KELARUTAN PROTEIN
Angga Rachmad Saputra (A1M011017)
ABSTRAK Protein merupakan sumber gizi utama, yaitu sebagai sumber asam amino esensial. Di samping sebagai sumber gizi, protein dari sumber yang berbeda akan memiliki sifat fungsional tertentu yang dapat berpengaruh pada karakteristik produk. Sifat fungsional protein dalam pangan diantaranya yaitu kelarutan protein. Kelarutan suatu protein dapat dipengaruhi oleh suhu, pH, kekuatan ionik dan pelarut organik. Praktikum ini dilakukan untuk mengetahui kelarutan protein yaitu protein yang terdapat pada albumin apakah terbentuk endapan atau padatan karena pengaruh pemanasan, pengaruh garam netral, dan pengaruh pelarut organik. Pada kelarutan pr otein karena pengaruh pemanasan diberi perlakuan pemanasan sampa i suhu 40°C, 40 °C, 70°C, dan 90°C 90 °C serta tanpa pemanasan atau sebagai kontrol. Kelarutan protein karena pengaruh garam netral diberi perlakuan dengan menambahkan 1 ml larutan garam netral kosentrasi tinggi (80%) dan 1 ml larutan garam netral konsentrasi rendah (5%). Sedangkan kelarutan protein karena pengaruh pelarut organik diberi perlakuan dengan menambahkan etanol 95-96% sebanyak 0,5 ml dan 1 ml. Pada pemanasan dengan suhu 70°C dan 90°C albumin terjadi denaturasi dan terbentuk padatan. Albumin yang ditambah dengan garam netral (amonium sulfat) akan mengalami salting out (mengendap adanya garam). Sedangkan albumin yang ditambah dengan etanol 95-96%, terbentuk padatan karena protein albumin mengalami denaturasi. denaturasi. Kata kunci: kelarutan protein, denaturasi
PENDAHULUAN
Protein merupakan suatu zat makanan yang sangat penting bagi tubuh karena zat ini berfungsi sebagai sumber energi dalam tubuh serta sebagai zat pembangun dan pengatur. Protein adalah polimer dari asam amino yang dihubungkan dengan ikatan peptida. Molekul protein mengandung unsur-umsur C, H, O, N, P, S, dan terkadang mengandung unsur logam seperti besi dan tembaga (Winarno, 1992). Protein merupakan sumber gizi utama, yaitu sebagai sumber asam amino esensial. Di samping sebagai sumber gizi, protein dari sumber yang berbeda akan memiliki sifat fungsional tertentu yang dapat berpengaruh pada karakteristik produk. Sifat fungsional protein dalam pangan menurut Kinsella dan Srinivasan (1981) adalah kelarutan, penyerapan air dan pengikatan air, kekentalan, gelasi, kohesi-adhesi, elastisitas, emulsifikasi, penyerapan lemak, pengikatan cita rasa, dan pembentukan pembentukan buih.
Kelarutan protein adalah persen dari total protein yang terdapat di dalam bahan pangan yang dapat diekstrak oleh atau larut dalam air pada kondisi tertentu. Jenis-jenis protein, seperti albumin, globulin, globulin, prolamin, dan glutelin dapat larut dalam air, larutan garam encer, 60-80% alkohol alifatik, dan 0,2% NaOH. Kelarutan protein ditentukan oleh sifat ionisasi asam aminonya di dalam larutan, dimana asam amino dapat bersifat asam atau basa. Sifat kelarutan protein tergantung pada jenis dan komposisi asam amino penyusun protein, jenis pelarut, pH, konsentrasi dan muatan ion, serta suhu (Kusnandar, 2011). Kelarutan
suatu
protein
adalah
manifestasi
thermodinamik
dari
keseimbangan antara interaksi protein-protein dan interaksi protein-solvent (pelarut). Interaksi utama yang mempengaruhi sifat-sifat kelarutan protein adalah interaksi hidrofobik dan interaksi ionik yang masing-masing mendorong terjadinya interaksi-interaksi protein (menyebabkan penurunan kelarutan) dan interaksi protein-aair (kelarutan meningkat). Albumin adalah termasuk kelompok protein globular, yaitu memiliki struktur molekul bulat atau spherical. Albumin larut dalam air yang netral, tidak larut dalam larutan garam , memiliki berat molekul yang relatif rendah, dan mudah terkoagulasi oleh panas. Contohnya albumin (putih telur), laktalbumin, dan serum albumin (protein dalam susu), leucosin (serealia), dan legumelin (kacangkacangan). Protein dapat mengalami suatu proses yang dikenal sebagai denaturasi, jika struktur sekundernya berubah tetapi struktur primernya tetap. Bentuk molekulnya mengalami perubahan, biasanya karena terpecah atau terbentuknya ikatan – ikatan silang tanpa mengganggu urutan asam aminonya. Proses ini biasanya tidak dapat berlangsung balik (“irreversible”), sehingga tidak mungkin untuk mendapatkan kembali struktur asal protein, menjadi lebih sukar larut dan makin kental, keadaan ini disebut koagulasi. koagulasi. Koagulasi dapat ditimbulkan dengan cara 1. Dengan pemanasan Banyak protein mengkoagulasi jika dipanaskan. Misalnya, jika telur dimasak, protein dalam bagian putih dan kuning telur mengkoagulasi. Protein dalam putih
