Rel ated ated Proble Probl ems pada Pasien Dispepsia di Bangsal Rawat Analisa D r ug Rel Inap dan Rawat Jalan Penyakit Dalam RSUP DR. M. Djamil Padang Fenny Wulandari1, Helmi Arifin1, Deswinar Darwin1, Raveinal2. 1 Fakultas Farmasi Universitas Andalas Padang 2 Bagian Penyakit Dalam RSUP DR. M. Djamil Padang
Abstract Dyspepsia found as one of the most common digestive problems, happened about 13%-40% 13%- 40% of the world’s population each year. This research was conducted to determine the Drug Related Problems, which frequently occur in dyspepsia patients, which can not include an indication of the drug, the drug therapy without medical indications, in appropriate drug selection, dosage excess, less dosage, in appropriate drug administration interval, drug interactions, drug side effects, and patient non-compliance. This research was a prospective observational study using descriptive cross sectional approach, performed on all dyspepsia patients with or without comorbidities in Departement of Internal Medicine DR. M. Djamil Hospital Padang during the months March to May 2011. The results showed that in Ward Inpatient Medicine DRPs type that occurs from 30 dyspepsia patients with or without comorbidities that as many as 19 patients of drug interactions, in appropriate drug administration interval 6 patients, drug side effects 11 patients, and non-compliance of drugs 1 patient . For other DRPs components not found the problem. In the Installation Outpatient Medicine DRPs that occur from 90 dyspepsia patients with or without comorbidities that as many as 77 patients of drug interactions, drug therapy without medical indications 2 patients, in appropriate drug selection 1 patient, and drug side effects 32 patients. For other DRPs components not found the problem. Drug interactions in the study of pharmacokinetic interaction, which in practice can be accommodates by separating their administration. Meanwhile, a toxic drug interactions was not found. Keyword: Dyspepsia, Drug Related Problems.
seluruh rumah sakit di Indonesia tahun
Pendahuluan Perubahan gaya hidup dan pola
2003, dispepsia menempati peringkat ke 10
konsumsi makanan menjadi salah satu
dengan
penyebab terjadinya masalah pencernaan.
dispepsia menempati urutan ke 15 dari
Dispepsia merupakan salah satu masalah
daftar 50 penyakit dengan pasien rawat
pencernaan yang paling umum ditemukan.
inap
Berdasarkan
proporsi 1,3%.
gambaran
morbiditas
10
penyakit terbesar pada pasien rawat r awat jalan di
proporsi
terbanyak
1,5%.
di
Tahun
Indonesia
2004,
dengan
Terapi
dispepsia
dengan
pada bulan Maret sampai Mei 2011.
menggunakan obat terutama ditujukan
Penelitian
untuk
rancangan studi cross-sectional deskriptif
meningkatkan
kualitas
atau
ini
dilakukan
mempertahankan hidup pasien. Hal ini
yang
biasanya
dilakukan
terhadap suatu populasi terbatas.
mengobati
pasien,
dengan mengurangi
cara
dikerjakan
secara
dengan
prospektif
atau
Sampel penelitian adalah pasien
meniadakan gejala sakit, menghentikan
dispepsia di bangsal rawat inap dan rawat
atau memperlambat proses penyakit serta
jalan Penyakit Dalam di RSUP DR. M.
mencegah penyakit atau gejala. Namun
Djamil Padang. Sumber data berupa
ada hal-hal yang tak dapat disangkal
rekam medik pasien, catatan perawat,
dalam pemberian obat yaitu kemungkinan
memantau langsung keadaan pasien dan
terjadinya hasil pengobatan tidak seperti
wawancara langsung dengan pasien atau
yang diharapkan karena disebabkan oleh
keluarga pasien.
Drug Related Problems. Berdasarkan hal-
Jenis data meliputi komponen dari
hal tersebut diatas, maka perlu dilakukan
DRPs
penelitian pada terapi pasien dispepsia di
ditemukan dalam terapi seperti indikasi
bangsal rawat inap dan rawat jalan
tidak dapat obat, terapi obat tanpa
Penyakit Dalam RSUP DR. M. Djamil
indikasi medis, ketidaktepatan pemilihan
Padang terhadap kemungkinan terjadinya
obat, dosis obat berlebih, dosis kurang,
Drug Related Problems (DRPs).
reaksi efek samping obat, interaksi obat,
Permasalahan yang diambil dari penelitian ini adalah jenis Drug Related
yakni
masalah-masalah
yang
ketidakpatuhan pasien dan ketidaktepatan interval pemberian obat.
