HEMATEMESIS-MELENA
A. DEFINISI
Perdarahan saluran pencernaan bagian atas adalah perdarahan dari saluran makanan atas (proksimal) sampai ligamentum Treitz (sekitar duodenum).
Perdarahan
ini
dapat
berupa
hematemesis,
melena,
hematokezia ataupun perdarahan yang tidak nampak (perdarahan terselubung atau occult bleeding ). ). Hematemesis didefinisikan sebagai muntah darah dan melena sebagai berak berwarna hitam, lembek karena mengandung darah yang sudah berubah bentuk (acid ( acid hematin). hematin). Pada perdarahan saluran pencernaan atas, warna darah yang dimuntahkan tergantung dan konsentrasi asam lambung di lambung dan campurannya dengan darah. Kalau muntahnya segera setelah perdarahan akan terlihat kemerahan, jika sudah agak lama bisa berupa merah tua, abu-abu atau hitam. Endapan bekuan darah pada muntahan bisa terlihat sebagai “ampas kopi”. kopi”. Hematemesis umumnya menandakan perdarahan terjadi di sebelah proksimal dari ligamentum Treitz, karena perdarahan di bawah duodenum sangat jarang masuk ke lambung. Perdarahan saluran cerna bagian atas yang banyak selain berupa hematemesis juga bisa bersama melena, sedangkan melena tidak selalu disertai hematemesis. Pada melena umumnya perdarahan berasal dari esofagus, lambung atau duodenum; tetapi karena perjalanan isi usus lama, perdarahan dan ycyunum, ileum, dan bahkan kolon asenden dapat juga menyebabkan melena. Untuk terjadinya melena, minimal diperlukan perdarahan sekitar 60 ml. Perdarahan yang lebih dari ini dapat memberikan melena sampai sekitar 7 hari. Setelah warna tinja kembali normal, tes untuk perdarahan terselubung (occult bleeding) masih positif dalam seminggu. Warna hitam dari melena berasal dari kontak darah dengan asam lambung yang membentuk hematin. Tinja akan berbentuk seperti ter, agak
lengket dan berbau yang khas. Hal ini tidak sama dengan wama hitam yang diakibatkan oleh obat yang mengandung zat besi, bismuth, liccorice ataupun setelah pemberian BSP intravena. Untuk terjadinya melena, darah harus berada di dalam usus sekitar 8 jam. Oleh karena perdarahan yang cepat dan banyak dari esofagus, lambung maupun duodenum dapat pula berbentuk hematokezia (Behrman R E, 1999).
B. ETIOLOGI
Anamnesis yang teliti dan pemeriksaan fisik pada oro-faring dan rongga nasal harus dilakukan untuk menyingkirkan adanya darah yang tertelan sebagai sumber atau penyebab hematemesis-melena. Empat penyebab perdarahan saluran makanan bagian atas (SMBA) yang paling sering ditemukan yaitu: ulkus peptikum, gastritis erosif, varises, dan ruptur mukosa esofagogastrika. Semua keadaan ini meliputi sampai 90 persen dari semua kasus perdarahan gastrointestinal atas dengan ditemukannya suatu lesi yang pasti. (1) Ulkus
peptikum
yang
mengenai
lambung
atau
doudenum
merupakan penyebab perdarahan SMBA yang paling sering ditemukan. Karena perdarahan merupakan manifestasi pertama pada ulkus peptikum, lesi ini harus dipertimbangkan secara serius bahkan kalau riwayat penyakit dengan ciri khas ulkus tersebut tidak didapat. (1) Gastritis dapat berkaitan dengan konsumsi alkohol yang baru saja dilakukan atau dengan penggunaan obat-obat antiinflamasi seperti aspirin atau ibuprofen. Erosi lambung lebih sering pada pasien yang mengalami trauma berat, pembedahan atau penyakit sistemik yang berat, khususnya para korban luka bakar dan pasien dengan peningkatan tekanan intrakranial. Karena tidak ada gejala fisis yang khas, diagnosa gastritis harus harus dicurigai kalau ditemukan kondisi klinis yang sesuai. (1)
Perdarahan varises secara khas terjadi mendadak dan masif; kehilangan
darah
gastrointestinal
yang
kronik
jarang
ditemukan.