telur mengkoagulasi lebih awal, pada suhu 60 oC dan bagian kuning pada suhu antara 65oC dan 68 oC. koagulasi ini digunakan secara meluas dalam penyiapan penyiapan berbagai jenis masakan seperti puding telur dan cake sepon. 2. Dengan asam Jika susu menjadi asam, bakteri dalam susu memfermentasi laktosa menghasilkan asan laktat. Derajat keasaman menurun menyebabkan protein susu, yaitu kasein, mengkoagulasi. Starter (bibit awal) yang digunakan dalam pembuatan beberapa susu olahan seperti yogurt dan keju terdiri atas bakteri yang memfermentasi laktosa. Asam laktat, yang dihasilkan oleh bakteri adalah penyebab koagulasi atau “penjendalan” susu sehingga berbentuk dadih (“curd”). 3. Dengan perlakuan mekanis. Perlakuan mekanis seperti mengocok putih telur
menyebabkan terjadinya
koagulasi parsial pada protein. Ini digunakan dalam penyiapan makanan seperti dalam pembuatan “meringue” ( sejenis kembang gula dengan putih telur). 4. Penambahan garam Garam – Garam – garam garam tertentu seperti natrium klorida, dapat mengkoagulasikan protein. Jika garam ditambahkan pada air yang digunakan untuk merebus telur, putih telurnya tidak akan hilang jika kulit telurnya pecah. Dalam pembuatan keju, garam sering ditambahkan pada dadih untuk mengeraskan dan juga menekan pertumbuhan mikroorganisme. Apabila bagian putih telur dari telur ayam difraksionasi dengan cara penambahan amonium sulfat , sejumlah sedikit globunin, lebih tepatnya disebut ovo-globunin, akan mengalami salting out (mengendam adanya garam). Dengan penambahan amonium sulfat lebih banyak lagi, sejumlah besar albumin (berbentuk kristal) dapat dipisahkan.
METODE PRAKTIKUM
A. Alat dan Bahan
Alat yang digunakan pada praktikum ini adalah tabung reaksi, waterbath, gelas ukur. Bahan yang digunakan adalah putih telur (albumin telur), etanol 9596%, larutan garam netral (amonium sulfat) 80% dan masing-masing laruta garam netral dengan konsentrasi 5%. B. Metode Praktikum
Percobaan 1 yaitu pengaruh pemanasan terhadap protein dengan cara menyiapkan 4 buah tabung reaksi yang masing – masing diisi 3 ml putih telur. Tabung 1 digunakan sebagai kontrol sehingga tidak dipanaskan, tabung 2 dipanaskan sampai suhu 40 oC, tabung 3 dipanaskan sampai suhu 70 oC, tabung 4 dipanaskan sampai suhu 90 oC dan masing – masing tabung yang dipanaskan dipertahankan selama 1 – 2 menit dan pemanasan dilakukan dalam waterbath, semua tabung dibiarkan sampai suhu ruang. r uang. Percobaan 2 yaitu pengaruh penambahan garam netral terhadap protein dengan cara menyiapkan 2 buah tabung reaksi, masing – masing masing diisi 3 ml putih telur. Tabung 1 ditambah dengan larutan garam netral dengan konsentrasi tinggi ( amonium sulfat 80%) dengan volume 1 ml, tabung 2 ditambah dengan larutan garam netral yang sama dengan kosentrasi rendah (5%) dengan volume 1 ml. masing – masing – masing masing tabung dikocok pelan dan didiamkan. Percobaan 3 yaitu pengaruh penambahan pelarut organik terhadap protein, pada percobaan ini pelarut organik yang digunakan adalah etanol 95 – 96%. Menyiapkan 3 tabung reaksi, masing – masing diisi dengan 3 ml putih telur. Tabung 1 ditambahkan dengan etanol 95-96% sebanyak 0,5 ml, tabung 2 ditambah dengan etanol 95-96% sebanyak 1 ml dan t abung 3 ditambahkan dengan aquades sebanyak 1 ml. Bandingkan masing-masing percobaan secara kualitatif (kejernihan/kekeruhan, viskositas, timbulnya endapan, pembentukan padatan) dalam bentuk tabel.
