KUMPULAN 7 LAPORAN PENDAHULAN
ASUHAN KEPERAWATAN JIWA
DI RSJ MENUR SURABAYA
Di susun oleh:
DEDY SIDIQ PURNOMO
NIM: 1640005
PROGRAM PROFESI NERS
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
ARTHA BODHI ISWARA
SURABAYA
2016
GANGGUAN PROSES PIKIR : WAHAM
Konsep Dasar Waham
Pengertian
Waham adalah suatu keadaan di mana seseorang individu mengalami sesuatu kekacauan dalam pengoperasian dan aktivitas – aktivitas kognitif (Townsend, 2010)
Waham adalah keyakinan yang salah secara kokoh dipertahankan walaupun walaupun tidak diyakini oleh orang lain dan bertentangan dengan realita normal (Stuart dan Sundeen, 2012).
Waham adalah suatu keyakinan seseorang yang berdasarkan penilaian realitas yang salah , keyakinan yang tidak konsisten dengan tingkat intelektual dan latar belakang budaya , ketidakmampuan merespon stimulus internal dan eksternal melalui proses interaksi / informasi secara akurat (Yosep , 2009).
Respon Adaptif Respon MaladaptifPikiran logis - distorsi pikiran - gangguan proses pikerPersepsi akurat - ilusi - wahamEmosi konsisten - reaksi emosi berlebihan - perilaku disorganisasidengan pengalaman atau kurang Perilaku sesuai - perilaku aneh atau tidak biasa - isolasi sosial Berhubungan sosial - perilaku sesuai - sulit bersepon emosi - menarik diri Rentang Respon Neurobiologi
Respon Adaptif Respon Maladaptif
Pikiran logis - distorsi pikiran - gangguan proses piker
Persepsi akurat - ilusi - waham
Emosi konsisten - reaksi emosi berlebihan - perilaku disorganisasi
dengan pengalaman atau kurang
Perilaku sesuai - perilaku aneh atau tidak biasa - isolasi sosial
Berhubungan sosial - perilaku sesuai - sulit bersepon emosi
- menarik diri
Etiologi
Keadaan yang timbul sebagai akibat dari pada proyeksi dimana seseorang melemparkan kekurangan dan rasa tidak nyaman ke dunia luar. Individu itu biasanya peka dan mudah tersinggung , sikap dingin dan cenderung menarik diri. Keadaan ini sering kali disebabkan karena merasa lingkungannya tidak nyaman , merasa benci , kaku , cinta pada diri sendiri yang berlebihan angkuh dan keras kepala. Dengan seringnya memakai mekanisme proyeksi dan adanya kecenderungan melamun serta mendambakan sesuatu secara berlebihan , maka keadaan ini dapat berkembang menjadi waham. Secara berlahan – lahan individu itu tidak dapat melepaskan diri dari khayalannya dan kemudian meninggalkan dunia realitas.
Kecintaan pada diri sendiri, angkuh dan keras kepala , adanya rasa tidak aman , membuat seseorang berkhayal ia sering menjadi penguasa dan hal ini dapat berkembang menjadi waham besar.
Secara umum dapat dikatakan segala sesuatu yang mengancam harga diri dan keutuhan keluarga merupakan penyebab terjadinya halusinasi dan waham. Selian itu kecemasan , kemampuan untuk memisahkan dan mengatur persepsi mengenai perbedaan antara apa yang dipikirkan dengan perasaan sendiri menurun sehingga segala sesuatu sukar lagi dibedakan , mana rangsangan dari pikiran dan rangsangan dari lingkungan (Keliat, 1998)
Ada dua factor yang menyebabkan terjadinya waham (Keliat, 1998)yaitu :
Factor predisposisi
Meliputi perkembangan sosial kultural , psikologis , genetik , biokimia. Jika tugas perkembangan terhambat dan hubungan interpersonal terganggu maka individu mengalami stress dan kecemasan.
Factor presipitasi
Rangsangan lingkungan yang sering menjadi pencetus terjadinya waham yaitu klien mengalami hubungan yang bermusuhan , terlalu lama diajak bicara , objek yang ada dilingkungannya dan suasana sepi (isolasi). Suasana ini dapat meningkatkan stress dan kecemasan.
Tanda dan Gejala
Untuk mendapatkan data waham saudara harus melakukan observasi perilaku berikut ini :
Waham kebesaran
Meyakini bahwa ia memiliki kebesaran atau kekuasaan khusus , diucapkan berulang kali tetapi tidak sesuai kenyataan.
Contoh : "saya ini pejabat di departemen kesehatan lho.." atau "saya punya tambang emas"
Waham curiga
Meyakini bahwa ada seseorang atau kelompok yang berusaha merugikan / mencederai dirinya , diucapkan berulang kali tetapi tidak sesuai kenyataan.
Contoh : "saya tahu… seluruh saudara ingin mneghancurkan hidup saya karena merasa iri dengan kesuksesan saya."
Waham agama
Memiliki keyakinan terhadap suatu agama secara berlebihan , diucapkan berulang kali tetapi tidak sesuai kenyataan.
Contoh : "kalau saya masuk surge saya harus menggunakan pakaian putih setiap hari."
Waham somatic
Meyakini bahwa tubuh atau bagian tubuhnya terganggu / terserang penyakit , diucapkan berulang kali tetapi tidak sesuai kenyataan.
Contoh : "saya sakit kanker" , setelah pemeriksaan laboratorium tidak ditemukan tanda – tanda kanker namun pasien terus mengatakan bahwa ia terserang kanker.
Waham nihilistic
Meyakini bahwa dirinya sudah tidak ada di dunia / meninggal , diucapkan berulang kali tetapi tidak sesuai kenyataan.
Contoh : "ini kana lam kubur ya , semua yang ada adalah roh – roh".
Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
Pengkajian
Berikut ini beberapa contoh pertanyaan yang dapat perawat gunakan sebagai panduan untuk mengkaji pasien waham.
Apakah pasien memiliki pikiran / isi pikiran yang berulang – ulang diungkapkan dan menetap ?
Apakah pasien takut terhadap objek atau situasi tertentu , atau apakah pasien cemas berlebihan tentang tubuh atau kesehatannya ?
Apakah pasien pernah merasakan bahwa benda – benda disekitarnya aneh atau tidak nyata ?
Apakah pasien pernah merasakan bahwa ia berada di luar tubuhnya ?
Apakah pasien pernah merasa di awasi atau di bicarakan oleh orang lain ?
Apakah pasien berfikir bahwa pikiran atau tindakannya dikontrol oleh orang lain atau kekuatan dari luar ?
Apakah pasien menyatakan bahwa ia memiliki kekuatan fisik atau kekuatan lainnya atau yakin bahwa orang lain dapat membaca fikirannya ?
Isi pengkajian gangguan orientasi realita yang terfokus pada klien waham yaitu :
Alasan masuk / di rawat
Umumnya klien dengan gangguan orientasi realita bahwa ke rumah sakit karena mnegungkapkan kata – kata ancaman , mengatakan benci dan kesal pada seseorang. Klien suka membentak dan menyerang orang yang mengusiknya jika sedang kesal , marah atau merusak barang – barang dan tidak mampu mengendalikan diri.
Klien juga mengungkapkan sesuatu yang tidak realistic ,flight of ideas , kehilangan asosiasi , pengulangan kata – kata yang di dengar. Serta klien mengungkapkan sesuatu yang diyakininya (tentang agama , kebesaran , kecurigaan , keadaan dirinya) berulang kali secara berlebihan tetapi tidak sesuai kenyataan. Biasanya klien tampak tidak mempunyai orang lain , curiga , bermusuhan , merusak (diri , orang lain , lingkungan) , takut , kadang panic , sangat waspada , tidak dapat menilai lingkungan / realitas , ekspresi wajah klien tegang , mudah tersinggung.
Berikan tanda V pada kolom yang sesuai data klienProses pikir [ ] sirkumtansial [ ] tangensial[ ] flight of idea [ ] bloking[ ] kehilangan asosiasi [ ] pengulangan bicaraIsi pikir [ ] obsesi [ ] fobia[ ] depersonalisasi [ ] ide terkait[ ] hipokondria [ ] pikiran magisProses pikir [ ] agama [ ] somatic [ ] kebesaran [ ] curiga[ ] nihilistic [ ] sisip pikir [ ] siap pikir [ ] control pikirFormat / data focus pengkajian pada klien dengan waham (Keliat dan Akemat, 2009)
Berikan tanda V pada kolom yang sesuai data klien
Proses pikir
[ ] sirkumtansial [ ] tangensial
[ ] flight of idea [ ] bloking
[ ] kehilangan asosiasi [ ] pengulangan bicara
Isi pikir
[ ] obsesi [ ] fobia
[ ] depersonalisasi [ ] ide terkait
[ ] hipokondria [ ] pikiran magis
Proses pikir
[ ] agama [ ] somatic [ ] kebesaran [ ] curiga
[ ] nihilistic [ ] sisip pikir [ ] siap pikir [ ] control pikir
Masalah keperawatan
Kerusakan komunikasi verbal
Ganggguan proses pikir : waham
Harga diri remdah kronik
Pohon masalahKerusakan komuikasi verbaleffect
Kerusakan komuikasi verbal
effect
Perubahan proses pikir : wahamCore problem
Perubahan proses pikir : waham
Core problem
Harga diri rendah kronikcausa
Harga diri rendah kronik
causa
Diagnosa Keperawatan
Diagnose keperawatan klien dengan waham berdasarkan pohon masalah :
Kerusakan komunikasi verbal
Gangguan proses pikir : waham
Harga diri rendah kronik
Rencana Keperawatan Klien Gangguang Proses Pikir : Waham
Tgl
No Diagnosa
Diagnosa Keperawatan
Rencana Tindakan Keperawatan
Tujuan
(Umum dan Khusus)
Tindakan Keperawatan
1
2
3
4
5
Gangguan proses pikir : waham
Klien dapat membina hubungan saling percaya
Klien dapat menidentifikasikan kemempuan yang dimiliki
Klien dapat mengidentifikasi kebutuhan yang tidak terpenuhi
Klien dapat berhubungan dengan realistis
Klien mendapat dukungan keluarga
Klien dapat menggunakan obat dengan benar
Bina hubungan saling percaya dengan klien: beri salam terapeutik (panggil nama klien), sebutkan nama perawat, jelaskan tujuan interaksi, ciptakan lingkungan yang tenang, buat kontrak yang jelas (topik yang dibicarakan, waktu dan tempat).
Jangan membantah dan mendukung waham klien :
Katakan perawat menerima keyakinan klien "saya menerima keyakinan anda" disertai ekspresi menerima
Katakan perawat tidak mendukung "sukar bagi saya untuk mempercayainya" disertai ekspresi ragu tapi empati
Tidak membicarakan isi waham klien
Yakinkan klien berada dalam keadaan aman dan terkindung :
Anda berada di tempat aman, kami akan menemani anda.
Gunakan keterbukaan dan kejujuran.
Jangan tinggalkan klien sendirian
Observasi apakan waham klien mengganggu aktifitas sehari-hari dan perawatan diri
Beri pujian pada penampilan dan kemampuan klien yang realistis
Diskusikan dengan klien tentang kemampuan yang dimiliki pada waktu lalu dan saat ini yang realistis (hati-hati terlibat diskusi tentang waham).
Tanyakan apa yang bisa klien lakukan (kaitkan dengan aktifitas sehari-hari dan perawatan diri) kemudian anjurkan untuk melakukannya saat ini.
Jika klien selalu bicara tentang wahamnya, dengarkan sampai kebutuhan waham tidak ada. Perawat perlu memperhatikan bahwa klien penting.
Observasi kebutuhan klien sehari-hari
Diskusikan kebutuhan klien yang tidak terpenuhi baik selama dirumah atauppun dirumah sakit (rasa takut, ansietas, marah).
Hubungan kebutuhan yang tidak terpenuhi dengan waham
Tingkatkan aktifitas yang dapat terpenuhi kebutuhan klien dan memerlukan waktu dan tenga (aktifitas dapat dipilih bersama klien, jika mungkin buat jadwal).
Atur situasi agar klien mempunyai waktu untuk menggunakan wahmnya.
Berbicara dengan klien dalam konteks realitas (realitas diri, realitas orang lain, realitas tempat dan realitas waktu).
Sertakan klien dalam terapi aktifitas kelompok: orientasi realitas
Berikan pujian pada setiap kegiatan positif yang dilakukan klien
Diskusikan dengan keluarga dengan :
Gejala waham
Cara merawatnya
Lingkungan keluarga
Folow-up obat
Anjurkan keluarga melaksanakan 5.1. Dengan bantuan perawat
Diskusikan dengan klien dan keluarga tentang obat, dosis, frekuensi, dan efek samping akibat penghentian.
Diskusikan perasaan klien setelah makan obat
Berikan obat dengan prinsip 5 (lima) benar.
Contoh Rencana Keperawatan Gangguan Proses Pikir : Waham dalam Bentuk Strategi Pelaksanaan
NO
Klien
Keluarga
SP1P
SP1K
1.
2.
3.
4.
Membantu orientasi realita.
Mendiskusikan kebutuhan yang tidak terpenuhi.
Membantu pasien memenuhi kebutuhannya
Menganjurkan pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian
Mendiskusikan masalah yang dirasakan keluar dalam merawat pasien.
