An. I, Laki – laki laki 9 tahun. Bersekolah di salah satu SD Negeri di Karawang, agama Islam, suku Minang, tinggal di Karawang, Jawa Barat. Pasien pernah dibawa ke dokter dengan diantar oleh ibu kandungnya atas saran guru kelasnya bulan April 2013 karena sering malas bersekolah dan nilai-nilai di sekolahn ya menurun.
I.
RIWAYAT PSIKIATRI
Diperoleh dari:
Alloanamnesis dengan ibu kandung pasien, Ny. U, suku Minang, Pedagang.
A. KELUHAN UTAMA
Sering tidak masuk sekolah dan nilai-nilai dikelasnya menurun.
B. KELUHAN TAMBAHAN
Pasien sulit untuk berkonsentrasi dan sering lupa menaruh barang miliknya.
C. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG
Seorang Anak laki-laki berusia 9 tahun dibawa ke dokter atas saran guru kelasnya. Pasien dibawa ke dokter oleh ibu kandungnya. Menurut gurunya, anak tersebut sangat sulit untuk menyelesaikan tugas kelasnya . Pasien juga dikenal selalu berbuat kesalahan dan ceroboh dalam melakukan pekerjaannya sehingga nilai – – nilainya menurun, sering tidak mengerjakan pekerjaan rumah yang diberikan kepadanya, diperlukan pengulangan beberapa instruksi supaya pasien bisa menyelesaikan tugasnya, saat kegiatan belajar mengajar sedang berlangsung dan
pasien juga sering menyela penjelasan yang diberikan oleh gurunya. Pasien hanya menyenangi pendidikan ekstrakulikuler yaitu sepak bola sementara pelajaran
yang lain tidak. Orang tua melaporkan bahwa pasien malas berangkat kesekolah karena belum mengerjakan perkerjaan rumah, pasien sering tidak mengerjakan pekerjaan rumahnya karena pasien sulit untuk berkonsentrasi dalam mengerjakan pekerjaan rumah dan sering lupa menaruh barang mliknya. Pasien adalah anak yang periang dan mudah bergaul dengan teman-teman sebayanya.
D. RIWAYAT PENYAKIT SEBELUMNYA
1
a. Psikiatri dan Penyalahgunaan Zat
Pasien tidak pernah menyalahgunakan zat sebelumnya. b. Kondisi Medis Umum
Pasien tidak pernah menderita penyakit medis lain seperti kejang, pingsan dan trauma kepala. c. Riwayat Penyakit dalam Keluarga
Gangguan kejiwaan pada keluarga pasien disangkal.
E. RIWAYAT KEHIDUPAN PRIBADI 1. Periode Prenatal dan Perinatal
Pada saat mengandung pasien, ibu pasien menerima kehamilannya dengan senang hati. Selama mengandung pasien, dikatakan tidak terdapat permasalahan fisik maupun psikologis pada ibu kandung pasien. Menurut ibu pasien, pasien lahir dengan persalinan normal, cukup bulan, langsung menangis kuat, berat badan 3,7 kg, panjang badan 51 cm, lahir secara normal di sebuah klinik bersalin dengan di tolong oleh bidan.
2. Periode Masa Bayi (0-1 tahun)
Pasien diasuh oleh kedua orang tuanya dengan perasaan senang hati. Pasien juga menjadi seorang anak yang disayangi oleh kedua orang tuanya. Pasien mendapatkan ASI selama 2 tahun disertai dengan makanan tambahan seperti bubur sun yang diberikan sesuai dengan usia pertumbuhannya. Pasien tidak mengalami kesulitan dalam pola makan. Imunisasi dikatakan lengkap (ibu tidak ingat sampai imunisasi apa). Menurut ibunya, tumbuh kembang pasien tidak ada kelainan semuanya dalam batas normal. Pasien dapat berdiri sebelum usia 1 tahun.
