LAPORAN PRAKTIKUM TEKNOLOGI BAHAN PENYEGAR
ACARA II PENGOLAHAN KOPI
Kelompok 6 Rombongan 2 Penanggung Jawab : Fitrie Widya Hisyam Ibrahim Raiz
(A1F015065) (A1F015065) (A1F015075) (A1F015075)
KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS PERTANIAN PURWOKERTO 2017
I.
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Berbagai macam hasil perkebunan yang dikenal oleh masyarakat Indonesia. Salah satunya adalah tanaman kopi, Komoditi kelompok bahan penyegar ini merupakan tanaman yang sangat popular bukan hanya di kalangan masayarakat Indonesia, namun juga sangat terkenal di seluruh negeri. Tanaman kopi (Coffea spp.) spp.) bukan tanaman asli Indonesia, melainkan jenis tanaman berasal dari benua Afrika. Sejarah mencatat bahwa penemuan penemuan kopi sebagai sebagai minuman berkhasiat dan berenergi pertama kali ditemukan oleh Bangsa Etiopia di benua Afrika sekitar 3000 tahun (1000 SM) yang lalu.Tanaman kopi dibawa ke pulau Jawa pada tahun 1696, tetapi pada waktu itu masih dalam taraf percobaan. Kopi merupakan salah satu hasil komoditi perkebunan yang memiliki nilai ekonomis yang cukup tinggi di antara tanaman perkebunan lainnya dan berperan penting sebagai sumber devisa negara. Kopi tidak hanya berperan penting sebagai sumber devisa melainkan juga merupakan sumber penghasilan bagi tidak kurang dari satu sete ngah juta jiwa petani kopi di Indonesia. Indonesia dinilai cukup strategis di dunia eksportir kopi, Indonesia merupakan salah satu negara pengekspor kopi terbesar ketiga setelah Brazil dan Vietnam. Produktivitas kopi Indonesia sebesar 11.250 ton pertahun cukup rendah bila dibandingkan dengan negara produsen kopi kopi di dunia seperti Brazil (50.826 (50.826 ton pertahun) dan Vietnam (22.000 ton pertahun). Kopi merupakan salah satu komoditas ekspor yang potensial bagi Indonesia. Dari sekian banyak jenis biji kopi
I.
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Berbagai macam hasil perkebunan yang dikenal oleh masyarakat Indonesia. Salah satunya adalah tanaman kopi, Komoditi kelompok bahan penyegar ini merupakan tanaman yang sangat popular bukan hanya di kalangan masayarakat Indonesia, namun juga sangat terkenal di seluruh negeri. Tanaman kopi (Coffea spp.) spp.) bukan tanaman asli Indonesia, melainkan jenis tanaman berasal dari benua Afrika. Sejarah mencatat bahwa penemuan penemuan kopi sebagai sebagai minuman berkhasiat dan berenergi pertama kali ditemukan oleh Bangsa Etiopia di benua Afrika sekitar 3000 tahun (1000 SM) yang lalu.Tanaman kopi dibawa ke pulau Jawa pada tahun 1696, tetapi pada waktu itu masih dalam taraf percobaan. Kopi merupakan salah satu hasil komoditi perkebunan yang memiliki nilai ekonomis yang cukup tinggi di antara tanaman perkebunan lainnya dan berperan penting sebagai sumber devisa negara. Kopi tidak hanya berperan penting sebagai sumber devisa melainkan juga merupakan sumber penghasilan bagi tidak kurang dari satu sete ngah juta jiwa petani kopi di Indonesia. Indonesia dinilai cukup strategis di dunia eksportir kopi, Indonesia merupakan salah satu negara pengekspor kopi terbesar ketiga setelah Brazil dan Vietnam. Produktivitas kopi Indonesia sebesar 11.250 ton pertahun cukup rendah bila dibandingkan dengan negara produsen kopi kopi di dunia seperti Brazil (50.826 (50.826 ton pertahun) dan Vietnam (22.000 ton pertahun). Kopi merupakan salah satu komoditas ekspor yang potensial bagi Indonesia. Dari sekian banyak jenis biji kopi
yang dijual di pasaran, hanya terdapat 2 jenis varietas utama, yaitu kopi arabika dan kopi robusta, dimana masing-masing jenis kopi ini memiliki keunikannya masingmasing dan pasarnya sendiri. Minuman kopi berasal dari biji kopi yang telah matang dan diolah dengan cara penyangraian dan penggilingan sehingga menjadi serbuk kopi, serbuk kopi inilah yang nantinya diseduh dan dapat dikonsumsi. Minuman kopi ini dapat dibuat sendiri ataupun diperoleh secara instant yang telah banyak beredar di pasaran. Minuman kopi terkenal dengan kandungan kafeinnya yang tinggi. Beberapa riset menjelaskan mengenai konsumsi kopi beberapa cangkir sehari dapat mengurangi berbagai macam penyakit. Mutu kopi yang dihasilkan ditentukan oleh cara pengolahannya. Misalnya pada penyangraian biji kopi akan mengubah secara kimiawi kandungan-kandungan dalam biji kopi. Biji kopi yang setelah disangrai akan mengalami perubahan kimia yang merupakan unsur cita rasa yang lezat. Kopi digemari tidak hanya dikarenakan citarasanya yang khas, kopi memiliki manfaat sebagai antioksidan 2 karena memiliki polifenol dan merangsang kinerja otak. Namun di era modern ini manusia mulai menyadari bahwa efek dari kafein pada kopi diduga mempunyai efek yang kurang baik bagi kesehatan manusia. Kesadaran manusia terhadap kesehatan berdampak pada penurunan minat untuk minum kopi. Kafein apabila dikonsumsi berlebihan dapat meningkatkan ketegangan otot, merangsang kerja jantung, dan meningkatkan sekresi asam lambung. Kopi rendah kafein merupakan salah satu produk diversifikasi yang dapat meningkatkan nilai tambah dan konsumsi domestik kopi Indonesia. Nilai tambah diperoleh dari harga jual kopi rendah kafein yang relatif tinggi di pasaran, dan
pemanfaatan senyawa kafein alami untuk industri makanan dan minuman maupun industri farmasi. Dekafeinasi adalah suatu proses yang bertujuan untuk mengurangi kadar kafein dalam kopi. Selama ini, proses dekafeinasi menggunakan teknologi impor, baik dari aspek perangkat keras maupun perangkat lunaknya. Hal ini menyebabkan mahalnya kopi rendah kafein. Pada praktikum ini akan dilakukan pengolahan kopi menjadi kopi bubuk dengan perlakuan dekafeinasi dan tanpa dekafeinasi dengan waktu penyangraian yang berbeda.
