ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN CA OVARIUM DENGAN GANGGUAN KEBUTUHAN DASAR NYERI Diruang Rajawali 4b RSUP Dr. Kariyadi Semarang Tanggal Praktek
: 19 September – 1 Oktober 2016
Nama Mahasiswa : Tunjung Tejo Mukti NIM
: G3A016080
Nama Pembimbing : Saran Pembimbing : Tanda Tangan Pembimbing
PROGRAM STUDI PROFESI NERS FAKULTAS ILMU KESEHATAN DAN KEPERAWATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG 2016
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap individu pernah mengalami nyeri dalam tingkatan tertentu. Nyeri merupakan alasan yang paling umum orang mencari perawatan kesehatan karena nyeri sangat mengganggu dan menyulitkan lebih banyak orang dibanding penyakit manapun. Nyeri bersifat subjektif dan sangat bersifat individual, tidak ada dua individu mengalami nyeri yang sama dan tidak ada dua kejadian nyeri yang sama mengambil respon atau perasaan yang identik pada seseorang individu (Potter & Perry, 2005). Nyeri adalah suatu pengalaman sensori dan emosional yang tidak nyaman yang berhubungan dengan kerusakan jaringan aktual dan potensial (The International Association for the Study of Pain 2003 dalam Lathifah 2012). Berdasarkan durasinya nyeri terbagi menjadi 2 yaitu nyeri akut dan nyeri kronis. Menurut Tamsuri, (2009) nyeri akut adalah nyeri yang terjadi dalam waktu (durasi) dari 1 detik sampai dengan kurang dari enam bulan. dan akan mereda saat sumber nyerinya diketahui dan diobati. Nyeri kronis adalah nyeri yang berlangsung terus menerus selama 6 bulan atau lebih.Nyeri ini berlangsung di luar waktu penyembuhan yang diperkirakan dan sering tidak dapat dikaitkan dengan penyebab atau cedera spesifik (Brunner & Suddarth, 2010). Kanker pada umumnya menghasilkan nyeri melalui dua cara yaitu melalui pertumbuhan selanjutnya bermetastasis sel-sel kanker dan melalui beragam pengobatan yang dilakukan untuk mengontrol pertumbuhan sel kanker tersebut (Brannon & Feist, 2011). Pertumbuhan dan metastasis kanker akan menyebabkan perubahan-perubahan fisiologi. Perubahan fisiologi yang terjadi akibat kanker yang dapat menimbulkan nyeri yaitu kerusakan tulang, obstruksi lumina, saraf perifer, tekanan kanker yang membesar, adanya iskemia, distensi dan inflamasi, infeksi atau nekrosis jaringan (Baradero & kolega, 2007).
Beberapa pengobatan kanker yang dapat menimbulkan nyeri yaitu pembedahan, radioterapi dan kemoterapi. Nyeri pada kanker bersifat kronis karena pada umumnya pasien kanker akan mengalami nyeri sepanjang hidupnya dan nyeri akan bertambah seiring meningkatnya stadium (Brunner & Suddarth, 2010). Prevalensi nyeri pada kanker diperkirakan sebesar 25% pada pasien yangbaru didiagnosis, 33% pada pasien yang sedang menjalani terapi dan 75%pada stadium akhir. Nyeri kronik pada pasien kanker yang menjalani terapi diperkirakan sekitar 33% (Arasen, 2012). Angka kejadian kanker ovarium di Indonesia belum diketahui dengan pasti karena pencatatan dan pelaporan yang kurang baik. Sebagai gambaran di RSU Dharmais, ditemukan kira-kira 30 pasien setiap tahun. Menurut data hasil penelitian di Rumah Sakit Umum Cipto Mangunkusumo terdata pada tahun 2008 ada 428 kasus pasien kanker endometriosis, 20% diantaranya meninggal dunia dan 65% diantaranya adalah wanita karir yang telah berumah tangga, sedangkan pada tahun 2009 terdata 768 kasus pasien kanker endometriosis, dan 25% diantaranya meninggal dunia, dan 70% diantaranya adalah wanita karir yang telah berumah tangga (Nasdaldy, 2009). Hasil laporan bulan Desember 2014 di ruang Pepaya RSUD Cengkareng dari 10 kasus terbanyak yang menyebabkan wanita di rawat, kanker ovarium menempati urutan ke-7 dengan jumlah 6 pasien dari 10 penyakit terbanyak tersebut. Artinya, kanker ovarium merupakan penyebab angka kesakitan pada wanita dan menyebabkan wanita harus dirawat di RS. Kanker ovarium menimbulkan beberapa manifestasi. Semua kelenjar pada pelvis dan kavum abdominal pada akhirnya akan terkena. Penyebaran awal kanker ovarium dengan jalur intraperitoneal dan limfatik muncul tanpa gejala yang spesifik. Gejala tidak pasti yang akan muncul seiring dengan waktu adalah perasaan berat pada pelvis, nyeri panggul dan nyeri saat senggama, sering berkemih, disuria dan perubahan fungsi gastrointestinal, seperti rasa penuh, mual,
tidak enak pada perut, cepat kenyang dan konstipasi (Prawirohardjo, 2005). Terjadinya nyeri pada penderita kanker ovarium disebabkan karena kompresi sel abnormal yang bermetastasis seiring berjalannya waktu terhadap organ yang ada disekitar ovarium. Dari fenomena tersebut penulis tertarik untuk melakukan suatu kajian studi kasus pada klien “Ca Ovarium” khususnya terhadap Ny. M di ruang Rajawali 4B di RSUP Dr. Kariadi Semarang “ B. Tujuan Penulisan Makalah 1. Tujuan Umum Makalah ini bertujuan untuk memberikan asuhan keperawatan kepada Ny. M diagnosa Ca Ovarium dengan gangguan kebutuhan dasar nyeri 2. Tujuan Khusus Tujuan khusus penyusunan makalah ini adalah agar mahasiswa mampu : a. Melakukan pengkajian pada Ny.M diagnosa Ca Ovarium dengan gangguan kebutuhan dasar nyeri b. Merumuskan diagnosa keperawatan pada Ny.M diagnosa Ca Ovarium dengan gangguan kebutuhan dasar nyeri c. Menyusun rencana keperawatan pada Ny.M diagnosa Ca Ovarium dengan gangguan kebutuhan dasar nyeri d. Melakukan intervensi keperawatan pada Ny.M diagnosa Ca Ovarium dengan gangguan kebutuhan dasar nyeri e. Melakukan evaluasi kepada tindakan yang diberikan terhadap Ny. M diagnosa Ca Ovarium dengan gangguan kebutuhan dasar nyeri. f. Menyusun rencana tindak lanjut terhadap Ny.M diagnosa Ca Ovarium dengan gangguan kebutuhan dasar nyeri.
C. Manfaat 1. Mahasiswa Keperawatan Manfaat terhadap mahasiswa adalah sebagai wadah latihan dan gambaran menjadi perawat profesional yang dapat memberikan asuhan keperawatan yang komprehensif kepada pasien. Selain itu juga melatih mahasiswa mengelola manajemen keperawatan secara efektif dan efisien. 2. Institusi Pendidikan Manfaat untuk pihak institusi pendidikan adalah meningkatkan kompetensi lulusan institusi sebagai manajemen ruangan dan kasus serta menghasilkan tugas akhir dalam bentuk karya ilmiah 3. Lahan Praktek Manfaat untuk di lahan praktek dapat meningkatkan mutu pelayanan lahan praktek dengan penerapan intervensi kasus sesuai dengan kasus kelolaan mahasiswa sehingga dapat menambah intervensi perawat ruangan dalam melakukan asuhan keperawatan kepada pasien secara komprehensif.
BAB II TINJAUAN TEORI A. Konsep Kebutuhan Dasar Rasa Nyaman Gangguan kenyamanan merupakan keadaan ketika individu mengalami sensasi yang tidak menyenagkan dalam berespons terhadap suatu rangsangan yang berbahaya (Lynda, 2006). Nyeri merupakan suatu kondisi yang lebih dari sekedar sensasi tunggal yang disebabkan oleh stimulus tertentu. Nyeri bersifat subyektif dan sangat bersifat individual. Stimulus nyeri dapat berupa stimulus yang bersifat fisik / mental, sedangkan kerusakan dapat terjadi pada jaringan aktual / pada fungsi ego seorang individu (Sudoyo, W.A. dkk., 2008). Pemenuhan kebutuhan rasa nyaman “nyeri” adalah bagian dari kebutuhan rasa nyman “nyeri” diperlukan untuk proses kehidupan (Potter dan Perry. 2005). B. Klasifikasi Klasifikasi menurut Mubarak, dkk., (2007) nyeri secara umum di bagi menjadi dua, yakni nyeri akut dan kronis. 1. Nyeri akut merupakan nyeri yang timbul secara mendadak dan cepat menghilang, yang tidak melebihi 6 bulan dan di tandai adanya peningkatan tegangan otot. 2. Nyeri kronis merupakan nyeri yang timbul secara perlahan-lahan, biasanya berlangsung cukup lama, yaitu lebih dari 6 bulan. Termasuk dalam kategori nyeri kronis adalah nyeri terminal, sindrom nyeri kronis, dan nyeri psikosomatis. Ditinjau dari sifat terjadinya, nyeri dapat dibagi kedalam beberapa kategori, di antaranya nyeri tersusuk dan nyeri terbakar.
