LAPORAN PENDAHULUAN “
KONVULSI”
OLEH
INDRAWATI ISMAIL
201410461011009
PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2015
I.
PENGERTIAN
Kejang atau convulsion adalah bangkitan kejang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal di atas 38° c) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium. Kejang demam sering juga disebut kejang demam tonikklonik, sangat sering dijumpai pada anak-anak usia di bawah 5 tahun. Kejang ini disebabkan oleh adanya suatu awitan hypertermia yang timbul mendadak pada infeksi bakteri atau virus. (Sylvia A. Price, Latraine M. Wikson, 1995).
II.
ETIOLOGI
Menurut Mansjoer, dkk (2000: 434) Lumban Tobing (1995: 18-19) dan Whaley and Wong (1995: 1929) 1. Demam itu sendiri Demam yang disebabkan oleh infeksi saluran pernafasan atas, otitis media, pneumonia, gastroenteritis, dan infeksi saluran kemih, kejang tidak selalu timbul pada suhu yang tinggi. 2. Efek produk toksik daripada mikroorganisme 3. Respon alergik atau keadaan umum yang abnormal oleh infeksi. 4. Perubahan keseimbangan cairan dan elektrolit. 5. Ensefalitis viral (radang otak akibat virus) yang ringan, yang tidak diketahui atau enselofati toksik sepintas. 6. Kejang dapat disebabkan oleh berbagai kondisi patologis, termasuk tumor otak, trauma, bekuan darah pada otak, meningitis, ensefalitis, gangguan elektrolit, dan gejala putus alkohol dan obat gangguan metabolik, uremia, overhidrasi, toksik subcutan dan anoksia serebral. Sebagian kejang merupakan idiopati (tidak diketahui etiologinya). 1) Intrakranial Asfiksia : Ensefolopati hipoksik – iskemik Trauma (perdarahan) : perdarahan subaraknoid, subdural, atau intra ventricular Infeksi : Bakteri, virus, parasit Kelainan bawaan : disgenesis korteks serebri, sindrom zelluarge, Sindrom Smith – Lemli – Opitz. 2) Ekstra cranial
Gangguan metabolik : Hipoglikemia, hipokalsemia, hipomognesemia, gangguan elektrolit (Na dan K) Toksik : Intoksikasi anestesi lokal, sindrom putus obat. Kelainan yang diturunkan : gangguan metabolisme asam amino, ketergantungan dan kekurangan produksi kernikterus. 3) Idiopatik Kejang neonatus fanciliel benigna, kejang hari ke-5 (the fifth day fits)
III.
KLASIFIKASI
Kejang yang merupakan pergerakan abnormal atau perubahan tonus badan dan tungkai dapat diklasifikasikan menjadi 3 bagian yaitu : kejang, klonik, kejang tonik dan kejang mioklonik.
1. K ejang Tonik Kejang ini biasanya terdapat pada bayi baru lahir dengan berat badan rendah dengan masa kehamilan kurang dari 34 minggu dan bayi dengan komplikasi prenatal berat. Bentuk klinis kejang ini yaitu berupa pergerakan tonik satu ekstrimitas atau pergerakan tonik umum dengan ekstensi lengan dan tungkai yang menyerupai deserebrasi atau ekstensi tungkai dan fleksi lengan bawah dengan bentuk dekortikasi. Bentuk kejang tonik yang menyerupai deserebrasi harus di bedakan dengan sikap epistotonus yang disebabkan oleh rangsang meningkat karena infeksi selaput otak atau kernikterus
1. K ejang K lonik Kejang Klonik dapat berbentuk fokal, unilateral, bilateral dengan pemulaan fokal dan multifokal yang berpindah-pindah. Bentuk klinis kejang klonik fokal berlangsung 1 – 3 detik, terlokalisasi dengan baik, tidak disertai gangguan kesadaran dan biasanya tidak diikuti oleh fase tonik. Bentuk kejang ini dapat disebabkan oleh kontusio cerebri akibat trauma fokal pada bayi besar dan cukup bulan atau oleh ensepalopati metabolik.
1. Kejang Mioklonik
Gambaran klinis yang terlihat adalah gerakan ekstensi dan fleksi lengan atau keempat anggota gerak yang berulang dan terjadinya cepat. Gerakan tersebut menyerupai reflek moro. Kejang ini merupakan pertanda kerusakan susunan saraf pusat yang luas dan hebat. Gambaran EEG pada kejang mioklonik pada bayi tidak spesifik. Livingston membuat kriteria dan membagi kejang demam menjadi 2 golongan yaitu : 1. Kejang demam sederhana (simple fibrile convulsion) 2. Epilepsi yang di provokasi oleh demam epilepsi trigered off fever IV.