B. Tujuan
Tujuan dari praktikum ini antara lain: I.
Mengetahui kopi bubuk dengan perlakuan dekafeinasi dan tanpa dekafeinasi pada biji kopi serta waktu penyangraian yang berbeda (20, 30 dan 40 menit).
II.
Melakukan pengamatan terhadap rendemen, kadar air dan sifat sensori kopi yang dihasilkan.
III.
Mengetahui pengaruh tahapan pengolahan kopi terhadap karakteristik fisikokimia dan sensori kopi yang dihasilkan.
II.
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kopi
Kopi merupakan salah satu jenis tanaman perkebunan yang sudah lama dibudidayakan dan memiliki nilai ekonomis yang tinggi. Kopi berasal dari Afrika, yaitu daerah pegunungan di Etiopia. Kopi sendiri baru dikenal oleh masyarakat dunia setelah tanaman tersebut dikembangkan di luar daerah asalnya yaitu Yaman di bagian Selatan Arab melalui para saudagar Arab (Rahardjo, 2012). Di Indonesia kopi mulai dikenal pada tahun 1696, yang dibawa oleh VOC (Vereenigde Oostindische Compagnie). Tanaman kopi di Indonesia mulai diproduksi di pulau Jawa, dan hanya bersifat coba-coba, tetapi karena hasilnya memuaskan dan dipandang oleh VOC cukup menguntungkan sebagai komoditi perdagangan maka VOC menyebarkannya ke berbagai daerah agar para penduduk menanamnya (Danarti dan Najiyati, 2004). Tanaman kopi (Coffea spp) adalah spesies tanaman berbentuk pohon yang termasuk dalam family Rubiaceae dan genus Coffea. Tanaman kopi ada sekitar 60 spesies di dunia. Sistematika tanaman kopi menurut Rahardjo (2012), adalah sebagai berikut: Kingdom
: Plantae
Sub kingdom
: Tracheobionta
Divisi
: Magnoliophyta
Kelas
: Magnoliopsida
Sub Kelas
: Asteridae
Ordo
: Rubiaceae
Genus
: Coffea
Spesies
: Coffea spp
Dari sekian banyak jenis kopi yang dijual dipasaran, secara umum ada dua jenis kopi yang dibudidayakan di Indonesia yaitu kopi arabika dan kopi robusta. Kopi arabika memiliki citarasa lebih baik dibandingkan kopi robusta. Komposisi kimia biji kopi berbeda-beda, tergantung tipe kopi, tanah tempat tumbuh dan pengolahan kopi (Ridwansyah, 2010). Angka konsumsi kopi dunia 70% berasal dari spesies kopi arabika, 26% berasal dari spesies kopi robusta dan sisanya 4% berasal dari spieses kopi liberika. Syarat mutu biji kopi arabika dan robusta menurut SNI 01-2907-2008 adalah: No. 1 2 3 4
Kriteria Serangga hidup Biji berbau busuk/berbau kapang Kadar air Kadar kotoran
Satuan
% w/w % w/w
Persyaratan Tidak ada Tidak ada Maks 12,5 Maks 0,5
B. Jenis Kopi
1.
Kopi arabika (Coffea arabica. L) Kopi arabika berasal dari Etiopia dan Abessinia, kopi arabika dapat tumbuh pada ketinggian 700 - 1700 meter diatas permukaan laut dengan temperatur 10-160 C, dan berbuah setahun sekali (Ridwansyah, 2010). Ciri-ciri dari tanaman kopi arabika yaitu, tinggi pohon mencapai 3 meter, cabang primernya rata-rata mencapai 123 cm, sedangkan ruas cabangnya pendek. Batangnya tegak, bulat, percabangan monopodial, permukaan batang kasar, warna batangnya kuning keabu-abuan. Kopi arabika juga memili ki kelemahan
yaitu, rentan terhadap penyakit karat daun oleh jamur HV (Hemiliea Vastatrix), oleh karena itu sejak muncul kopi robusta yang tahan terhadap penyakit HV, dominasi kopi arabika mulai tergantikan (Prastowo, 2010). Kopi arabika menguasai pasar kopi di dunia hingga 70%. Kopi arabika cenderung menimbulkan aroma fruity karena adanya senyawa aldehid, asetaldehida, dan propanal (Wang, 2012). Kadar kafein biji mentah kopi arabika lebih rendah dibandingkan biji mentah kopi robusta, kandungan kafein kopi Arabika s ekitar 1,2 %. 2.
Kopi robusta (Coffea canephora. L) Kopi robusta berasal dari Kongo dan tumbuh baik di dataran rendah sampai ketinggian sekitar 1.000 m di atas permukaan laut, dengan suhu sekitar 200 C (Ridwansyah, 2010). Menurut Prastowo (2010), kopi robusta resisten terhadap penyakit karat daun yang disebabkan oleh jamur HV ( Hemiliea Vastatrix) dan memerlukan syarat tumbuh dan pemeliharaan yang ringan, sedangkan produksinya lebih tinggi. Kopi robusta juga sudah banyak tersebar di wilayah Indonesia dan Filipina. Ciri-ciri dari tanaman kopi robusta yaitu tinggi pohon mencapai 5 meter, sedangkan ruas cabangnya pendek. Batangnya berkayu, keras, tegak, putih ke abu-abuan. Seduhan kopi robusta memiliki rasa seperti cokelat dan aroma yang khas, warna bervariasi sesuai dengan cara pengolahan. Kopi bubuk robusta memiliki tekstur lebih kasar dari kopi arabika. Kadar kafein biji mentah kopi robusta lebih tinggi dibandingkan biji mentah kopi arabika, kandungan kafein kopi robusta sekitar 2,2 %.
C. Pengolahan Bubuk Kopi
1.