Menjelaskan pengertian, tanda dan gejala, dan jenis waham yang dialami pasien serta proses terjadinya.
Menjelaskan cara merawat pasien waham
SP2P
SP2K
1.
2.
3.
Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien.
Berdiskusi tentang kemampuan yang dimiliki
Melatih kemampuan yang dimiliki
Melatih keluarga mempraktikkan cara merawat pasien dengan waham
Melatih keluarga mempraktikkan cara merawat langsung kepada pasien waham
SP3P
SP3K
1.
2.
3.
Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien
Memberikan pendidikan kesehatan tentang penggunakan obat secara teratur
Menganjurkan pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian
Membantu keluarga membuat jadwal aktifitas di rumah termasuk minum obat
Menjelaskan follow up pasien setelah pulang
Implementasi dan Evaluasi
Contoh implementasi dan evaluasi gangguan proses pikir waham
Tgl
No. Diagnosa
Diagnosa Keperawatan
Rencana Keperawatan
Tindakan Keperawatan
Evaluasi
1
2
3
4
5
6
1
Gangguan proses pikir : waham
SP1P Gangguan proses pikir : waham
Melakukan SP1P gangguan proses pikir : waham
Membantu orientasi realita
Mendiskusikan kebutuhan yang tidak terpenuhi
Membantu klien memenuhi kebutuhannya
Menganjurkan klien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian klien
S :
"saya hanya mau berbincang10 menit saja"
"mereka tidak percaya kalau saya ini presiden"
"presiden kan enak bisa ngatur dan perintah, saya gak senang kalau diatur"
"bapak saya yang suka ngatur"
"saya ingin ikut teman-teman pergi ke ruang rehabilitasi terus bisa main tenis meja"
"saya mau latihan setiap pagi pukul 09:00"
O:
Pembicaraan cepat
Afek labil
Klien memasukkan latihan tenis meja kedalam jadwal harian setiap hari pukul 09:00"
A:
SP1P tercapai
P:
Perawat : lanjutkan SP2P pukul 09:30 diteras depan ruang rehabilitasi
Klien: motivasi klien untuk latihan olahraga tenis meja pada pukul 09:00 sesuai jadwal harian.
09:30
1
Gangguan proses pikir : waham
SP2P Gangguan proses pikir : waham
Melakukan SP2P gangguan proses pikir: waham
Mengevaluasi jadwal kegiatan klien
Berdiskusi tentang kemampuan yang dimiliki
S:
"sekarang kita berbincang 15 menit yah"
"saya tadi main tenis meja loh, dan menang"
"saya juga bisa main gitar lho, waktu SMA saya punya band sama teman-teman"
"mari saya tunjukkan kehebatan saya main gitar"
"karena jadwal main musik disini setipa hari selasa dan kamis pukul 09.00 saya akan latihan sesuai jadwal"
O:
Klien kooperatif
Kontak mata baik
Klien membuat jadwal latihan main gitar sesuai jadwal di rumah sakit
A:
SP2P tercapai
P:
Perawat: lanjutkan SP3P pukul 11:00 di ruang perawatan klien
Klien : motivasi klien latihan memainkan gitar setiap hari Selasa dan Kamis pukul 09.00
11:00
Gangguan proses pikir : waham
SP3P Gangguan proses pikir : waham
Melakukan SP3P gangguan proses pikir : waham
Mengevaluasi jadwal kegiatan harian klien
Memberikan pendidikan kesehatan tentang penggunaan obat secara teratur
Menganjurkan klien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian
S:
"kita berbincang 10 menit ya"
"saya dapat obat 3 macam dari dokter"
"oh, berarti yang warnanya orange itu CPZ gunanya untuk menenangkan"
"terus yang warna putih itu supaya saya rileks dan tidak tegang ya disebut THP"
"yang warna merah jambu itu disebut HPL supaya saya tenang juga kan?"
"semua obatnya harus saya minum sehari 3kali kan?"
"saya akan minum obat sesuai jadwal dan teratur, baik di rumah sakit sekarang atau sudah pulang ke rumah nanti"
"saya akan minum obat setiap hari pukul 7pagi, 1siang, dan 7malam"
O:
Kontak mata baik
Klien kooperatif
Klien memasukkan kedalam jadwal harian minum obat setiap pukul 7pagi, 1siang dan 7malam
A:
SP3P tercapai
P:
Perawat : lanjutkan SP budaya gangguan proses pikir : waham
Klien : motivasi klien untuk minum obat sesuai dengan jadwal
GANGGUAN ISOLASI SOSIAL : MENARIK DIRI
Konsep Isolasi Sosial
Pengertian
Isolasi adalah keadaan dimana individu atau kelompok mengalami atau merasakan kebutuhan atau keinginan untuk meningkatkan keterlibatan dengan orang lain tetapi tidak mampu untuk membuat kontak ( Carpenito, 1998 ).
Isolasi sosial adalah suatu keadaan kesepian yang dialami oleh seseorang karena orang lain menyatakan sikap yang negatif dan mengancam (Towsend,1998).
Seseorang dengan perilaku menarik diri akan menghindari interaksi dengan orang lain. Individu merasa bahwa ia kehilangan hubungan akrab dan tidak mempunyai kesempatan untuk membagi perasaan, pikiran dan prestasi atau kegagalan. Ia mempunyai kesulitan untuk berhubungan secara spontan dengan orang lain, yang dimanifestasikan dengan sikap memisahkan diri, tidak ada perhatian dan tidak sanggup membagi pengalaman dengan orang lain (DepKes, 1998).
Menarik diri merupakan percobaan untuk menghindari interaksi dengan orang lain, menghindari hubungan dengan orang lain. Selain itu menarik diri merupakan suatu tindakan melepaskan diri baik perhatian maupun minatnya terhadap lingkungan sosial secara langsung (isolasi diri) (Stuart dan Sundeen, 1995).
Menarik Diri adalah suatu tindakan melepaskan diri dari alam sekitarnya, individu tidak ada minat dan perhatian terhadap lingkungan sosial secara langsung. (Petunjuk teknis Askep pasien gangguan skizofrenia hal 53).
Perilaku menarik diri adalah suatu usaha menghindari interaksi dengan orang lain. Individu merasa bahwa ia kehilangan hubungan akrab dan tidak menyadari kesempatan untuk berhubungan secara spontan dengan orang lain yang dimanifestasikan dengan sikap memisahkan diri, tidak ada perhatian dan tidak sanggup membagi pengalaman dengan orang lain (Budi Anna Keliat, 1999).
Rentang Respons Sosial
Gangguan hubungan sosial terdiri atas :
Isolasi Sosial adalah kondisi kesepian yang diekspresikan oleh individu dan dirasakan sebagai hal yang ditimbulkan oleh orang lain dan sebagai suatu keadaan negatif yang mengancam. Dengan karakteristik : tinggal sendiri dalam ruangan, ketidakmampuan untuk berkomunikasi, menarik diri, kurangnya kontak mata. Ketidaksesuaian atau ketidakmatangan minat dan aktivitas dengan perkembangan atau terhadap usia. Preokupasi dengan pikirannya sendiri, pengulangan, tindakan yang tidak bermakna. Mengekspresikan perasaan penolakan atau kesepian yang ditimbulkan oleh orang lain. Mengalami perasaan yang berbeda dengan orang lain, merasa tidak aman ditengah orang banyak. (Mary C. Townsend, Diagnose Kep. Psikiatri, 1998; hal 252).
Kerusakan Interaksi sosial adalah suatu keadaan dimana seorang individu berpartisipasi dalam suatu kualitas yang tidak cukup atau berlebihan atau kualitas interaksi sosial yang tidak efektif, Dengan Karakteristik : Menyatakan secara verbal atau menampakkan ketidaknyamanan dalam situasi-situasi sosial. Menyatakan secara verbal atau menampakkan ketidakmampuan untuk menerima atau mengkomunikasikan kepuasan rasa memiliki, perhatian, minat, atau membagi cerita. Tampak menggunakan perilaku interaksi sosial yang tidak berhasil. Disfungsi interaksi dengan rekan sebaya, keluarga atau orang lain. Penggunaan proyeksi yang berlebihan tidak menerima tanggung jawab atas perilakunya sendiri. Manipulasi verbal. Ketidakmampuan menunda kepuasan. (Mary C. Townsend, Diagnosa Keperawatan Psikiatri, 1998; hal 226).
Rentang Respon Sosial
Waktu membinasuatu hubungan sosial, setiap individu berada dalam rentang respons yang adaptif sampai dengan maladaptif. Respon adaptif merupakan respons yang dapat diterima oleh norma – norma sosial dan budaya setempat yang secara umum berlaku, sedangkan respons maladaptif merupakan respons yang dilakukan individu dalam menyelesaikan masalah yang kurang dapat diterima oleh norma – norma sosial dan budaya setempat. Respons sosial maladaptif yang sering terjadi dalam kehidupan sehari – hari adalah menarik diri, tergantung (dependen), manipulasi, curiga, gangguan komunikasi, dan kesepian.
Menurut Stuart dan Sundeen, 1999, respon setiap individu berada dalam rentang adaptif sampai dengan maladaptive yang dapat dilihat pada bagan berikut :
Respon adaptif adalah respon yang masih dapat diterima oleh norma –norma sosial dan kebudayaan secara umum yang berlaku di masyarakat. Respon adaptif terdiri dari :
Menyendiri(Solitude): Merupakan respons yang dibutuhkan seseorang untuk merenungkan sapa yang telah dilakukan di lingkungan sosialnya dan suatu cara mengevaluasi diri untuk menentukan langkah selanjutnya. Solitude umumnya dilakukan setelah melakukan kegiatan.
Otonomi: Merupakan kemampuan individu untuk menentukan dan menyampaikan ide-ide pikiran, perasaan dalam hubungan sosial.
Bekerja sama (mutualisme): adalah suatu kondisi dalam hubungan interpersonal dimana individu tersebut mampu untuk saling memberi dan menerima.
Saling tergantung (interdependen): Merupakan kondisi saling tergantung antara individu dengan orang lain dalam membina hubungan interpersonal.
Respon maladaptive adalah respon yang menimbulkan gangguan dengan berbagai tingkat keparahan (Stuart dan Sundeen, 1998). Respon maladaptif terdiri dari :
Menarik diri: merupakan suatu keadaan dimana seseorang menemukan kesulitan dalam membina hubungan secara terbuka dengan orang lain.
Manipulasi: Merupakan gangguan hubungan sosial yang terdapat pada individu yang menganggap orang lain sebagai objek. Individu tersebut tidak dapat membina hubungan sosial secara mendalam.
Impulsif: Individu impulsif tidak mampu merencanakan sesuatu, tidak mampu belajar dari pengalaman, tidak dapat diandalkan.
Narkisisme: Pada individu narkisisme terdapat harga diri yang rapuh, secara terus menerus berusaha mendapatkan penghargaan dan pujian, sikap egosenetris, pencemburuan, marah jika orang lain tidak mendukung.
Tergantung (dependen): terjadi bila seseorang gagal mengembangkan rasa percaya diri atau kemampuannya untuk berfungsi secara sukses.
Curiga: Terjadi bila seseorang gagal mengembangkan rasa percaya dengan orang lain. Kecurigaan dan ketidakpercayaan diperlihatkan dengan tanda-tanda cemburu, iri hati, dan berhati-hati. Perasaan individu ditandai dengan humor yang kurang, dan individu merasa bangga dengan sikapnya yang dingin dan tanpa emosi.
Penyebab Dari Menarik Diri
Salah satu penyebab dari menarik diri adalah harga diri rendah. Harga diri adalah penilaian individu tentang pencapaian diri dengan menganalisa seberapa jauh perilaku sesuai dengan ideal diri. Dimana gangguan harga diri dapat digambarkan sebagai perasaan negatif terhadap diri sendiri dan kemampuan, hilang kepercayaan diri, merasa gagal mencapai keinginan yang diekspresikan secara langsung maupun tak langsung.
Tanda Dan Gejala Menarik Diri (Budi Anna Keliat, 1998)
Apatis, ekspresi sedih, afek tumpul
Menghindar dari orang lain (menyendiri)
Komunikasi kurang/tidak ada. Klien tidak tampak bercakap-cakap dengan klien lain/perawat
Tidak ada kontak mata, klien sering menunduk
Berdiam diri di kamar/klien kurang mobilitas
Menolak berhubungan dengan orang lain, klien memutuskan percakapan atau pergi jika diajak bercakap-cakap
Tidak melakukan kegiatan sehari-hari.
Pohon Masalah ( Budi Anna Keliat, 1999)
Resiko Perubahan Sensori-persepsi : Halusinasi
Isolasi sosial : menarik diri Core Problem
Gangguan Konsep Diri : Harga Diri Rendah
Analisa Data
Data Subjektif :
Sukar didapati jika klien menolak berkomunikasi. Beberapa data subjektif adalah menjawab pertanyaan dengan singkat, seperti kata-kata "tidak ", "iya", "tidak tahu".
Data Objektif :
Observasi yang dilakukan pada klien akan ditemukan :
Apatis, ekspresi sedih, afek tumpul.
Menghindari orang lain (menyendiri), klien nampak memisahkan diri dari orang lain, misalnya pada saat makan.
Komunikasi kurang / tidak ada. Klien tidak tampak bercakap-cakap dengan klien lain / perawat.