MANIFESTASI KLINIS
FKUI,
RSCM
Jakarta,
Kriteria
Livingstone
tersebut
setelah
dimanifestasikan dipakai sebagai pedoman untuk membuat diagnosis kejang demam sederhana, yaitu : 1. Umur anak ketika kejang antara 6 bulan & 4 tahun 2. Kejang berlangsung hanya sebentar saja, tak lebih dari 15 menit. 3. Kejang bersifat umum,Frekuensi kejang bangkitan dalam 1th tidak > 4 kali 4. Kejang timbul dalam 16 jam pertama setelah timbulnya demam 5. Pemeriksaan saraf sebelum dan sesudah kejang normal 6. Pemeriksaan EEG yang dibuat sedikitnya seminggu sesudah suhu normal tidak menunjukkan kelainan. Kebanyakan kejang demam berlangsung singkat, bilateral, serangan berupa klonik atau tonik-klonik. Umumnya kejang berhenti sendiri. Begitu kejang berhenti anak tidak memberi reaksi apapun untuk sejenak, tetapi setelah beberapa detik atau menit anak terbangun dan sadar kembali tanpa adanya kelainan saraf. Kejang demam dapat berlangsung lama dan atau parsial. Pada kejang yang unilateral kadang-kadang diikuti oleh hemiplegi sementara (Todd’s hemiplegia) yang berlangsung beberapa jam atau
bebarapa hari. Kejang unilateral yang lama dapat diikuti oleh hemiplegi yang menetap. (Lumbantobing,SM.1989:43)
Menurut Behman (2000: 843) kejang demam terkait dengan kenaikan suhu yang tinggi dan biasanya berkembang bila suhu tubuh mencapai 39o C atau lebih ditandai dengan adanya kejang khas menyeluruh tionik klonik lama beberapa detik sampai 10 menit. Kejang demam yang menetap > 15 menit menunjukkan penyebab organik seperti proses infeksi atau toksik selain itu juga dapat terjadi mata terbalik ke atas dengan disertai kekakuan dan kelemahan serta gerakan sentakan terulang. V.
KOMPLIKASI
Menurut Lumbantobing ( 1995: 31) Dan Staff Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI (1985: 849-850). Komplikasi kejang demam umumnya berlangsung lebih dari 15 menit yaitu : 1. Kerusakan otak Terjadi melalui mekanisme eksitotoksik neuron saraf yang aktif sewaktu kejang melepaskan glutamat yang mengikat resptor MMDA ( M Metyl D Asparate ) yang mengakibatkan ion kalsium dapat masuk ke sel otak yang merusak sel neuoran secara irreversible.
2. Retardasi mental Dapat terjadi karena deficit neurolgis pada demam neonatus.
VI.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
1) Pemeriksaan darah rutin ; Hb, Ht dan Trombosit. Pemeriksaan darah rutin secara berkala penting untuk memantau pendarahan intraventikuler. 2) Pemeriksaan gula darah, kalsium, magnesium, kalium, urea, nitrogen, amonia dan analisis gas darah. 3)
Pungsi
lumbal,
untuk
menentukan
perdarahan,
peradangan,
pemeriksaan kimia. Bila cairan serebro spinal berdarah, sebagian cairan harus diputar, dan bila cairan supranatan berwarna kuning menandakan
adanya xantrokromia. Untuk mengatasi terjadinya trauma pada fungsi lumbal dapat di kerjakan hitung butir darah merah pada ketiga tabung yang diisi cairan serebro spinal 4) Pemeriksaan E KG dapat mendekteksi adanya hipokalsemia 5) Pemeriksaan E E G penting untuk menegakkan diagnosa kejang. EEG juga diperlukan untuk menentukan pragnosis pada bayi cukup bulan. Bayi yang menunjukkan EEG latar belakang abnormal dan terdapat gelombang tajam multifokal atau dengan brust supresion atau bentuk isoelektrik. Mempunyai prognosis yang tidak baik dan hanya 12 % diantaranya mempunyai / menunjukkan perkembangan normal. Pemeriksaan EEG dapat juga digunakan untuk menentukan lamanya pengobatan. EEG pada bayi prematur dengan kejang tidak dapat meramalkan prognosis. Bila terdapat indikasi, pemeriksaan lab, dilanjutkan untuk mendapatkan diagnosis yang pasti yaitu mencakup : a) Periksaan urin untuk asam amino dan asam organic b) Biakan darah dan pemeriksaan liter untuk toxoplasmosis rubella, citomegalovirus dan virus herpes. c) F oto rontgen kepala bila ukuran lingkar kepala lebih kecil atau lebih besar dari aturan baku d) USG kepala untuk mendeteksi adanya perdarahan subepedmal, pervertikular, dan vertikular
VII.
PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan Umum terdiri dari: a. Mengawasi bayi dengan teliti dan hati-hati b. Memonitor pernafasan dan denyut jantung c. Usahakan suhu tetap stabil
d. Perlu dipasang infus untuk pemberian glukosa dan obat lain e. Pemeriksaan EEG, terutama pada pemberian pridoksin intravena Bila etiologi telah diketahui pengobatan terhadap penyakit primer segera dilakukan. Bila terdapat hipogikemia, beri larutan glukosa 20 % dengan dosis 2 – 4 ml/kg BB secara intravena dan perlahan kemudian dilanjutkan dengan larutan glukosa 10 % sebanyak 60 – 80 ml/kg secara intravena. Pemberian Ca – glukosa hendaknya disertai dengan monitoring jantung karena dapat menyebabkan bradikardi. Kemudian dilanjutkan dengan peroral sesuai kebutuhan. Bila secara intravena tidak mungkin, berikan larutan Ca glukosa 10 % sebanyak 10 ml per oral setiap sebelum minum susu. Bila kejang tidak hilang, harus pikirkan pemberian magnesium dalam bentuk larutan 50% Mg SO4 dengan dosis 0,2 ml/kg BB (IM) atau larutan 2-3 % mg SO4 (IV) sebanyak 2 – 6 ml. Hati-hati terjadi hipermagnesemia sebab gejala hipotonia umum menyerupai floppy infant dapat muncul. Pengobatan dengan antikonvulsan dapat dimulai bila gangguan metabolik seperti hipoglikemia atau hipokalsemia tidak dijumpai. Obat konvulsan pilihan utama untuk bayi baru lahir adalah Fenobarbital (Efek mengatasi kejang, mengurangi metabolisme sel yang rusak dan memperbaiki sirkulasi otak sehingga melindungi sel yang rusak karena asfiksia dan anoxia). Fenobarbital dengan dosis awal 20 mg . kg BB IV berikan dalam 2 dosis selama 20 menit.
VIII.
POHON MASALAH
IX. ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
Menurut Doenges (1993 ) dasar data pengkajian pasien adalah : a. Aktifitas / Istirahat Gejala : Keletihan, kelemahan umum Keterbatasan dalam beraktifitas / bekerja yang ditimbulkan o leh diri sendiri / orang terdekat / pemberi asuhan kesehatan atau orang lain. Tanda : Perubahan tonus / kekuatan otot Gerakan involunter / kontraksi otot ataupun sekelompok otot.
b. Sirkulasi Gejala : Iktal : Hipertensi, peningkatan nadi sianosis Posiktal : Tanda vital normal atau depresi dengan penurunan nadi dan pernafasan.
c. Eliminasi Gejala : Inkontinensia episodik. Tanda : Iktal : Peningkatan tekanan kandung kemih dan tonus sfingter. Posiktal : Otot relaksasi yang menyebabkan inkontenensia ( baik urine / fekal ).
d. Makanan dan cairan Gejala : Sensitivitas terhadap makanan, mual / muntah yang berhubungan dengan aktifitas kejang.
e. Neurosensori Gejala : Riwayat sakit kepala, aktifitas kejang berulang, pin gsan, pusing. Riwayat trauma kepala, anoksia dan infeksi cerebral.
f. Nyeri / kenyaman Gejala : Sakit kepala, nyeri otot / punggung pada periode posiktal. Tanda : Sikap / tingkah laku yang berhati – hati. Perubahan pada tonus otot. Tingkah laku distraksi / gelisah.
g. Pernafasan Gejala : Fase iktal : gigi mengatup, sianosis, pernafasan m enurun / cepat, peningkatan sekresi mukus. Fase posiktal : apnea.
B. DIAGNOSA
KEPERAWATAN
YANG
MUNGKIN
MUNCUL
DAN
INTERVENSI
1. Hipertermi sehubungan dengan proses penyakit (terganggunya sistem termogulasi) 2. Resiko tinggi terhadap inefektifnya bersihan jalan nafas b/d kerusakan neoromuskular. 3. Resiko kejang berulang b/d peningkatan suhu tubuh. 4. Kerusakan mobilitas fisik b/d kerusakan persepsi, penurunan kekuatan. 5. Kurangnya pengetahuan keluarga tentang penanganan penderita selama kejang sehubungan dengan kurangnya informasi.