C. Etiologi 1. Trauma pada jaringan tubuh, misalnya kerusakkan jaringan akibat bedah atau cidera. 2. Iskemik jaringan. 3. Spasmus otot merupakan suatu keadaan kontraksi yang tak disadari atau tak terkendali, dan sering menimbulkan rasa sakit. Spasme biasanya terjadi pada otot yang kelelahan dan bekerja berlebihan, khususnya ketika otot teregang berlebihan atau diam menahan beban pada posisi yang tetap dalam waktu yang lama. 4. Inflamasi pembengkakan jaringan mengakibatkan peningkatan tekanan lokal dan juga karena ada pengeluaran zat histamin dan zat kimia bioaktif lainnya. 5. Post operasi setelah dilakukan pembedahan (Mubarak, dkk., 2007). D. Patofisioligi Proses nyeri menurut Hidayat, A. .2008 dimulai dari stimulasi hosiseptor oleh stimulus hoxIVS sampai terjadinya pengalaman subjektif nyeri adalah suatu seri kejadian elektrolit dan kimia yang dibagi menjadi 4 fase, yaitu : 1. Transduksi Stimulai nasiseptor oleh stimulus noxivs pada jaringan yang kemudian akan mengakibatkan stimulasi nasiseptor dimana disini stimulus noxivs tersebut akan dirubah menjadi potensial aksi, potensial aksi tersebut akan ditransmisikan menuju neuron susunan saraf pusat yang berhubungan dengan nyeri. 2. Transmisi Tahap pertama transmisi adalah konduksi impuls dari neuron aferen primer ke korno dossalis medula spinalis. Pada kono dorssalis ini neuron eferen primer bersinap dengan neuron ssp. Dari sini jaringan neuron tersebut akan naik keatas di medula spinalis menuju batang otak dan thalamus, selanjutnya ada hubungan timbal balik antara thalamus dan ssp
yang lebih tinggi di otak yang mengurusi respon persepsi dan afektif yang berhubungan dengan nyeri. 3. Modulasi Sinyal yang mampu mempengaruhi proses nyeri tersebut, tempat modulasi sinyal yang diketahui adalah pola kornu dorsalis medula spinalis. 4. Persepsi Merupakan proses terakhir dimana pesan nyeri direlai menuju ke otak dengan menghasilkan pengalaman nyeri yang tidak menyenangkan. E. Manifestasi Klinis 1. Gangguam tidur 2. Posisi menghindari nyeri 3. Gerakan meng hindari nyeri 4. Raut wajah kesakitan (menangis,merintih) 5. Perubahan nafsu makan 6. Tekanan darah meningkat 7. Nadi meningkat 8. Pernafasan meningkat 9. Depresi (Hidayat, A.A., 2008) F. Penatalaksanaan Menurut Smeltzer, S.C., Bare, B.G. (2002) penatalaksanaan nyeri yaitu : 1. Stimulasi dan masase kutaneus Masase adalah stimulasi kutaneus tubuh secara umum, sering dipusatkan pada punggung dan bahu dengan cara memijatnya pelan – pelan. 2. Terapi es dan panas Terapi es dapat menurunkan prostaglandin, yang memperkuat sensitivitas reseptor nyeri dan sub kutan lain pada tempat cedera dengan menghambat
proses inflamasi. Penggunaan panas mempunyai keuntungan meningkatkan aliran darah ke suatu areadan kemungkinan dapat turut menurunkan nyeri dengan mempercepat penyembuhan. Baik terapi es maupun terapi panas harus digunakan dengan hati – hati dan dipantau dengan cermat untuk menghindari cedera kulit 3. Distraksi Distraksi yaitu mengalihkan perhatian pasien pada sesuatu selain pada nyeri dapat menjadi strategi yang berhasil. 4. Teknik relaksasi Relaksasi otot skeletal dipercaya dapat menurunkan nyeri dengan merilekskan ketegangan otot yang menunjang nyeri. Periode relaksasi yang teratur dapat membantu untuk melawan keletihan dan ketegangan otot yang terjadi dengan nyeri kronis dan yang meningkatkan nyeri. Tahap relaksasi : a. Duduk tenang dalam posisi nyaman. Tutup mata perlahan, kendurkan otot – otot tubuh, tarik nafas perlahan dan teratur, ambil nafas melalui hidung dan keluarkan melalui mulut. b. Imajinasi terbimbing, menggunakan imajinasi seseorang dalam suatu cara yang dirancang secara khusus untuk mencapai efek positif tertentu. c. Hipnosis, keefektifan hipnosis tergantung pada kemudahan hipnotik individu. G. Pengkajian Nyeri Menurut Smeltzer, S.C., Bare, B.G. 2002 pengkajian nyeri sebagai berikut : 1. Kaji adanya faktor – faktor yang menyebabkan nyeri: a. Pembedahan b. Prosedur diagnostic infasif c. Trauma (fraktur, luka bakar)
d. Lamanya penekanan pada bagian tubuh karena imobilitas e. Penyakit kronis ( kanker ) 2. Kaji nyeri yang berhubungan dengan: a. P = Problem : pencetus nyeri Faktor – faktor yang merangsang nyeri : 1) Apa yang membuat nyeri bertambah buruk? 2) Apa yang mengurangi nyeri b. Quality : kualitas nyeri 1) Nyeri dirasakan seperti apa? 2) Apakah nyeri dirasakan tajam, tumpul, ditekan dengan berat, berdenyut sperti diiris, atau tercekik? c. R = Region : lokasi nyeri 1) Dimana nyeri tersebut? 2) Apakah nyeri menyebar atau menetap pada satu tempat? d. S = Squerity = intensitas nyeri 1) Apakah nyeri ringan sedang atau berat? 2) Seberapa berat nyeri yang dirasakan? e. T = Time : waktu 1) Berapa lama nyeri dirasakan? 2) Apakah nyeri terus menerus atau kadang – kadang? f. Perhitungan skala nyeri 1) Skala numerik → digunakan untuk pasien dewasa 0 = no pain / tidak nyeri. 1 – 3 = mild (nyeri ringan → tidak mengganggu aktivitas) 4 – 6 = moderate (nyeri sedang → mengganggu aktivitas) 7 – 9 = severe (nyeri berat → tidak bisa melakukan aktivitas) 10 = nyeri sangat berat
3. Skala ekspresi wajah
. H. Diagnosa Keperawatan Gangguam rasa nyaman: nyeri berhubungan dengan ketidaknyamanan. Menurut NANDA, (2014) diagnosis keperawatan untuk klien yang mengalami nyeri atau ketidaknyamanan : 1. Nyeri akut berhubungan dengan trauma jaringan infeksi (cedera) Ditandai dengan: a. Melaporkan nyeri secara verbal atau non verbal b. Menunjukan kerusakan c. Posisi untuk mengurangi nyeri d. Gerakan untuk melindungi e. Tingkah laku untuk berhati – hati f. Gangguan tidur ( mata sayu, tampak lelah, sulit atau gerakan kacau dan menyeringai) g. Fokus pada diri sendiri 2. Nyeri kronis berhubungan dengan ketidakmapuan psiko sosial atau fisik secara kronis Ditandai dengan a. Perubahan berat badan b. Perubahan pola tidur
c. KelelahanTakut cedera kembali d. Interksi dengan orang lain menurun e. Perubahan kemampuan dalam melakukan aktifitas
KONSEP DASAR CA OVARIUM 1. Anatomi Fisiologi Organ Reproduksi Wanita Organ reproduksi wanita terdiri atas organ eksterna dan organ interna. Organ interna berfungsi dalam kopulasi, sedangkan organ interna berfungsi dalam ovulasi, sebagai tempat fertilisasi sel telur dan perpindahan blastosis, ovarium merupakan salah satu organ reproduksi wanita, serta sebagai tempat implantasi; dapat dikatakan organ interna berfungsi untuk pertumbuhan dan kelahiran janin.
a. Vagina Vagina merupakan saluran fibromuskuler elastis yang membentang ke atas dan ke belakang dari vulva hingga uterus. Dinding anterior vagina
mempunyai panjang kurang lebih 7,5 cm dan dinding posteriornya 9 cm. Vagina mempunyai banyak fungsi yaitu sebagai saluran keluar dari uterus, dilalui sekresi uterus, dan kotoran menstruasi, sebagai organ kopulasi dan sebagai bagian jalan lahir saat persalinan. Dinding vagina terdiri atas empat lapisan : Lapisan epitel gepeng berlapis : pada lapisan ini tidak terdapat kelenjar tetapi cairan akan merembes melalui epitel untuk memberikan kelembaban, Jaringan kolektif areoler yang dipasok pembuluh dengan baik, Jaringan otot polos berserabut longitudinal dan sirkuler, lapisan luar jaringan ikat fibrosa berwarna putih. Fornik berasal dari kata latin yang artinya selokan. Pada tempat servik menuju kedalam kubah vagina terbentuk sebuah selokan melingkar yang mengelilingi servik. Fernik ini terbagi menjadi empat bagian: fornik posterior, anterior dan dua buah fernik latera. b. Uterus Uterus merupakan organ muskuler yang sebagian tertutup oleh peritoneum atau serosa. Bentuk uterus menyerupai buah pir yang gepeng. Uterus wanita yang tidak hamil terletak pada rongga panggul antara kandung kemih di anterior dan rectum posterior. Uterus wanita nullipara panjang 6-8 cm, dibandingkan dengan 9-10 cm pada wanita multipara. Berat uterus wanita yang pernah melahirkan antara 50-70 gram sedangkan pada yang belum pernah melahirkan beratnya 80 gram atau lebih. Uterus terdiri atas: 1) Fundus uteri Merupakan bagian uterus proksimal, disitu kedua tuba falopi berinsersi ke uterus. Di dalam klinik penting diketahui sampai dimana fundus uteri berada, oleh karena tuanya kehamilan dapat diperkirakan dengan perabaan fundus uteri. 2) Korpus uteri Merupakan bagian uterus yang terbesar. Rongga yang terdapat pada korpus uteri disebut kavum uteri. Dinding korpus uteri terdiri dari 3
lapisan: serosa, muskula dan mukosa. Mempunyai fungsi utama sebagai perkembangan janin. 3) Servik uteri Servik merupakan bagian uterus dengan fungsi khusus, terletak dibawah isthmus. Servik memiliki serabut otot polos namun terutama terdiri atas jaringan kolagen, ditambah jaringan elastin serta pembuluh darah. Kelenjar ini berfungsi mengeluarkan secret yang kental dan lengket dari kanalis servikalis. Jika saluran kelenjar servik tersumbat dapat berbentuk kista, retensi berdiameter beberapa millimeter yang disebut sebagai folikel nabothian. Secara histologik uterus terdiri atas: 1) Endometrium dikorpus uteri dan endoservik diservik uteri, merupakan bagian terdalam dari uterus yaitu lapisan mukosa yang melapisi rongga uterus pada wanita yang tidak hamil. Endometrium terdiri atas epitel kubik, kelenjar-kelenjar dan jaringan dengan banyak pembuluh darah yang berkeluk-keluk. Ukuran endometrium bervariasi yaitu 0,5 mm hingga 5 mm. Endometrium terdiri dari epitel permukaan, kelenjar dan jaringan mesenkim antar kelenjar yang didalamnya banyak terdapat pembuluh darah. Epitel permukaan endometrium terdiri dari satu lapisan sel kolumner tinggi, bersilia dan tersusun rapat. Kelenjar uterus berbentuk tubuler merupakan invaginasi dari epitel, kelenjar ini menghasilkan cairan alkalis encer yang berfungsi menjaga rongga uterus tetap lembab. 2) Miometrium, merupakan jaringan pembentuk sebagian besar uterus dan terdiri dari kumpulan otot polos yang disatukan jaringan ikat dengan banyak serabut elastin didalamnya. Menurut Schwalm dan Dubrauszky, 1966 banyaknya serabut otot pada uterus sedikit demi sedikit berkurang kearah kaudal, sehingga pada servik otot hanya merupakan 10% dari massa jaringan. Selama masa kehamilan
terutama melalui proses hipertrofi, miometrium sangat membesar, namun tidak terjadi perubahan yang berarti pada otot servik. 3) Lapisan serosa, yakni peritoneum visceral uterus sebenarnya terapung-apung dalam rongga pelvis dengan jaringan ikat dan ligamentum yang menyokongnya. c. Tuba Falopi Tuba falopi merupakan saluran ovum yang terentang antara kornu uterine hingga suatu tempat di dekat ovarium dan merupakan jalan ovum mencapai rongga uterus. Panjang tuba falopi antara 8-14 cm, tuba tertutup oleh peritoneum dan lumennya dilapisi oleh membrane mukosa. Tuba falopi terdiri atas Pars interstisialis (bagian yang terdapat didinding uterus), Pars Ismika (merupakan bagian medial tuba yang sempit seluruhnya), Pars Ampularis (bagian yang terbentuk agak lebar, tempat konsepsi terjadi), Pars Infudibulum (bagian ujung tuba yang terbuka kearah abdomen dan mempunyai fimbria. Fimbria penting artinya bagi tuba untuk menangkap telur dan kemudian menyalurkan ke dalam tuba). d. Ovarium
Ovarium merupakan kelenjar berbentuk buah kenari terletak dikiri dan kanan uterus, dibawah tuba uterine dan terikat di sebelah belakang oleh ligamentum latum uterus. Ovarium disebut juga indung telur, di dalam ovarium ini terdapat jaringan bulbus dan tubulus yang menghasilkan telur (ovum) dan ovarium ini hanya terdapat pada wanita, letaknya di dalam pelvis di kiri kanan uterus, membentuk, mengembang serta melepaskan ovum dan menimbulkan sifatsifat kewanitaan, misalnya : pelvis yang membesar, timbulnya siklus menstruasi. Bentuk ovarium bulat telur beratnya 5-6 kg, bagian dalam ovarium disebut medulla ovary di buat di jaringan ikat, jaringan yang banyak mengandung kapiler darah dan serabut kapiler saraf, bagian luar bernama korteks ovary, terdiri dari folikel-folikel yaitu kantong-kantong kecil yang berdinding epithelium dan berisi ovum. Kelenjar ovarika terdapat pada ovarium di samping kiri dan kanan uterus, menghasilkan hormon estrogen dan progesterone. Hormon ini dapat mempengaruhi kerja dan mempengaruhi sifat-sifat kewanitaan, misalnya panggul yang besar, panggul sempit dan lainlain. Apabila folikel de graaf sobek, maka terjadi penggumpalan darah didalam rongga folikel dan sel yang berwarna kuning yang berasal dari dinding folikel masuk dalam gumpalan itu dan membentuk korpus luteum tumbuh terus sampai beberapa bulan menjadi besar. Bila ovum tidak dibuahi maka korpus luteum bertahan hanya sampai 12-14 hari tepat sebelum masa menstruasi berikutnya, korpus luteum menjadi atropi.
