STATUS PASIEN IDENTITAS
Nama
: An. B
Usia
: 3 Tahun 8 Bulan
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Nama Orangtua
: Tn. A
Agama
: Islam
Alamat
: Kemayoran Timur
Tangal msk RS
: 29 Desember 2012
ANAMNESIS (ALOANAMNESIS) Keluhan utama
: Demam sejak 4 hari SMRS
Keluhan Tambahan
: Keringat dingin, mual, muntah, batuk, pilek
Riwayat penyakit sekarang 4 hari SMRS:
Ibu os mengatakan bahwa anaknya demam , demamnya ini timbul perlahan, demam meningkat pada sore hingga malam hari dan menurun saat pagi hari. Demam tidak disertai menggigil dan tidak ada kejang. Os dibawa ke dokter dan diberi obat penurun panas dan puyer (tetapi tidak tau obat apa saja yang didalam puyer tersebut), setelah minum obat panasnya turun kemudian 1 jam berikutnya kembali demam lagi. Kepala sakit (-), mual (+), muntah (+) berisi makanan tidak disertai darah. Nafsu makan menurun dan os merasa lemas. Batuk (+) berdahak tidak disertai darah , pilek (+), BAB cair dengan frekuensi 2 x/hari , darah (-), berwarna kekuningan disertai ampas, lendir (-). BAK tidak ada keluhan, mimisan (-), gusi berdarah (-), riwayat pergi keluar kota (-).
1 hari SMRS:
Demam masih dirasakan. Kepala pusing dan badan terasa lemas. Kejang (-)
MRS : Demam masih dirasakan, batuk dan keluhan lain pun masih dirasakan oleh OS. RPD
: 1
•
Riwayat DBD disangkal
•
Riwayat TB Paru disangkal
•
Riwayat asma disangkal
RPK
:
•
Di keluarga tidak ada yang sakit seperti ini.
•
Riwayat TB Paru disangkal
•
Riwayat asma disangkal
R.Pengobatan : •
OS sudah berobat ke klinik untuk keluhannya ini, tetapi tidak ada perbaikan.
R.Kehamilan : •
ANC teratur di bidan
•
Riwayat penyakit saat hamil (-)
•
Konsumsi obat-obatan selama hamil (+) à obat-obatan yang diberikan bidan (vitamin)
R.Kelahiran
:
•
Lahir spontan ditolong oleh bidan, cukup bulan dan langsung menangis.
•
BBL: 3300 gr
•
PBL: 49 cm
R.Makanan
:
ASI sejak usia 0 – 18 bulan Susu formula sejak usia 18 bulan – 36 bulan Makanan tambahan (bubur tim) diberikan sejak usia 4 bulan Kesan : Makanan sesuai usia
2
R.Imunisasi
:
•
Hepatitis 3x
•
BCG 1x
•
Polio 4x
•
DPT 3x
•
Campak 1x
Kesan à imunisasi dasar lengkap R. Tumbuh Kembang : •
Tengkurap usia 3 bulan
•
Merangkak usia 5 bulan
•
Duduk usia 7 bulan
•
Berjalan usia 12 bulan
•
Sekarang sudah duduk dikelas 5 SD dan belum pernah tinggal kelas Kesan: tumbuh kembang sesuai dengan usia
R.Alergi
:
•
Alergi udara (-)
•
Alergi susu (-)
•
Alergi makanan (-)
•
Alergi obat (-)
•
Alergi debu dan bulu-buluan (-)
Pemeriksaan Fisik •
Keadaan umum
Kesadaran
: tampak sakit sedang : compos mentis
Tanda Vital Suhu
: 38,50 C
Nadi
: 100 x/menit
Pernapasan
: 24 x/menit
3
Status Antropometri: BB = 14 kg TB = 89 cm BB/U = 14/16
x 100 %
= 87,5%
è gizi baik
TB/U = 89/96 x 100 %
= 92,7%
è gizi baik
BB/TB= 14/14
= 100%
è gizi baik
x 100 %
Kesan: gizi baik Status Generalis Kepala
: Normochepal
Mata : Konjungtiva anemis -/-, Sklera ikterus -/-, edema palpebra(-), mata cekung (/-) Hidung
: Pernapasan cuping hidung (-), deviasi septum (-), sekret (-/-), darah (-/-)
