1
BAB I PENDAHULUAN
Telinga merupakan salah satu organ penting bagi manusia. Secara anatomis, telinga di bagi menjadi telinga luar, telinga tengah, dan telinga dalam. Telinga luar menangkap bunyi, menghantarkannya, dan memperkuat serta menentukan arah datangnya bunyi. Telinga tengah mengubah getaran suara menjadi gelombang cairan. Kemudian telinga dalam mengubah getaran cairan menjadi rangsangan saraf.1 Gangguan pada telinga dapat menyebabkan berkurang atau hilangnya pendengaran seseorang. Salah satu penyakit penyakit pada telinga yang dapat menyebabkan menyebabkan gangguan tersebut ialah otitis media. Otitis media sendiri merupakan peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga tengah, tuba eustachius, antrum mastoid, dan sel-sel mastoid.2,3 Secara mudah, otitis media terbagi atas otitis media supuratif dan otitis media non supuratif ( = otitis media serosa, otitis media sekretoria, otiti s media musinosa, dan OME). Masing-masing golongan terbagi lagi atas akut dan kronis, yaitu otitis media supuratif akut ( otitis media akut = OMA) dan otitis media supuratif kronis (OMSK). Bagitu juga dengan otitis media serosa yang terbagi atas otitis media serosa akut dan otitis media serosa kronis. 1,2,3 Faktor usia merupakan salah satu faktor resiko yang cukup berkaitan dengan terjadinya OMA. Kasus OMA secara umum banyak terjadi pada anak-anak dibandingkan kalangan usia lainnya. Kondisi demikian terjadi karena faktor anatomis, dimana pada fase perkembangan telinga tengah saat usia anak-anak, tuba Eustachius memang memiliki posisi yang lebih horizontal dengan drainase yang minimal dibandingkan dengan usia lebih dewasa 1,2,3 Pada tahap OMA, biasanya sebagian kecil masyarakat menganggapnya sebagai hal biasa. Mereka baru akan mencari pengobatan ketika penyakitnya telah menjadi OMSK. Perjalanan penyakit dari otitis media akut (OMA) menjadi otitis media supuratif kronis (OMSK) apabila prosesnya sudah lebih dari 2 bulan. Bila prosesnya masih kurang dari 2 bulan maka disebut dengan otitis media supuratif subakut. Beberapa faktor yang dapat menyebabkan otitis media akut menjadi otitis
2
media supuratif kronis yaitu terapi yang terlambat diberikan, terapi tidak adekuat, virulensi kuman yang tinggi, daya tahan tubuh yang rendah (gizi buruk) atau hygiene buruk. 1,3
2
media supuratif kronis yaitu terapi yang terlambat diberikan, terapi tidak adekuat, virulensi kuman yang tinggi, daya tahan tubuh yang rendah (gizi buruk) atau hygiene buruk. 1,3
3
BAB II LAPORAN KASUS
2.1 IDENTITAS PASIEN
Nama
: An. J
Umur
: 5 tahun
Jenis kelamin
: Perempuan
Alamat
: Green Golf, Jambi
Agama
: Islam
Pekerjaan
:-
Pekerjaan Orang Tua
: Pns
Pendidikan Pasien
: TK
Pendidikan Orang Tua
: S1
2.2 ANAMNESIS Anamnesis dan pemeriksaan fisik dilakukan pada tanggal 18 Februari 2016
K eluhan luhan Uta Utam ma Nyeri pada telinga sebelah kiri disertai demam ± 1 minggu yang lalu.
R i wayat yat Pe P er j alanan lanan Pe P enyaki nyaki t An. j ( 5 tahun ), merasa nyeri pada telinga sebelah disertai demam ± 1 minggu yang lalu. Os sering menggunakan cotton bud untuk mengorek telinga (+) namun merasa pendengarannya menurun. Os mengatakan rasa berputar tidak ada, pusing tidak ada dan tidak ada riwayat trauma sebelumnya. Os sering mengalami batuk dan pilek. Os mengatakan mengalami pilek ± 3 hari yang lalu dan batuk tidak berdahak.
R i waya wayatt Pengob Peng obat atan an Os belum pernah berobat
4
Riwayat Penyakit Dahulu Riwayat nyeri pada telinga ± 2 bulan yang lalu (+) riwayat batuk dan pilek (+) riwayat hipertensi (-), riwayat DM (-), riwayat alergi obat (-), Riwayat asma (-).
Riwayat Penyakit Keluarga Tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit yang sama dengan os Tabel 2.1 Anamnesis Pasien TELINGA
HIDUNG
Ka / Ki
Ka/ki
Gatal
Sukar Menelan : -
Suara parau : -
Dikorek : +/+
Buntu : -/-
Sakit Menelan : -
Afonia : -
Nyeri
Bersin : -
Trismus :-
Sesak napas : -
Bengkak :-/-
* Dingin/Lembab : -
Ptyalismus : -
Rasa sakit : -
Otore
* Debu Rumah
Rasa Ngganjal : -
Rasa ngganjal : -
: -/+
: -/: - /-
Tinitus
:-/+
:-
Berbau : -/-
Rasa Berlendir : -
Mimisan : -/-
Rasa Kering : -
Vertigo : -
Nyeri Hidung : -/-
Mual
Suara sengau : -
:-
Muntah : -
2.3 PEMERIKSAAN FISIK
Kesadaran
: compos mentis
Pernapasan
: 20x/menit
Suhu
: 37.3 °C
Nadi
: 120x/menit
TD
: 110/70 mmHg
Anemia
: -/-
Sianosis
: -/-
Stridor inspirasi
: -/-
LARING
Rinore : -/-
Tuli
: -/+
TENGGOROK
5
Retraksi suprasternal : -
Retraksi interkostal
: -/-
Retraksi epigastrial
: -/-
2.3.1
Telinga
