LAPORAN KASUS RUANGAN EPILEPSI DENGAN PSIKOTIK
NAMA PEMBIMBING : dr. Suponco Edi W, Sp.KJ
DISUSUN OLEH Adib Wahyudi (1102010005) Andhika Dwianto (1102010019) Arif Gusaseano (1102010033) Dianta Afina (1102010075) Gwendry Ramadhany (1102010115)
BAGIAN ILMU KEDOKTERAN JIWA RSUD SUBANG PERIODE MEI 2014 1
I.
IDENTITAS PASIEN
II.
No Rekam medis : 325239
Nama Umur Jenis Kelamin Alamat Agama Suku/Bangsa Pendidikan Pekerjaan Tanggal Pemeriksaan
: : : : : : : : :
Tn. Apriyana 20 Tahun Laki-laki Gardu Langkap, Gunung Sahari-Pagaden Islam Sunda – Indonesia SMP Tidak bekerja 6 Mei 2014
KELUARGA TERDEKAT Nama Hubungan Alamat Telepon
: : : :
Caca Ayah kandung Gardu Langkap, Gunung Sahari-Pagaden 085313436833
III.
KETERANGAN DIPEROLEH DARI Nama : Caca Hubungan : Ayah kandung pasien Sifat perkenalan : Akrab Kebenaran anamnesa : Dapat dipercaya
IV.
KELUHAN UTAMA
V.
RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG : Ayah OS mengaku saat OS berumur 3 tahun, OS mengalami kejang dan tidak pernah kejang kembali. 4 tahun yang lalu OS mengalami kejang dan berhenti selama 6 bulan. 3,5 tahun yang lalu OS kejang seminggu 2 kali, tidak demam, terjadi saat tidak sadar, mulut terkatup, dan mata mendelik keatas. 1 minggu yang lalu OS mengalami kejang sebanyak 5 kali dalam sehari, saat kejang terjadi OS tidak sadarkan diri, mulut terkatup, mata mendelik keatas. Saat tersadar OS tidak bisa mengingat apa yang terjadi dan tidur kembali. 2 hari yang lalu, OS kejang, mengamuk, dan ngomong ngelantur. OS mempunyai riwayat berobat ke alternatif. (agresivitas motorik, flight of idea, halusinasi visual)
:
Mengamuk
(agresivitas motorik)
2
VI.
STATUS FISIKUS Keadaan umum : Apatis o Tekanan Darah : 120 / 90 o Nadi : Tidak dilakukan o Suhu : 38.3oC o Respirasi : Tidak dilakukan o Keadaan gizi : Kurang o Bentuk tubuh : Kahektis o Kulit : Turgor baik o Mata o Conjungtiva : Baik o Funduscopy : Tidak dilakukan o Pupil : Isokor o Sklera : Tidak ada kelainan (ikterik) o Pergerakan : Baik kesegala arah o Refleks cahaya: +/+ o Hidung : Tidak ada kelainan o Telinga : Tidak ada kelainan o Mulut : Tidak ada kelainan o Leher : Tidak ada pembesaran KGB o Thoraks o Jantung : Bunyi jantung normal regular, dan batas jantung normal o Paru-paru : Bunyi paru-paru normal vesikuler, tidak ada bunyi tambahan o Abdomen o Hepar : Tidak ada pembesaran hepar o Lien : Tidak ada pembesaran lien o Ruang traube : Kosong o Bising usus : Normal o Genitalia : Tidak dilakukan o Ekstremitas : +/+/+/+ o Kelenjar getah bening : Tidak ada pembesaran KGB o Keadaan susunan saraf o Saraf otak : Baik o Sensibilitas : Baik o Motoris : Baik o Vegetatif : Baik o Reflex Fisiologis : +/+ Patologis : Negatif
3
VII.