A. Pengertian Kanker ovarium atau kanker indung telur adalah tumor ganas pada ovarium (indung telur) tumor dengan histiogenesis yang beraneka ragam, dapat berasal dari ketiga dermoblast (ektodermal, endodermal, mesodermal) dengan sifat-sifat histiologis maupun biologis yang beraneka ragam (Smeltzer & Bare, 2002). Kanker ovarium merupakan tumor ganas ginekologi yang tidak mempunyai gejala klinis yang patognomonis dan akan berkembang secara diamdiam didalam tubuh wanita hingga pada suatu waktu menimbulkan keluhan. Keluhan dapat berupa gangguan akibat desakan massa tumor pada organ-organ pelvis, atau akibat penyebaran kanker ke daerah rongga perut, hepar, usus, ginjal, omentum dan diafragma. Perkembangan secara diam-diam ini menyebabkan angka harapan hidup 5 tahun penderita kanker ovarium cukup rendah dibandingkan kanker ginekologik lainnya (Berek, 2002). Pada kasus kanker ovarium kondisi sel telah kehilangan pengendalian dan mekanisme normalnya sehingga mengalami pertumbuhan tidak normal, cepat dan tidak terkendali. Kanker ovarium disebut sebagai penyebab kematian kelima akibat kanker pada perempuan atau “the silent lady killer” karena sulit diketahui gejalanya sejak awal. Sebagian besar kasus kanker ovarium terdiagnosis dalam stadium yang sudah lanjut (Price, 2005). Kanker ovarium paling sering ditemukan pada wanita peri menopause 60% atau berusia 50 – 70 tahun, 30% dan 10% terpadat pada usia yang jauh lebih muda. Kanker ovarium bisa menyebar ke bagian panggul dan perut melalui sistem getah bening dan melalui sistem pembuluh darah menyebar ke hati dan paru-paru (Priyanto, 2007).
B. Klasifikasi Klasifikasi stadium kanker ovarium berdasarkan FIGO (International Federation of Gynecology and Obstetrics : Stadium I terbatas pada 1 / 2 ovarium IA Mengenai 1 ovarium, kapsul utuh, ascites (-) IB Mengenai 2 ovarium, kapsul utuh, ascites (-) IC Kriteria I A / I B disertai 1 > lebih keadaan sbb : 1. Mengenai permukaan luar ovarium 2. Kapsul rupture 3. Ascites (+) Stadium II perluasan pada rongga pelvis II A Mengenai uterus / tuba fallopi / keduanya II B Mengenai organ pelvis lainnya II C Kriteria II A / II B disertai 1 / > keadaan sbb : 1. Mengenai permukaan ovarium 2. Kapsul ruptur 3. Ascites (+) Stadium III kanker meluas mengenai organ pelvis dan intraperitoneal III A Makroskopis : terbatas 1 / 2 ovarium Mikroskopis : mengenai intraperitoneal III B Makroskopis : mengenai intraperitoneal diameter < 2 cm, KGB (-) III C1. Meluas mengenai KGB 2. Makroskopis mengenai intraperitoneal diameter > 2 cm Stadium IV pertumbuhan mengenai 1 / 2 ovarium dengan metastasis jauh. Bila efusi pleura dan hasil sitologinya positif dalam stadium 4, begitu juga metastasis ke permukaan liver. Derajat keganasan kanker ovarium : a. Derajat 1 : differensiasi baik b. Derajat 2 : differensiasi sedang c. Derajat 3 : differensiasi buruk
Dengan derajat differensiasi semakin rendah pertumbuhan dan prognosis akan lebih baik. Klasifikasi menurut Menurut International Federation of Ginecologic and Obstetrics (FIGO), kanker ovarium di bagi dalam 3 kelompok besar sesuai dengan jaringan asal tumor dan kemudian masing-masing kelompok terdiri dari berbagai spesifikasi sesuai dengan histopatologi : 1. Kanker Berasal dari Epitel Permukaan Kanker yang berasal dari epitel permukaan merupakan golongan terbanyak dan sebagian besar 85 % kanker ovarium berasal dari golongan ini. Lebih dari 80% kanker ovarium epitel ditemukan pada wanita pascamenopause di mana pada usia 62 tahun adalah usia kanker ovarium epitel paling sering ditemui. Jenis-jenis kanker ovarium epitel permukaan : a. Karsinoma Serosa Karsinoma ini merupakan keganasan epitel ovarium yang tersering ditemukan. Mudah tersebar di kavum abdomen dan pelvis, irisan penampang tumor sebagai kistik solid. Tumor jenis ini di bawah mikroskop menurut diferensiasi sel kanker dibagi menjadi diferensiasi baik (benigna) yang memiliki percabangan papilar rapat, terlihat mitosis, sel nampak anaplastik berat, terdapat invasi intersisial jelas, badan psamoma relatif banyak. Pada kanker diferensiasi sedang (borderline) dan buruk (maligna) memiliki lebih banyak area padat, papil sedikit atau tidak ada dan badan psamoma tidak mudah ditemukan. b. Karsinoma Musinosa Karsinoma jenis ini lebih jarang ditemukan dibanding karsinoma serosa. Sebagian besar tumor multilokular, padat dan sebagian kistik, di dalam kista berisi musin gelatinosa, jarang sekali tumbuh papila eksofitik, area solid berwarna putih susu atau merah jambu, struktur rapat dan konsistensi rapuh. Tumor jenis ini di bawah mikroskop dibagi menjadi tiga gradasi, di mana yang berdiferensiasi baik dan sedang memiliki
struktur grandular jelas, percabangan papila epitel rapat, terdpat dinding bersama grandular, atipia inti sel jelas, terdapat invasi intersisial. Pada kanker diferensiasi buruk struktur grandular tidak jelas, mitosis atipikal bertambah banyak, produksi musin dari sel sangat sedikit. c. Karsinoma Endometroid Kira-kira 20% kanker ovarium terdiri dari karsinoma endometroid. Sebagian besar tumor berbentuk solid dan di sekitarnya dijumpai kista. Arsitek histopatologi mirip dengan karsinoma endometrium dan sering disertai metaplasia sel skuamos. Lebih dari 30 % karsinoma endometroid dijumpai
bersama-sama
dengan
adenokarsinoma
endometrium.
Endometroid borderline dan endometroid adenofibroma jarang dijumpai. d. Karsinoma Sel Jernih (Clear Cell Carcinoma) Tumor ini berasal dari duktus muleri. Pada umumnya berbentuk solid, sebagian ada juga berbentuk kistik, warna putih kekuning-kuningan. Arsitek histopatologi terdiri dari kelenjar solid dengan bagian papiler. Sitoplasma sel jernih dan sering dijumpai hopnail appearance yaitu inti yang terletak di ujung sel epitel kelenjar atau tubulus. e. Tumor Brenner Tumor ini diduga berasal dari folikel. Biasanya solid dan berukuran 5-10 cm dan hampir bersifat jinak. Tumor ini sering dijumpai insidentil pada waktu dilakukan histerektomi. 2. Kanker Berasal dari Sel Germinal Ovarium (Germ Cell) Tumor ini lebih banyak pada wanita umur di bawah 30 tahun, diantaranya : a. Disgerminoma Disgerminoma merupakan tumor ganas sel germinal yang paling sering ditemukan, ukuran diameter 5-15 cm, berlobus-lobus, solid, potongan tumor berwarna abu-abu putih sampai abu-abu cokelat dengan potongan mirip ikan tongkol. Kelompok sel yang satu dengan yang lain dipisahkan
oleh jaringan ikat tipis dengan infiltrasi sel radang limfosit. Gambaran histopatologi mirip dengan seminoma testis pada laki-laki. Neoplasma ini sensitif terhadap radiasi. Tumor marker untuk disgerminoma adalah serum Lactic Dehydrogenase (LDH) dan Placental Alkaline Phosphatase (PLAP). b. Tumor Sinus Endodermal Berasal dari tumor sakus vitelinus/yock sac dari embrio. Usia rata-rata penderita tumor sinus endodermal adalah 18 tahun. Berupa jaringan kekuning-kuningan dengan area perdarahan, nekrosis, degenerasi gelatin dan kistik. Khas untuk tumor sinus endodermal ini adalah keluhan nyeri perut dan pelvis yang dialami oleh 75% penderita. Tumor marker untuk tomor sinus endodermal adalah alfa fetoprotein (AFP). c. Teratoma Immatur Angka kejadian mendekati tumor sinus endodermal. Massa tumor sangat besar dan unilateral, penampang irisan bersifat padat dan kistik, berwarna-warni, komponen jaringan kompleks, jaringan embrional belum berdiferensiasi umumnya berupa neuroepitel. Tumor ini mempunyai angka rekurensi dan metastasis tinggi, tapi tumor rekuren dapat bertransformasi dan immatur ke arah matur, regularitasnya condong menyerupai pertumbuhan embrio normal. Tumor marker untuk teratoma immatur adalah alfa fetoprotein (AFP) dan chorionic gonadotropin (HCG). d. Teratokarsinoma Sangat ganas, sering disertai sel germinal lain, AFP dan HCG serum dapat positif. Massa tumor relatif besar, berkapsul, sering ditemukan nekrosis berdarah. Dibawah mikroskop tampak sel primordial poligonal membentuk lempeng, pita dan sarang, displasia menonjol, mitosis banyak ditemukan, nukleus tampak vakuolasi, intrasel tampak butiran glasial PAS positif.