C. RENCANA KEPERAWATAN
No 1.
Diagnosa
Tujan/Kriteria Hasil
Intervensi
Hipertermi
Setelah diberikan
sehubungan
askep 2x 24 jam
elektrolit sesuai
dengan proses
diharapkan rasa
dengan
penyakit
nyaman terpenuhi
kebutuhan.
(terganggunya
dengan criteria hasil
sistem
sebagai berikut:
termogulasi)
Cairan tubuh tetap seimbang antara
a. Berikan cairan
a.Diharapkan cairan tubuh terpenuhi.
b. Dapat menambah b. Beri minum yang banyak.
cairan yang hilang akibat suhu badan yang tinggi.
intake dan output.
Rasional
Membran mukosa basah.
c. Kolaborasi
c. Diharapkan dapat
Turgor kulit baik.
dengan tim medis
memenuhi
Klien tidak merasa
(dokter) dalam
kebutuhan cairan
haus.
pemberian cairan
dan elektrolit.
Tanda-tanda vital
infus.
normal. 2.
Resiko terjadinya
Setelah diberikan
kejang berulang
tindakan keperawatan
basah pada daerah
basah pada
sehubungan
selama 2x 24 jam
axilla dan lipatan
daerah axilla dan
dengan adanya
diharapkan tidak
paha
lipatan paha
peningkatan suhu
terjadi kejang berulang
tubuh.
a. Berikan kompres
a.Dengan kompres
dapat
dengan kriteria hasil
menurunkan
sebagai berikut:
suhu tubuh,
Tidak kejang
karena daerah
Suhu tubuh
tersebut terdapat
normal
pembuluh darah
Tanda-tanda
besar sehingga
vital kembali
mempercepat
normal
penguapan.
b. Berikan baju tipis.
b.Dengan Baju tipis diharapkan akan mengetahui perubahan dan perkembangan sedini mungkin.
c. Berikan
c.Dengan
penjelasan kepada
diberikan
klien dan
penjelasan
keluarga.
diharapkan akan menambah pengetahuan klien tentang penyakit.
d. Kolaborasi
d.Dengan obat anti
dengan tim medis
piretik
(dokter) dalam
diharapkan dapat
pemberian obat
menurunkan pan
antipiretik 3.
Kurangnya
Setelah diberikan
a.Beri informasi
a. Diharapkan
pengetahuan
askep 2x 24 jam
keluarga tentang
keluarga
keluarga tentang
diharapkan keluarga
kejadian kejang dan
mengetahui cara
penanganan
mengerti maksud dan
dampak masalah,
perawatan dan
penderita selama
tujuan dilakukan
serta beritahukan
pengobatan yang
kejang
tindakan perawatan
cara perawatan dan
benar.
sehubungan
selama kejang dengan
pengobatan yang
dengan kurangnya
kriteria hasil sebagai
benar.
informasi.
berikut:
Keluarga mengerti
b. Informasikan juga b. Diharapkan
cara penanganan
tentang bahaya yang
keluarga
kejang.
dapat terjadi akibat
mengerti akibat
Keluarga tanggap
pertolongan yang
dari pertolongan
dan dapat
salah.
yang salah.
melaksanakan
peawatan kejang.
c. Ajarkan kepada
c. Diharapkan
Keluarga mengerti
keluarga untuk
keluarga
penyebab tanda
memantau
mengerti bahaya
yang dapat
perkembangan yang
dari kejang.
menimbulkan
terjadi akibat kejang
kejang. d. Kaji kemampuan keluarga terhadap penanganan kejang
d. Dengan mengkaji pada keluarga diharapkan mampu menangani gejala-gejala yang menyebabkan kejang.
DAFTAR PUSTAKA
Doengoes, Marylin E. (1989) Nursing Care Plans. F.A Davis Company. Philadelphia. USA. Depkes RI. 1989. Perawatan Bayi Dan Anak. Ed 1. Jakarta : Pusat Pendidikan Tenaga Kesehatan.
Junadi, Purnawan. (1982). Kapita Selekta Kedokteran. Media Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta. Lumbantobing,SM.1989.Penatalaksanaan Muthakhir Kejang Pada Anak.Jakarta : FKUI
Ngastiyah. 2005. Perawatan Anak Sakit, ed 2. Jakarta: EGC.
Sachann, M Rossa. 1996. Prinsip Keperawatan Pediatric. Jakarta : EGC.
Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI. 2000. Buku Kuliah Dua Ilmu Kesehatan Anak .Jakarta: Percetakan Info Medika Jakarta.
Hidayat, aziz alimun. 2006. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak. Jakarta : Sale mba.