Tabel 2.2 Pemeriksaan Fisik Telinga Daun Telinga
Kanan
Kiri
Anotia/mikrotia/makrotia -
-
Keloid
-
-
Perikondritis
-
-
Kista
-
-
Fistel
-
-
Ott hematoma
-
-
Nyeri tekan tragus
-
-
Nyeri tarik daun telinga
-
-
Liang Telinga
Kanan
Kiri
Atresia
-
-
Serumen
-
-
Epidermis prop
-
-
Korpus alineum
-
-
Jaringan granulasi
-
-
Exositosis
-
-
Osteoma
-
-
Furunkel
-
-
Membrana Timpani
Kanan
Kiri
Hiperemis
-
+
Edema
-
+
Retraksi
-
-
Bulging
-
+
Atropi
-
-
6
Perforasi
-
-
Bula
-
-
Sekret
-
-
Refleks Cahaya
Arah jam 5
Sulit dinilai
Retro-aurikular
Kanan
Kiri
Fistel
-
-
Kista
-
-
Abses
-
-
Pre-aurikular
Kanan
Kiri
Fistel
-
-
Kista
-
-
Abses
-
-
2.3.2
Hidung
Tabel 2.3 Pemeriksaan Fisik Hidung Rinoskopi Anterior Kanan
Kiri
Vestibulum nasi
Hiperemis (-), livide (-)
Hiperemis (-), livide (-)
Sekret (-), hiperemis (-), Sekret (-), hiperemis (-),
Kavum nasi
Edema mukosa (-)
Edema mukosa (-)
Selaput lendir
+
+
Septum nasi
Deviasi (-), luka (-)
Deviasi (-), luka (-)
DBN
DBN
Lantai
+
dasar
hidung
Edema (-), pucat (-)
Konka inferior
Edema (-), pucat (-)
Meatus nasi inferior
DBN
DBN
Konka media
DBN
DBN
Meatus nasi media
DBN
DBN
Polip
-
-
Korpus alineum
-
-
7
Massa tumor Rinoskopi Posterior
-
-
Kanan
Kiri
Sekret (-), hiperemis (-), Sekret (-), hiperemis (-),
Kavum nasi
Edema mukosa (-)
Edema mukosa (-)
Selaput lendir
DBN
DBN
Koana
DBN
DBN
Septum nasi
Deviasi (-)
Deviasi (-)
Konka superior
Konka superior
Hiperemis (-), livide (-), Hiperemis (-), livide (-), hipertrofi (-)
hipertrofi (-)
Hiperemis (-), livide (-), Hiperemis (-), livide (-), hipertrofi (-)
hipertrofi (-)
Meatus nasi media
DBN
DBN
Muara tuba
DBN
DBN
Adenoid
DBN
DBN
Massa tumor
-
-
Fossa rossenmuller
-
-
Kanan
Kiri
Sinus Maxillaris
DBN
DBN
Sinus Frontalis
DBN
DBN
Transiluminasi Sinus
2.3.3
Mulut
Tabel 2.4 Pemeriksaan Fisik Mulut Hasil
Selaput lendir mulut
DBN
Bibir
Sianosis (-) raghade (-)
Lidah
Atropi papil (-), tumor (-)
Gigi
Kalkulus (-), Caries (-)
Kelenjar ludah
DBN
8
2.3.4
Faring
Tabel 2.5 Pemeriksaan Fisik Faring Hasil
Uvula
Bentuk normal, terletak ditengah
Palatum mole
hiperemis (-), benjolan (-)
Palatum durum
Hiperemis (-), benjolan (-)
Plika anterior
Hiperemis (-) Dekstra : tonsil T1, hiperemis (-), permukaan rata, kripta tidak melebar detritus (-), mobilitas (+)
Tonsil
Sinistra : tonsil T1, hiperemis (-), permukaan rata, kripta tidak melebar detritus (-), mobilitas (+)
Plika posterior
Hiperemis (-)
Mukosa orofaring
Hiperemis (-), granula (-)
2.3.5
Laringoskopi indirect Tabel 2.6 Pemeriksaan Fisik Laring Hasil
Pangkal lidah Epiglotis Sinus piriformis Aritenoid Sulcus aritenoid Corda vocalis Massa
Sulit dinilai
9
2.3.6
Kelenjar Getah Bening Leher
Tabel 2.7 Pemeriksaan Fisik Kelenjar Getah Bening Leher Kanan
Kiri
Regio I
DBN
DBN
Regio II
DBN
DBN
Regio III
DBN
DBN
Regio IV
DBN
DBN
Regio V
DBN
DBN
Regio VI
DBN
DBN
area Parotis
DBN
DBN
Area postauricula
DBN
DBN
Area occipital
DBN
DBN
Area supraclavicula
DBN
DBN
2.3.7
Pemeriksaan Nervi Craniales
Tabel 2.8 Pemeriksaan Nervus Cranialis Kanan
Kiri
Nervus III, IV, VI
DBN
DBN
Nervus VII
DBN
DBN
Nervus IX
DBN
Nervus XII
DBN
10
2.4 PEMERIKSAAN AUDIOLOGI
Tabel 2.9 Pemeriksaan Audiologi
Tes Pendengaran
Kanan
Kiri
Tes rinne
+ (normal)
+ (normal)
Tes weber
Lateralisasi ke telinga sakit (S)
Tes schwabach
Sama dg pemeriksa/N
Tes berbisik
6/6
Tuli sensorineural
Kesimpulan : Fungsi Pendengaran tuli sensorineural telingan sebelah kiri
2.5 DIAGNOSIS
Otitis Media Akut (OMA) aurikula sinistra stadium supurasi
2.6 DIAGNOSIS BANDING Telinga : Otitis Media Efusi, Otitis Eksterna Sirkumkripta, Otitis Eksterna
Difus
2.7 PENATALAKSANAAN
a. Antibiotik oral Lini pertama gol. Ampicillin, Amoxycillin ( dalam bentuk pulveres ) Lini kedua Sefalosporin gol.1 atau 2 ( dalam bentuk pulveres ) b. Idealnya harus disertai dengan miringitomi
Monitoring
Minta pasien untuk menghindari masuknya air pada telinga kiri yang dilakukan miringotomi Meminta pasien kontrol setelah 3 hari untuk melihat perbaikan dari keluhan yang dialami pasien Lakukan otoskopi untuk observasi keluhan setelah 3 hari
11
KIE (Komunikasi, Informasi dan Edukasi)
1. Menjelaskan mengenai penyakit pasien. 2. Menjelaskan kepada pasien mengenai tujuan dan manfaat dari pengobatan dan tindakan operatif yang diberikan kepada pasien 3. Memberitahu pasien untuk menutup telinga ketika mandi untuk mencegah telinga menjadi lembab dan tidak lagi mengorek telinga. 4. Memberitahu pasien akan pentingnya kontrol ulang dan terapi yang adekuat untuk penyakitnya serta menyarankan pasien untuk tetap menjaga higienitas.
