BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Kejahatan seksual, sebagai salah satu bentuk dari kejahatan yang menyangkut tubuh, kesehatan dan nyawa manusia, mempunyai kaitan yang erat dengan Ilmu Kedokteran Forensik ; yaitu dalam upaya pembuktian bahwasanya kejahatan tersebut memang telah terjadi . Adanya kaitan antara ilmu kedokteran dengan kejahatan seksual dapat dipandang sebagai konsekuensi dari pasal-pasal didalam Kitab Undang – Undang – Undang Undang Hukum Pidana (KUHP) , yang memuat ancaman hukuman serta tatacara pembuktian pada setiap kasus yang termasuk dalam pengertian kasus kejahatan seksual. Di Indonesia, kasus kejahatan seksual, yang diantaranya ialah perkosaan, dalam kurun waktu beberapa tahun terakhir ini meningkat . Di Jakarta angka perkosaan pada tahun 2002 sebesar s ebesar 20,22 %. Data tahun 2008 yang diperoleh dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Asosiasi Perempuan Indonesia untuk Keadilan Jakarta (LBH APIK) menunjukan adanya peningkatan kasus kekerasan atau kejahatan seksual terhadap anak sebanyak dua kali lipat sebesar 35 kasus dari tahun sebelumnya yang mencapai 16 kasus. Di
dalam
upaya
pembuktian
secara
kedokteran
forensik,
faktor
keterbatasan di dalam ilmu kedokteran forensik itu sendiri dapat sangat berperan, demikian halnya dengan faktor waktu serta faktor keaslian dari barang bukti (korban), maupun faktor-faktor dari pelaku kejahatan seksual itu it u sendiri. Dengan demikian upaya pembuktian secara kedokteran forensik pada setiap kasus kejahatan seksual sebenarnya terbatas di dalam pembuktian ada tidaknya tanda-tanda persetubuhan, ada tidaknya tanda-tanda kekerasan, perkiraan umur serta pembuktian apakah seseorang itu memang sudah pantas atau sudah mampu dikawinkan atau tidak. Pada pembuktian tersebut bantuan dokter sangat diperlukan namun harus disadari bahwa kemampuan dokter di dalam rangka membantu mengungkap kasus kejahatan seksual sangat terbatas
Jangan Sakiti Anakku
Page 1
sekali sehingga tidak mungkin dokter dapat membantu mengungkap adanya paksaan dan ancaman kekerasan mengingat kedua hal itu tidak ti dak meninggalkan bukti-bukti medik. Dokter hanya diminta bantuannya untuk melakukan pemeriksaan terhadap korban dan barang bukti medik tindakan perkosaan, sehingga dalam pemeriksaan tersebut dokter diharap bisa memperjelas kasus tindak pidana.
1.2 Tujuan
1.
Untuk mengetahui tentang Kekerasan Seksual pada Anak
2.
Untuk mengetahui tentang Aspek Medikolegal Kekerasan pada Anak
3.
Untuk mengetahui tentang Cara Pemeriksaan pada Kasus Kekerasan Seksual
1.3 Manfaat
1
Agar mahasiswa dapat menjelaskan tentang Kekerasan Seksual pada Anak
2
Agar mahasiswa dapat menjelaskan tentang Aspek Medikolegal Kekerasan pada Anak
3
Agar mahasiswa dapat menjelaskan tentang Cara Pemeriksaan pada Kasus Kekerasan Seksual
Jangan Sakiti Anakku
Page 2
sekali sehingga tidak mungkin dokter dapat membantu mengungkap adanya paksaan dan ancaman kekerasan mengingat kedua hal itu tidak ti dak meninggalkan bukti-bukti medik. Dokter hanya diminta bantuannya untuk melakukan pemeriksaan terhadap korban dan barang bukti medik tindakan perkosaan, sehingga dalam pemeriksaan tersebut dokter diharap bisa memperjelas kasus tindak pidana.
1.2 Tujuan
1.
Untuk mengetahui tentang Kekerasan Seksual pada Anak
2.
Untuk mengetahui tentang Aspek Medikolegal Kekerasan pada Anak
3.
Untuk mengetahui tentang Cara Pemeriksaan pada Kasus Kekerasan Seksual
1.3 Manfaat
1
Agar mahasiswa dapat menjelaskan tentang Kekerasan Seksual pada Anak
2
Agar mahasiswa dapat menjelaskan tentang Aspek Medikolegal Kekerasan pada Anak
3
Agar mahasiswa dapat menjelaskan tentang Cara Pemeriksaan pada Kasus Kekerasan Seksual
Jangan Sakiti Anakku
Page 2
BAB II PEMBAHASAN 2.1
Data tutorial
Hari/Tanggal
2.2
Sesi 1
: Senin, 9 Oktober 2017
Sesi 2
: Rabu, 11 Oktober 2017
Tutor
: dr.Hj. Ummu Hanifah,M.Kes
Moderator
: I Kadek Agus Arjana Putra
Sekretaris
: Yusril Ilham Fahmi
Skenario LBM LBM IV JANGAN SAKITI ANAKKU dr. Ida Bagus Putu Alit, Sp.F., DFM
Seorang anak perempuan berusia 6 tahun, dibawa ke Rumah Sakit oleh ibunya dengan keluhan kejang-kejang. Pada pemeriksaan fisik ditemukan luka-luka memar dengan warna yang berbeda-beda terutama pada punggung dan perut anak. Ditemukan juga luka-luka memar kecil-kecil berbentuk bulan sabit pada leher. Pada pemeriksaan kelamin dicurigai telah terjadi pelecehan seksual, ditemukan lendir agak kental dan luka lecet pada fourchette posterior ukuran satu sentimeter kali satu sentimeter. Dan ditemukan bercak pada hymen arah jam 6 sesuai dengan arah jarum jam. Ibu korban langsung melapor ke Polisi dan meminta agar anaknya dilakukan Visum (SPV). Pada heteroanamnesis, orang tua korban menyatakan melihat anaknya dipangku dalam keadaan telanjang oleh ayah tirinya sekitar empat jam sebelum ke rumah sakit. Setelah dirawat selama 3 hari kondisi sang anak semakin memburuk dan akhirnya meninggal dunia.
Jangan Sakiti Anakku
Page 3
2.3. Pembahasan LBM I. Klarifikasi Istilah 1.
Fourchette posterior merupakan lipatan jaringan transversal yang
pipih dan tipis, terletak pada pertemuan ujung bawah labia mayor dan minor di garis tengah bawah orifisium vagina. 2.
Heteroanamnesis adalah Anamnesis yang dilakukan secara tidak
langsung, dokter memperoleh informasi mengenai penyakit pasien dari orang yang mengetahui tentang pasien, contoh: pada anak bayi, orang yg tidak sadar atau pingsan, orang dengan gangguan mental dan lainlain. II. Identifikasi Masalah
1. Cara mendeskripsikan luka pada kasus disekenario ! 2. Apasaja dampak dari kekerasan seksual pada anak !
III. Brain Storming 1. Jelaskan cara mendeskripsikan luka pada kasus disekenario ! Petunjuk Deskripsi Luka 1. DESKRIPSI UMUM LUKA
1) Menyebutkan regio/daerah tempat luka berada. 2) Menentukan koordinat “X” luka dengan mengukur jarak pusat luka dari garis pertengahan badan. 3) Menentukan koordinat “Y” luka dengan mengukur jarak pusat luka diatas / dibawah dari suatu titik anatomi terdekat. 4) Pada kasus kekerasan tajam dan luka tembak, ditentukan koordinat “Z” luka dengan mengukur jarak pusat luka diatas tumit. 5) Menyebutkan jenis luka (memar, luka lecet, luka terbuka, patah tulang). 6) Menyebutkan gambaran luka. 7) Menyebutkan ukuran luka. 8) Menyebutkan daerah sekitar luka.