Tidak ada kontak mata, klien lebih sering menunduk.
Berdiam diri di kamar / tempat terpisah. Klien kurang mobilitasnya.
Menolak berhubungan dengan orang lain. Klien memutuskan percakapan atau pergi jika diajak bercakap-cakap.
Karakteristik Perilaku
Gangguan pola makan : tidak nafsu makan atau makan berlebihan.
Berat badan menurun atau meningkat secara drastis.
Kemunduran secara fisik.
Tidur berlebihan.
Tinggal di tempat tidur dalam waktu yang lama.
Banyak tidur siang.
Kurang bergairah.
Tidak memperdulikan lingkungan.
Kegiatan menurun.
Immobilisasai.
Mondar-mandir (sikap mematung, melakukan gerakan berulang).
Keinginan seksual menurun.
Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Kesehatan Jiwa Pada Klien Dengan Isolasi Sosial
PENGKAJIAN
Adapun ruang lingkup pengkajian klien dengan masalah utama Kerusakan Interaksi Sosial pada kasus Menarik Diri meliputi pegumpulan data, perumusan masalah keperawatan, pohon masalah dan analisa data.
Pengumpulan data
Data yang dikumpulkan meliputi data biologis, psikologis, sosial dan spiritual. Pengelompokan data pada pengkajian kesehatan jiwa dapat pula berupa faktor predisposisi, penilaian terhadap stresor, sumber koping dan kemampuan koping yang dimiliki klien (Stuart and Sundeen, 1995).Adapun data yang dapat dikumpulkan pada klien dengan Kerusakan Interaksi Sosial pada kasus Menarik Diri adalah sebagai berikut.
Identitas klien
Pada umumnya idetitas klien yang dikaji pada klien dengan masalah utama Kerusakan Interaksi Sosial Menarik Diri adalah : biodata yang meliputi nama, umur, terjadi pada umur atara 15 – 40 tahun, bisa terjadi pada semua jenis kelamin, status perkawinan, tangggal MRS , informan, tangggal pengkajian, No Rumah klien dan alamat klien. dan agama pendidikan serta pekerjaan dapat menjadi faktor untuk terjadinya penyakit Kerusakan Interaksi Sosial pada kasus Menarik Diri.
Alasan masuk rumah sakit
Keluhan biasanya adalah kontak mata kurang, duduk sendiri lalu menunduk, menjawab pertanyaan dengan singkat, menyediri (menghindar dari orang lain) komunikasi kurang atau tidak ada, berdiam diri dikamar, menolak interaksi dengan orang lain, tidak melakukan kegiatan sehari – hari, dependen.
Faktor predisposisi
Pernah atau tidaknya mengalami gangguan jiwa, usaha pengobatan bagi klien yang telah mengalami gangguan jiwa trauma psikis seperti penganiayaan, penolakan, kekerasan dalam keluarga dan keturunan yang mengalami gangguan jiwa serta pengalaman yang tidak menyenangkan bagi klien sebelum mengalami gangguan jiwa. Kehilangan, perpisahan, penolakan orang tua, harapan orang tua yang tidak realistis, kegagalan / frustrasi berulang, tekanan dari kelompok sebaya; perubahan struktur sosial. Terjadi trauma yang tiba-tiba misalnya harus dioperasi , kecelakaan, dicerai suami , putus sekolah, PHK, perasaan malu karena sesuatu yang terjadi ( korban perkosaan, di tuduh KKN, dipenjara tiba – tiba) perlakuan orang lain yang tidak menghargai klien/ perasaan negatif terhadap diri sendiri yang berlangsung lama.
Aspek fisik / biologis
Hasil pengukuran tada vital (TD: cenderung meningkat, Nadi: cenderung meningkat, suhu: meningkat, Pernapasan : bertambah, TB, BB: menurun).
Keluhan fisik
Biasanya mengalami gangguan pola makan dan tidur sehingga bisa terjadi penurunan berat badan. Klien biasanya tidak menghiraukan kebersihan dirinya.
Aspeks psikososial
Genogram yang menggambarkan tiga generasi
Konsep diri
Pada umumnya klien dengan Kerusakan Interaksi Sosial pada kasus Menarik Diri mengalami gangguan konsep diri seperti :
Citra tubuh : Menolak melihat dan menyentuh bagian tubuh yang berubah atau tidak menerima perubahan tubuh yang telah terjadi atau yang akan terjadi. Menolak penjelasan perubahan tubuh, persepsi negatip tentang tubuh.
Identitas diri: Ketidakpastian memandang diri, sukar menetapkan keinginan dan tidak mampu mengambil keputusan.
Peran: Berubah atau berhenti fungsi peran yang disebabkan penyakit, proses menua, putus sekolah, PHK.
Ideal diri: Mengungkapkan keputusasaan karena penyakitnya; mengungkapkan keinginan yang terlalu tinggi.
Harga diri: Perasaan malu terhadap diri sendiri, rasa bersalah terhadap diri sendiri, gangguan hubungan sosial, merendahkan martabat, mencederai diri, dan kurang percaya diri. Klien mempunyai gangguan / hambatan dalam melakukan hubungan social dengan orang lain terdekat dalam kehidupan, kelempok yang diikuti dalam masyarakat. Keyakinan klien terhadap Tuhan dan kegiatan untuk ibadah ( spritual).
Hubungan sosial : Hubungan sosial merupakan kebutuhan bagi setiap manusia, karena manusia tidak mampu hidup secara normal tanpa bantuan orang lain. Pada umumnya klien dengan Kerusakan Interaksi Sosial pada kasus Menarik Diri mengalami gangguan seperti tidak merasa memiliki teman dekat, tidak pernah melakukan kegiatan kelompok atau masyarakat dan mengalami hambatan dalam pergaulan.
Status mental
Penampilan: Pada klien dengan Kerusakan Interaksi Sosial : Menarik Diri berpenampilan tidak rai, rambut acak-acakan, kulit kotor, gigi kuning, tetapi penggunaan pakaian sesuai dengan keadaan serta klien tidak mengetahui kapan dan dimana harus mandi.
Pembicaraan: Pembicaraan klien dengan Kerusakan interaksisosial Menarik Diripada umumnya tidak mampu memulai pembicaraan, bila berbicara topik yang dibicarakan tidak jelas atau kadang menolak diajak bicara.
Aktivitas motorik: Klien tampak lesu, tidak bergairah dalam beraktifitas, kadang gelisah dan mondar-mandir.
Alam perasaan: Alam perasaan pada klien dengan Kerusakan Interaksi Sosial pada kasus Menarik Diri biasanya tampak putus asa dimanifestasikan dengan sering melamun.
Afek: Afek klien biasanya datar, yaitu tidak bereaksi terhadap rangsang yang normal.
Interaksi selama wawancara: Klien menunjukkan kurang kontak mata dan kadang-kadang menolak untuk bicara dengan orang lain.
Persepsi. Klien dengan Kerusakan Interaksi Sosial pada kasus Menarik Diri pada umumnya mengalami gangguan persepsi terutama halusinasi pendengaran, klien biasanya mendengar suara-suara yang megancam, sehingga klien cenderung sering menyendiri dan melamun.
Isi pikir. Klien dengan Kerusakan Interaksi Sosial pada kasus Menarik Diri pada umumnya mengalami gangguan isi pikir : waham terutama waham curiga.
Proses pikir. Proses pikir pada klien dengan Kerusakan Interaksi Sosial pada kasus Menarik Diri akan kehilangan asosiasi, tiba-tiba terhambat atau blocking serta inkoherensi dalam proses pikir.
Kesadaran. Klien dengan Kerusakan Interaksi Sosial pada kasus Menarik Diri tidak mengalami gangguan kesadaran.
Memori. Klien tidak mengalami gangguan memori, dimana klien mampu mengingat hal-hal yang telah terjadi.
Konsentrasi dan berhitung. Klien dengan Kerusakan Interaksi Sosial pada kasus Menarik Diri pada umumnya tidak mengalami gangguan dalam konsentrasi dan berhitung.
Kemampuan penilaian. Klien tidak mengalami gangguan dalam penilaian
Daya tilik diri. Klien mengalami gangguan daya tilik diri karena klien akan mengingkari penyakit yang dideritanya.
Kebutuhan persiapan pulang
Makan. Klien mengalami gangguan daya tilik diri karena klien akan mengingkari penyakit yang dideritanya.
BAB / BAK. Kemampuan klien menggunakan dan membersihkan WC kurang.
Mandi. Klien dengan Kerusakan Interaksi Sosial pada kasus Menarik Diri bisanya tidak memiliki minat dalam perawatan diri (mandi)
Istirahat dan tidur: Kebutuhan istirahat dan tidur klien biasaya terganggu
Mekanisme koping
Koping yang digunakan klien adalah proyeksi, menghindar dan kadang-kadang mencedrai diri.Klien apabila mendapat masalah takut atau tidak mau menceritakannya pada orang orang lain (lebih sering menggunakan koping menarik diri).
Masalah psikososial dan lingkungan
Klien mendapat perlakuan yang tidak wajar dari lingkungan seperti klien direndahkan atau diejek karena klien menderita gangguan jiwa.
Pengetahuan
Klien dengan Kerusakan Interaksi Sosial pada kasus Menarik Diri, kurang mengetahuan dalam hal mencari bantuan, faktor predisposisi, koping mekanisme dan sistem pendukung dan obat-obatan sehingga penyakit klien semakin berat.
Aspek medic
Meliputi diagnosa medis dan terapi obat-obatan yang digunakan oleh klien selama perawatan.
Status Mental
Kontak mata klien kurang /tidak dapat mepertahankan kontak mata, kurang dapat memulai pembicaraan, klien suka menyendiri dan kurang mampu berhubungan dengan orang lain, Adanya perasaan keputusasaan dan kurang berharga dalam hidup.
Perumusan Masalah
Masalah Utama : Kerusakan interaksi social : menarik diri
Daftar masalah
Format Pengkajian Pasien Isolasi Sosial
Hubungan Sosial
Orang yang berarti bagi pasien....................................................
Peran serta dalam kegiatan kelompok atau masyarakat..............
Hambatan berhubungan dengan oarang lain...............................
Masalah Keperawatan.........................................................................
Pohon Masalah
Resiko Perubahan Sensori-persepsi : Halusinasi
Isolasi sosial : menarik diri Core Problem
Gangguan Konsep Diri : Harga Diri Rendah
Analisa Data
Masalah Keperawatan
Perubahan persepsi – sensori : halusinasi
Isolasi Sosial : menarik diri
Gangguan konsep diri : harga diri rendah
Isolasi sosial : menarik diri
Data obyektif
Apatis, ekpresi sedih, afek tumpul, menyendiri, berdiam diri dikamar, banyak diam, kontak mata kurang (menunduk), menolak berhubungan dengan orang lain, perawatan diri kurang, posisi menekur.
Data subyektif
Sukar didapat jika klien menolak komunikasi, kadang hanya dijawab dengan singkat, ya atau tidak.
DIAGNOSA KEPERAWATAN
Perubahan persepsi sensori
Isolasi sosial : menarik diri
Gangguan konsep diri : harga diri rendah
INTERVENSI & IMPLEMENTASI
Gangguan isolasi sosial : menarik diri
Tujuan Umum : Klien dapat berinteraksi dengan orang lain sehingga tidak terjadi halusinasi
Tujuan Khusus :
Klien dapat membina hubungan saling percaya
Tindakan:
Bina hubungan saling percaya dengan menggunakan prinsip komunikasi terapeutik dengan cara :
Sapa klien dengan ramah baik verbal maupun non verbal
Perkenalkan diri dengan sopan
Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang disukai
Jelaskan tujuan pertemuan
Jujur dan menepati janji
Tunjukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya
Berikan perhatian kepada klien dan perhatian kebutuhan dasar klien
Klien dapat menyebutkan penyebab menarik diri
Tindakan :
Kaji pengetahuan klien tentang perilaku menarik diri dan tanda-tandanya
Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaan penyebab menarik diri atau mau bergaul
Diskusikan bersama klien tentang perilaku menarik diri, tanda-tanda serta penyebab yang muncul
Berikan pujian terhadap kemampuan klien mengungkapkan perasaannya
Klien dapat menyebutkan keuntungan berhubungan dengan orang lain dan kerugian tidak berhubungan dengan orang lain.
Tindakan :
Kaji pengetahuan klien tentang manfaat dan keuntungan berhubungan dengan orang lain
Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaan tentang keuntungan berhubungan dengan prang lain
Diskusikan bersama klien tentang manfaat berhubungan dengan orang lain
Beri reinforcement positif terhadap kemampuan mengungkapkan perasaan tentang keuntungan berhubungan dengan orang lain.
Kaji pengetahuan klien tentang kerugian bila tidak berhubungan dengan orang lain
Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaan dengan orang lain
Diskusikan bersama klien tentang kerugian tidak berhubungan dengan orang lain
Beri reinforcement positif terhadap kemampuan mengungkapkan perasaan tentang kerugian tidak berhubungan dengan orang lain
Klien dapat melaksanakan hubungan social
Tindakan :
Kaji kemampuan klien membina hubungan dengan orang lain
Dorong dan bantu kien untuk berhubungan dengan orang lain melalui tahap
K – P : Klien – Perawat
K – P – P lain : Klien – Perawat – Perawat lain
K – P – P lain – K lain : Klien – Perawat – Perawat lain – Klien lain
K – Kel/ Klp/ Masy : Klien – Keluarga/Kelompok/Masyarakat
Beri reinforcement positif terhadap keberhasilan yang telah dicapai
Bantu klien untuk mengevaluasi manfaat berhubungan
Diskusikan jadwal harian yang dilakukan bersama klien dalam mengisi waktu
Motivasi klien untuk mengikuti kegiatan ruangan
Beri reinforcement positif atas kegiatan klien dalam kegiatan ruangan.