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Pengamatan
Tabel 1. Kelarutan Protein Pengaruh Pemanasan Parameter
Kejernihan
Viskositas
Endapan
Padatan
+++
++
Kontrol °
Pemanasan 40 C °
++
+
+
°
+
+
++
Pemanasan 70 C Pemanasan 90 C
Tabel 2. Kelarutan Protein Pengaruh Garam Netral Parameter Garam
Kejernihan
Viskositas
Endapan
Padatan
+
++
+
netral
konsentrasi 80% Garam
netral
konsentrasi 5%
Tabel 3. Kelarutan Protein Pengaruh Pelarut Organik Parameter
Kejernihan
Viskositas
Endapan
Padatan
Etanol 95-96%;
+
+++
++
++
0,5 ml Etanol 95-96%; 1 ml
Keterangan: 1. Kejernihan :
= jernih
= keruh
= sedikit keruh
= agak keruh
= sangat keruh
2. Viskositas :
3. Endapan :
= sedikit encer
= sedikit endapan
= agak encer
++
= banyak endapan
= encer
4. Padatan :
= sangat encer
+
= sedikit padatan
++
= banyak endapan
B. Pembahasan
Kelarutan protein ditentukan oleh sifat ionisasi asam aminonya di dalam larutan, dimana asam amino dapat bersifat asam atau basa. Sifat kelarutan protein tergantung pada jenis dan komposisi asam amino penyusun protein, jenis pelarut, pH, konsentrasi dan muatan ion, serta suhu. Kelarutan protein berpengaruh terhadap viskositas atau kekentalan (thickening), sifat berbuih (foaming), sifat emulsi (emulsifying), dan pembentukan gel (gelling). Protein akan terjadi koagulasi apabila ada penambahan asam atau pemanasan. Pada temperature yang tinggi diatas 60o C kelarutan protein akan berkurang berkoagulasi karena energi molekul protein meningkat yang akan terjadi getaran yang cukup kuat untuk merusak ikatan atau stuktur sekunder, tertier dan kuartener yang akan menyebabkan koagulasi. Selain koagulasi, pemanasan protein dapat menyebabkan terjadinya reaksireaki seperti denaturasi, kehilangan aktivitas enzim, perubahan kelarutan dan hidrasi, perubahan warna, derivatisasi residu asam amino, cross-linking , pemutusan ikatan peptida, dan pembentukan senyawa yang secara sensori aktif. Pada albumin telur (ovalbumin) yang berangsur hilang kelarutannya dan berubah menjadi gumpalan putih oleh proses pemanasan adalah fenomena denaturasi protein. Denaturasi protein dapat disebabkan oleh proses pemanasan sehingga protein yang terdenaturasi terdenatura si akan berkurang kelarutannya. Lapisan molekul bagian dalam yang ersifat hidrofobik akan keluar sedangkan bagian hidrofilik akan terlipat ke dalam. Pelipatan atau pembakikkan akan terjadi bila protein mendekati pH isoelektris lalu protein akan menggumpal dan mengendap. Viskositas akan bertambah karena molekul mengembang menjadi asimetrik, sudut putaran optis larutan protein juga akan meningkat (Winarno, 1992).