3. Kanker Berasal dari Stroma Korda Seks Ovarium (Sex Cord Stromal) Tumor yang berasal dari sex cord stromal adalah tumor yang tumbuh dari satu jenis. Kira-kira 10% dari tumor ganas ovarium berasal dari kelompok ini. Pada penderita tumor sel granulosa, umur muda atau pubertas terdapat keluhan perdarahan pervagina, pertumbuhan seks sekunder antara lain payudara membesar dengan kolostrum, pertumbuhan rambut pada ketiak dan pubis yang disebut pubertas prekoks. a. Tumor Sel Granulosa-teka Kira-kira 60% dari tumor ini terjangkit pada wanita post menopause, selebihnya pada anak-anak dan dewasa. Tumor ini dikenal juga sebagai feminizing tumor, memproduksi estrogen yang membuat penderita “cepat menjadi wanita”. Arsitektur histopatologinya bervariasi yaitu populasi sel padat. Neoplasma ini dikategorikan low malignant. Pada endometrium sering dijumpai karsinoma. b. Androblastoma Tumor ini memproduksi hormon androgen yang dapat merubah bentuk penderita menjadi kelaki-lakian atau disebut juga masculinizing tumor. Penyakit ini jarang dijumpai. c. Ginandroblatoma Merupakan peralihan antara tumor sel granulosa dan arrhenoblastoma dan sangat jarang. d. Fibroma Fibroma kadang-kadang sulit dibedakan dengan tekoma. Sering disertai dengan asites dan hidrotoraks yang dikenal sebagai sindroma meigh. C. Etiologi
Penyebab pasti kanker ovarium tidak diketahui namun multifaktorial. Risiko berkembangnya kanker ovarium berkaitan dengan lingkungan, endokrin dan faktor genetik (Price, 2005). 1. Faktor lingkungan Kebiasaan makan, kopi dan merokok, adanya asbestos dalam lingkungan, dan penggunaan bedak talek pada daerah vagina, semua itu dianggap mungkin menyebabkan kanker. 2. Faktor endokrin Faktor risiko endokrin untuk kanker ovarium adalah perempuan yang nulipara, menarche dini, menopause yang lambat, kehamilan pertama yang lambat, dan tidak pernah menyusui. Penggunaan kontrasepsi oral tidak meningkatkan resiko dan mungkin dapat mencegah. Terapi pengganti estrogen (ERT) pasca menopause untuk 10 tahun atau lebih berkaitan dengan peningkatan kematian akibat kanker ovarium 3. Faktor genetik Kanker ovarium herediter yang dominan autosomal dengan variasi penetrasi telah ditunjukkan dalam keluarga yang terdapat penderita kanker ovarium. Bila terdapat dua atau lebih hubungan tingkat pertama yang menderita kanker ovarium, seorang perempuan memiliki 50% kesempatan untuk menderita kanker ovarium. Sedangkan menurut Hidayat, (2009) ovarium terletak dikedalaman rongga pelvis. Bila timbul kanker, biasanya tanpa gejala pada awalnya sehingga sulit ditemukan, membuat diagnosis tertunda. Ketika lesi berkembang dan timbul gejala, sering kali sudah bukan stadium dini. Maka terdapat 60-70% pasien kanker ovarium saat didiagnosis sudah terdapat metastasis diluar ovarium. Penyebab kanker ovarium hingga kini belum jelas, tapi faktor lingkungan dan hormonal berperan penting dalam patogenesisnya. Akan tetapi banyak teori yang menjelaskan tentang etiologi kanker ovarium, diantaranya:
1. Hipotesis incessant ovulation, Teori menyatakan bahwa terjadi kerusakan pada sel-sel epitel ovarium untuk penyembuhan luka pada saat terjadi ovulasi. Proses penyembuhan sel-sel epitel yang terganggu dapat menimbulkan proses transformasi menjadi sel-sel tumor. 2. Hipotesis androgen, Androgen mempunyai peran penting dalam terbentuknya kanker ovarium. Hal ini didasarkan pada hasil percobaan bahwa epitel ovarium mengandung reseptor androgen. Dalam percobaan in-vitro, androgen dapat menstimulasi pertumbuhan epitel ovarium normal dan sel-sel kanker ovarium. D. Patofisiologi Fungsi ovarium yang normal tergantung kepada sejumlah hormone dan kegagalan pembentukan salah satu hormone tersebut bisa mempengaruhi fungsi ovarium. Ovarium tidak akan berfungsi secara normal jika tubuh wanita tidak menghasilkan hormone hipofisa dalam jumlah yang tepat. Fungsi ovarium yang abnormal kadang menyebabkan penimbunan folikel yang terbentuk secara tidak sempurna di dalam ovarium. Folikel tersebut gagal mengalami pematangan dan gagal melepaskan sel telur, terbentuk secara tidak sempurna di dalam ovarium karena itu terbentuk kista didalam ovarium. Setiap hari, ovarium normal akan membentuk beberapa kista kecil yang disebut Folikel de Graff. Pada pertengahan siklus, folikel dominan dengan diameter lebih dari 2.8 cm akan melepaskan oosit mature. Folikel yang rupture akan menjadi korpus luteum, yang pada saat matang memiliki struktur 1,5 – 2 cm dengan kista ditengah-tengah. Bila tidak terjadi fertilisasi pada oosit, korpus luteum akan mengalami fibrosis dan pengerutan secara progresif. Namun bila terjadi fertilisasi, korpus luteum mula-mula akan membesar kemudian secara gradual akan mengecil selama kehamilan. Kanker ovarium bermetastasis dengan invasi langsung struktur yang berdekatan dengan abdomen dan pelvis dan sel-sel yang menempatkan diri pada
rongga abdomen dan pelvis. Sel-sel ini mengikuti sirkulasi alami cairan peritoneal sehingga implantasi dan pertumbuhan keganasan selanjutnya dapat timbul pada semua permukaan intraperitoneal. Limfatik yang disalurkan ke ovarium juga merupakan jalur untuk penyebaran sel-sel ganas. Semua kelenjar pada pelvis dan kavum abdominal pada akhirnya akan terkena. Penyebaran awal kanker ovarium dengan jalur intraperitoneal dan limfatik muncul tanpa gejala yang spesifik. Gejala tidak pasti yang akan muncul seiring dengan waktu adalah perasaan berat pada pelvis, sering berkemih dan disuria dan perubahan fungsi gastrointestinal, seperti rasa penuh, mual, tidak enak pada perut, cepat kenyang dan konstipasi (Prawirohardjo, 2005).
Pada beberapa perempuan dapat terjadi perdarahan abnormal vagina sekunder akibat hyperplasia endometrium bila tumor menghasilkan estrogen, beberapa tumor menghasilkan testosterone dan menyebabkan virilasi. Gejalagejala keadaan akut pada abdomen dapat timbul mendadak bila terdapat perdarahan dalam tumor, ruptur atau torsi ovarium. Namun tumor ovarium paling sering terdeteksi selama pemeriksaan pelvis rutin (Harahap, 2008). E. Manifestasi Klinis Kanker ovarium tidak menimbulkan gejala pada waktu yang lama. Gejala umumnya sangat bervariasi dan tidak spesifik. Menurut (Smeltzer, 2001), manifestasi klinis dari kanker ovarium meliputi : 1. Stadium Awal
a. Gangguan haid b. Konstipasi (pembesaran tumor ovarium menekan rectum) c. Sering berkemih (tumor menekan vesika urinaria) d. Nyeri spontan panggul (pembesaran ovarium) e. Nyeri saat bersenggama (penekanan / peradangan daerah panggul) f. Melepaskan hormon yang menyebabkan pertumbuhan berlebihan pada lapisan rahim, pembesaran payudara atau peningkatan pertumbuhan rambut) 2. Stadium Lanjut a. Asites b. Penyebaran ke omentum (lemak perut) c. Perut membuncit d. Kembung dan mual e. Gangguan nafsu makan f. Gangguan BAB dan BAK g. Sesak nafas h. Dyspepsia F. Komplikasi 1. Perdarahan ke dalam kista : Perdarahan biasanya sedikit, kalau tidak sekonyong-konyong dalam jumlah banyak akan terjadi distensi dan menimbulkan nyeri perut. 2. Torsi : Torsi atau putaran tangkai menyebabkan tarikan melalui ligamentum infundibulo pelvikum terhadap peritonium parietal dan menimbulkan rasa sakit. 3. Infeksi pada tumor Infeksi pada tumor dapat terjadi bila di dekat tumor ada tumor kuman patogen seperti appendicitis, divertikalitis, atau salpingitis akut 4. Robekan dinding kista
Robekan pada kista disertai hemoragi yang timbul secara akut, maka perdarahan dapat sampai ke rongga peritonium dan menimbulkan rasa nyeri terus menerus. 5. Perubahan keganasan Dapat terjadi pada beberapa kista jinak, sehingga setelah tumor diangkat perlu
dilakukan
pemeriksaan
mikroskopis
yang
seksama
terhadap
kemungkinan perubahan keganasan (Wiknjosastro, 2006). Namun secara umum komplikasi yang di timbulkan dari kanker ovarium yaitu : 1. Efusi pleura Dari abdomen, cairan yang mengandung sel-sel ganas melalui saluran limfe menuju pleura. 2. Asites Kanker ovarium dapat bermetastasis dengan invasi langsung ke strukturstruktur yang berdekatan pada abdomen dan panggul dan melalui penyebaran benih tumor melalui cairan peritoneal ke rongga abdomen dan rongga panggul. 3. Hipoalbuminemia 4. Tuberkulosis 5. Kanker paru-paru
G. Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada pasien kanker ovarium yaitu : 1. Pemeriksan darah lengkap 2. Pemeriksaan kimia darah 3. Serum HCG 4. Alfa fetoprotein 5. Analisa air kemih 6. Pemeriksaan saluran pencernaan 7. Laparatomi 8. CT scan atau MRI perut 9. Pemeriksaan panggul 10. USG menggunakan frekuensi tinggi gelombang suara untuk menghasilkan gambar dari bagian dalam tubuh 11. Pembedahan untuk mengangkat contoh jaringan untuk pengujian 12. CA 125 tes darah. CA 125 adalah protein yang ditemukan pada permukaan sel kanker ovarium dan beberapa jaringan sehat. Banyak wanita dengan kanker ovarium memiliki tingkat abnormal tinggi CA 125 dalam darah mereka. H. Penatalaksanaan Pada umumnya, pengobatan kanker ovarium dilakukan dengan tindakan operasi, lalu dilanjutkan dengan pengobatan tambahan seperti kemoterapi, radioterapi, dan imunoterapi. 1. Pembedahan
Merupakan pilihan utama, luasnya prosedur pembedahan ditentukan oleh insiden dan seringnya penyebaran ke sebelah yang lain (bilateral) dan kecenderungan untuk menginvasi korpus uteri. 2. Biopsi Dilakukan di beberapa tempat yaitu omentum, kelenjar getah lambung, untuk mendukung pembedahan. 3. Second look Laparotomi Untuk memastikan pemasantan secara radioterapi atau kemoterapi lazim dilakukan laparotomi kedua bahkan sampai ketiga. 4. Kemoterapi Merupakan bentuk pengobatan kanker dengan menggunakan obat sitostatika yaitu suatu zat-zat yang dapat menghambat proliferasi sel-sel kanker (Hartiti, 2008) : a. Prinsip Kerja Obat Kemoterapi (sitostatika) terhadap kanker sebagian besar obat kemoterapi (sitostatika) yang digunakan saat ini bekerja terutama terhadap sel-sel kanker yang sedang berproliferasi, semakin aktif sel-sel kanker tersebut berproliferasi maka semakin peka terhadap sitostatika hal ini disebut Kemoresponsif, sebaliknya semakin lambat prolifersainya maka kepekaannya semakin rendah, hal ini disebut Kemoresisten. Obat kemoterapi ada beberapa macam, diantaranya : 1) Obat golongan Alkylating agent, platinum Compouns, dan Antibiotik Anthrasiklin obst golongsn ini bekerja dengan antara lain mengikat DNA di inti sel, sehingga sel-sel tersebut tidak bisa melakukan replikasi. 2) Obat golongan Antimetabolit, bekerja langsung pada molekul basa inti sel, yang berakibat menghambat sintesis DNA. 3) Obat golongan Topoisomerase-inhibitor, Vinca Alkaloid, dan Taxanes bekerja pada gangguan pembentukan tubulin, sehingga terjadi hambatan mitosis sel.
