LAPORAN PRAKTIKUM
TEKNOLOGI PENGOLAHAN PANGAN I
ACARA II
BAKING/PEMANGGANGAN
KELOMPOK 12
ROMBONGAN 2
Penanggung Jawab:
Nuraini Sari Indah (A1M014031)
KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS PERTANIAN
PURWOKERTO
2016
BAB I. PENDAHULUAN
Latar Belakang
Cookies merupakan salah satu jenis biskuit yang gurih, manis, dan bertekstur renyah. Menurut SNI 01-2973-1992, cookies merupakan salah satu jenis biskuit yang terbuat dari adonan lunak, berkadar lemak tinggi, relatif renyah bila dipatahkan dan penampang potongannya bertekstur padat. Hal ini membuat cookies cukup diminati masyarakat luas, sehingga sering dijadikan sebagai camilan, suguhan untuk tamu, oleh-oleh dan juga hidangan pada saat hari raya. Adonan cookies secara umum terbuat dari tepung terigu, telur, gula, margarin, susu, dan baking powder yang kemudian dicetak dan dipanggang.
Pemanggangan atau baking adalah suatu proses pengolahan yang menggunakan udara sebagai media panas. Pemanggangan menyebabkan produk hasil pemanggangan mengalami perubahan baik secara fisik maupun kimia. Beberapa perubahan yang terjadi pada produk baking diantaranya adalah perubahan warna, aroma, tekstur, serta volume produk.
Tujuan
Praktikum ini bertujuan untuk mengamati perubahan yang terjadi pada produk hasil pemanggangan.
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
Biskuit merupakan produk makanan yang dibuat dari bahan dasar terigu yang dipanggang hingga kadar air kurang dari 5%. Biasanya, resep produk ini diperkaya dengan lemak dan gula serta ditambah bahan pengembang. Cookies merupakan sinonim dengan biskuit yang biasa digunakan di Amerika sedangkan biskuit digunakan di Inggris. Departemen Perindustrian RI dalam hal ini membagi biskuit menjadi 4 kelompok, yaitu biskuit keras, crackers, cookies dan wafer (Koswara, 2006).
Cookies atau kue kering merupakan jenis makanan ringan yang dipanggang. Cookies terbuat dari adonan lunak berkadar lemak tinggi, renyah, dan bila dipatahkan penampang potongannya bertekstur kurang padat. Cookies merupakan salah satu jenis makanan yang banyak disukai oleh sebagian besar masyaraka. Proses pembuatan cookies meliputi adonan (mixing), pencetakan atau pembentukan adonan (forming), dan pemanggangan (baking). Bahan untuk membuat cookies terdiri dari tepung terigu, susu bubuk, gula, margarin, bahan pengembang dan kuning telur (Rosida, 2008).
Tepung terigu merupakan bahan dasar pembuatan cookies yang berasal dari gandum (Rosida, 2008). Tepung terigu yang cocok untuk membuat cookies yaitu tepung terigu berprotein rendah dan sedang (Sutomo, 2008). Kelebihan tepung terigu dibanding tepung lain adalah karena tepung ini mengandung protein yang disebut gliadin dan glutenin yang dapat membentuk gluten bila dicampur dengan air. Protein ini bersifat elastis sehingga berperan dalam menahan gas CO2 yang terbentuk selama proses fermentasi atau pengembangan roti (Pato, 2004). Pati dari tepung terigu juga akan menyerap air dan membentuk adonan bersama gluten. Gluten dan gelatin adalah dua unsur yang sangat penting dalam pembentukan struktur roti (Chan, 2008).
Menurut Rustandi (2011), gandum yang telah diolah menjadi tepung terigu dapat digolongkan menjadi 3 tingkatan yang dibedakan berdasarkan kandungan protein yang dimiliki, yakni :
Hard flour (kandungan protein 12%–14%)
Tepung ini mudah dicampur dan difermentasikan, memiliki daya serap air tinggi, elastis, serta mudah digiling. Jenis tepung ini cocok untuk membuat roti, mie, dan pasta.
Medium flour (kandungan protein 10,5%–11,5%)
Tepung ini cocok untuk membuat adonan dengan tingkat fermentasi sedang, seperti donat, bakso, cake, dan muffin.
Soft flour (kandungan protein 8% –9%)
Tepung ini memiliki daya serap rendah, sukar diuleni, dan daya pengembangan rendah. Tepung ini cocok untuk membuat cookies atau kue kering, biskuit dan pastel.
