KLIMAKTERIUM (masa Pra menopause, menopouse hingga ooforopause) KLIMAKTERIUM A.
Pengertian
Klimakterium adalah masa yang bermula dari akhir masa reproduksi sampai awal masa senium dan terjadi pada wanita berumur 40-65 tahun. Masa-masa klimakterium : 1. 2. 3. 4.
Pra menopause adalah kurun waktu 4-5 tahun sebelum menopause. Menopause adalah henti haid seorang wanita. Pasca menopause adalah kurun waktu 3-5 tahun setelah menopause. Ooforopause adalah pada saat ovarium kehilangan sama sekali fungsi hormonalnya.
B.
Etiologi Sebelum haid berhenti, sebenarnya pada seorang wanita terjadi berbagai perubahan dan penurunan fungsi pada ovarium seperti sklerosis pembuluh darah, berkurangnya jumlah folikel dan menurunnya sintesis steroid seks, penurunan sekresi estrogen, gangguan umpan balik pada hipofise. C.
Patofisiologi Penurunan fungsi ovarium menyebabkan berkurangnya kemampuan ovarium untuk menjawab rangsangan gonadotropin, sehingga terganggunya interaksi antara hipotalamus – hipofise. Pertama-tama terjadi kegagalan fungsi luteum . Kemudian turunnya fungsi steroid ovarium menyebabkan berkurangnya reaksi umpan balik negatif terhadap hipotalamus. Keadaan ini meningkatkan produksi FSH dan LH. Dari kedua gonadoropin itu, ternyata yang paling mencolok peningkatannya adalah FSH. D.
Manifestasi Klinik
1. Pramenopause : perdarahan tidak teratur, seperti oligomenore, polimenore, dan hipermenore. 2. Gangguan nerovegetatif : gejolak panas ( hotflushes), keringat banyak, rasa kedinginan, sakit kepala, desing dalam telinga, tekanan darah yang goyah, jari-jari atrofi, gangguan usus ( meteorismus ). 3. Gangguan psikis : mudah tersinggung, lekas lelah, semangat berkurang, susah tidur. 4. Gangguan organik : infark miokard aterosklerosis, osteosklerosis, osteoporosi, afipositas, kolpitis, disuria, dispareumia artritis, gejala endokrinium berupa hipertirosis defeminisasi, virilasi dan gangguan libido.
untuk masa menopouse Gejala menopouse Dr. Janet Mc Arthur (1981) merinci beberapa gejala yang terjadi pada menopause menurut waktu terjadinya : E. Gejala dini Beberapa gejala dini yang menandai terjadinya proses menopause, antara lain:
Gangguan menstruasi dimana siklus mesntruasi menjadi tidak teratur Rasa panas (hot flushes). Hot flushes adalah sensasi subyektif yang trasa pada tubuh bagian atas, biasanya berlangsung 4 menit. Vasomotor flushes merupakan bagian obyektif dari segala hot flushes, yaitu berupa kemerahan pada dada, leher, muka yang diikuti dengan keluarnya keringat. Palpitasi atau rasa tertekan pada kepala, rasa lemah, pusing, dan vertigo dapat menyertai hot flushes. Hot flushes terjadi jika ada penurunan kadar estrogen dan menghilang jika kadar estrogen meningkat. Keringat pada malam hari, sehinggah menyebabkan sulit tidur, sering terbangun pada malam hari dan mudah lelah. Konsentrasi menurun. Rasa cemas dan kawatir. Rasa percaya diri menurun dan merasa tidak berguna.
F. Gejala lanjut
Atrofi vagina dan pada keadaan lebih lanjut bisa menyebabkan atrofi uterus dan ovarium, serta terjadinya dispareunia Elastisitas ureta berkurang Perubahan-perubahan pada kulit. Kulit menjadi tipis, kering, dan kurang elastis karena karena penurunan produksi kolagen akibat menurunnya kadar estrogen. Payudara kehilangan bentuknya, dan mulai kendur akibat estrogen yang menurun. Osteoporosis. Pada keadaan menopause yang sudah lanjut, kecepatan remodeling tulang tidak sebanding dengan kecepatan resopsi tulang yang masih lebih cepat. Percepatan hilangnya masa tulang 10 tahun setelah menapause 10 kali lipat. Sehingga osteoporosis muncul terutama pada usia 60 tahun keatas dan menyebabkan fraktur. Resiko menderita penyakit jantung koroner akibat aterosklerosismeningkat, hal ini mungkin berkaitan dengan penurunan kadar esterogen.