4) Obat golongan Enzim seperti, L-Asparaginase bekerja dengan menghambat sintesis protein, sehingga timbul hambatan dalam sintesis DNA dan RNA dari sel-sel kanker tersebut. b. Pola Pemberian Kemoterapi 1) Kemoterapi Induksi Ditujukan untuk secepat mungkin mengecilkan massa tumor atau jumlah sel kanker, contoh pada tomur ganas yang berukuran besar (Bulky Mass Tumor) atau pada keganasan darah seperti leukemia atau limfoma, disebut juga dengan pengobatan penyelamatan. 2) Kemoterapi Adjuvan Biasanya diberikan sesudah pengobatan yang lain seperti pembedahan atau radiasi, tujuannya adalah untuk memusnahkan sel-sel kanker yang masih tersisa atau metastase kecil yang ada (micro metastasis). 3) Kemoterapi Primer Dimaksudkan sebagai pengobatan utama pada tumor ganas, diberikan pada kanker yang bersifat kemosensitif, biasanya diberikan dahulu sebelum pengobatan yang lain misalnya bedah atau radiasi. 4) Kemoterapi Neo-Adjuvan Diberikan mendahului/sebelum pengobatan /tindakan yang lain seperti pembedahan atau penyinaran kemudian dilanjutkan dengan kemoterapi lagi. Tujuannya adalah untuk mengecilkan massa tumor yang besar sehingga operasi atau radiasi akan lebih berhasil guna. 5. Radioterapi Teleterapi pelvis dan abdomen dan penetesan isotop radioaktif pada rongga peritoneal digunakan pada wanita dengan kanker ovarium tahap awal (stadium I dan II). Isotop radioaktik (P32) digunakan sebagai terapi residual kanker pada rongga peritoneum. Pasien yang memiliki residu penyakit yang terbatas, kurang dari 2cm, merupakan kandidat utama terapi P32 ini.
6. Penanganan Lanjut a. Sampai satu tahun setelah penanganan, setiap 2 bulan sekali b. Sampai 3 bulan setelah penanganan, setiap 4 bulan c. Sampai 5 tahun penanganan, setiap 6 bulan dan terus tiap 1 tahun sekali I. Pathways
J. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan 1. Pengkajian Pengkajian merupakan dasar utama dari proses keperawatan, pengumpulan data yang akurat dan sistematis akan membantu pemantauan status kesehatan dan pola pertahanan pasien, mengidentifikasi kekuatan pasien serta merumuskan diagnosa keperawatan (Mocthar, 2006) a. Dasar data pengkajian 1) Aktivitas/istirahat
Gejala : Kelemahan dan atau keletihan, perubahan pola istirahat dan jam kebiasaan tidur pada malam hari, adanya faktor-faktor yang mempengaruhi tidur misalnya nyeri, ansietas, berkeringat malam, keterbatasan partisipasi dalam hobi, latihan. Pekerjaan atau profesi dengan pemajanan karsinoma lingkungan, tingkat stres tinggi. 2) Sirkulasi Gejala : Palpitasi, nyeri dada pada pengerahan kerja, perubahan TD 3) Integritas ego Gejala : Faktor stres (keuangan, pekerjaan, perubahan peran) dan cara mengatasi stres (misal merokok, minum alkohol, menunda mencari pengobatan, keyakinan religius/spiritual). Masalah tentang perubahan dalam
penampilan
misal
alopesia,
lesi
cacat,
pembedahan.
Menyangkal diagnosis, perasaan tidak berdaya, putus asa, tidak mampu, tidak bermakna, rasa bersalah, kehilangan kontrol, depresi. Tanda : Menyangkal, menarik diri, marah 4) Eliminasi Gejala: Perubahan pada pola defekasi misal darah pada feces, nyeri pada defekasi. Perubahan eliminasi urinarius misal nyeri atau rasa terbakar pada saat berkemih sering berkemih. Tanda : Perubahan pada bising usus, distensi abdomen. 5) Makanan/cairan Gejala : Kebiasaan diet buruk (misal rendah serat, tinggi lemak, aditif, bahan pengawet), anoreksia, mual/muntah, intoleransi makanan. Tanda : Perubahan pada kelembaban/turgor kulit, edema. 6) Neurosensori Gejala : Pusing 7) Nyeri/kenyamanan
Gejala
:
Tidak
ada
nyeri,
atau
derajat
bervariasi
misal
ketidaknyamanan ringan sampai nyeri berat (dihubungkan dengan proses penyakit) 8) Keamanan Gejala : Pemajanan pada kimia toksik, karsinoma, pemajanan matahari lama/berlebihan. Tanda : Demam, ruam kulit, ulserasi. 9) Pernapasan Gejala : Merokok (tembakau, hidup dengan seseorang yang merokok), pemajanan asbes. 10) Seksualitas Gejala: Masalah seksual misal dampak pada hubungan, perubahan pada tingkat kepuasan nuligravida lebih besar dari usia 30 tahun, multigravida, pasangan seks multipel, aktivasi seksual dini, herpes genital. 11) Interaksi social Gejala : Ketidakadekuatan/kelemahan sistem pendukung, riwayat perkawinan (berkenaan dengan kepuasan di rumah, dukungan atau bantuan), masalah tentang fungsi atau tanggung jawab peran. b. Pemeriksaan fisik Pemeriksaan fisik meliputi keadaan umun pasien, kesadaran, tekanan darah, respirasi, berat badan 1) Mata : Meliputi pemeriksaan kelopak mata, gerakan mata, konjungtiva, sclera, pupil, akomodasi. 2) Hidung : meliputi pemeriksaan reaksi alergi, sinus, dan lain-lain. 3) Mulut dan tenggorokan : kaji adanya mual, kesulitan menelan. 4) Dada dan aksila : kaji adanya pembesaran mammae.
5) Pernafasan : kaji jalan nafas, suara nafas, kaji adanya penggunaan otot bantu pernafasan. 6) Sirkulasi jantung : kaji kecepatan denyut apical, irama, kelainan bunyi jantung, sakit dada. 7) Abdomen : kaji adanya asites. 8) Genitourinaria : kaji adanya massa pada rongga pelvis 9) Ekstremitas : kaji turgor kulit c. Pemeriksaan laboratorium 1) Pemeriksaan darah : Hb dan leukosit menurun, trombosit meningkat, ureum dan kreatinin meningkat. 2) Pemeriksaan urine : Ureum dan kreatinin meningkat. 2. Diagnosa Keperawatan a. Nyeri b/d proses penyakit (kompresi / destruksi, jaringan saraf, infiltrasi saraf, obstruksi jaringan saraf, inflamasi) b. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan b/d status hipermetabolik, konsekuensi kemoterapi, radiasi, pembedahan, distress emosional, keletihan c. Gangguan eliminasi urine berhubungan dengan penekanan pada vesika urinaria d. Gangguang eliminasi BAB : konstipasi berhubungan dengan penurunan peristaltic e. Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan 3. Fokus Intervensi dan Rasional a. Nyeri b/d proses penyakit (kompresi / destruksi, jaringan saraf, infiltrasi saraf, obstruksi jaringan saraf, inflamasi) Tujuan : Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama (...x24) nyeri hilang atau nyeri berkurang dengan skala 2-4
Kriteria Hasil : 1) Klien mengatakan nyeri hilang atau berkurang 2) Klien tampak rileks tidak menahan nyeri 3) Mengikuti aturan farmakologis yang ditentukan Intervensi : 1) Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif catat keluhan, lokasi nyeri, frekuensi, durasi, dan intensitas (skala 0-10) dan tindakan penghilangan nyeri yang dilakukan. Rasional : Membantu membedakan penyebab nyeri dan memberikan informasi tentang kemajuan atau perbaikan penyakit, terjadinya komplikasi dan keefektifan intervensi. 2) Pantau tanda - tanda vital Rasional : Peningkatan nyeri akan mempengaruhi perubahan pada tanda - tanda vital 3) Dorong penggunaan keterampilan manajemen nyeri seperti teknik relaksasi dan teknik distraksi, misalnya dengan mendengarkan musik, membaca buku, dan sentuhan terapeutik. Rasional : Memungkinkan pasien untuk berpartisipasi secara aktif untuk mengontrol rasa nyeri yang dialami, serta dapat meningkatkan koping pasien. 4) Berikan posisi yang nyaman sesuai kebutuhan pasien. Rasional : Memberikan rasa nyaman pada pasien, meningkatkan relaksasi, dan membantu pasien untuk memfokuskan kembali perhatiannya. 5) Dorong pengungkapan perasaan pasien. Rasional : Dapat mengurangi ansietas dan rasa takut, sehingga mengurangi persepsi pasien akan intensitas rasa sakit. 6) Evaluasi upaya penghilangan nyeri atau kontrol pada pasien.