Pengolahan Awal Buah Kopi Buah kopi yang telah masak sempurna akan dipanen untuk diolah menjadi kopi beras (biji kopi kering). Pengolahan buah kopi yang dilakukan mempengaruhi cita rasa alohan kopi yang nantinya dihasilkan. Pengolahan buah kopi menjadi kopi beras dapat dilakukan dengan dua cara pengolahan cara kering (Oost Indische Bereiding) atau pengolahan cara basah (Wash Indichi Bereiding). Pengolahan buah kopi dengan metode kering banyak dilakukan oleh petani Indonesia karena relatif pendek dan sederhana. Proses pengolahan kering dilakukan dengan langsung mengeringkan buah kopi yang baru dipanen. Pengeringan dapat menggunakan pengeringan matahari atau dengan pengeringan buatan. Pengeringan dengan bantuan sinar matahari pada umumnya berlangsung 10-15 hari, sangat bergantung pada keadaan cuaca. Pengeringan dengan cara ini membutuhkan lokasi yang luas dan bersih. Pengeringan buatan dapat dilakukan dengan mesin-mesin pengering yang banyak ditawarkan di pasaran, seperti mesin pengering statik, mesin pengering drum yang berputar atau mesin pengering vertikal. Dengan pengeringan buatan, suhu pengeringan dapat diatur sehingga dapat mempertahankan kualitas kopi. Setelah buah kopi kering kulit kopi dikupas hingga diperoleh biji kopi kering yang bersih (Pastiniasih, 2012). Buah kopi yang diolah dengan metode basah pada umumnya memiliki kualitas yang baik dan seragam. Namun, jika pengolahannya tidak tepat,
beresiko merusak cita rasa kopi menjadi fermented (biji kopi terfermentasi berlebihan). Menurut Panggabean (2011), tahapan proses pengolahan kopi secara basah adalah sebagai berikut: a.
Sortasi Sortasi buah kopi dilakukan secara manual dengan alat berupa bak penampung yang berisi air. Buah kopi hasil panen dimasukkan ke dalam bak kemudian diberi air. Buah kopi yang mengambang menandakan buah tersebut jelek atau rusak. Buah yang tenggelam merupakan buah berisi dan dapat diolah pada tahap selanjutnya.
b.
Pengupasan kulit buah Buah kopi yang telah disortasi dimasukkan ke mesin pulper yang akan mengupas kulit buah kopi. Pengupasan kulit buah berlangsung di antara permukaan silinder yang berputar (rotor) dan permukaan pisau yang diam (stator) di dalam alat pulper.
c.
Fermentasi Fermentasi bertujuan untuk menghilangkan senyawa lendir yang tersisa dari kulit tanduk. Fermentasi merupakan proses penguraian senyawa-senyawa yang terdapat di lapisan lendir dengan bantuan mikroorganisme. Proses fermentasi dilakukan dengan merendam biji kopi dengan air pada bak fermentasi. Biji kopi dibiarkan terendam selama 10 jam. Setelah 10 jam air rendaman dibuang sambil diaduk. Bak kembali diisi air bersih dan dilakukan perendaman lagi. Setiap 3-4 jam air rendaman diganti sambil diaduk. Perendaman dihentikan setelah 30 jam
difermentasi. Fermentasi yang baik ditandai dengan mengelupasnya lapisan lendir dari kulit tanduk. Selain dengan fermentasi basah, fermentasi kopi juga dapat dilakukan dengan fermentasi kering. Fermentasi kering dilakukan tanpa menggunakan air. Fermentasi kering dilakukan dengan menutup biji kopi dengan kain atau karung goni basah. Waktu yang diperlukan fermentasi kering lebih lama dibandingkan fermentasi basah d.
Pencucian Pencucian dilakukan untuk menghilangkan sisa lendir yang masih menempel setelah proses fermentasi.
e.
Pengeringan Pengeringan bertujuan untuk mengurangi kadar air biji kopi. Pengeringan
mekanis
menggunakan
alat
atau
mesin
pengering.
Pengeringan dengan cara tradisional dilakukan dengan memanfaatkan sinar matahari (penjemuran). f.
Pengupasan Kulit Tanduk Setelah proses pengeringan, biji kopi dihilangkan kulit tanduknya dengan menggunakan mesin huller. Dengan mesin huller akan diperoleh kopi beras yang siap disortasi untuk diklasifikasikan mutunya.
2.
Penyangraian / Roasting Roasting merupakan proses penyangraian biji kopi yang tergantung pada waktu dan suhu yang ditandai dengan perubahan kimiawi yang signifikan. Terjadi kehilangan berat kering terutama gas CO2 dan produk pirolisis mudah
menguap lainnya. Kebanyakan produk pirolisis ini sangat menentukan cita rasa kopi. Kehilangan berat kering terkait erat dengan suhu penyangraian. Berdasarkan suhu penyangraian yang digunakan kopi sangrai dibedakan atas 3 golongan yaitu light roast suhu yang digunakan 193-199°C, medium roast suhu yang digunakan 204°C dan dark roast suhu yang digunakan 213-221°C. Light roast menghilangkan kadar air 3-5%, medium roast 5-8% dan dark roast 814%. Tahap awal roasting adalah membuang uap air pada suhu penyangraian 100°C dan berikutnya tahap pirolisis pada suhu 180°C. Pada tahap pirolisis terjadi perubahan-perubahan komposisi kimia dan pengurangan berat sebanyak 10%. Perubahan sifat fisik dan kimia terjadi selama proses penyangraian, seperti swelling, penguapan air, tebentuknya senyawa mudah menguap, karamelisasi karbohidrat, pengurangan serat kasar, denaturasi protein, terbentuknya gas CO2 sebagai hasil oksidasi dan terbentuknya aroma yang karakteristik pada kopi. Swelling selama penyangraian disebabkan karena terbentuknya gas-gas yang sebagian besar terdiri dari CO2 kemudian gas-gas ini mengisi ruang dalam sel atau pori-pori kopi. Biji kopi secara alami mengandung cukup banyak senyawa calon pembentuk cita rasa dan aroma khas kopi antara lain asam amino dan gula. Selama
penyangraian
beberapa
senyawa
gula
akan
terkaramelisasi
menimbulkan aroma khas. Senyawa yang menyebabkan rasa sepat atau rasa asam seperti tanin dan asam asetat akan hilang dan sebagian lainnya akan
bereaksi dengan asam amino membentuk senyawa melanoidin yang memberikan warna cokelat. Perubahan kimiawi biji kopi selama penyangraian dapat dimonitor dengan perubahan nilai pH. Biji kopi secara alami mengandung berbagai jenis senyawa mudah menguap seperti aldehida, furfural, keton, alkohol, ester, asam format, dan asam asetat yang mempunyai sifat mudah menguap. Makin lama dan makin tinggi suhu penyangraian, jumlah ion H+ bebas di dalam seduhan makin berkurang secara signifikan. Senyawa trigonelin dalam kopi akan mengalami degradasi selama proses penyanggraian menjadi beberapa komponen heterosiklik piridin yang menimbulkan aroma kopi yang telah disangrai. Namun, trigonelin yang tidak terdegradasi sempurna menimbulkan rasa pahit yang mempengaruhi cita rasa kopi. Kadar trigonelin pada biji Arabika 0,6 – 1,3%, sedangkan Robusta mencapai 0,3 – 0,9% (Panggabean 2011). 3.