Sehubungan dengan terjadinya menopause pada lansia maka biasanya hal itu diikuti dengan berbagai gejolak atau perbahan yang meliputi aspek fisik maupun psikologis yang dapat mempengaruhi berbagai aspek kehidupan di lansia tersebut. G. FISIK Beberapakeluhan fisik yang merupakan tanda dan gejala dari menopause yaitu : a. Ketidak teraturan siklus haid b. Gejolak rasa panas c. Kekeringan vagina d. Perubahan kulit e. Keringat di malam hari f. Sulit tidur g. Perubahan pada mulut
h. Kerapuhan tulang i. Badan menjadi gemuk j. Penyakit misal ; penyakit jantung dan pembuluh darah, kanker payudara, kanker rahim kanker ovarium, stroke H. PSIKOLOGIS a. Ingatan menurun b. Kecemasan Adapun arti simtom-simtom pesikologis adanya kecemasan bila ditinjau dari beberapa aspek, menurut Blackbr un and Davidson (1990 : 9) adalah sebagai berikut : Suasana hati yaitu keadaan yang menunjukkan ketidaktenangan psikis, separti : mudah marah, perasaan mudah tegang. Pikiran yaitu keadaan pikitran yang tidak menentu, seperti : kawatir, sukar konsentrasi, pikiran kosong, membesar-besarkan ancaman, memandang diri sebagai sangat sensitif, merasa tidak berdaya. Motivasi yaitu dorongan untuk mencapai sesuatu,seperti : menghindari situasi, ketergantungan yang tinggi, ingin melarikan diri, lari dari kenyataan. Perilaku gelisah yaitu keadaan diri yang tidak terkendali sepert : gugup, kewaspadaan yang berlebihan, sangat sensitif dan agitasi. Reaksi-reaksi biologis yang tidak terkendali seprti : berkeringat, gemetar, pusing, berdebardebar, mual, mulut kering. c. Mudah tersinggung d. Stress e. Depresi E. Diagnosis 1. Umur dan gejala-gejala yang timbul. 2. FSH dan LH ( FSH = 10-12 x, LH 5-10 x / estrogen rendah ). 3. Kalsium, kolesterol. 4. Foto tulang lumbal I. 5. Sitologi ( Pap Smear ). 6. Biopsi endometrium. F. Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan tahunan terhadap wanita yang sedang berada pada masa klimakterium harus mencakup hal-hal yang penting seperti : 1. Tinggi badan, wanita mungkin akan kehilangan tinggi badan sebanyak 2,5 cm atau lebih. Sewaktu mengukur tinggi badan merupakan kesempatan untuk mendiskusikan postur, pergerakan tubuh, latihan dan osteoporosis. 2. Kulit, evaluasi terhadap integritas, luka dan perubahan pada tahi lalat. 3. Mulut, gigi dan gusi. 4. Pemeriksaan panggul, dengan perhatian terhadap perubahan yang menyertai proses penuaan ; spekulum Pederson mungkin optimal untuk wanita paska menopause. 5. Rektum : periksa adanya keanehan pada darah, adanya massa dan fisura-fisura. G. Penatalaksanaan 1. Sedatif, psikofarma. 2. Psikoterapi. 3. Balneoterapi ( diet ).