Telinga
: Normotia, sekret (-/-)
Mulut
: Bibir kering (-), lidah kotor (-), perdarahan gusi (-), Tonsil T1/T1, faring
hiperemis (-) Leher
: Pembesaran KGB (-), pembesaran kelenjar tiroid (-)
Dada Pulmo Inspeksi
: dada simetris, tidak ada retraksi dinding dada
Palpasi
: vocal fremitus kanan dan kiri simetris, tidak ada bagian dinding dada yang
tertinggal Perkusi
: sonor diseluruh lapang paru
Auskultasi
: vesikuler, Wheezing -/-, Ronki -/-
Jantung Inspeksi
: ictus cordis tidak tampak
Palpasi
: ictus cordis teraba di ICS 5 linea midclavicula sinistra
Perkusi
: batas jantung kanan dan kiri dalam batas normal
Auskultasi
: BJ I dan II murni, murmur (-), gallop (-)
Abdomen Inspeksi
: Distensi abdomen (-), asites (-) 4
Auskultasi
: Bising usus (+) normal
Palpasi
: Hepatosplenomegali (-), nyeri tekan epigastrium (+)
Perkusi
: Timpani diseluruh kuadran abdomen
Ekstremitas atas
bawah
: -/-
-/-
Akral dingin : -/-
-/-
Udem
: -/-
-/-
RCT
: < 2”
< 2”
Peteki
: -/-
-/-
Inguinal
: Pembesaran kelenjar inguinal (-)
Genitalia
: Tidak ada kelainan
Sianosis
Laboratorium: tanggal 29 Desember 2011
RESUME: An.B, laki-laki usia 3 tahun MRS dengan keluhan demam sejak + 4 hari SMRS. Panas timbul perlahan, meningkat pada sore hingga malam hari dan menurun pada pagi hari. Mual (+), muntah (+), nafsu makan turun. OS juga mengeluh pusing, lemas, pilek, batuk, BAB cair. Pada pemeriksaan fisik ditemukan KU tampak sakit sedang, kesadaran composmentis suhu: 38,50 C. Status gizi baik. Pemeriksaan fisik lainnya dalam batas normal. Pemeriksaan laboratorium didapatkan: •
Hb
: 10,6 g/dl
•
Ht
: 33%
•
Leukosit
: 3470/uL
•
Trombosit
: 232000
Pemeriksaan Tubex TF : +6
5
DAFTAR MASALAH: •
Demam Tifoid
•
ISPA
ASSESMENT: 1. Demam Tifoid •
Anamnesa: An. B, laki-laki usia 3tahun MRS dengan keluhan demam sejak + 4 hari SMRS. Demam timbul perlahan, meningkat pada sore hari hingga malam hari dan menurun pada pagi hari. OS juga mengeluh mual, muntah, BAB cair.
•
PF: suhu à 38,50 C
•
Pemeriksaan laboratorium didapatkan: o
Hb
: 10,6 g/dl
o
Ht
: 33%
o
Leukosit
: 3.470/uL
o
Trombosit
: 232.000
•
Tubex TF = ( +6)
•
Rencana diagnosis : Pemeriksaan darah lengkap, dengue IgM
•
Working Diagnosis : Thypoid fever
Rencana terapi: (BB : 14 kg) •
perhitungan cairan BB 14 Kg Cairan maintenance = (10 x 100cc) + (4x 50cc) = 1200 cc Kenaikan suhu 1oCelcius + 12.5% dari cairan maintenance = 12.5% x 1200 = 150 cc Total cairan = 1200cc + 150cc = 1350cc Tetesan infus = 1350 cc x 15tts = 14 tpm à 14 tpm 24 x 60
•
Paracetamol syrup : 10-15 mg/kg bb/x , syrup 125mg/5ml 6
14 kg X 10 mg = 140 mg , 14 kg X 15 mg = 210 mg à 140 mg-210 mg à3 x 11/2 cth •
Cefixime : 10-15 mg/kg bb/hari dalam 2 kali pemberian selama 10 hari Sediaan cefixime syrup 100mg/2ml, 1 BOTOL = 30ml 14 kg X 10 mg = 140 mg : 2 = 70mg/x , 14 X 15 mg = 210mg : 2 = 105 mg/x à70 mg/x – 105 mg/x à2 x 1 cth
2. ISPA •
Anamnesa: An. B, laki-laki usia 3tahun MRS dengan keluhan pilek dan batuk berdahak sejak + 4 hari SMRS. Batuk tidak disertai darah.