Problems (DPRs) apa yang sering terjadi serta berapa jumlah kejadian masing-
Hasil dan diskusi
terapi
Dari penelitian didapatkan kasus
Bangsal rawat inap dan
dispepsia yang terjadi adalah sebanyak 30
rawat jalan Penyakit Dalam RSUP DR.
kasus di bangsal rawat inap dan 90 kasus
M. Djamil Padang.
di poli rawat jalan disertai dengan
masing
DRPs
dispepsia di
tersebut
dalam
penyakit penyerta. Hasil penelitian yang
Metodologi Penelitian dilaksanakan di bangsal rawat inap dan rawat jalan Penyakit Dalam RSUP DR. M. Djamil Padang
diperoleh dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Jumlah Pasien Dispepsia dengan Penyakit Penyerta yang Mengalami Drug Related Problems di Bangsal rawat Inap dan Rawat Jalan Penyakit Dalam RSUP. DR. M Djamil Padang. No
Rawat Inap Jumlah Pasien
Rawat Jalan Jumlah Pasien
Indikasi tidak dapat obat
0
0
2.
Terapi obat tanpa indikasi medis
0
2
3.
Ketidaktepatan pemilihan obat
0
1
Dosis berlebih
0
1.
4.
Dr ug Related Problems
mengalami indikasi tidak dapat obat, semua pasien telah mendapatkan semua terapi obat yang diperlukan. b. Penggunaan Obat Tanpa Indikasi Medis
Di Bangsal rawat inap Penyakit dalam RSUP DR. M. Djamil Padang tidak
ada
pasien
dispepsia
yang
mengalami DRPs kategori penggunaan obat tanpa indikasi medis. Sementara di
0
Poli rawat jalan Penyakit dalam RSUP DR. M. Djamil Padang terjadi pada 2
5.
Dosis kurang
0
0
6.
Ketidaktepatan Interval pemberian
6
0
7.
Interaksi obat
19
77
orang pasien. Ini berarti bahwa semua obat
yang
9.
Reaksi efek samping obat Ketidakpatuhan pasien
11
32
1
0
Total Pasien
30
90
kepada
dispepsia di Poli rawat jalan dalam
8.
diberikan
RSUP
pasien Penyakit
DR.M.Djamil
Padang
belum semuanya sesuai dengan indikasi yang ada. Terapi obat tanpa indikasi dapat diartikan sebagai adanya obat yang tidak
a. Indikasi Tidak Dapat Obat
diperlukan atau tidak sesuai dengan
Indikasi tanpa obat dapat terjadi
kondisi medis pasien (Priyanto, 2009).
apabila pasien memiliki kondisi medis
Pada kasus pasien rawat jalan no
yang memerlukan terapi, tapi pasien tidak
75,
mendapatkan obat, juga dapat terjadi pada
mempunyai keluhan nyeri sendi, tetapi
pasien yang memerlukan terapi tambahan
diberikan Fitbon® sebagai suplemen untuk
untuk
mencegah
memelihara kesehatan fungsi persendian.
perkembangan penyakit, tapi pasien tidak
Pemberian Fitbon® tanpa indikasi medis
mendapatkan obatnya (Priyanto, 2009).
yang jelas tidak dibutuhkan terutama
Dari hasil penelitian diketahui bahwa
dengan
tidak ada pasien dispepsia di Bangsal
samping berupa gangguan gastrointestinal
rawat inap dan Poli rawat jalan Penyakit
ringan dan kembung. Ini
dalam RSUP DR. M. Djamil Padang yang
termasuk
mengobati
atau
ditemukan
pasien
kemungkinan
polifarmasi
yang
adanya
yang
tidak
efek
tentunya tidak
dibutuhkan sama sekali dan terapi yang
mengalami
diberikan merupakan obat paten yang
pemilihan obat, yakni pasien dengan
dapat
pasien no 27. Pada pasien ini dikenal
menyebabkan penambahan biaya
DRPs
yang sebenarnya dapat direduksi (Trisna,
menderita
2004).