4. Hormonal. Sindrom klimakterium terjadi akibat kekurangan estrogen maka pengobatan yang tepat adalah pemberian estrogen. Syarat minimal sebelum pemberian estrogen dimulai : 1. Tekanan darah tidak boleh tinggi. 2. Pemeriksaan sitologi uji Pap normal. 3. Besar uretus normal ( tidak ada mioma uerus ). 4. Tidak ada varises di ekstremitas bawah. 5. Tidak terlalu gemuk / tidak obesitas. 6. Kelenjar tiroid normal. 7. Kadar normal : Hb, ko lesterol total, HDL, trigliserida, kalsium, fungsi hati. 8. Nyeri dada, hipertensi kronik, hiperlipidemia, diabetes militus perlu dikonsulkan terlebih dahulu ke spesialis penyakit dalam. Kontra Indikasi Pemberian Estrogen 1. Troboemboli, penderita penyakit hati, kolelitiasis. 2. Sindrom Dubin Johnson / Botor yaitu gangguan sekresi bilirubin konjugasi. 3. Riwayat ikterus dalam kehamilan. 4. Kanker endometrium, kanker payudara, riwayat gangguan penglihatan, anemia berat. 5. Varises berat, tromboflebitis. 6. Penyakit ginjal. Persyaratan dalam Pemberian Estrogen a. Mulailah dengan menggunakan estrogen lemah ( estriol ) dan dengan dosis rendah yang efektif. b. Pemberian secara siklik. c. Diusahakan kombinasi degan progesteron ( bila digunakan estrogen lain seperti etinil estradiol maupun estrogen konjugasi ). d. Perlu pengawasan ketat ( setiap 6-12 bulan ). e. Bila terjadi perdarahan atipik perlu dilakukan kuretase. f. Keluhan nyeri dada, hipertensi kronik, hiperlipidemia, diabetesmelitus, terlebih dahulu konsul ke bagian penyakit dalam. Yang perlu diketahui 1. Tidak semua keluhan dapat dihilangkan dengan pemberian estrogen. 2. Pelajari faktor-faktor yang menimbulkan keluhan ( faktor psikis, sosial budaya, atau hanya memang terdapat kekurangan estrogen ). 3. Atasi keluhan emosi dan faktor penyebab. Efek samping pemberian estrogen : a. Perdarahan bercak. b. Perdarahan banyak ( atipik ). c. Mual. d. Sakit kepala. e. Pruritus berat. H. Faktor Resiko Adipositas, diabetesmelitus, hipertensi, anovulasi, infertilitas, perokok, alkoholisme, hiperlipidemia.
Faktor yang mempengaruhi gejala perimenopause adalah : a. b. c. d. e. f. I.
Genetik, usia menarche mempengaruhi cepat lambatnya terjadi menopause. Nutrisi ( kolesterol, kalsium, fosfat , vitamin ). Kadar hormon estrogen. Kebiasaan hidup ( olahraga, minum teh, kopi, minum alkohol, perokok ). Tingkat pendidikan dan status ekonomi. Pengangkatan kedua ovarium. Pencegahan Terhadap Sindrom Klimakterium
1) Pengaturan makanan ( rendah lemak / kolesterol, cukup vitamin A, C, D, E dan cukup serat ). 2) Mengkonsumsi makanan yang mengandung fitoestrogen : a. Isiflavon, terdapat pada kacang-kacangan, b. Lignan; terdapat pada padi, sereal dan sayur-sayuran, c. Caumestran ; terdapat pada daun semanggi. Mengkonsumsi makanan dengan kadar gula rendah dan tidak berlebihan. 3) Tambahan Asupan Kalsium 1000-15000 mg / hari dan vitamin D. 4) Kontrol rutin 1 tahun sekali ( Pap Smear ).