Perdarahan dari varises esofagus atau lambung biasanya disebabkan oleh hipertensi portal yang terjadi sekunder akibat sirosis hepatis. Meskipun sirosis alkoholik merupakan penyebab varises esofagus yang paling prevalen di Amerika serikat, setiap keadaan yang menimbulkan hipertensi portal dapat mengakibatkan perdarahan varises. Lebih lanjut, kendati adanya varises berarti adanya hipertensi portal yang sudah berlangsung lama, penyakit hepatitis akut atau infiltrasi lemak yang hebat pada hepar kadang-kadang dapat menimbulkan varises yang akan menghilang begitu abnormalitas hepar disembuhkan. Meskipun perdarahan SMBA pada pasien sirosis umumnya berasal dari varises sebagai sumber perdarahan, kurang lebih separuh dari pasien ini dapat mengalami perdarahan nyang berasal dari ulkus peptikum atau gastropati hipertensi portal. Keadaan yang disebut terakhir ini terjadi akibat penggembungan vena-vena mukosa lambung. Sebagai konsekuensinya, sangat penting menentukan penyebab perdarahan nagar penanganan yang tepat dapat dikerjakan. (1) Dengan kemajuan bidang esofagogastroduodenoskopi, sindroma Mallory-Weiss ditemukan dengan frekuensi yang meningkat sebagai penyebab perdarahan SMBA akut. Laserasi mukosa terjadi didaerah batas esofagogastrika dan riwayat medisnya sering ditandai oleh gejala muntah tanpa isi atau vomitus tanpa darah, yang kemudian diikuti dengan hematemesis.(1) Lesi perdarahan esofagus yang jarang termasuk esofagitis dan karsinoma; semua ini menyebabkan hilangnya darah kronik dan jarang menimbulkan perdarahan masif.(1) Karsinoma gaster, Limpoma, Polip, dan Tumor lambung dan usus kecil lainya jarang menimbulkan perdarahan. Leiomioma leiomiosarkoma jarang terjadi, tetapi dapat menyebabkan perdarahan masif. Perdarahan divertikula duodenum dan jejunum relatif jarang terjadi. Insufisiensi
vaskular pembulih darah mesenterik , termasuk penyakit oklusif dan nonoklusif, dapat menyebabkan diare berdarah. (1) Ruptur aneurisma aorta aterosklerotik kedalam usus kecil hampir selalu fatal. Ruptur biasanya terjadi setelah pembedahan rekontruksi arteri dengan pembentukan fistula antar graf sintetik dan lumen usus. Perdar ahan yang sedikit atau banyak dapat mendahului perdarahan masif yang mendadak dari fistulo aortoenterik. Perdarahan mendadak juga dapat terjadi setelah trauma yang dapat menyebabkan laserasi hepar; keadaan ini dapat menyebabkan hilangnya darah kedalam saluran empedu.(1) Diskrasi darah primer, vaskulitis dan kelainan jaringan ikat dapat menyebabkan
perdarahan
SMBA
yang
signifikan.
Uremia
dapat
menyebabkan hilangnya darah dari gastrointestinal. Gejala yang paling sering adalah perdarahan kronik dari lesi yang difusdari mukosa lambung dan usus kecil.(1)
C. PATOFISIOLOGI
Gejala perdarahan intestinal ini menunjukkan bahwa sumber perdarahan terletak di bagian proksimal. Warna darah yang dimuntahkan tergantung pada konsentrasi asam hidroklorida didalam lambung dan campurannya dengan darah. Jika vomitus terjadi segera setelah terjadinya perdarahan, muntahan akan tampak berwarna merah gelap, coklat, atau hitam. Bekuan darah yang mengendap pada muntahan akan tampak seperti “ampas kopi” yang khas. Hematemesis biasanya menunjukkan perdarahan disebelah proksimal ligamentum Treitz, karena darah yang memasuki traktus gastrointestinal dibawah doudenum jarang masuk kedalam lambung.(2) Meskipun
perdarahan
yang
cukup
untuk
menimbulkan
hematemesis biasanya akan mengakibatkan melena, kurang dari separuh pasien
melena
menderita
hematemesis.
Istilah Melena biasanya
menggambarkan perdarahan dari esofagus, lambung atau doudenum, tetapi
lesi
didalam
menyebabkan
jejunum,
ileum
melena
asalkan
dan
bahkan
waktu
kolonascendens
perjalanan
melalui
dapat traktus
gastrointestinal cukup panjang. Kurang lebih 60mL darah cukup untuk menimbulkan satu kali buang air besar dengan tinja yang berwarna hitam. Kehilangan darah akut yang lebih besar dari jumlah ini dapat menimbulkan melena lebih dari 7 hari. Setelah warna tinja kembali normal , hasil tes untuk adanya darah samar dapat tetap positif selama lebih dari satu minggu. Warna melena yang hitam terjadi akibat kontak darah dengan asam hidroklorida sehingga terbentuk hematin. Tinja tersebut akan terbentuk seperti ter (lengket) dan menimbulkan bau yang khas. Konsistensi seperti ini berbeda dengan tinja yang berwarna hitam atau gelap setelah seseorang mengkonsumsi zat besi, bismut atau licorice. Demikian pula tinja yang merah dapat terjadi akibat mengkonsumsi bit atau
setelah
menyuntikan
sulfobromoftalein
intravena.