dekompensata
ketidaktepatan
sirosis
hepatis
tetapi
stadium
mendapat
terapi
Pada kasus pasien rawat jalan no
yang tidak tepat yaitu obat anti inflamasi
ditemukan pasien yang menerima
non-steroid, meloxicam untuk mengobati
terapi Renadinac® tanpa ada keluhan
nyeri lutut yang dialaminya. Padahal
rematik. Pemberian Renadinac® tanpa
menurut literatur penggunaan meloxicam
indikasi
harus
78,
medis
yang
jelas
tidak
dihindari/kontraindikasi
dibutuhkan, karena termasuk golongan
kondisi
obat NSAIDs yang justru dapat semakin
meningkatkan kadar enzim transaminase.
memperparah keadaan pasien yang sudah
Meloxicam dimetabolisme di hati, dengan
menderita
dan
waktu paruh eliminasi 20 jam. Pasien ini
hipertensi stage II ec essensial. Karena itu
juga merupakan kelompok usia lanjut,
pemberian obat harus disesuaikan dengan
yang
diagnosa
famakokinetik khususnya dalam hal ini
gastritis
penyakit,
kronik
aktif
sehingga
tidak
sirosis
telah
hati
karena
pada
mengalami
perubahan
ditemukan obat yang tidak diperlukan
perubahan
oleh pasien karena tidak ada indikasinya
kemungkinan akan terjadinya gangguan
dan
fungsi
hanya
akan
menambah
biaya
klirens
dapat
hati.
hepatik,
Terkait
sehingga
dengan
klirens
pengobatan.
hepatik, ekstraksihepatik tergantung pada
c. Ketidaktepatan Pemilihan Obat
ukuran organ hati, up take ke hepatosit
Tidak ada kejadian DRPs kategori
dan afinitas serta aktifitas enzim hati.
ketidaktepatan pemilihan obat di Bangsal
Ukuran organ hati akan berkurang seiring
rawat inap Penyakit dalam RSUP DR. M.
dengan peningkatan usia dan akan terjadi
Djamil
pasien
penurunan massa organ hati antara 20-
dispepsia yang mengalami DRPs kategori
40% pada dekade ketiga dan kesepuluh.
DRPs kategori ketidaktepatan pemilihan
Aliran darah hepatik akan turun setara
obat di Poli rawat jalan Penyakit dalam
dengan penurunan organ hati. Gangguan
RSUP DR. M. Djamil Padang terjadi
klirens obat yang eliminasinya terjadi
pada 1 orang pasien.
dihati dapat terjadi pada usia lanjut.
Padang.
Sementara
Dari 90 orang pasien dispepsia di Poli rawat jalan terdapat 1 orang pasien
Perubahan penyebab
morfologis utama
dari
merupakan berkurangnya
eliminasi
obat
dibandingkan
karena
hal ini disebabkan karena kesalahan dosis
terjadinya gangguan aktifitas enzimatis,
pada peresepan obat, dosis obat terlalu
sehingga menyebabkan tingginya kadar
tinggi untuk efek obat yang diinginkan,
obat
jarak
dalam
darah
mengakibatkan
yang
toksisitas
dapat
(Walker
&
pemberian
obat
terlalu
dekat,
interaksi obat menimbulkan toksik, obat
Edwards, 1997).
diberikan terlalu cepat (Priyanto, 2009).
d. Dosis Obat Kurang dan Dosis Obat
e. Ketidaktepatan Interval Pemberian
Berlebih
Obat
Pada terapi pasien dispepsia di
Dari
penelusuran
dan
Bangsal rawat inap dan Poli rawat jalan
pembandingan dengan literatur-literatur
Penyakit dalam RSUP DR. M. Djamil
pada
Padang tidak ditemukan adanya dosis
ketidaktepatan interval pemberian obat di
berlebih ataupun dosis kurang. Semua
Bangsal rawat inap terjadi pada 6 orang
obat yang diberikan telah sesuai dengan
pasien. Sementara di poli rawat jalan
dosis terapi obat tersebut.
tidak
Dosis obat kurang artinya obat tidak
mencapai
Minimum
penelitian
ada
ini
ditemukan
ditemukan
ketidaktepatan
interval pemberian obat.