KELAINAN AIR KETUBAN 1. Ketuban Pecah Dini A. Ketuban Pecah Dini / Ketuban Pecah Sebelum Waktunya Ada teori yang menghitung berapa jam sebelum in partu, misalnya 2 atau 4 atau 6 jam sebelum in partu. Ada juga yang menyatakan dalam ukuran pembukaan serviks pada kala I, misalnya ketuban yang pecah sebelum pembukaan serviks 3 cm atau 5 cm, dan sebagainya. Prinsipnya adalah ketuban yang pecah “sebelum waktunya”. Normal selaput ketuban pecah pada akhir kala I atau awal kala II persalinan. Bisa juga belum pecah sampai saat mengedan, sehingga kadang perlu dipecahkan (amniotomi). Ketuban pecah dini (KPD) didefinisikan sebagai pecahnya ketuban sebelum waktunya melahirkan. Hal ini dapat terjadi pada akhir kehamilan maupun jauh sebelum waktunya melahirkan. KPD preterm adalah KPD sebelum usia kehamilan 37 minggu. KPD yang memanjang adalah KPD yang terjadi lebih dari 12 jam sebelum waktunya melahirkan. B. Etiologi 1. Penyebab dari KPD tidak atau masih belum diketahui secara jelas maka usaha preventif tidak dapat dilakukan, kecuali dalam usaha menekan infeksi. 2. Adanya hipermotilitas yang sudah lama terjadi sebelum terjadinya KPD 3. Selaput ketuban tipis(kelainanketuban) 4. Infeksi (amnionitisataukorioamnionitis) 5. Faktor – factor lain yang merupakan predisposisi 6. (multipara,malposisi,disproporsi,cervikinkompeten) 7. Ketuban pecah dini artificial (amniotomi) dimana ketuban dipecahkan terlalu dini 8. Inkompetensi serviks : kanalis sevikalis yang selalu terbuka oleh karena kelainan pada servik uteri 9. Infeksi vagina/serviks
10. Kehamilan ganda C. Tanda dan Gejala Tanda yang terjadi adalah keluarnya cairan ketuban merembes melalui vagina. Aroma air ketuban berbau manis dan tidak seperti bau amoniak, mungkin cairan tersebut masih merembes atau menetes, dengan ciri pucat dan bergaris warna darah. Cairan ini tidak akan berhenti atau kering karena terus diproduksi sampai kelahiran. Tetapi bila Anda duduk atau berdiri, kepala janin yang sudah terletak di bawah biasanya “mengganjal” atau “menyumbat” kebocoran untuk sementara. Demam, bercak vagina yang banyak, nyeri perut, denyut jantung janin bertambah cepat merupakan tanda-tanda infeksi yang terjadi. D. Diagnosa Secara klinik diagnosa ketuban pecah dini tidak sukar dibuat anamnesa pada klien dengan keluarnya air seperti kencing dengan tanda-tanda yang khas sudah dapat menilai itu mengarah ke ketuban pecah dini. Untuk menentukan betul tidaknya ketuban pecah dini bisa dilakukan dengan cara : Adanya cairan yang berisi mekonium (kotoran janin), verniks kaseosa (lemak putih) rambut lanugo atau (bulu-bulu halus) bila telah terinfeksi bau Pemeriksaan inspekulo, lihat dan perhatikan apakah memang air ketuban keluar dari kanalis servikalis pada bagian yang sudah pecah, atau terdapat cairan ketuban pada forniks posterior USG : volume cairan amnion berkurang/oligohidramnion Terdapat infeksi genital (sistemik) Gejala chorioamnionitis
a.
Maternal : Demam (dan takikardi), uterine tenderness, cairan amnion yang keruh dan berbau, leukositosis (peningkatan sel darah putih) meninggi, leukosit esterase (LEA) meningkat, kultur darah/urin b. Fetal : takikardi, kardiotokografi, profilbiofisik, volume cairan ketuban berkurang c. Cairan amnion : Tes cairan amnion, diantaranya dengan kultur/gram stain, fetal fibronectin, glukosa, leukosit esterase (LEA) dan sitokin. Normal pH cairan vagina 4,5-5,5 dan normal pH cairan amnion 7,0-7,5 Dilakukan uji kertas lakmus/nitrazine test Jadi biru (basa) : air ketuban Jadi merah (asam) : air kencing E.
Diagnosa banding Gejala dan tanda selalu Ada Keluar cairan ketuban
- Cairan vagina berbau - Demam/menggigil - Nyeri perut
- Cairan vagina berbau - Tidak ada riwayat
Gejala dan tanda kadangkadang ada -Ketuban pecah tiba-tiba -Cairan tanpa diintroitus -Tidak ada his dalam 1 jam -Riwayat keluarnya cairan -Uterus nyeri -Denyut jantung janin cepat -Perdarahan pervaginam sedikit -Gatal -Keputihan
Diagnosis kemungkinan Ketuban pecah dini
Amnionitis
Infeksi Vaginitisf Servicitis
ketuban pecah
Cairan vagina berdarah
Cairan berupa darah Lender F.