3. Periode Masa Batita (1 sampai 3 tahun)
Menurut ibu pasien, pasien tumbuh seperti anak seusianya. Saat diasuh, pasien dikatakan tidak rewel dan senang diajak bermain dengan senang bersama keluarga. Tidak ditemukan permasalahan dalam pola makan pada pasien. 4. Periode Pra Sekolah dan Masa Kanak Awal (3 sampai 6 tahun)
2
Menurut ibu pasien, pasien merupakan anak yang periang dan penurut. Dalam bermain dengan teman sebayanya. Pada saat usia 5 tahun pasien tidak dimasukkan sekolah TK oleh ibu pasien . Dalam bermain dengan teman sebayanya,
pasien cenderung hiperaktif, pasien senang membuat kegaduhan dengan melompatlompat, berlari-lari dan memanjat-manjat tanpa kontrol seakan-akan digerakan oleh mesin dibandingkan teman-teman sebayanya. Pasien senang bergerak dengan aktif didalam ruangan dan terangsang untuk menyentuh dan memanipulasi semua benda, sesuka hati.
5. Periode Masa Kanak Akhir (7 sampai sekarang)
Pada masa kanak akhir, pasien dikenal sebagai anak yang periang dan sangat mudah bergaul dengan teman-temanya. Pasien senang bermain dengan teman sebayanya dan temannya pun sangat senang bermain dengan pasien. Saat berada di sekolah pasien sangat sering kehilangan alat tulis yang digunakan karena sering lupa dimana meletakkan alat tulis yang telah dipakainya. Setelah pulang dari sekolah pasien lebih banyak menghabiskan waktu dengan berada di dalam rumah karena ibu pasien sangat kuatir terhadap anaknya. Pada saat di rumah pasien jarang mengulang pelajarannya di sekolah jika ada penjual mainan yang lewat didepan rumahnya maka pasien berhenti untuk belajar, pasien akan segera berlari dan menghampiri penjual tersebut untuk membeli mainan yang dijual sementara meninggalkan aktivitas belajarnya.
6. Riwayat Pendidikan Pasien dinilai sebagai anak yang cukup pintar dan penurut di sekolah. Prestasi akademik pasien tergolong biasa saja. Sejak kelas 3 SD, prestasi pasien mulai menurun karena sering mengalami kesulitan dalam kegiatan belajar baik disekolah maupun dirumah. Guru mengatakan bahwa pasien sering melamun dikelas saat kegiatan belajar mengajar sedang berlangsung. Guru juga melaporkan bahwa
diperlukan
pengulangan
beberapa
instruksi
supaya
pasien
bisa
menyelesaikan tugasnya. Pasien hanya menyenangi kegiatan ekstrakulikuler yaitu olahraga sepakbola. 3
7. Riwayat Keluarga
Pasien merupakan anak tunggal.
Pedigree
: Pasien.
47
8. Riwayat Kehidupan Sekarang
Pada saat ini pasien tinggal bersama ibu kandungnya. Pada saat pasien umur 1 tahun, ayah kandung pasien pergi meninggalkannya dan tidak pernah kembali samapi saat ini. Sejak itu pasien hanya tinggal dan di asuh dengan ibu kandungnya. Biaya hidup keluarga menjadi tanggung jawab ibunya yang yang bekerja sebagai pedagang kembang di Pasar tradisional di daerah Karawang. Biaya pengobatan menjadi tanggungan ibunya.
9. Persepsi dan Harapan Orangtua
Ibu kandung pasien tidak paham akan apa yang dialami oleh pasien. Ibu kandung berharap perilaku pasien dapat kembali menjadi baik.
10. Persepsi Pasien Tentang Diri dan Lingkungannya
Saat pemeriksa menanyakan tentang keadaannya untuk pertama kali, pasien terlihat tidak mendengarkan saat diajak berbicra.
II.