Albumin yang tidak dipanaskan atau sebagai kontrol tidak terjadi reaksi tetapi viskositasnya encer. Pada suhu 40 o C albumin belum mengalami koagulasi, tetapi viskositasnya agak encer. Pada suhu 70 o C albumin mengalami denaturasi, karena terdapat sedikit padatan yang berwarna putih dan larutan menjadi keruh dan viskositasnya sedikit encer. Lalu pada suhu 90 o C albumin juga mengalami denaturasi, karena terdapat banyak padatan yang berwarna putih dan larutan menjadi sedikit keruh dan viskositasnya sedikit encer. Apabila protein dipanaskan atau ditambah alkohol, maka protein akan menggumpal. Hal ini disebabkan alkohol menarik mantel air yang melingkupi molekul-molekul protein; selain itu penggumpalan juga dapat terjadi karena aktivitas enzim-enzim proteolitik (Winarno, 2004). Dari data yang dihasilkan menunjukan penambahan etanol 95-96% sebanyak 0,5 ml atau 1 ml tidak terjadi endapan. Tetapi pada penambahan etanol 95-96% sebanyak 0,5 ml protein albumin terbentuk banyak padatan, sedikit keruh dan viskositasnya encer. Lalu pada penambahan 95-96% sebanyak 1 ml protein albumin terbentuk sedikit padatan, jernih dan viskositasnya agak encer.
KESIMPULAN
°
Pada temperatur diatas 60 C kelarutan protein akan berkurang (koagulasi) karena pada temperatur yang tinggi energi kinetik molekul protein meningkat sehingga terjadi getaran yang cukup kuat untuk merusak ikatan atau struktur sekunder, tertier dan kuartener yang menyebabkan koagulasi. Pada percobaan 1 yaitu pengaruh pemanasan pada suhu 40 o C belum terjadi koagulasi, tetapi °
°
viskositasnya agak encer, lalu pada suhu 70 C dan 90 C terbentuk padatan, viskositas menjadi sedikit encer dan larutan menjadi keruh. Apabila protein dipanaskan atau ditambah alkohol, maka protein akan menggumpal. Pada percobaan 3 yaitu pengaruh pelarut organik, penambahan etanol 95-96% dengan 0,5 ml protein terbentuk banyak padatan, sedikit keruh dan viskositasnya encer, untuk penambahan etanol 95-96% dengan 1 ml protein terbentuk sedikit padatan, jernih dan viskositasnya agak encer
DAFTAR PUSTAKA
Kusnandar, Feri. 2011. 2011 . Kimia Pangan Komponen Makro . Jakarta: Dian Rakyat. Winarno F.G. 1992. Kimia 1992. Kimia Pangan dan dan Gizi. Gizi . Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Winarno F.G. 2004. Kimia 2004. Kimia Pangan dan dan Gizi. Gizi . Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Winarno F.G.1997. Kimia Kimia Pangan dan Gizi. Gizi . PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta Wirahadikusumah, Muhamad. 1989. Biokimia Protein, Enzim dan Asam Nukleat . Nukleat . Bandung: ITB. Deman J.M. 1997. Kimia 1997. Kimia Makanan. Makanan. ITB. Bandung Gaman P.M dan Sherrington K.B. Ilmu K.B. Ilmu Pangan, Pengantar Pengantar Ilmu Pangan, Nutrisi Nutrisi dan Mikrobiologi. Edisi kedua.Gadjah kedua .Gadjah Mada University press. Yogyakarta .
PROSEDUR KERJA B. Kelarutan Protein 1. Pengaruh Pemanasan
Disiapkan 4 buah tabung reaksi, masing-masing diisi 3 ml putih telur
Dipanaskan dalam waterbath
Tabung 1: kontrol, tanpa pemanasan Tabung 2: dipanaskan sampai suhu 40° 40 °C (1-2 menit) Tabung 3: dipanaskan sampai suhu 70° 70 °C (1-2 menit) Tabung 4: dipanaskan sampai suhu 90° 90 °C (1-2 menit)
Dibiarkan sampai suhu ruang
3. Pengaruh Pelarut Organik
Disiapkan 2 tabung reaksi, masing-masing diisi 3 ml putih telur
Tabung 1: ditambah etanol 95-96%; 0,5 ml Tabung 2: ditambah etanol 95-96%; 1 ml Tabung 3: ditambah 1 ml aquades, sebagai kontrol
Dikocok perlahan
Dibandingkan masing-masing percobaan secara kualitatif (kejernihan/ kekeruhan, viskositas, timbulnya endapan, pembentukan padatan) dalam bentuk tabel
PROTEIN
1. Pengaruh Garam Netral
Tabung 1 : kontrol, tanpa pemanasan
Tabung 2 : suhu 40 0 C
Tabung 3 : suhu 70 0 C
Tabung 4 : suhu 90 0 C
2. Pengaruh Pelarut Organik
Tabung 1 : ditambah etanol 95-96% ; 0,5 ml
Tabung 2 : ditambah etanol 95-96% ; 1 ml