-Nyeri perut -Perdarahan pervaginam sedikit -Nyeri perut -Gerakan janin berkurang -Perdarahan banyak -Pembukaan servik -Pendataran servik -Ada his
Perdarahan antepartum Awal persalinan
Komplikasi Risiko infeksi meningkat pada kejadian KPD. Semua ibu hamil dengan KPD prematur sebaiknya dievaluasi untuk kemungkinan terjadinya korioamnionitis (radang pada korion dan amnion). Selain itu kejadian prolaps atau keluarnya tali pusar dapat terjadi pada KPD. Risiko kecacatan dan kematian janin meningkat pada KPD preterm. Hipoplasia paru merupakan komplikasi fatal yang terjadi pada KPD preterm. 1. Pada anak : IUFD Asfiksia prematuritas 2. Pada ibu Partus lama dan infeksi Atonia uteri Perdarahan post partum / infeksi masa nifas G. Penatalaksanaan Penatalaksanaan ketuban pecah dini tergantung pada umur kehamilan dan tanda infeksi intrauterine Pada umumnya lebih baik untuk membawa semua pasien dengan KPD ke RS dan melahirkan bayi yang berumur > 37 minggu dalam 24 jam dari pecahnya ketuban untuk memperkecil resiko infeksi intrauterine Tindakan konservatif (mempertahankan kehamilan) diantaranya pemberian antibiotik dan cegah infeksi (tidak melakukan pemeriksaan dalam), tokolisis, pematangan paru, amnioinfusi, epitelisasi (vit C dan trace element, masih kontroversi), fetal and maternal monitoring. Tindakan aktif (terminasi/mengakhiri kehamilan) yaitu dengan sectio caesarea (SC) atau pun partus pervaginam Dalam penetapan langkah penatalaksanaan tindakan yang dilakukan apakah langkah konservatif ataukah aktif, sebaiknya perlu mempertimbangkan usia kehamilan, kondisi ibu dan janin, fasilitas perawatan intensif, kondisi, waktu dan tempat perawatan, fasilitas/kemampuan monitoring, kondisi/status imunologi ibu dan kemampuan finansial keluarga. Untuk usia kehamilan <37 minggu dilakukan penanganan konservatif dengan mempertahankan kehamilan sampai usia kehamilan matur. Untuk usia kehamilan 37 minggu atau lebih lakukan terminasi dan pemberian profilaksis streptokokkus grup B. Untuk kehamilan 34-36 minggu lakukan penatalaksanaan sama halnya dengan aterm Untuk usia kehamilan 32-33 minggu lengkap lakukan tindakan konservatif/expectant management kecuali jika paru-paru sudah matur (maka perlu dilakukan tes pematangan
paru), profilaksis streptokokkus grup B, pemberian kortikosteroid (belum ada konsensus namun direkomendasikan oleh para ahli), pemberian antibiotik selama fase laten. Untuk previable preterm (usia kehamilan 24-31 minggu lengkap) lakukan tindakan konservatif, pemberian profilaksis streptokokkus grup B, single-course kortikosteroid, tokolisis (belum ada konsensus) dan pemberian antibiotik selama fase laten (jika tidak ada kontraindikasi) Untuk non viable preterm (usia kehamilan <24 minggu), lakukan koseling pasien dan keluarga, lakukan tindakan konservatif atau induksi persalinan, tidak direkomendasikan profilaksis streptokokkus grup B dan kortikosteroid, pemberian antibiotik tidak dianjurkan karena belum ada data untuk pemberian yang lama) Rekomendasi klinik untuk PROM, yaitu pemberian antibiotik karena periode fase laten yang panjang, kortikosteroid harus diberikan antara 24-32 minggu (untuk mencegah terjadinya resiko perdarahan intraventrikuler, respiratory distress syndrome dan necrotizing examinations),tidak boleh dilakukan digital cervical examinations jadi pilihannya