A. Pengertian Nasofaring adalah bagian dari tenggorokan paling atas, tepatnya di belakang rongga hidung, berbentuk kubus, bagian depan nasofaring berbatasan dengan rongga hidung, bagian atas perbatasan dengan dasar tengkorak, serta bagian bawah merupakan langit-langit dan rongga mulut, di daerah nasofaring terdapat muara saluran yang menghubungkan tenggorokan dan telinga (Tuba Eustachius) dan adenoid yaitu jaringan limfoid yang sering membesar pada anak. Beberapa jaringan saraf yang mengatur fungsi mata dan menelan serta lidah terdapat di sekitar nasofaring, karsinoma nasofaring merupakan tumor ganas yang tumbuh di daerah nasofaring dengan prediksi di fossa rossenmuller dan atap nasofaring. Karsinoma nasofaring merupakan tumor ganas daerah kepala dan leher yang terbanyak ditemukan di Indonesia (Efraty & Nurbaiti, 2001) Merupakan kanker yang terdapat pada nasopharing, berada di antara belakang hidung dan esophagus, kanker ini merupakan tumor ganas daerah kepala dan leher yang terbanyak ditemukan di Indonesia, hampir 60% tumor ganas daerah kepala dan leher merupakan kanker nasopharing, kemudian diikuti oleh tumor ganas rongga mulut, tonsil, hipofaring dalam prosentase rendah. Pada banyak kasus, nasopharing carcinoma banyak terdapat di Negara ras Mongoloid, khususnya Cina Selatan, namun tidak menutup kemungkinan terdapat di negara lain, seperti di Yunani, Afrika bagian utara seperti Aljazair dan Tunisia, orang Eskimo. Di Indonesia kanker ini lebih banyak menyerang keturunan tionghoa di banding suku lainnya, kanker ini lebih banyak dijumpai pada pria daripada wanita.
B. Etiologi
Penyebab timbulnya Carsinoma nasofaring masih belum jelas. Namun banyak
yang
berpendapat
bahwa
berdasarkan
penelitian-penelitian
epidemiologik dan eksperimental, ada 5 faktor f aktor yang mempengaruhi yakni:
Faktor genetik (Banyak pada suku bangsa Tionghoa/ras mongolid).
Faktor virus (Virus EIPSTEIN BARR).
Faktor lingkungan (polusi asap kayu bakar, atau bahan karsinogenik misalnya asap rokok dll).
Iritasi menahun : nasofaringitis kronis disertai rangsangan oleh asap, alkohol dll.
Hormonal : adanya estrogen yang tinggi dalam tubuh.
Menurut Sjamsuhidajat (1998), Mansjoer (1999), Iskandar (1989) yang menyebabkan terjadinya carsinoma nasofaring yaitu Virus Epstein Barr yang masuk pada mediator-mediator dibawah ini:
Kebiasaan makan yaitu mengkonsumsi ikan asin secara terus menerus, karena adanya zat nitrosamine sebagai mediator.
Keadaan sosial-ekonomi yang rendah, lingkungan dan kebiasaan hidup. Dikatakan bahwa udara yang penuh dengan asap dirumah-rumah yang kurang baik ventilasinya di Cina, Indonesia, dan Kenya, dan juga pembakaran dupa dirumah-rumah di Hongkong.
Adanya kontak dengan zat karsinogen seperti benzopyrenen, benzoanthracene, gas kimia, asap industri, asap kayu.
Adanya radang kronis daerah nasofaring yang dapat menjadikan rentan terhadap karsinogen lingkungan.
Ras dan keturunan (Malaysia, Indonesia)
Radang kronis nasofaring
Profil HLA
C. Patofisiologi
Keganasan pada umumnya dapat terjadi melalui dua mekanisme yaitu, pertama pemendekan waktu siklus sel sehingga akan menghasilkan lebih banyak sel yang diproduksi dalam satuan waktu. Kedua, penurunan jumlah kematian sel akibat gangguan pada proses apoptosis. Gangguan pada berbagai protoonkogen dan gen penekan tumor (TSGs) yang menghambat penghentian proses siklus sel.