Perdarahan
gastrointestinal, sekalipun hanya terdeteksi dengan tes yang positif untuk darah samar, menunjukkan darah yang potensial serius dan harus diselidiki lebih lanjut. (2)
D. GEJALA KLINIK
Gejala klinik dari perdarahan saluran cerna bagian atas tergantung dari banyaknya perdarahan dan cepatnya perdarahan, juga adan ya penyakit lain yang kebetulan diderita oleh penderita bersangkutan. Perdarahan kurang dari 500 ml jarang memberikan gejala sistemik, kecuali penderita manula atau anemi, di mana kehilangan sedikit saja darah akan menggangu keseimbangan hemodinamik. Perdarahan yang lebih banyak dan cepat akan menyebabkan penurunan venous return ke jantung, penurunan cardiac output dan meningkatnya tahanan perifer yang merangsang refleks vasokontriksi. Terjadinya hipotensi ortostatik lebih dari 10 mmHg ( Tilt test ), menandakan perdarahan minimal 20% dari volume total darah. Gejala
yang sering menyertai antara lain adalah: sinkop, kepala terasa ringan, mual, berkeringat dan haus. Apabila darah yang keluar sekitar 40% akan terjadi renjatan (syok) dengan segala manifestasinya. Dalam keadaan perdarahan yang cepat, pemeriksaan hematokrit tidak tepat untuk menggambarkan banyaknya kehilangan darah, karena keseimbangan dengan cairan ekstravaskuler dan hemodilusi, memerlukan waktu sekitar 8 jam. Setelah 6 jam perdarahan umumnya terjadi leukositosis dan trombositosis yang ringan. BUN dapat meningkat, tanpa diikuti oleh peningkatan kreatinin, karena pemecahan protein darah menjadi urea oleh bakteri usus, dan juga pengurangan glomerular filtration rate yang ringan. Perdarahan tersembunyi (occult bleeding ) dapat dideteksi dengan pemeriksaan Benzidin. Interpretasi dari tes ini memerlukan 2 atau 3 sampel dan apabila positif memerlukan pemeriksaan yang lebih lanjut. Hasil yang positif dapat berarti perdarahan yang fisiologis, diet yang mengandung peroksidase ataupun perdarahan dari saluran makanan. Pemberian vitamin C lebih dari 500 mg per oral dapat pula memberikan basil positif palsu. Untuk mendapatkan hasil yang lebih meyakinkan perlu persiapan sebelumnya seperti nienghindari makanan yang berserat tinggi, tanpa protein dan sementara dihindarkan obat-obatan yang mengandung vitamin C ataupun OAINS (NSAID) (Kleinman R 2008).
E. PENDEKATAN DIAGNOSTIK DAN TERAPETIK
Muntah dan BAB darah warna hitam dengan sindrom dispepsia, bila ada riwayat mengkonsumsi obat AINS, obat-obat racikan untuk nyeri sendi, pengkonsumsi alkohol yang menimbulkan erosl/ulkus peptikum. riwayat hepatitis. Keadaan umum pasien sakit ringan sampai berat, dengan disertai penurunan kesadaran (prekoma. koma hepatikum),ini bisa terjadi karena syok hipovolemik. (5)
Pendekatan diagnostik bagi pasien perdarahan SMBA harus disesuaikan menurut keadaan masing-masing pasien. Kalau terdapat riwayat melena atau hematemesis atau terdapat kecurigaan bahwa perdarahan berasal dari traktus gastrointestinal bagian atas, kita harus memasang NGT (nasogastric tube) untuk mengosongkan lambung pasien dan menentukan apakah perdarahan terjadi di sebelah proksimal dari ligamentun Treitz. Jika cairan aspirasi permulaan dari lambung tampak jernih, selang nasogastrik tersebut dibiarkan terpasang selama beberapa jam karena perdarahan duodenum yang aktif dapat terjadi dengan hasil aspirasi nasogastrik yang pada mulanya jernih. Jika hasil aspirasi tersebut tidak mengandung darah selama periode perdarahan yang aktif, dapat disimpulkan bahwa perdarahan aktif tersebut tidak berlangsung di bagian gastreoduodenum dapat dibenarkan dan selang nasogastrik boleh dilepas. Namun demikian, bila tidak terdapat gejala yang membuktikan adanya perdarahan aktif pada saat selang nasogastrik dipasang, kita tidak boleh mengasumsi bahwa perdarahan bukan berasal dari lambung atau doudenum, dan pada keadaan ini diperlukan pemeriksaan endoskopi. (1) Jika darah yang berwarna merah atau bahan seperti “ampas