu pemeriksaan-pemeriksaan diatas dapat digunakan untuk mencari kelainan penyerta lain, mislanya gangguan ginjal dan saluran kemih. Pentingnya pemeriksaan kelainan penyerta lainnya tersbut dikarenakan 53% dari pasien dengan agenesis Mullerian mempunyai malformasi kongenital khususnya kelainan pada dinding abdomen, slauran kemih dan juga tulang. USG dapat digunakan untuk mengetahui adanya agenesis ginjal ataupun pelvik ginjal. Sedangkan kelainan tulang tersering yang berhubungan dengan agenesis vagina yaitu skoliosis. Variasi anomali uterus khusunya berhubungan dengan agenesis
19
Mullerian
selalu
berhubungan
dengan
kelainan
kongenital
VATER/VACTERL ataupun malformasi anorektal. (ACOG,2013 dan bangal dkk, 2012 ) Pada kasus, diagnosis ditegakkan hanya dengan menggunakan anamnesis dan pemeriksaan fisik tanpa pemeriksaan penunjang. Pada setiap kasus agenesis vagina seharusnya dilakukan beberapa pemeriksaan penunj ang USG Pa da ka sus hal ini sangat penting te ruta ma disebabkan kelainan agenesis vagina pada Ny. R bersifat komplit dimana diikuti tidak adanya uterus maupun tuba fallopi yang kemungkinan dapat diikuti malformasi kongenital lainnya. Pentingnya pemeriksaan penunjang pada Ny. R se la in se ba gai pemast ia n ti dak te rbentuknya ut er us maupun t uba fallopi, USG dapat menyingkirkan bahwa pada Ny. R ginjal dan saluran kemih lainnya tidak mengalami gangguan atau kelainan, walaupun pada anamnesis tidak didapatkan keulhan berhubungan dengan saluran kemih dan hasil laboratorium faal ginjal (ureum, dan kreatinin) dalam batas normal. Terapi
kelainan
kongenital
berupa
agenesis
vagina
yang
disebabkan oleh kelainan pada duktus Mullerian perlu diperhatikan faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi keberhasilan pengobatan. Faktor-faktor yang harus diperhatikan adalah:(AGOG, 2002 dan AGOG, 2013) 1. Faktor emosi dari penderita dan keluarganya:
20
a. Perlu diterangkan kepada penderita bahwa ia adalah wanita seperti wanita lainnya, hanya vagina yang tidak ada. Dan tidak adanya vagina ini bukanlah suatu penyakit yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan fisik lainnya. b. Me nerangka n tuju an pengobatan yang ak an di beri kan pada pender ita dan keluarganya bila akan dilakukan tindakan operasi pembentukan neo-vagina c. Kemungkinan penderita dapat haid, dapat hamil setelah pengobatan d. Perlu atau tidaknya penderita menjalani suatu tindakan pembedahan. Perlu disadari oleh para dokter bahwa tindakan pembentukan vagina pa da pe nderit a agenes is vagina hanya di la kukan bila penderita memerlukan neo-vagina, dan penderita cukup kooperatif untuk melakukan dilatasi atau melakukan busi pada neo-vaginanya setelah tindakan operasi sampai penderita telah menikah. Oleh karena itu, bila penderit a ti dak kooper atif , ma ka ti ndakan pemb entukan ne o vagina pada penderita akan memberikan hasil yang tidak memuaskan dan lebih baik ditunda dulu. 2. Waktu melakukan tindakan pengobatan Tindakan pengobatan dilakukan bila penderita tidak lama setelah tindakan pembuatan neo-vagina segera melakukan pernikahan. Untuk itu sebaiknya dilakukan tindakan operasi kira-kira satu bulan sebelum rencana pernikahan, atau sesudah menikah dimana pasangan tersebut memerlukan liang vagina lebih baik. Sedangkan pada penderita yang
21
disertai
hematometra
atau
hematokolpos,
secepatnya
dilakukan
tindakan operasi agar pasien tidak lama menderita. Penanganan agenesis vagina dapat dibagi menjadi dua, yaitu secara non bedah dan bedah. Hingga saat ini menurut ACOG belum ada kesepakatan pemilihan terapi yang baik, efektif dan tepat untuk agenesis vagina, sehingga pemilihan terapi didasarkan pada keadaan dari pasien. Tetapi ACOG menyarankan bahwa pembuatan neovagina nonoperatif adalah pilihan pertama. (AGOG, 2013) Terapi non bedah dilakukan dengan menggunakan dilator yang dipasang pada liang senggama selama 30 menit sampai 2 jam. Cara ini terutama dapat dipilihkan pada wanita yang taut dilakukan pembuatan neovagina dengan cara bedah. Cara ini memerlukan motivasi yang kuat dari pasien aga rberhasil, dan memerlukan waktu beberapa bulan agar terlihat hasilnya. Kelemahan dari cara ini adalah pasien dihasruskan tetap menggunakan dilator secara teratur, terutama pada wanita yang jarang melakukan senggama secara teratur. Berdasarkan penelitian Liao dkk (2006), terapi bedah dengan menggunakan dilatormemberikan rasa nyeri pada sa at penggunaan dila tor, dan nyeri yang di ra saka n pasi en besi fa t rekuren, sehingga memerlukan penanganan lain untuk menghilangankan nyeri tersbut. (AGOg, 2013, dan Liao dkk, 2006)