Virus Epsteinn-barr adalah virus yang berperan penting dalam timbulnya kanker nasofaring. Virus yang hidup bebas di udara ini bisa masuk ke dalam tubuh dan tetap tinggal di nasofaring tanpa menimbulkan gejala, kanker nasofaring sebenarnya dipicu oleh zat nitrosamine yang ada dalam daging ikan asin. Zat ini mampu mengaktifkan virus Epsteinn-barr yang masuk ke dalam tubuh ikan asin, tetapi juga terdapat dalam makanan yang diawetkan seperti daging, sayuran dan difermentasi (asinan) sert a tauco. Pada keadaan fisiologis proses pertumbuhan, pembelahan, dan diferensiasi sel diatur oleh gen yang disebut protoonkogen yang dapat berubah menjadi onkogen bila mengalami mutasi. Onkogen dapat menyebabkan kanker karena memicu pertumbuhan dan pembelahan sel secara patologis.
D. Manifestasi Klinis
1.
Gejala Setempat
Gejala Hidung:
Pilek dari satu atau kedua lubang hidung yang terus-menerus/ kronik
Lendir dapat bercampur darah atau nanah yang berbau
Epistaksis dapat sedikit atau banyak dan berulang
Dapat juga hanya berupa riak campur darah
Obstruksio nasi unilateral atau bilateral bila tumor tumbuh secara eksofilik
2.
Gejala Telinga:
Kurang pendengaran
Tinitus
OMP
Gejala karena metastasis melalui aliran getah bening Terjadi pembesaran kelenjar leher yang terletak di bawah ujung planum mastoid, di belakang ungulus mandibula, medial dari ujung bagian atas muskulus
sternokleidomastoideum,
Pembesaran ini di sebut tumor colli.
bisa
unilateal
dan
bilateral.
3.
Gejala karena metastasis melalui aliran darah Akan terjadi metastasis jauh yaitu paru-paru, ginjal, limpa, tulang dan sebagainya. Gejala di atas dapat dibedakan antara :
Gejala Dini : Merupakan gejala yang dapat timbul waktu tumor masih tumbuh dalam batas-batas nasofaring, jadi berupa gejala setempat yang disebabkan oleh tumor primer (gejala-gejala hidung dan gejala-gejala telinga seperti di atas).
Gejala Lanjut : Merupakan gejala yang dapat timbul oleh karena tumor telah tumbuh melewati batas nasofaring, baik berupa metastasis ataupun infiltrasi dari tumor. Sebagai pedoman: Ingat akan adanya tumor ganas nasofaring bila dijumpai TRIAS :
Tumor colli, gejala telinga, gejala hidung.
Tumor colli, gejala intrakranial (syaraf dan mata), gejala hidung dan telinga.
Gejala Intrakranial, gejala hidung dan telinga.
E. Komplikasi
Sel-sel kanker dapat ikut mengalir bersama getah bening atau darah, mengenai organ tubuh yang letaknya jauh dari nasofaring. Dengan adanya karsinoma nasofaring dapat terjadi metastasis jauh ke tulang, hati, dan paru dengan gejala khas nyeri pada tulang, batuk-batuk, dan gangguan fungsi hati. Dalam penelitian lain ditemukan bahwa karsinoma nasofaring dapat mengadakan metastase jauh, ke paru-paru dan tulang, masing-masing 20 %, sedangkan ke hati 10 %, otak 4 %, ginjal 0.4 %, dan tiroid 0.4 %. Komplikasi lain yang biasa dialami adalah terjadinya pembesaran kelenjar getah bening pada leher dan kelumpuhan saraf kranial.
F.
Penatalaksanaan
a)
Radioterapi : Sebelumnya persiapan pasien dengan oral hygiene, dan apabila infeksi/kerusakan gigi harus diobati terlebih dahulu. Dosis yang diberikan 200 rad/hari sampai 6000-6600 rad untuk tumor primer,
sedangkan kelenjar leher yang membesar diberi 6000 rad. Jika tidak ada pembesaran kelenjar diberikan juga radiasi efektif sebesar 4000 rad. Ini dapat diberikan pada keadaan kambuh atau pada metastasis tulang yang belum
menimbulkan
keadaan
fraktur
patologik.