Penggunaan margarin dalam bidang pangan telah dikenal secara luas, terutama dalam pembuatan roti kue kering yang bertujuan memperbaiki tekstur dan menambah cita rasa pangan. Margarin juga digunakan sebagai bahan pelapis misalnya pada roti yang bersifat plastis dan akan segera mencair di dalam mulut (Faridah, 2008). Margarin termasuk jenis lemak yang memberikan aroma harum sehingga dapat meningkatkan cita rasa. Selain itu, margarin membuat tekstur cookies menjadi lebih lembut dan renyah. Margarin yang terlalu banyak menybabkan cookies melebar saat dipanggang, sedangkan, kurang lemak membuat cookies bertekstur keras dan kasar di mulut (Sutomo, 2008).
Margarin memiliki warna kuning yang berasal dari beta karoten (pro-vitamin A) yang terkandung secara alami pada minyak asalnya. Hal ini menyebabkan semakin tinggi penambahan margarin pada pembuatan cookies, warna kekuningan yang dihasilkan cookies makin tinggi. Margarin juga dapat mempengaruhi daya patah cookies, dimana daya patah makin menurun seiring dengan penambahan margarin yang diberikan. Makin banyak penambahan margarin maka daya patah cookies makin rendah. Kadar air dan kadar lemak memiliki pengaruh terhadap daya patah cookies (Nurani, 2013).
Adanya provitamin A (beta-karoten) memberikan warna kuning pada margarin sehingga jika digunakan dalam proses pengolahan dapat berkontribusi pada pembentukan warna kuning dari produk yang dihasilkan. Semakin tinggi margarin yang digunakan, semakin kuning pula cookies yang dihasilkan. Margarin banyak digunakan dalam proses pengolahan pangan. Margarin digunakan dalam formulasi produk seperti roti, biskuit, kue kering, dimana margarin berfungsi dalam pembentukan tekstur yang lembut dan beraroma (Kusnandar, 2010). Penambahan bahan seperti margarin dan telur yang juga mempengaruhi rasa pada cookies. Kandungan lemak dan protein yang terdapat pada adonan yang cukup dapat membantu meningkatkan rasa dari produk yang dihasilkan (Apriyani, 2011).
Gula merupakan salah satu bahan yang digunakan dalam pembuatan cookies. Jumlah gula yang digunakan biasanya berpengaruh terhadap tesktur dan penampilan cookies. Fungsi gula dalam proses pembuatan cookies selain sebagai pemberi rasa manis, juga berfungsi memperbaiki tesktur dan memberikan warna pada permukaan cookies. Meningkatnya kadar gula di dalam adonan cookies akan mengakibatkan cookies menjadi semakin keras. Adanya gula menyebabkan waktu proses pembakaran harus sesingkat mungkin agar tidak hangus karena sisa gula yang masih terdapat dalam adonan dapat mempercepat proses pembentukan warna (Subagjo, 2007).
Penggunaan gula pada produk bakeri ditujukan untuk memberi rasa manis, menyediakan makananan bagi ragi dalam fermentasi, membantu dalam pembentukan krim dari campuran, memperbaiki tekstur produk, membantu mempertahankan air sehingga memperpanjang kesegaran, menghasilkan kulit (crust) yang baik dan menambah nilai nutrisi pada produk roti. Penambahan gula dapat mambantu penyebaran dan rekahan struktur kue, selain itu gula juga menimbulkan warna kecokelatan yang disebabkan oleh reaksi Maillard (Wahyudi, 2003).
Telur berfungsi mengikat bahan lain, membangun struktur kue, melembapkan, memberi rasa gurih, dan meningkatkan nilai gizi. Sifat putih telur adalah mengeraskan adonan, sedangkan kuning telur memberi efek empuk, merapuhkan, dan meningkatkan cita rasa (Sutomo, 2006). Kuning telur yang digunakan pada pembuatan cookies berfungsi sebagai emulsifier, yang mengandung lesitin yang berperan menghasilkan cookies yang lebih empuk dari pada menggunakan seluruh bagian telur. Selain itu, kuning telur dapat membantu menyebarkan lemak ke seluruh bagian adonan dan memperbaiki tekstur (Rosida, 2008).
Susu pada pembuatan cookies berfungsi untuk memperbaiki cita rasa, warna, menahan penyerapan air, sebagai bahan pengisi, dan meningkatkan nilai gizi cookies. Protein dalam susu dapat mengikat air sehingga membuat adonan menjadi lebih kuat dan lengket (Warintek, 2009). Susu skim memiliki aroma khas kuat dan sering digunakan pada pembuatan cookies. Susu skim merupakan bagian susu yang mengandung protein paling tinggi yaitu sebesar 36,4%. Susu skim berfungsi memberikan aroma, memperbaiki tesktur dan warna pada permukaan cookies. Laktosa yang terkandung di dalam susu skim merupakan disakarida pereduksi, yang jika berkombinasi dengan protein melalui reaksi maillard dan adanya proses pemanasan akan memberikan warna cokelat menarik pada permukaan cookies setelah dipanggang (Farida, 2008).
