PENDAHULUAN
Bronkopneumonia adalah peradangan parenkim paru yang mengenai satu atau beberapa lobus paru-paru yang ditandai dengan adanya bercak-bercak infiltrat yang disebabkan oleh bakteri,virus, jamur dan benda asing. Faktor predisposisi terjadinya bronkopneumonia antara lain aspirasi, gangguan imun, malnutrisi, penyakit menahun dan gangguan lainnya. Gejala yang timbul pada penyakit ini biasanya demam mendadak tetapi dapat didahului dengan infeksi saluran napas akut bagian atas. Gejala penyerta lain yang dapat timbul adalah batuk, gelisah, rewel, sesak, kebiruan d isekitar isekitar mulut, kejang dan nyeri dada. Diagnosa bronkopneumonia dapat ditegakkan berdasarkan gejala klinis, pemeriksaan fisik berupa dispnoe serta adanya inspiratory effort dan pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan darah dan radiologi/f rad iologi/foto oto thorax. t horax. Tatalaksana yang diberikan pada penyakit ini berupa oksigen, cairan elektrolit, dan antibiotic yang sesuai hasil biakan. Pada kasus berat, diperlukan perawatan di rumah sakit untuk mencegah terjadinya komplikasi ko mplikasi.. Memperbaiki kebersihan umum, hindari kontak dengan orang yang menderita infeksi saluran napas, dan imunisasi dapat mencegah terjadinya bronkopneumonia.
LAPORAN KASUS 1.
2.
IDENTITAS
PASIEN : An. W C Nama Lengkap
Tempat, tgl. Lahir
: Jakarta, 14 Agustus 2000
Usia
: 10 tahun
Status
: Belum menikah
Alamat
: Tunjung Raya No.26 , Tomang, Jakarta Barat
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Berat Badan
: 29 kg
Tinggi Badan
: 140 cm
Agama
: Kristen
Kebangsaan
: Indonesia
STATUS ORANG TUA : Ny. L R Nama Ibu
Nama
Ayah
: Tn. B K
Umur
: 30 tahun
Umur
: 34 tahun
Pekerjaan Ibu
: Ibu rumah tangga
Pekerjaan Ayah
: Wirausaha
3. ANAMNESIS (Alloanamnesis ) Pasien anak pertama dan merupakan anak kandung dari pasangan Tn. B K dan Ny.L R a. KELUHAN UTAMA
Pasien sesak napas sejak 2 hari SMRS
b.
R IW IWAYAT PENYAK IT SEKARANG
Pasien mendadak sesak napas sejak 2 hari SMRS, namun bertambah sesak saat ini. Sesak tidak tergantung perubahan pasien. Sesak napas yang dialami pasien ini terjadi pertama kalinya. Pasien juga mengalami batuk sejak 3 hari SMRS dengan dahak yang sulit untuk dikeluarkan, warna dari dahak agak kehijauan. Menurut keterangan dari ibu pasien bahwa pada saat sesak napas, bibir pasien menjadi berwarna kebiruan.
LAPORAN KASUS 1.
2.
IDENTITAS
PASIEN : An. W C Nama Lengkap
Tempat, tgl. Lahir
: Jakarta, 14 Agustus 2000
Usia
: 10 tahun
Status
: Belum menikah
Alamat
: Tunjung Raya No.26 , Tomang, Jakarta Barat
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Berat Badan
: 29 kg
Tinggi Badan
: 140 cm
Agama
: Kristen
Kebangsaan
: Indonesia
STATUS ORANG TUA : Ny. L R Nama Ibu
Nama
Ayah
: Tn. B K
Umur
: 30 tahun
Umur
: 34 tahun
Pekerjaan Ibu
: Ibu rumah tangga
Pekerjaan Ayah
: Wirausaha
3. ANAMNESIS (Alloanamnesis ) Pasien anak pertama dan merupakan anak kandung dari pasangan Tn. B K dan Ny.L R a. KELUHAN UTAMA
Pasien sesak napas sejak 2 hari SMRS
b.
R IW IWAYAT PENYAK IT SEKARANG
Pasien mendadak sesak napas sejak 2 hari SMRS, namun bertambah sesak saat ini. Sesak tidak tergantung perubahan pasien. Sesak napas yang dialami pasien ini terjadi pertama kalinya. Pasien juga mengalami batuk sejak 3 hari SMRS dengan dahak yang sulit untuk dikeluarkan, warna dari dahak agak kehijauan. Menurut keterangan dari ibu pasien bahwa pada saat sesak napas, bibir pasien menjadi berwarna kebiruan.
Pada pasien ini juga terdapat demam, yang turun setelah pasien minum obat panadol, kemudian pasien kembali demam. Ibu pasien mangatakan bahwa suhu anak pada saat demam yaitu sekitar 39,5 C. Pasien tidak mengalami mual ataupun muntah pada saat dirumah, tetapi pasien mengalami mual dan muntah sebanyak 2x pada saat dirumah sakit serta tidak mengalami kejang pada saat demam berlangsung. BAB dan BAK tidak ada keluhan. Serta mimisan dan perdarahan gusi disangkal. Pada pasien ini juga tidak terdapat adanya riwayat asma dan alergi obat. Pasien belum pernah mengalami hal yang serupa sebelumnya. Makan dan minum pasien menjadi berkurang sejak pasien mengalami sesak napas, demam dan batuk.
c. ANTE NATAL
Lama kehamilan 9 bulan. Pasien lahir normal. Tidak ada masalah selama kehamilan dan tidak ada komplikasi. Tidak ada masalah ketika pasien lahir. Pasien melakukan kontrol rutin setelahnya. Berat badan lahir adalah 3100 gram, panjang badan lahir adalah 47 cm. c m.
d. PENYAK IT YANG PERNAH D IALAM I
Pasien belum pernah mengalami hal yang serupa sebelumnya. Serta pada pasien ini juga tidak memiliki riwayat kejang demam.
e. KEPANDAIAN/ KEMAJUAN BAY I NO
Kegiatan Pertama Kali
Pada Bulan Ke
1
Tengkurap
6
2
Duduk
8
3
Merangkak
10
4
Berdiri
15
5
Berjalan
18
f .