EVALUASI KELUARGA
A. Susunan Keluarga
Pasien adalah anak tunggal. Saat ini pasien tinggal hanya bersama ibunya. 4
B. Riwayat Perkawinan
Kedua orangtua pasien menikah berdasar atas pilihan sendiri dan mendapat persetujuan dari orang tua masing-masing. Kehidupan perkawinan mereka dikatakan tidak berjalan dengan apa yang di harapkan. Saat pasien umur 1 tahun, ayah kandung pasien pergi dan tidak pernah kembali sampai saat ini.
C. Fungsi Subsistem a. Subsistem Suami-Istri
Ayah dan ibu pasien telah bercerai dengan alasan suami kabur tanpa kejelasan. Selama menikah dengan ayah kandung pasien, dalam kehidupan rumah tangga, ayah dan ibu kandung pasien awalnya hidup rukun sampai umur pasien menginjak 1 tahun. Pernikahan keduanya didasarkan atas keinginan dan pilihan bersama.
b. Subsistem Orangtua
Pasien sejak umur 1 tahun sampai sekarang hanya diasuh oleh ibunya, ibu pasien mengatakan sangat menyayangi pasien dan cukup perhatian kepadanya. Tetapi karena pasien anak tunggal, ibu pasien menjadi lebih sayang dan perhatian kepadanya. Hampir semua kemauan pasien dapat dituruti oleh ibu pasien.
c. Subsistem Sibling
Pasien berstatus sebagai anak tunggal. Pasien dikatakan sangat dekat dengan ibunya, dan hidup rukun.
d. Interaksi subsistem
Ayah pasien telah meninggalkan pasien sejak dirinya berusia 1 tahun. Pasien hanya hidup dengan ibunya. Ibu pasien sangat menyayangi pasien.
D. Keadaaan Sosial Ekonomi Sekarang
Kondisi keuangan keluarga pasien dikatakan cukup dalam pembiayaan kehidupan sehari-hari. Sumber penghasilan berasal dariibu pasien yang berjualan kembang di pasar tradisional. 5
PEMERIKSAAN STATUS MENTAL (16 Juli 2010) A. Deskripsi Umum 1. Penampilan
Pasien seorang laki-laki berusia 9 tahun, tinggi sekitar 120 cm dengan berat sekitar 25 kg. Penampilan sesuai dengan usia, kulit sawo matang, rambut warna hitam dipotong pendek dan tampak rapi. Pasien berpakaian rapi dan bersih. Badan terawat dengan baik dengan kuku kaki dan tangan terpotong pendek.
2. Kesadaran
Compos mentis.
3. Sikap terhadap pemeriksa
Pasien kooperatif, sopan, menjawab pertanyaan dengan baik, konsentrasi kurang.
4. Perilaku dan Aktivitas Psikomotor
Aktifitas psikomotor selama wawancara, pasien dapat duduk tenang tetapi respon perilaku lambat.
5. Kemampuan berbicara dan berbahasa
Pasien berbicara dengan sopan, volume pelan, intonasi rendah, kecepatan normal, lancar dengan irama teratur.
B. Mood, Ekspresi Afektif dan Empati
1. Mood
: Eutimik
2. Afek
: Luas
3. Keserasian
: Serasi.
C. Gangguan Persepsi
Halusinasi auditorik dan visual di sangkal.
6
D. Interaksi orangtua – anak
Pasien terlihat akrab dengan ibunya.
E. Perpisahan dan Penyatuan Kembali
Ketika wawancara akan dilakukan secara mandiri dengan pasien, pasien bersikap baik. Pasien duduk di samping pemeriksa dan bersedia menjawab pertanyaan dari pemeriksa. Tidak ditemukan kecemasan, rasa takut atau kekhawatiran pada diri pasien.
F. Proses/ Isi Pikiran
Cukup ide.
G. Fantasi dan thr ee wishes
Ketika di tanyakan mengenai cita-cita, fantasi dan three wishes, pasien mengatakan ingin menjadi seorang pemain bola dan dokter sama seperti pemeriksa.