STATUS PSIKIKUS Roman muka : Kontak/Raport : Kesadaran : Apatis Orientasi i. Tempat : ii. Waktu :iii. Orang : Perhatian : Persepsi i. Ilusi :ii. Halusinasi : Halusinasi visual Ingatan i. Masa kini :ii. Masa dulu :iii. Daya ingat :iv. Daya ulang :v. Paraamnesia :vi. Hiperamnesia : Intelegensia : Pikiran i. Bentuk pikiran : Autistik ii. Jalan pikiran : Flight of idea iii. Isi pikiran : Halusinasi iv. Organisasi pikiran Penilaian i. Norma sosial :ii. Waham :iii. Wawasan penyakit : Decorum i. Sopan santun :ii. Cara berpakaian : baik iii. Kebersihan : cukup Kematangan jiwa : Tingkah laku dan bicara : Emosi : Laboratorium : Psikodinamika Laki-laki berusia 20 tahun dirawat inap di RSUD Subang, dikonsulkan ke bagian jiwa, dengan keluhan OS sering mengamuk dan berbicara kacau. Sebelumnya OS dirawat inap dikarenakan kejang yang terjadi sebanyak 5 kali dalam sehari sejak 1 minggu yang lalu.
4
VIII. DIAGNOSIS MULTIAKSIAL AKSIS I i. Gangguan klinik : Epilepsi dengan psikotik (F.06.8) ii. Diagnosis banding : Halusinasi Organik (F.06.0) iii. Kondisi lain yang menjadi fokus perhatian klinik : Epilepsi AKSIS II i. Gangguan kepribadian : Tidak Khas ii. Retardasi mental : Tidak Ada Diagnosa AKSIS III i. Kondisi medik umum : Epilepsi AKSIS IV i. Masalah psikososial dan lingkungan : AKSIS V i. Penilaian fungsi secara global (GAF Scale) : 61-70 IX.
PENGOBATAN Somatoterapi Psikoterapi Rehabilitasi Terapi lain
: Asam valproat 200mg (3x1), Clozapin 25mg (2x1) : Terapi suportif, konseling keluarga ::-
X.
USUL-USUL
: Konsul Saraf, Lab fungsi hati, Lab fungsi ginjal
XI.
PROGNOSA
Quo ad vitam Quo ad fungsionam
: ad bonam : ad bonam
5
PEMBAHASAN
Epilepsi dengan Psikosis Pendahuluan Psikosis merupakan komplikasi berat dari epilepsi meskipun jarang ditemukan. Keadaan ini disebut dengan psychoses of epilepsy (POE) (Israr, 2009). Psikosis pada pasien epilepsi digolongkan berdasarkan hubungan temporal gejala itu dengan kejang. Beberapa penelitian lain memperlihatkan bahwa gejala psikosis pada pasien epilepsi umum cenderung singkat dan pasien cenderung bingung. Tidak ada kesepakatan yang ada diterima secara internasional dalam hal pengklasifikasian sindrom psikosis pada epilepsi. Penelitian memperlihatkan bahwa terdapat peningkatan prevalensi problem psikiatrik diantara pasien-pasien epilepsi dibandingkan pasien tanpa epilepsi. Diperkirakan terdapat 2030% penderita epilepsi mengalami psikopatologi dalam satu waktu, terutama ansietas dan depresi. Prevalensi psikotik episode psikotik berkisar 4-10 % dan meningkat pada 10–20 % pada temporal lobe epilepsy, terutama pada lokus sisi kiri atau bilateral (Kusumawardhani, 2010).
Definisi Psikosis merupakan komplikasi berat dari epilepsi meskipun jarang ditemukan. Keadaan ini disebut dengan psychoses of epilepsy (POE). Gambaran psikosis yang sering ditemukan pada pasien epilepsi adalah gambaran paranoid dan schizophrenia-like. Pada forced normalization yaitu penderita mengalami gejala psikotik pada saat kejang terkontrol dan justru gejala psikotik menghilang bila terjadi kejang (Kusumawardhani, 2010).