Klien dapat mengungkapkan perasaannya setelah berhubungan dengan orang lain
Tindakan :
Dorong klien untuk mengungkapkan perasaannya bila berhubungan dengan orang lain
Diskusikan dengan klien tentang perasaan manfaat berhubungan dengan orang lain
Beri reinforcement positif atas kemampuan klien mengungkapkan perasaan manfaat berhubungan dengan oranglain
Klien dapat memberdayakan sistem pendukung atau keluarga
Tindakan :
Bina hubungan saling percaya dengan keluarga :
Salam, perkenalan diri
Jelaskan tujuan
Buat kontrak
Eksplorasi perasaan klien
Diskusikan dengan anggota keluarga tentang :
Perilaku menarik diri
Penyebab perilaku menarik diri
Akibat yang terjadi jika perilaku menarik diri tidak ditanggapi
Cara keluarga menghadapi klien menarik diri
Dorong anggota keluarga untukmemberikan dukungan kepada klien untuk berkomunikasi dengan orang lain
Anjurkan anggota keluarga secara rutin dan bergantian menjenguk klien minimal satu kali seminggu
Beri reinforcement positif positif atas hal-hal yang telah dicapai oleh keluarga
PERILAKU KEKERASAN
Konsep Dasar Perilaku Kekerasan
Pengertian
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan di mana seseorang melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik, baik kepada diri sendiri maupun orang lain. Sering di sebut juga gaduh gelisah atau amuk di mana seseorang marah berespon terhadap suatu stressor dengan gerakan motorik yang tidak terkontrol (Yosep, 2007).
Perilaku kekerasan merupakan suau bentuk perilaku yang bertujuan untuk melukai seseorang secara fisik maupun psikologis (Budi Ana Keliat, 2005).
Penyebab
Faktor Predisposisi
Psikologis
Kegagalan yang dialami dapat menimbulkan frustasi yang kemudian dapat timbul agresif atau perilaku kekerasan,contohnya: pada masa anak-anak yang mendapat perilaku kekerasan cenderung saat dewasa menjadi pelaku perilaku kekerasan.
Perilaku
Kekerasan didapat pada saat setiap melakukan sesuatu maka kekerasan yang diterima sehingga secara tidak langsung hal tersebut akan diadopsi dan dijadikan perilaku yang wajar.
Sosial Budaya
Budaya yang pasif – agresif dan kontrol sosial yang tidak pasti terhadap pelaku kekerasan akan menciptakan seolah-olah kekerasan adalah hal yang wajar.
Bioneurologis
Beberapa berpendapat bahwa kerusaka pada sistem limbik, lobus frontal, lobus temporal, dan ketidakseimbangan neurotransmitter ikut menyumbang terjadi perilaku kekerasan
Faktor Presipitasi
Faktor-faktor yang dapat mencetuskan perilaku kekerasan sering kali berkaitan dengan (Yosep, 2009):
Ekspresi diri, ingin menunjukkan eksistensi diri atau simbol solidaritas seperti dalam sebuah konser, penonton sepak bola, geng sekolah, perkelahian masal dan sebagainya.
Ekspresi dari tidak terpenuhinya kebutuhan dasar dan kondisi sosial ekonomi.
Kesulitan dalam mengkomunikasikan sesuatu dalam keluarga serta tidak membiasakan dialog untuk memecahkan masalah cenderung melalukan kekerasan dalam menyelesaikan konflik.
Ketidaksiapan seorang ibu dalam merawat anaknya dan ketidakmampuan dirinya sebagai seorang yang dewasa.
Adanya riwayat perilaku anti sosial meliputi penyalahgunaan obat dan alkoholisme dan tidak mampu mengontrol emosinya pada saat menghadapi rasa frustasi.
Kematian anggota keluarga yang terpenting, kehilangan pekerjaan, perubahan tahap perkembangan, atau perubahan tahap perkembangan keluarga.
Manifestasi Klinis
Yosep (2009) mengemukakan bahwa tanda dan gejala perilaku kekerasan adalah sebagai berikut: Muka merah dan tegang, Mata melotot/ pandangan tajam, Tangan mengepal, Rahang mengatup, Postur tubuh kaku, Bicara kasar, Suara tinggi, membentak atau berteriak, Mengancam secara verbal atau fisik, Mengumpat dengan kata-kata kotor, Suara keras, Melempar atau memukul benda/orang lain, Menyerang orang lain, Melukai diri sendiri/orang lain
Akibat
Klien dengan perilaku kekerasan dapat menyebabkan resiko tinggi mencederai diri, orang lain dan lingkungan. Resiko mencederai merupakan suatu tindakan yang kemungkinan dapat melukai/ membahayakan diri, orang lain dan lingkungan.
G. Askep
1. Identitas klien
Meliputi nama klien, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama, tanggal MRS (masuk rumah sakit), informan, tanggal pengkajian, No Rumah Sakit dan alamat klien.
2. Keluhan utama
Tanyakan pada keluarga/klien hal yang menyebabkan klien dan keluarga datang ke rumah sakit. Yang telah dilakukan keluarga untuk mengatasi masalah, dan perkembangan yang dicapai.
3. Faktor predisposisi
Tanyakan pada klien/keluarga, apakah klien pernah mengalami gangguan jiwa pada masa lalu, pernah melakukan atau mengalami penganiayaan fisik, seksual, penolakan dari lingkungan, kekerasan dalam keluarga dan tindakan criminal. Dan pengkajiannya meliputi psikologis, biologis, dan social budaya.
Masalah keperawatan
a) Perilaku kekerasan
b) Risiko mencederai diri sendiri, orang lain, dan lingkungan
c) Perubahan persepsi sensori: halusinasi
d) Harga diri rendah kronis
e) Isolasi social
format pengkajian pad pasien resiko perilaku kekerasan
pelaku/usia korban/usia saksi/usia
Aniaya fisik ( / ) ( / ) ( / )
Aniaya seksual ( / ) ( / ) ( / )
Penolakan ( / ) ( / ) ( / )
Kekersan dlm keluarga ( / ) ( / ) ( / )
Tindkaan kriminal ( / ) ( / ) ( / )
Aktivitas motorik
( ) lesu ( )tegang ( )gelisah ( )agitasi
( )Tik ( )grimasen ( )tremor ( )kompulsif
Interaksi selama wawancara
( )Bermusuhan ( )kontak mata –
( )Tidak kooperatif ( )defensiv
( )Mudah tersinggung ( )curiga
Tindakan keperawatan padapasien
Tujuan Keperawatan
Pasien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan
Pasien dapat mengidentifikasi tanda-tanda perilaku kekerasan
Pasien dapat menyebutkan jenis perilaku kekerasan yang pernah dilakukannya
Pasien dapat menyebutkan akibat dari perilaku kekerasan yang pernah dilakukannya
Pasien dapat menyebutkan cara mencegah/mengendalikan perilaku kekerasannya
Pasien dapat mencegah/menegdalikan perilaku kekerasannya secara fisik, spiritual, sosial, dan dengan terapi psikofarmaka.
Tindakan Keperawatan
Bina hubungan saling percaya
Diskusikan bersama pasien penyebab perilaku kekerasan sekarang dan yang lalu
Dsikusikan perasaan, tanda, dan gejala yang dirasakan pasien jika terjadi penyebab perilaku kekerasan
Diskusikan bersama pasien tentang perilaku kekerasan yang biasa dilakukan pada saat marah
Diskusikan bersama pasien akibat perilaku kekerasan yang ia lakukan
Diskusikan bersama pasien cara mengendalikan perilaku kekerasan
Bantu pasien latihan mengendalikan perilaku kekerasan secara fisik
Bantu pasien latihan mengendalikan perilaku kekerasan secara sosial/verbal
Bantu pasien latihan mengendalikan perilaku kekerasan secara spiritual
Bantu pasien mengendalikan perilaku kekerasan dengan patuh minum obat
Ikut sertakan pasien dalam TAK stimulasi persepsi untuk mengendalikan perilaku kekerasan.
SP 1 pasien : Membina hubungan saling peraya, mengidentifikasi penyebab marah, tanda dan gejala yang dirasakan, perilaku kekerasan yang dilakukan, akibat, dan cara mengendalikan perilaku kekerasan dengan cara fisik pertama (latihan nafas dalam).
SP 2 pasien : Memebatu pasien latihan mengendalikan perilaku kekerasan dengan cara fisik kedua (evaluasi latihan nafas dalam, latihan mengendalikan perilaku kekerasan dengan cara fisik kedua (pukul kasur dan bantal), menyusun jadwal kegiatan harian cara kedua.
SP 3 pasien : Membantu pasien latihan mengendalikan perilaku kekerasan secara sosial/verbal (evaluasi jadwal harian tentang dua cara fisik mengedalikan perilaku kekerasan, latihan mengungkapkan rasa marah secara verbal (menolak dengan baik, meminta dengan baik, mengungkapkan perasaan dengan baik), susun jadwal latihan mengungkapkan marah secara verbal).
SP 4 pasien : Bantu pasien latihan mengendalikan perilaku kekerasan secara spiritual (diskusikan hasil latihan mengendalikan perilaku kekerasan secara fisik dan sosial/verbal, latihan beribadah dan berdoa, buat jadwal latihan ibadah/berdoa).
SP 5 pasien : Membantu pasien latihan mengendalikan perilaku kekerasan dengan obat (bantu pasien minum obat secara teratur dengan prinsip lima benar [benar nama pasien/pasien, benar nama obat, benar cara minum obat, benar waktu minum obat, dan benar dosisi obat] disertai penjelasan guna obat dan akibat berhenti minum obat, susun jadwal minum obat secara teratur.
Tindakan keperawatan pada keluarga
Tujuan Keperawatan
Keluarga dapat merawat pasien di rumah
Tindakan keperawatan
Diskusikan masalah yang dihadapi keluarga dalam merawat pasien
Diskusikan bersama kelurga tentang perilaku kekerasan (penyebab, tada dan gejala, perilaku yang muncul, dan akibat dari perilaku tersebut)
Diskusikan bersama keluarga tentang kondisi pasien yang perlu segera dilaporkan kepada perawat, seperti melempar atau memukul benda/orang lain
Bantu latihan keluarga dalam merawat pasien perilaku kekerasan
Buat rencana pulang bersama keluarga.
RESIKO BUNUH DIRI
Konsep Dasar Bunuh Diri
Pengertian
Bunuh diri adalah setiap aktivitas yang jika tidak dicegah dapat mengarah pada kematian (Gail W. Stuart, 2006). Bunuh diri adalah pikiran untuk menghilangkan nyawa sendiri (Isaacs, Ann, 2005). Bunuh diri adalah ide, isyarat dan usaha bunuh diri, yang sering menyertai gangguan depresif dan sering terjadi pada remaja (Harold Kaplan, 2004). Perilaku bunuh diri meliputu isyarat-isyarat, percobaan atau ancaman verbal, yang akan mengakibatkan kematian, luka atau mernyakiti diri sendiri (Yosep, Iyus. 2009).
Tanda dan Gejala
Keputusasaan
Celaan terhadap diri sendiri, perasaan gagal dan tidak berguna
Alam perasaan depresi
Agitasi dan gelisah
Insomnia yang menetap
Penurunan BB
Berbicara lamban, keletihan, menarik diri dari lingkungan sosial.
Petunjuk psikiatrik :
Upaya bunuh diri sebelumnya
Kelainan afektif
Alkoholisme dan penyalahgunaan obat
Kelaianan tindakan dan depresi mental pada remaja
Dimensia dini/ status kekacauan mental pada lansia
Riwayat psikososial:
Baru berpisah, bercerai/ kehilangan
Hidup sendiri
Tidak bekerja, perbahan/ kehilangan pekerjaan baru dialami
Faktor-faktor kepribadian :
Implisit, agresif, rasa bermusuhan
Kegiatan kognitif dan negative
Keputusasaan
Harga diri rendah
Batasan/gangguan kepribadian antisocial (Rastirainia, 2009)
Tingkatan
Menurut Tri Aan (2009), perilaku bunuh diri berkembang dalam rentang diantaranya :
Suicidal ideation.
Pada tahap ini merupakan proses contemplasi dari suicide, atau sebuah
metoda yang digunakan tanpa melakukan aksi/tindakan, bahkan klien pada tahap ini tidak akan mengungkapkan idenya apabila tidak ditekan. Walaupun demikian, perawat perlu menyadari bahwa pasien pada tahap ini memiliki pikiran tentang keinginan untuk mati
Suicidal intent.
Pada tahap ini klien mulai berpikir dan sudah melakukan perencanaan yang konkrit untuk melakukan bunuh diri,
Suicidal threat.
Pada tahap ini klien mengekspresikan adanya keinginan dan hasrat yan dalam bahkan ancaman untuk mengakhiri hidupnya .
Suicidal gesture.