Jangan Sakiti Anakku
Page 4
Jenis luka pada kasus diskenario
Seorang anak perempuan berusia 6 tahun, dibawa ke Rumah Sakit oleh ibunya dengan keluhan kejang-kejang. Pada pemeriksaan fisik ditemukan luka-luka memar dengan warna yang berbeda-beda terutama pada punggung dan perut anak. Ditemukan juga luka-luka memar kecil-kecil berbentuk bulan sabit pada leher. Pada pemeriksaan kelamin dicurigai telah terjadi pelecehan seksual, ditemukan lendir agak kental dan luka lecet pada fourchette posterior ukuran satu sentimeter kali satu sentimeter. Dan ditemukan bercak pada hymen arah jam 6 sesuai dengan arah jarum jam. a. Luka memar (contusion) Luka memar adalah suatu keadaan dimana terjadi pengumpulan darah dalam jaringan yang terjadi sewaktu orang masih hidup, dikarenakan pecahnya pembuluh darah kapiler akibat kekerasan benda tumpul. Bila kekerasan benda tumpul yang mengakibatkan luka memar terjadi pada daerah dimana jaringan longgar, seperti di daerah mata, leher, atau pada orang yang lanjut usia, maka luka memar yang tampak seringkali tidak sebanding dengan kekerasan, dalam arti seringkali lebih luas; dan adanya jaringan longgar tersebut memungkinkan berpindahnya “memar” ke daerah yang lebih rendah, berdasarkan gravitasi. Salah satu bentuk luka memar yang dapat memberikan informasi mengenai bentuk dari benda tumpul, ialah apa yang dikenal dengan istilah “perdarahan tepi” (marginal haemorrhages), misalnya bila tubuh korban terlindas ban kendaraan, dimana pada tempat yang terdapat tekanan justru tidak menunjukkan kelainan, kendaraan akan menepi sehingga terbentuk perdarahan tepi yang bentuknya sesuai dengan bentuk celah antara kedua kembang ban yang berdekatan. Hal yang sama misalnya bila seseorang dipukul dengan rotan atau benda yang sejenis, maka akan tampak memar yang memanjang dan sejajar yang membatasi darah yang tidak menunjukkan kelainan; darah
Jangan Sakiti Anakku
Page 5
antara kedua memar yang sejajar dapat menggambarkan ukuran lebar dari alat pengukur yang mengenai tubuh korban. b. Di dalam kasus penjeratan dengan tangan (manual strangulation), atau yang lebih dikenal dengan istilah pencekikan, maka kuku jari pembunuh dapat menimbulkan luka lecet yang berbentuk garis lengkung atau bulan sabit; dimana dari arah serta lokasi luka tersebut dapat diperkirakan apakah pencekikan tersebut dilakukan dengan tangan kanan, tangan kiri atau keduanya. Di dalam penafsiran perlu hati-hati khususnya bila pada leher korban selain didapatkan luka lecet seperti tadi dijumpai pula alat penjerat; dalam kasus seperti ini pemeriksaan arah lengkungan serta ada tidaknya kuku-kuku yang panjang pada jari-jari korban dapat memberikan kejelasan apakah kasus yang dihadapi itu merupakan kasus bunuh diri atau kasus pembunuhan, setelah dicekik kemudian digantung. c. Tanda- tanda Kekerasan Seksual ALAT KELAMIN PEREMPUAN 1) Melakukan pemeriksaan pada alat kelamin perempuan bagian luar (bibir besar kemaluan, bibir kecil kemaluan, selaput dara), serta bagian dalam (liang senggama, rahim). 2) Melakukan inspeksi pada bibir besar kemaluan, dan melihat ada/tidaknya cairan yang keluar dari lubang kemaluan. 3) Melakukan lateral traksi pada bibir besar kemaluan sehingga dapat terlihat dengan jelas bibir kecil kemaluan dan selaput dara. Menentukan ukuran garis tengah liang senggama. Luka yang ditemukan dideskripsikan dengan kaidah sebagai berikut : a. Menentukan lokasi luka disertai arah sesuai dengan arah jarum jam. b. Menentukan jenis luka. c. Menentukan gambaran luka. d. Menentukan ukuran luka dengan mengukur panjang kali lebar luka
Jangan Sakiti Anakku
Page 6
Pada perempuan yang sudah pernah melahirkan dilakukan pemeriksaan dengan menggunakan spekulum untuk melihat kondisi liang senggama dan mulut rahim, serta melakukan pemeriksaan colok vagina (vaginal touche). Pada perempuan yang belum pernah bersetubuh sebelumnya atau masih belum dewasa, kedua pemeriksaan tersebut tidak dilakukan. 2. Apasaja dampak dari kekerasan seksual pada anak !
1) Pengkhianatan ( Betrayal ). Kepercayaan merupakan dasar utama bagi korban kekerasan seksual. Sebagai seorang anak, mempunyai kepercayaan kepada orangtua dan kepercayaan itu dimengerti dan dipahami. Namun, kepercayaan anak dan otoritas orangtua menjadi hal yang mengancam anak. 2) Trauma secara Seksual (Traumatic sexualization). Perempuan yang mengalami kekerasan seksual cenderung menolak hubungan seksual, dan sebagai konsekuensinya menjadi korban kekerasan seksual dalam rumah tangga. Korban biasanya lebih memilih pasangan sesama jenis karena menganggap laki-laki tidak dapat dipercaya. 3) Merasa Tidak Berdaya ( Powerlessness). Rasa takut menembus kehidupan korban. Mimpi buruk, fobia, dan kecemasan dialami oleh korban disertai dengan rasa sakit. Perasaan tidak berdaya mengakibatkan individu merasa lemah. Korban merasa dirinya tidak mampu dan kurang efektif dalam bekerja. Beberapa korban juga merasa sakit pada tubuhnya. Sebaliknya, pada korban lain memiliki intensitas dan dorongan yang berlebihan dalam dirinya.. Stigmatization. Korban kekerasan seksual merasa bersalah, malu, memiliki gambaran diri yang buruk. Rasa bersalah dan malu terbentuk akibat ketidakberdayaan dan merasa bahwa mereka tidak memiliki kekuatan untuk mengontrol dirinya. Anak sebagai korban
Jangan Sakiti Anakku
Page 7
sering merasa berbeda dengan orang lain, dan beberapa korban marah pada tubuhnya akibat penganiayaan yang dialami. Korban lainnya menggunakan obat-obatan dan minuman alkohol untuk menghukum tubuhnya, menumpulkan inderanya, atau berusaha menghindari memori kejadian tersebut
IV. Rangkuman Permasalahan
Kekerasan pada anak
Penelantaran
Psikologis
Seksual
Aspek Medikolegal
Pemeriksaan
Tanda Kekerasan
Toksikologi
Ekstra Aerogen
Fisik
Tanda Persetubuhan
Ejakulasi
Penetrasi
V. Learning Issue
1.
Jelaskan tentang aspek hukum kasus kekerasan seksual!
2.
Jelaskan tentang lingkaran kekerasan pada Anak!
3.
Jelaskan cara pemeriksaan pada kasus diskenario!
4.
Penatalaksaanaan kekerasan pada anak!
Jangan Sakiti Anakku
Page 8
VI.
Referensi
a. Budiyanto, A,dkk. 1997. Ilmu Kedokteran Forensik .. Jakarta: Bagian Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. p1-5 b. Idries, AM. 1997. Kejahatan Seksual. Dalam: Idries, AM, Pedoman Ilmu Kedokteran Forensik. Jakarta: Bina Rupa Aksara. p 216-27 c. Idries, Abdul Mun'im. 1997. Pedoman Ilmu Kedokteran Forensik . Binarupa Aksara: Jakarta 1997. Hal 85-129. d. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
VII.
Pembahasan Learning Issue 1.
Jelaskan tentang aspek hukum kasus kekerasan seksual !
Kejahatan Seksual Berdasarkan KUHP
Persetubuhan yang merupakan kejahatan seperti yang dimaksudkan oleh undang-undang , tertera pada pasal-pasal yang terdapat pada Bab XIV KUHP,
tentang
Kejahatan
Terhadap
Kesusilaan;
yang
meliputi
persetubuhan di dalam perkawinan maupun di luar perkawinan.