adalah dengan spekulum, tokolisis untuk jangka waktu yang lama tidak diindikasikan sedangkan untuk jangka pendek dapat dipertimbangkan untuk memungkinkan pemberian kortikosteroid, antibiotik dan transportasi maternal, pemberian kortikosteroid setelah 34 minggu dan pemberian multiple course tidak direkomendasikan Pematangan paru dilakukan dengan pemberian kortikosteroid yaitu deksametason 2×6 mg (2 hari) atau betametason 1×12 mg (2 hari) Agentokolisis yaitu B2 agonis (terbutalin, ritodrine), calsium antagonis (nifedipine), prostaglandin sintase inhibitor (indometasin), magnesium sulfat, oksitosin antagonis (atosiban) Tindakan epitelisasi masih kotroversial, walaupun vitamin C dan trace element terbukti berhubungan dengan terjadinya ketuban pecah terutama dalam metabolisme kolagen untuk maintenance integritas membran korio-amniotik, namun tidak terbukti menimbulkan epitelisasi lagi setelah terjadi PROM Tindakan terminasi dilakukan jika terdapat tanda-tanda chorioamnionitis, terdapat tanda-tanda kompresi tali pusat/janin (fetal distress) dan pertimbangan antara usia kehamilan, lamanya ketuban pecah dan resiko menunda persalinan KPD pada kehamilan < 37 minggu tanpa infeksi, berikan antibiotik eritromisin 3×250 mg, amoksisillin 3×500 mg dan kortikosteroid KPD pada kehamilan > 37 minggu tanpa infeksi (ketuban pecah >6 jam) berikan ampisillin 2×1 gr IV dan penisillin G 4×2 juta IU, jika serviks matang lakukan induksi persalinan dengan oksitosin, jika serviks tidak matang lakukan SC KPD dengan infeksi (kehamilan <37 ataupun > 37 minggu), berikan antibiotik ampisillin 4×2 gr IV, gentamisin 5 mg/KgBB, jika serviks matang lakukan induksi persalinan dengan oksitosin, jika serviks tidak matang lakukan SC.
2. Poligohidramnion a. Polihidramnion atau disebut juga dengan hidramnion adalah keadaan dimana air ketuban melebihi 2000 ml. Hidramnion akut adalah penambahan air ketuban secara mendadak dan cept dalam beberapa hari, biasanya terdapat pada kehamilan yang agak muda, bulan ke 5 dan ke 6. Hidramnion kronis adalah penambahan air ketuban secara perlahan-lahan, biasanya
terjadi pada kehamilan lanjut. Diagnosis pasti bisa didapatkan dari pemeriksaan ultrasonografi (USG). b. Etiologi Sampai sekarang penyebab hidramnion masih belum jelas. Pada banyak kasus hidramnion berhubungan dengan kelainan malformasi janin, khususnya kelainan sistem syaraf pusat dan traktus gastrointestinal. Namun secara teori, hidramnion bisa terjadi karena : 1. Produksi air ketuban bertambah Diduga air ketuban dibentuk oleh sel-sel amnion, tetapi air ketuban dapat bertambah cairan lain masuk kedalam ruangan amnion, misalnya air kencing janin dan cairan otak anensefalus. Naeye dan Blanc (1972) mengidentifikasi dilatasi tubulus ginjal, bladder (vesica urinaria) ukuran besar, akan meningkatkan output urine pada awal periode pertumbuhan fetus, hal inilah yang meningkatkan produksi urine fetus yang mengakibatkan hidramnion. 2. Pengaliran air ketuban terganggu Air ketuban yang dibentuk, secara rutin dikeluarkan dan diganti dengan yang baru. Salah satu cara pengeluaran adalah ditelan oleh janin, diabsorpsi oleh usus kemudian dialirkan ke plasenta untuk akhirnya masuk kedalam peredaran darah ibu. Ekskresi air ketuban ini akan terganggu bila janin tidak bisa menelan seperti pada atresia esofagus dan anensefalus. c.