Pada tahap ini klien menunjukkan perilaku destruktif yang diarahkan pada diri sendiri yang bertujuan tidak hanya mengancam kehidupannya tetapi sudah pada percobaan untuk melakukan bunuh diri. Tindakan yang dilakukan pada fase ini pada umumnya tidak mematikan, misalnya meminum beberapa pil atau menyayat pembuluh darah pada lengannya. Hal ini terjadi karena individu memahami ambivalen antara mati dan hidup dan tidak berencana untuk mati. Individu ini masih memiliki kemauan untuk hidup, ingin di selamatkan, dan individu ini sedang mengalami konflik mental. Tahap ini sering di namakan "Crying for help" sebab individu ini sedang berjuang dengan stress yang tidak mampu di selesaikan.
Suicidal attempt.
Pada tahap ini perilaku destruktif klien yang mempunyai indikasi individu ingin mati dan tidak mau diselamatkan misalnya minum obat yang mematikan. Walaupun demikian banyak individu masih mengalami ambivalen akan kehidupannya.
Suicide.
Tindakan yang bermaksud membunuh diri sendiri . hal ini telah didahului oleh beberapa percobaan bunuh diri sebelumnya. 30% orang yang berhasil melakukan bunuh diri adalah orang yang pernah melakukan percobaan bunuh diri sebelumnya. Suicide ini yakini merupakan hasil dari individu yang tidak punya pilihan untuk mengatasi kesedihan yang mendalam.
4. Klasifikasi
Perilaku bunuh diri dibagi menjadi 3 kategori:
a) Ancaman bunuh diri: ada peringatan verbal & non verbal, ancaman ini menunjukkan ambivalensi seseorang terhadap kematian, jika tidak mendapat respon maka akan ditafsirkan sebagai dukungan untuk melakukan tindakan bunuh diri.
b) Upaya bunuh diri: semua tindakan yang dilakukan individu terhadap diri sendiri yang dapat menyebabkan kematian jika tidak dicegah.
c) Bunuh diri: terjadi setelah tanda peringatan terlewatkan atau diabaikan, orang yang melakukan upaya bunuh diri walaupun tidak benarbenar ingin mati mungkin akan mati.
B. Rentang Respon ( Menurut Yosep 2009)
Respon Adatif ResponMaladaptif
Peningkatkan Berisiko destruktif Destruktif diri Pencederaan Bunuh Diri tidak langsung Diri Diri
Perilaku bunuh diri menunjukkan kegagalan mekanisme koping. Ancaman bunuh diri mungkin menunjukan upaya terakhir untuk mendapatkan pertolongan agar dapat mengatasi masalah. Bunuh diri yang terjadi merupakan kegagalan koping dan mekanisme adatif pada diri seseorang.
Peningkatan diri. Seseorang dapat meningkatkan proteksi atau pertahan diri secara wajar terhadap situasional yang membutuhkan pertolongan diri. Sebagai contoh seseorang mempertahankan diri dari pendapatnya yang berbeda mengenai loyalitas terhadap pimpinan ditempat kerjanya.
Beresiko destruktif. Seseorang memiliki kecenderungan atau beresiko mengalami perilaku destruktif atau menyalakan diri sendri terhadap situasi yang seharusnya dapat mempertahankan diri, seperti seseorang merasa patah semangat bekerja ketika dirinya dianggap tidak loyal terhadap pimpimnan padahal sudah melakukan pekerjaan secara optimal.
Destruktif diri tidak langsung. Seseorang telah mengambil sikap yang kurang tepat atau maladaptive terhadap situasi yang membutuhkan dirinya untuk mempertahankan diri. misalnya, karena pandangan pimpinan terhadap kerjanya yang tidak loyal, maka seorang karyawan menjadi tidak masuk kantor atau bekerja seenaknya dan tidak optimal.
Pencederaan diri. Seorang melakukan percobaan bunuh diri tau pencederaan diri akibat hilangnya harapan terhadap situasi yang ada.
Bunuh diri. Seseorang telah melakukan tindakan bunuh diri sampai dengan nyawanya hilang.
C. Faktor Predisposisi
Menurut Stuart dan Sundeen (2004), faktor predisposisi bunuh diri antara lain :
Sifat kepribadian
Tiga aspek kepribadian yang berkaitan erat dengan besarnya resiko bunuh diri adalah rasa
bermusuhan, implisif dan depresi.
Lingkungan psikososial
Seseorang yang baru mengalami kehilangan, perpisahan/perceraian, kehilangan yang dini dan berkurangnya dukungan sosial merupakan faktor penting yang berhubungan dengan bunuh diri.
Riwayat keluarga
Riwayat keluarga yang pernah melakukan bunuh diri merupakan faktor resiko penting untuk prilaku destruktif.
Faktor biokimia
Data menunjukkan bahwa secara serotogenik, apatengik, dan depominersik menjadi media proses yang dapat menimbulkan prilaku destrukif diri.
D. Faktor Presipitasi
Menurut Stuart (2006) faktor pencetus seseorang melakukan percobaan bunuh diri adalah:
Perasaan terisolasi dapat terjadi karena kehilangan hubungan interpersonal/gagal
melakukan hubungan yang berarti.
Kegagalan beradaptasi sehingga tidak dapat menghadapi stres.
Perasaan marah/bermusuhan, bunuh diri dapat merupakan hukuman pada diri sendiri.
Cara untuk mengakhiri keputusasaan.
E. Mekanisme Koping
Mood/affek: Depresi yang persisten, merasa hopelessness, helplessness, isolation, sedih, merasa jauh dari orang lain, afek datar, sering mendengar atau melihat bunyi yang sedih dan unhappy, membenci diri sendiri, merasa dihina, sering menampilkan sesuatu yang tidak adekuat di sekolah, mengharapkan untuk dihukum.
Perilaku/behavior: Perubahan pada penampilan fisik, kehilangan fungsi, tak berdaya seperti tidak intrest, kurang mendengarkan, gangguan tidur, sensitive, mengeluh sakit perut, kepala sakit, perilaku antisocial : menolak untuk minum, menggunakan obat-obatan, berkelahi, lari dari rumah.
Sekolah dan hubungan interpersonal: Menolak untuk ke sekolah, bolos dari sekolah, sosial teman-temannya, kegiatan-kegiatan sekolah dan hanya interest pada hal – hal yang menyenangkan, kekurangan system pendukung sosial yang efektif.
Keterampilan koping: Kehilangan batas realita, menarik dan mengisolasikan diri, tidak menggunakan support system, melihat diri sebagai orang yang secara total tidak berdaya.
F. Faktor – faktor Risiko Bunuh Diri
Perilaku
Membeli senjata
Mengubah surat wasiat
Membuat surat wasiat
Perubahan sikap yang nyata
Membeli obat dalam jumlah yang banyak
Fisik
Nyeri kronik
penyakit fisik
penyakit terminal
Psikologis
Penganiayaan masa kanak-kanak
Riwayat bunuh diri dari keluarga
Rasa bersalah
Remaja homoseksual
Situasional
Remaja yang tinggal ditatanan nontradisional
Ketidakstabilan ekonomi
kehilangan kebebasan
pension
Sosial
Gangguan kehidupan keluarga
kesepian
Kehilangan hubungan yang penting
putus asa
Verbal
menyatakan keinginan untuk mati
mengancam bunuh diri
G. Jenis Bunuh Diri
Bunuh diri egoistik (faktor dalam diri seseorang)
Individu tidak mampu berinteraksi dengan masyarakat, ini disebabkan oleh kondisi kebudayaan atau karena masyarakat yang menjadikan individu itu seolah-olah tidak berkepribadian. Kegagalanintergrasi dalam keluarga dapat menerangkan mengapa mereka tidak menikah lebih rentang untuk melakukan percobaan bunuh diri dibandingkan dengan mereka yang menikah.
Bunuh diri altruistic (terkait kehormatan seseorang)
Individu terkait pada tuntutan tradisi khusus ataupun ia cenderung untuk bunuh diri karena identifikasi terlalu kuat dengan suatu kelompok, ia merasa kelompok tersebut sangat mengharapkannya.
Bunuh diri anomik (faktor lingkungan dan tekanan)
Hal ini terjadi bila terdapat gangguan keseimbangan integrasi antar individu dan masyarakat, sehingga individu tersebut meninggalkan norma-norma kelakuan yang biasa. Individu kehilangan pegangan dan tujuan. Masyarakat atau kelompoknya tidak memberikan kepuasan padanya karena tidak ada pengaturan atau pengawasan terhadap kebutuhan-kebutuhannya.
A. Pengkajian
Identitas Klien: Meliputi nama klien, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama, tanggal MRS (Masuk Rumah Sakit), informan, tangggal pengkajian, No Rumah klien dan alamat klien.
Keluhan Utama: Tanyakan pada keluarga / klien hal yang menyebabkan klien dan keluarga datang ke Rumah Sakit, yang telah dilakukan keluarga untuk mengatasi masalah dan perkembangan yang dicapai
Faktor predisposisi: Tanyakan pada klien / keluarga, apakah klien pernah mengalami gangguan jiwa pada masa lalu, pernah melakukan, mengalami, penganiayaan fisik, seksual, penolakan dari lingkungan, kekerasan dalam keluarga dan tindakan kriminal.
Dapat dilakukan pengkajian pada keluarga faktor yang mungkin mengakibatkan terjadinya gangguan :
Psikologis
Keluarga, pengasuh dan lingkungan klien sangat mempengaruhi respon psikologis dari klien.
Biologis
Gangguan perkembangan dan fungsi otak atau SSP, pertumbuhan dan perkembangan individu pada prenatal, neonatus dan anak-anak.
Sosial Budaya
Seperti kemiskinan, konflik sosial budaya (peperangan, kerusuhan, kerawanan), kehidupan yang terisolasi serta stress yang menumpuk.
Aspek fisik / biologis
Hasil pengukuran tada vital (TD, Nadi, suhu, Pernapasan , TB, BB) dan keluhan fisik yang dialami oleh klien.
5) Aspek Psikososial
a) Membuat genogram yang memuat paling sedikit tiga generasi yang dapat menggambarkan hubungan klien dan keluarga, masalah yang terkait dengan komunikasi, pengambilan keputusan dan pola asuh.
b) Konsep diri
Citra tubuh: mengenai persepsi klien terhadap tubuhnya, bagian yang disukai dan tidak disukai.
Identitas diri: status dan posisi klien sebelum dirawat, kepuasan klien terhadap status dan posisinya dan kepuasan klien sebagai laki-laki / perempuan.
Peran: tugas yang diemban dalam keluarga / kelompok dan masyarakat dan kemampuan klien dalam melaksanakan tugas tersebut.
Ideal diri: harapan terhadap tubuh, posisi, status, tugas, lingkungan dan penyakitnya.
Harga diri: hubungan klien dengan orang lain, penilaian dan penghargaan orang lain terhadap dirinya, biasanya terjadi pengungkapan kekecewaan terhadap dirinya sebagai wujud harga diri rendah.
c) Hubungan sosial dengan orang lain yang terdekat dalam kehidupan, kelompok yang diikuti dalam masyarakat.
d) Spiritual, mengenai nilai dan keyakinan dan kegiatan ibadah.
6) Status Mental
Nilai penampilan klien rapi atau tidak, amati pembicaraan klien, aktivitas motorik klien (sedih, takut, khawatir), afek klien, interaksi selama wawancara, persepsi klien, proses pikir, isi pikir, tingkat kesadaran, memori, tingkat konsentrasi dan berhitung.
7) Mekanisme Koping
Klien apabila mendapat masalah takut atau tidak mau menceritakannya pada orang orang
lain (lebih sering menggunakan koping menarik diri)
8) Masalah Psikososial dan Lingkungan
Masalah berkenaan dengan ekonomi, dukungan kelompok, lingkungan, pendidikan,
pekerjaan, perumahan, dan pelayanan kesehatan.
Format / Data focus pengkajian pada klien dengan resiko bunuh diri (Keliat dan Akemat,2009)
Pengkajian :
Keluhan Utama : …………………………………………………….
Pengalaman masalalu yang tidak menyenangkan …………………..
Konsep diri ……………………………………………………………
Alam perasaan
( ) sedih ( ) Putus Asa
( ) ketakutan ( ) Gembira Berlebihan
(Klien umumnya merasakan kesedihan dan keputusan yang sangat mendalam)
Interaksi selama wawancara
( ) Bermusuhan ( )Tidak koperatif
( ) Defensif ( ) Kontak mata kurang
( ) Mudah tersinggung ( ) Curiga
( Klien biasanya menunjukkan afek yang datar atau tumpul )
Afek
( ) Datar ( ) Labil
( ) Tumpul ( ) Tidak sesuai
( Klien biasanya menunjukkan afek atau tumpul )
Mekanisme koping maladaptif
( ) Minum alcohol ( ) Bekerja berlebihan
( ) Reaksi lambat ( ) Mencederai diri
( ) Menghindar ( ) Lainnya
( Klien biasanya menyelesaikan masalahnya dengan cara menghindar dan mencederai diri )
Masalah psikososial
( ) Masalah dengan dukungan keluarga
( ) Masalah dengan perumahan
Pohon Masalah
Risiko perilaku kekerasan ( pada diri sendiri, orang lain, lingkungan dan verbal)
Effect
Resiko Bunuh Diri
Core Problem
Harga Diri Rendah Kronik
Causa
DIAGNOSA
Risiko Bunuh Diri.