Kejahatan Terhadap Kesusilaan Dalam Perkawinan
Pasal 288 KUHP 1) Barang siapa dalam perkawinan bersetubuh dengan seorang wanita yang diketahuinya atau sepatutnya harus diduganya bahwa yang bersangkutan belum waktunya untuk dikawin, apabila perbuatan mengakibatkan luka-luka diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun. 2) Jika perbuatan itu mengakibatkan luka-luka berat, dijatuhkan pidana penjara paling lama delapan tahun. 3) Jika mengakibatkan mati, dijatuhkan pidana penjara paling lama dua belas tahun. Dengan demikian dari Visum et Repertum yang dibuat oleh dokter diharapkan dapat membuktikan bahwa korban memang
Jangan Sakiti Anakku
Page 9
belum pantas dikawin, terdapat tanda-tanda persetubuhan, tandatanda kekerasan dan dapat menjelaskan perihal sebab kematiannya. Di dalam upaya menentukan bahwa seseorang belum mampu dikawin dapat timbul permasalahan bagi dokter karena penentuan tersebut mencakup dua pengertian, yaitu pengertian secara biologis dan pengertian menurut undang-undang. Secara biologis seorang perempuan dikatakan mampu untuk dikawin bila ia telah siap untuk dapat memberikan keturunan, dimana hal ini dapat diketahui dari menstruasi, apakah ia belum pernah mendapat menstruasi atau sudah pernah. Sedangkan menurut Pasal 7 Ayat 1 UU No 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, maka batas umur termuda bagi seorang perempuan yang diperkenankan untuk melangsungkan perkawinan adalah 16 tahun. Dengan demikian dokter diharapkan dapat menentukan berapa umur dari perempuan yang diduga merupakan korban seperti yang dimaksud dalam pasal 288 KUHP. (Budiyanto A, 1997)
Kejahatan Terhadap Kesusilaan di Luar Perkawinan
Dalam kasus-kasus persetubuhan di luar perkawinan yang merupakan kejahatan, dimana persetubuhan tersebut memang disetujui oleh si perempuan maka dalam hal ini pasal-pasal dalam KUHP yang dimaksud adalah pasal 284 dan 287. Pasal 284 KUHP (1) Diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan:
1. a. seorang pria yang telah kawin yang melakukan gendak (overspel ), padahal diketahui bahwa pasal 27 BW ( Burgerlyk Wetboek ) berlaku baginya. b. seorang wanita yang telah kawin yang melakukan gendak (overspel ), padahal diketahui bahwa pasal 27 BW ( Burgerlyk Wetboek ) berlaku baginya.
Jangan Sakiti Anakku
Page 10
2. a. seorang pria yang turut serta melakukan perbuatan itu, padahal diketahuinya bahwa yang turut bersalah telah kawin. b. seorang wanita yang telah kawin yang turut serta melakukan perbuatan itu, padahal diketahuinya bahwa yang turut bersalah telah kawin dan pasal 27 BW ( Burgerlyk Wetboek ) berlaku baginya. (2) Tidak dilakukan penuntutan melainkan atas pengaduan suami/isteri yang tercemar,dan bila bagi mereka berlaku pasal 27 BW ( Burgerlyk Wetboek ), dalam tenggang waktu tiga bulan diikuti dengan permintaan bercerai atau pisah meja dan pisah ranjang karena alasan itu juga. (3) Terhadap pengaduan ini tidak berlaku pasal 72, 73, dan 75. (4) Pengaduan dapat ditarik kembali selama pemeriksaan dalam sidang peradilan belum dimulai. (5) Jika bagi suami-isteri berlaku pasal 27 BW ( Burgerlyk Wetboek ), pengaduan tidak diindahkan selama perkawinan belum diputuskan karena perceraian atau sebelum putusan yang menyatakan pisah meja dan tempat tidur menjadi tetap. Pasal 27 BW Dalam waktu yang sama seorang laki hanya diperbolehkan mempunyai satu orang perempuan sebagai isterinya, seorang perempuan hanya satu orang laki sebagai suaminya. Pasal 287 KUHP (1)
Barangsiapa
bersetubuh
dengan
seorang
wanita
di
luar
perkawinan, padahal diketahuinya atau sepatutnya harus diduganya bahwa umurnya belum lima belas tahun, atau kalau umurnya tidak jelas bahwa belum waktunya untuk dikawin, diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun.
Jangan Sakiti Anakku
Page 11
(2)
Penuntutan hanya dilakukan atas pengaduan, kecuali jika umur
wanita belum sampai dua belas tahun atau jika ada salah satu hal berdasarkan pasal 291 dan pasal 294. Tindak pidana ini merupakan persetubuhan dengan wanita yang menurut undang-undang belum cukup umur. Jika umur korban belum cukup 15 tahun tetapi sudah di atas 12 tahun, penuntutan baru dilakukan bila ada pengaduan dari yang bersangkutan. Jadi dengan keadaan itu persetubuhan tersebut merupakan delik aduan, bila tidak ada pengaduan, tidak ada penuntutan. Tetapi keadaan akan berbeda jika: a.
Umur korban belum sampai 12 tahun
b.
Korban yang belum cukup 15 tahun itu menderita luka berat atau mati akibat perbuatan itu (KUHP pasal 291); atau
c.
Korban yang belum cukup 15 tahun itu adalah anaknya, anak tirinya, muridnya, anak yang berada di bawah pengawasannya, bujangnya atau bawahannya (KUHP pasal 294). Dalam keadaan di atas, penuntutan dapat dilakukan walaupun tidak
ada pengaduan karena bukan lagi merupakan delik aduan. Pada pemeriksaan akan diketahui umur korban. Jika tidak ada akte kelahiran maka umur korban yang pasti tidak diketahui. Dokter perlu memperkirakan umur korban baik dengan menyimpulkan apakah wajah dan bentuk tubuh korban sesuai dengan umur yang dikatakannya, melihat perkembangan payudara dan pertumbuhan rambut kemaluan, melalui pertumbuhan gigi (molar ke-2 dan molar ke-3), serta dengan mengetahui apakah menstruasi telah terjadi. Hal di atas perlu diperhatikan mengingat bunyi kalimat: padahal diketahuinya atau sepatutnya harus diduganya bahwa wanita itu umurnya belum lima belas tahun atau kalau umurnya tidak jelas bahwa belum
Jangan Sakiti Anakku
Page 12
waktunya untuk dikawin. Perempuan yang belum pernah mengalami menstruasi dianggap belum patut untuk dikawin. Pasal 291 KUHP (1)
Kalau salah satu kejahatan yang diterangkan dalam pasal 286,
287, 288 dan 290 itu berakibat luka berat, diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun. (2)
Kalau salah satu kejahatan yang diterangkan dalam pasal 285,
286, 287, 289 dan 290 itu berakibat matinya orang, diancam dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun.