Tepung ampas kelapa dapat digunakan sebagai bahan substitusi berbagai produk pangan, diantaranya cookies (kue kering), nugget, lumpia, roti, brownies dan lain-lain (Putri, 2010). Tepung kelapa merupakan tepung yang terbuat dari ampas kelapa hasil samping pembuatan santan. Ampas kelapa yang dulu hanya dijadikan sebagai pakan ternak, kini dapat dijadikan sebagai salah satu bahan substitusi pada pembuatan cookies (Rosida, 2008).
Kacang-kacangan sering digunakan sebagai campuran adonan. Selain bercita rasa gurih, kacang meningkatkan nilai gizi. Kacang yang digunakan biasanya adalah kacang tanah, kacang mete, kacang almon, walnut, hazelnut, pistachio, dan kenari. Kacang yang digunakan haru berkualitas baik yang dapat dicirikan dengan bentuk yang utuh, bersih, tidak tengik, dan tidak berkutu (Sutomo, 2008).
Baking powder dapat meningkatkan kerenyahan, mengendalikan penyebaran dan pengembangan, membuat kue lebih lebar, berpori-pori kecil, serta membuat kue kering lebih ringan. Penambahan yang berlebihan menyebabkan kue terlalu mengembang, berwarna keabu-abuan, serta rasa yang getir dan pahit (Sutomo, 2008). Semakin meningkatnya penambahan baking powder akan menurunkan kadar air cookies. Hal ini dikarenakan ketika proses pemanggangan, baking powder ketika bertemu dengan air dan panas akan menghasilkan gas CO2 sehingga terbentuk rongga-rongga udara dan terjadi penguapan air (Rahmawati, 2015).
Proses pembuatan cookies meliputi adonan (mixing), pencetakan atau pembentukan adonan (forming), dan pemanggangan (baking) (Rosida, 2008).
Tujuan utama pencampuran yaitu mendapatkan adonan yang homogen. Proses ini akan mempengaruhi keseragaman rata, tekstur, dan warna kue. Bahan-bahan yang berbentuk lebih cair harus dicampurkan terlebih dahulu. Setelah teraduk sempurna, kemudian tepung dimasukkan ke dalam adonan secara perlahan-lahan. Lama pengadukan dan teknik pengadukan juga harus diperhatikan. Pengadukan menggunakan alat pengaduk elektrik akan mempermudah dan mempercepat proses pengadukan. Pengadukan dilakukan sampai adonan teraduk sempurna yang ditandai dengan penampakan yang seragam (Suryani, 2006).
Proses pencetakkan bertujuan untuk memberikan bentuk pada adonan sesuai dengan keinginan. Kekentalan adonan harus selalu diperhatikan. Adonan yang terlalu encer atau kering akan menyulitkan proses pencetakkan yang menyebabkan bentuk kue menjadi tidak sempurna (Suryani, 2006).
Pemanggangan atau baking pada kue biasanya dilakukan menggunakan oven. Pemanggangan menggunakan oven dapat mempermudah pengaturan suhu, selain itu oven juga lebih bersih dan higienis. Beberapa hal yang perlu diperhatikan pada proses pemanggangan adalah cara pemanggangan, lama pemanggangan, serta suhu yang digunakan. Kue kering atau cookies umumnya dipanggang pada suhu berkisar 150-180°C. Suhu oven harus dinaikkan secara bertahap agar mendapatkan hasil yang optimal. Komposisi bahan dan ukuran kue juga harus diperhatikan dalam menentukan suhu dan lama pemanggangan dalam oven. Kue yang mengandung banyak gula pada umumnya akan cepat mengalami kegosongan sehingga tidak boleh dipanggang pada suhu yang terlalu tinggi. Lama pemanggangan kue dengan ukuran tipis harus dibedakan dengan kue yang lebih tebal (Suryani, 2006).
BAB III. METODE
Alat dan Bahan
Alat:
Baskom
Wadah plastik
Oven
Loyang
Cetakan kue
Penggaris
Gunting
Kaleng
Bahan:
Terigu
Margarin
Gula halus
Kuning telur
Susu skim
Tepung kelapa
Pasta kacang
Baking powder
Formula cookies:
No.