Penggilingan Penggilingan dilakukan dengan alat pengiling (grinder). Mekanisme penghalusan terjadi karena adanaya gaya gesek antara permukaan biji kopi sangrai dengan permukaan piringan dan sesama biji kopi sangrai. Tingkat kehalusan bubuk kopi ditentukan oleh kerapatan piringan dan ayakan yang dipasang pada bagian dalam mesin pembubuk. Semakin halus partikel kopi semakin mudah melepas komponen kopi saat penyeduhan. Kehalusan penggilingan mempengaruhi lepasnya komponen kopi selama penyimpanan (Yeretzian et al. 2012).
D. Dekafeinasi
Dekafeinasi adalah proses pengurangan kadar kafein suatu bahan hasil pertanian dengan mempertahankan rasa dan aroma. Dekafeinasi pada biji kopi biasanya dilakukan sebelum proses penyangraian atau roasting. Secara umum proses dekafeinasi biji kopi menggunakan 3 jenis pelarut, yaitu air, senyawa organik sintetik (metil khlorida, etil asetat, benzene, alkohol, khloroform) dan anorganik sintetik (asam sulfat, soda dan amonia). Daya larut kafein dalam pelarut sintentik relatif tinggi, namun alasan harga, potensi polusi lingkungan dan pengaruh negatif terhadap kesehatan menyebabkan pelarut sintentik harus digunakan secara cermat. Air merupakan pelarut yang paling populer dan memegang posisi sentral untuk proses dekafeinasi. Selain murah, efek samping air terhadap kesehatan dan lingkungan juga rendah. Namun, kemampuan air melarutkan kafein kopi sangat terbatas jika prosesnya dilakukan pada suhu rendah, sehingga paten-paten t erdahulu selalu mengkombinasikannya dengan pelarut organic (Almada, 2009).
III.
METODE PRAKTIKUM
A. Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam praktikum ini antara lain: 1. Wadah plastik
10. Saringan ampas
2. Penggorengan tanah liat
11. Gelas plastik untuk
3. Soled kayu
organoleptik
4. Kompor gas
12. Sendok
5. Ayakan 60 mesh
13. Form organoleptik
6. Nampan plastik
14. Timbangan analitik
7. Plastik PP
15. Oven memmert
8. Oven biasa
16. Cawan
9. Wadah untuk menyeduh kopi
17. Desikator
Bahan yang digunakan dalam praktikum ini antara lain: 1. Bubuk kopi 2. Air 3. Gula pasir
B. Prosedur Kerja
Biji kopi dibagi menjadi 2 perlakuan yaitu biji A (melalui dekafeinasi) dan bij i B (tanpa dekafeinasi).
Ditimbang biji kopi 100 gram untuk masing-masing per lakuan.
Dilakukan proses dekafeinasi pada biji kopi A (rebus pada air mendidih selama 15 menit). Dimasukkan ke dalam kabinet dryer selama 30 menit.
Biji kopi disangrai pada waktu tertentu (20, 30, dan 40 menit).
Biji kopi didinginkan.
Digiling dengan blender.
Diayak dengan ayakan 60 mesh. Dihitung kadar ai rnya.
Disimpan dalam plastik PP sebelum uji organoleptik.
Dilakukan uji sensori dengan menyeduh 5% bubuk kopi dalam 10% larutan gula.
IV.
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Pengamatan
1.
Data Pengamatan Rendemen Kopi Parameter
Berat awal biji (g) Berat awal biji sangrai (g) Rendemen biji sangrai (%) Berat awal bubuk setelah diayak (g) Rendemen bubuk kopi (%) Kadar air biji kopi mentah (%) bk Kadar air bubuk kopi sangrai (%) bk
2.
Kode A20 A30 A40 B20 B30 B40 C
A20 100,25
A30 100,16
Kode A40 B20 100,04 100,40
87,66
87,65
96,47
91,51
83,92
85,03
87,44
87,5
96,43
91,15
83,92
84,92
28,86
79,10
51,98
80,32
79,82
84,42
28,79
78,97
51,96
80
79,82
84,31
13,29
13,29
13,29
13,29
13,29
13,29
24,05
6,55
9,84
6,80
3,32
3,56
B30 100,00
B40 100,13
Data Pengamatan Kadar Air Kopi Berat cawan (g)
Sampel awal (g)
Cawan+sampel Cawan+sampel Cawan+sampel ke 1 (g) ke 2 (g) ke 3 (g)
42,9292 2,0054 44,5429 39,0167 2,0066 40,8938 38,4472 2,0057 40,2735 41,3415 2,0036 43,2101 54,0332 2,0019 55,9680 59,0375 2,0031 60,9789 58,2374 2,0078 60,0112 Keterangan kode:
A20 : Dekafeinasi 20 menit
44,5413 40,8935 40,2668 43,2164 55,9724 60,2675 60,0120
44,5458 40,8999 40,2733 43,2176 55,9708 60,9717 60,0097
A30 : Dekafeinasi 30 menit
Sampel akhir 1,6166 1,8832 1,8261 1,8761 1,9376 1,9342 1,7723
A40 : Dekafeinasi 40
menit
30 menit
B20 : Tanpa dekafeinasi
20 menit
B40 : Tanpa dekafeinasi 40 menit
3.