2.8 PROGNOSIS
Quo ad vitam
: dubia ad bonam
Quo ad fungsionam
: dubia ad bonam
12
BAB III TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Anatomi Telinga
Secara anatomi telinga terbagi atas telinga luar, telinga tengah, dan telinga dalam.
Gambar 3.1 Anatomi Telinga 3.1.1 Telinga Luar
Telinga luar terdiri dari daun telinga sampai membran timpani. Daun telinga terdiri dari tulang rawan elastin dan kulit. Liang telinga berbentuk huruf S, dengan rangka tulang rawan pada sepertiga luar dan terdiri atas tulang pada dua pertiga dalam. Panjangnya kira-kira 2,5 – 3 cm.6 Pada sepertiga luar kulit liang telinga terdapat banyak kelenjar serumen (modifikasi kelenjar keringat yang disebut kelenjar serumen) dan rambut. Kelenjar keringat terdapat pada seluruh liang telinga. Sedangkan pada dua pertiga dalam hanya dijumpai sedikit kelenjar serumen.1,4,6
13
Gambar 3.2 Anatomi Daun Telinga
Gambar 3.3 Anatomi Membran Timpani Membran timpani berbentuk bundar dan cekung bila dilihat dari arah liang telinga dan terlihat oblik terhadap sumbu liang telinga. Membran timpani ini juga terbagi atas dua pars, yaitu:
Pars flaksida (membran sharpnell), terletak di bagian atas. Terdiri atas dua lapisan, yaitu bagian luar yang merupakan lanjutan epitel kulit liang telinga dan bagian dalam yang dilapisi sel kubus bersilia. Pada pars ini terdapat daerah yang disebut atik. Di tempat ini terdapat aditus ad antrum, yaitu lubang yang menghubungkan telinga tengah dengan antrum mastoid.
14
Pars tensa (membran propria), terletak di bagian bawah. Terdiri dari tiga lapisan, pada bagian tengahnya terdapat lapisan yang terdiri dari serat kolagen dan serat elastin yang berjalan secara radier di bagian luar dan sirkuler pada bagian dalam.1,3,4,6
Pada membran timpani inilah akan tampak refleks cahaya (cone of light), yaitu pada pukul 7 untuk telinga kiri dan pada pukul 5 untuk telin ga kanan. Pada telinga
tengah
juga
terdapat
tulang-tulang
pendengaran
yang
saling
berhubungan, yaitu maleus, inkus, stapes. Prosesus longus maleus melekat pada membran timpani, maleus melekat pada inkus, dan inkus melekat pada stapes. Stapes terletak pada tingkap lonjong yang berhubungan dengan koklea. 6 3.1.2 Telinga Tengah
Telinga tengah berbentuk kubus dengan batas-batas sebagai berikut:
Batas luar
: membran timpani
Batas depan
: tuba Eustachius
Batas bawah
: vena jugularis
Batas belakang : aditus ad antrum, kanalis fasialis pars vertikalis
Batas atas
: tegmen timpani (meningen/otak)
Batas dalam
: berturut-turut dari atas ke bawah kanalis semisirkularis horisontal, kanalis fasialis, tingkap lonjong, tingkap bundar, dan promontorium 6
Tuba Eustachius, juga disebut tuba auditorius atau faringotimpanik, menghubungkan nasofaring dengan kavum timpani. Pada orang dewasa, panjangnya sekitar 37,5 mm dan pada anak di bawah 9 bulan adalah 17,5 mm. (FKUI) Tuba ini berjalan ke arah bawah, depan dan medial dari ujung timpaniknya, membentuk sudut 45º terhadap bidang horisontal pada orang dewasa. Tuba Eustachius terbagi ke dalam 2 bagian: bagian tulang, yaitu di bagian posterolateral, membentuk 1/3 (12 mm) dari panjang keseluruhan dan bagian fibrokartilago, yang berada anteromedial, membentuk 2/3 (24 mm). Kedua bagian tersebut bertemu pada ismus, yang merupakan bagian tersempit dari tuba.5
15
Gambar 3.4 Anatomi Tuba Eustachius Tiga otot berhubungan dengan tuba: tensor veli palatini, levator veli palatini dan salpingipharyngeus. Serabut medial dari tensor veli palatini menempel dengan lamina lateral tuba dan ketika berkontraksi terjadi pembukaan lumen tuba. Serabut-serabut ini disebut juga otot dilator tuba. Peran sebenarnya dari otot tensor veli palatini dan salpingofaringeus untuk membuka tuba tidak pasti. Diyakini bahwa otot levator veli palatini yang berjalan inferior dan paralel terhadap bagian kartilaginosa tuba membentuk massa di bawah lamina medial dan selama kontraksi mendorong lamina ke atas dan medial sehingga membantu pembukaan tuba.5 Elastin hinge. Kartilago pada pertemuan lamina lateral dan medial pada bagian atap, kaya akan serabut elastin yang membentuk engsel (hinge). Dengan recoil -nya dapat membantu menjaga tuba tertutup ketika tidak lagi terbuka oleh otot-otot dilator tuba.5
Gambar 3.5 Potongan Vertikal Tuba Eustachius
16
3.1.3 Telinga Dalam
Gambar 3.6 Anatomi Telinga Dalam Telinga dalam terdiri dari koklea (rumah siput) berupa dua setengah lingkaran dan 3 buah kanalis semisirkularis. Ujung atau puncak koklea disebut helikotrema, menghubungkan perilimfe skala timpani dengan skala vestibuli. 6 Kanalis semisirkularis saling berhubungan secara tidak lengkap dan membentuk lingkaran yang tidak lengkap. Skala vestibuli dan skala timpani berisi perlimfe, sedangkan skal media berisi endolimfe. Dasar skala vestibuli disebut membran vestibuli (membran reissner), sedangkan dasar skala media adalah membran basalis. Pada membran ini terletak organ corti. 6
3.2 Fisiologi Pendengaran