Bahan
Formula cookies (g)
A
B
C
D
E
F
1
Terigu
125
125
125
125
125
125
2
Margarin
100
50
100
50
100
50
3
Gula halus
100
100
100
100
100
100
4
Kuning telur
1
1
1
1
1
1
5
Susu skim
10
10
10
10
10
10
6
Tepung kelapa
-
-
75
75
-
-
7
Pasta kacang
-
-
-
-
75
75
8
Baking powder
0,5
0,5
0,5
0,5
0,5
0,5
Prosedur
Hasil pengamatan dari keenam formula kue dibandingkan.Margarin dan gula halus dimasukkan ke dalam baskom, kemudian diaduk dan dicampur hingga merata.Kuning telur dan pasta kacang ditambahkan ke formula E dan F, kemudian diaduk kembali.Terigu, susu skim, dan baking powder ditambahkan ke dalam adonan dan diaduk perlahan. Formula C dan D ditambah dengan tepung kelapa.Adonan yang telah merata, dicetak sesuai selera. Kemudian hasil cetakan diletakkan di loyang.Sebelum dipanggang, dilakukan pengamatan warna, tekstur, aroma, diameter, dan ketebalan adonan yang telah dicetak.Adonan dipanggang dalam oven. Setelah kue matang, kue didinginkan dan kembali dilakukan pengamatan warna, tekstur, aroma, diameter, dan ketebalan kue.
Hasil pengamatan dari keenam formula kue dibandingkan.
Margarin dan gula halus dimasukkan ke dalam baskom, kemudian diaduk dan dicampur hingga merata.
Kuning telur dan pasta kacang ditambahkan ke formula E dan F, kemudian diaduk kembali.
Terigu, susu skim, dan baking powder ditambahkan ke dalam adonan dan diaduk perlahan. Formula C dan D ditambah dengan tepung kelapa.
Adonan yang telah merata, dicetak sesuai selera. Kemudian hasil cetakan diletakkan di loyang.
Sebelum dipanggang, dilakukan pengamatan warna, tekstur, aroma, diameter, dan ketebalan adonan yang telah dicetak.
Adonan dipanggang dalam oven.
Setelah kue matang, kue didinginkan dan kembali dilakukan pengamatan warna, tekstur, aroma, diameter, dan ketebalan kue.
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Formula A
Sampel
Para-
meter
Waktu
Pengamatan
1
2
3
4
5
Warna
Sebelum
Putih kekuningan
Putih kekuningan
Putih kekuningan
Putih kekuningan
Putih kekuningan
Sesudah
Cokelat terang
Cokelat terang
Cokelat
Cokelat tua
Cokelat kehitaman
Aroma
Sebelum
Aroma margarin
Aroma margarin
Aroma margarine
Aroma margarin
Aroma margarin
Sesudah
Aroma margarin
Aroma margarin
Aroma margarine
Aroma margarin
Aroma margarin
Tekstur
Sebelum
Lembek
Lembek
Lembek
Lembek
Lembek
Sesudah
Renyah
Renyah
Renyah
Renyah
Renyah
Diameter
Sebelum
2,40 cm
2,15 cm
2,20 cm
2,15 cm
2,10 cm
Sesudah
2,95 cm
2,40 cm
2,85 cm
2,50 cm
2,50 cm
Ketebalan
Sebelum
0,50 cm
0,60 cm
0,70 cm
0,45 cm
0,50 cm
Sesudah
0,41 cm
0,42 cm
0,43 cm
0,30 cm
0,41 cm
Formula B
Sampel
Para-
meter
Waktu
Pengamatan
1
2
3
4
5
Warna
Sebelum
Kuning keputihan
Kuning keputihan
Kuning keputihan
Kuning keputihan
Kuning keputihan
Sesudah
Kuning keputihan
Kuning kecokelatan
Kuning kecokelatan
Cokelat
Cokelat
Aroma
Sebelum
Aroma tepung
Aroma tepung
Aroma tepung
Aroma tepung
Aroma tepung
Sesudah
Aroma tepung
Aroma tepung
Aroma tepung
Aroma tepung
Aroma tepung
Tekstur
Sebelum
Sedikit rapuh
Sedikit rapuh
Sedikit rapuh
Sedikit rapuh
Sedikit rapuh
Sesudah
Keras
Keras
Keras
Keras
Keras
Diameter
Sebelum
2,83 cm
2,83 cm
2,73 cm
2,76 cm
2,83 cm
Sesudah
2,93 cm
3 cm
2,9 cm
2,93 cm
2,9 cm
Ketebalan
Sebelum
0,45 cm
0,40 cm
0,45 cm