B30 : Tanpa dekafeinasi
C : Kontrol
Data Uji Organoleptik
Warna bubuk kopi Panelis
263 1 2 2 2 3 2 4 2 5 2 6 2 7 2 8 2 9 2 10 2 11 2 12 2 13 2 14 2 15 3 Jumlah 31 Rata-rata 2,06 Keterangan skor:
Kode 264 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 15 1
262 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 2 16 1,06
254 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 15 1
253 2 2 2 2 1 1 1 2 1 2 2 2 1 2 2 25 1,66
252 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 4 18 1,2
1 : Coklat
4 : Hitam kecoklatan
2 : Coklat tua
5 : Hitam
3 : Coklat kehitaman
Warna ampas Kode
Panelis
263 1 3 2 3 3 3 4 3 5 3 6 4 7 3 8 4 9 4 10 3 11 3 12 4 13 3 14 3 15 4 Jumlah 50 Rata-rata 3,33 Keterangan skor:
264 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 30 2
262 2 1 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 17 1,13
254 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 16 1,06
253 1 2 1 1 1 1 1 1 2 1 1 1 1 1 1 17 1,13
252 1 3 2 3 3 3 3 3 3 2 3 1 3 2 3 38 2,53
1 : Coklat
4 : Hitam kecoklatan
2 : Coklat tua
5 : Hitam
3 : Coklat kehitaman
Warna air seduhan
Panelis 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
Kode 263 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4
264 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3
262 3 3 3 3 3 2 2 2 3 2 2 2 2
254 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2
253 2 2 2 2 2 1 2 2 1 1 2 2 1
252 1 1 2 1 2 2 2 2 2 1 2 2 1
14 4 15 4 Jumlah 60 Rata-rata 4 Keterangan skor:
3 3 45 3
2 2 36 2,4
2 1 29 1,93
2 1 25 1,66
2 2 25 1,66
1 : Coklat
4 : Hitam kecoklatan
2 : Coklat tua
5 : Hitam
3 : Coklat kehitaman
Kekuatan aroma kopi
Panelis
263 1 4 2 4 3 4 4 4 5 4 6 5 7 4 8 5 9 5 10 4 11 4 12 4 13 5 14 4 15 5 Jumlah 65 Rata-rata 43,33 Keterangan skor:
Kode 264 3 3 3 3 3 4 3 4 4 2 2 2 2 2 4 42 2,8
262 1 2 1 1 1 3 2 3 1 1 1 1 1 1 3 23 1,53
254 1 1 1 1 1 2 2 2 2 1 1 1 1 1 1 19 1,26
253 1 2 1 1 1 3 1 2 1 1 1 1 1 1 2 20 1,33
1 : Tidak kuat
4 : Kuat
2 : Sedikit kuat
5 : Sangat kuat
3 : Agak kuat
252 1 2 2 2 2 1 1 1 1 1 1 1 1 2 1 20 1,33
Kekuatan rasa asam
Panelis 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 Jumlah Rata-rata
Kode 263 1 1 1 1 1 4 3 3 3 1 1 1 1 1 1 25 1,67
Keterangan skor:
1 : Tidak kuat
2 : Sedikit kuat
3 : Agak kuat
4 : Kuat
5 : Sangat kuat
264 1 1 1 1 1 1 2 2 2 2 2 1 1 1 1 20 1,33
262 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 2 1 17 1,13
254 1 1 1 1 1 2 1 1 1 2 2 2 1 1 1 19 1,26
253 1 1 1 1 1 1 1 1 1 2 1 1 1 2 2 18 1,2
252 1 1 1 1 2 2 1 1 2 1 1 1 1 1 3 20 1,33
Kekuatan rasa pahit sepat Panelis
263 1 3 2 4 3 3 4 3 5 3 6 3 7 3 8 3 9 3 10 4 11 4 12 4 13 3 14 1 15 5 Jumlah 49 Rata-rata 3.26 Keterangan skor:
264 2 3 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 31 2.06
Kode 262 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 5 1 3 21 1.4
254 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 15 1
253 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 2 16 1.06
252 1 1 2 1 1 1 1 1 2 1 1 2 1 1 3 20 1.33
1 : Tidak kuat
4 : Kuat
2 : Sedikit kuat
5 : Sangat kuat
3 : Agak kuat
Tingkat kesukaan
Panelis 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
Kode 263 3 2 1 3 3 4 4 4 1 5 4 4 4
264 2 3 2 2 2 3 2 3 4 3 3 3 4
262 1 2 1 1 1 2 2 2 2 2 2 2 2
254 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
253 1 1 1 1 1 2 1 1 2 1 1 1 2
252 1 1 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
14 15 Jumlah Rata-rata
4 4 50 3,33
3 1 40 2,67
2 1 24 1,6
1 1 15 1
1 3 20 1,33
1 1 16 1,06
Keterangan kode:
252 : Dekafeinasi,
sangrai 20 menit
sangrai 20 menit
253 : Dekafeinasi,
sangrai 30 menit
254 : Dekafeinasi,
264 : Tanpa dekafeinasi, sangrai 40 menit
Perhitungan
Kadar
air :
: 24,05%
− ℎ ℎ
263 : Tanpa dekafeinasi, sangrai 30 menit
sangrai 40 menit
4.
262 : Tanpa dekafeinasi,
100%
A20 (Biji kopi mentah)
A30 (Biji kopi mentah)
Kadar air (%) 2,78−,7723
Kadar air (%) 2,78−,7723 ,7723
:
A20 (Bubuk kopi sangrai)
A30 (Bubuk kopi sangrai)
Kadar air (%) 2,66−,8832
Kadar air (%) 2,54−,666 ,666
100%
: 13,29%
100%
: 13,29%
,7723
:
:
,8832
: 100%
: 6,55%
100%
A40 (Biji kopi mentah)
Kadar air (%) 2,78−,7723 ,7723
:
Kadar air (%) 2,9−,9376
100%
,9376
: 13,29%
2,57−,826 ,826
:
2,78−,7723
100%
,7723
Kadar air (%)
,7723
:
Kadar air (%)
,876
,9342
Rendemen ℎ
: 100%
Kadar air (%)
,7723
(%) : 100%
A20 (Biji kopi sangrai)
: 100%
B30 (Bubuk kopi sangrai)
87,66 ,25
100%
: 87,44%
A20 (Bubuk kopi)
Rendemen (%) :
: 13,29%
100%
Rendemen (%) :
B30 (Biji kopi mentah)
2,78−,7723
:
: 3,56%
: 6,80%
B40 (Bubuk kopi sangrai)
2,3−,9342
100%
B20 (Bubuk kopi sangrai)
2,36−,876
100%
Kadar air (%)
: 13,29%
:
: 13,29%
B20 (Biji kopi mentah)
2,78−,7723
B40 (Biji kopi mentah)
Kadar air (%)
: 9,84%
100%
: 3,32%
A40 (Bubuk kopi sangrai)
Kadar air (%)
:
28,86 ,25
100%
: 28,79%
A30 (Biji kopi sangrai)
Rendemen (%) :
87,65 ,6
100%
: 87,5%
Rendemen (%) :
A30 (Bubuk kopi)
Rendemen (%) :
79, ,6
100%
96,47 ,4
100%
,4
100%
,4
79,82 ,
100%
B40 (Biji kopi sangrai)
Rendemen (%) :
9,5
100%
B30 (Bubuk kopi)
B20 (Biji kopi sangrai)
Rendemen (%) :
,
: 79,82%
: 51,96%
Rendemen (%) :
5,98
83,92
: 83,92%
A40 (Bubuk kopi)
Rendemen (%) :
100%
B30 (Biji kopi sangrai)
Rendemen (%) :
: 96,43%
A40 (Biji kopi sangrai)
Rendemen (%) :
,4
: 80%
: 78,97%
8,32
85,3 ,3
100%
: 84,92%
100%
B40 (Bubuk kopi)
: 91,15% Rendemen (%) :
B20 (Bubuk kopi)
84,42 ,3
100%
: 84,31% B. Pembahasan