Effective
Pada penelitian ini ditemukan 6
Concentration
(MEC) sehingga tidak
orang pasien di bangsal rawat inap yang
menimbulkan
efek
mengalami
terapi,
hal
ini
ketidaktepatan
interval
disebabkan karena dosis terlalu rendah
pemberian obat. Dari 6 pasien tersebut 1
untuk efek yang diinginkan, interval
orang mengalami ketidaktepatan interval
pemakaian obat terlalu panjang, terjadi
pemberian kotrimoksazol. Dari literatur,
interaksi
menyebabkan
kotrimoksazol diberikan 960 mg dua kali
berkurangnya bioavailabilitas, durasi obat
sehari. Sementara pada kasus ini pasien
terlalu pendek (Priyanto, 2009). Hal ini
mendapat terapi kotrimoksazol 960 mg
dapat
satu kali sehari. Sementara 5 orang
yang
menjadi
menyebabkan
tidak
masalah efektifnya
karena terapi
lainnya
sehingga pasien menjadi tidak sembuh,
interval
pemberian
atau bahkan dapat memperburuk kondisi
literatur,
ranitidin
kesehatannya.
intravena dengan dosis 50 mg tiap 6-8
Dosis obat berlebih artinya obat melebihi Maximum Toxic Concentration (MTC) sehingga mengakibatkan toksik,
mengalami
ketidaktepatan ranitidin. diberikan
jam, sedangkan pada kasus ini diberikan 50 mg tiap 12 jam.
Dari secara
hanya
yang bersifat protein seperti albumin dan
f. Terjadinya Interaksi Obat yang
fibrinogen
Merugikan
Interaksi obat adalah peristiwa
pada
lokasi
tukak.
Pada
kondisi yang lebih ringan, sukralfat
dimana aksi suatu obat diubah atau
membentuk
viscious
dipengaruhi oleh obat lain yang diberikan
memberikan
perlindungan
secara bersamaan (Stockley, 2008).
permukaan mukosa lambung sehingga
Kejadian pasien
Interaksi
dispepsia
obat
dengan
pada
penyakit
sehingga pada
terjadi penurunan absorbsi lansoprasol/ ranitidin.
penyerta yang dirawat di Bangsal rawat
Interaksi antara sukralfat dengan
inap Penyakit dalam RSUP DR. M.
antasida
Djamil Padang terjadi pada 19 orang
memerlukan pH asam agar aktif sebagai
pasien, sementara terjadinya interaksi
obat yang memproteksi mukosa lambung,
obat
dengan
dengan adanya antasida terjadi perubahan
penyakit penyerta di Poli rawat jalan
pH lambung menjadi basa sehingga
Penyakit dalam RSUP DR. M. Djamil
mengurangi efek perlindungan mukosa
Padang terjadi pada 77 orang pasien.
lambung oleh sukralfat. Selain itu dapat
pada
pasien
dispepsia
Mekanisme interaksi obat antara
terjadi
meningkatkan
karena
kadar
total
sukralfat
aluminium
antasida dengan beberapa obat seperti
dalam tubuh jika digunakan dengan
dengan
dan
antasida yang mengandung aluminium.
penurunan
Sukralfat merupakan garam aluminuim
lansoprasol,
allopurinol absorbsi
adalah obat-obat
ranitidin
adanya
tersebut
karena
dari
sukrosa
oktasulfat,
terjadinya perubahan pH lambung oleh
sejumlah
antasida. Interaksi ini bisa diatasi dengan
diabsorbsi pada penggunaan sukralfat
memberikan
karenanya
obat-obat
tersebut
pada
kecil
sehingga
alumunium
perhatian
khusus
dapat
perlu
waktu yang berbeda atau menyarankan
diberikan pada pasien yang mengalami
untuk meminum obat lain minimal 2 jam
gagal ginjal, yang berisiko terhadap
sebelum atau setelah meminum antasida,
kelebihan alumunium (Katzung, 2002).
sehingga efek terapetik yang diinginkan bisa tercapai (Stockley, 2008).
Obat-obat juga bisa bersaing satu sama lainnya untuk berikatan dengan
Mekanisme interaksi obat antara sukralfat
dengan
lansoprasol
ranitidin
terjadi
karena
atau
sukralfat
membentuk kompleks dengan eksudat
protein plasma atau jaringan. Hanya obat yang bebas (yang tidak terikat) yang memberikan
efek
didistribusikan
ke
atau
yang
jaringan.