S
MAKANAN TERPER INCI SEJAK BAYI /D SEKARANG
Pasien hanya mendapatkan ASI hingga umur 1 bulan. Kemudian pasien memberikan susu formula Enfamil sebagai pengganti ASI dan makanan tambahan pada usia 6 bulan. Menurut pengakuan ibu, pasien mengikuti jadwal pemberian vaksin sesuai yang ditentukan.
g. R IWAYAT IMUNISASI
h.
1. BCG
:1
2.
: 1, 2, 3
Hepatitis B
3. Polio
: 1, 2, 3
4. DPT
: 1, 2, 3
5. Campak
:1
IKHTISAR
KETURUNAN
Keterangan:
: Ayah
: Adik perempuan I
: Ibu
: Adik perempuan II
: Pasien
i. R IWAYAT KELUARGA
Pihak ibu
: Riwayat asma (-) Riwayat jantung (-)
Pihak ayah : Riwayat asma (-) Riwayat penyakit jantung (-) Pasien
: Riwayat alergi (-) Riwayat asma (-) Riwayat kejang demam (-)
j.
KEADAAN SOS IAL, EKONOM I, KEBIASAAN DAN LINGKUNGAN
Pasien dan keluarganya tinggal di tempat tinggal yang tidak padat penghuni. Status ekonomi pasien dan keluarganya adalah menengah ke atas (ibu adalah ibu rumah tangga dan ayah pasien adalah wiraswasta).
4. PERHITUNGAN DAN TABEL STATUS G IZI ANAK
Pada pasien ini diketahui bahwa berat badannya 29 Kg, Tinggi badannya 140 cm, Umur : 10 tahun, Jenis kelamin laki-laki. Maka perhitungan status gizi anak menurut BB/TB, BB/U, TB/U dan IMT (Indeks Massa Tubuh) dari pasien ini ialah :
-
Menurut grafik, Berat badan yang seharusnya terdapat pada pasien ini (Berat badan ideal menurut Tinggi badan) ialah sekitar 33 Kg, sehingga perhitungan berat badan pasien menurut berat badan ideal terhadap tinggi badan pasien ialah BB/TB :
29/33
x 100 % =
87,9 % (Gizi Kurang)
-
Sedangkan Berat badan yang seharusnya terdapat pada pasien ini (Berat badan ideal menurut umur) ialah sekitar 32 Kg, sehingga perhitungan berat badan pasien menurut berat badan ideal terhadap umur pasien ialah BB/U : Baik)
29/32
x 100 % = 90, 6 % (Gizi
-
Dimana Tinggi badan yang seharusnya terdapat pada pasien ini (Tinggi badan ideal menurut umur) ialah sekitar 139 cm, sehingga perhitungan tinggi badan pasien menurut umur ialah TB/U : 140/139 x 100 % = 100, 71 % (Baik)
-
Sedangkan untuk menghitung IMT digunakan grafik IMT dengan rumus (BB/(TB)2) = 2
29/(1,40)
= 14,8 (underweight)
Hasil dari perhitungan status gizi diatas menunjukkan bahwa pasien ini merupakan Underweiht dengan gizi kurang menurut BB/TB dan gizi
5. PEMER IKSAAN PERTAMA Tanggal : 10 April 2010 Umur : 10 tahun Berat Badan : 29 kg Panjang Badan : 145 cm KEADAAN UMUM
1)
Kesadaran
: Compos mentis
2)
GCS
: 15 ( E4 V5 M6 )
3)
Tekanan darah
: tidak diukur
4)
Nadi
: 124 x/menit
5)
Suhu
: 37,8oC
6)
Pernaf asan
: 36 x/menit
7)
Berat badan
: 29 kg.
8) 9) 10)
Gizi Ke jang Saturasi O2
: Sedang : tidak ada : 87 %
a) Kulit y
Pigmentasi
: Coklat.
y
Sianosis
: Tidak ada
y
Ikterus
: Tidak ada
y
Jaringan parut
: Tidak ada.
y
Lapisan lemak
: Tidak diukur
baik
menurut BB/U serta tinggi badan cukup.
b)
y
Turgor
: Kembali cepat
y
Tonus
: Normal.
y
Edema
: Tidak ada.
y
Petekie
: Tidak ada.
y
Eritema
: Tidak ada.
: Normosefali, hematoma (-), turgor baik, deformitas (-)
Kepala
c) Rambut
: Warna hitam
d) Mata
: Strabismus (-), konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil
bulat isokor, reflek cahaya (+/+). e) Telinga
: Aurikula normal, sekret (-/-).
f ) Hidung
: Bentuk normal, napas cuping hidung (-), sekret (-/-), perdarahan
(-/-) g) Tenggorok
: Faring hiperemis (-), T1/T1.
h) Gigi dan mulut
:
Oral
higiene (+), tumbuh pada tempatnya, lidah kotor (-),
perdarahan gusi (-/-), bibir merah muda. : Bentuk normal, pergerakan normal, pembesaran KGB (-), tiroid
i) Leher
tidak membesar, j) Dada
Paru Inspeksi
: Pergerakan dada simetris, Retraksi substernal (+), Retraksi
intercostae (+), Retraksi subcostae (+)
Palpasi
: Nyeri tekan (-/-), simetris
Perkusi
: Sonor (+/+)
Auskultasi
: Vesikular (+/+), Ronki (+/+), Wheezing (-/-).
Jantung Inspeksi
: Iktus kordis tak tampak.
Palpasi
: Iktus kordis tidak teraba.
Perkusi
: Tidak dilakukan
Auskultasi
: S1S2 murni, murmur (-), gallop (-).
Test
Result
Unit
Reference Range
k) Perut
6.
Inspeksi
: cembung.
Palpasi
: nyeri tekan (-), massa (-), supel.
Perkusi
: Timpani.
Auskultasi
: BU normal (+).
l) Punggung
: Simetris, kelainan bentuk tulang belakang (-).
m) Anggota gerak
: Akral hangat, edema (-).