Harga diri rendah kronik
Risiko perilaku kekerasan pada diri sendiri, orang lain, lingkungan dan verbal.
Tgl
No Diagnosa
Diagnosa Keperawatan
Perencanaan
Intervensi
Tujuan
Kriteria Evaluasi
1
Risiko bunuh diri
1.klien dapat membina hubungan saling percaya
1. Menjawab salam
2.Kontak mata
3.Menerima perawat
4.Berjabat tangan
1.1 Kenalkan diri pada klien
1.2 Tanggapi perbicaraan klien dengan sabar dan tidak menyangkal
1.3 Bicara tega,sjelas,jujur
1.4 Bersifat hargai dan bersahabat
1.5 Temani klien saat keinginan menciderai diri meningkat
1.6 Jauhkan klien dari benda benda yang membahayakan(seperti pisau,silet,gunting,tali kaca,dll
2.Klien dapat mengekspresikan perasaannya
1.Menceritakan penderitaan secara terbuka dan konstruktif dengan orang lain.
2.1 Dengarkan keluhan yang klien rasakan
2.2 Bersikap empati untuk meningkatkan ungkapan keraguan,ketakutan dan keprihatinan.
2.3 Beri dorongan pada klien untuk mengungkapkan mengapa dan bagaimana harapan karena harapan adalah hal yang penting dalam kehidupan
2.4 Beri klien waktu dan kesempatan untuk menceritakan arti penderitaan kematian dan sekarat
2.5 Beri dorongan pada klien untuk mengekspresikan tentang mengapa harapan tidak pasi dan dalam hal-hal dimana harapan mempunyai kegagalan.
3. Klien dapat mengeskspresikan perasaannya
1. Mengenang dan meninjau kembali kehidupan secara positif
2.Mempertimbangkan nilai-nilai dan arti kehidupan.
3.Mengekspresikan perasaan-perasaan yang optimis tentang yang ada.
3.1 Bantu klien untuk memahami bahwa ia dapat mengatasi aspek-aspek keputusasaan dan memisahkan dari aspek harapan.
3.2 Kaji dan kerahkan sumber-sumber internal individu(outonomi,mandiri,rasional pemikiran kognitif,fleksibilitas dan spiritualitas.
3.3 Bantu klien mengidentifikasi sumber-sumber harapan (missal:hubungan antar sesame,keyakinan,hak-hak untuk diselesaikan).
3.4 Bantu klien mengembangkan tujuan-tujuan realitas jangka panjang dan jangka pendek(beralih dari yang sederhana ke yang lebih kompleks,dapat menggunakan suatu poster tujuan untuk menandakan jenis dan waktu untuk mencapai tujuan-tujuan spesifik
4.Klien mengunakan dukungan sosial
1.Mengekspresikan perasaan tentang hubungan yang positif dengan orang terdekat.
2.Mengekspresikan percaya diri dengan hasil yang di inginkan.
3.Mengekspresikan percaya diri dengan diri dan orang lain.
4. Menetapkan tujuan-tujuan yang realistis.
4.1 Ajarkan klien untuk mengantisipasi pengalaman yang dia senang melakukan setiap hari(missal:berjalan,membaca buku favorit dan menulis surat.
4.2 Bantu klien untuk mengenali hal-hal yang dicintai,yang ia sayangi dan pentingnya terhadap kehidupan orang lain disamping tentang kegagalan dalam kesehatan
4.3 Beri dorongan pada klien untuk berbagi keprihatian pada orang lain yang mempunyai masalah dan atau penyakit yang sama dan telah mempunyai pengalaman positif dalam mengatasi tersebut dengan koping yang efektif.
5.Klien menggunakan dukungan sosial
Sumber tersedia(keluarga,lingkungan dan masyarakat).
Keyakinan makin meningkat
5.1 kaji dan kerahkan sumber-sumber eksternal individu(orang terdekat,tim pelayanan kesehatan,kelompok pendukung,agama yang dianutnya)
5.2 kaji system pendukung keyakinan (nialai,pengalaman masa lalu,aktifitas keagamaan,kepercayaan agama).lakukan rujukan selesai indikasi (missal:konseling dan pemuka agama).
STRATEGI PELAKSANAAN
SP1P
SP1K
1)mengidentifikasi jenisnHalusinASI Klien.
2)Mengintifikasi isi Halusinasi Klien.
3) Mengidentifikasi Waktu Halusinasi Klien.
4)Mengindetifikasi Frekuensi Halusinasi Klien.
5) Mengidentifikasi situasi yang dapat menimbulkan Halusinasi Klien.
6) Mengidentifikasi respon klien terhadap Halusinasi Klien.
7) Mengajarkan klien menghardik halusinasi.
8)Menganjurkan Klien memasukan cara menghardik ke dalam kegiatan harian
Mendiskusikan masalah yang di rasakan keluarga dalam merawat klien.
Memberikan pendidikan kesehatan tentang pengertian halusinasi ,jenis halusinasi yang di alami klien ,tanda dan gejala Halusinasi,serta proses terjadinya Halusinasi.
Menjelaskan cara merawat klien dengan Halusinasi.
SP2P
SP2K
Mengevaluasi jadwal kegiatan harian klien
Melatih klien menghadapi halusianasi dengan cara bercakap-cakap dengan orang lain
Menganjurkna klien memasukkan kedalam jadwal kegiatan harian
1 Melatih keluarga memperaktikkan cara merawat klien dengan Halusinasi.
2 Melatih keluarga melakukan cara merawat langsung kepada klien halusinasi
Sp3p
SP3K
Mengevaluasi jadwal kegiatan harian klien.
Melatih klien mengendalikan halusinasi dengan cara melakukan kegiatan.
Menganjurkan klien memasukkan kedalam jadwal kegiatan harian
Membantu keluarga membuat jadwal aktivitas di rumah termasuk minum obat (discharge planning).
Menjelaskan pollow up klien setelah pulang.
Sp4p
Mengevaluasi jadwal kegiatan harian klien
Memberikan penkes tentang pengunaan obat secara teratur.
Menganjurkan klien memasukkan kedalam jadwal kegiatan harian.
No.Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan
Rencana keperawataan
Tindakan keperawataan
Evaluasi keperawataan
1
2
3
4
Risiko bunuh diri
Risiko bunuh diri
Risiko bunuh diri
Risiko bunuh diri
SP1P
Risiko bunuh diri
SP2P Risiko bunuh diri
SP3P
Risiko bunuh diri
SP4P
Risiko bunuh diri
Melakukan SP1P risiko bunuh diri
Mengidentifikasi benda-benda yang dapat membahayakan klien
Mengamankan benda-benda yang dapat membahayakan klien
Melakukan kontrak tritment
Mengajarkan cara-cara mengendalian
Melatih cara mengendalian bunuh diri
Melakukan SP2P risiko bunuh dirI:
Mengidentifikasi aspek positif klien
Mendorong klien untuk berfikir positif tentang dirin
Mendorong klien untuk menghargai diri sebagai individu yang berharga
Melakukan SP3P risiko bunuh diri:
Mengidentifikasi pola koping yang bias diterapkan klien
Menilai pola koping yang biasa dilakukan
Mengidentifikasi pola koping yang konstruktif
Menganjurkan klien menerapkan pola koping konstruktif dalam kegiatan harian
Mendorong klien memilih pola koping yang konstruktif
Melakukan SP4P risiko bunuh diri:
Membuat rencana masa depan yang realistid bersama klien.
Mengidentifikasi cara mencapai rencana masa depan yang realistis
Member dorongan klien melakukan kegiataan dalam rangka meraih masa depan yang realistis
Menganjurkan klien memasukkan dalm jadwal harian klien
S:"Waallaikum salam"
"nama saya M,10 menit disini aja ya pak." priksa aja pak kalau ada barang-barang yang berbahaya."
"apa bila nanti kalau mau muncul keinginan saya bunuh diri saya panggil bapak atau perawatn lainnya."
"bapak atau suster bantu saya,keinginan saya bunuh diri muncul lagi."
"Ya,nanti saya berteman supaya tidak sendiri."
"Senang pak,jam 11.00, disini aja ya pak."ya disini aja pak."
O:
Klien mampu menyebutkan apa yang dia alami.
Klien dapat menyebutkan cara mengendalikan dorongan bunuh diri
Klien dapat mempraktikkan mengendalian bunuh diri'
Klien menerima kehadiran perawat
Kontak mata tajam
Klien komperatif
Tidak ada barang-barang berbahaya dikamar klien
A:
Sp1p tercapai
P:
Perwat:
Lanjutkan sp2p pada pertemuan kedua pada hari senin,7 mei 2012 pukul11.00 diruang perawaatan klien.
Klien:
Memotifikasi klien melatih cara mengendalikan bunuh diri.
S:"Waalaikum salaam"
"baik pak,udah tidak ada lagi, 5 menit aja pak,disini saja"
"syukur punya orang tua,istri dan teman-teman dirumah yang baik,yang sedih pasti istri saya".
"menolong teman dan orang lain,bekerja menghasilkan uang."
"saya puas apabila saya dapat uang yang banyak dan membahagyakan istri saya pak."
"biasanya saya melakukan kegiatan menyapu kamar."
"perasaan saya senang pak."
O:
Klien menyebutkan hal yang positif yang dimilikinya
Klien dapat menyebutkan hal patut disyukuri dalam hidupnya.
Klien dapat mempraktikkan kegiataan yang bisaa dia lakukan
Klien mempraktikkan cara menyapu
Kontak baik
Klien komperatif
A:SP2P tercapai
P:
Perawat:
Lanjutkan SP3p pada pertemuan ke tiga pada hari selasa 8 MEI 2012pukul 08.00 diruang perawaatan klien
Klien:
Memotifikasi klien untuk dapat menghargai dirinya
S:"Waallaikum salmslam."
'Baik pak,udah tidak ada lagi 5 menit aja pak,disini saja."
"pada saat stress dan pada saat sendirian,menyelesaikan masalah dengan orangnya langsung,berdoa atau sholat,bercerita dengan teman dekat atau orang tua keuntunganannya bias membantu member solusi bust masalah saya,buat saya tenang,saya mau milih berdoa dan sholat aja dulu."
"perasaan saya senang pak,sholat dan berdoa."
O:
Kontak mata ada
Afek labil
Bicara cepat
Klien kompertatif
A:SP3P tercapai
P:
Perawat:
Lanjutkan SP4P interaksi ke4 pukul 10.00 diruang perawaatan klien.
Klien:
Memotifasi klien latihan berkenalan dengan perawat dan klien lain sesuai jadwal yang dibuat.
S:"Waallaikum salam,baik pak,10 menit saja pak."
"rencananya sayamau kerja cari uang,kegiataan kegiataan."
"caranya saya harus punya keahlian,dan harus pandai brrgaul dengan orang lain."
"saya akan melukis siapa tau lukisan ini."
:masukkan jadwalnya jam 16.00aja pak."
O:
Kontakmata baik
Klien komperatif
Bicara kiheren
A.SP4P tercapai
P.
Perawat:
Lanjutkan intervensi perawataan klien oleh keluarga,persiapan klien pulang
Klien:
Memotifasi klien berlatih melukis untuk merai masa depan.
ASUHAN KEPERAWATAN JIWA DEFISIT PERAWATAN DIRI
Masalah Utama: Defisit perawatan diri
Proses Terjadinya Masalah
Pengertian
Perawatan diri adalah salah satu kemampuan dasar manusia dalam memenuhi kebutuhannya guna memepertahankan kehidupannya, kesehatan dan kesejahteraan sesuai dengan kondisi kesehatannya, klien dinyatakan terganggu keperawatan dirinya jika tidak dapat melakukan perawatan diri ( Depkes 2000).
Defisit perawatan diri adalah gangguan kemampuan untuk melakukan aktifitas perawatan diri (mandi, berhias, makan, toileting) (Nurjannah, 2004).
Menurut Poter. Perry (2005), Personal hygiene adalah suatu tindakan untuk memelihara kebersihan dan kesehatan seseorang untuk kesejahteraan fisik dan psikis, kurang perawatan diri adalah kondisi dimana seseorang tidak mampu melakukan perawatan kebersihan untuk dirinya ( Tarwoto dan Wartonah 2000 ).
Faktor Predisposisi dan Faktor Presivitasi
Menurut Depkes (2000: 20), penyebab kurang perawatan diri adalah:
Factor predisposisi
Perkembangan: Keluarga terlalu melindungi dan memanjakan klien sehingga perkembangan inisiatif terganggu.
Biologis: Penyakit kronis yang menyebabkan klien tidak mampu melakukan perawatan diri.
Kemampuan realitas turun: Klien dengan gangguan jiwa dengan kemampuan realitas yang kurang menyebabkan ketidakpedulian dirinya dan lingkungan termasuk perawatan diri.
Sosial: Kurang dukungan dan latihan kemampuan perawatan diri lingkungannya. Situasi lingkungan mempengaruhi latihan kemampuan dalam perawatan diri.
Faktor presipitasi: kurang penurunan motivasi, kerusakan kognisi atau perceptual, cemas, lelah/lemah yang dialami individu sehingga menyebabkan individu kurang mampu melakukan perawatan diri.