kopi” teraspirasi lewat selang nasogastrik, irigasi lambung dengan larutan garam faali ( saline) harus dilakukan. Tindakan irigasi ini memiliki du tujuan: memberikan informasi kepada dokter tentang kecepatan perdarahan, dan membersihakan darah yang lama dari dalam lambung sebelum dilakukan endoskopi. Tindakan diagnostik selanjutnya akan tergantung apakah perdarahan masih terus berlanjut; keadaan ini dapat dinilai berdasarkan tanda-tanda vital, kebutuhan tranfusi dan jumlah serta konsistensi tinja. (1) Jika perdarahan sudah berhenti dan keadaan pasien sudah stabil, pemeriksaan lanjut dengan esogastroduodenoskopi dapat dilakukan. Meskipun pada beberapa penelitian menunjukkan pada endoskopi emergensi dan pendekatan diagnostik yang intensif pada umumnya tidak menurunkan morbiditas atau mortalitas pasien, namun tindakan endoskopi emergensi sangat penting untuk penyusunan rencana terapi pada pasien
tertentu dengan riwayat pembedahan lambung, hipertensi portal atau penyakit multisistem yang kompleks. Dengan mengenali pasien yang pembuluh darahnya terlihat atau mempunyai varises, sebagian pasien dapat ditangani lewat endoskopi dan komplikasi yang mungkin terjadi bisa diantisipasi. Endoskopi tidak diperlukan jika pendekatan diagnostik dan tindakan terapeutiknya sudah jelas dari data klinis atau data lainnya. (1) Perdarahan SMBA yang persisten harus dilihat secara berbeda, dan kebanyakan dokter akan segera melanjutkan pemeriksaan dengan esofagogastroduodenoskopi. Penentuan lokasi dan penyebab perdarahan sangat penting dalam penyusunan rencana untuk terapi yang tepat. Antisipasi tindakan pembedahan, angiografi atau kecurigaan akan adanya varises
yang
berdarah
merupakan
indikasi
kuat
untuk
tindakan
esofagogastroduodenoskopi. Perdarahan dari arteriol pada ulkus peptikum dapat
dikendalikan
lewat
tindakan
koagulasi
endoskopik
dengan
menggunakan laser Nd:YAG,heater probe atau elektrokauter. Namun demikian, esofagogastraduodenoskopi lebiuh sulit dilakukan untuk mengevaluasi perdarahan masif karena jumlah darah yang banyak akan mengaburkan visualisasi kelainan patologi mukosa, dan pada keadaan ini diperlukan pemeriksaan angiografi disamping endoskopi. (1) Apabila perdarahan berlanjut dan pemeriksaan endoskopi tidak berhasil menentukan sumber perdarahan, lokasi perdarahan mungkin teletak disebelah distal ligamentum Treitz. Pada situasi ini, sering sangat membantu dalam menegakkan diagnosa. Untuk melihat lokasi perdarahan lewat angiografi diperlukan kehilangan darah dengan kecepatan sedikitnya 0,5mL/menit. Korelasi klinis yang mencerminkan derajat kehilangan darah ini mencakup hipotensi postural dan keharusan tranfusi darah untuk mempertahankan tanda-tanda vital yang stabil. Pemeriksaan angiografi emergensi dapat menentuka lokasi perdarahan; kendati demikian, penyebab perdarahan mungkin tidak bisa ditentukan kecuali bila terlihat varises, malfornasi vaskuler atau aneurisma.(1)
Angiografi
terapeutik
merupakan
pendekatan
yang
sangat
membantu dalam mengendalikan perdarahan yang persisten. Pemberian preparat vasokonstriktor intraarteri, seperti vasopresin, secara kontinyu sering berhasilmengendalikan perdarahan akibat ulkus lambung atau ruptur Mallory-Weiss. Selain itu, bahan yang bisa menghasilkan embolus dapat disuntikkan langsung ke dalam pembuluh arteri yang mengaliri tempat perdarahan.(1) Jika varises esofagus yang berdarah terlihat pada endoskopi proksimal, infus vasopresin melalui vena perifer dapat mengendalikan perdarahan dengan segera. Respon terhadap terapi seperti ini tergantung pada keadaan umum pasien yang dinilai berdasarkan parameter klinis dan laboratorium. Penyuntikan vasopresin intraarterial ternyata tidak lebih efektif daripada penyuntikan intravena dalam pengendalian perdarahan varises. Terapi sklerosis endoskopik dan ligasi varises kini telah digunakan sebagai
terapi
yang
efektif
untuk
perdarahan
varises
esofagus.