Tanda dan gejala 1. Pembesaran uterus, lingkar abdomen dan tinggi fundus uteri jauh melebihi ukuran yang diperirakan untuk usia kehamilan 2. Dinding uterus tegang sehingga pada auskultasi bunyi detak jantung janin sulit atau tidak terdengar dan pada palpasi bagian kecil dan besar tubuh janin sulit ditentukan. 3. Masalah-masalah mekanis. Apabila polihidramnion berat, akan timbul dispnea, edema pada vulva dan ekstremitas bawah; nyeri tekan pada punggung, abdomen dan paha; nyeri ulu hati, mual dan muntah 4. Letak janin sering berubah (letak janin tidak stabil) (Helen Varney, 2006: 634)
d.
Diagnosis Anamnesis 1. Perut terasa lebih besar dan lebih berat dari biasa Sesak nafas, beberapa ibu mengalami sesak nafas berat, pada kasus ekstrim ibu hanya bisa bernafas bila berdiri tegak Nyeri ulu hati dan sianosis Nyeri perut karena tegangnya uterus Oliguria. Kasus sangat jarang terjadi. Hal ini terjadi karena urethra mengalami obstruksi akibat uterus yang membesar melebihi kehamilan normal. Inspeksi 2. Perut terlihat sangat buncit dan tegang, kulit perut mengkilat, retak-retak kulit jelas dan kadang-kadang umbilikus mendatar Ibu terlihat sesak dan sianosis serta terlihat payah karena kehamilannya
Edema pada kedua tungkai, vulva dan abdomen. Hal ini terjadi karena kompresi terhadap sebagian besar sistem pembuluh darah balik (vena) akibat uterus yang terlalu besar Palpasi 3. Perut tegang dan nyeri tekan Fundus uteri lebih tinggi dari usia kehamilan sesungguhnya Bagian-bagian janin sukar dikenali Auskultasi 4. Denyut jantung janin sukar didengar 5.
Pemeriksaan penunjang Foto rontgen (bahaya radiasi) Ultrasonografi Banyak ahli mendefinisikan hidramnion bila index cairan amnion (ICA) melebihi 2425 cm pada pemeriksaan USG. Dari pemeriksaan USG, hidramnion terbagi menjadi : a) Mild hydramnion (hidramnion ringan), bila kantung amnion mencapai 8-11 cm dalam dimensi vertikal. Insiden sebesar 80% dari semua kasus yang terjadi. b) Moderate hydramnion (hidramnion sedang), bila kantung amnion mencapai 12-15 cm dalamnya. Insiden sebesar 15%. c) Severe hydramnion (hidramnion berat), bila janin ditemukan berenang dengan bebas dalam kantung amnion yang mencapai 16 cm atau lebih besar. Insiden sebesar 15%. Diagnosa banding 1. Gemelli (kembar)
e.
f.
2.
Asites (pengumpulan cairan serosa dalam rongga perut)
3.
Kista ovarium
4.
Kehamilan dengan tumor
Komplikasi 1. Janin Kelainan congenital Prematuritas Prolapsus tali pusat 2. Ibu Solusio plasenta Atonia uteri Perdarahan postpartum Syok Kesalahan-kesalahan letak janin menyebabkan partus jadi lama dan sukar g. Penatalaksanaan 1. Pada masa hamil Pada hidramnion ringan tidak perlu pengobatan khusus. Hidramnion sedang dengan beberapa ketidaknyamanan biasanya dapat diatasi, tidak perlu intervensi sampai persalinan atau sampai selaput membran pecah spontan. Jika terjadi sesak nafas atau nyeri pada abdomen, terapi
khusus diperlukan. Bed rest, diuretik dan air serta diet rendah garam sangat efektif. Terapi indomethacin biasa digunakan untuk mengatasi gejala-gejala yang timbul menyertai hidramnion. Kramer dan koleganya (1994) melalui beberapa hasil penelitiannya membuktikan bahwa indomethacin mengurangi produksi cairan dalam paru-paru atau meningkatkan absorpsi, menurunkan produksi urine fetus dan meningkatkan sirkulasi cairan dalam membran amnion. Dosis yang boleh diberikan 1,5-3 mg/Kg per hari. Tetapi pada hidramnion berat maka penderita harus dirawat dan bila keluhan terlalu hebat dapat dilakukan amniosentesis (pengambilan sampel cairan ketuban melalui dinding abdomen). Prinsip dilakukan amniosintesis adalah untuk mengurangi distress pada ibu. Selain itu, cairan amnion juga bisa di tes untuk memprediksi kematangan paru-paru janin. 