Pasal 294 KUHP Barangsiapa melakukan perbuatan cabul dengan anaknya, anak tirinya atau anak piaraannya, anak yang di bawah pengawasannya, orang di bawah umur yang diserahkan kepadanya untuk dipelihara, dididiknya atau dijaganya, atau bujangnya atau orang yang di bawah umur, diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun. Dengan itu maka dihukum juga: 1) Pegawai negeri yang melakukan perbuatan cabul dengan orang yang
di
bawahnya/orang
yang
dipercayakan/diserahkan
kepadanya untuk dijaga. 2) Pengurus, dokter, guru, pejabat, pengurus atau bujang di penjara, di tempat bekerja kepunyaan negeri, tempat pendidikan, rumah piatu, RS jiwa atau lembaga semua yang melakukan perbuatan cabul dengan orang yang dimaksudkan di situ. Pada kasus persetubuhan di luar perkawinan yang merupakan kejahatan dimana persetubuhan tersebut terjadi tanpa persetujuan wanita, seperti yang dimaksud oleh pasal 285 dan 286 KUHP; maka untuk kasuskasus tersebut Visum et Repertum harus dapat membuktikan bahwa pada Jangan Sakiti Anakku
Page 13
wanita tersebut telah terjadi kekerasan dan persetubuhan. Kejahatan seksual seperti yang dimaksud oleh pasal 285 KUHP disebut perkosaan, dan perlu dibedakan dari pasal 286 KUHP. Pasal 285 KUHP Barangsiapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seorang wanita bersetubuh dengan dia di luar perkawinan, diancam karena melakukan perkosaan dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun. Pada tindak pidana di atas perlu dibuktikan telah terjadi persetubuhan dan telah terjadi paksaan dengan kekerasan atau ancaman kekerasan. Dokter dapat menentukan apakah persetubuhan telah terjadi atau tidak, apakah terdapat tanda-tanda kekerasan. Tetapi ini tidak dapat menentukan apakah terdapat unsur paksaan pada tindak pidana ini. Ditemukannya tanda kekerasan pada tubuh korban tidak selalu merupakan akibat paksaan, mungkin juga disebabkan oleh hal-hal lain yang tak ada hubungannya dengan paksaan. Demikian pula bila tidak ditemukan tanda-tanda kekerasan, maka hal itu belum merupakan bukti bahwa paksaan tidak terjadi. Pada hakekatnya dokter tak dapat menentukan unsur paksaan yang terdapat pada tindak pidana perkosaan; sehingga ia juga tidak mungkin menentukan apakah perkosaan telah terjadi. Yang berwenang untuk menentukan hal tersebut adalah hakim, karena perkosaan adalah pengertian hukum bukan istilah medis sehingga dokter jangan menggunakan istilah perkosaan dalam Visum et Repertum. Pasal 286 KUHP Barangsiapa bersetubuh dengan seorang wanita di luar perkawinan padahal diketahuinya
Jangan Sakiti Anakku
bahwa wanita itu dalam keadaan pingsan atau
Page 14
tidak berdaya, diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun. Pada tindak pidana di atas harus terbukti bahwa korban berada dalam keadaan pingsan atau tidak berdaya. Dokter perlu mencari tahu apakah korban sadar waktu persetubuhan terjadi, adakah penyakit yang diderita korban yang sewaktu-waktu dapat mengakibatkan korban pingsan atau tidak berdaya. Jika korban mengatakan ia menjadi pingsan, maka perlu diketahui bagaimana terjadinya pingsan itu, apakah terjadi setelah korban diberi minuman atau makanan. Pada pemeriksaan perlu diperhatikan apakah korban menunjukkan tanda-tanda bekas kehilangan kesadaran, atau tanda-tanda telah berada di bawah pengaruh obat-obatan. Jika terbukti bahwa si pelaku telah telah sengaja membuat korban pingsan atau tidak berdaya, ia dapat dituntut telah melakukan tindak pidana perkosaan, karena dengan membuat korban pingsan atau tidak berdaya ia telah melakukan kekerasan. Pasal 89 KUHP Membuat orang pingsan atau tidak berdaya disamakan dengan menggunakan kekerasan. Kejahatan seksual yang dimaksud dalam KUHP pasal 286 adalah pelaku tidak melakukan upaya apapun; pingsan atau tidak berdayanya korban bukan diakibatkan oleh perbuatan si pelaku kejahatan seksual. Aspek forensik dan medikolegal kekerasan pada anak
Aspek medikolegal kekerasan pada anak Dalam perlindungan
pada
anak,
dicantumkan
bahwa
hal
anak
item berhak
memperoleh perlindungan dari 6 hal tercantum dalam pasal 15 dan 16 UU RI 35 tahun 2014 tentang perlindungan anak yang termasuk perlindungan dari pelibatan dalam peristiwa yang mengandung unsur kekerasan. Jangan Sakiti Anakku
Page 15
Terdapat Bab khusus yang mengatur larangan yaitu Bab XI A tentang Larangan. Dalam hal
kekerasan pada anak, diatur tersendiri
dalam pasal 76C-F. Dengan ketentuan sanksi pidana diatur dalam pasal 80-83.
Adapun
kekerasan
atau
trauma
yang timbul
dapat
menyebabkan luka dan sampai kematian. Dalam hubungan dengan aspek hukum, akibat luka juga tercantum dalam: 1)
KUHP pasal 352 yaitu : penganiayaan yang tidak menimbulkan penyakit atau halangan untuk menjalankan pekerjaan jabatan atau mata pencaharian (sebagai penganiayaan ringan).
2)
KUHP
pasal
351:1
yaitu
penganiayaan yang menimbulkan
penyakit atau halangan untuk menjalankan pekerjaan jabatan atau mata pencaharian. 3)
KUHP pasal 351:2 yaitu penganiayaan yang menimbulkan luka berat.
4)
KUHP pasal 90 terkait kriteria luka berat
5)
KUHP pasal 338,340,355,359 (mati) Secara istilah bahasa “luka” dianalogkan dengan akibat dari
suatu
penganiayaan
atau trauma.
Istilah
penganiayaan
hanya
merupakan istilah hukum dan tidak dikenal dalam istilah kedokteran, oleh
karena penganiayaan
dapat
menimbulkan
luka
maka dalam
penulisan visum et repertum digunakan istilah luka sebagai pengganti kata penganiayaan. Dengan kriteria kualifikasi luka terdiri dari: 1)
Luka ringan: yang tergolong luka yang tidak menimbulkan penyakit atau halangan untuk menjalankan pekerjaan jabatan atau pencaharian.
2)
Luka sedang: yang tergolong luka yang menimbulkan penyakit atau halangan untuk menjalankan pekerjaan atau pencaharian.
3)
Luka berat, menurut KUHP pasal 90, maka “luka berat” berarti :
Jangan Sakiti Anakku
Page 16
a)
Jatuh
sakit
atau
mendapat
luka
yang tidak
memberi
harapan akan sembuh sama sekali atau yang menimbulkan bahaya maut. b)
Tidak
mampu
secara
terus
menerus untuk menjalankan
tugas jabatan atau pekerjaan pencaharian. c)
Kehilangan salah satu panca indera.
d)
Mendapat cacat berat.
e)
Menderita sakit lumpuh.
f)
Terganggu daya pikir selama 4 minggu lebih.
g)
Gugur atau matinya kandungan seorang perempuan.
2. Jelaskan tentang lingkaran kekerasan pada anak !
Lingkaran kekerasan atau yang dkenal dengan cycle of abuse adalah sebuah teori sosial yang dikembangkan oleh Lenore Walker pada tahun 1970-an untuk menjelaskan pola perilaku dalam kekerasan yang terjadi pada sebuah hubungan. Walker berpendapat bahwa kekerasan yang terjadi dalam sebuah hubungan biasanya terjadi secara berulang-ulang, bentuk kekerasan yang terjadi seperti pelecehan baik secara psikis, emosional atau fisik. Walker juga menyatakan bahwa biasanya kekerasan sceara psikologis biasanya diawali dengan kekerasan secara fisik. Selain itu Walker juga menyatakan bahwa siklus tersebut yang jika terjadi terus menerus akan mengakibatkan ketidakberdayaan kepada korban sehingga akan menimbulkan battered person syndrome kepada korban.