H. Insight
Tilikan derajat I.
I. Perkiraan Taraf Intelegensia
Kemampuan intelegensianya adalah sesuai taraf kecerdasan rata-rata usianya. Pasien memiliki riwayat tidak pernah tinggal kelas.
J. Pemeriksaan Diagnostik Lebih Lanjut
a. Status internus : keadaan umum gizi cukup dengan penampilan berat badan 25 kg. Tinggi badan 120 cm. Fungsi saluran cerna, pernafasan, dan kardiovaskular dalam batas normal. Tekanan darah tidak dilakukan 0
pemeriksaan, nadi 100 x/menit, suhu: 36,3 C , dan respirasi 22 x/menit. b. Status neurologikus : kesan dalam batas normal.
7
III.
IKHTISAR TEMUAN BERMAKNA
Telah dilakukan pemeriksaan An.I, Laki-laki, 9 tahun, bersekolah di salah satu SD Negeri di Karawang, agama Islam, suku Minang, tinggal di Karawang, Jawa Barat. Pasien pernah dibawa ke dokter dengan diantar oleh ibu kandungnya atas saran guru kelasnya bulan April 2013 karena sering malas bersekolah dan nilai-nilai di sekolahnya menurun. Pasien sangat sulit untuk menyelesaikan tugas kelasnya, selalu berbuat kesalahan serta ceroboh dalam melakukan pekerjaannya sehingga nilai – nilainya menurun, sering tidak mengerjakan pekerjaan rumah yang diberikan kepadanya, diperlukan pengulangan beberapa instruksi supaya pasien bisa menyelesaikan tugasnya, sering melamun dikelas saat kegiatan belajar mengajar sedang berlangsung dan pasien juga sering menyela penjelasan yang diberikan oleh gurunya. Orang tua melaporkan bahwa pasien malas berangkat kesekolah karena belum mengerjakan perkerjaan rumah, pasien sering tidak mengerjakan pekerjaan rumahnya karena pasien sulit untuk berkonsentrasi dalam mengerjakan pekerjaan rumah dan sering lupa menaruh barang mliknya. Pasien adalah anak yang periang dan mudah bergaul dengan teman-teman sebayanya. Dari pemeriksaan status mental didapatkan pasien laki-laki, penampilan sesuai usia dan tampak rapi. Pasien kooperatif, sopan, menjawab pertanyaan dengan baik, konsentrasi kurang. Aktifitas psikomotor selama wawancara, pasien dapat duduk tenang tetapi respon perilaku lambat. Pasien berbicara dengan sopan, volume pelan, intonasi rendah, kecepatan normal, lancar dengan irama teratur. Mood eutimik, Afek luas, serasi.
Perkiraan taraf intelegensia dalam tingkat
kecerdasan rata-rata usianya. Status internus dan neurologikus tidak dijumpai masalah. IV.
EVALUASI MULTIAKSIAL
V.
Aksis I
: Gangguan pemusatan perhatian dan aktivitas
VI.
Aksis II
: Kesan fungsi intelektual dalam taraf kecerdasan rata-rata
VII. Aksis III
: Tidak ada diagnosis
VIII. Aksis IV
: Terdapat masalah di lingkugan sekolah dalam proses
pembelajaran IX.
Aksis V
: GAF HLPY : 95 dan GAF Current : 21 8
X.
DAFTAR MASALAH
Organobiologik : Tidak ada riwayat genetik dalam keluarga
: Pasien tidak mudah marah jika keinginan pasien tidak diturutin
Psikologik
oleh ibu pasien. : Kehidupan sosial pasien baik, pasien bermain mudah berteman
Sosial
dengan teman sebayanya.
XI.