Rasional : Tujuan yang ingin dicapai melalui upaya kontrol adalah kontrol nyeri yang maksimum dengan pengaruh atau efek samping yang minimum pada pasien. 7) Tingkatkan tirah baring, bantulah kebutuhan perawatan diri yang penting. Rasional : Menurunkan gerakan yang dapat meningkatkan nyeri. 8) Kolaborasi pemberian analgetik sesuai indikasi. Rasional : Nyeri adalah komplikasi tersering dari kanker, meskipun respon individual terhadap nyeri berbeda-beda. Pemberian analgetik dapat mengurangi nyeri yang dialami pasien. 9) Kolaborasi untuk pengembangan rencana manajemen nyeri dengan pasien, keluarga, dan tim kesehatan yang terlibat. Rasional : Rencana manajemen nyeri yang terorganisasi dapat mengembangkan kesempatan pada pasien untuk mengontrol nyeri yang dialami. Terutama dengan nyeri kronis, pasien dan orang terdekat harus aktif menjadi partisipan dalam manajemen nyeri di rumah. 10) Kolaborasi
untuk
pelaksanaan
prosedur
tambahan,
misalnya
pemblokan pada saraf. Rasional : Mungkin diperlukan untuk mengontrol nyeri berat (kronis) yang tidak berespon pada tindakan lain. b. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan b/d status hipermetabolik, konsekuensi kemoterapi, radiasi, pembedahan, distress emosional, keletihan Tujuan : Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama (...x24) kebutuhan nutrisi terpenuhi. Kriteria Hasil : 1) BB stabil, tidak terdapat tanda malnutrisi
2) Pengungkapan pemohonan pengaruh individual pada masukan adekuat 3) Berpartisipasi dalam intervensi spesifik untuk merangsang nafsu makan, peningkatan nafsu makan Intervensi : 1) Pantau intake makanan setiap hari, biarkan kalien menyimpan buku harian tentang makanan sesuai indikasi. Rasional : Mengidentifikasi kekuatan atau defisiensi nutrisi. 2) Identifikasi klien yang mengalami mual atau muntah yang diantisipasi Rasional : Mual muntah psikogenik terjadi sebelum kemoterapi mulai. 3) Ukur tinggi badan (TB), berat badan (BB), dan ketebalan lipatan kulit triseps atau dengan antropometrik lainnya. pastikan jumlah penurunan BB saat ini Rasional : Membantu dalam identifikasi malnutrisi protein-kalori, khususnya bila BB dan pengukuran antropometrik kurang dari normal 4) Dorong klien untuk makan dengan diet tinggi kalori kaya nutrient, dengan intake cairan yang adekuat. Dorong penggunaan suplemen dan makan sedikit tapi sering. Rasional : Kebutuhan metabolic jaringan ditingkatkan. 5) Ciptakan suasana makan malam yang menyenangkan, dorong pasien untuk berbagi makan dengan keluarga atau teman. Rasional : Membantu waktu makan lebih menyenangkan, yang dapat meningkatkan masukan. 6) Rujuk pada ahli atau tim pendukung nutrisi. Rasional : Memberikan rencana diet khusus untuk memenuhi kebutuhan individu dan menurunkan masalah berkenaan dengan malnutrisi protein atau kalori dan defensiensi mikronutrien.
c. Gangguan eliminasi urine berhubungan dengan penekanan pada vesika urinaria. Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan selama (…x24) jam diharapkan pola eliminasi urine pasien kembali normal (adekuat) dengan Kriteria Hasil
:
1) Tidak terjadi hematuria 2) Tidak terjadi inkontinensia urine 3) Tidak terjadi dysuria 4) Jumlah output urine dalam batas normal (± 0,5 - 1 cc / kgBB / jam) Intervensi 1) Catat keluaran urine, selidiki penurunan atau penghentian aliran urine tiba-tiba Rasional : Penurunan aliran urine tiba-tiba dapat mengindikasikan adanya obstruksi atau disfungsi pada traktus urinarius 2) Kaji pola berkemih (frekuensi dan jumlahnya). Bandingkan haluaran urine dan masukan cairan serta catat berat jenis urine Rasional : Identifikasi kerusakan fungsi vesika urinaria akibat metastase sel-sel kanker pada bagian tersebut. 3) Observasi dan catat warna urine. Perhatikan ada atau tidaknya hematuria. Rasional : Penyebaran kanker pada traktus urinarius (salah satunya di vesika urinaria) dapat menyebabkan jaringan di vesika urinaria mengalami nekrosis sehingga urine yang keluar berwarna merah karena bercampur dengan darah. 4) Observasi adanya bau yang tidak enak pada urine (bau abnormal). Rasional : Identifikasi tanda-tanda infeksi pada jaringan traktus urinarius. 5) Dorong peningkatan cairan dan pertahankan pemasukan akurat. Rasional : Mempertahankan hidrasi dan aliran urine baik.
6) Awasi tanda vital. Kaji nadi perifer, turgor kulit, pengisian kapiler, dan membran mukosa. Rasional : Indikator keseimbangan cairan dan menunjukkan tingkat hidrasi. 7) Kolaborasi : Siapkan untuk tes diagnostik, prosedur penunjang sesuai indikasi. Rasional : Pemeriksaan diagnostik dan penunjang misalnya pemeriksaan retrograd dapat digunakan untuk mengevaluasi tingkat infiltrasi kanker pada traktus urinarius sehingga dapat menjadi dasar untuk intervensi selanjutnya 8) Kolaborasi : Pantau nilai BUN dan kreatinin Rasional : Kadar BUN dan kreatinin yang abnormal dapat menjadi indikator kegagalan fungsi ginjal sebagai akibat komplikasi metastase sel-sel kanker pada traktus urinarius hingga ke organ ginjal. d. Gangguang eliminasi BAB : konstipasi berhubungan dengan penurunan peristaltic. Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan
selama (…x24) jam
diharapakan konstipasi pasien menurun. Kriteria Hasil : 1) Pola eliminasi dalam rentang yang diharapkan 2) Feses lunak dan berbentuk 3) Mengeluarkan feses tanpa bantuan Intervensi : 1) Kaji dan dokumenasikan frekuensi, warna dan konsistensi feses, keluarnya flatus, adanya impaksi, ada tidaknya bisisng usus dan distensi abdomen pada ke empat kuadran abdomen. Rasional : Mengetahui sejauh mana dampak dari konstipasi itu sendiri terhadap pasien.
2) Identifikasi factor yang dapat menyebabkan konstipasi. Rasional : Dapat mempermudah pengobatan dan penatalaksanaan yang tepat. 3) Berikan privasi dan keamanan untuk pasien selama eliminasi defekasi. Rasional : Dapat meningkatkan rasa nyaman untuk pasien. 4) Anjurkan pasien untuk meminta obat nyeri sebelum defekasi untuk memfasilitasi pengeluaran feses tanpa nyeri. Rasional : Mengurangi rasa nyeri pada pasien. 5) Lakukan penyuluhan untuk pasien dan keluarga. Rasional : Memberikan gambaran kepada pasien dan keluarga mengenai konstipasi dan apa dan tidak yang boleh dilakukan. 6) Kolaborasi dengan ahli gizi untuk meningkatkan serat dan cairan dalam diet. Rasional : Mengurangi konstipasi berkelanjutan melalui makanan yang dicerna. e. Ansietas b/d perubahan status kesehatan Tujuan : Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama (...x24) jam diharapkan kecemasan pasien berkurang. Kriteria Hasil : 1) Pasien tampak lebih rileks 2) Pasien mampu menunjukkan mekanisme koping yang efektif Intervensi : 1) Kaji tingkat ansietas Rasional : Mengetahui tingkat ansietas pasien untuk menentukan intervensi yang tepat 2) Gali penyebab ansietas pasien Rasional : Membantu pasien mengurangi ansietas
3) Libatkan keluarga dalam setiap tindakan yang akan dilakukan pada pasien. Rasional : Membangkitkan semangat pasien sehingga keluarga dan pasien bisa saling mensupport. 4) Gali intervensi yang menurunkan ansietas (musik, latihan relaksasi). Rasional : Menurunkan ansietas pasien.
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN Pada Ny. M Tanggal Pengkajian 20-21 September 2016 A. Pengkajian Fokus 1. Identitas Pasien a. Nama
: Ny. M
b. Umur
: 56 th
c. Jenis Kelamin
: Perempuan
d. Agama
: Islam
e. Status Perkawinan
: Kawin
f. Pendidikan
: SD
g. Pekerjaan
: Ibu rumah tangga
h. Tanggal Masuk
: 14 September 2016
i. No. Registrasi
: 8657217
j. Diagnosa Medis
: Ca Ovarium
2. Biodata Penanggung Jawab a. Nama
: Tn. M
b. Umur
: 60 th
c. Alamat
: Rowosari Meteseh
d. Pendidikan
: SD
e. Pekerjaan
: Petani
f. Hubungan dengan klien : Suami 3. Riwayat Kesehatan a. Keluhan utama : Nyeri b. Riwayat penyakit sekarang : Pasien mengatakan nyeri pada bagian perut bawah sebelah kanan, nyeri sudah dirasakan sejak ±5 tahun yang lalu. c. Riwayat keperawatan dan kesehatan dahulu : Pasien mengatakan sebelum dirawat di rumah sakit hanya diperiksakan di puskesmas dan hanya di beri obat anti nyeri. Pasien mengatakan, setelah bertahun-tahun nyeripun semakin bertambah dan perut semakin membesar. d. Riwayat kesehatan keluarga : Pasien mengatakan bahwa tidak ada anggota keluarga yang mempunyai permasalahan yang sama seperti dirinya. 4. Pemenuhan Kebutuhan Oksigenasi : Saat ini terpasang O2 3 lpm. Pasien terlihat sesak napas jika oksigen dilepaskan. 5. Pemenuhan kebutuhan nutrisi Pasien mengatakan sebelum sakit, setiap hari makan 3x sehari, demikian juga minum hampir 3 gelas besar sehari, namun saat sakit pola makan sehari 2x dan hanya 3-5 sendok saja, karena sudah terasa begah. Pola minum seharipun hanya habis 1 gelas besar. 6. Pemenuhan kebutuhan eliminasi a. Eliminasi feses : Pasien mengatakan merasa kesulitan BAB karena pola makannya sedikit
b. Pola BAK : Pasien mengatakan merasa kesulitan BAK karena pola minumnya sedikit 7. Pola Kesehatan Fungsional a. Pola persepsi dan pemeliharaan fungsional : Pasien beranggapan bahwa kesehatan adalah hal yang penting. Apabila dirinya atau anggota keluarga menderita penyakit, selalu segera membawanya ke pelayanan kesehatan terdekat. b. Pola aktivitas dan latihan : Pasien mengatakan sebelum sakit tidak mengalami kesulitan dalam beraktivitas, namun saat ini megalami kesulitan (mandi, berganti pakaian, makan minum, ke toilet) dengan kondisinya, sehingga jika ingin melakukan aktivitas harus dengan bantuan anggota keluarga. c. Pola istirahat dan tidur : Pasien mengatakan mengalami perubahan kualitas tidur, yang sebelumnya 8 jam perhari menjadi 5 jam dengan kondisinya saat ini. d. Pola sensori : Pasien mengatakan bahwa nyeri yang dirasakan adalah pada skala 7, nyeri seperti tertusuk, nyeri hilang timbul, nyerinya bertambah saat berpindah tempat dan berkurang saat istirahat, nyeri di perut bagian kanan bawah, dengan durasi ±10 menit. e. Pola hubungan dengan orang lain : Pasien mengatakan sampai saat ini tidak mengalami gangguan dalam berhubungan maupun berkomunikasi dengan anggota keluarga maupun orang lain. Hanya saja anak-anaknya sibuk dengan pekerjaannya masing-masing. f. Pola reproduksi dan seksual : tidak terkaji g. Pola persepsi diri dan konsep diri : Pasien mengatakan bahwa dirinya akan sembuh jika rutin kemoterapi dan memetuhi nasehat dokter.