Fase-fase Kekerasan pada Anak
Fase-fase kekerasaan yang sering terjadi dalam sebuah hubungan biasanya akan terus berulang dan tidak akan berhenti jika sudah dimulai terus menerus tanpa ada tindakan “menentang” atau “melawan” yang dilakukan oleh korban kepada pelaku. Perilaku kekerasan yang dilakukan oleh pelaku kepada pasangannya selalu akan berulang baik dalam hitungan jam, bulan, tahun dan bahkan kondisi-kondisi yang tidak pernah di duga,
Jangan Sakiti Anakku
Page 17
pola kekerasan yang sering terjadi dalam sebuah hubungan banyak dipengaruhi beberapa faktor, diantaranya masih timpangnya pola relasi suatu hubungan dengan ada yang mendominasi dan didominasi, budaya patriakhi
dengan
memposisikan
laki-laki
lebih
superior
daripada
perempuan, pemahaman tafsiran-tafsiran agama yang masih bias gender dengan menyatakan bahwa isteri tidak boleh membantah ataupun menolak permintaan suami. Untuk melihat bagimana bentuk-bentuk kekerasan yang terjadi di dalam “lingkaran kekerasan”, berikut adalah pembagian fase-fase kekerasan yang ada dalam lingkaran kekerasan, yaitu:
Gambar 2.1 Fase-fase kekerasan pada wanita Tension Building Phase (Fase Pembagunan Ketegangan) Pada fase ini merupakan fase awal lahirnya tindak kekerasan di dalam sebuah hubungan, biasanya bentuk-bentuk kekerasan yang timbul diawali dari komunikasi yang buru, hinaan kepada pasangan, pemukulan dalam bentuk tamparan dan tindakan kekerasan fisik “kecil” lainya kepada korban. Pada fase ini biasanya korban (isteri) akan mulai menjaga jarak untuk tidak menimbulkan konfilk dengan pelaku (suami), namu pada
Jangan Sakiti Anakku
Page 18
kenyataanya modifikasi yang dilakukan oleh korban ternyata malah membuat ketegangan yang makin memuncak kepad pelaku dan bahkan pelaku akan melakukan tindakan yang lebih brutal. Pada fase awal korban dapat merasakan beberapa hal, yaitu:
Mencoba untuk menjaga dan membina keharmonisan dengan pelaku dan berusaha keluar dari ketakutkan
Memanipulasi atau menjaga kondisi yang kondusif di dalam hubungan untuk mencegah terjadinya ketegangan yang dapat memicu kekerasan
Mulai menarik diri untuk relaksasi dan menenangkan diri dari tekanan yang ada
Acticng-out phase (Fase Tindakan Kronis) Pada fase ini, tindakan yang dilakukan oleh pelaku makain kasar dan bahkan mengakibatkan luka fisik kepada korban, namu para isteri (korban) sering kali mengingkari tindakan yang dilakukan oleh suami (pelaku) dan korban juga tidak mau mendapatkan perwatan serta pengobatan atas luka yang ditimbulkan oleh tindak kekerasan tersebut. Pada fase ini korban akan mulai merasakan beberapa hal diantarany:
Merasa sudah tidak bisa mengontrol diri
Menunggu untuk mendapatkan perawatan medis jika korban memilih untuk melakukan hal tersebut
Tidak percaya terhadap hukum dan aparat penegak hukum, takut menghukum pelaku melalui jalur hukum dan bahkan akan melindungi pelaku jika pelaku ditangkap oleh polisi
Honeymoon
Phase/Reconsiliation
Phase (Fase
Bulan
Madu/Fase
Rekonsiliasi)
Jangan Sakiti Anakku
Page 19
Pada fase ini, karateristik suami akan menjadi lebih baik, memohon maaf kepada isteri dan berjanji tidak akan mengulangi perbuatannya lagi. Jika sang isteri sedang dalam tahap perawtan dan pengobatan dari luka yang dia derita, maka sang suami akan datang dengan membawakan bunga, kado, benda-benda yang disenangi oleh isteri dan bahkan mengajak pihak keluarga untuk mudah mendapatkan pengampunan kepada isteri, bahkan suami juga akan mengatkan bahwa jika sang isteri meninggalkannya, hal tersebut akan berpengaruh kepada perkembangan anak-anak mereka. Dampak dari upaya yang dilakukan oleh suami dalam fase ini, pada umumnya akan meningkatkan keyakinan isteri bahwa akan ada perbaikan kepada suami dan hubungan mereka akan kembali menjadi lebih harmonis. Namun patut diingat nahwa pada fase ini terlihat seperti ada upaya perdamaaian, tapi sebenarnya ini adalah suatu upaya untuk melanggengkan tindakan-tndakan kekerasan lain lagi dikemudian hari. Calm Phase (Fase Penenangan) Selama fase ini (fase ini sering dianggap sebagai bagian dari fase bulan madu), hubungan antar pasangan relatif akan berjalan damai dan harmonis, namu dikarenakan tidak ada pemotongan mata rantai di fasefase sebelumnya maka kecenderungan untuk kembali ke fase awal akan terjadi. 3. Jelaskan cara pemeriksaan pada kasus diskenario ! A. Anamnesis
Pada umumnya anamnesis yang diberi orang sakit dapat dipercaya, sebaliknya anamnesis pada korban kejahatan seksual tidak selalu benar. Terdorong oleh berbagai maksud atau perassan, misalnya untuk memras, rasa dendam, menyesal atau karena takut pada ayah/ibu, korban mungkin mengemukakan hal-hal yang tidak benar.
Jangan Sakiti Anakku
Page 20
Anamnesis merupakan suatu yang tidak dapat dilihat atau ditemukan oleh dokter sehingga bukan merupakan pemeriksaan objektif sehingga seharusnya tidak dimasukkan dalam visum et repertum. Anamnesis dibuat terpisah dan dilampirkan pada visum et repertum. Anamnesis terdiri dari bagian yang bersifat umum dan khusus. (Budiyanto, 1997)
a. Anamnesis Umum a) Umur dan tempat tanggal lahir ? b) Status perkawinan ? c) Siklus haid ? d) Penyakit kelamin dan penyakit kandungan serta penyakit penyerta ? e) Cari tahu apakah pernah bersetubuh ? f) Persetubuhan terakhir kapan ? g) Penggunaan kondom atau tidak ? b. Anamnesis Khusus
Waktu kejadian, tanggal, jam kejadian dan, tempat kejadian (sebagai petunjuk dalam pencarian trace evidence)
Informasi tentang pelaku (nama, deskripsi penampilan pelaku)
Penggunaan senjata, ada tidaknya pengancaman. Ancaman, termasuk ancaman verbal (menggambarkan jenis ancaman) / penggunaan kekuatan, pukulan, cengkram, menyambar, memegang dll, senjata yang digunakan yang menyebabkan cedera. Ini adalah untuk mengidentifikasi pola cedera dan pola cedera yang mungkin berkorelasi dengan dugaan penggunaan senjata.
Ada tidaknya kontak seksual, oral, anal maupun vaginal. Apakah penetrasi adalah percobaan / lengkap, baik oral, vagina dan/atau anal dan apakah oleh penis / jari /objek lain
Jangan Sakiti Anakku
Page 21
harus didata dengan benar bersama dengan informasi tentang tumpahan mani. Ini untuk mencari bukti cedera dengan penis, jari atau benda asing tertentu. Informasi mengenai ejakulasi / tumpahan mani dalam vagina, anus, mulut, payudara atau pada bagian tubuh lainnya atau pakaian,
tempat
tidur
atau
tempat
lain
harus
didokumentasikan. Hal ini untuk mencatat adanya atau tidak adanya air mani untuk mengidentifikasi kebutuhan swabbing korban. Informasi mengenai status kondom (robek / tidak robek dll) dan digunakan selama serangan relevan karena dalam kasus tersebut, Swab vagina dan smear akan negatif untuk sperma / semen. Informasi mengenai penggunaan busa atau jelly atau pelumas dapat diperoleh. Ini adalah untuk menjelaskan kondisi air mani (misalnya busa atau jelly mungkin spermicidal).
Kontak oral oleh mulut pelaku kepada korban. Ini adalah untuk mengidentifikasi tempat pada tubuh mana penyeka harus diambil untuk deteksi air liur dari si pelaku
Kekerasan lain selain kekerasan seksual
Perlawanan oleh korban. Jika korban sempat melawan, akan ditemukan robeknya pakaian, tanda-tanda kekerasan pada tubuh, dan pada alat kelamin. Kerokan kuku mungkin menunjukkan adanya sel-sel epitel kulit dan darah yang berasal dari pelaku
Apakah
korban
pingsan?
Ini
untuk
menyelidiki
kemungkinan pemerkosaan difasilitasi dengan obat, klinis menjelaskan setiap kehilangan memori atau apapun yang tidak ingat tentang kejadian lengkap, adanya dugaan trauma kepala harus disingkirkan. Apabila benar korban pingsan tanpa adanya trauma kepala, pengambilan sample urin dan darah untuk pemeriksaan toksokologi untuk membuktikan
Jangan Sakiti Anakku
Page 22
apakah ada obat bius yang diberikan oleh pelaku sebelum dilakukan pemerkosaan.
Riwayat pemberian obat/alkohol pada korban. Hal ini dimasukkan jika relevan. Harus dicatat bahwa beberapa pelaku menggunakan obat-obatan atau alkohol untuk memudahkan penyerangan seksual. Kehadiran alkohol atau obat-obatan dalam darah dan urin mungkin memiliki implikasi klinis dan hukum. Penyerang dapat menggunakan obat untuk menundukkan korban dan korban mungkin te lah kehilangan kemampuan untuk membuat keputusan yang rasional atau mungkin telah kehilangan kesadaran
Apakah setelah kejadian korban mencuci, mandi, sikat gigi dan
mengganti
pakaian?
Kegiatan
selanjutnya
yang
dilakukan oleh korban setelah terjadinya perkosaan dapat mengubah bukti-bukti, misalnya, muntah, buang air besar, mandi atau mandi, menyeka genital atau cuci, berkemuh, menghapus atau memasukkan tampon / menggunakan tampon / spons atau diafragma, makan atau minum; menyikat gigi, berkumur dan mengganti pakaian dll, juga harus didokumentasikan. Hal ini dapat menyulitkan dalam pengambilan bukti.