•
Pemeriksaan fisik dalam batas normal .
•
Working Diagnosis : ISPA
Rencana terapi : (BB 14 kg) •
CTM : 0, 35 mg/kg bb/hari terbagi dalam 3-4 kali, 1 tab : 4mg 14 kg x 0,35 mg = 4,9 mg = 1 tablet / hari à 3 tablet untuk 3 hari dibuat puyer à 3 x 1 puyer
•
Ambroxol : 1,2 mg – 1,6 mg/kg bb/hari terbagi dalam 3 kali pemberian, 1 tab = 30 mg 1,2 mg x 14 kg = 16,8 mg 1,6 mg x 14 kg = 22, 4 mg 16,8 mg- 22, 4 mg / hari = 20 mg/hari x 3 hari = 60 mg, 2 tablet untuk 3 hari dibuat puyer à3 x 1 puyer
7
FOLLOW UP N
Tgl/Jam
S Keadaan
O 1
30-12-2012
O Vital Sign
A
P
Penunj
Demam (+)
Umum Tampak
T : 37,90 C
ang Demam Tifoid
Infus RL 12
Pilek (+)
sakit
RR:24x/menit
ISPA
tpm
Batuk (+)
sedang,
HR:88x/menit
Paracetamol
BAK tidak
CM
Akral hangat
(3x11/2 cth)
ada keluhan
Puyer
BAB hari ini
Ambroxol+CT
belum
M (3x1) Cefixime (2x1cth)
2
3
Demam (+)
Tampak
T : 37,80 C
Demam Tifoid
Terapi
Pilek (-)
sakit
RR:28x/menit
ISPA
Lanjutan
Batuk (+)
sedang,
HR:80x/menit
BAB 1 x cair
CM
Akral hangat
01-01-
Demam (-)
Tampak
T : 36,20 C
Demam Tifoid
Cefixime 2x1
2013
Batuk (-)
sakit
RR:24x/menit
dengan
Pilek (-)
sedang,
HR:80x/menit
perbaikan
BAB 1 x
CM
Akral hangat
31-12-2012
8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
1.1 DEFINISI Demam tifoid (tifus abdominalis, enteric fever) adalah penyakit infeksi akut yang biasanya terdapat pada saluran pencernaan dengan gejala demam yang lebih dari 7 hari, gangguan pada saluran pencernaan dengan atau tanpa gangguan kesadaran.
1.2 EPIDEMIOLOGI Demam tifoid dan paratifoid merupakan salah satu penyakit infeksi endemik di Asia, Afrika, Amerika Latin Karibia dan Oceania, termasuk Indonesia. Penyakit ini tergolong penyakit menular yang dapat menyerang banyak orang melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi. Insiden demam tifoid di seluruh dunia menurut data pada tahun 2002 sekitar 16 juta per tahun, 600.000 di antaranya menyebabkan kematian. Di Indonesia prevalensi 91% kasus demam tifoid terjadi pada umur 3-19 tahun, kejadian meningkat setelah umur 5 tahun. Ada dua sumber penularan S.typhi : pasien yang menderita demam tifoid dan yang lebih sering dari carrier yaitu orang yang telah sembuh dari demam tifoid namun masih mengeksresikan S. typhi dalam tinja selama lebih dari satu tahun.2,3,4
1.3 ETIOLOGI Demam tifoid disebabkan oleh Salmonella typhi (S. typhi), kuman berbentuk basil gram negatif berukuran 2-4 µm x 0.5-0,8 µm, bergerak dengan flagel peritrik, dan tidak berspora. Salmonella sp. tumbuh cepat dalam media yang sederhana hampir tidak pernah memfermentasi laktosa dan sukrosa, membentuk asam dan kadang gas dari glukosa dan manosa, biasanya memproduksi hidrogen sulfide atau H2S. Pada biakan agar koloninya besar bergaris tengah 2-8 milimeter, bulat agak cembung, jernih, smooth. Salmonella typhi mempunyai antigen somatik
(O) yang terdiri dari oligosakarida, flagelar antigen (H) yang teridi dari protein dan envelope antigen (Vi) yang terdiri polisakarida. Kuman ini mempunyai makromolekular lipopolisakarida kompleks yang membentuk lapisan luar dari dinding sel yang dinamakan endotoksin. Salmonella typhi juga dapat memperoleh plasmid factor-R yang 9
berikatan dengan resistensi terhadap multiple antibiotik. Kuman ini tumbuh dalam suasana aerob dan fakultatif anaerob. Kuman ini mati pada suhu 56ºC dan pada keadaan kering. Di dalam air dapat bertahan hidup selama 4 minggu dan hidup subur pada medium yang mengandung garam empedu.1 .