Apabila
interaksi ini terjadi, konsentrasi obat
air), jika dihambat maka terjadi retensi
bebas akan naik dan respon obat juga
natrium
naik. Penghambatan metabolisme obat
penumpukan cairan di dalam jaringan
dapat juga menaikkan kadar plasma dan
(udema) akibatnya terjadi peningkatan
respon
tekanan
obat
dengan
kemungkinan
terjadinya toksisitas.
dan
air
darah
sehingga
dan
terjadi
vasokonstriksi
(Gunawan, 2007).
Hampir semua interaksi obat yang
Pada
penelitian
ini
diketahui
mempengaruhi ekskresi di ginjal dapat
bahwa interaksi yang banyak terjadi
meningkatkan
mengurangi
adalah interaksi farmakokinetik, interaksi
ekskresi dari satu obat oleh obat lain, jika
ini bisa diatasi dengan memberikan obat-
terjadi
akan
obat tersebut pada waktu yang berbeda
menyebabkan kenaikan kadar plasma dan
atau menyarankan untuk meminum obat
dapat menimbulkan toksisitas. Namun
lain minimal 2 jam sebelum atau setelah
sebaliknya, seperti interaksi antara asam
meminum
asetil salisilat dengan allopurinol justru
efek
meningkatkan ekskresi dan menurunkan
tercapai. Tidak ada terjadi interaksi obat
efek
yang
ataupun
pengurangan
ekskresi
dari oksipurinol sehingga kadar
antasida/sukralfat,
terapetik
yang
merugikan
dan
sehingga
diinginkan
yang
bisa
bersifat
asam urat tidak turun (Martindale, 2007).
toksisitas pada pasien dispepsia yang
Sehingga perlu dilakukan pemantauan
dirawat di bangsal rawat inap dan rawat
kadar
jalan RSUP DR. M. Djamil Padang.
asam
urat,
jika
perlu
dosis
allopurinol dinaikkan agar efek terapetik
g. Efek Samping Obat
yang diinginkan bisa tercapai. Asam
dapat
terjadi pada pasien dispepsia dengan
furosemid.
penyakit penyerta selama dirawat di
Akibatnya efek vasodilatasi tidak terjadi
bangsal rawat inap Penyakit dalam RSUP
dan tekanan darah tidak turun. Interaksi
DR. M. Djamil Padang adalah sebagai
obat tersebut dapat diatasi pemakaiannya
berikut: insomnia 4 pasien, kram perut 3
dijarakkan, furosemid diberikan pada pagi
pasien, konstipasi 3 pasien, dan kembung
hari dan asam asetil salisilat pada siang
1 pasien. Total secara keseluruhan dari 30
harinya. Hal ini terjadi karena asam asetil
pasien, yang mengalami efek samping
salisilat
obat
menurunkan
asetil
Reaksi efek samping obat yang
dari
salisilat efek
menghambat
sintesa
11
pasien,
sedangkan
pasien
prostaglandin (untuk pengaturan aliran
dispepsia yang ada di Poli rawat jalan
darah di ginjal dan transpor natrium dan
Penyakit dalam RSUP DR. M. Djamil
Padang adalah sebagai berikut : insomnia
DR. M. Djamil Padang dapat diketahui
13 pasien, kembung 12 pasien, kram
bahwa ketidakpatuhan pasien terjadi pada
perut 5 pasien, konstipasi 1 pasien, dan
1 orang pasien. Hal ini diketahui dari
depresi napas 1 pasien. Total secara
hasil
keseluruhan
ditanyakan apakah obat sudah diberikan
dari
90
pasien,
yang
mengalami efek samping obat 32 pasien. Efek
samping
obat
artinya
visite
mandiri,
dimana
ketika
kepada pasien, keluarga yang menjaga menjawab
bahwa
pasien
mengalami
timbulnya efek yang tidak diinginkan
depresi dan susah untuk memberikan
oleh
obat
obatnya. Kemudian ketika diperiksa laci
menimbulkan efek yang tidak diinginkan,
meja pasien, ditemukan obat yang sudah
obat
obat
beberapa hari yang lalu diresepkan dokter
dikontraindikasi karena faktor resiko,
masih tersimpan rapi. Sebagai farmasis
obat yang lebih aman diperlukan karena
juga memberikan nasehat dan masukan
pasiennya beresiko (Priyanto, 2009). Efek
supaya keluarga juga ikut serta dalam
samping tidak mungkin dihindari atau
menjaga
dihilangkan sama sekali, tetapi dapat
pengobatan dan sebisa mungkin untuk
ditekan atau dicegah seminimal mungkin
membujuk pasien agar mau menggunakan
dengan menghindari faktor-faktor risiko
obatnya. Sementara di Poli rawat jalan
yang sebagian besar dapat diketahui.