PEMER IKSAAN PENUNJANG
LABORATOR IUM (tanggal 10 April 2010) pukul 23.16
HEMATOLOGY Full Blood Count Haemoglobin Hematocrit Erythrocyte (RBC) White Blood Cell (WBC) Differential Count Basophil Eosinophil Band Neutrophil Segment Neutrophil Lymphocyte Monocyte Platelet Count ESR IMMUNOLOGY/SEROLOGY CRP-Hs
12.32 37.84 4.89 9.96
g / dL
1 7 3 52 23 14 331.90 9
% % % % % %
10^3 / µL mm/hours
0 1 1 3 2 6 50 70 25 40 2 8 150.00 440.00 0 15
H 13.66
mg/L
0.00 5.00
%
10^6 / µL 10^3 / µL
FOTO RONTGEN THORAX AP / PA 21 April 2010
HASIL FOTO THORAX AP/PA Tak tampak pelebaran mediastinum superior
10.80 15.60 33.00 45.00 3.80 5.80 4.50 13.50
Kedua Sinus costophrenicus dan diaf ragma normal Cor
: Tak membesar, batas kanan dan kiri jelas, apex di kiri
Kedua Hilus
: Kasar
Pulmo
: Tampak bercak-bercak infiltrate pada kedua perihiler dan paracardial kanan
Tulang-tulang dada baik Kesan : Bronchopneumonia
6. DIAGNOSA Bronchopneumonia 7. DIAGNOSA BANDING Bronkitis Asma
7.
TATALAKSANA
y
Monitor o
Tanda-tanda vital
o
Tanda-tanda klinis (adakah pembesaran hati, tanda perdarahan saluran cerna, tanda ensefalopati)
o
Monitor urin output
o
Monitor
hasil
laboratorium
(kadar
hemoglobin,
trombosit setiap 6 jam, minimal tiap 12 jam o
8.
Monitor cairan
PROGNOSA
-
Ad Fungsionam : ad bonam
-
Ad Sanationam : ad bonam
-
Ad Vitam
: ad bonam
hematokrit,
dan
RESUME MEDIS / SUMMARY LETTE R
Anamnesis / Reason for Admission : Sesak naf as
Riwayat Perjalanan Penyakit / History of Illness (es) : Pasien datang dari Emergency Trauma Centre (ETC) dengan keluhan sesak naf as yang sudah
dirasakan se jak 2 hari SMRS, namun bertambah sesak saat ini. Ada batuk dengan dahak sulit dikeluarkan, dahak agak kehi jauan. Badan ada panas, mual dan muntah disangkal. BAB dan BAK tidak ada keluhan. Mimisan dan perdarahan gusi disangkal. Riwayat ke jang demam dan asthma disangkal.
Pemeriksaan Fisik / Physical Examination : o
KU : sakit sedang, Kesadaran : CM, GCS 15, HR 121x/menit, RR 20 x/menit, S 37.8 C, BB 29 kg,
Status generalis : CA -/-, SI -/-, Cor : S1S2 reguler, murmur -, gallop -, Pulmo : SN vesikuler, rh +/+, wh +/+, Abdomen : sof t, BU +, normal, Ekstremitas : akral panas
Penemuan Klinik / Clinical Finding :
Hb 12.32 g/dL, Ht 37.84 %, WBC 9.960 /µL (monocyte 14), Platelet 331.900 /µL, ESR 9 mm/hours, CRPHs 13.66 mg/L
9.
PERAWATAN/PENGOBATAN I.
11 April 2010
S
Pasien sesak (+) telah berkurang, panas (+), masih terdapat batuk tetapi telah berkurang
O
yang disertai sulit untuk mengeluarkan dahak .
Kesadaran : CM, CVS S1S2, murmur (-), Napas cuping hidung (-), Retraksi substernal (+), intercostae (+), subcostae (+), Sianosis (-), Ronkhi (+/+), GIT : supel, timpani, BU (+), Ekstremitas : akral hangat, TD 90/60, Nadi : 110 kali/menit, Suhu : 36,2 oC, RR : 36 kali/menit
Bronchopneumonia Duplex
A
Terapi lanjutkan
P Nebulizer
-
: - ventolin ½ ampul, flixotide 1 ampul, NaCl 0.9 % 1 ml 4x/hari (selang-seling) ventolin ½ ampul, bisolvon 10 tetes, NaCl 0.9 % 1 ml 4x/hari (selangseling) Nasal O2 3 L/Menit D5 1/4 NS 500mL/8 jam
Tripenem IV 3x500 mg (6) 10-20 mg/kg BB tiap 8 jam Oradexon (dexamethasone) 3x1/2 amp IV 1 amp (6) 0.05-0.2 mg/kg BB (diturunkan secara bertahap) Tempra Forte (paracetamol) syr 7,5 ml (sediaan 25 0 mg/5 ml) x 60 ml 520 ml 3x1 tiap 4 jam Comtusi syr 1 cth sediaan 60 ml/100 ml (anak 10-12 thn, BB 30-40 kg (10 ml 3-4x/hari)), (anak 6-10 thn, BB 20-30 kg (10 ml 2-3x/hari)) untuk batuk produktif dan nonproduktif, batuk karena alergi Inj Zantac (ranitidine HCl) 3x ½ gram IV (sed iaan Amp 50 mg x 2 ml x 5) untuk terapi tukak duodenum, tukak lambung, refluks esofagitis, keadaan turunnya sekresi asam lambung Inj Aminophylline 2 x 120 mg IV (3) pengobatan profilaksis spasme bronkus yang berhubungan dengan asma, emfisema, dan bronchitis kronis Tempra Forte (paracetamol) syr 4x5 ml (sediaan 250 mg/5 ml) x 60 ml 520 ml 3x1 tiap 4 jam Percocyn forte syr 3x5 ml???.... y
y
y
y
y
y
y
II.
S
12 April 2010
Panas (-), Sesak (-), Batuk (+) berkurang dengan dahak lebih gampang dikeluarkan (dahak kehi jauan), mual dan muntah (-)
O
Kesadaran : CM, tenang, CVS S1S2, murmur (-), gallop (-), Pulmo : suara napas vesikuler, Ronchi +/+, Wheezing -/-,
Napas
cuping hidung (-),Retraksi sela iga (-),
Sianosis (-), GIT : supel, soft, timpani, BU (+) Ekstremitas : akral hangat, TD tidak diukur, Nadi : 90 kali/menit, Suhu : 35,7 oC, RR : 20 kali/menit
Bronchopneumonia Duplex
A
Terapi lanjutkan
P
Hentikan Injeksi oradexon dan aminophyllin O bservasi
dyspnea Nebulizer 4x/hari Rencana pulang besok
III.