0,45 cm
0,50 cm
Sesudah
0,6 cm
0,5 cm
0,5 cm
0,5 cm
0,6 cm
Formula C
Sampel
Para-
meter
Waktu
Pengamatan
1
2
3
4
5
Warna
Sebelum
Putih kekuningan
Putih kekuningan
Putih kekuningan
Putih kekuningan
Putih kekuningan
Sesudah
Agak cokelat
Agak cokelat
Cokelat
Cokelat
Cokelat
Aroma
Sebelum
Aroma gurih kelapa
Aroma gurih kelapa
Aroma gurih kelapa
Aroma gurih kelapa
Aroma gurih kelapa
Sesudah
Aroma gurih kelapa panggang
Aroma gurih kelapa panggang
Aroma gurih kelapa panggang
Aroma gurih kelapa panggang
Aroma gurih kelapa panggang
Tekstur
Sebelum
Padat remah
Padat remah
Padat remah
Padat remah
Padat remah
Sesudah
Agak renyah
Agak renyah
Agak renyah
Agak renyah
Agak renyah
Diameter
Sebelum
2,75 cm
2,75 cm
2,75 cm
2,75 cm
2,75 cm
Sesudah
2,75 cm
2,75 cm
2,70 cm
2,55 cm
2,70 cm
Ketebalan
Sebelum
1 cm
1 cm
0,8 cm
0,9 cm
1,2 cm
Sesudah
1,1 cm
1,3 cm
1,1 cm
1 cm
1,2 cm
Formula D
Sampel
Para-
Meter
Waktu
Pengamatan
1
2
3
4
5
Warna
Sebelum
Putih kekuningan
Putih kekuningan
Putih kekuningan
Putih kekuningan
Putih kekuningan
Sesudah
Putih kekuningan
Kuning kecokelatan
Kuning kecokelatan
Kuning kecokelatan
Kuning kecokelatan
Aroma
Sebelum
Aroma khas kelapa
Aroma khas kelapa
Aroma khas kelapa
Aroma khas kelapa
Aroma khas kelapa
Sesudah
Aroma kelapa berkurang
Aroma kelapa berkurang
Aroma kelapa berkurang
Aroma kelapa berkurang
Aroma kelapa berkurang
Tekstur
Sebelum
Remah
Remah
Remah
Remah
Remah
Sesudah
Keras
Keras
Keras
Keras
Keras
Diameter
Sebelum
2,67 cm
2,67 cm
2,67 cm
2,67 cm
2,73 cm
Sesudah
2,47 cm
2,6 cm
2,53 cm
2,63 cm
2,53 cm
Ketebalan
Sebelum
1,1 cm
0,8 cm
0,9 cm
0,8 cm
0,7 cm
Sesudah
0,8 cm
0,7 cm
0,6 cm
0,6 cm
0,7 cm
Formula E
Sampel
Para-
meter
Waktu
Pengamatan
1
2
3
4
5
Warna
Sebelum
Cokelat muda
Cokelat muda
Cokelat muda
Cokelat muda
Cokelat muda
Sesudah
Cokelat terang
Cokelat agak gelap
Cokelat gelap
Cokelat sangat gelap
Cokelat gelap
Aroma
Sebelum
Aroma kacang
Aroma kacang
Aroma kacang
Aroma kacang
Aroma kacang
Sesudah
Aroma kacang berkurang
Aroma kacang berkurang
Aroma kacang berkurang
Aroma kacang berkurang
Aroma kacang berkurang
Tekstur
Sebelum
Padat
Padat
Padat
Padat
Padat
Sesudah
Renyah
Renyah
Renyah
Renyah
Renyah
Diameter
Sebelum
2,4 cm
2,4 cm
2,4 cm
2,4 cm
2,4 cm
Sesudah
2,5 cm
2,5 cm
2,5 cm
2,4 cm
2,5 cm
Ketebalan
Sebelum
0,5 cm
0,2 cm
0,3 cm
0,3 cm
0,25 cm
Sesudah
0,6 cm
0,45 cm
0,4 cm
0,5 cm
0,5 cm
Formula F
Sampel
Para-
meter
Waktu
Pengamatan
1
2
3
4
5
Warna
Sebelum
Cokelat muda
Cokelat muda
Cokelat muda
Cokelat muda
Cokelat muda
Sesudah
Cokelat
Cokelat
Cokelat
Cokelat tua
Cokelat sangat tua
Aroma
Sebelum
Aroma kacang sedikit
Aroma kacang sedikit
Aroma kacang sedikit
Aroma kacang sedikit
Aroma kacang sedikit
Sesudah
Aroma kacang
Aroma kacang sedikit
Aroma kacang kuat
Aroma kacang kuat
Aroma kacang
Tekstur
Sebelum
Agak keras
Agak keras
Agak keras
Agak keras
Agak keras
Sesudah
Renyah
Agak renyah
Renyah
Renyah
Agak renyah
Diameter
Sebelum
2,40 cm
2,35 cm
2,35 cm
2,35 cm
2,30 cm
Sesudah
2,40 cm
2,35 cm
2,35 cm
2,35 cm
2,35 cm
Ketebalan
Sebelum
0,4 cm
0,5 cm
0,4 cm
0,4 cm
0,4 cm
Sesudah
0,4 cm
0,5 cm
0,5 cm
0,4 cm
0,4 cm
Pembahasan