Kopi biji disebut juga kopi beras (Coffee beans) merupakan kopi yang sudah siap diperdagangkan, berupa biji kopi kering yang sudah terlepas dari daging buah, kulit tanduk dan kulit ari. Kopi beras berasal dari kopi basah yang telah mengalami beberapa tingkat proses pengolahan. Secara garis besar dan berdasarkan cara kerjanya, maka terdapat dua cara pengolahan buah kopi basah menjadi kopi beras,
yaitu yang disebut pengolahan buah kopi cara basah dan cara kering. Perbedaan pokok dari kedua cara tersebut diatas adalah pada cara kering pengupasan daging buah, kulit tanduk dan kulit ari dilakukan setelah kering (kopi gelondong), sedangkan cara basah pengupasan daging buah dilakukan sewaktu masih basah. Pengolahan cara kering biasanya dilakukan oleh pekebun kecil (rakyat) karena dapat dilakukan dengan peralatan sederhana. Cara pengolahan ini mudah dilakukan karena peralatan sederhana dan dapat dilakukan di rumah tangga tani (Wijiastuti, 2010). Mutu kopi yang dihasilkan ditentukan oleh cara pengolahannya. Beberapa penelitian tentang proses pengolahan kopi bubuk pun telah banyak dilakukan dalam rangka mendapatkan cita rasa kopi bubuk yang maksimal dan disukai konsumen, antara lain dengan alternatif penggunaan suhu dan tekanan rendah pada penyangraian kopi, melihat pengaruh biji kopi cacat dalam seduhan kopi bubuk, serta melakukan dekafeinasi biji kopi sebelum proses pengolahan. Pada praktikum ini dilakukan pembuatan kopi bubuk dengan adanya perlakuan dekafeinasi dan tanpa dekafeinasi serta waktu penyangraian yang berbeda. Salah satu tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengetahui pengaruh tahapan pengolahan kopi terhadap karakteristik fisikokimia dan sensori kopi bubuk yang dihasilkan. Parameter yang digunakan dalam pengujian antara lain rendemen, kadar air, dan sifat sensori yang meliputi warna bubuk kopi, warna ampas, warna air seduhan, kekuatan aroma kopi, kekuatan rasa asam, dan tingkat kesukaan. Pembuatan bubuk kopi diawali dengan membagi biji kopi menjadi 2 perlakuan yaitu biji A (melalui dekafeinasi) dan biji B (tanpa dekafeinasi). Biji kopi
yang terpilih lalu ditimbang 100 gram untuk masing-masing perlakuan. Biji kopi dilakukan proses dekafeinasi dengan cara merebus biji kopi pada air mendidih selama 15 menit, lalu dimasukkan ke dalam cabinet dryer selama 30 menit untuk mengurangi kadar air akibat proses perebusan. Selanjutnya biji kopi A dan B disangrai pada waktu tertentu (20, 30, dan 40 menit). Hasil biji kopi yang telah disangrai kemudian didinginkan dan ditimbang beratnya, lalu digiling dengan blender. Bubuk kopi yang dihasilkan selanjutnya diayak dengan ayakan 60 mesh lalu ditimbang kembali berat bubuk kopi yang dihasilkan dan dilakukan pengukuran kadar airnya. Bubuk kopi yang dihasilkan disimpan dalam plastik PP sebelum uji organoleptik. Pada uji organoleptik dilakukan uji sensori dengan menyeduh 5% bubuk kopi dalam 10% larutan gula. Rendemen adalah perbandingan antara berat kopi bubuk dibandingkan berat kopi
beras.
Selama
penyangraian,
berat
biji
kopi
menyusut
karena
penguapan air dan senyawa – senyawa volatil serta pelepasan kulit ari. Bersamaan dengan penguapan air, beberapa senyawa volatil yang
terkandung didalam biji
kopi seperti aldehid, furfural, keton, alkohol dan ester ikut teruapkan. Berdasarkan hasil pengamatan rendemen kopi yang dilakukan diketahui bahwa pada kopi ta npa dekafeinasi dengan waktu penyangraian 20, 30 dan 40 menit memiliki berat awal biji sebesar 100,40, 100,00 dan 100,13 gram. Setelah disangrai berat biji berkurang berturut-turut menjadi 91,51 gram, 83,92 gram dan 85,03 gram. Penurunan berat biji akibat penyangraian menyebabkan rendemen biji kopi berubah. Pada kopi tanpa dekafeinasi dengan waktu penyangraian 20 menit, rendemen biji kopi adalah sebesar 91,15%. Sementara, pada waktu penyangraian 30 menit, rendemen b iji kopi
adalah sebesar 83,92% dan 84,92% pada penyangraian 40 menit. Setelah disangrai biji kopi didinginkan dan digiling serta diayak untuk menghasilkan bubuk kopi yang seragam. Berat bubuk kopi yang telah diayak masing-masing perlakuan penyangraian kembali mengalami penurunan, yaitu berturut-turut menjadi 80,32 gram, 79,82 gram dan 84,42 gram, sehingga memiliki rendemen akhir bubuk kopi sebesar 80%, 79,82% dan 84,31%. Sedangkan hasil pengamatan rendemen kopi yang dilakukan diketahui bahwa pada kopi dekafeinasi dengan waktu penyangraian 20, 30 dan 40 menit memiliki berat awal biji sebesar 100,25, 100,16 dan 100,04 gram. Setelah disangrai berat biji berkurang berturut-turut menjadi 87,66 gram, 87,65 gram dan 96,47 gram. Penurunan berat biji akibat penyangraian menyebabkan rendemen biji kopi berubah. Pada kopi tanpa dekafeinasi dengan waktu penyangraian 20 menit, rendemen biji kopi adalah sebesar 87,44%. Sementara, pada waktu penyangraian 30 menit, rendemen biji kopi adalah sebesar 87,65% dan 96,43% pada penyangraian 40 menit. Setelah disangrai biji kopi didinginkan dan digiling serta diayak untuk menghasilkan bubuk kopi yang seragam. Berat bubuk kopi yang telah diayak masing-masing perlakuan penyangraian kembali mengalami penurunan, yaitu berturut-turut menjadi 28,86 gram, 79,10 gram dan 51,98 gram, sehingga memiliki rendemen akhir bubuk kopi sebesar 28,79%, 78,97% dan 61,96%. Penurunan berat dan rendemen biji kopi awal hingga menjadi bubuk kopi diakibatkan karena adanya proses penyangraian yang dapat mengurangi kadar air didalam biji kopi sehingga berakibat pada penurunan berat dan rendemen. Selain itu adanya proses penggilingan biji dan pengayakan kopi juga dapat mengurangi berat dan rendemen bubuk kopi yang dihasilkan.