PROGNOSIS
: bonam
Ad Vitam
Ad F uncionam : dubia ad bonam Ad sanationam : dubia ad bonam
Hal yang meringankan:
-
Ibu pasien sangat menyayangi anak semata wayangnya, dan memberikan perhatian sepenuhnya .
Hal yang memberatkan:
-
Tidak adanya sosok ayah kandung pasien menyebabkan pasien hanya tinggal dengan ibu kandungnya.
-
Pasien merupakan anak tunggal, tidak punya saudara kandung lainnya.
XII.
FORMULASI PSIKODINAMIK
Seorang Anak laki-laki berusia 9 tahun. Pasien dibawa ke dokter oleh ibu kandungnya. Menurut gurunya, anak tersebut sangat sulit untuk menyelesaikan tugas kelasnya . Pasien juga dikenal selalu berbuat kesalahan dan ceroboh dalam
melakukan
pekerjaannya
mengerjakan
pekerjaan
sehingga rumah
nilai – nilainya yang
diberikan
menurun,
sering
kepadanya,
tidak
diperlukan
pengulangan beberapa instruksi supaya pasien bisa menyelesaikan tugasnya,
saat kegiatan belajar mengajar sedang berlangsung dan pasien juga sering menyela penjelasan yang diberikan oleh gurunya. Pasien hanya menyenangi pendidikan 9
ekstrakulikuler yaitu sepak bola sementara pelajaran yang lain tidak. Orang tua
melaporkan bahwa pasien malas berangkat kesekolah karena belum mengerjakan perkerjaan rumah, pasien sering tidak mengerjakan pekerjaan rumahnya karena pasien sulit untuk berkonsentrasi dalam mengerjakan pekerjaan rumah dan sering lupa menaruh barang mliknya. Pasien adalah anak yang periang dan mudah bergaul dengan teman-teman sebayanya.
XIII. PENATALAKSANAAN
ADHD adalah gangguan yang bersifat heterogen dengan manifestasi klinis yang beragam. Disamping itu, sampai saat ini belum ada satu jenis terapi yang dapat diakui untuk menyembuhkan anak dengan ADHD secara total. Berdasarkan evidence based, tatalaksana ADHD yang terbaik adalah dengan pendekatan komprehensif beralaskan prinsip Multi Treatment Approach (MTA). Dengan pendekatan ini maka anak selain mendapatkan terapi dengan obat, maka juga diberikan terapi psikososial seperti terapi perilaku (modifikasi perilaku), terapi kognitif perilaku dan juga latihan keterampilan social. Disamping itu juga memberikan psikoedukasi kepada orang tua, pengasuh maupun guru yang sehari-harinya berhadapan dengan anak ADHD. (Wiguna, 2010) Tujuan utama dari tatalaksana anak dengan GPPH adalah memperbaiki pola perilaku dan sikap anak dalam menjalankan fungsinya sehari-hari dengan memperbaiki fungsi kontrol diri, sehingga anak mampu untuk memenuhi tugas tanggung jawabnya secara optimal sebagaimana anak seusianya. Tujuan lainnya adalah memperbaiki pola adaptasi dan penyesuaian social anak sehingga terbentuk suatu kemampuan adaptasi yang lebih baik dan matur sesuai dengan tingkat perkembangan anak. (Wiguna, 2010) 1. Pendekatan psikofarmakologi pada penanganan anak dengan GPPH Pemberian obat pada anak dengan GPPH sudah dimulai sejak kurang lebih 50 tahun yang lalu. Obat yang merupakan pilihan pertama ialah obat golongan psikostimulan. Dikenal ada 3 macam obat golongan psikostimulan, yaitu -
Golongan metilfenidat (sediaan tablet 10 mg, dan 20 mg) 0,3-0,7/ KgBB/ hari).