Baking atau pemanggangan adalah suatu jenis pengolahan yang medium panasnya berupa udara. Pemanggangan dapat dilakukan dengan menggunakan oven. Baking menyebabkan terjadinya perubahan pada produk dalam hal warna, aroma, rasa, tekstur, dan volume produk. Selain itu, proses baking mengakibatkan produk menjadi lebih tahan lama karena terjadinya penurunan aw yang menyebabkan pertumbuhan mikroba terhambat. Salah satu produk baking adalah cookies atau kue kering yang secara umum terbuat dari tepung terigu, telur, gula, susu, margarin, dan baking powder.
Percobaan kali ini menguji perubahan yang terjadi pada produk hasil pemanggangan berupa cookies yang terbuat dari enam jenis formula. Keenam formula yaitu formula A, B, C, D, E, dan F terbuat dari 125 g terigu, 100 g gula halus, 1 butir kuning telur, 10 g susu skim, dan 0,5 g baking powder. Bahan yang membedakan keenam formula tersebut adalah margarin, tepung kelapa, dan pasta kacang. Formula A, C, dan E diberi penambahan 100 g margarin, sedangkan formula B, D, dan F diberi penambahan 50 g. Tepung kelapa sebanyak 75 g ditambahkan ke dalam formula C dan D, kemudian pasta kacang sebanyak 75 g ditambahkan ke dalam formula E dan F.
Percobaan diawali dengan pencampuran bahan-bahan adonan gula seperti margarin dan gula halus. Kemudian ditambahkan dengan kuning telur dan pasta kacang untuk formula E dan F. Berikutnya dimasukkan tepung terigu, susu skim, baking powder dan tepung kelapa pada formula C dan D, lalu diikuti dengan pengadukan kembali. Teknik pencampuran seperti ini dilakukan agar adonan yang dihasilkan dapat bersifat homogen. Adonan yang telah homogen lalu dicetak sesuai dengan keinginan. Sebanyak 5 cookies dijadikan sampel dari tiap perlakuan yang diamati sebelum dan sesudah pemanggangan dari segi sensoris dan ukuran. Setelah itu, adonan dipanggang mengunakan oven.
Sifat sensori antara cookies A dan B setelah pemanggangan menunjukkan perbedaan. Cookies A dan B merupakan cookies yang berbeda formula pada jumlah penambahan margarin, yaitu cookies A sebanyak 100 g dan cookies B 50 g. Sifat sensoris kedua cookies pun berbeda. Cookies A bersifat lebih beraroma margarin, dan bertekstur renyah, dan gurih, sedangkan cookies B bersifat lebih beraroma tepung, bertekstur lebih keras dan kurang gurih. Aroma margarin dan tingkat kegurihan pada cookies A yang lebih tinggi dibanding cookies B disebabkan karena penambahan margarin pada cookies A lebih banyak. Penambahan ukuran volume (melalui penambahan diameter dan ketebalan) setelah pemanggangan pada cookies A cenderung lebih signifikan dibanding cookies B. Kedua hal ini sesuai dengan pernyataan Sutomo (2008) bahwa margarin yang terlalu banyak menyebabkan cookies melebar saat dipanggang, sedangkan, kurangnya lemak (kurang margarin) dapat membuat cookies bertekstur keras dan kasar di mulut. Menurut Nurani (2013), semakin tinggi penambahan margarin pada pembuatan cookies, warna kekuningan yang dihasilkan cookies akan makin tinggi. Namun, cookies A cenderung berwarna lebih cokelat dibanding cookies B. Hal ini tidak terjadi kesesuaian dengan pernyataan Nurani yang kemungkinan disebabkan karena peletakkan cookies yang berbeda pada loyang, sehingga panas yang diterima kedua jenis cookies berbeda dan tingkat kematangan pun berbeda.