S O
13 April 2010
Panas (-), Sesak (+) berkurang, Batuk (+) berkurang. Nadi
: 90 kali/menit, Suhu : 36oC, RR : 22 kali/menit
Kesadaran : CM, tenang, CVS S1S2, murmur (-), gallop (-), Pulmo : suara napas vesikuler, Ronchi +/+, Wheezing -/-, Napas cuping hidung (-), Retraksi sela iga (-), Sianosis (-), GIT : supel, soft, timpani, BU (+) Ekstremitas : akral hangat ,
A
Bronchopneumonia Duplex
P
Terapi lanjutkan
Rawat Jalan Starcef syr 2x1 7,5 ml (100mg/5ml-syr 30 ml) Bronchophyllin (theophylline) -150 ml ½ sdm 3x1 Celestamine ± 60 ml alergi pada saluran pernapasan (2,5 ml 3x1 max 20 ml/hari)
PEMBAHASAN
Pneumonia berdasarkan anatomis dibagi menjadi 3 yaitu : 1. Pneumonia Lobaris 2. Pneumonia Lobularis (Bronkopneumonia) 3. Pneumonia Interstitialis (Bronkiolitis) Bronchopneumonia biasanya terdapat pada bayi dan anak kecil. Misalnya infeksi intra uteri karena inhalasi dini likuor yang septic, kontak dengan penderita infeksi saluran nafas atas dan bisa oleh karena infeksi nosokomial pada bayi yang lahir di rumah sakit.
Def inisi Bronchopneumonia
merupakan
salah
satu
bagian
dari
penyakit
Pneumonia.
Bronchopneumonia adalah suatu infeksi saluran pernafasan akut bagian bawah dari parenkim paru yang melibatkan bronkus / bronkiolus yang berupa distribusi berbentuk bercak-bercak yang disebabkan oleh bermacam-macam et iologi seperti bakteri, virus, jamur dan benda asing. Bronchopneumonia adalah radang paru-paru yang mengenai satu atau beberapa lobus paru-paru yang ditandai dengan adanya bercak-bercak Infiltrat (Whalley and Wong, 1996). Bronchopneumina adalah frekuensi komplikasi pulmonary, batuk produktif yang lama, tanda dan gejalanya biasanya suhu meningkat, nadi meningkat, pernapasan meningkat (Suzanne G. Bare, 1993). Bronchopneumonia disebut juga pneumoni lobularis, yaitu radang paru-paru yang disebabkan oleh bakteri, virus, jamur dan benda-benda asing (Sylvia Anderson, 1994). Berdasarkan
beberapa
pengertian
di
atas
maka
dapat
disimpulkan
bahwa
Bronkopneumonia adalah radang paru-paru yang mengenai satu atau beberapa lobus paru-paru yang ditandai dengan adanya bercak-bercak infiltrat yang disebabkan oleh bakteri,virus, jamur dan benda asing.
Epidemiologi Pneumococcus merupakan penyebab utama pneumonia. Pneumococcus dengan serotipe 1 sampai 8 menyebabkan pneumonia pada orang dewasa lebih dari 80%, sedangkan pada anak ditemukan tipe 14, 1, 6 dan 9. Angka kejadian tertinggi ditemukan pada usia kurang dari 4 tahun dan megurang dengan meningkatnya umur. Pneumonia lobaris hampir selalu disebabkan oleh pneumococus, ditemukan pada orang dewasa dan anak besar, sedangkan bronkopneumonia lebih sering dijumpai pada anak kecil dan bayi.
Etiologi Berbagai bentuk klinis pneumonia sering kali di klasifikasikan berdasarkan pembagian serta penyebaran anatomis dan etiologinya. 1. Berdasarkan anatominya pneumonia di bagi atas : a. Pneumonia Lobaris b. Pneumonia Lobularis (Bronchopneumonia) c. Pneuminia Interstitialis (Bronkiolitis) 2. Berdasarkan etiologinya dibagi atas : a.
Bakteri
:
Diplococcus
Pneumoniae,
Pneumococcus,
Streptococcus
Hemolyticus, Streptococcus Aureus, Hemophilus Influenza, Bacillus Friedlander (Klebsial Pneumoni), Mycobacterium Tuberculosis b. Virus : Respiratory Syncytial Virus, Virus Influenza, Adenovirus, Virus Sitomegalik c. Jamur : Histoplasma Capsulatum, Cryptococcus
Neoformis,
Dermalitides,
sp,
Coccidiodes
Mycoplasma Pneumonia.
Limmitis,
Aspergylus
Blastomyces
Candida
Albicans,
d. Aspirasi : Makanan, kerosene (bensin, minyak tanah), cairan amnion, benda asing. e. Pneumonia hipostatik f. Sindrom Loeffler Faktor lain yang mempengaruhi timbulnya Bronchopnemonia adalah daya tahan tubuh yang menurun misalnya akibat malnutrisi energi protein (MEP), penyakit menahun, pengobatan antibiotik yang tidak sempurna. Secara klinis biasa, berbagai etiologi ini sukar dibedakan. Untuk pengobatan tepat, pengetahuan tentang penyebab pneumonia perlu sekali, sehingga pembagian etiologis lebih rasional dari pada pembagian a natomis.