-
Golongan deksamfetamin 10
-
Golongan pamolin
Barkley dkk mengatakan bahwa efektivitas pemakaian obat golongan metal fenidat adalah sebesar 60-70% dalam mengurangi gejala hiperaktivitasimpulsivitas dan inatensi. Dengan demikian, pemberian obat jenis psikostimulan ini dikataka cukup efektif dalam mengurangi gejala-gejala GPPH. Efek samping yang sering ditemukan dalam pemakaian obat golongan ini adalah penarikan diri dari lingkungan social, over focus, letargi, agitasi, iritabel, mudah menangis, cemas, sulit tidur, penurunan nafsu makan, sakit kepala, pusing dan timbulnya tics yang tidak ada sebelumnya. Biasanya efek samping ini timbul pada waktu pemakaian pertama kali atau jika terjadi peningkatan dosis obat yang diberikan. Dengan demikian adanya gejala- gejala diatas dapat menandakan bahwa dosis yang diberikan terlalu tinggi. Biasanya gejala efek samping akan hilang dalam beberapa jam setelah obat dihentikan atau diturunkan dosisnya. Penghentian pemakaian obat golongan psikostimulan biasanya dilakukan secara bertahap untuk terjadinya rebound phenomenon. (Wiguna, 2010) Obat golongan antidepresan juga dikatakan bermanfaat dalam membantu anak dengan GPPH. Obat ini bekerja sebagai inhibitor metabolisme dopamine dan norepineprin. Obat anti depresan seperti imipramin dapat memberikan hasil yang cukup memuaskan untuk mengurangi gejala GPPH, tetapi mempunyai efikasi yang lebih rendah daripada golongan obat psikostimulan. Efek samping kardiovaskuler, neurologic dan anti kolinergik yang ditimbulkan membuat pemakaian obat ini pada anak menjadi terbatas. Obat antidepresan lain yang sering digunakan saat ini ialah obat antidepresan golongan penghambat ambilan serotonin yang bekerja secara spesifik (SSRI= serotonin specific reuptake inhibitor) misalnya flouxetine. Pemberian flouxetin 0,6 mg/KgBB dikatakan memberikan respons sebesar 58% pada anak dengan GPPH yang berusia 7-15 tahun. (Wiguna, 2010) Obat lain yang juga digunakan dalam tatalaksana anak dengan GPPH adalah obat antidepresan golongan penghambat monoamine oksidase, seperti moclobamide dengan dosis 3-5 mg/KgBB/hari yang dibagi dalam 2 dosis pemberian. Obat golongan antipsikotik atipikal seperti risperidone juga dapat digunakan untuk 11
menurunkan perilaku hiperaktivitas dan agresivitas, walaupun demikian belum banyak penelitian penelitian yang mengungkapkan hasilnya. Obat lainnya yang dapat digunakan adalah obat antikonvulsan seperti golonga carbamazepin dan obat antihipertensi seperti klonidin juga dikatakan bermanfaat dalam mengurangi gejala GPPH pada anak. (Wiguna, 2010) 2. Pendekatan psikososial pada penanganan anak dengan GPPH (Wiguna, 2010) a.
Adanya pelatihan keterampilan social bagi anak dengan GPPH. Sebagaimana diketahui bahwa anak dengan GPPH seringkali juga disertai dengan perilaku agresivitas dan impulsivitas. Kondisi ini membuat mereka tidak mampu untuk menjalin relasi yang optimal dengan teman-teman sebayanya. Dampak yang cukup sering terjadi ialah mereka disingkirkan oleh kelompok teman sebayanya dan kesulitan untuk mencari teman baru. Hal lain adalah seringnya mereka menjadi kambing hitam karena tanpa sadar teman, guru atau lingkungan cenderung member label negative terhadap perilaku mereka sehari-hari. Tidak jarang mereka juga seringkali diperdaya oleh teman-teman mereka. Semua hal ini membuat beban anak-anak GPPH akan bertambah berat. Oleh karena itu diperlukan suatu pelatihan keterampilan social bagi mereka, dengan harapan mereka akan lebih mengerti norma social yang berlaku dan berperilaku serta bereaksi sesuai dengan norma yang ada.
b.