1.4 PATOGENESIS Bakteri salmonella typhi bersama makanan atau minuman masuk ke dalam tubuh melalui mulut. Pada saat melewati lambung dengan suasana asam (pH<2) banyak bakteri yang mati. Keadaan-keadaan seperti aklorhidiria, gastrektomi, pengobatan dengan antagonis reseptor histamin H 2, inhibitor pompa proton atau antasida dalam jumlah besar, akan mengurangi dosis infeksi. Bakteri yang masih hidup akan mencapai usus halus. Di dalam usus halus, bakteri melekat pada sel-sel mukosa dan kemudian menginvasi mukosa dan menembus dinding usus, tepatnya di ileum dan yeyenum. Setelah berada dalam usus halus, kuman mengadakan invasi ke jaringan limfoid usus halus (plaque peyeri) dan jaringan limfoid mesentrika. Setelah menyebabkan peradangan dan nekrosis setempat kuman lewat pembuluh limpa masuk ke darah (bakteremia primer) menuju organ retikuloendotelial sistem (RES) terutama hati dan limfa. Di tempat ini, kuman di fagosit oleh sel-sel fagosit RES dan kuman yang tidak difagosit akan berkembang biak. Pada akhir masa inkubasi, berkisar 5 – 9 hari, kuman kembali masuk ke darah menyebar ke seluruh tubuh (bakteremia sekunder), dan sebagian kuman masuk ke organ tubuh terutama limpa, kandung empedu yang selanjutnya kuman tersebut dikeluarkan kembali dari kandung empedu ke rongga usus dan menyebabkan reinfeksi di usus. Dalam masa baktremia ini, kuman mengeluarkan endotoksin yang susunan kimianya sama dengan antigen somatik (lipopolisakarida) yang semula diduga bertanggung jawab terhadap terjadinya gejala-gejala dari demam tifoid. Endotoksin mempunyai peranan membantu proses peradangan lokal. Endotoksinnya merangsang sintesis dan pelepasan zat pirogen pleh leukosit pada jaringan yang meradang. Selanjutnya zat pirogen yang beredar di darah mempengaruhi pusat termoregulator dihipotalamus yang mengakibatkan timbulnya gejala demam. Patogenesis terjadinya manifestasi klinis sebagai berikut : makrofag pada penderita akan menghasilkan substansi aktif yang disebut monokin, selajutnya monokin ini dapat
10
menyebabkan nekrosis seluler dan merangsang sistem imun, instabilasi vaskuler, depresi sumsum tulang dan panas. Perubahan histopatologi pada umumnya ditemukan infiltrasi jaringan oleh makrofag
yang
mengandung
eritrosit,
kuman,
limfosit
yang
sudah
terdegenerasi yang dikenal sebagai sel tifoid. Bila sel-sel ini beragregasi, terbentuklah nodul. Nodul ini sering didapatkan dalam usus halus, jaringan limfe mesenterium, limpa, hati sumsum tulang dan organ-organ yang terinfeksi. Kelainan utama terjadi di ileum terminale dan plak peyer yang hiperplasi(minggu pertama), nekrosis (minggu kedua) dan ulserasi (minggu ketiga) serta bila sembuh tanpa adanya pembentukan jaringan parut. Sifat ulkus berbentuk bulat lonjong sejajar dengan sumbu pannjang usus dan ulkus ini dapat menyebabkan perdarahan bahkan perforasi. Gambaran tersebut tidak didapatkan pada kasus demam tifoid yang menyerang bayi maupun tifoid kongenital. 