Proses mendengar diawali dengan ditangkapnya energi bunyi oleh daun telinga dalam bentuk gelombang atau getaran. Getaran kemudian dialirkan ke liang telinga dan mengenai membran timpani, sehingga akan menggetarkan membran timpani melalui rangkaian tulang pendengaran (maleus, inkus, stapes) yang akan mengamplifikasi getaran melalui daya ungkit tulang pendengaran dan perkalian perbandingan luas membran timpani dan tingkap lonjong. Energi getar yang telah diamplifikasi ini akan diteruskan ke stapes yang akan menggetarkan tingkap lonjong, sehingga perilimfe pada skala vestibuli akan bergerak. Getaran diteruskan melalui
membran
reissner
yang
mendorong
endolimfe,
sehingga
akan
17
menimbulkan gerakan relatif antara membran basilaris dan membran tektoria. Proses ini merupakan rangsang mekanik yang menyebabkan terjadinya defleksi stereosilia sel-sel rambut, sehingga kanal ion terbuka dan terjadilah pelepasan ion bermuatan listrik dari badan sel. Keadaan ini menimbulkan depolarisasi sel rambut, sehingga melepaskan neurotransmitter ke dalam sinaps yang akan menimbulkan potensial aksi pada saraf auditorius, lalu dilanjutkan ke nukleus auditorius sampai ke korteks pendengaran (area 39-40) di lobus temporalis. 4,6
Gambar 3.7 Fisiologi Pendengaran
3.3 Definisi OMA
Otitis media ialah peradangan sebagian atau seluruh mukosa liang telinga tengah, tuba Eustachius, antrum mastoid, dan sel-sel mastoid. Otitis media terbagi atas otitis media supuratif dan otitis media non supuratif. Masing-masing memiliki bentuk akut dan kronis. Otitis media akut termasuk dalam bentuk otitis media supuratif.2
18
Gambar 3.8 Skema Pembagian Otitis Media Berdasarkan Durasi
Gambar 3.9 Skema Pembagian Otitis Media Berdasarkan Gejala Otitis media akut adalah infeksi akut telinga tengah dengan gejala dan tanda yang bersifat cepat dan singkat yang berlangsung selama 3 minggu atau kurang. Gejala dan tanda klinik lokal atau sistemik dapat terjadi secara lengkap atau sebagian, baik berupa otalgia, demam, gelisah, mual, muntah, diare, serta otore apabila telah terjadi perforasi membran timpani. Pada pemeriksaan otoskopik juga bisa dijumpai efusi telinga tengah.2,7
19
3.4 Etiologi dan Faktor Risiko OMA Etiologi
Bakteri piogenik sebagai penyebabnya yang tersering yaitu Streptokokus hemolitikus, Stafilokokus aureus, dan Pneumokokus. Kadang-kadang bakteri penyebabnya
yaitu
Hemofilus
influenza,
Escheria
colli,
Streptokokus
anhemolitikus, Proteus vulgaris, Pseudomonas aerugenosa. Hemofilus influenza merupakan bakteri yang paling sering kita temukan pada pasien anak berumur di bawah 5 tahun.2 Streptokokus pneumoni, Hemofilus influenza dan Moraksela kataralis merupakan mikroorganisme utama.8 Faktor Risiko
Faktor risiko terjadinya otitis media adalah umur, jenis kelamin, ras, faktor genetik, status sosioekonomi serta lingkungan, asupan air susu ibu (ASI) at au susu formula, lingkungan merokok, kontak dengan anak lain, abnormalitas kraniofasialis kongenital, status imunologi, infeksi bakteri atau virus di saluran pernapasan atas, disfungsi tuba Eustachius, inmatur tuba Eustachius dan lain-lain.9 Faktor umur juga berperan dalam terjadinya OMA. Peningkatan insidens OMA pada bayi dan anak-anak kemungkinan disebabkan oleh struktur dan fungsi tidak matang atau imatur tuba Eustachius. Selain itu, sistem pertahanan tubuh atau status imunologi anak juga masih rendah. Insidens terjadinya otitis media pada anak laki-laki lebih tinggi dibanding dengan anak pere mpuan.
3.5 Epidemiologi OMA
Otitis media akut dapat mengenai semua umur, tetapi sering mengenai anakanak. Peningkatan prevalensi otitis media pada sangat dipengaruhi oleh beberapa kondisi seperti kondisi sosial ekonomi, kejadian infeksi saluran napas atas, tempat tinggal yang padat, higiene dan nutrisi yang jelek. Penjalaran ISPA menjadi otitis media terutama terjadi pada anak-anak, hal ini dikarenakan pada anak saluran antara telinga tengah dan nasofaring lebih pendek dan lebar, serta arahnya yang lebih horizontal.3,10
20
3.6 Patogenesis dan Patofisiologi OMA
Telingah tengah biasanya steril, meskipun terdapat mikroba di nasofaring dan faring. Secara fisiologis terdapat mekanisme pencegahan masuknya mikroba ke dalam telinga tengah oleh silia mukosa tuba eusthachius, enzim penghasil mukus (misalnya muramidase) dan antibodi.1,2 Otitis media akut terjadi bila mekanisme fisiologis ini terganggu. Sebagai mekanisme pelengkap pertahanan di permukaan, suatu anyaman kapiler sub epitel yang penting menyediakan pula faktor – faktor humoral, leukosit polimorfonuklear dan sel fagosit lainnya. Obstruksi tuba eustachius merupakan suatu faktor penyebab dasar pada otitis media akut.3 Fungsi abnormal tuba Eustachius merupakan faktor yang penting pada otitis media. Obstruksi tuba Eustachius dapat terjadi secara intraluminal dan ekstraluminal. Faktor intraluminal adalah seperti akibat ISPA, dimana proses inflamasi terjadi, lalu timbul edema pada mukosa tuba serta akumulasi sekret di telinga tengah. Selain itu, sebagian besar pasien dengan otitis media dihubungkan dengan riwayat fungsi abnormal dari tuba Eustachius, sehingga mekanisme pembukaan tuba terganggu. Faktor ekstraluminal seperti tumor, dan hipertrofi adenoid.9