Edukasi bagi orang tua dan guru. Banyak orang tua dan guru merasa belum mengerti akan GPPH sepenuhnya. Kondisi ini membuat mereka ragu akan diagnosis maupun tatalaksana yang dianjurkan. Untuk itu sangat dianjurkan untuk anak dengan GPPH beserta orang tua dan guru mendapat suatu bentuk terapi perilaku yang disebut modifikasi perilaku.
c.
Modifikasi perilaku merupakan suatu teknik terapi perilaku dengan menggunakan prinsip ABC (Antecedent Behaviour, and Consequence). Antecedent adalah semua bentuk sikap, perilaku dan juga kondisi yang terjadi sebelum anak menampilkan perilaku tertentu, misalnya cara orang tua/guru memberikan instruksi pada anak. Behavior adalah perilaku yang ditampilkan oleh anak (yang sebenarnya ingin diubah) dan Consequence adalah reaksi orang tua/guru yang terjadi setelah anak menunjukkan perilaku tertentu. Dalam modifikasi perilaku maka orang tua dan guru diharapkan untuk 12
merubah antecedents dan juga consequentnya sehingga diharapkan anak juga dapat merubah perilaku yang tadinya kurang adaptif menjadi lebih adaptif dengan lingkungan sekitarnya. Teknik ini pada umumnya membutuhkan waktu yang cukup lama dan sebaiknya dijalankan secara konsisten, sehingga hasilnya akan tampak lebih jelas. d.
Selain itu edukasi dan pelatihan pada guru merupakan hal sangat penting karena salah satu permasalahan utama pada anak dengan GPPH adalah permasalahan akademik. Selain itu, pelatihan dan edukasi ini juga akan menghindari terjadinya stigmatisasi pada anak dengan GPPH, sehingga menghindari adanya anggapan buruk terhadap anak-anak ini, misalnya cap sebagai anak nakal, bandel atau malas dsb. Pendekatan sekolah merupakan hal yang sangat penting mengingat bahwa sebagian besar waktu anak dihabiskan di sekolah. Tingkat pemahaman guru yang baik akan GPPH ini diharapkan akan meningkatkan kemampuan guru dalam mengempati sikap, perilaku dan reaksi emosi anak didik mereka yang mengalami GPPH. Untuk memenuhi kebutuhan ini maka perlu dipertimbangkan untuk mengembangkan upaya kesehatan mental di sekolah yang melibatkan guru kelas, orang tua, konselor, psikolog dan juga psikiater anak.
e.
Kebutuhan akan kelompok dukungan keluarga (family support group) atau kelompok antar orang tua. Puotiniemi dan Kyngas (2002) dalam penelitiannya mengemukakan bahwa adanya kelompok dukungan orang tua yang memiliki permasalahan yang sama akan meningkatkan daya penyesuaian serta reaksi yang lebih positif terhadap anak mereka. Di dalam kelompok ini, orang tua akan merasa lebih nyaman dan secara terbuka dapat mengemukakan masalah yang dihadapi anak mereka, serta lebih mudah mengekspresikan apa yang mereka rasakan. Dengan adanya kondisi ini maka orang tua akan mendapat dukungan emosional dari sesame orang tua dan mengurangi penderitaan yang dialami dan belajar dari pengalaman praktis dari pada orang tua lainnya.
13
XIV.