Cookies C dan D merupakan cookies yang diberi penambahan tepung kelapa sebanyak 75 g dan penambahan jumlah margarin yang berbeda. Cookies C diberi margarin sebanyak 100 g, dan cookies D sebanyak 50 g. Setelah pemanggangan, warna cookies C dan D cenderung memiliki aroma khas kelapa yang gurih, bertekstur lebih remah dan berwarna lebih putih dibanding cookies A dan B yang disebabkan adanya penambahan tepung kelapa. Tekstur yang lebih remah disebabkan karena tepung kelapa mengandung serat yang tinggi. Penambahan ukuran volume cookies C dan D cenderung tidak signifikan dibanding dengan cookies A dan B. Menurut Rosida (2008), penambahan tepung ampas kelapa akan menurunkan daya kerja gluten dalam tepung terigu sehingga adonan menjadi kurang elastis dan daya kembangnya menurun. Perbedaan sifat sensori antara cookies C dan D pun berbeda. Cookies D bersifat lebih keras dibandingkan dengan cookies C. Hal ini disebabkan karena penambahan margarin pada cookies C lebih banyak. Warna cookies C lebih gelap dibanding cookies D setelah pemanggangan. Hal ini tidak sesuai dengan pernyataan Kusnandar (2010) bahwa penambahan margarin yang semakin banyak akan menghasilkan cookies yang semakin kuning. Perbedaan juga ditemukan pada penambahan volume antara cookies C dan D. Cookies C tidak mengalami perubahan dan beberapa sampel diantaranya mengalami penyusutan yang tidak terlalu signifikan. Sedangkan cookies D cenderung mengalami penyusutan pada semua sampel. Kedua hal ini tidak sesuai dengan pernyataan literatur bahwa pemanggangan (baking) menyebabkan cookies mengembang (Affandi, 2007). Hal ini disebabkan karena kurang sesuainya perbandingan margarin dengan tepung (terigu dan kelapa), sehingga margarin kurang mampu menyatukan seluruh adonan (masih berbentuk remahan) dan membuat cookies menyusut saat pemanggangan.
Formula E dan F ditambahkan pasta kacang sebanyak 75 g dalam adonan. Perbedaan antara kedua formula ini juga terletak pada margarine yang ditambahkan. Penambahan margarin pada formula E yaitu sebanyak 100 g, sedangkan, formula F sebanyak 50 g. Pasta kacang yang ditambahkan pada adonan juga memberikan perubahan sifat sensori cookies. Cookies yang diberi penambahan pasta kacang memiliki warna yang paling gelap diantara formula cookies lain. Hal ini disebabkan karena pasta kacang berwarna cokelat tua, sehingga cookies yang dihasilkan berwarna lebih gelap. Cookies E cenderung berwarna lebih terang dibanding cookies F akibat penambahan margarin pada formula E yang lebih banyak. Menurut Kusnandar (2010), penambahan margarin yang semakin banyak akan menyebabkan cookies berwarna lebih kuning. Cookies E dan F memiliki aroma khas kacang dan bertekstur yang lebih renyah dibanding cookies A dan B. Pasta kacang mengandung lemak yg yang tinggi, sehingga formula E dan F berkadar lemak lebih tinggi dibanding formula lain. Kadar lemak tinggi mengakibatkan tekstur cookies E dan F sangat renyah. Cookies E mengalami pengembangan volume yang tidak terlalu signifikan pada saat pemanggangan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Sutomo (2008), bahwa lemak yang tinggi akan membuat cookies lebih mengembang. Sebaliknya, cookies F cenderung tidak mengalami pengembangan volume yang kemungkinan disebabkan karena ketebalan adonan terlalu tipis, sehingga hanya terjadi sedikit pengembangan volume.
BAB V. PENUTUP
Kesimpulan
Pemanggangan menyebabkan terjadinya perubahan sifat pada produk cookies. Cookies yang dipanggang akan mengalami pencokelatan dan pengembangan volume. Sifat sensori cookies juga dipengaruhi oleh bahan yang digunakan. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa penambahan margarin yang lebih banyak akan membuat cookies menjadi lebih renyah seperti yang terjadi pada formula A, C, dan E. Penambahan tepung kelapa pada cookies formula C dan D menyebabkan cookies beraroma kelapa, bertekstur lebih remah dan berwarna lebih putih. Sedangkan, penambahan pasta kacang pada formula E dan F menyebabkan tekstur lebih renyah dan warna cookies menjadi lebih gelap.