21
Gambar 3.10 Patogenesis Otitis Media 2 Pathogenesis OMA pada sebagian besar dimulai oleh infeksi saluran pernapasan atas (ISPA) atau alergi, atau perubahan tekanan udara yang tiba-tiba, sumbatan. Infeksi saluran napas atas atau alergi dapat menyebabkan terjadinya kongesti dan edema pada mukosa saluran napas atas, termasuk nasofaring dan tuba Eustachius. Tuba Eustachius menjadi sempit, sehingga terjadi sumbatan tekanan negatif pada telinga tengah. Bila keadaan demikian berlangsung lama akan menyebabkan refluks dan aspirasi virus atau bakteri dari nasofaring ke dalam telinga tengah melalui tuba Eustachius.2,3 Tekanan negatif dapat menimbulkan terjadinya effuse serosa. Efusi ini pada telinga
tengah
merupakan
media
yang
fertile
untuk
perkembangbiakan
mikroorganisme dan dengan adanya infeksi saluran napas atas dapat terjadi invasi virus dan bakteri ke telinga tengah, berkolonisasi dan menyerang jaringan dan menimbulkan infeksi. Efusi bisa sembuh/ normal. Efusi dengan fungsi tuba tetap terganggu namun infeksi negatif dapat menyebabkan terjadinya OME. 2,3 Disisi lain, akibat dari infeksi virus saluran pernapasan atas, sitokin dan mediator-mediator inflamasi yang dilepaskan akan menyebabkan disfungsi tuba Eustachius. Virus respiratori juga dapat meningkatkan kolonisasi dan adhesi bakteri, sehingga menganggu pertahanan imum pasien terhadap infeksi bakteri. Tuba eustachius yang tetap terganggu ditambah dengan infeksi yang postif sehingga menghasilkan nanah sebagai hasil perlawanan tubuh terhadap bakteri menjadi penyebab utama terjadinya OMA.OMA bisa s embuh atau berubah menjadi OME atau OMSK. 2,3 Perluasan radang atau infeksi dari hidung atau nasopharinx kedalam cavum tympani dimungkinkan akibat ada hubungan langsung hidung dan cavum tympani melalui tuba eustachius serta persamaan jenis mukosa antara kedua tempat tersebut.Pembengkakan pada jaringan sekitar saluran tuba eustachius dapat menyebabkan lendir yang dihasilkan sel-sel di telinga tengah berkumpul di belakang gendang telinga. Jika sekret dan pus bertambah banyak dari proses inflamasi lokal, pendengaran dapat terganggu karena membran timpani dan tulangtulang pendengaran tidak dapat bergerak bebas terhadap getaran.
22
Akumulasi cairan yang terlalu banyak akhirnya dapat menyebabkan telinga terasa semakin nyeri dan dapat merobek membran timpani akibat tekanannya yang meninggi sehingga bisa menyebabkan terjadinya OMSK. 9 Dipercayai bahwa anak lebih mudah terserang OMA dibanding dengan orang dewasa. Ini karena pada anak dan bayi, tuba lebih pendek, lebih lebar dan kedudukannya lebih horizontal dari tuba orang dewasa, sehingga infeksi saluran pernapasan atas lebih mudah menyebar ke telinga tengah. Panjang tuba orang dewasa 37,5 mm dan pada anak di bawah umur 9 bulan adalah 17,5 mm.Ini meningkatkan peluang terjadinya refluks dari nasofaring menganggu drainase melalui tuba Eustachius.2,9 Insidens terjadinya otitis media pada anak yang berumur lebih tua berkurang, karena tuba telah berkembang sempurna dan diameter tuba Eustschius meningkat, sehingga jarang terjadi obstruksi dan disfungsi tuba. Selain itu, sistem pertahanan tubuh anak masih rendah sehingga mudah terkena ISPA lalu terinfeksi di telinga tengah. Adenoid merupakan salah satu organ di tenggorokan bagian atas yang berperan dalam kekebalan tubuh. Pada anak, adenoid relatif lebih besar dibanding orang dewasa. Posisi adenoid yang berdekatan dengan muara tuba Eustachius sehingga adenoid yang besar dapat mengganggu terbukanya tuba Eustachius. Selain itu, adenoid dapat terinfeksi akibat ISPA kemudian menyebar ke telinga tengah melalui tuba Eustachius.9,10
Gambar 3.11 Perbedaan Antara Tuba Eustachius pada Anak-anak dan Orang Dewasa
23
3.7 Stadium OMA
1. Stadium Oklusi Tuba Eustachius
Gambar 3.12 Stadium Oklusi Tuba Pada stadium ini, terdapat sumbatan tuba Eustachius yang ditandai oleh retraksi membran timpani akibat terjadinya tekanan intratimpani negatif di dalam telinga tengah, dengan adanya absorpsi udara. Retraksi membran timpani terjadi dan posisi malleus menjadi lebih horizontal, refleks cahaya juga berkurang. Edema yang terjadi pada tuba Eustachius juga menyebabkannya tersumbat. Selain retraksi, membran timpani kadang- kadang tetap normal dan tidak ada kelainan, atau hanya berwarna keruh pucat. Efusi mungkin telah terjadi tetapi tidak dapat dideteksi. Stadium ini sulit dibedakan dengan tanda dari otitis media serosa yang disebabkan oleh virus dan alergi. Tidak terjadi demam pada stadium ini. 2
2. Stadium Hiperemis atau Stadium Pre-supurasi
Gambar 3.13 Membran Timpani Hiperemis
Pada stadium ini, terjadi pelebaran pembuluh darah di membran timpani, yang ditandai oleh membran timpani mengalami hiperemis, edema mukosa dan adanya sekret eksudat serosa yang sulit terlihat. Hiperemis disebabkan oleh oklusi tuba yang berpanjangan sehingga terjadinya invasi oleh mikroorganisme piogenik.