1.5 DIAGNOSIS Anamnesis - Demam naik secara bertahap tiap hari, mencapai suhu tertinggi pada akhir minggu pertama, minggu kedua demam terus menerus tinggi - Anak sering mengigau (delirium), malaise, letargi, anoreksia, nyeri kepala, nyeri perut, diare atau konstipasi, muntah, perut kembung. - Pada demam tifoid berat dapat dijumpai penurunan kesadaran, kejang dan ikterus Pemeriksaan Fisik Gejala klinis bervariasi dari yang ringan sampai berat dengan komplikasi. Keasadaram menurun, delirium, sebagian besar anak mempunyai lidah tifoid yaitu dibagian tengah kotor dan pinggir hiperemis, meteorismus, hepatomegali lebih sering dijumpai daripada splenomegali. Kadang-kadang terdengar ronki pada pemeriksaan paru. Pemeriksaan Penunjang Darah tepi perifer : - Anemia, pada umumnya terjadi karena supresi sumsum tulang, defisiensi Fe atau perdarahan usus 11
- Leukopenia, namun jarang kurang dari 3000/uL - Limfositosis relative - Trombositopenia, terutama pada demam tifoid berat Pemeriksaan serologi : - Serologi widal : kenaikan titer S.typhi titer O 1:200 atau kenaikan 4 kali titer fase akut
ke fase konvalesens - Kadar IgM dan igG (Typhi-dot)
Pemeriksaan biakan salmonella - Biakan darah terutama pada minggu 1-2 dari perjalanan penyakit - Biakan sumsum tulang masih positif sampai minggu ke-4 Pemeriksaan Radiologi - Foto thoraks apabila diduga terjadinya komplikasi pneumonia - Foto abdomen, apabila diduga terjadi komplikasi intraintestinal seperti perforasi usus atau perdarahan saluran cerna - Pada perforasi usus tampak: Distribusi udara tidak merata Airfluid level Bayangan radiolusen di daerah hepar Udara bebas pada abdomen 1.6 DIFFERENTIAL DIAGNOSIS Pada stadium dini demam tifoid, beberapa penyakit kadang-kadang secara klinis dapat menjadi diagnosis bandingnya yaitu influenza, gastroenteritis, bronkitis dan bronkopneumonia.
Beberapa
penyakit
yang
disebabkan
oleh
mikroorganisme seperti tuberkulosis, infeksi jamur sistemik, bruselosis, tularemia, s h i g e l o s i s d a n m a l a r i a j u g a p e r l u d i p i k i r k a n . P a d a d e m a m t i f o i d y a n g b e r a t , sepsis, leukimia, limfoma dan penyakit hodgkin dapat sebagai dignosis banding. 1.7 PENYULIT Perforasi
usus
halus
dilaporkan
dapat
terjadi
pada
0,5
–
3%,
sedangkan p e r d a r a h a n u s u s p a d a 1 – 1 0 % k a s u s d e m a t i f o i d a n a k . Pen yu li t ini biasanya ter jadi pad a minggu ke-3 sakit, wal au pernah 12
dilaporkan terjadi pada minggu pertama. Komplikasi di dahului dengan penurunan suhu, tekanan darah dan p e n i n g k a t a n f r e k u e n s i n a d i . P a d a p e r f o r a s i u s u s h a l u s d i t a n d a i o l e h n y e r i abdomen lokal pada kuadran kanan bawah akan tetapi dilaporkan juga nyeri yang menyelubung. Kemudian akan diikuti muntah, nyeri pada perabaan abdomen,defance muskulare, hilangnya keredupan hepar dan tanda-tanda peritonitis yang lain. Beberapa kasus perforasi usus halus mempunyai manifestasi klinis yangtidak jelas. Dilaporkan
pada
kasus
dengan
komplikasi
neuropsikiatri.
Sebagian
besar bermanifestasi gangguan kesadaran, disorientasi, delirium, obtundasi, stupor bahkan
koma.