Skeroterapiendoskopik yang periodik dan ligasi juga membatasi timbulnya perdarahan lebih lanjut pada pasien dengan riwayat perdarahan varises tetapi tidak memperpanjang usia pasien ini. Perdaraha varises juga dapat dikendalikan dengan temponade balon dengan Sengstaken-Blakemore tube. Seperti halnya vasopresin, teknik ini umumnya digunakan sebagai tindakan untuk membuat stabil keadaan pasien dan harus diikuti dengan terapi definitif yang kalau mungkin sudah dilakukan dalam tempo 48 jam. Karena angka morbiditasnya, pembuatan pintas ( shunt ). Portosistemik hanya dilakukan pada keadaan yang paling gawat. Transpalntasi hepar mungkin merupakan satu-satunya pilihan bagi sebagian penderita sirosis hepatis dan perdarahan varises.(1)
F. PENATALAKSANAAN
Semua kasus harus ditangani bersama dengan ahli gastroenterology dan ahli bedah digestif. Jika pasien pernah menjalani pembedahan aorta adominalis sebelumnya, konsultasikan dengan spesialis bedah vascular. Terapi meliputi nonfarmakologis dan farmakologis Terapi nonfarmakologis : tirah baring, puasa, diet hati/lambung, pasang NGT untuk dekompresi. pantau perdarahan. (6) Terapi farmakologis : Transfusi darah PRC (sesuai perdarahan yang terjadi dan Hb). Pada kasus varises transfusi sampai dengan Hb 10gr%, pada kasus non varises transfusi sampai dengan Hb 12gr%. Sementara menunggu darah dapat diberikan pengganti plasma (misalnya dekstran-hemacel) atau NaCl 0,9% atau RL. Untuk penyebab non varises : 1.
Injeksi antagonis reseptor H2 atau penghambat pompa proton
2.
Sitoprotektor: Sukralfat 3-4 x 1 gram atau Teprenon 3 x 1 tab
3.
Antasida
4.
Injeksi vitamin K. untuk pasien dengan penyakit hati kionis atau sirosis hati.(6)
Untuk penyebab varises : 1.
Somatostatin bolus 250 ug + drip 250 ug/jam intravena atau okreotide (sandostatin) 0,1 rng/2 jam. Pemberian diberikan sampai perdarahan berhenti atau bila mampu diteruskan 3 hari setelah skleroterapi/ligasi varises esofagus.
2.
Propanolol, dimulai dosis 2 x 10 mg dosis dapat ditingkatkan hingga tekanan diastolik turun 20mmHg atau denyut nadi turun 20% (setelah keadaan stabil hematemesis melena (-)
3.
Isosorbid dinitrat/mononitrai 2 x 1 tablet/hari hingga keadaan umum stabil
4.
Metokilrpramid 3x10 mg/hari Bila ada gangguan hemostasis obati sesuai kebutuhan Pada pasien dengan pecah varises/penvakit hati kronik/sirosis hati diberikan : 1.
Laktuiosa 4x 1 sendok makan
2.
Neomisin 4 x 500 mg Obat ini diberikan sampai tinja normal. Prosedur bedah dilakukan sebagai tindakan emergensi atau efektif. Bedah emergensi di indikasikan bila pasien masukdaiam keadaan gawat I-II Bila ada gangguan hemostasis obati sesuai indikasinya.(6)
G. KOMPLIKASI
Syok hipovolemik, aspirasi pneumonia, gagal ginjal akut. sindrom hepatorenal koma hepatikum, anemia karena perdarahan. (6)
H. KESIMPULAN
Hematemesis adalah muntah darah benvarna hitam ter yang berasal dari saluran cerna bagian atas. Melena adalah buang air besar (BAB) berwama hitam ter yang berasal dari saluran cerna bagian atas. Yang dimaksud dengan saluran cerna bagian atas adalah saluran cerna di atas (proksimal) ligamentum Treitz, mulai dari jejunum proksimal, duodenum, gaster dan esofagus.(6)