24
Proses inflamasi berlaku di telinga tengah dan membran timpani menjadi kongesti. Stadium ini merupakan tanda infeksi bakteri yang menyebabkan pasien mengeluhkan otalgia, telinga rasa penuh dan demam. Pendengaran mungkin masih normal atau terjadi gangguan ringan, tergantung dari cepatnya proses hiperemis. Hal ini terjadi karena terdapat tekanan udara yang meningkat di kavum timpani. Gejala-gejala berkisar antara dua belas jam sampai dengan satu hari. 2
3. Stadium Supurasi
Gambar 3.14. Membran Timpani Bulging dengan Eksudat Purulen Stadium supurasi ditandai oleh terbentuknya sekret eksudat purulen atau bernanah di telinga tengah dan juga di sel-sel mastoid. Selain itu edema pada mukosa telinga tengah menjadi makin hebat dan sel epitel superfisial terhancur. Terbentuknya eksudat yang purulen di kavum timpani menyebabkan membran timpani menonjol atau bulging ke arah liang telinga luar. Pada keadaan ini, pasien akan tampak sangat sakit, nadi dan suhu meningkat serta rasa nyeri di telinga bertambah hebat. Pasien selalu gelisah dan tidak dapat tidur nyenyak. Dapat disertai dengan gangguan pendengaran konduktif. Pada bayi demam tinggi dapat disertai muntah dan kejang. Stadium supurasi yang berlanjut dan tidak ditangani dengan baik akan menimbulkan iskemia membran timpani, akibat timbulnya nekrosis mukosa dan submukosa membran timpani. Terjadi penumpukan nanah yang terus berlangsung di kavum timpani dan akibat tromboflebitis vena-vena kecil, sehingga tekanan kapiler membran timpani meningkat, lalu menimbulkan nekrosis. Daerah nekrosis terasa lebih lembek dan berwarna kekuningan atau yellow spot.
25
Keadaan stadium supurasi dapat ditangani dengan melakukan miringotomi. Bedah kecil ini kita lakukan dengan menjalankan insisi pada membran timpani sehingga nanah akan keluar dari telinga tengah menuju liang telinga luar. Luka insisi pada membran timpani akan menutup kembali, sedangkan apabila terjadi ruptur, lubang tempat perforasi lebih sulit menutup kembali. Membran timpani mungkin tidak menutup kembali jikanya tidak utuh lagi. 2
4. Stadium Perforasi
Gambar 3.15 Membran Timpani Peforasi
Stadium perforasi ditandai oleh ruptur membran timpani sehingga sekret berupa nanah yang jumlahnya banyak akan mengalir dari telinga tengah ke liang telinga luar. Kadang-kadang pengeluaran sekret bersifat pulsasi (berdenyut). Stadium ini sering disebabkan oleh terlambatnya pemberian antibiotik dan tingginya virulensi kuman. Setelah nanah keluar, anak berubah menjadi lebih tenang, suhu tubuh menurun dan dapat tertidur n yenyak. Jika mebran timpani tetap perforasi dan pengeluaran sekret atau nanah tetap berlangsung melebihi tiga minggu, maka keadaan ini disebut otitis media supuratif subakut. Jika kedua keadaan tersebut tetap berlangsung selama lebih satu setengah sampai dengan dua bulan, maka keadaan itu disebut otitis media supuratif kronik. 2
5.
Stadium Resolusi Keadaan ini merupakan stadium akhir OMA yang diawali dengan
berkurangnya dan berhentinya otore. Stadium resolusi ditandai oleh membran timpani berangsur normal hingga perforasi membran timpani menutup kembali dan sekret purulen akan berkurang dan akhirnya kering. Pendengaran kembali normal.
26
Stadium ini berlangsung walaupun tanpa pengobatan, jika membran timpani masih utuh, daya tahan tubuh baik, dan virulensi kuman rendah. 2,11 Apabila stadium resolusi gagal terjadi, maka akan berlanjut menjadi otitis media supuratif kronik. Kegagalan stadium ini berupa perforasi membran timpani menetap, dengan sekret yang keluar secara terus- menerus atau hilang timbul. Otitis media supuratif akut dapat menimbulkan gejala sisa berupa otitis media serosa. Otitis media serosa terjadi jika sekret menetap di kavum timpani tanpa mengalami perforasi membran timpani.2
3.8 Diagnosis
Gejala klinik OMA bergantung pada stadium penyakit serta umur pasien. Pada anak yang sudah dapat berbicara keluhan utama adalah rasa nyeri di dalam telinga, keluhan disamping suhu tubuh yang tinggi. Biasanya te rdapat riwayat batuk pilek sebelumnya.2 Pada anak yang lebih besar atau pada orang dewasa, selain rasa nyeri terdapat pula gangguan pendengaran berupa rasa penuh ditelinga atau rasa kurang dengar. Pada bayi dan ank kecil geala khas OMA ialah suhu tubuh tinggi dapat sampai 39,5 ºC (pada stadium supurasi), anak gelis ah dan sukar tidur, tiba-tiba anak menjerit waktu tidur, diare, kejang-kejang dan kadang-kadang anak memegang telinga yang sakit. Bila terjadi ruptur membran timpani, maka sekret mengalir ke liang telinga, suhu tubuh turun dan anak tertidur tenang. 2,12
3.9 Diagnosis Banding
1. Otitis Media Akut OMA dapat dibedakan dari otitis media akut yang dapat menyerupai ottitis media dengan efusi. Efusi telinga tengah (middle ear effusion) merupakan tanda yang ada pada OMA dan otitis media dengan efusi. Efusi telinga tengah dapat menimbulkan gangguan pendengaran dengan 0-50 decibels hearing loss.3,7
27
Table 3.1. Perbedaan Gejala dan Tanda Antara OMA dan Otitis Media dengan Efusi3,7 Gejala dan tanda Otitis Media Akut Otitis Media dengan Efusi
Nyeri telinga (otalgia), menarik
+
telinga (tugging)
-
(kalaupun ada hanya sedikit pada saat awal tuba terganggu)
Inflamasi akut, demam
+
-
Efusi telinga tengah
+
+
+/-
-
timpani
+
+
timpani
+
+
Gangguan pendengaran
+
+
Otore purulen akut
+
-
Kemerahan membrane timpani,
+
-
Membran timpani membengkak (bulging), rasa penuh di telinga
Gerakan
membran
berkurang atau tidak ada
Warna
membran
abnormal seperti menjadi putih, kuning, dan biru
erythema
3.10 Tatalaksana OMA
Penatalaksanaan OMA tergantung pada stadium penyakitnya. Pengobatan pada stadium awal ditujukan untuk mengobati infeksi saluran napas, dengan pemberian antibiotik, dekongestan lokal atau sistemik, dan antipiretik. Tujuan pengobatan pada otitis media adalah untuk menghindari komplikasi intrakrania dan ekstrakrania yang mungkin terjadi, mengobati gejala, memperbaiki fungsi tuba Eustachius, menghindari perforasi membran timpani, dan memperbaikisistem imum lokal dan sistemik.13,14
28
Pada stadium oklusi tuba, pengobatan bertujuan untuk membuka kembali tuba Eustachius sehingga tekanan negatif di telinga tengah hilang. Diberikan obat tetes hidung HCl efedrin 0,5 % dalam larutan fisiologik untuk anak kurang dari 12 tahun atau HCl efedrin 1 % dalam larutan fisiologis untuk anak yang berumur diatas 12 tahun pada orang dewasa. Sumber infeksi harus diobati dengan pemberian antibiotik.2,15 Pada stadium hiperemis dapat diberikan antibiotik, obat tetes hidung dan analgesik. Dianjurkan pemberian antibiotik golongan penisilin atau eritromisin. Jika terjadi resistensi, dapat diberikan kombinasi dengan asam klavulanat atau sefalosporin.