Radiasi
dapat
menyembuhkan lesi, dan mengurangi rasa nyeri. b)
Kemoterapi : Sebagai terapi tambahan dan diberikan pada stadium lanjut. Biasanya dapat digabungkan dengan radiasi dengan urutan kemoterapiradiasi-kemoterapi. Kemoterapi yang dipakai yaitu Methotrexate (50 mg IV hari 1 dan 8); Vincristin (2 mg IV hari1); Platamin (100 mg IV hari 1); Cyclophosphamide (2 x 50 mg oral, hari 1 s/d 10); Bleomycin (15 mg IV hari 8). Pada kemoterapi harus dilakukan kontrol terhadap efek samping fingsi hemopoitik, fungsi ginjal dan lain-lain.
c)
Operasi : Tindakan operasi berupa diseksi leher radikal, dilakukan jika masih ada sisa kelenjar pasca radiasi atau adanya kekambuhan kelenjar, dengan syarat bahwa tumor primer sudah dinyatakan bersih.
G. Pemeriksaan Penunjang 1.
Nasofaringoskopi a.
Rinoskopi posterior dengan atau tanpa kateter
b. Biopsi multiple c. Radiologi :Thorak PA, Foto tengkorak, Tomografi, CT Scan, Bone scantigraphy (bila dicurigai metastase tulang) d. Pemeriksaan Neuro-oftalmologi : untuk mengetahui perluasan tumor kejaringan sekitar yang menyebabkan penekanan atau infiltrasi kesaraf otak, manifestasi tergantung dari saraf yang dikenai. 2.
Dapat dilakukan pemeriksaan diantaranya yaitu : a.
Foto tengkorak, yaitu foto bagian/ potongan anteriposterior, lateral, dan waters menunjukkan massa jaringan lunak didaerah nasofaring
b. Foto dasar tengkorak dapat terlihat destruksi atau erosi tulang didaerah fosa serebri media. c. CT scan daerah kepala dan leher terlihat adanya massa dengan terlihat adanya kesuraman. CT scan dengan kontras menunjukkan
massa yang besar mengisi sisi posterior dari rongga hidung dan nasofaring dengan perluasan ke sisi kiri dalam daerah nasofaring. d. Biopsi dari hidung dan mulut. Biopsi sedapat mungkin diarahkan pada tumor/ daerah yang dicurigai. Biopsi minimal dilakukan pada dua tempat (kiri dan kanan), melalui rinoskopi anterior, bila perlu dengan bantuan cermin melalui rinoskopi posterior. Bila perlu Biopsi dapat diulang sampai tiga kali. Bila tiga kali Biopsi hasil negatif, sedang secara klinis mencurigakan dengan karsinoma nasofaring, biopsi dapat diulang dengan anestesi umum. Biopsi melalui nasofaringoskopi dilakukan bila klien trismus atau keadaan umum kurang baik. Biopsi kelenjar getah bening leher dengan aspirasi jarum halus dilakukan bila terjadi keraguan apakah kelenjar tersebut suatu metastasis. e. Pemeriksaan laboratorium : pemeriksaan darah tepi, fungsi hati, ginjal untuk melihat/mendeteksi metastasis.
H. Pengkajian
1.
Wawancara Menurut Sjamsuhidajat (1998), Mansjoer (1999), Iskandar (1989), informasi yang perlu didapatkan pada wawancara adalah sebagai berikut: a.
Menanyakan kepada pasien mengenai gejala-gejala yaitu pada telinga (sumbatan muara tuba dan otitis media) atau adanya gangguan pendengaran. Selain itu, tanyakan pada pasien mengenai gejala hidung seperti epistaksis dan sumbatan hidung.
b.
Menanyakan kepada pasien apakah mempunyai riwayat kanker, kebiasaan makan makanan yang asin-asin, mengenai keadaan sosial ekonomi yang rendah, lingkungan dan kebiasaan hidup. Apakah pasien sering kontak dengan zat karsinogen, juga adanya radang kronis.
2.
Data biografi Berupa nama pasien, usia, TB,BB, tanggal masuk, TD, RR, Nadi dan suhu
3.
Identitas a.
Identitas klien yang meliputi : nama, umur, jenis kelamin, agama, suku bangsa, status marital, pendidikan, pekerjaan, tanggal masuk RS, tanggal pengkajian, No Medrec, diagnosis dan alamat.
b.
Identitas penanggung jawab yang meliputi : nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, hubungan dengan klien dan alamat.