22
Gambar 3.2. Dilator untuk terapi non bedah agenesis vagina (Liao dkk, 2006) Terapi bedah merupakan salah satu pilihan terapi jika terapi menggunakan dilator tidak berhasil atau pasien yang memilihnya setelah melakukan konsultasi terhadap keluarga maupun ahli ginekologis.terapi non bedah ini juga memerlukan dilatasi post operasi yang teratur, dimana dapat
dilakukan
dengan
bersenggama
secara
teratur,
untuk
mempertahankan diameter maupun panjang dari vagina tersebut Tujuan utama dari terapi bedah ini adalah untuk membuat liang senggama sesuai dengan bentuk dan ukurannya yang fungsional, serta dapat digunakan dalam senggama. Terapi bedah ini dapat dilakukan pada wanita dari umur 17-21 tahun, dimana yang terpenting adalah bahwa pasi en si ap untuk dilakukan operas i. Se lain it u, sebaik nya di la kukan pa da wanita yang telah menikah, ataupun wanita yang telah siap untuk melakukan senggama. (AGOG, 2013)
23
Salah
satu
cara
koreksi
kelainan
agenesis
vagina
adalah
menggunakan metode McIndoe. Cara ini dilakukan dengan diseksi antara rektum dan vesica urinaria, dan memasang mold yang dilapisi oleh skin graft. Cara ini mengharuskan pasien untuk melakukan dilatasi secara teratur agar tidak terjadi kontraktur pada skin graft. Selain kontraktur, kelemahan dari metode ini terlihat adanya scar yang berasal dari skin graft. Adanya kekeringan vagina dan adanya resiko terjadinya karsinoma sel squamos. Selain teknik McIndoe, masih terdapat teknik lain mislanya teknik laparotomi Vanchietti. Salah satu kelemahan dari cara ini adalah (AGOG, 2013, Nissole dkk, 1992, Michala dkk 2012)
A
B
Gambar 3.3. A. Mold rigid, Lubang pada mold merupakan tempat agar sekresi vagina dapat lewat. B Mold non rigid (Nisoll e, 1992)
Pada pasien Ny. R dilakukan vaginoplasty dengan menggunakan teknik McIndoe dimana pada pasien dipasang mold yang dilapisi oleh pl asenta se ba gai skin graf t.
24
Gambar 3.2. Laparoskopi Vecchieti (Michala dkk, 2007) Pasien diperbolehkan pulang tanggal 5 desember 2013, dan melanjutkan untuk rawat jalan. Selama dirawat di Ruang Cempaka RSUD Ulin Banjarmasin, selain mendapatkan tindakan operasi vaginoplasty dengan teknik McIndoe, pasien mendapatkan terapi berupa antibiotika (Ceftriakson 2X1 gr, Gentamisin 3X80 mg, dan Metronidazol inf 3X500 mg), analgetika (ketorolac 3X30 mg) serta vitamin (Vit C amp 3X1). Serta mednapatkan diet berupa bubur saring dan kec ap.
25
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan
Telah dilaporkan sebuah kasus dengan agenesis vagina yang dilakukan vaginoplasty dengan metode McIndoe dan menggunakan plasenta sebagai skin graft. yang dirawat di ruang cempaka RSUD Ulin Banjarmasin. Diagnosis tersebut ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang.. Penatalaksanaan yang dilakukan adalah operasi vaginoplasty dengan teknik McIndoe, pasien mendapatkan terapi berupa antibiotika (Ceftriakson 2X1 gr, Gentamisin 3X80 mg, dan Metronidazol inf 3X500 mg), analgetika (ketorolac 3X30 mg) serta vitamin (Vit C amp 3X1). Serta mednapatkan diet berupa bubur saring dan kecap.
26
DAFTAR PUSTAKA
ACOG Comiite Opinion. 2002 . Non surgical diagnosis and managemant of vagina agenesis. Obstet Gynecol 100: 213-216. ACOG Comitte Opinion. 2013. Mullerian Agenesis: Diagnosis, Agenesis, dan Treatment. Obste Gynecol 562. Bangal Vidyadhar B, Dandekar kundankumar N, Gadhave Kishor C, Singh Rashmi K. 2012. Experiences with Mc Indoes Vaginoplasty in MayerRokitansky-Kuster-Hauser Syndrome-A case series. Int Journal Biomed Res 3 (05): 229-232 Dahiya Khrisna, dan Bains Ranjita. 2011. Reconstructive surgical managemnet of cryptomenorrhoea because of vaginal agenesis. Open J Obst Gyn 1: 242244. Gasim Turki, dan Jama Fathia E Al. 2012.Massive hematometra due to congenital cervicovaginal agenesis in an adolescent girl treated by hysterectomy: A case report. Case report in Obs Gyn: 1-3. Michala L, Cutner A, Creighton SM. 2007. Surgical approaches to treating vaginal agenesis. BJOG 114: 1455-59. Nisolle Michele, dan Donnez Jacques. 1992. Vaginoplasty using amniotic membranesin case of vaginal agenesis or after veginectomy. J Gynecol Sur 8 (25): 25-29.
27
Liao L-M, Doyle J, Crouch NS, Creighton SM. 2006. Dilation as treatment for vaginal agenesis and hypoplasia: A pilot exploration of benefits and barriers as perceived by patients. J Obst and Gyn 26 (2): 144-148.
28