Untuk
terapi
awal
diberikan
penisilin
intramuskular
agar
konsentrasinya adekuat di dalam darah sehingga tidak terjadi mastoiditis terselubung, gangguan pendengaran sebagai gejala sisa dan kekambuhan.2,16 Antibiotik diberikan minimal selama 7 hari. Bila pasien alergi tehadap penisilin,
diberikan
eritromisin.
Pada anak,
diberikan
ampisilin
50-100
mg/kgBB/hari yang terbagi da lam empat dosis, amoksisilin atau eritromisin masing-masing 50 mg/kgBB/hari yang terbagi dalam 3 dosis. 2 Pada stadium supurasi, selain diberikan antibiotik, pasien harus dirujuk untuk melakukan miringotomi bila membran timpani masih utuh sehingga gejala cepat hilang dan tidak terjadi ruptur. 2 Pada stadium perforasi, sering terlihat sekret banyak keluar, kadang secara berdenyut atau pulsasi. Diberikan obat cuci telinga (ear toilet) H2O2 3% selama 3 sampai dengan 5 hari serta antibiotik yang adekuat sampai 3 minggu. Biasanya sekret akan hilang dan perforasi akan menutup kembali dal am 7 sampai dengan 10 hari. 2,17 Pada stadium resolusi, membran timpani berangsur normal kembali, sekret tidak ada lagi, dan perforasi menutup. Bila tidak terjadi resolusi biasanya sekret mengalir di liang telinga luar melalui perforasi di membran timpani. Antibiotik dapat dilanjutkan sampai 3 minggu. Bila keadaan ini berterusan, mungkin telah terjadi mastoiditis. 2
29
Terapi simptomatis
Terapi tambahan seperti pemberian analgetika, antipiretika dan dekongestan oral dapat diberikan sesuai gejala. 15 Penanganan nyeri harus dilakukan terutama dalam 24 jam pertama onset OMA. Penanganan nyeri telinga pada OMA dapat menggunakan analgetik seperti: asetaminofen, ibuprofen, preparat topikal seperti benzokain, naturopathic agent, homeopathic agent, analgetik narkotik dengan kodein atau analog, dan timpanostomi / miringotomi. 16 Antihistamin dapat membantu mengurangi gejala pada pasien dengan alergi hidung. Dekongestan oral berguna untuk mengurangi sumbatan hidung. Tetapi baik antihistamin maupun dekongestan tidak memperbaiki penyembuhan atau meminimalisir komplikasi dari OMA, sehingga tidak rutin direkomendasikan. Manfaat pemberian kortikosteroid pada OMA juga masih kontroversi. 16 Dasar pemikiran untuk menggunakan kortikosteroid dan antihistamin adalah: obat tersebut dapat menghambat sintesis atau melawan aksi mediator inflamasi, sehingga membantu meringankan gejala pada OMA. Kortikosteroid dapat menghambat perekrutan leukosit dan monosit ke daerah yang terkena, mengurangi permeabilitas pembuluh darah, dan menghambat sintesis atau pelepasan mediator inflamasi dan sitokin.16Penggunaan yang dianjurkan adalah dekongestan topikal (Efedrin HCL 0,5%) terutama untuk mengatasi sumbatan hidung. 16
Terapi Bedah
Miringotomi adalah tindakan insisi pada pars tensa membran timpani untuk drainase sekret dari telinga tengah ke liang telinga luar. Prosedur ini merupakan prosedur terapi yaitu dengan menghilangkan tekanan udara di telinga tengah, dan juga prosedur yang bertujuan untuk diagnostik karena cairan yang didapat dari tindakan miringotomi dapat dikirim untuk kultur dan sensitivitas. 2 Pada miringotomi dilakukan pembedahan kecil di kuadran posterior-inferior membran timpani. Untuk tindakan ini diperlukan lampu kepala yang terang, corong telinga yang sesuai, dan pisau khusus (miringotom) dengan ukuran kecil dan steril. 2
30
Miringotomi hanya dilakukan pada kasus-kasus terpilih dan dilakukan oleh ahlinya. Disebabkan insisi biasanya sembuh dengan cepat (dalam 24-48 jam), prosedur ini sering diikuti dengan pemasangan tabung timpanostomi untuk ventilasi ruang telinga tengah. 2 Indikasi untuk miringotomi adalah terdapatnya komplikasi supuratif, otalgia berat, gagal dengan terapi antibiotik, pasien imunokompromis, neonatus, dan pasien yang dirawat di unit perawatan intensif. Indikasi miringostomi pada anak dengan OMA adalah nyeri berat, demam, komplikasi OMA seperti paresis nervus fasialis, mastoiditis, labirinitis, dan infeksi sistem saraf pusat. Miringotomi merupakan terapi third-line pada pasien yang mengalami kegagalan terhadap dua kali terapi antibiotik pada satu episode OMA. 16
3.11 Komplikasi OMA
Komplikasi dari OMA dapat terjadi melalui beberapa mekanisme, yaitu melalui erosi tulang, invasi langsung dan tromboflebitis. Komplikasi ini dibagi menjadi komplikasi intratemporal dan intrakranial. Komplikasi intratemporal terdiri dari: mastoiditis akut, petrositis, labirintitis, perforasi pars tensa, atelektasis telinga tengah, paresis fasialis, dan gangguan pendengaran. Komplikasi intrakranial yang dapat terjadi antara lain yaitu meningitis, encefalitis, hidrosefalus otikus, abses otak, abses epidural, empiema subdural, dan trombosis sinus lateralis. Komplikasi tersebut umumnya sering ditemukan sewaktu belum adanya antibiotik, tetapi pada era antibiotik semua jenis komplikasi itu biasanya didapatkan sebagai komplikasi dari otitis media supuratif kronik (OMSK). Penatalaksanaan OMA dengan komplikasi ini yaitu dengan menggunakan antibiotik spektrum luas, dan pembedahan seperti mastoidektomi.16