Beberapa
penulis
mengaitkan
manifestasi
klinis
neuropsikiatrid e n g a n p r o g n o s i s b u r u k . P e n ya k i t n e u r o l o g i l a i n a d a l a h T r o m b o s i s s e r e b e r a l , afasia, ataksia sereberal akut, tuli, mielitis tranversal, neuritis perifer maupun k r a n i a l , m e n i n g i t i s , e n s e f a l o m i e l i t i s , s i n d r o m G u i l l a i n - B a r r e . D a r i b e r b a g a i penyakit neurologik yang terjadi, jarang dilaporkan gejala sisa yang permanen (sekuele). Miokarditis dapat timbul dengan manifestasi klinis berupa a r i t m i a , perubahan ST-T pada EKG, syok kardiogenik, infiltrasi lemak maupun nekrosis pada jantung. Hepatitis tifosa asimtomatik dapat dijumpai pada kasus demamt i f o i d d i t a n d a i p e n i n g k a t a n k a d a r t r a n s a m i n a s e ya n g t i d a k m e n c o l o k . I k t e r u s dengan atau tanpa disertai kenaikan kadar transaminase, maupun kolesistitis akut juga dapat dijumpai, sedang kolesistitis kronik yang terjadi pada penderita setelahm e n g a l a m i d e m a m t i f o i d d a p a t d i k a i t k a n d e n g a n a d a n y a b a t u e m p e d u d a n fenomena pembawa kuman (karies). Sebagian kasus demam tifoid mengeluarkan bakteri Salmonella t y p h i melalui urin pada saat sakit maupun setelah sembuh. Sistitis bahkan pielonefritisdapat juga merupakan penyulit demam tifoid. Proteinuria transien sering dijumpai,s e d a n g k a n
glomerulonefritis
ya n g
dapat
bermanifestasi
sebagai gagal ginjalmau pun sindrom nefrotik mempunyai prognosis b u r u k . P n e u m o n i a s e b a g a i komplikasi sering dijumpai pada demam tifoid. Keadaan ini dapat ditimbulkanoleh kuman Salmonella typhi, namun sering kali sebagai akibat infeksi sekunder o l e h k u m a n l a i n . P e n yu l i t l a i n ya n g d a p a t dijumpai
adalah
t r o m b o s i t o p e n i a , koagulasi
intrvaskular
diseminata,
Hemolytic Uremic Syndrome (HUS), fokal infeksi di beberapa lokasi sebagai 13
akibat bakteremia misalnya infeksi pada tulang,otak, hati, limpa, otot, kelenjar ludah dan persendian. Relaps yang didapat pada 5-10% kasus demam tifoid saat e r a p r e antibiotik, sekarang lebih jarang ditemukan. Apabila terjadi relaps, demam timbulk e m b a l i d u a m i n g g u s e t e l a h p e n g h e n t i a n a n t i b o i t i k . N a m u n p e r n a h j u g a dilaporkan relaps timbul saat stadium konvalsens, saat pasien tidak demam akan t e t a p i g e j a l a l a i n m a s i h j e l a s d a n m a s i h d a l a m p e n g o b a t a n a n t i b i o t i k . P a d a umumnya relaps lebih ringan dibandingkan gejala demam tifoid sebelumnya dan lebih singkat. 1.8 PENATALAKSANAAN Sebagian besar pasien demam tifoid dapat diobati dirumah dengan tirah b a r i n g ,
isolasi
yang
memadai,
pemenuhan
kebutuhan
c a i r a n , n u t r i s i s e r t a pemberian antibiotik. Sedangkan untuk kasus berat harus dirawat dirumah sakitagar pemenuhan kebutuhan cairan, elektrolit serta nutrisi
disamping
observasik e m u n g k i n a n
timbul
p e n yu l i t
dapat
d i l a k u k a n d e n g a n s e k s a m a . P e n g o b a t a n antibiotik merupakan pengobatan utama karena pada dasarnya patogenesis infeksi Salmonella typhi berhubungan dengan keadaan bakteriemia. Obat-obat antimikroba yang sering digunakan antara lain : Kloramfenikol Meskipun telah dilaporkan adanya resistensi kuman Salmonella terhadap kloramfenikol di berbagai daerah, Kloramfenikol tetap digunakan sebagai obat pilihan pada kasus demam tifoid. Sejak ditemukannya obat ini oleh Burkoder sampai saat ini belum ada obat antimikroba lain yang dapat menurunkan demam lebih cepat disamping harganya murah dan terjangkau oleh penderita.
Kekurangan
kloramfenikol
antara
lain
ialah
reaksi
h i p e r s e n s i t i f i t a s , r e a k s i t o k s i k , g r e y syndrome, kolaps, dan tidak bermanfaat untuk pengobatan karier. Dalam pemberian kloramfenikol tidak terdapat keseragaman dosis. Dosis yang dianjurkan ialah 50 – 100 mg/kgBB/hari, selama 10 – 14 hari. U n t u k neonatus, penggunaan obat ini sebaiknya dihindari, dan bila terpaksa, dosis tidak boleh melebihi 25 mg/kgBB/hari, selama 10 hari 14
Tiamfenikol Tiamfenikol mempunyai efek yang sama dengan kloramfenikol karena susunan
kimianya
hampir
sama
dan
hanya
berbeda
pada
gugusan
R-nya.