Menurut Depkes (2000: 59) Faktor – faktor yang mempengaruhi personal hygiene adalah:
Body Image: Gambaran individu terhadap dirinya sangat mempengaruhi kebersihan diri misalnya dengan adanya perubahan fisik sehingga individu tidak peduli dengan kebersihan dirinya.
Praktik Sosial: Pada anak – anak selalu dimanja dalam kebersihan diri, maka kemungkinan akan terjadi perubahan pola personal hygiene.
Status Sosial Ekonomi: Personal hygiene memerlukan alat dan bahan seperti sabun, pasta gigi, sikat gigi, shampo, alat mandi yang semuanya memerlukan uang untuk menyediakannya.
Pengetahuan: Pengetahuan personal hygiene sangat penting karena pengetahuan yang baik dapat meningkatkan kesehatan. Misalnya pada pasien penderita diabetes mellitus ia harus menjaga kebersihan kakinya.
Budaya: Di sebagian masyarakat jika individu sakit tertentu tidak boleh dimandikan.
Kondisi fisik atau psikis: Pada keadaan tertentu / sakit kemampuan untuk merawat diri berkurang dan perlu bantuan untuk melakukannya.
Tanda dan Gejala
Menurut Depkes (2000: 20) Tanda dan gejala klien dengan defisit perawatan diri adalah:
Fisik: Badan bau, pakaian kotor, rambut dan kulit kotor, kuku panjang dan kotor, Gigi kotor disertai mulut bau, Penampilan tidak rapi.
Psikologis: Malas, tidak ada inisiatif, Menarik diri, isolasi diri, Merasa tak berdaya, rendah diri dan merasa hina.
Social: Interaksi kurang, Kegiatan kurang, Tidak mampu berperilaku sesuai norma, Cara makan tidak teratur, BAK dan BAB di sembarang tempat, gosok gigi dan mandi tidak mampu mandiri.
Rentang Respon
Adaptif
Maladaptif
Pola perawatan diri seimbang
kadang perawatan diri kadang tidak
Tidak melakukan perawatan saat stress
Penatalaksanaan: Pasien dengan gangguan defisit perawatan diri tidak membutuhkan perawatan medis karena hanya mengalami gangguan jiwa, pasien lebih membutuhkan terapai kejiwaan melalui komunikasi terapeutik.
Pohon Masalah
Effect Isolasi Sosial: menarik diri
Core Problem Defisit Perawatan Diri: mandi, berdandan
Causa Harga Diri Rendah Kronis
Masalah Keperawatan yang Mungkin Muncul
Defisit perawatan diri
Isolasi sosial
Harga diri rendah
Data yang Perlu Dikaji
Data Subyektif: Klien mengatakan malas mandi, tak mau menyisir rambut, tak mau menggosok gigi, tak mau memotong kuku, tak mau berhias, tak bisa menggunakan alat mandi / kebersihan diri.
Data Obyektif: Badan bau, pakaian kotor, rambut dan kulit kotor, kuku panjang dan kotor, gigi kotor, mulut bau, penampilan tidak rapih, tak bisa menggunakan alat mandi.
Diagnosis Keperawatan Jiwa
Penurunan kemampuan dan motivasi merawat diri
Defisit perawatan diri
FORMAT PENGKAJIAN DEFISIT PERAWATAN DIRI
Status mental
Penampilan
( ) tidak rapi
( ) penggunaan pakaian tidak sesuai
( ) cara berpakaian tidak seperti biasanya
Jelaskan
Masalah keperawatan
Kebutuhan sehari-hari
Kebersihan diri
( ) bantuan minimal ( ) bantuan total
Makan
( ) bantuan minimal ( ) bantuan total
BAB/BAK
( ) bantuan minimal ( ) bantuan total
Berpakaian/berhias
( ) bantuan minimal ( ) bantuan total
Jelaskan
Masalah keperawatan
Rencana Tindakan Keperawatan
Tindakan keperawatan pada pasien
Tujuan keperawatan
Pasien mampu melakukan kebersihan diri secara mandiri
Pasien mampu melakukan berhias secara baik
Pasien mampu melakukan makan dengan baik
Pasien mampu melakukan eliminasi secara mandiri
Tindakan keperawatan
Melatih pasien cara perawatan kebersihan diri
Membantu pasien latihan berhias
Melatih pasien makan secara mandiri
Mengajarkan pasien melakukan BAB/BAK secara mandiri
Strategi Pelaksanaan Tindakan
SP Pada Pasien
SP Pada Keluarga
SP 1 P
Menjelaskan pentingnya kebersihan diri
Menjelaskan cara menjaga kebersihan diri
Melatih pasien cara menjaga kebersihan diri
Membimbing pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian.
SP I k
Mendiskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam merawat pasien
Menjelaskan pengertian, tanda dan gejala defisit perawatan diri, dan jenis defisit perawatan diri yang dialami pasien beserta proses terjadinya
Menjelaskan cara-cara merawat pasien defisit perawatan diri
SP 2 p
Memvalidasi masalah dan latihan sebelumnya.
Menjelaskan cara makan yang baik
Melatih pasien cara makan yang baik
Membimbing pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian.
SP 2 k
Melatih keluarga mempraktekkan cara merawat pasien dengan defisit perawatan diri
Melatih keluarga melakukan cara merawat langsung kepada pasien defisit perawatan diri
SP 3 p
Memvalidasi masalah dan latihan sebelumnya.
Menjelaskan cara eliminasi yang baik
Melatih cara eliminasi yang baik.
Membimbing pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian.
SP 3 k
Membantu keluarga membuat jadual aktivitas di rumah termasuk minum obat (discharge planning)
Menjelaskan follow up pasien setelah pulang
ASUHAN KEPERAWATAN JIWA HARGA DIRI RENDAH (HDR)
Definisi
Harga diri rendah adalah menolak dirinya sebagai sesuatu yang berharga dan tidak dapat bertanggungjawab pada kehidupannya sendiri.
Harga diri rendah adalah perasan tidak berharga, tidak berarti dan rendah diri yang berkepanjangan akibat evaluasi yang negativ terhadap diri sendiri atau kemampuan diri. Adanya perasaan hilang kepercayaan diri, merasa gagal karena tidak mampu mencapai keinginan sesuai ideal diri (keliat, 2009)
Gangguan harga diri yang disebut harga diri rendah dapat terjadi secara :
Situational, yaitu terjadi tertama yang tiba-tiba, misalnya harus operasi, kecelakaan, dicerai suami atau istri, putus sekolah, putus hubungan kerja, perasaan malu karena sesuatu ( korban perkosaan, dituduh KKN, dipenjara tiba-tiba ).
Kronik, yaitu perassan negativ terhadap diri berlangsung lama, yaitu sebelum sakit atau dirawat. Klien ini mempunyai cara berfikir yang negativ. Kejadian sakit dan dirawat akan menambah persepsi negativ terhadap dirinya. Kondisi ini mengakibatkan respon mal yang adaptif. Kondisi ini dapat ditemukan pada klien gangguan fisik yang kronik atau pada klien gangguan jiwa.
Etiologi
Berbagai faktor menunjang terjadinya perubahan dalam konsep diri seseorang. Dalam tinjuan life span history klien, penyebab terjadinya harga diri rendah adalah pada masa kecil sering disalahkan, jarang diberi pujian atas keberhasilannya. Saat individu mencapai masa remaja keberadaannya kurang dihargai, tidak diberi kesempatan dan tidak diterima. Menjelang dewasa awal sering gagal disekolah, pekerjaan atau pergaulan. Harga diri rendah muncul saat lingkungan cenderung mengucilkan dan menuntut lebih dari kemampuannya ( yosep,2009 ).
Menurut stuart (2006), faktor-faktor yang mengakibatkan harga diri rendah kronik meliputi faktor predisposisi dan faktor presipitasi sebagai berikut :
Faktor predisposisi
Faktor yang mempengaruhi harga diri meliputi penolakan orang tua, harapan orang tua yang tidak realistis, kegagalan yang berulang, kurang mempunyai tanggung jawab yang tidak realistis, kegagalan yang berulang, kurang mempunyai tanggung jawab personal, ketergantungan pada orang lain, dan ideal diri yang tidak realitis.
Faktor yang mempengaruhi performa peran adalah sterotipe peran gender, tuntutan peran kerja, dan harapan peran budaya
Faktor yang mempengaruhi identitas pribadi meliputi ketidak percayaan orang tua, tekanan dari kelompok sebaya, dan perubahan struktur sosial.
Faktor presipitasi
Menurut yosep (2009), faktor presipitasi terjadinya harga diri rendah biasanya adalah kehilangan bagian tubuh, perubahan penampilan/bentuk tubuh, kegagalan atau produktivitas yang menurun. Secara umum, gangguan konsep harga diri rendah dapat terjadi secara situasional atau kronik.secara situasional karena trauma yang muncul secara tiba-tiba, misalnya harus dioperasi, kecelakaan,perkosaan,atau penjara, termasuk dirawat di rumah sakit bisa menyebabkan harga diri rendah disebabkan karena penyakit fisik atau pemasangan alat bantu yang membuat klien tidak nyaman. Harga diri rendah kronik, biasanya dirasakan klien sebelum sakit atau sebelum dirawat klien sudah memiliki pikiran negatif dan meningkat saat dirawat.
Tanda dan gejala
Menurut keliat 2009), tanda dan gejala harga diri rendah kronik adalah sebagai berikut:
Mengkritik diri sendiri
Perasaan tidak mampu
Pandangan hidup yang pesimis
Penurunan produktivitas
Penolakan terhadap kemampuan diri
Selain data diatas, dapat juga mengamati penampilan seseorang dengan harga diri rendah, terlihat dari kurang memperhatikan perawatan diri, berpakaian tidak rapi, selera makan kurang,tidak berani menatap lawan bicara, lebih banyak menunduk, bicara lambat dengan suara nada lemah
Rentang respon
Respon adaptif Respon maldaptif
Aktualisasi diri Konsep diri Harga diri Kerancuan Depersonalisasi Positif rendah identitas
Aktualisasi diri adalah pernyataan diri tentang konsep diri yang positif dengan latar belakang pengalaman nyata yang sukses dan dapat diterima.
Konsep diri positif merupakan bagaimana seseorang memandang apa yang ada pada dirinya meliputi cita dirinya, ideal dirinya, harga dirinya, penampilan peran serta identitas dirinya secara positif. Hal ini akan menunjukkan bahwa individu itu akan menjadi individu yang sukses.
Harga diri rendah merupakan perasaan negatif terhadap dirinya sendiri, termasuk kehilangan percaya diri, tidak berharga, tidak berguna, pesimis, tidak ada harapan dan putus asa. Adapun perilaku yang berhubungan dengan harga diri yang rendah yaitu mengkritik diri sendiri dan atau orang lain, penurunan produktifitas, destruktif yang diarahkan kepada orang lain, gangguan dalam berhubungan, perasaan tidak mampu, rasa bersalah, perassan negatif mengenai tubuhnya sendiri, keluhan fisik, menarik diri secara sosial, khawatir, serta meanarik diri dari realitas.
Kerancuan identitas merupakan suatu kegagalan individu untuk mengintegrasikan berbagai identifikasi masa kanak-kanak kedalam kepribadian psikososial dewasa yang harmonis. Adapun perilaku yang berhubungan dengan kerancuan identitas yaitu tidak ada kode moral, sifat kepribadian yang bertentangan, hubungan interpersonal eksploitasi, perassan hampa. Perasaan mengambang tentang diri sendiri, tingkat ansietas yang tinggi, ketidak mampuan untuk empati terhadap orang lain.
Depersonalisasi merupakan suatu perasaan yang tidak realistis dimana klien tidak dapat membedakan stimulus dari alam atau luar dirinya. Individu mengalami kesulitan untuk membedakan dirinya sendiri dari orang lain, dan tubuhnya sendiri merasa tidak nyata dan asing baginya.
Faktor yang mempegaruhi harga diri meliputi penolakan orang tua, harapan orang tua yang tidak relistis, kegagalan yang berulang kali, kurang mempunyai tanggungjawab personal, ketergantungan pada orang lain dan ideal diri yag tidak realistis. Sedangkan stresor pencetus mungkin ditimbulkan dari sumber internal dan eksternal seperti :
Trauma seperti penganiayaan seksual dan psikologis atau menaksika kejadian yang megancam.
Ketegangan peran beruhubungan dengan peran atau posisi yang diharapkan dimana individu mengalami frustrasi. Ada tiga jeis transisi peran :
Transisi peran perkembangan adalah perubahan normatif yang berkaitan dengan pertumbuhan. Perubahan ini termasuk tahap perkembangan dalam kehidupan individu atau keluarga dan norma-norma budaya, nilai-nilai tekanan untuk peyesuaian diri.
Transisi peran situasi terjadi dengan bertambah atau berkurangnya anggota keluarga melalui kelahiran atau kematian.
Transisi peran sehat sakit sebagai akibat pergeseran dari keadaan sehat ke keadaan sakit. Transisi ini mungkin dicetuskan oleh kehilangan bagian tubuh, perubahan ukuran, bentuk, penampilan dan fungsi tubuh, perubahan fisik, prosedur medis dan keperawatan.