4.
Riwayat kesehatan a.
Keluhan utama Biasanya didapatkan adanya keluhan suara agak serak, kemampuan menelan terjadi penurunan dan terasa sakit waktu menelan ata u nyeri dan rasa terbakar dalam tenggorok.
b.
Riwayat kesehatan sekarang Merupakan informasi sejak timbulnya keluhan sampai klien dirawat di RS. Menggambarkan keluhan utama klien, kaji tentang proses perjalanan penyakit sampai timbulnya keluhan, faktor apa saja memperberat dan meringankan keluhan dan bagaimana cara klien menggambarkan apa yang dirasakan, daerah terasanya keluhan, semua dijabarkan dalam bentuk PQRST.
c.
Riwayat kesehatan dahulu Kaji tentang penyakit yang pernah dialami klien sebelumnya yang ada hubungannya dengan penyakit keturunan dan kebiasaan atau gaya hidup.
d.
Riwayat kesehatan keluarga Kaji apakah ada anggota keluarga yang menderita penyakit yang sama dengan klien atau adanya penyakit keturunan, bila ada cantumkan genogram.
5.
Dasar Data Pengkajian Pasien a.
Aktivitas/istirahat Gejala : kelemahan dan/atau keletihan, perubahan pada pola istirahat dan jam kebiasaan tidur pada malam hari, adanya faktor-faktor yang mempengaruhi tidur misal nyeri, ansietas, berkeringat malam.
b. Neurosensori Gejala : gangguan pendengaran dan penghidu, adanya pusing, sinkope. c. Nyeri / kenyamanan Gejala : nyeri terjadi pada bagian nasofaring, terasa panas. d.
Pernapasan Gejala : Adanya asap pabrik atau industri Tanda : pada pemeriksaan penunjang dapat terlihat adanya sumbatan seperti massa.
e.
Makanan /cairan Gejala : anoreksia, mual/muntah. Tanda : perubahan pada kelembaban/turgor kulit.
6.
Pemeriksaan fisik a.
Inspeksi : Pada bagian leher terdapat benjolan, terlihat pada benjolan warna kulit mengkilat.
b.
Palpasi : Pasien saat dipalpasi adanya massa yang besar, selain itu terasa nyeri apabila ditekan.
c.
Pemeriksaan THT: 1.
Otoskopi : Liang telinga, membran timpani.
2.
Rinoskopia anterior :
Pada tumor endofilik tak jelas kelainan di rongga hidung, mungkin hanya banyak sekret.
Pada tumor eksofilik, tampak tumor di bagian belakang rongga hidung, tertutup sekret mukopurulen, fenomena palatum mole negatif.
3.
Rinoskopia posterior :
Pada tumor indofilik tak terlihat masa, mukosa nasofaring tampak
agak
menonjol,
tak
rata
dan
meningkat.
Pada tumor eksofilik tampak masa kemerahan.
paskularisasi
4.
Faringoskopi dan laringoskopi : Kadang faring menyempit karena penebalan jaringan retrofaring; reflek muntah dapat menghilang.
5.
I.
Pathways
X – foto : tengkorak lateral, dasar tengkorak, CT Scan
J.
Diagnosa Keperawatan 1.
2.
Nyeri akut b/d agen injuri fisik (pembedahan). Ketidakseimbangan
nutrisi
kurang
dari
kebutuhan
tubuh
b/d
ketidakmampuan pemasukan nutrisi.. 3.
Risiko infeksi b/d tindakan infasive, imunitas tubuh menurun
K. Intervensi dan Rasional No
1
Diagnosa Nyeri akut
Tujuan
Setelah
Intervensi
dilakukan
askep
selama 3 x 24 jam tingkat
Manajemen nyeri :
Lakukan pegkajian nyeri secara
kenyamanan klien
komprehensif
meningkat, dan dibuktikan
karakteristik,
dengan level nyeri: klien
kualitas dan faktor presipitasi.
dapat
melaporkan
Rasional
pada
petugas,
nyeri
:
termasuk durasi,
Nyeri
lokasi,
frekuensi,
merupakan
frekuensi pengalaman subyektif dan harus
nyeri, ekspresi wajah, dan
dijelaskan
menyatakan
mengidentifikasi
kenyamanan
fisik dan psikologis, TD
oleh
pasien,
nyeri
untuk
memilih intervensi yang tepat.