Patogenesis Dalam keadaan sehat pada paru tidak terjadi pertumbuhan mikroorganisme, keadaan ini disebabkan oleh adanya mekanisme pertahanan paru. Bronkopneumonia merupakan infeksi sekunder yang biasanya disebabkan oleh virus penyebab Bronchopneumonia yang masuk ke saluran pernafasan sehingga terjadi peradangan broncus dan alveolus. Inflamasi bronkus ditandai adanya penumpukan sekret, sehingga terjadi demam, batuk produktif, ronchi positif dan mual. Bila penyebaran kuman sudah mencapai alveolus maka komplikasi yang terjadi adalah kolaps alveoli, fibrosis, emfisema dan atelektasis. Bronkopneumonia merupakan infeksi sekunder yang biasanya disebabkan oleh virus penyebab Bronchopneumonia yang masuk ke saluran pernafasan sehingga terjadi peradangan broncus dan alveolus. Inflamasi bronkus ditandai adanya penumpukan sekret, sehingga terjadi demam, batuk produktif, ronchi positif dan mual. Bila penyebaran kuman sudah mencapai alveolus maka komplikasi yang terjadi adalah kolaps alveoli, fibrosis, emfisema dan atelektasis. Mekanisme daya tahan traktus respiratorius bagian bawah sangat efisien untuk mencegah infeksi dan terdiri dari :
1. Susunan anatomis rongga hidung 2. Jaringan limfoid di naso-oro-faring 3. Bulu getar yang meliputi sebagian besar epitel traktus respiratorius dan secret liat yang dikeluarkan oleh sel epitel tersebut 4. Refleks batuk 5. Refleks epiglottis yang mencegah terjadinya asp irasi secret yang terinfeksi 6. Darinase system limfatik dan fungsi menyaring kelenjar limfe regional 7. Fagositosis, aksi enzimatik dan respon immuno-humoral terutama dari immunoglobilin A (IgA) Bila pertahanan tubuh tidak kuat maka mikroorganisme penyebab terhisap ke paru perifer melalui saluran napas menyebabkan reaksi jaringan berupa edema yang mempermudah proliferasi dan penyebaran kuman. 1. Stadium Kongesti : Kapiler melebar dan kongesti serta dalam alveolus terdapat eksudat jernih, bakteri dalam jumlah banyak, bebrapa neutrophil dan makrophag 2. Stadium Hepatisasi Merah : Lobus dan lobulus yang terkena menjadi padat tidak mengandung udara, warna menjadi merah dan pada perabaan seperti hepar. Dalam alveolus didapatkan fibrin, leukosit netrofil, eksudat dan banyak sekali eritrosit dan kuman. Stadium ini berlangsung sangat pendek. 3. Stadium Hepatisasi Kelabu : Lobus masih tetap padat dan warna merah berubah menjadi pucat kelabu. Permukaan pleura suram karena diliputi oleh fibrin. Alveolus terisi fibrin dan leucosit, tempat terjadi fagositosis pneumococcus, k apiler tidak lagi kongestif. 4. Stadium Resolusi : Eksudat berkurang. Dalam alveolus macrofag bertambah dan leukosit mengalami nekrosis dan degenerasi lemak. Fibrin di resorbsi dan menghilang. Proses kerusakan yang terjadi dapat di batasi dengan pemberian antibiotik sedini mungkin agar system bronkopulmonal yang tidak terkena dapat di selamatkan. Suatu proses peradangan yang meliputi empat stadium, yaitu : A. Stadium I (4 ± 12 jam pertama/kongesti)
Disebut hiperemia, mengacu pada respon peradangan permulaan yang berlangsung pada daerah baru yang terinfeksi. Hal ini ditandai dengan peningkatan aliran darah dan permeabilitas kapiler di tempat infeksi. Hiperemia ini terjadi akibat pelepasan mediator-mediator peradangan dari selsel mast setelah pengaktifan sel imun dan cedera jaringan. Mediator-mediator tersebut mencakup histamin dan prostaglandin. Degranulasi sel mast juga mengaktifkan jalur komplemen. Komplemen bekerja sama dengan histamin dan prostaglandin untuk melemaskan otot polos vaskuler paru dan peningkatan permeabilitas kapiler paru. Hal ini mengakibatkan perpindahan eksudat plasma ke dalam ruang interstisium sehingga terjadi pembengkakan dan edema antar kapiler dan alveolus. Penimbunan cairan di antara kapiler dan alveolus meningkatkan jarak yang harus ditempuh oleh oksigen dan karbondioksida maka perpindahan gas ini dalam darah paling berpengaruh dan sering mengakibatkan penurunan saturasi oksigen hemoglobin. B. Stadium II (48 jam berikutnya) Disebut hepatisasi merah, terjadi sewaktu alveolus terisi oleh sel darah merah, eksudat dan fibrin yang dihasilkan oleh penjamu ( host ) sebagai bagian dari reaksi peradangan. Lobus yang terkena menjadi padat oleh karena adanya penumpukan leukosit, eritrosit dan cairan, sehingga warna paru menjadi merah dan pada perabaan seperti hepar, pada stadium ini udara alveoli tidak ada atau sangat minimal sehingga anak akan bertambah sesak, stadium ini berlangsung sangat singkat, yaitu selama 48 jam. C. Stadium III (3 ± 8 hari) Disebut hepatisasi kelabu yang terjadi sewaktu sel-sel darah putih mengkolonisasi daerah paru yang terinfeksi. Pada saat ini endapan fibrin terakumulasi di seluruh daerah yang cedera dan terjadi fagositosis sisa-sisa sel. Pada stadium ini eritrosit di alveoli mulai diresorbsi, lobus masih tetap padat karena berisi fibrin dan leukosit, warna merah menjadi pucat kelabu dan kapiler darah tidak lagi mengalami kongesti. D. Stadium IV (7 ± 11 hari)
Disebut juga stadium resolusi yang terjadi sewaktu respon imun dan peradangan mereda, sisasisa sel fibrin dan eksudat lisis dan diabsorsi oleh makrofag sehingga jaringan kembali ke strukturnya semula. Normalnya,
saluran pernafasan steril dari daerah sublaring sampai parenkim paru. Paru-
paru dilindungi dari infeksi bakteri melalui mekanisme pertahanan anatomis dan mekanis, dan faktor imun lokal dan sistemik. Mekanisme pertahanan awal berupa filtrasi bulu hidung, refleks batuk dan mukosilier aparatus. Mekanisme pertahanan lanjut berupa sekresi Ig A lokal dan respon inflamasi yang diperantarai leukosit, komplemen, sitokin, imunoglobulin, makrofag alveolar, dan imunitas yang diperantarai sel. Infeksi paru terjadi bila satu atau lebih mekanisme di atas terganggu, atau bila virulensi organisme bertambah. Agen infeksius masuk ke saluran nafas bagian bawah melalui inhalasi atau aspirasi flora komensal dari saluran nafas bagian atas, dan jarang melalui hematogen. Virus dapat meningkatkan kemungkinan terjangkitnya infeksi saluran nafas bagian bawah dengan mempengaruhi mekanisme pembersihan dan respon imun. Diperkirakan sekitar 25-75 % anak dengan pneumonia bakteri didahului dengan infeksi virus. Invasi bakteri ke parenkim paru menimbulkan konsolidasi eksudatif jaringan ikat paru yang bisa lobular (bronkhopneumoni), lobar, atau intersisial. Pneumonia bakteri dimulai dengan terjadinya hiperemi akibat pelebaran pembuluh darah, eksudasi cairan intra-alveolar, penumpukan fibrin, dan infiltrasi neutrofil, yang dikenal dengan stadium hepatisasi merah. Konsolidasi jaringan menyebabkan penurunan compliance paru dan kapasitas vital. Peningkatan aliran darah yamg melewati paru yang terinfeksi menyebabkan terjadinya pergeseran fisiologis (ventilation-perfusion missmatching ) yang kemudian menyebabkan terjadinya hipoksemia. Selanjutnya desaturasi oksigen menyebabkan peningkatan kerja jantung. Stadium berikutnya
terutama diikuti dengan penumpukan fibrin dan disintegrasi progresif dari sel-sel inflamasi (hepatisasi kelabu). Pada kebanyakan kasus, resolusi konsolidasi terjadi setelah 8-10 hari dimana eksudat dicerna secara enzimatik untuk selanjutnya direabsorbsi dan dan dikeluarkan melalui batuk. Apabila infeksi bakteri menetap dan meluas ke kavitas pleura, supurasi intrapleura menyebabkan terjadinya empyema. Resolusi dari reaksi pleura dapat berlangsung secara spontan, namun kebanyakan menyebabkan penebalan jaringan ikat dan pembentukan perlekatan.