Penyakit dalam RSUP DR. M. Djamil
h. Ketidakpatuhan Pasien
Padang
tubuh,
seperti
interaksi
menimbulkan
Salah pengobatan adherence farmakoterapi. keterlibatan penyembuhan
satu
alergi,
kunci
suatu
keberhasilan
penyakit
ada
dalam
ditemukan
ketidakpatuhan pasien selama terapi, yang artinya semua pasien memiliki kepatuhan
terhadap
dalam menggunakan obatnya dan selalu
adalah
datang berobat jalan setiap bulannya atau
pasien
dalam
setiap kali persediaan obatnya sudah
baik
melalui
Adherence
dirinya,
tidak
pasien
adalah
penderita
penuh
kepatuhan
habis.
kepatuhan atas instruksi yang diberikan untuk terapi maupun dalam ketaatan melaksanakan
anjuran
lain
hasil
penelitian
Hasil
dalam
mendukung terapi (Anonim RI, 2005). Dari
Kesimpulan
yang
penelitian
menunjukkan
bahwa di Bangsal Rawat Inap Penyakit Dalam jenis DRPs yang terjadi dari 30
dilakukan pada bulan Maret-Mei 2011 di
pasien
dispepsia
dengan
atau
tanpa
Bangsal rawat inap Penyakit dalam RSUP
penyakit penyerta yaitu interaksi obat
sebanyak
19
ketidaktepatan
Interaksi obat pada penelitian ini berupa
interval pemberian obat 6 pasien, reaksi
interaksi farmakokinetik, yang dalam
efek
prakteknya sudah ditanggulangi dengan
samping
ketidakpatuhan
pasien,
obat
11
pasien,
penggunaan
obat
dan 1
cara
menjarakkan
pemberian
obat.
pasien. Untuk komponen DRPs lainnya
Sedangkan interaksi obat yang bersifat
tidak ditemukan masalah. Di Instalasi
toksik tidak ditemukan.
Rawat Jalan Penyakit Dalam DRPs yang terjadi dari 90 orang pasien dispepsia
Ucapan Terima Kasih
dengan penyakit penyerta yaitu interaksi
Terima kasih kepada Bapak Prof.
obat sebanyak 77 pasien, terapi obat tanpa
Dr. Helmi Arifin, MS, Apt, Bapak dr.
indikasi medis 2 pasien, ketidaktepatan
Raveinal, Sp.PD
pemilihan obat 1 pasien, dan reaksi efek
Deswinar
samping obat 32 pasien. Untuk komponen
semua pihak yang telah membantu dalam
DRPs lainnya tidak ditemukan masalah.
penelitian ini.
dan Ibu Dra. Hj.
Darwin, Apt, Sp.FRS dan
Daftar Pustaka
Anonim. 2005. Departemen Kesehatan RI Direktorat Bina Farmasi Komunitas Klinik. Gunawan., Sulistia G. 2007., Farmakologi dan Terapi edisi V. Departemen Farmakologi dan Terapeutik UI., Jakarta. Katzung, BG. 2002. Farmakologi Dasar dan Klinik . Salemba Medika. Jakarta. Martindale. 2007. The Complete Drug Reference, 35th edition, The Pharmaceutical Press. United States. Priyanto, 2009. Farmakoterapi dan Terminologi Medis, Lembaga Studi Dan Konsultasi Farmakologi, Jawa Barat. Stockley, I. 2008. Drug Interactions A Source Book of Adverse Interactions, Their Mechanism, Clinical Importance and Management (8th ed). London: Pharmaceutical Press. Strand, LM., PC Morley, RJ Cipolle. 1990. Drug Related Problems : Their Structure and Function. DICP Ann Pharmacother : 24;1093-1097. Trisna, Yulia. 2004. Idealisme Farmasis Klinik di Rumah Sakit . Pengantar Farmasi Klinik. Walker, R., and Edwards, C., 2003, Clinical Pharmacy and Therapeutics, 3rd Edition Churchill Livingstone, Philadelphia.