Pengamatan kadar air kopi dengan perlakuan tanpa dekafeinasi dilakukan sebanyak 3 kali pengukuran. Mula-mula berat cawan dihitung untuk masingmasing perlakuan (tanpa dekafeinasi penyangraian 20, 30 dan 40 menit). Sel ain itu, diukur pula cawan yang digunakan untuk perlakuan kopi kontrol . Berat cawan berturut-turut adalah sebesar 41,3415 gram, 54,0332 gram, 59,0375 gram dan 58,2374 gram dengan berat sampel kopi masing-masing 2,0036 gram, 2,0019 gram, 2,0031 gram dan 2,0078 gram. Pada pengukuran pertama kopi tanpa dekafeinasi dengan penyangraian 20 menit terukur berat cawan dan sampel sebesar 43,2101 gram. Sementara pada perlakuan penyangraian 30, 40 menit dan kontrol terukur sebesar 55,9680 gram, 60,9789 gram dan 60,0112 gram. Selama pengamatan pengukuran berat cawan dan sampel terjadi kenaikan dan penurunan berat hingga didapat sampel akhir berturut-turut seberat 1,8761 gram, 1,9376 gram, 1,9342 gram dan 1,7723 gram. Sehingga kadar air yang terdapat dalam masing-masing sampel antara lain 6,80% untuk perlakuan penyangraian 20 menit, 3,32% penyangraian 30 menit dan 3,56% penyangraian 40 menit. Pada pengukuran kadar air dekafeinasi berat cawan untuk penyangraian 20, 30, dan 40 menit berturut-turut adalah 42,9292; 39,0167; dan 38,4472 dengan berat sample masing-masing 2,0054; 2,0167; dan 2,0057. Hasil akhir pengukuran berat sampel adalah 1,6166; 1,8832; dan 1,8261 pada masing-masing perlakuan yaitu dekafeinasi dengan lama penyangraian 20, 30, dan 40 menit, sehingga didapatkan bahwa kadar air setlah penyangraian yaitu sebesar 24,05% untuk lama penyangraian 20 menit, 6,55% untuk lama penyangraian 30 menit, dan 9,84% untuk lama penyangraian 40 menit.
Penurunan kadar air dari perlakuan penyangraian 20 menit dan 30 menit sesuai dengan teori bahwa semakin lama penyangraian yang dilakukan maka kadar air yang terkandung didalamnya akan semakin sedikit. Tetapi kadar air kopi penyangraian 40 menit mengalami kenaikan dari kopi penyangraian 30 menit. Hal ini dapat diakibatkan karena kesalahan praktikan saat pengukuran dan eror pada alat yang digunakan. Sementara pada sampel kopi kontrol kadar air yang dimiliki adalah 13,29%. Menurut Najiyati dan Danarti (2007) bahwa kadar air kopi setelah penyangraian adalah 1,15% sedangkan data pengamatan menunjukkan kadar air kopi yang disangrai lebih tinggi dari 1,15%. Keadaan ini terjadi karena pada saat melakukan pengukuran kadar air, sampel terlalu lama berada di udara terbuka saat akan melakukan penimbangan sehingga bubuk kopi yang bersifat hi groskopis akan menyerap air dari lingkungan dan hasilnya pun akan lebih tinggi dari kadar air yang seharusnya. Berdasarkan uji organoleptik yang dilakukan terhadap sampel-sampel bubuk kopi tanpa dekafeinasi, didapatkan hasil uji sesoris warna bubuk kopi dengan penyangraian 20 dan 40 menit yaitu berwarna coklat. Sedangkan, kopi penyangraian 30 menit menghasilkan warna bubuk kopi berwarna coklat tua. Pada kopi dekafeinasi warna bubuk kopi dengan penyangraian 20, 30, dan 40 menit menghasilkan warna coklat. Sementara, warna ampas kopi pada masing-masing perlakuan menghasilkan warna yang berbeda, yaitu coklat pada penyangraian 20 menit, coklat kehitaman pada penyangraian 30 menit dan coklat tua pada penyangraian 40 menit pada kopi non dekafeinasi sedangkan untuk kopi dekafeinasi warna yang dihasilkan adalah coklat tua untuk lama penyangraian 20
menit, dan warna coklat pada lama penyangraiann 30, dan 40 menit . Tidak berbeda dengan sebelumnya, pada paramater warna air seduhan, warna yang dihasikan pun berbeda-beda. Kopi penyangraian 20 menit menghasilkan warna air seduhan berwarna coklat tua dan pada penyangraian 30 dan 40 menit berturut-turut adalah hitam kecoklatan dan coklat kehitaman untuk kopi non dekafeinasi, sedangkan untuk kopi dekafeinasi warna yang dihasilkan adalah coklat untuk lama penyangraian 20 dan 30 menit, dan warna coklat tua untuk 40 menit. Data pengamatan tersebut menunjukkan bahwa pada kopi tanpa dekafeinasi, semakin lama waktu penyangraian maka warna hitam akan meningkat namun juga mengalami penurunan. Berdasarkan literatur, seharusnya warna kopi dengan perlakuan non dekafeinasi lebih cerah dari kopi dengan perlakuan dekafeinasi. Hal ini tidak sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa semakin lama waktu penyangraian maka warna kopi akan semakin hitam, namun berbeda pada beberapa perlakuan penyangraian yang mengalami penurunan warna. Perbedaan ini kemungkinan dikarenakan suhu yang digunakan untuk menyangrai kopi dengan perlakuan waktu sangrai berbeda-beda sehingga
transfer
panas
dari
wajan
berbeda pula sehingga hasil warna kopi pada lama waktu yang berbeda fluktuatif. Berdasarkan literatur, seharusnya warna kopi dengan perlakuan non dekafeinasi lebih cerah dari kopi dengan perlakuan dekafeinasi. Pada perlakuan non dekafeinasi parameter aroma seduhan kopi, aroma meningkat kekuatannya seiring dengan lama penyangraian yang dilakukan namun menurun pada kopi dengan penyangraian 40 menit, yaitu tidak kuat, sangat kuat dan agak kuat. Rasa asam yang dihasilkan pada setiap seduhan kopi tanpa
dekafeinasi relatif hampir sama yaitu tidak kuat. Sedangkan pada parameter tingkat kesukaan, kopi yang paling disukai adalah kopi dengan penyangraian 30 menit disusul oleh kopi dengan penyangraian 40 menit dan terakhir kopi dengan penyangraian 20 menit. Pada perlakuan dekafeinasi aroma yang dihasilkan untuk semua perlakuan lama penyangraian adalah tidak kuat. Rasa asam dan pahit-sepat yang dihasilkan adalah tidak kuat dan untuk parameter tingkat keukaan kopi yang paling disukai adalah kopi dengan lama penyangraian 20 menit, dan yang paling tidak disukai adalah perlakuan 30 menit. Kafein merupakan senyawa yang menyebabkan rasa pahit. Proses dekafeinasi dapat menurunkan kadar kafein sehingga rasa pahit pun ikut menurun. Berdasarkan hasil pengamatan, kopi dengan perlakuan non dekafeinasi memiliki rasa pahit sepat yang lebih tinggi dibandingkan dengan kopi yang mendapatkan perlakuan dekafeinasi. Biji kopi secara alami mengandung cukup banyak senyawa calon pembentuk citarasa dan aroma khas kopi antara lain asam amino dan gula. Selama penyangraian beberapa senyawa gula akan terkaramelisasi menimbulkan aroma khas. Senyawa yang membentuk aroma di dalam kopi menurut Mabrouk dan Deatherage dalam Nopitasari (2010) adalah: 1. Golongan fenol dan asam tidak mudah menguap yaitu asam kofeat, asam chlorogenat, asam ginat dan riboflavin. 2. Golongan senyawa karbonil yaitu asetaldehid, propanon, alkohol, vanilin aldehid.