3.12 Pencegahan OMA
Terdapat beberapa hal yang dapat mencegah terjadinya OMA. Mencegah ISPA pada bayi dan anak-anak, menangani ISPA dengan pengobatan adekuat, menganjurkan pemberian ASI minimal 6 bulan, menghindarkan pajanan terhadap lingkungan merokok, dan lain-lain. 16
31
ANALISIS KASUS
Berdasarkan anamnesis yang telah dilakukan pada An. J (perempuan, 5 tahun), diketahui bahwa An. j datang ke poliklinik THT RSUD Raden Mattaher Jambi dengan keluhan utama nyeri pada telinga sebelah kiri disertai demam ± 1 minggu yang lalu. Os sering menggunakan cotton bud untuk mengorek telinga (+) namun merasa pendengarannya menurun. Os mengatakan rasa berputar tidak ada, pusing tidak ada dan tidak ada riwayat trauma sebelumnya. Os juga memiliki riwayat batuk dan pilek ± 3 hari yang lalu, pileknya encer dan berwarna bening tanpa disertai dengan bersin-bersin, batuk tidak berdahak. Os belum pernah berobat ke dokter. Riwayat neri pada telinga ± 2 bulan yang lalu, riwayat batuk dan pilek (+), riwayat hipertensi (-), riwayat DM (-), riwayat alergi obat (-), Riwayat asma (-), dan riwayat penyakit keluarga tidak ada. Kemudian dilakukan pemeriksaan fisik terhadap An. J dan didapat hasil suhu tubuh 37,3, edema pada mukosa liang telinga kiri, membran timpani telinga kiri mengalami bulging serta terlihatnya eksudat dikavum timpani. Ditemukan sekret pada hidung kanan dan kiri. Dari anamnesis dan pemeriksaan fisik maka dapat disimpulkan An. J menderita otitis media akut (OMA) aurikula sinistra stadium supurasi yang kemungkinan terjadi karena efek dari batuk dan pilek sebelumnya serta kebiasaan mengorek telinga menggunakan cotton bud . Berdasarkan gejala dan tanda, maka pasien ini diberikan obat antibiotik dan dilakukan tindakan operatif miringotomi.
32
BAB V KESIMPULAN
Otitis Media adalah peradangan pada sebagian atau seluruh mukosa telinga tengah, tuba Eustachius, antrum mastoid, dan sel-sel mastoid. 2 Otitis media berdasarkan durasi terdiri atas akut (< 3minggu), subakut (3-12 minggu) dan kronis (>12 minggu). Otitis media akut adalah infeksi akut telinga tengah dengan gejala dan tanda yang bersifat cepat dan singkat yang berlangsung selama 3 minggu atau kurang. Gejala klinik OMA bergantung pada stadium penyakit serta umur pasien. Pada anak yang sudah dapat berbicara keluhan utama adalah rasa nyeri di dalam telinga, keluhan disamping suhu tubuh yang tinggi. Biasanya terdapat riwayat batuk pilek sebelumnya.2 Pada anak yang lebih besar atau pada orang dewasa, selain rasa nyeri terdapat pula gangguan pendengaran berupa rasa penuh ditelinga atau rasa kurang dengar. Pada bayi dan ank kecil geala khas OMA ialah suhu tubuh tinggi dapat sampai 39,5 ºC (pada stadium supurasi), anak gelis ah dan sukar tidur, tiba-tiba anak menjerit waktu tidur, diare, kejang-kejang dan kadang-kadang anak memegang telinga yang sakit. Bila terjadi ruptur membran timpani, maka sekret mengalir ke liang telinga, suhu tubuh turun dan anak tertidur tenang. 2
33
DAFTAR PUSTAKA
1. Van den Broek, Feenstra. Buku saku Ilmu Kesehatan Tenggorok, Hidung, dan Telinga. Edisi ke-12. Jakarta : EGC, 2010 2. Efiaty Arsyad Soepardi, dkk. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorokan. Edisi Ketujuh. Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2012. hal. 57-69. 3. Boies R. Lawrence, Adam L. George. Penyakit Telinga Tengah dan Mastoid. Alih bahasa : Wijaya Caroline. BOIES Buku Ajar Penyakit THT. Edisi ke-6. Jakarta : EGC, 1997. 4. Snell, Richard S. Anatomi Klinik Edisi 6. Jakarta: EGC, 2006 5. Dhingra, PL. Otitis Media With Effusion in Disease of Ear, Nose, and Throat 6th Edition. New Delhi: Churchill Livingstone, 2014 6. Soepardi E A, Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti R. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorokan. Edisi Ketujuh. Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2012. 7. Healy GB. Rosbe KW. Otitis Media and Middle Ear Effusions. In: Ballenger’s Otorhinolarygology Head and Neck Surgery. Sixteenth edition. BC Decker Inc. Ontario, 2003, 249-59 8. Canter RJ. Acute suppurative otitis media. In : Ke rr AG, ed. Scott Brown’s Otolaryngology. Sixth edition. Vol. 3. Butterworth-Heinemann, London, 1997, 3/9/1-7. 9. Kerschner, J.E., 2007. Otitis Media. In: Kliegman, R.M., ed. Nelson Textbook of Pediatrics. 18th ed. USA: Saunders Elsevier, 2632-46. 10. World Health Organization. Burden of Illnessand Management Options Child and Adolescent Health and DevelopmentPrevention of Blindness and Deafness (serial online). Geneva, Switzerland, 2004. Available https://www.who.org/ 11. Donaldson JD. Acute Otitis Media. Updated Oct 28, 2011. Available from: http://www.emedicine.medscape.com. 12. Ghanie A. Penatalaksanaan otitis media akut pada anak. Tinjauan pustaka. Palembang: Departemen THT-KL FK Unsri/RSUP M.Hoesin;2010