Epidemiologi Proporsi seumur hidup terkena berbagai gangguan psikotik pada pasien epilepsi adalah 7%-12%. Menurut studi di komunitas, klinik-klinik epilepsi, dan rumah sakit jiwa menunjukkan peningkatan proporsi masalah psikiatri pada orang-orang dengan epilepsi bila dibandingkan dengan orang yang tidak menderita epilepsi berkisar pada 4,7% dari seluruh 6
pasien epilepsi di Inggris dan 9,7% dari seluruh pasien epilepsi di Amerika. Kira-kira 30% pasien epilepsi yang mengunjungi klinik rawat jalan di Amerika mempunyai riwayat dirawat inap minimal satu kali karena masalah psikiatri. Dan 18% pasien epilepsi sedang menggunakan paling tidak satu jenis obat psikotropika. Kira-kira 60% pasien kejang parsial mengalami fenomena aura, 15% pasien mengalami disforia. Rasa takut yang meningkat menjadi panik juga sering terjadi, kira-kira 20% dari pasien epilepsi fokal mengalami gangguan afek iktal berupa rasa takut, cemas, dan depresi. Gejala psikosis paling sering dihubungkan dengan epilepsi lobus temporal kanan. Pada penelitian temporal lobektomi dimana dilakukan operasi pengangkatan fokus epileptikum, psikosis terjadi pada 7%-8% pasien bahkan jauh setelah gejala kejangnya sendiri berhenti. Hal ini mengindikasikan proporsi 2-3 kali lipat munculnya gangguan psikotik pada pasien epilepsi dibandingkan dengan populasi umum, khususnya pada pasien epilepsi dengan fokus temporomediobasal. (Hari, 2006)
Klasifikasi Gangguan perilaku pada pasien epilepsi : 1. Iktal a. Iktal dengan gejala psikis b. Status non konvulsif kehang parsial simpleks (tipe sensorik, psikis, motorik, dan autonomi). Kejang parsial kompleks, dan serangan epileptiform lateralisasi periodik. 2. Preiktal (termasuk prodormal pasca iktal dan iktal campuran) a. Gejala prodormal : iritabilitas, depresi, dan sakit kepala. b. Delirium pasca ictal c. Gejala psikosis preictal Gejala-gejala psikotik preiktal sering kali memburuk dengan peningkatan aktivitas kejang.
3. Interiktal a. Psikosis skizofreniform b. Gangguan kepribadian c. Sindrom Gestaut - Geschwind 7
Psikotik interiktal sangat mirip dengan gangguan skizofrenia yang dengan mudah dapat dikenal yaitu adanya gejala waham dan halusinasi. a. Hiperreligiosity b. Hiper/hiposeksual c. Hipergrafia d. Iritabilitas e. Viscocity / bradyphrenia
4. Berhubungan dengan iktal bervariasi a. Gangguan mood (depresi dan mania) b. Keadaan dissosiatif c. Agresi d. Hiposeksualitas e. Bunuh diri f. Gejala psikosis g. Gangguan tingkah laku lainnya (Kusumawardhani, 2010).