h. Pola mekanisme koping : Pasien mengatakan dalam menghadapi penyakitnya selalu bermusyawarah dengan suaminya yang selalu mendampingi kemanapun berobat. i. Pola keyakinan dan kepercayaan : Pasien meyakini bahwa penyakitnya akan sembuh dengan berusaha terus berobat kemanapun. 8. Pemeriksaan Fisik a. Keadaan umum : Pasien tampak lemah b. Tingkat kesadaran : Composmetis (E4 V5 M6) c. Tanda-tanda vital (Tanggal 20 September 2016, jam 16.00) 1) Suhu
: 36,2 °C
2) TD
: 140/90 mmHg
3) RR
: 22x / menit (terpasang O2) dan hanya 16x permenit
jika tidak terpasang O2. 4) Nadi
: 88x / menit
d. Pengukuran antropometri 1) BB
: 77 kg
2) TB
: 152 cm
3) Lila
: 20 cm
e. Kepala 1) Rambut : Hitam lurus jarang, terdapat beberapa helai rambut yang rontok di bantal pasien. 2) Mata : Kemampuan penglihatan baik, pasien tidak menggunakan alat bantu penglihatan. 3) Hidung : Hidung terpasang kanul O2, tidak ada secret, tidak ada suara napas cuping hidung. 4) Telinga
:
Pendengaran
tidak
mengalami
gangguan,
menggunakan alat bantu pendengaran, tidak ada secret.
tidak
5) Mulut : Mukosa bibir kering pucat, gigi terlihat banyak sisa makanan, bau mulut yang khas. f. Jantung 1) Inspeksi
: Tidak ada tanda-tanda pembesaran jantung, simetris,
pulsasi (-) 2) Palpasi
: Tidak ada masa
3) Perkusi
: Redup
4) Auskultasi
: Bunyi jantung S1S2 lop dop
g. Paru-paru 1) Inspeksi
: Pengembangan dada simetris, tidak ada luka pada
daerah dada. 2) Palpasi
: Tidak ada masa atau benjolan
3) Perkusi
: Sonor
4) Auskultasi
: Vesikuler
h. Abdomen 1) Inspeksi
: Perut tampak besar, terdapat luka kecil bekas tindakan
(fungsi) di perut kanan bawah. Luka bersih, tertutup balutan luka. 2) Auskultasi
: Bising usus (+)
3) Perkusi
: Timpani
4) Palpasi
: Tidak ada masa
i. Genetalia : Tidak terkaji j. Ekstremitas 1) Inspeksi kuku : Warna ujung kuku hitam, kotor, tidak ada edema. 2) Kemampuan ekstremitas : Kemampuan ekstremitas atas baik, kemampuan ekstremitas bawah mengalami penurunan dengan kondisinya saat ini. 3) Capillary refill : Normal ˂ 3 detik.
4) Terpasang infus tidak edema : Terpasang infus (NaCl 20 tpm), balutan sekitar infus bersih, tidak ada tanda-tanda infeksi di sekitar tusukan infus. k. Kulit 1) Warna : Sawo matang 2) Kelembaban : Tampak kering di bagian ekstremitas bawah, tidak terdapat edema.
9. Pemeriksaan Penunjang (Hematologi (Tanggal 19 September 2016) No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Pemeriksaan Hemoglobin Hematokrit Eritrosit MCH MCV MCHC Leukosit Trombosit RDW MPV
Hasil 11.6 35.6 4.09 28.4 87 32.6 5.9 298 17.2 10.8
Satuan g/dl % 10ˆ6/ul Pg fL g/dl 10ˆ3/uL 10ˆ3/uL % fL
Nilai Rujukan 12.00 - 15.00 L 35 – 47 4.4 - 5.9 L 27.00 – 32.00 76 – 96 29.00 – 36.00 3.6 – 11 150 – 400 11.60 – 14.80 H 4.00 – 11.00
10. Diit yang diperoleh Diet lunak (bubur sumsum) 11. Therapy a. Vit B complex 1 tab/12 jam po b. Vit C 50 mg/12jam po c. Sulfas Ferrosus 300 mg/12 jam po (Suplemen zat besi/ pembentukan darah merah) d. Dexametasone 20 mg Intravena (anti radang) e. Diphenhydramine 50 mg Intravena
f. Ranitidin 50 mg Intravena g. Doxorubicine 100 mg 80 menit intravena (agen anti kanker) h. Corbosin 450 mg 2 jam Intravena (anti karsinoma ovarium) i. Tramadol 400 mg /24 jam j. Ondansentron 8mg/ 16 jam
B. Data Fokus Hari/Tanggal Jam Selasa, 20 Sept 2016 16.00
Data (DS dan DO) DS : 1.
DO : 1. 2. 3. 4. 5. 18.50
DS : 1. 2. 3. DO : 1. 2. 3.
TT
Pasien mengatakan bahwa nyeri yang dirasakan adalah pada skala 7, nyeri seperti tertusuk, nyeri hilang timbul, nyerinya bertambah saat berpindah tempat dan berkurang saat istirahat, nyeri di perut bagian kanan bawah, dengan durasi ±10 menit TD : 140/90 mmHg RR : 22x / menit Nadi : 88x / menit Suhu : 36,2 °C Wajah tampak menahan sakit berpindah tempat
saat
akan
Pasien mengatakan makan sehari 2x namun hanya 3-5 sendok saja, sudah terasa begah, minum sehari hanya habis 1 gelas besar. Pasien mengatakan lemas Pasien mengatakan mual tidak ingin makan sehabis kemoterapy. Terlihat sisa makanan yang belum dihabiskan dimeja Pasien terlihat lemah ABCD a. Antropometri BB : 77 kg TB : 152 cm Lila : 20 cm IMT : 33.3 b. Biokimia Hemoglobin 11.6 Eritrosit 4.09 c. Klinis Rambut rontok
d. Diit Makan hanya sedikit 20.00 DS : 1.
Pasien mengatakan kesulitan BAB dengan kondisinya saat ini.
DO :
C. Analisa Data Data (DS dan DO) DS :
Problem Nyeri kronis
Etiologi Proses penyakit (Kompresi sel abnormal / metastase kepada jaringan saraf)
Resiko ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
Ketidakmampuan untuk mencerna nutrisi karena faktor penyakit
Pasien mengatakan nyeri. P : nyerinya bertambah saat berpindah tempat dan berkurang saat istirahat Q : nyeri hilang timbul R : nyeri di perut bagian kanan bawah S : skala 7 T : Saat ingin melakukan aktivitas, ± 10 menit. DO : Wajah tampak menahan sakit saat akan berpindah tempat DS : 1.
2. 3. DO : 1. 2. 3.
Pasien mengatakan makan sehari 2x namun hanya 3-5 sendok saja, sudah terasa begah, minum sehari hanya habis 1 gelas besar. Pasien mengatakan lemas Pasien mengatakan mual tidak ingin makan sehabis kemoterapy. Terlihat sisa makanan yang belum dihabiskan dimeja Pasien terlihat lemah ABCD a. Antropometri BB : 77 kg TB : 152 cm Lila : 20 cm IMT : 33.3 b. Biokimia Hemoglobin 11.6 Eritrosit 4.09 c. Klinis Rambut rontok d. Diit Makan hanya sedikit
DS : Pasien mengatakan merasa kesulitan BAB karena pola makannya sedikit
Gangguan eliminasi BAB : Konstipasi
Penurunan fungsi peristaltic
DO :
D. Diagnosa Keperawatan 1. Nyeri Kronis b.d Proses penyakit (kompresi sel abnormal / metastase kepada jaringan saraf) 2. Resiko ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d Ketidakmampuan untuk mencerna nutrisi karena faktor penyakit 3. Gangguan eliminasi BAB : Konstipasi b.d Penurunan fungsi peristaltik E. Perencanaan No 1
2
Diagnosa Keperawatan Nyeri Kronis b.d Proses penyakit (Kompresi sel abnormal / metastase kepada jaringan saraf)
Resiko ketidakseimban gan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d Ketidakmampua n untuk mencerna
Tujuan dan Kriteria Hasil Tujuan : Setelah dilakukan tindakan 1. keperawatan selama 2x24 jam nyeri berkurang atau teratasi. Kriteria Hasil : 1. Nyeri berkurang atau hilang 2. Skala nyeri 2-4 2. 3. Ekspresi wajah tidak menahan rasa sakit
Intervensi dan Rasional
Jelaskan penyebab nyeri Rasional : Menstimulus pasien agar kooperatif dalam penanganan yang akan dilakukan selanjutnya. Ajarkan pasien manajemen nyeri (relaksasi napas dalam) Rasional : Menghambat stimulus nyeri. 3. Lakukan tekhnik non farmakologi (massase punggung) Rasional : Menstimulus syaraf agar rileks dan mengurangi nyeri. 4. Berikan terapi anti nyeri sesuai advis dokter. Rasional : Terapi anti nyeri bertujuan untuk mengurangi intensitas atau menghilangkan nyeri Tujuan : Setelah dilakukan tindakan 1. Kaji frekuensi mual, faktor yang keperawatan selama 2x24 jam, menyebabkan mual. nutrisi kurang teratasi. Rasional : Penting untuk Kriteria Hasil : mengetahui karakteristik mual 1. Hasil lab dalam rentang dan faktor-faktor yang normal menyebabkan mual. Apabila a. Albumin (3.8 – 5.0 gr %) karakteristik mual dan faktor b. Hematokrit (36 – 47 % ) penyebab mual diketahui maka c. Hemoglobin (12-16 g/dl) dapat menetukan intervensi yang
nutrisi karena faktor penyakit
3
Gangguan eliminasi BAB : Konstipasi b.d Penurunan fungsi peristaltik
2.
Pasien mampu makan ˃ 10 cendok makan. 2. Penurunan intensitas terjadinya mual muntah
diberikan. Anjurkan pasien makan sedikit 3. demi sedikit tapi sering. Rasional : Makan sedikit demi sedikit dapat meningkatkn intake nutrisi. 3. Anjurkan pasien untuk makan selagi hangat. Rasional : Makanan dalam kondisi hangat dapat menurunkan rasa mual sehingga intake nutrisi dapat ditingkatkan. 4. Kolaborasi pemberian terapi antiemetik : a. Ondansentron 8mg/ 16 jam Rasional : Antiemetik dapat digunakan sebagai terapi farmakologis dalam manajemen mual dengan menghamabat sekres asam lambung. Tujuan : Setelah dilakukan tindakan 1. Catat keluhan dan faktor sulit keperawatan selama 2x24 jam, BAB pasien dapat defekasi dengan Rasional : Guna menentukan teratur. tindakan yang tepat untuk Kriteria Hasil : dilakukan selanjutnya. 1. Defekasi dapat dilakukan satu 2. Kolaborasi dengan ahli gizi kali sehari. mengenai diet yang tepat (diit 2. Konsistensi feses lembut lunak) 3. Eliminasi feses tanpa perlu Rasional : Makanan lunak mengejan berlebihan meningkatkan konsistensi feces 3. Berikan obat pencahar sesuai advis dokter. Rasional : Obat pencahar merangsang kerja usus.