DISKUSI
ADHD merupakan gangguan neurobehavioral yang paling sering pada masa anak – anak. Biasanya pertama kali di diagnosis pada saat anak anak. Anak dengan ADHD memiliki masalah dalam memusatkan perhatian, mengontrol tingkah laku dan pada beberapa kasus disertai dengan hiperaktivitas. Penentuan diagnosis pasien ini berdasarkan pada kriteria diagnosis yang tersusun dalam DSM IV. Dari 5 kriteria utama yang tercantum dalam criteria tersebut pasien ini memenuhi beberapa kriteria diantaranya : -
Gejala tidak mampu memusatkan perhatian : sering tidak mendengarkan pada waktu diajak bicara langsung, perhatiannya sering mudah dialihkan oleh rangsangan dari luar
-
Gejala hiperaktivitas dan impulsivitas : sering tangan dan kakinya tidak bisa diam atau tidak bisa duduk diam, sering meninggalkan tempat dimana diharapkan untuk diam di tempat, sering berlari atau memanjat secara berlebihan, sering mengalami kesulitan bermain atau mengikuti kegiatan waktu senggang dengan tenang.
-
Gejala hiperaktif-impulsivitas atau tidak mampu memusatkan perhatian telah ada sebelum usia 7 tahun
-
Kegagalan yang ditimbulkan oleh gejala gejala tersebut tampak pada dua atau lebih tempat
-
Didapatkan bukti yang jelas adanya kegagalan yang bermakna secara klinis pada fungsi sosial, akademik dan okupasional Dimana hal tersebut sebagian diantaranya telah terjadi pada saat masih batita.
Berdasarkan pada hal tersebut maka pasien ini didiagnosis ADHD. Selama ini pasien mendapatkan terapi zopedal 2 mg 0-0-1, retalin 10 mg 1-0-0, alprazolam 0,5 mg 0-1-0. Menurut pengakuan ayah pasien selama minum obat keluhan hiperaktifitas mulai berkurang, namun setelah obatnya habis pasien mulai kambuh lagi. Hal ini yang membuat ayah pasien membawa pasien untuk control di RSKD Atma Husada Mahakam dan mendapatkan terapi risperidon 2 mg 1 x 1, alprazolam 0,5 mg 1 x 1.
14
Terapi farmakologi pilihan untuk pasien dengan ADHD ialah golongan metilfenidat. Dengan golongan obat ini memiliki efektivitas sebesar 60-70% dalam mengurangi gejala hiperaktivitas-impulsivitas dan inatensi. Dapat juga digunakan obat – obatan golongan antidepresan (SSRI dan MAOI) sebagai inhibitor metabolism dopamine dan norepinefrin. Obat golongan antipsikotik atipikal juga dapat digunakan untuk menurunkan perilaku hiperaktivitas dan agresivitas. Atas dasar ini pemberian terapi farmakologi yang diberikan cukup tepat untuk mengurangi gejala ADHD dan juga disertai terapi psikososial dengan upaya bersama dari orang-orang sekitar pasien dibantu oleh tenaga kesehatan seperti dokter spesialis anak dan psikiater. Pendekatan yang dapat dilakukan diantaranya; Adanya pelatihan keterampilan social bagi anak, Edukasi bagi orang tua dan guru, Modifikasi perilaku merupakan suatu teknik terapi perilaku dengan menggunakan prinsip ABC (Antecedent Behaviour, and Consequence) serta dukungan dari orang – orang terdekat.
15
DAFTAR PUSTAKA
emedicine.
(2010).
Retrieved
desember
22,
2010,
from
emedicinehealth:
http://www.emedicinehealth.com/attention_deficit_hyperactivity_disorder/article_em.htm Phillips, D. S., & Mersch, J. (2010). Attention Deficit Hyperactivity Disorder . Retrieved Desember
25,
2010,
from
Medicinet.com:
http://www.medicinenet.com/attention_deficit_hyperactivity_disorder_adhd/article.htm Saputro, D. (2009). ADHD (Attention Deficit/Hyperactivity Disorder). Jakarta: CV. Sagung Seta. Wiguna, T. (2010). Gangguan Pemusatan Perhatian dan Hiperaktivitas (GPPH). In S. D. Elvira, & G. Hadisukanto (Eds.), Buku Ajar Psikiatri (pp. 441-454). Jakarta: Badan Penerbit FKUI.
16