Patofisiologi
(Hari, 2006)
8
Faktor Predisposisi Faktor predisposisi terjadinya psikosis pada pasien epilepsi (Kusumawardhani, 2010) : 1. Awitan usia muda (pubertas) 2. Kejang berlanjut menahun 3. Perempuan 4. Tipe kejang parsial kompleks, automatisme 5. Frekuensi kejang 6. Lokus fokus epilepsi (temporal) 7. Abnormalitas neurologik 8. Gangliogliomas, hamartomas Beberapa faktor predisposisi lain adalah lingkungan tempat pasien tumbuh besar mungkin mengjalangi perkembangan sosial dan fungsi intelektualnya. Penyebab atau elemen dari lingkungan ini dapat berupa proteksi berlebihan dari orangtua, regimen pengobatan yang ketat sehingga menghalangi pasien untuk beraktivitas (bergaul dan berolahraga). Kejadian kejang berulang yang dapat memunculkan stigma sosial, pembatasan, dan pandangan bias dapat secara bermakna menekan rasa percaya diri dan membatasi pasien dalam bidang akademik, pekerjaan, dan kegiatan sosial. Gangguan emosional seperti keadaan frustasi, tegang, cemas, takut, eksitasi yang hebat dapat mencetuskan serangan epilepsi dan memperbanyak jumlah serangan epilepsi. Keadaan ini sering dijumpai pada pasien epilepsi remaja atau dewasa muda. (Hari, 2006)
Gambaran klinis 1. Psikosis iktal Terjadi selama bangkitan epileptik atau status epileptikus, dan pemeriksaan EEG merupakan pilihan untuk diagnosis. Gejala yang nampak :
Iritabilitas
Keagresifan
Otomatisme
Mutisme
9
Kecuali pada kasus status parsial sederhana, keadaan perasaan umum menjadi buruk. Kebanyakan dari psikosis iktal mempunyai fokus epileptiknya pada lobus temporal, hanya 30% focus epileptiknya berada selain di lobus temporal (korteks frontalis). Adakalanya psikosis menetap meskipun masa iktal telah selesai. (Israr, 2009). 2. Psikosis inter iktal Merupakan keadaan psikosis yang persisten, dikarakteristikkan oleh paranoid, tidak berhubungan dengan kejadian masa iktal dan tidak dengan penurunan kesadaran. Kejadiannya diperkirakan 9% dari semua populasi penderita epilepsi dan mulai dari usia 30 tahun. Gejala yang timbul :
Waham kejar dan keagamaan (onset yang tersembunyi)
Halusinasi audiotorik
Gangguan moral dan etika
Kurang inisiatif
Pemikiran yang tidak terorganisasi dengan baik
Perilaku agresif
Ide bunuh diri
Durasinya selama beberapa minggu dan dapat berakhir setelah lebih dari 3 bulan (kronik psikosis intraiktal). Dibandingkan dengan skizofrenia, pada psikosis intraiktal menunjukkan :
Perburukan intelektual yang lebih sedikit
Fungsi premorbid yang lebih baik
Kemunculan gejala negatif lebih sedikit
Fungsi perawatan diri lebih baik.
(Israr, 2009). 3. Psikosis post iktal Hampir 25% dari kasus psikosis pada penderita epilepsi post-iktal, keadaan ini muncul setelah terjadinya bangkitan epilepsi. Biasanya terdapat interval keadaan tenang selama 12-72 jam antara berakhirnya bangkitan dengan awal dari psikosis (durasi rata-rata adalah 70 jam). Gejala yang nampak :
Halusinasi (auditorik, visual, taktil)
Perubahan perilaku seksual 10
Waham (keagamaan, kebesaran, kejar)
Psikosis post iktal berhubungan dengan :
Fokus epilepsi pada sistem limbik regio temporal
IQ verbal yang rendah
Hilang konvulso febril
Hilangnya sklerosis mesial-temporal
(Israr, 2009). Tatalaksana Dalam pengobatan epilepsi dengan gangguan psikiatri, yang harus diperhatikan adalah 1. Atasi epilepsinya dengan antikonvulsan (karbamazepin, asam valproat, gabapentin, dan lamotigine). 2. Berikan obat antipsikosis 3. Potensi terjadinya interaksi obat Terapi lainnya : 1. Operasi Tidak disarankan, dikarenakan tidak bermanfaat bagi pasien. (Kusumawardhani, 2010).
Prognosis Prognosis baik bila kejang dapat dikontrol dengan antikonulsan (Kusumawardhani, 2010).
11
Daftar Pustaka Israr, Yayan Akhyar. (2009). Psikosis pada Penderita Epilepsi, hal 8-9. FKUNRI. Kusumawardhani, AAA. (2010). Gangguan Mental Organik Lain. Buku Ajar Psikiatri hal 106-111. FKUI.
12