Bakteri Stafilokokus aureus/Bakteri Haemofilus influezae y y
y
Penderita sakit berat yang dirawat di RS Penderita yang mengalami supresi sistem pertahanan tubuh Kontaminasi peralatan RS Saluran Pernaf asan Atas
Kuman berlebih di
Kuman terbawa di
Infeksi Saluran Pernaf asan Bawah
Ge jala Klinis Bronchopneumonia biasanya di dahului oleh infeksi saluran napas bagian atas selama 0
beberapa hari. Suhu dapat naik sangat mendadak sampai 39 ± 40 C dan mungkin disertai kejang demam yang tinggi. Anak megalami kegelisahan, kecemasan, menggigil, napas sesak, batuk non
produktif, dispnoe pernapasan. Kerusakan pernapasan diwujudkan dalam bentuk napas cepat dan dangkal, pernapasan cuping hidung, retraksi pada daerah supraclavikular, ruang-ruang intercostal, sianosis sekitar mulut dan hidung, kadang-kadang disertai muntah dan diare. Pada awalnya batuk jarang ditemukan tetapi dapat dijumpai pada perjalanan penyakit lebih lanjut, mula-mula batuk kering kemudian menjadi produktif. Pada bronkopneumonia, pemeriksaan fisik tergantung dari pada luas daerah yang terkena. Pada perkusi toraks sering tidak ditemukan kelainan. Pada auskultasi mungkin terdengar ronki basah nyaring halus ± sedang. Bila sarang bronkopneumonia menjadi satu (konfluens), mungkin pada perkusi terdengar keredupan dan suara pernapasan pada auskultasi terdengar mengeras. Pada stadium resolusi, ronki terdengar lagi. Tanpa pengobatan biasanya penyembuhan dapat terjadi sesudah 2 ± 3 minggu.
Pemeriksaan Fisik Dalam pemeriksaan fisik penderita bronkhopneumoni ditemukan hal-hal sebaga i berikut : a. Pada setiap nafas terdapat retraksi otot epigastrik, interkostal, suprasternal, dan pernapasan cuping hidung. Tanda objektif yang merefleksikan adanya distres pernapasan adalah retraksi dinding dada; penggunaan otot tambahan yang terlihat dan cuping hidung; orthopnea; dan pergerakan pernafasan yang berlawanan. Tekanan intrapleura yang bertambah negatif selama inspirasi melawan resistensi tinggi jalan nafas menyebabkan retraksi bagian-bagian yang mudah terpengaruh pada dinding dada, yaitu jaringan ikat inter dan sub kostal, dan fossae supraklavikula dan suprasternal. Kebalikannya, ruang interkostal yang melenting dapat terlihat apabila tekanan intrapleura yang semakin positif. Retraksi lebih mudah terlihat pada
bayi baru lahir dimana jaringan ikat interkostal lebih tipis dan lebih lemah dibandingkan anak yang lebih tua. Kontraksi yang terlihat dari otot sternokleidomastoideus dan pergerakan fossae supraklavikular selama inspirasi merupakan tanda yang paling dapat dipercaya akan adanya sumbatan jalan nafas. Pada infant, kontraksi otot ini terjadi akibat ³head bobbing ´, yang dapat diamati dengan jelas ketika anak beristirahat dengan kepala disangga tegal lurus dengan area suboksipital. Apabila tidak ada tanda distres pernapasan yang lain pada ³head bobbing ´, adanya kerusakan sistem saraf pusat dapat dicurigai. Pengembangan cuping hidung adalah tanda yang sensitif akan adanya distress pernapasan dan dapat terjadi apabila inspirasi memendek secara abnormal (contohnya pada kondisi nyeri dada). Pengembangan hidung memperbesar pasase hidung anterior dan menurunkan resistensi jalan napas atas dan keseluruhan. Selain itu dapat juga menstabilkan jalan napas atas dengan mencegah t ekanan negatif faring selama inspirasi. b. Pada palpasi ditemukan vokal fremitus yang simetris. Konsolidasi yang kecil pada paru yang terkena tidak menghilangkan getaran fremitus selama jalan napas masih terbuka, namun bila terjadi perluasan infeksi paru (kolaps paru/atelektasis) maka transmisi energi vibrasi akan berkurang. c. Pada perkusi tidak terdapat kelainan d. Pada auskultasi ditemukan crackles sedang nyaring. Crackles adalah bunyi non musikal, tidak kontinyu, interupsi pendek dan berulang dengan spektrum frekuensi antara 200-2000 Hz. Bisa bernada tinggi ataupun rendah (tergantung tinggi rendahnya frekuensi yang mendominasi), keras atau lemah (tergantung
dari amplitudo osilasi) jarang atau banyak (tergantung jumlah crackles individual ) halus atau kasar (tergantung dari mekanisme terjadinya). Crackles dihasilkan oleh gelembung-gelembung udara yang melalui sekret jalan napas/jalan napas kecil yang tiba-tiba terbuka.