Saran
Praktikan sebaiknya tidak berbicara dan menggunakan asesoris seperti gelang, cincin dan jam tangan pada saat mengadoni bahan agar sanitasi produk tetap terjaga.
Suhu dan waktu pemanggangan harus selalu dikontrol agar menghasilkan produk yang berkualitas.
Letak dan posisi loyang harus dirolling agar kematangan cookies merata.
Ukuran (ketebalan) cookies sebaiknya disamakan agar waktu pematangan seragam.
DAFTAR PUSTAKA
Affandi, Idham. 2007. Menyusun SOP Pembuatan Cookies untuk Skala Laboratorium di PT Arnott's, Indonesia. Skripsi. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Apriyani, R. N. N., Setyadit, dan M. Arpah. 2011. Karakterisasi Empat Jenis Umbi Talas Varian Mentega, Hijau, Semir, dan Beneng Serta Tepung yang Dihasilkan dari Keempat Varian Umbi Talas. Jurnal Ilmu Pangan. Vol 1(1): 5-6.
Chan, L.A. 2008. Panduan Wirausaha Roti Modern. Jakarta: PT. AgroMedia Pustaka.
Faridah, A, dkk. 2008. PATISERI JILID I untuk SMK. Jakarta : Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan, Derektorat Jendral Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah, Departemen Pendidikan Nasional.
Koswara, Sutrisno. 2006. Krekers dan Cookies. Web: http://www.ebookpangan.com/ARTIKEL/Krekers dan Cookies. pdf. Diakses tanggal 24 Desember 2015.
Kusnandar, F. 2010. Kimia Pangan Komponen Makro Seri 1. Jakarta: Dian Rakyat.
Nurani, S. 2013. Pemanfaatan Tepung Kimpul (Xanthosoma sagittifolium) sebagai Bahan Baku Cookies (Kajian Proporsi Tepung dan Penambahan Margarin). Jurnal Pangan dan Agroindustri. Vol. 2(2): 50-58.
Pato, U dan Yusmarini. 2004. Gizi Dan Pangan. Pekanbaru: UNRI Press.
Putri, Meddiati Fajri. 2010. Tepung Ampas Kelapa pada Umur Panen 11-12 Bulan Sebagai Bahan Pangan Sumber Kesehatan. Jurnal Kompetensi Teknik. Vol 1(2): 97 – 105.
Rahmawati, Wenny Ayu dan Fithri Choirun Nisa. 2015. Fortifikasi Kalsium Cangkang Telur pada Pembuatan Cookies (Kajian Konsentrasi Tepung Cangkang Telur dan Baking Powder). Jurnal Pangan dan Agroindustri. Vol 3(3): 1050 – 1061.
Rosida, T. Susilowati, dan D. A. Manggarani. 2008. Pembuatan Cookies Kelapa. Jurnal Teknologi Pangan. Vol 2(1) : 59 – 65.
Rustandi, Deddy. 2011. Produksi Mie. Solo: Tiga Serangkai.
SNI. 1992. Standar Nasional Indonesia Biskuit (SNI 01-2973-1992). Jakarta: Dewan Standarisasi Nasional.
Subagjo, A. 2007. Manajemen Pengolahan Roti dan Kue. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Suryani, Ani, Encep Hidayat, Dida Sadyaningsih, dan Erliza Hambali. 2006. Bisnis Kue Kering. Bogor: Penebar Swadaya.
Sutomo, Budi. 2008. Sukses Wirausaha Kue Kering. Jakarta: Kriya Pustaka.
Wahyudi. 2003. Memproduksi Roti. Jakarta: Direktorat Pendidikan Menengah Kejuruan, Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Departemen Pendidikan Nasional.
Warintek. 2009. Cookies (Kue Kering). Jurnal Tekno Pangan dan Agroindustri. Vol 1(7) : 95-97.
LAMPIRAN
No.
Gambar
Keterangan
1
Bahan cookies formula D
2
Bahan cookies formula B
3
Penambahan margarin
4
Pencampuran margarin dan gula halus
5
Pemisahan kuning telur dan putih telur
6
Penambahan tepung kelapa pada formula C
7
Perataan adonan formula C sebelum dicetak
8
Perataan adonan formula A sebelum dicetak
9
Pencetakan adonan formula B
10
Hasil cetakan adonan formula A
11
Hasil cetakan adonan formula F, C, A, B dan D
12
Peletakkan hasil adonan pada loyang
13
Pemanggangan cookies
14
Cookies setelah pemanggangan
15
Cookies formula C setelah pemanggangan
16
Cookies formula F setelah pemanggangan