Riwayat menstruasi korban. Perlu diingat bahwa sejumlah bukti hilang karena menstruasi.
B. Pemeriksaan Fisik
Untuk membantu korban dan juga pengadilan, dokter wajib melakukan pemeriksaan yang tujuannya dalam ialah: 1. Untuk mengetahui ada tidaknya tanda persetubuhan; 2. Untuk mengetahui ada tidaknya tanda kekerasan. Pemeriksaan fisik yang dilakukan pada korban meliputi: 1) Pemeriksaan Fisik Umum
Jangan Sakiti Anakku
Page 23
a) Penampilan korban apakah rapi atau kusut serta keadaan emosional korban apakah korban tenang, sedih, atau gelisah. b) Tanda vital. Perlu dilakukan karena selain sebagai korban, korban hidup juga merupakan pasien sehingga dokter wajib melakukan pemeriksaan dasar berupa pengukuran suhu, nadi, laju pernafasan, dan tekanan darah. c) Pemeriksaan pakaian. Pemeriksaan pakaian perlu dilakukan dengan teliti. Yang dicari ialah trace evidence yang berasal dari tempat kejadian seperti bercak darah, air mani, lumpur, dan lainnya. Selain itu juga dicari adanya robekan atau kancing yang terputus dimana bila ditemukan bisa merupakan suatu petunjuk telah terjadi kekerasan. d) Pemeriksaan
tanda-tanda
bekas
hilangnya
kesadaran.
Kesadaran pasien dinilai dengan GCS. Bila ditemukan adanya tanda-tanda hilangnya kesadaran maka dicari apakah terdapat neddle marks bekas suntikan obat tidur atau obat bius. Bila terdapat tanda-tanda hilangnya kesadaran maka perlu diambil sampel urin dan darah dan dikirim ke laboratorium. e) Pupil dan refleks cahaya. Perlu diperhatikan pada pupil ialah ukurannya, dimana normalnya ialah 3-5 mm. Bila didapatkan pinpoint pupil (pupil miosis) dan tidak memberikan respons terhadap cahaya, maka kemungkinan korban telah diberikan NAPZA. f) Pemeriksaan tanda-tanda bekas kekerasan. Perlu diteliti apakah sudah terjadi kekerasan atau tidak. Biasanya pada kasus kejahatan susila ditemukan memar atau luka lecet di daerah mulut, leher, pergelangan tangan, lengan, paha bagian dalam, serta pinggang. g) Pemeriksaan perkembangan alat kelamin sekunder, tinggi dan juga berat badan. Gunanya pemeriksaan ini ialah menentukan usia korban bila usia korban tidak dapat dipastikan oleh korban
Jangan Sakiti Anakku
Page 24
maupun
orang
tuanya.
Perkembangan
payudara
dan
pertumbuhan rambut kemaluan perlu dikemukakan. h) Pemeriksaan rongga mulut dan gigi-geligi. Pemeriksaan rongga mulut perlu dilakukan karena bisa saja terjadi oral sex (penis dimasukan ke dalam rongga mulut). Bila terjadi demikian maka pada pemeriksaan rongga mulut akan tampak hiperemis. Perlu dilakukan swab oral, dan bahan diperiksa di laboratorium. Pemeriksaan gigi-geligi gunanya adalah untuk menentukan usia korban bila tidak terdapat datanya. Yang perlu diperhatikan pada
pemeriksaan
gigi-geligi
ialah
gigi
geraham
belakang/molar kedua, bila sudah tumbuh berarti korban sudah 12 tahun atau lebih (sedangkan bila ditemukan juga molar ketiga maka korban berusia 17-21 tahun atau lebih). i) Pemeriksaan keadaan jantung, paru, dan abdomen. Dilakukan selayaknya dokter melakukan kepada pasien biasa. j) Pemeriksaan ekstremitas. Diperhatikan tanda-tanda kekerasan seperti yang telah dikemukakan. Selain itu juga diperhatikan apakah terdapat trace evidence seperti jaringan kulit maupun darah dibawah kuku korban yang bisa didapatkan bila terdapat perlawanan. 2) Pemeriksaan Fisik Khusus a. Pemeriksaan genitalia. Pemeriksaan genitalia dilakukan dari luar ke dalam, sebagai berikut: a) Pemeriksaan rambut kemaluan: Diperhatikan apakah terlihat rambut kemaluan yang saling melekat menjadi satu
karena
bisa
merupakan
cairan
mani
yang
mengering. b) Pemeriksaan sekitar alat kelamin: Diperhatikan apakah terdapat bercak mani disekitar alat kelamin bilamana ada maka diambil dengan sisi tumpul skalpel atau di
Jangan Sakiti Anakku
Page 25
swab dengan kapas lidi yang dibasahi dengan garam fisiologis. c) Pemeriksaan vulva: Diperhatikan adapakah terdapat tanda-tanda bekas kekerasan seperti hiperemi, edema, memar, dan luka lecet akibat goresan kuku atau benda lain. d) Pemeriksaan selaput dara: Selaput dara diperhatikan intak atau sudah mengalami ruptur. Bila selaput dara tidak
intak
maka
perlu
dicatat
apakah
sampai
basis/insertio dan arah dari robekan selaput dara sesuai dengan arah jarum jam. Ruptur perlu dibedakan dari celah bawaaan dengan memperhatikan insertio/pangkal selaput dara. Celah bawaan tidak mencapai insertio sedangkan ruptur dapat mencapai insertio. Perlu dibedakan juga apakah ruptur baru atau ruptur lama. Pada ruptur lama, robekan menjalar sampai ke insertio disertai
adanya
dibawahnya.
jaringan
Ruptur
parut
akibat
pada
jaringan
persetubuhan
biasa
ditemukan di bagian posterior kanan atau kiri dengan asumsi bahawa persetubuhan dilakukan dengan posisi saling berhadapan. Namun, persetubuhan tidak selalu disertai oleh ruptur pada selaput dara, ada beberapa alasan yaitu bila: 1.penetrasi penis hanya mencapai vulva; 2.selaput dara korban elastis; 3.penis pelaku berukuran kecil; 4.ereksi penis tidak maksimal; dan 5.pada coitus interoptus. e) Pemeriksaan
orifisium
vagina:
Ukuran
orifisium
vagina dengan cara ujung kelingking atau telunjuk dimasukkan dengan hati-hati ke dalam orifisium sampai terasa tepi selaput dara menjepit ujung jari, diberikan tanda pada sarung tangan dan lingkaran pada
Jangan Sakiti Anakku
Page 26
titik tersebut diukur. Ukuran orifisium vagina pada seorang perawan kira-kira 2,5cm, sedangkan ukuran minimal orifisium vagina yang memungkinkan adanya persetubuhan ialah 9 cm. f) Pemeriksaan
frenulum
labiorum
pudenda
dan
commisura labiorum posterior: Diperiksa apakah utuh atau tidak. Bila tidak utuh mungkin merupakan tanda kekerasan. g) Pemeriksaan introitus vagina: Diperhatikan introitus vagina apakah hiperemis atau edema. Kemudian diambil
bahan
untuk
pemeriksaan
sperma
dari
vestibulum dengan kapas lidi. h) Pemeriksaan vagina dan serviks dengan spekulum: Pemeriksaan ini dilakukan bila keadaan alat genital memungkinkan. Perlu diperhatikan ada atau tidak tanda penyakit kelamin. i) Pemeriksaan anus: Pemeriksaan anus perlu dilakukan karena ada kemungkinan terjadi anal sex (penis dimasukan ke dalam lubang anus). Bila terjadi anal sex maka pada pemeriksaan fisik akan didapatkan lubang anus yang hiperemis dan edema. Perlu dilakukan anal swab untuk sampel pemeriksaan laboratorium lebih lanjut.