3. Golongan senyawa karbonil asam yaitu oksasuksinat, aseto asetat, hidroksi pirufat, keton kaproat, oksalasetat, mekoksalat, merkaptopiruvat. 4. Golongan asam amino yaitu leusin, iso leusin, variline, hidroksiproline, alanine, threonine, glysine dan asam aspartat. Waktu penyangraian selama 30 menit ternyata telah mampu untuk mengeluarkan aroma khas kopi pada air seduhan kopi dan mengalami penurunan aroma pada kopi penyangraian 40 menit. Hal ini sesuai dengan teori bahwa semakin lama waktu penyangraian aroma kopi justru berkurang. Biji kopi secara alami mengandung berbagai jenis senyawa volatil seperti aldehida, furfural, keton, alkohol, ester, asam format, dan asam asetat yang mempunyai sifat mudah menguap. Makin lama dan makin tinggi suhu penyangraian, jumlah ion H + bebas didalam seduhan makin berkurang secara signifikan sehingga aroma yang dihasilkan akan berkurang juga. Sementara, senyawa yang menyebabkan rasa sepat atau rasa asam seperti tanin dan asam asetat akan hilang dan sebagian lainnya akan bereaksi dengan asam amino membentuk senyawa melanoidin yang memberikan warna cokelat. Hal ini sesuai dengan hasil yang diperoleh yaitu pada setiap sampel kopi tanpa dekafeinasi perlakuan penyangraian mengasilkan rasa asam yang tidak kuat. Berkurangnya senyawa trigonelin selama proses dekafeinasi karena terlarut dalam air telah mengurangi jumlah senyawa piridin dan pada akhirnya menurunkan cita rasa dan aroma kopi secara menyeluruh.
V.
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pengolahan kopi dengan adanya proses penyangraian, dekafeinasi dan tanpa dekafeinasi dapat mempengaruhi sifat fisikokimia dan sensori kopi bubuk yang dihasilkan. Secara umum bubuk kopi yang dihasilkan baik dengan proses dekafeinasi maupun tanpa dekafeinasi setelah mengalami penyangraian akan menghasilkan kadar air dan rendemen yang semakin rendah. Sementara, berdasarkan uji sensori yang dilakukan secara umum kopi dengan dekafe inasi dan tanpa dekafeinasi memiliki hasil yang relatif hampir sama pad a beberapa parameter pengujian, namun berbeda pada parameter aroma, warna air seduhan dan tingkat kesukaan, dimana kopi tanpa dekafeinasi memiliki aroma yang lebih kuat, warna air seduhan yang lebih gelap dan tingkat kesukaan yang lebih disukai dibanding kopi dekafeinasi.
B. Saran
Praktikan diharapkan agar dapat lebih tertib dalam melaksanakan praktikum dan membaca dengan seksama petunjuk praktikum sebelum menjalankan praktikum sehingga dapat meminimalisir terjadinya kegagalan.
DAFTAR PUSTAKA
Almada, Deva Primadia. 2009. Pengaruh Peubah Proses Dekafeinasi Kopi Dalam Reaktor Kolom Tunggal terhadap Mutu Kopi.
Thesis. Sekolah
Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, Bogor. Najiyati, S. dan Danarti. 2007. Kopi: Budidaya dan Penanganan Lepas Panen. Penebar Swadaya, Jakarta. Nopitasari, Irma. 2010. Proses Pengolahan Kopi Bubuk (Campuran Arabika dan Robusta) Serta Perubahan Mutunya Selama Penyimpanan. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Pertanian Bogor, Bogor. Panggabean E. 2011. Buku Pintar Kopi. AgroMedia Pustaka, Jakarta. Pastiniasih, L., D. Mangunwidjaja., dan I. Yuliasih. 2012. Pengolahan Kopi Instan Berbahan Baku Kopi Lokal Buleleng, Bali (Campuran Robusta dan Arabika). Departement Teknologi industri Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Institusi Pertanian Bogor, Bogor. Prastowo, Bambang.,dkk. 2010. Budidaya dan Pasca Panen Kopi. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan. Jakarta Rahardjo, Pudji. 2012. Panduan Budidaya dan Pengolahan Kopi Arabika dan Robusta. Penebar Swadaya, Jakarta Ridwansyah. 2003. Pengolahan Kopi. Skripsi. Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Sumatera Utara. Wang, N. 2012. Physicochemical Changes of Coffee Beans During Roasting. Thesis. Master of Science University of Guelph. Ontario, Canada. 82 p. Wijiastuti, S. 2010. Pedoman Teknis Pengembangan Agroindustri Pengolahan Hasil Perkebunan. Penyuluh Perkebunan, Jakarta.
Yeretzian C, Pascual EC, dan Goodman BA. 2012. Effect of Roasting Condition and Grinding on Free Radical Contents of Coffee Beans Stored in Air. Food Chemistry. 131: 811-816
LAMPIRAN
No
1
2
3
Gambar
Keterangan
Sortasi biji kopi yang akan digunakan
Penimbangan biji kopi mentah
Proses dekafeinasi kopi A
4
5
6
Pengeringan hasil dekafeinasi kopi A
Proses penyangraian
Penimbangan biji kopi setelah disangrai
7
8
9
Penggilingan biji kopi dengan blender
Pengayakan bubuk biji kopi
Pengukuran kadar air biji kopi