Dengan pemberian Tiamfenikol, demam turun setelah 5 – 6 hari. Komplikasi hematologi pada penggunaan Tiamfenikol jarang dilaporkan. Dosis oral dianjurkan 50 – 100 mg/kgBB/hsri, selama 10 – 14 hari Kotrimoksasol Pendapat
mengenai
Efektifitas
kotrimksasol
terhadap
demam
tifoid
masihkontroversial. Kelebihan kotrimoksasol antara lain dapat digunakan untuk kasusy a n g r e s i s t e n t e r h a d a p k l o a m f e n i k o l , p e n y e r a p a n d i usus
cukup
pengobatan
baik,
dan
pengobatan
kemungkinan lebih
timbulnya
kekambuhan
k e c i l dibandingkan
kloramfenikol.
Kelemahannya ialah dapat terjadi skin rash (1 – 1 5 % ) , s i n d r o m S t e v e n J o h n s o n , a g r a n u l o s i t o s i s , t r o m b o s i t o p e n i a , a n e m i a megaloblastik, hemolisis eritrosit terutama pada penderita G6PD. Dosis oral yang dianjurkan adalah 30 – 40 mg/kgBB/hari. Sulfametoksazoldan 6 – 8 mg/kgBB/hari untuk Trimetoprim, diberikan dalam 2 kali pemberian,selama 10 – 14 hari
Ampisilin dan Amoksisilin M e r u p a k a n d e r i v a t P e n i s i l i n ya n g d i g u n a k a n p a d a p e n g o b a t a n demamt i f o i d ,
terutama
pada
kasus
yang
resisten
terhadap
K l o r a m f e n i k o l . P e r n a h dilaporkan adanya Salmonella yang resisten terhadap Ampisilin di Thailand. Ampisilin umumnya lebih lambat menurunkan demam bila dibandingkandengan Kloramfenikol, tetapi lebih efektif untuk mengobati karier serta kurangtoksik. Kelemahannya dapat terjadi skin rash (3 – 18%), dan diare (11%). Ampisilin
m e m p u n ya i
d a ya
antibakteri
ya n g
sama
dengan
A m p i s i l i n , terapi penyerapan peroral lebih baik sehingga kadar obat yang tercapai 2 kali lebih tinggi, dan lebih sedikit timbulnya kekambuhan (2 – 5%) dan karier (0 – 5%). 15
Dosis yang dianjurkan adalah : Ampisilin 100 – 200 mg/kgBB/hari, selama 10 – 14 hari dan Amoksisilin 100 mg/kgBB/hari, selama 10 – 14 hari. P e n g o b a t a n d e m a m t i f o i d ya n g m e n g g u n a k a n o b a t k o m b i n a s i t i d a k memberikan keuntungan yang lebih baik bila diberikan obat tunggal Seftriakson Dosis yang dianjurkan adalah 50 – 100 mg/kgBB/hari, tunggal atau dalam2 dosis iv. Sefotaksim Dosis yang dianjurkan adalah 150 – 200 mg/kgBB/hari dibagi dalam 3- 4dosis iv. Siprofloksasin Dosis yang dianjurkan adalah 2 x 200 – 400 mg oral pada anak berumur lebih dari 10 tahun. 1.9 PENCEGAHAN Secara umum, untuk memperkecil kemungkinan tercemar S.typhi, maka setiap
individu harus memperhatikan
kualitas
makanan
dan minuman
yang
merekakonsumsi. Salmonella typhi di dalam air akan mati apabila dipanasi setinggi 57ºC untuk beberapa menit atau dengan proses iodinasi/klorinasi. Untuk makanan, pemanasan sampai suhu 57ºC beberapa menit dan secaramerata juga dapat mematikan kuman Salmonella typhi. Penurunan endemisitas suatu negara atau daerah tergantung pada baik buruknya pengadaan sarana air dan pengaturan pembuangan sampah serta tingkat kesadaran individu terhadap higiene pribadi. Imunisasi aktif dapat membantu menekan angka kejadian demam tifoid Vaksin Demam Tifoid Saat sekarang dikenal tiga macam vaksin untuk penyakit demam tifoid,yaitu yang berisi kuman yang dimatikan, kuman hidup dan komponen Vi dariSalmonella typhi. Vaksin yang berisi kuman Salmonella typhi, S. paratyphi A, S. p a r a t y p h i B y a n g d i m a t i k a n ( T A B V a c c i n e ) t e l a h p u l u h a n t a h u n d i g u n a k a n dengan cara pemberian suntikan subcutan; namun vaksin ini hanya memberikandaya kekebalan yang terbatas, disamping efek samping lokal pada 16
tempat
suntikanya n g
cukup
sering.