3)
Pemeriksaan Terhadap Pelaku
Beberapa sumber menyebutkan bahwa sebetulnya pemeriksaan medik terhadap tersangka hanya diperlakukan apabila ia menyangkal dapat melakukan persetubuhan karena impotensi. Ini berkenaan dengan salah satu syarat perkosaan, yaitu terjadinya senggama. Seorang laki-laki yang menderita impotensi tentunya tidak mungkin
Jangan Sakiti Anakku
Page 27
dapat melakukan persetubuhan, sehingga tidak mungkin dituduh melakukan perkosaan. Maka, pemeriksaannya pun hanyalah untuk menentukan adanya penyakit yang dapat menyebabkan impotensi pada pelaku. Namun, ada pula yang menyebutkan bahwa ada 2 pemeriksaan yang dilakukan terhadap pelaku, yaitu:
Pemeriksaan tubuh Untuk
mengetahui
apakah
seorang
pria
baru
melakukan
persetubuhan, dapat dilakukan pemeriksaan ada tidaknya sel epitel vagina pada glans penis. Perlu juga dilakukan pemeriksaan sekret uretra untuk menentukan adanya penyakit kelamin.
Pemeriksaan pakaian Pada pemeriksaan pakaian, catat adanya bercak semen, darah, dan sebagainya. Bercak semen tidak mempunyai arti dalam pembuktian sehingga tidak perlu ditentukan. Darah mempunyai nilai karena kemungkinan berasal dari darah deflorasi. Di sini penentuan golongan darah penting untuk dilakukan. Trace evidence pada pakaian yang dipakai ketika terjadi persetubuhan harus diperiksa. Bila fasilitas untuk pemeriksaan tidak ada, kirim ke laboratorium forensik di kepolisian atau bagian Ilmu Kedokteran Forensik, dibungkus, segel, serta dibuat berita acara pembungkusan dan penyegelan.
4) Pemeriksaan Terhadap Barang Bukti Medik
Pada kasus tindak pidana seksual sering kali dapat ditemukan barang bukti medik berupa bagian-bagian dari tubuh pelaku, antara lain: 1) Sperma atau bercak sperma. Adanya sperma bukan saja membuktikan adanya senggama, tetapi dari sperma itu juga dapat diketahui golongan darah (bagi tipe
Jangan Sakiti Anakku
Page 28
secretor) serta DNA yang akan berguna bagi kepentingan identifikasi pelaku. 2) Rambut kepala Seringkali korban tindak pidana seksual menarik rambut pelaku sebagai perlawanan diri. Oleh karena itu perlu dicari disela-sela jari tangan korban. Dari rambut tersebut dapat diketahui suku bangsa, golongan darah, dan bahkan DNA asalkan pada pangkal dari rambut tersebut ditemukan sel. 3) Rambut kelamin. Rambut kelamin pelaku juga sering ditemukan pada tubuh korban sehingga dapat dimanfaatkan untuk kepentingan identifikasi. 4) Darah. Jika korban mencakar pelaku maka ada kemungkinan di bawah kukunyaditemukan sel-sel darah sehingga dapat dimanfaatkan untuk mengetahui golongan darah serta DNA pelaku. 5) Gigi. Dalam kasus perkosaan mungkin terjadi perlawanan yang mengakitbatkan gigi pelaku tanggal. Dari gigi tersebut dapat diketahui ras, golongan darah, serta DNA. 6) Jejas gigit (bite mark ) dan air liur. Jika pelaku tindak pidana seksual menderita sadism, maka ada kemungkinan dapat ditemukan jejas gigit pada tubuh korban dengan air liur di sekitarnya. Pola jejas gigit tersebut dapat dimanfaatkan
untuk
kepentingan
identifikasi
dengan
cara
mencocokkannya dengan pola jejas gigit dariorang yang diduga sebagai pelakunya.Sedangkan air liur yang ditemukan disekitarnya dapat digunakan untuk mengetahui golongan darah (bagi yang bertipe sekretor) atau DNA sebab di dalam air liur terdapat sel-sel buccal yang lepas.
Jangan Sakiti Anakku
Page 29
5) Pemeriksaan Laboratorium
Pada kasus kekerasan seksual, perlu dilakukan pemeriksaan penunjang sesuai indikasi untuk mencari bukti-bukti yang terdapat pada tubuh korban. Pembuktian persetubuhan yang lain adalah dengan memeriksa cairan mani di dalam liang vagina korban. Dari pemeriksaan cairan mani akan diperiksa sel spermatozoa dan cairan mani sendiri. a.
Penentuan Adanya Sperma
Tujuan : Menentukan adanya sperma Bahan pemeriksaan : Cairan vagina Metoda : 1) Tanpa pewarnaan Satu tetes cairan vaginal ditaruh pada gelas objek dan kemudian ditutup; pemeriksaan dibawah mikroskop dengan pembesaran 500 kali. Hasil yang diharapkan: sperma yang masih bergerak. 2) Dengan pewarnaan Mala chit e-gre en Buat sediaan apus dari cairan vagina pada gelas objek, keringkan di udara, fiksasi dengan api, warnai dengan Mal achite-green1% dalam air, tunggu 10-15 menit, cuci dengan air, warnai dengan Eosin yellowish1% dalam air, tunggu 1 menit, cuci dengan air, keringkan dan diperiksa dibawah mikroskop. a. Hasil yang diharapkan
: Bagian basis kepa la
spe rma berw arna ungu, bagi an hidung merah muda b. Tujuan
: Menentukan adanya
sperma
Jangan Sakiti Anakku
c. Bahan pemeriksaan
: Pakaian
d. Metoda
:
Page 30
Pakaian
yang
mengandung
bercak
diambil sedikit pada bagian tengahnya (konsentrasi
sperma
terutama
di
ba gia n ten gah da ri ber cak ),
Warnai dengan pewarnaan BAEECHI se lama 2 menit,
Cuci dengan HCL 1%,
Dehidrasi dengan alkohol 70%, 85% dan alkohaol absolut,
Bersihkan dengan Xilol,
Keringkan dan letakan pada kertas saring,
Dengan jarum, pakaian yang mengandung bercak diambil benangnya 1- 2 helai,kemudian diurai sampai menjadi serabut-serabut pada gelas objek,
Teteskan canada balsem, ditutup dengan gelas penutup lihat dibawah mikroskop dengan pembesaran 500 kali. Hasil yang diharapkan: Kepala sperma berwama merah, bagian ekor biru
muda;
kepal a
sperma
tampak
menempel pada ser abut-sera but benang. Pembuatan pewarnaan BAEECHI : o
Acid-fuchsin 1 % (1 tetes atau 1 ml)
o
Methylene-blue 1 % (1 tetes atau 1 ml)
o
b.
HCL 1 % (40 tetes atau 40 ml)
Penentuan Adanya Cairan Mani
Reaksi dengan adanya asam fosfatase yang berasal dari mani. Fosfatase asam merupakan enzim yang dikeluarkan oleh kelenjar prostat di dalam cairan semen/mani dan didapatkan pada konsentrasi tertinggi di atas 400 kali dalam mani
Jangan Sakiti Anakku
Page 31
dibandingkan yang mengalir dalam tubuh lain. a. Tujuan : Menentukan adanya air mani (asam fosfatase) b. Bahan pemeriksaan : Cairan vaginal c. Metoda :
Cairan vaginal ditaruh pada kertas Whatman, diamkan sampai kering,
Semprot dengan reagensia,
Perhatikan warna ungu yang timbul dan catat dalam berapa detik warna ungu tersebut timbul. Hasil yang diharapkan: Warna ungu timbul dalam waktu kurang dari 30 detik, berarti asam fosfatase berasal dari prostat, berarti indikasi besar; warna ungu timbul kurang dari 65 detik, indikasi sedang. Pembuatan reagensia: Bahan-bahan yang dibutuhkan; 1) Sodium chloride 23 gram 2) Glacial acetic acid 1/2 ml 3) Sodium acetate trihydrate 2 gram 4) Brentaminefast Blue B 50 mg 5) Sodium alpha naphthyl phosphate 50 mg 6) Aquadest 90 ml 7) Kertas Whatman no. 1 serta alat penyemprot ( spray)
Jangan Sakiti Anakku
Page 32
Bahan No. 1, 2 dan 3 dilarutkan dalam aquadest menjadi larutan buffer dengan pH sekitar 5. Bahan No. 4 dilarutkan dengan sedikit larutan buffer dan kemudian bahan No. 5 dilarutkan dalam sisa buffer. Selanjutnya bahan No 4 yang sudah dilarutkan tersebut dimasukan ke
dalam
larutan sodium
alpha-naphthyl-
phosphate dan dengan cepat disaring dan dimasukkan
ke
dalam
botol
yang
gelap
(reagensia ini bila disimpan dalam lemari es dapat tahan beberapa minggu ). Adapun dasar reaksi ini ialah: asam fosfatase akan men-ghidrolisir alpha naphthyl phosphate dan alpha naphthol yang dibebaskan akan bereaksi dengan Brentamine dan membentuk warna ungu. Tujuan : Menentukan adanya air mani (kristal kholin) Bahan pemeriksaan : Cairan vaginal Metoda : Florence
Cairan vaginal ditetesi larutan yodium
Kristal
yang
terbentuk
dilihat
di
bawah
mikroskop Hasil
yang
diharapkan:Kristal-kristal
kholin-
peryodida tampak berbentuk jarum-jarum yang berwarna coklat. Tujuan : Menentukan adanya air mani (kristal spermin) Bahan pemeriksaan : cairan vaginal
Jangan Sakiti Anakku
Page 33
Metoda
: Berberio
Cairan vaginal ditetesi larutan asam pikrat., kemudian lihat di bawah mikroskop. Hasil yang diharapkan :Kristalkristal spermin pikrat akan berbentuk rhombik atau jarum kompas yang berwarna kuning kehijauan. Tujuan : menentukan adanya air mani Bahan pemeriksaan: pakaian Metoda :
inhibisi asam fosfatase dengan L (+) asam tartrat
-
Pakaian yang diduga mengandung bercak air mani dipotong kecil dan
diekstraksi
dengan beberapa tetes aquades.