Pemeriksaan Penun jang 1.
Pengambilan sekret secara broncoscopy dan fungsi paru untuk preparasi langsung, biakan dan test resistensi dapat menemukan atau mencari etiologinya, tetapi cara ini tidak rutin dilakukan karena sukar.
2.
Secara laboratorik ditemukan leukositosis biasa 15.000 ± 40.000 / m dengan pergeseran LED meninggi.
3.
Foto thorax bronkopeumoni terdapat bercak-bercak infiltrat pada satu atau beberapa lobus, jika pada pneumonia lobaris terlihat adanya konsolidasi pada satu atau beberapa lobus.
Pemeriksaan Radiologi Gambaran radiologis mempunyai bentuk difus bilateral dengan peningkatan corakan bronkhovaskular dan infiltrat kecil dan halus yang tersebar di pinggir lapang paru. Bayangan bercak ini sering terlihat pada lobus bawah.
Pemeriksaan Laboratorium Pada pemeriksaan laboratorium terdapat peningkatan jumlah leukosit. Hitung leukosit dapat membantu membedakan pneumoni viral dan bakterial.
3
Infeksi virus leukosit normal atau meningkat (tidak melebihi 20.000/mm dengan limfosit 3
predominan) dan bakteri leukosit meningkat 15.000-40.000 /mm dengan neutrofil yang predominan. Pada hitung jenis leukosit terdapat pergeseran ke kiri serta peningkatan LED. Analisa gas darah menunjukkan hipoksemia dan hipokarbia, pada stadium lanjut dapat terjadi asidosis respiratorik. Isolasi mikroorganisme dari paru, cairan pleura atau darah bersifat invasif sehingga tidak rutin dilakukan.
Dignosis Diagnosis ditegakkan berdasarkan : 1. Gejala klinis 2. Pemeriksaan fisik 3. Pemeriksaan laboratorium dan gambaran rad iologis Diagnosis ditegakkan berdasarkan riwayat penyakit dan pemeriksaan fisik yang sesuai dengan gejala dan tanda yang diuraikan sebelumnya disertai pemeriksaan penunjang. Pada bronkopneumonia, bercak-bercak infiltrat didapati pada satu atau beberapa lobus. Foto rontgen dapat juga menunjukkan adanya komplikasi seperti pleuritis, atelektasis, abses paru, pneumotoraks atau perikarditis. Gambaran ke arah sel polimorfonuklear juga dapat dijumpai. Pada bayi-bayi kecil jumlah leukosit dapat berada dalam batas yang normal. Kadar hemoglobin biasanya normal atau sedikit menurun. Diagnosis etiologi dibuat berdasarkan pemeriksaan mikrobiologi serologi, karena pemeriksaan mikrobiologi tidak mudah dilakukan dan bila dapat dilakukan kuman penyebab tidak selalu dapat ditemukan.
Oleh
karena itu WHO mengajukan pedoman diagnosa dan tata laksana yang lebih
sederhana. Berdasarkan pedoman tersebut bronkopneumonia dibedakan berdasarkan :
Bronkopneumonia sangat berat : Bila terjadi sianosis sentral dan anak tidak sanggup minum,maka anak harus dirawat di rumah sakit dan diberi antibiotika. Bronkopneumonia berat : Bila dijumpai adanya retraksi, tanpa sianosis dan masih sanggup minum,maka anak harus dirawat di rumah sakit dan diberi ant ibiotika. Bronkopneumonia : Bila tidak ada retraksi tetapi dijumpai pernafasan yang cepat : > 60 x/menit pada anak usia < 2 bulan > 50 x/menit pada anak usia 2 bulan ± 1 tahun > 40 x/menit pada anak usia 1 - 5 tahun. Bukan bronkopenumonia : Hanya batuk tanpa adanya tanda dan gejala seperti diatas, tidak perlu dirawat dan tidak perlu diberi antibiotika. Diagnosis pasti dilakukan dengan identifikasi kuman pe nyebab: 1. kultur sputum atau bilasan cairan lambung 2. kultur nasofaring atau kultur tenggorokan (throat swab), terutama virus 3. deteksi antigen bakteri
Kriteria Diagnosis Diagnosis ditegakkan bila ditemukan 3 dari 5 gejala berikut : a. Sesak nafas disertai dengan pernafasan cuping hidung dan tarikan dinding dada b. Panas badan c. Ronkhi basah sedang nyaring (crackles)
d. Foto thorax menunjukkan gambaran infiltrat difus 3
e. Leukositosis (pada infeksi virus tidak melebihi 20.000/mm dengan limfosit predominan, dan 3
bakteri 15.000-40.000/mm neutrofil yang predominan)
Diagnosis Banding 1. Bronchiolitis 2. TBC Paru 3. Atelektasis 4. Abses Paru
Komplikasi 1. Empisema Suatu keadaan dimana terkumpulnya nanah dalam rongga pleura terdapat di satu tempat atau seluruh rongga pleura. 2. Atelektasis Pengembangan paru-paru yang tidak sempurna atau kolaps paru merupakan akibat kurangnya mobilisasi atau refleks batuk hilang. 3. Perikarditis / Endokarditis Peradangan pada setiap katup endokardial 4. Abses paru Pengumpulan pus dalam jaringan paru yang meradang 5. Pleuritis 6.
Otitis
Media Akut (OMA)
7. Infeksi sistemik 8. Meningitis Infeksi yang menyerang selaput otak
Terapi Kemotherapi untuk mycoplasma pneumonia, dapat diberikan Eritromicin 4 X 500 mg sehari atau Tetrasiklin 3 ± 4 mg sehari.