Vaksin
yang
berisi
kuman
S a l m o n e l l a t y p h i h i d u p ya n g dilemahkan (Ty-21a) diberikan peroral tiga kali dengan interval pemberian selang s e h a r i , m e m b e r i d a y a p e r l i n d u n g a n 6 tahun. Vaksin ini diberikan pada anak berumur diatas 2 tahun. V a k s i n T y - 2 1 a d i b e r i k a n p a d a a n a k b e r u m u r d i a t a s 2 tahun. Pada penelitian dilapangan didapat hasil efikasi proteksi yang berbandingterbalik dengan derajat transmisi penyakit. Vaksin yang berisi komponen Vi dari Salmonella
typhi
diberikan
secara
suntikan
i n t r a m u s k u l a r m e m b e r i k a n perlindungan 60-70% selama 3 tahun 1.10 PROGNOSIS Prognosis demam tifoid tergantung ketepatan terapi, usia, keadaan
kesehatan
s e b e l u m n ya ,
dan
ada
tidaknya
komplikasi.
D i n e g a r a m a j u , d e n g a n terapi antibiotik yang adekuat, angka mortalitas < 1%. Di negara berkembang, angka mortalitasnya > 10%, biasanya karena keterlambatan diagnosis, perawatan,dan pengobatan. Munculnya seperti perforasi gastrointestinal atau p e r d a r a h a n
hebat,
komplikasi meningitis,
e n d o k a r d i t i s d a n p n e u m o n i a , m e n g a k i b a t k a n morbiditas dan mortalitas yang tinggi.Relaps dapat timbul beberapa kali. Individu yang mengeluarkan S. ser.Typhi ≥ 3 bulan setelah infeksi umumnya manjadi karier kronis. Risiko menjadikarier pada anak-anak rendah dan meningkat sesuai usia. Karier kronik terjadi pada 1 – 5% dari seluruh pasien demam tifoid.
17
DAFTAR PUSTAKA
1. Pudjiadi, Antonius dkk. 2010. Pedoman Pelayanan Medis –Ikatan Dokter Anak
Indonesia, jilid 1. Hal 33-35. Jakarta. Badan Penerbitan IDAI 2. Campak dalam Buku Saku Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit. Hal. 180-183.
2009. Jakarta. WHO 3. Depkes, R.I., 2004. Demam Tifoid di Indonesia. http://www.penyakitinfeksi. Info 4. Soedarmo, Poorwo, SS, dkk ; penyunting : Buku ajar Infeksi dan Pediatri
Tropis;Edisi kedua; Ikatan Dokter Anak Indonesia 2010, Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK UI, Jakarta : 2010. 5. Richard E. Behrman, Robert M. Kliegman, Ann M. Arvin; edisi bahasa
Indonesia:A Samik Wahab; Ilmu Kesehatan Anak Nelson, ed.15- Jakarta: EGC, 1999. 6. Aru W, Sudoyo, dkk ; editor ; Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam; Jilid III, edisi
IV;Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK UI, Jakarta : 2007 7. Alan R. Tumbelaka. Diagnosis dan Tata laksana Demam Tifoid. Dalam
PediatricsUpdate. Cetakan pertama; Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jakarta : 2003 8. R a m p e n g a n . T H : P e n y a k i t i n f e k s i T r o p i s p a d a A n a k ; e d i s i 2 .
J a k a r t a : E G C 2007
18
DAFTAR PUSTAKA
Buku saku Pelayanan Kesehatan Anak di RS, WHO Ilmu Penyakit Dalam PDSPDI jilid III Panduan Pelayanan Medis Departemen Ilmu Kesehatan Anak RSUPN DR. Cipto Manngunkusumo. 2007 Penyakit Infeksi Tropik pada Anak, Prof. Dr. T. H. Rampengan, Sp. A (K) Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak Edisi Ke-3. FK UNPAD RS Dr. Hasan Sadikin Bandung. 2005
19