2. Pada masa persalinan Bila tidak ada hal-hal yang mendesak maka sikap kita adalah menunggu. Jika pada waktu pemeriksaan dalam ketuban tiba-tiba pecah, maka untuk menghalangi air ketuban mengalir keluar dengan deras, masukanlah tinju kedalam vagina sebagai tampon beberapa lama supaya air ketuban keluar pelan-pelan. Maksudnya adalah supaya tidak terjadi solusio plasenta, syok karena tiba-tiba perut kosong atau perdarahan postpartum karena atonia uteri. 3. Pada masa nifas Observasi perdarahan postpartus. Harus hati-hati akan terjadinya perdarahan post partum, jadi sebaiknya lakukan pemeriksaan golongan dan transfuse darah serta sediakan obat uterotronika. Untuk berjaga-jaga pasanglah infuse untuk pertolongan perdarahan post partum Jika perdarahan b. nyak, dan keadaan ibu setelah partus lemah, maka untuk menghindari infeksi berikan antibiotika yang cukup. 3. Oligohidramnion a. Oligohidramnion adalah suatu keadaan dimana air ketuban kurang dari normal yaitu kurang dari 500 mL. Marks dan Divon (1992) mendefinisikan oligohidramnion bila pada pemeriksaan USG ditemukan bahwa index kantong amnion 5 cm atau kurang dan insiden oligohidramnion 12% dari 511 kehamilan pada usia kehamilan 41 minggu. b. Etiologi Penyebab pasti terjadinya oligohidramnion masih belum diketahui. Beberapa keadaan berhubungan dengan oligohidramnion hampir selalu berhubungan dengan obstruksi saluran traktus urinarius janin atau renal agenesis. c. Tanda dan gejala 1. Perut ibu kelihatan kurang membuncit 2. Denyut jantung janin sudah terdengar lebih dini dan lebih jelas 3. Ibu merasa nyeri di perut pada setiap gerakan anak 4. Persalinan lebih lama dari biasanya 5. Sewaktu his/mules akan terasa sakit sekali 6. Bila ketuban pecah, air ketuban akan sedikit sekali bahkan tidak ada yang keluar 7. Sering berakhir dengan partus prematurus d. Komplikasi Prognosis oligohidramnion tidak baik terutama untuk janin. Bila terjadi kehamilan muda akan mengakibatkan gangguan bagi pertumbuhan janin, bahkan bisa terjadi foetus papyreceous, yaitu picak seperti kertas karena tekanan-tekanan. Bila terjadi pada kehamilan lanjut akan terjadi cacat bawaan, cacat karena tekanan atau kulit menjadi tebal dan kering. Selain itu, dapat mengakibatkan kelainan musculoskeletal (sistem otot).
Oligohidramnion yang berkaitan dengan PPROM pada janin yang kurang dari 24 minggu dapat mengakibatkan terjadinya hipoplasia paru-paru. Ada tiga kemungkinan yang dapat terjadi, yaitu: a. Kompresi toraks, mengakibatkan pengembangan dinding dada dan paru-paru terhambat b. Terbatasnya pernapasan janin menurunkan pengembangan paru-paru c. Terganggunya produksi serta aliran cairan paru-paru berakibat pada pertumbuhan dan perkembangan paru-paru e. Penatalaksanaan Penanganan oligohidramnion bergantung pada situasi klinik dan dilakukan pada fasilitas kesehatan yang lebih lengkap mengingat prognosis janin yang tidak baik. Kompresi tali pusat selama proses persalinan biasa terjadi pada oligohidramnion, oleh karena itu persalinan dengan sectio caesarea merupakan pilihan terbaik pada kasus oligohidramnion. Selain itu, pertimbangan untuk melakukan SC karena : Index kantung amnion (ICA) 5 cm atau kurang Deselerasi frekuensi detak jantung janin Kemungkinan aspirasi mekonium pada kehamilan postterm.