O
bat-obatan ini meringankan dan mempercepat
penyembuhan terutama pada kasus yang berat. O bat-obat penghambat sintesis S NA (Sintosin Antapinosin dan Indoksi Urudin) dan interperon inducer seperti polinosimle, poliudikocid. 1. Bed rest 2.
Oksigen
1 ± 2 L / menit
3. IVFD Dextrose 10 % : NaCl 0,9 % = 3 : 1, ditambah larutan KCL 10 mEq/500 ml botol infus. Jumlah cairan sesuai berat badan, kenaikan suhu. 4. Antibiotik a. Ampicillin 100 ± 200 mg/kgBB/hari dalam 4 kali pemberian b. Gentamycin 5 ± 7 mg/kgBB/ hari dalam 2 kali pemberian 5. Antipiretik a. Parasetamol 10 ±15 mg / kgBB / kali beri 6. Mukolitik 7. Jika sekresi lendir berlebihan dapat diberikan inhalasi dengan salin normal dan beta agonis 8. Gangguan keseimbangan asam ± basa dan elektrolit.
Penatalaksanaan a. Penatalaksaan umum
-
Pemberian oksigen lembab 2-4 L/menit
sampai sesak nafas hilang atau PaO2 pada
analisis gas darah 60 torr
b.
-
Pemasangan infus untuk rehidrasi dan ko reksi elektrolit.
-
Asidosis diatasi dengan pemberian bikarbonat intravena.
Penatalaksanaan khusus
-
mukolitik, ekspektoran dan obat penurun panas sebaiknya tidak diberikan pada 72 jam pertama karena akan mengaburkan interpretasi reaksi antibioti awal. O bat
penurun panas diberikan hanya pada penderita dengan suhu tinggi, takikardi, atau
penderita kelainan jantung - pemberian antibiotika berdasarkan mikroorganisme penyebab da n manifestasi klinis Pneumonia ringan
amoksisilin 10-25 mg/kgBB/dosis (di wilayah dengan angka
resistensi penisillin tinggi dosis dapat dinaikkan menjadi 80-90 mg/kgBB/hari). Faktor yang perlu dipertimbangkan dalam pemilihan terapi : a. Kuman yang dicurigai atas dasas data klinis, etiologis dan epidemiologis b. Berat ringan penyakit c. Riwayat pengobatan selanjutnya serta respon klinis d. Ada tidaknya penyakit yang mendasari Antibiotik :
Bila tidak ada kuman yang dicurigai, berikan antibiotik awal (24-72 jam pertama) menurut kelompok usia. a.
Neonatus
dan bayi muda (< 2 bulan) :
-
ampicillin + aminoglikosid
-
amoksisillin-asam klavulanat
-
amoksisillin + aminoglikosid
-
sefalosporin generasi ke-3
b. Bayi dan anak usia pra sekolah (2 bl-5 thn)
-
beta laktam amoksisillin
-
amoksisillin-amoksisillin klavulanat
-
golongan sefalosporin
-
kotrimoksazol
-
makrolid (eritromisin)
c. Anak usia sekolah (> 5 thn) -
amoksisillin/makrolid (eritromisin, klaritromisin, az itromisin)
-
tetrasiklin (pada anak usia > 8 tahun) Karena dasar antibiotik awal di atas adalah coba-coba (trial and error ) maka
harus dilaksanakan dengan pemantauan yang ketat, minimal tiap 24 jam sekali sampai hari ketiga. Bila penyakit bertambah berat atau tidak menunjukkan perbaikan yang nyata dalam 24-72 jam
ganti dengan antibiotik lain yang lebih tepat sesuai dengan kuman
penyebab yang diduga (sebelumnya perlu diyakinkan dulu ada tidaknya penyulit seperti empyema, abses paru yang menyebabkan seolah-olah antibiotik tidak efektif)
Prognosis Dengan pemberian antibiotik yang tepat dan adekuat yang dimulai secara dini pada perjalanan penyakit tersebut maka mortalitas selama masa bayi dan masa kanak-kanak dapat di turunkan sampai kurang 1 % dan sesuai dengan kenyataan ini morbiditas yang berlangsung lama juga menjadi rendah. Anak dalam keadaan malnutrisi energi protein dan yang datang terlambat menunjukkan mortalitas yang lebih tinggi.
DISKUSI
Berdasarkan gejala klinis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang yang terdapat pada pasien, dapat ditegakkan diagnosa untuk pasien ini berupa Bronchopneumia. Sedangkan berdasarkan gejala-gejala yang diperoleh dari anamnesa yang berupa sesak napas sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit, demam yang mendadak tinggi disertai batuk batuk berdahak dimana hal ini sesuai dengan gejala yang terdapat pada broncopneumonia. Hal ini dapat diperjelas dengan dilakukannya pemeriksaan fisik yang didapatkan tandatanda sesak berupa retraksi suprasternal, retraksi subcostae dan retraksi intercostae dan juga pada auskultasi didapatkan ronki basah yang dominan. Keadaan ini sesuai dengan tanda-tanda yang terdapat pada bronchopneumonia dengan derajat yang berat sehingga memerlukan rawat inap. Didukung pula dengan hasil dari pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan radiologi thorax dan pemeriksaan laboratorium. Pada pemeriksaan X-Ray Thorax ditemukan adanya bercak-bercak infiltrat pada kedua perihiler dan parakardial kanan, sesuai dengan gambaran bronchopneumonia. Pada pemeriksaan laboratorium darah didapatkan kadar leukosit normal dengan peningkatan pada eosinofil, monosit, dan CRP-Hs yang tinggi serta adanya penurunan limfosit. Dari hasil pemeriksaan darah dapat disimpulkan bahwa pasien mengalami bronchopneumonia yang bersifat akut dan disebabkan oleh virus. Penatalaksanaan yang diberikan pada pasien ini antara lain; antibiotika yang efektif sesuai dengan biakan bakteri, mukolitik, antipiretik, dan nebulizer. Untuk maintenance kebutuhan cairan dan kalori diberikan cairan intravena dekstrosa 5% dalam cairan fisiologis 500mL/8 jam. Pada pasien ini perlu juga dilakukan pemeriksaan elektrolit untuk menilai ada atau tidaknya ketidakseimbangan elektrolit, sehingga dapat diberikan koreksi bila terdapat gangguan elektrolit.