-
Pada dua helai kertas saring diteteskan masing¬masing satu tetes ekstrak; kertas saring pertama disemprot dengan reagens 1 ( sod iu m al ph a na ph thy l ph os ph at e dan Brentamine fast blue B, dilarutkan dalam larutan buffer citrat dengan pH. 4,9), yang kedua
disemprot
dengan
reagensia
2
( sodium alpha naphthyl phosphate dan Bre ntamine
fast
blue B,
dilarutkan
dalam larutan yang terdiri dari 9 bagian larutan buffer citrat pH.4,9 dan 1 bagian larutan 0,4 M. L(+) tartaric acid dengan pH.4,9),
-
Bila pada kertas saring pertama timbul warna ungu dalam waktu satu menit, sedangkan pada yang kedua tidak terjadi
Jangan Sakiti Anakku
Page 34
warna
ungu,
maka
dapat
disimpulkan
bahwa bercak pada pakaian vang diperiksa adalah bercak air mani,
-
Bila dalam jangka waktu tersebut warna ungu timbul pada keduanya, maka bercak pada pakaian bukan bercak air mani, asam fosfatase yang terdapat berasal dari sumber lain.
reaksi dengan asam fosfatase
-
Kertas saring yang sudah dibasahi dengan aquades diletakkan pada pakaian atau bahan yang akan di¬periksa selama 5-10 menit, kemudian
kertas
saring
diangkat
dan
dikeringkan,
-
Semprot dengan reagensia, jika timbul warna ungu berarti pakaian atau bahan tersebut mengandung air mani,
-
Bila kertas saring tersebut diletakan pada pakaian atau bahan seperti semula, maka dapat diketahui letak dari air mani pada bahan yang diperiksa.
sinar-UV; visual; taktil dan penciuman
-
Pemeriksaan dengan sinar-UV: bahan yang akan diperiksa ditaruh dalam ruang yang gelap, kemudian disinari dengan sinar ultra violet
bila
terdapat
air
mani,
terjadi
fluoresensi.
-
Pemeriksaan
secara
visual,
taktil
dan
penciuman tidak sulit untuk dikerjakan.
Jangan Sakiti Anakku
Page 35
6)
Pemeriksaan Sexual Tr ansmitted Disease (STD)
Tujuan
:
Menentukan
adanya
kuman
Neisseria
gonorrhoeae (GO) Bahan pemeriksaan : Sekret uretra dan sekret serviks uteri Metoda
: Pewarnaan Gram
Hasil yang diharapkan: kuman Neisseria gonorrhoea. 7) Pemeriksaan Kehamilan
Tujuan
: Menentukan adanya kehamilan
Bahan pemeriksaan : Urin Metoda
:
a. He ma gg lut ina ti on inh ibi ti on tes t (Pregnosticon) b. Agglutination inhibition test (Gravindex ) Hasil yang diharapkan: terjadi aglutinasi pada kehamilan. 8) Penentuan Golongan Darah
Tujuan
: Penentuan golongan darah
Bahan pemeriksaan
: Cairan vaginal yang berisi air mani dan
darah. Metoda
: Serologi (ABO grouping test)
Hasil yang diharapkan : Golongan darah dari air mani berbeda dengan golongan darah dari korban. Pemeriksaan ini hanya dapat dikerjakan bila tersangka pelaku kejahatan termasuk golongan "sekretor" 4.
Penatalaksaanaan kekerasan pada anak
Tata laksana medis, penangananan masalah medis korban diutamakan terhadap keadaan yang mengancam jiwa, apabila perlu
Jangan Sakiti Anakku
Page 36
dilakukan konsultasi pada ahli pencitraan anak, bedah tulang,dan bedah plastik. Tangani luka sesuai dengan prosedur, bila dicurigai terdapat patah tulang, lakukan rontgen dan penanganan yang sesuai, bila dicurigai terdapat perdarahan dalam, lakukan USG atau rujuk. Dengarkan dan beri dukungan pada anak, sesuai panduan konseling, pastikan keamanan anak, periksa dengan teliti, lakukan dan lengkapi rekam medis, dan berikan surat-suratyang diperlukan. Penting untuk dibuatkan VeR bila ada permintaan resmi dari polisi (surat resmi permintaan VeR harus diantarpolisi). Informasikan dengan hati-hati hasil temuan pemeriksaan dan kemungkinan dampak yang terjadi, kepada anak dan keluargaserta rencana tindak lanjutnya.Pada anak yang mempunyaistatus gizi buruk atau kurang diberikan makanan tambahan dankonseling gizi kepada orangtua/keluarga. Tata laksana psikososial, dilakukan penanganan menyeluruh terhadap korban dan keluarganya,serta pelakunya. Tergantung dari berat ringannya masalah anak yang mengalami perlakuan salahfisis oleh orang tuanya. Untuk sementara anakdapat diasuh oleh lembaga perlindungan anakdan orang tua sebagai pelaku harus mendapat terapi psikologis. Masalah sosial dan masyarakatdapat dikurangi dengan bantuan lembaga terkait. Pada kekerasan seksual, penentuan jenis tata laksana dilakukan berdasarkan jenis penganiayaan, usia anak, serta jangka waktu kejadian. Secara medis,terapi antibiotik profilaksis terhadap penyakit menular seksual pada anak yang mengalami perlakuan salah masih kontroversial. Terapi spesifik diberikan apa bila pada pemeriksaan laboratorium
darah
menunjukkan
hasil
yang
positip.
Secara
psikososial, gejala depresi, gangguancemas, gangguan pasca trauma dan gangguan tingkah laku seksual sering dialami anak yang mengalami perlakuan salah seksual sehingga diperlukan penanganan terhadap korban maupun keluarga. Dokter sebagai penyedia pelayanan
Jangan Sakiti Anakku
Page 37
tingkat awal dapat melakukan rujukan ke lembaga perlindungan anak yang mempunyai fasilitas sosiopsikologis. Untuk kekerasan emosional dapat dilakukan terapi psikologis yang merupakan terapiyang banyak diberikan kepada korban maupun pelaku.Dalam hal ini banyak digunakan terapi keluarga danterapi interpersonal.
Jangan Sakiti Anakku
Page 38
BAB III PENUTUP 3.1. Kesimpulan
Jadi jika di lihat dari kejadian kematian pada skenario diagnosis atau kemungkinan penyebab kematian korban lebih mengarah pada kematian karena kekerasan dan kejahatan seksual yang di perbuat oleh ayah tiri si anak. Terlihat dari beberapa bukti yang terdapat pada skenario yaitu adanya tanda-tanda kekerasan dan pelecehan seksual pada anak di skenario. Tapi untuk menegakan diagnosis lebih lanjut perlu di lakukan pemeriksaan kodoktreran forensik.
Jangan Sakiti Anakku
Page 39