F. Tindakan Keperawatan dan Catatan Perkembangan Intervensi I No Dx
Hari/Tanggal
Jam
Tindakan
1
Selasa, 20 Sept 2016
17.00
Menjelaskan penyebab nyeri
17.20
Mengajarkan tekhnik relaksasi napas dalam
18.00
Massase punggung
Respon Pasien S : Pasien mengatakan masih bingung dengan penyebab nyerinya O : Pasien tampak antusias mendengarkan S : Pasien mengatakan bersedia dan mau diajarkan tekhnik relaksasi O : Pasien bersedia mengikuti arahan S:
Ttd dan Nama
1.
18.30
Memberikan injeksi analgetik tramadol 400mg
2
Selasa, 20 Sept 2016
18.50
Mengkaji frekuensi mual, faktor yang menyebabkan mual. 19.00 1. Menganjurkan pasien makan sedikit demi sedikit tapi sering 2. Menganjurkan pasien untuk makan selagi hangat.
3
Selasa, 20 Sept 2016
20.00
Mencatat keluhan dan faktor sulit BAB
20.20
Mengkolaborasi dengan ahli gizi mengenai diet yang tepat
20.50
Memberikan obat pencahar sesuai advis dokter
Pasien mengatakan mau di massase punggung 2. Pasien mengatakan nyerinya belum berkurang O : Pasien dalam posisi setengah duduk S: 1. Pasien mengatakan nyeri berkurang setelah di berikan injeksi IV dengan tramadol 400mg 2. Pasien mengatakan skala nyeri menjadi 4 O : Obat masuk melalui IV S : Pasien mengatakan mual setelah kemoteraphy O : Pasien terlihat lemas dan lemah. S : Pasien mengatakan bersedia makan sedikit-sedikit O: 1. Pasien bersedia mengikuti perintah 2. Porsi makan bertambah menjadi 11 sendok S: 1. Pasien mengatakan sulit BAB dengan kondisinya saat ini, feses sulit keluar biarpun sudah mengejan. 2. Pasien mengatakan belum BAB 2 hari O : Pasien tampak lemas S : Pasin mengatakan suka makanan yang lunak seperti bubur O: S : Pasien mengatakan bersedia di beri obat pencahar O : Dulcolax masuk melalui anus
Evaluasi I No Dx 1
Waktu
Jam
Selasa, 20 Sept 2016
18.40
Evaluasi S: 1.
Pasien mengatakan nyerinya belum berkurang setelah dilakukan massase punggung 2. Pasien mengatakan nyeri berkurang setelah diberikan injeksi IV dengan tramadol 400mg 3. Pasien mengatakan nyeri berkurang menjadi 4 O : Pasien tampak sedikit rileks A : Nyeri teratasi sebagian
Ttd & Nama
P: 1. 2. 3. 4. 5. 2
3
Selasa, 20 Sept 2016
19.50
Selasa 20 Sept 2016
21.00
Monitor kembali nyeri pasien Pantau terus KU dan TTV Anjurkan mengulang kembali tekhnik relaksasi napas dalam Lanjutkam terapi analgesic : Tramadol 400mg Siapkan pasien untuk kemothrapi ke 2 hari rabu jam 12.30
S: 1.
Pasien mengatakan porsi makan bertambah menjadi 11 sendok. 2. Pasien masih merasa mual O : Tampak makanan yang dihidangkan tersisa setengah piring. A : Resiko ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh teratasi sebagian P: 1. Anjurkan kembali makan dengan porsi sedikit tapi sering selagi hangat 2. Pantau terus intake dan output pasien 3. Berikan injeksi anti emetic ondansetron sesuai advis dokter S : Pasien mengatakan sudah ingin BAB setelah 30 menit di berikan dulcolax O : Pasien BAB A : Gangguan eliminasi BAB : konstipasi teratasi sebagian P: 1. Anjurkan pasien makan makanan yang lunak 2. Pantau Output feses : warna, jumlah konsistensi,
Intervensi II No Dx
Hari/Tanggal
Jam
1
Rabu, 21 Sept 2016
07.00
Tindakan Memonitor nyeri pasien
Respon Pasien S: 1.
07.45
Memantau KU dan TTV
Pasien mengatakan sedikit lebih rileks 2. Pasien mengatakan nyeri skala 4 O : Pasien tampak lebih rileks dibanding hari kemarin S : Pasien mengatakan lebih rileks O: 1. TD : 130/80 mmHg 2. RR : 22x /menit 3. Nadi : 84x/menit 4. S : 36,5 °C
Ttd dan Nama
08.00
12.00
2
Rabu, 21 Sept 2016
12.05
12.30
13.00 3
Rabu, 21 Sept 2016
12.06
Menganjurkan mengulang kembali tekhnik relaksasi napas dalam
S: 1.
Pasien mengatakan nyeri belum berkurang 2. Pasien mengatakan nyeri skala 4 O : Pasien tampak melakukan relaksasi napas dalam Memberikan injeksi analgetik S: tramadol 400mg 1. Pasien mengatakan nyeri berkurang setelah di berikan injeksi IV dengan tramadol 400mg 2. Pasien mengatakan skala nyeri menjadi 3 O : Obat masuk melalui IV Menganjurkan kembali makan S : Pasien mengatakan habis makan dengan porsi sedikit tapi hampir satu piring sering selagi hangat. O : Porsi makan tinggal seperempat piring Memantau intake dan output S : Pasien mengatakan nafsu pasien makannya bertambah O: 1. Pasien makan habis hampir satu piring 2. Pasien belum BAB Memberi injeksi antiemetic S : Pasien tidak merasa mual lagi ondansentron setelah diberi injeksi O : Ondansentron masuk melalui IV Mengjurkan pasien makan S : Pasien mengatakan menyukai bubur makanan yang lunak sumsum O : Pasien tampak menikmati makan bubur sum sum Jam 14.00 pasien di kemotherapi
Evaluasi II No Dx 1
Waktu
Jam
Selasa, 20 Sept 2016
18.40
Evaluasi S: 1.
Pasien mengatakan nyerinya masih belum berkurang setelah dilakukan relaksasi napas dalam yang kedua 2. Pasien mengatakan nyeri berkurang setelah diberikan injeksi IV dengan tramadol 400mg 3. Pasien mengatakan nyeri berkurang menjadi 3 O : Pasien tampak sedikit rileks A : Nyeri teratasi P: 1. Monitor kembali nyeri pasien 2. Pantau terus KU dan TTV
Ttd & Nama
3. 2
3
Selasa, 20 Sept 2016
Selasa 20 Sept 2016
19.50
Lanjutkam terapi analgesic : Tramadol 400mg
S: 1.
Pasien mengatakan nafsu makannya bertambah. 2. Pasien mengatakan tidak mual lagi O : Makanan habis tinggal seperempat piring A : Resiko ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh teratasi P: 1. Pantau selalu intake dan output 21.00 S : Pasien mengatakan menikmati makanannya O : Pasien terlihat rileks A : Gangguan eliminasi BAB : konstipasi teratasi P: 1. Anjurkan selalu makan makanan yang lunak 2. Anjurkan minum air putih ± 1 liter setiap hari Jam 19.00 pasien pulang setalah kemotherapi
BAB IV PEMBAHASAN Pada bab ini akan di bahas mengenai asuhan keperawatan yang dilakukan Ny. M dengan kanker ovarium di ruang Rajawali 4B RSUP Dr. kariadi Semarang. Pengkajian yang penulis lakukan dengan metode anamnesa pada tanggal 20-21 September 2016. Dari pengkajian tersebut dapat di rumuskan 3 diangnosa. Nyeri, resiko ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh dan gangguan eliminasi BAB. Nyeri yang diatasi dengan tekhnik non farmakologi (relaksasi napas dalam dan massase penggung belum ampuh menurunkan skala nyerinya). Sedangkan setelah dilakukan pemberian injeksi IV dengan analgetik, nyeri Ny. M mengalami penurunan dari skala 7 turun menjadi skala 3. Pada diagnosa kedua, Ny. M beresiko mengalami ketidakseimbangan nutrisi karena porsi makannya yang hanya sedikit setiap harinya. Dengan pendekatan dan komunikasi yang baik, serta di anjurkan makan sedikit tapi sering Ny. M mampu menghabiskan porsi makan yang lebih banyak dari sebelumnya. Perasaan
mualnyapun hilang setelah dilakukan injeksi ondansentron. Sehingga pasien mampu makan kembali dalam jumlah yang lebih banyak. Pada diagnosa ketiga, Ny. M mengalami gangguan eliminasi BAB. Pasien tidak dapat mengeluarkan fesesnya biarpun sudah mengejan. Namun setelah dilakukan pemberian obat pencaha yaitu dulcolax, pasien mampu BAB dan merasa sedikit lega, tidak begah kembali.
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Kanker ovarium adalah suatu tumor ganas yang berada diovarium dengan manifestasi yang beragam. Penanganannyapun berbeda-beda tergantung derajat yang dialami. Fakor komunikasi yang baik dan kolaborasi yang baik dengan ahli kesehatan lain akan menunjang percepatan kesembuhan pasien. B. Saran 1. Penulis Selanjutnya Harus lebih banyak menggali kondisi pasien dengan pengkajian yang benar.
Daftar Pustaka Berek, Jonathan S., (2002). Novak’s Gynecology_13th. Hal 293 – 295. Lippincott. Williams & Wilkins. Philadelphia. USA. Bhatla, N., Cain, J., Chakhtoura, N., Chibwesha, C., Garland, S., Shelbaya, S.G., et al, (2009). FIGO: Global Guidance For Cervical Cancer Prevention and Control, International Federation of Gynecology & Obstetrics, 69 – 76. Brunner & Suddarth. (2010). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. EGC: Jakarta Donges, Marilynn E., (2007). Rencana Asuhan Keperawatan. EGC: Jakarta Harahap, R.E., (2008). Neoplasia Intraepitel Pada Kanker Serviks (NIS), Pendekatan Ilmiah: Pencegahan Kanker Leher Rahim. Jakarta: UI Press Hartati, S, Arika., (2008). Konsep Diri dan kecemasan Wanita Penderita Kanker Payudara Di Poli Bedah Onkologi Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan. USU. Penerbit tidak dipublikasikan Hidayat,A.Aziz Alimul. (2008). Pengantar kebutuhan Dasar Manusia: Aplikasi Konsep dan Proses Keperawatan.Jakarta:Salemba Medika. NANDA, (2005). Panduan Diagnosa Keperawatan Nanda 2005 - 2006 Definisi dan Klasifikasi. Jakarta: Prima Medika Marilyn E. Doenger dkk. (2009). Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3. Penerbit : EGC, Jakarta Mubarak,Wahit Iqbal dan Nurul Chayatin. (2007). Buku Ajar Kebutuhan Dasar Manusia: Teori dan Aplikasi dalam Praktik.Jakarta:EGC. Prawirohardjo, (2005). Ilmu Kandungan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka
Price, (2005). Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Volume 2. Edisi 6. Jakarta: EGC Smeltzer & Bare., (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner dan Suddarth. Volume 3. Jakarta: EGC Sudoyo WA, Setyo Hadi B, Alwi I, dkk. Ilmu Penyakit dalam Edisi Ke-5, Jakarta Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam 2009 Wiknjosastro, (2006). Ilmu Bedah Kebidanan. Jakarta: Bina Pustaka