120/80 mmHg, N: 60-100 x/mnt, RR: 16-20x/mnt Control
Anjurkan untuk beristirahat dalam
nyeri dibuktikan ruangan yang tenang.
dengan klien melaporkan
Rasional : Menurunkan stimulasi
gejala nyeri dan control
yang
nyeri.
mengurangi sakit kepala.
berlebihan
Berikan
kompres
bagian
yang
dingin
yang
Rasional
:
nyaman
dengan
dapat
pada nyeri.
Meningkatkan
rasa
menurunkan
vasodilatasi. Ajarkan teknik relaksasi dengan distraksi dan napas dalam.
Rasional
:
Membantu
mengendalikan
nyeri
dan
mengalihkan perhatian dari rasa nyeri. Kolaborasi
medis,
berikan
analgesik untuk mengurangi nyeri. Rasional
:
Analgesik
mampu
menekan saraf nyeri.
2
Ketidakseimbangan Setelah
dilakukan
askep
Manajemen Nutrisi
nutrisi kurang dari
selama
3×24
klien
kaji pola makan klien
kebutuhan tubuh
menunjukan status nutrisi
Rasional
adekuat dibuktikan dengan
defisiensi nutrisi.
BB stabil tidak terjadi mal
Identifikasi
pasien
yang
nutrisi,
mengalami
mual/muntah
yang
jam
tingkat
energi
:
adekuat, masukan nutrisi
diantisipasi.
adekuat
Rasional
Mengidentifikasi
:
psikogenik
Mual/muntah terjadi
sebelum
kemoterapi muali secara umum tidak
berespons
terhadap
obat
antiemetik. Kolaborasi
medis
dengan
pemberian aniemetik pada jadwal reguler sebelum atau selama dan setelah
pemberian
agen
antineoplastik dengan sesuai. Rasional : Mual/muntah paling menurunkan kemampuan dan efek samping
psikologis
kemoterapi
yang menimbulkan stress. Sajikan makanan selagi hangat. Rasional : Dengan sajian makanan
hangat lebih mengurangi mual. Dorong
pasien
untuk
makan
sedikit tapi sering. Rasional : Kebutuhan sehari-hari dapat terpenuhi dengan baik. 3
Risiko infeksi
Setelah
dilakukan
askep
Konrol infeksi :
selama 3 x 24 jam tidak Kaji adanya tanda-tanda infeksi. terdapat faktor infeksi pada
risiko
klien
Rasional : Untuk memudahkan memberikan
intervensi
kepada
dibuktikan dengan status pasien. imune klien adekuat: bebas
Monitor tanda-tanda vital.
dari gejala infeksi, angka
Rasional
lekosit normal (4-11.000 )
adanya
:
Merupakan
infeksi
apabila
tanda terjadi
peradangan. Kolaborasi
medis
dengan
pemberian antibiotik. Rasional
:
Antibiotik
mencegah
sekaligus
dapat
membunuh
kuman penyakit untuk berkembang biak
DAFTAR PUSTAKA Brunner, Suddarth. 2002. Buku Aj ar keper awtan medi kal bedah , edisi 8 vol.3. EGC. Jakarta Guyton, Athur C, 1997, Buk u Aj ar F isiologi K edokter an Edisi 9, EGC, Jakarta ,
Iskandar.N, 1989, Tumor Teli nga-H idun g-Tenggorokan, Di agnosi s dan , Fakultas Kedokteran Umum, Universitas Indonesia, Jakarta Penatalaksanaan NANDA International, 2001, Nu r sin g Di agnosis Classif ication 2005 – 2006 , USA Carpenito, Lynda Juall. (2000). Bu ku Saku Di agnosa K eper awatan . Edisi 8. EGC. Jakarta. Doenges, M. G. (2000 ). Rencana Asuh an Keper awatan . Edisi 3 EGC. Jakarta. Sjamsuhidajat & Wim De Jong. (1997). Buku Aj ar I lmu Bedah . EGC : Jakarta.
CA Nasofaring
Disusun Oleh : Nama
: Suliman
NIM
: G0A011044
PRODI D3 KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN DAN KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG 2012