Gangguan harga diri atau harga diri rendah dapat terjadi secara:
Situasional, yaitu terjadi trauma yang tibatiba, misal harus operasi, kecelakaan, dicerai suami, putus sekolah, putus hubugan kerja dll. Pada pasien yang dirawat dapat terjadi harga diri rendah karena privacy yang kurang diperhatikan : pemeriksaan fisik yang sembarangan, pemasangan alat yang tidak sopani (pemasangan kateter, pemeriksaan pemeriksaan perianal dll.), harapan akan struktur, bentuk dan fungsi tubuh yang tidak tercapai karena di rawat/sakit/penyakit, perlakuan petugas yang tidak menghargai.
Kronik, yaitu perasaan negatif terhadap diri telah berlangsung lama
POHON MASALAH
Pohon masalah
Isolasi sosial
Isolasi sosial
Koping individu tidak efektifHarga diri rendah kronik
Koping individu tidak efektif
Harga diri rendah kronik
Batasan karasteristik harga diri rendah kronik
Batasan karasteristik menurut Nanda-I (2012), yaitu:
Bergantung pada pendapat orang lain
Evaluasi diri bahwa individu tidak mampu menghadapi peristiwa
Melebih-lebihkan umpan balik negatif tentang diri sendiri
Secara berlebihan mencari penguatan
Sering kali kurang berhasil dalam peristiwa hidup
Enggan mencoba situasi baru
Enggan mencoba hal baru
Perilaku bimbang
Kontak mata kurang
Perilaku tidak asertif
Sering kali mencari penegasan
Pasif
Menolak umpan balik positif tentang diri sendiri
Ekspresi rasa bersalah
Ekspresi rasa malu
Pengkajian
Bagian ini berisi pedoman agar perawat da[at menangani pasien yang mengalami diagnosis keperawatan harga diri rendah, baik menggunakan pendekatan secara individu ataupun kelompok. Tahap pertama pengkajian meliputi faktor predisposisi seperti: psikologis, tanda dan tingkah laku klien dan mekanisme koping klien.
Masalah keperawatan:
Resiko isolasi sosial: menarik diri.
Gangguan konsep diri: harga diri rendah.
Berduka disfungsional.
Data yang perlu dikaji:
Data subyektif: Klien mengatakan: saya tidak mampu, tidak bisa, tidak tahu apa-apa, bodoh, mengkritik diri sendiri, mengungkapkan perasaan malu terhadap diri sendiri.
Data obyektif: Klien tampak lebih suka sendiri, bingung bila disuruh memilih alternatif tindakan, ingin mencederai diri / ingin mengakhiri hidup
Format pengkajian pasien harga diri rendah:
Keluhan utama:
Pengalaman masa lalu yang tidak menyenangkan:
Konsep diri:
Gambaran diri
Ideal diri
Harga diri
Identitas
Peran
Jelaskan:
Masalah keperawatan:
Alam perasaan:
( ) sedih ( ) putus asa
( ) ketakutan ( ) gembira berlebih
Jelaskan:
Masalah keperawatan:
Interaksi selama wawancara:
( ) bermusuhan ( ) tidak kooperatif
( ) mudah tersinggung ( ) kontak mata kurang
( ) defensif ( ) curiga
Jelaskan:
Masalah keperawatan:
Penampilan:
Jelaskan:
Masalah keperawatan:
2. Diagnosa keperawatan
Harga diri rendah
Koping individu tidak efektif
Isolasi sosial
Tindakan keperawatan
Tindakan Keperawatan pada pasien
Tujuan keperawatan
Pasien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
Pasien dapat menilai kemampuan yang dapat digunakan
Pasien dapat memilih kegiatan sesuai dengan kemampuan
Pasien dapat melatih kegiatan yang dipilih sesuai kemampuan
Pasien dapat melakukan kegiatan yang sudah dilatih sesuai jadwal
Tindakan keperawatan
Identifikasi kemampuan dan aspek positif yang masih dimiliki pasien.
Diskusikan tentang sejumlah kemampuan dan aspek positif yang dimiliki pasien seperti kegiatan pasien di rumah sakit, dan dirumah, adanyan keluarga dan lingkungan terdekat pasien.
Beri pujian yang realistik dan hindarkan penilaian yang negatif.
Bantu pasien menilai kemampuan yang dapat digunakan dengan cara berikut:
Diskusikan dengan pasien mengenai kemampuan yang masih dapat digunakan saat ini.
Bantu pasien menyebutkannya dan beri penguatan terhadap kemampuan diri.
Perlihatkan respons yang kondusif dan upayaka menjadi pendengar yang aktif
Membantu pasien untuk memilih / menetapkan kemampuan yang akan dilatih.
Diskusikan dengan pasien kegiatan yang akan dipilih
Bantu pasien untuk memilih kegiatan yang dapat dilakukan mandiri
Latih kemampuan yang dipilih pasien
Diskusikan dengan pasien langkah-langkah pelaksanaan kegiatan
Bersama pasien, peragakan kegiatan yang ditetapkan
Beri dukungan dan pujian pada setiap kegiatan yang dapat dilakukan pasien.
Bantu pasien menyusun jadwal pelaksanaan kemampuan yang dilatih
Beri kesempatan kepada pasien untuk mencoba kegiatan yang telah dilatihkan
Beri pujian atas segala kegiatan yang dapat dilakukan pasien setia hari
Tingkatkan kegiatan sesuai dengan tingkat toleransi dan perubahan setiap kegiatan
Berikan pasien kesempatan mengungkapkan perasaanya setelah pelaksanaan kegiatan.
SP Pasien
Sp1 :
Mendiskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki pasien
Membantu pasienmenilai kemampuan yang masih dapat digunakan
Membantu pasien memilih kemampuan yang akan dilatih
Melatih kemampuan yang sudah dipilih
Menyusun jadwal pelaksanaan kemampuan yang telah di latih dalam rencana harian
Sp2 :
Melatih pasien melakukan kegiatan lain yang sesuai dengan kemampuan pasien
Latihan dapat dilanjutkan untuk kemampuan lain sampai semua kemampuan dilatih.
Setiap kemampuan yang dimiliki akan meningkatkan harga diri pasien.
Tindakan keperawatan pada keluarga
Tujuan keperawatan
Keluarga dapat membantu pasien mengidentifikasi kemampuan yang dimiliki pasien
Keluarga dapat memfasilitasi pelaksanaan kemampuan yang masih dimiliki pasien
Keluarga dapat memotivasi pasien untuk melakukan kegiatan yang sudah dilatih dan membri pujian
Keluarga mampu menilai perkembangan perubahan kemampuan pasien.
Tindakan keperawatan
Diskusikan masalah yang dihadapi keluarga dalam merawat pasien
Jelaskan kepada keluarga tentang harga diri rendah yang dialami pasien
Diskusi dengan keluarga mengenai kemampuan yang dimiliki pasien dan puji pasien
Jelaskan cara merawat pasien harga diri rendah
SP Keluarga
Sp1 :
Mendiskusikan msalah yang dihadapi keluarga dalam merawat pasien dirumah, menjelaskan tentang pengertian, tanda dan gejala HDR, cara merawat pasien HDR, mendemonstrasikan cara merawat & memberi kesempatan untuk mempraktekkan cara merawat.
Sp2 :
Melatih keluarga praktek merawat pasien langsung dihadapan pasien
Sp 3:
Membuat perencanaan pulang bersama keluarga.
Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan
Tgl
No
Dx
Dx keperawatan
Perencanaan
Tujuan
Kreteria Evaluasi
Intervensi
Gangguan konsep diri: harga diri rendah
TUM:
Klien memiliki konsep diri yang positif
TUK:
1. Klien dapat membina hubungan saling percaya dengan perawat
1. Klien menunjukan ekspresi wajah bersahabat, menunjukan rasa senang, ada kontak mata, mau berjabat tangan, mau menyebutkan nama, mau menjawab salam, klien mau duduk berdampingan dengan perawat, mau mengutarakan masalah yang dihadapi
1. Membina hubungan saling percaya dengan menggunakan prinsip komunikasi terapeutik :
- Sapa klien dengan ramah baik verbal maupun non verbal.
- Perkenalkan diri dengan sopan.
- Tanyakan nama lengkap dan nama panggilan yang disukai klien.
- Jelaskan tujuan pertemuan
- Jujur dan menepati janji
- Tunjukan sikap empati dan menerima klien apa adanya.
- Beri perhatian dan perhatikan kebutuhan dasar klien.
2. Klien dapat mengdentifikasi aspek positif dan kemampuan yang dimiliki
2. Klien menyebutkan:
- Aspek positif dan kemampuan yang dimiliki klien
- Aspek positif keluarga
- Aspek positif lingkungan klien
2.1 Diskusikan dengan klien tentang:
- Aspek positif yang dimiliki klien, keluarga, lingkungan.
- Kemampuan yang dimiliki klien.
2.2 Bersama klien buat daftar tentang:
- Aspek positif klien, keluarga, lingkungan
- Kemampuan yang dimiliki klien
2.3 Beri pujian yang realistis, hindarkan memberi penilaian negatif.
3. Klien dapat menilai kemampuan yang dimiliki untuk dilaksanakan
3.0 Klien mampu menyebutkan kemampuan yang dapat dilaksanakan.
2.4 Diskusikan dengan klien kemampuan yang dapat dilaksanakan
2.5 Diskusikan kemampuan yang dapat dilanjutkan pelaksanaanya.
4. Klien dapat merencanakan kegiatan sesuai dengan kemampuan yang dimiliki
4.0 Klien mampu membuat rencana kegiatan harian
4.1 Rencanakan bersama klien aktivitas yang dapat dilakukan klien sesuai dengan kemampuan klien:
- Kegiatan mandiri
- Kegiatan dengan bantuan
4.2 Tingkatkan kegiatan sesuai kondisi klien.
4.3 Beri contoh cara pelaksanaan kegiatan yang dapat klien lakukan.
5. Klien dapat melakukan kegiatan sesuai rencana yang dibuat.
5.0 Klien dapat melakukan kegiatan sesuai jadwal yang dibuat.
5.1 Anjurkan klien untuk melaksanakan kegiatan yang telah direncanakan.
5.2 Pantau kegiatan yang dilaksanakan klien.
5.3 Beri pujian atas usaha yang dilakukan klien.
5.4 Diskusikan kemungkinan pelaksanaan kegiatan setelah pulang.
6. Klien dapat memanfaatkan sistem pendukung yang ada
6.0 Klien mampu memanfaatkan sistem pendukung yang ada dikeluarga
6.1 Beri pendidikan kesehatan kepada keluarga tentang cara merawar klien dengan harga diri rendah.
6.2 Bantu keluarga memberikan dukungan selama klien dirawat.
6.3 Bantu klien menyiapkan lingkungan dirumah.
ASUHAN KEPERAWATN JIWA GANGGUAN PERSEPSI SENSORI: HALUSINASI
DEFINISI
Gangguan persepsi sensori : Halusinasi merupakan salah satu masalah keperawatan jiwa yang dpat ditemukan pada pasien gangguan jiwa. Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan jiwa pada individu yang ditandai dengan perubahan sensori persepsi, merasakan sensasi palsu berupa suara, penglihatan, [engecapan, perabaan atau penghiduan. Pasien merasakan stimulus yang sebenarnya tidak ada.
PROSES TERJADINYA MASALAH
Penyebab
Rangsangan primer dari halusinasi adalah kebutuhan perlindungan diri secara psikologik terhadap kejadian traumatik sehubungan dengan rasa bersalah, rasa sepi, marah, rasa takut ditinggalkan oleh orang yang dicintai, tidak dapat mengendalikan dorongan ego, pikiran dan perasaannya sendiri.
Klien dengan halusinasi cenderung menarik diri, sering didapatkan duduk terpaku dengan pandangan mata pada satu arah tertentu, tersenyum atau berbicara sendiri, secara tiba-tiba marah atau menyerang orang lain, gelisah, melakukan gerakan seperti menikmati sesuatu. Juga keterangan dari klien sendiri tentang halusinasi yang dialaminya (apa yang dilihat, didengar atau dirasakan)
Jenis halusinasi menurut data subjektif dan objektif
Jenis halusinasi
Data objektif
Data subjektif
Dengar/suara
Bicara atau tertawa sendiri
Marah-marah tanpa sebab
Mencodongkan telingan kearah tetentu
Menutup telingan
Mendengar suara-suara atau kegaduhan
Mendengar suara yang mengajak bercakap-cakap
Mendengar suara memerintah melaukakn sesuatu yang berbahaya
penglihatan
Menunujuk-nunjuk kearah tertentu
Ketakutan pada sesuatu yang tidak jelas
Melihat bayangan, sinar, bentuk geometris, bentuk kartun, melihat hantu atau monster
penghidu
Tampak seperti sedang mencium bau-bauan
Menutup hidung
Mencium seperti bau feses, urine, darah,
Pengecapan
Sering meludah
Muntah
Merasakan rasa seperti darah, urine dan feses
Perabaan
Menggaruk-garuk permukaan kulit
Mengatakan ada serangga dipermukaan kulit
Merasa seperti tersengat listrik
Tanda dan gejala
Tanda dan gejala dari halusinasi adalah:
berbicara dan tertawa sendiri
bersikap seperti mendengar dan melihat sesuatu
berhenti berbicara ditengah kalimat untuk mendengarkan sesuatu
disorientasi
merasa ada sesuatu pada kulitnya
ingin memukul atau melempar barang – barang
Akibat
Akibat dari halusinasi adalah resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan. Ini diakibatkan karena klien berada di bawah halusinasinya yang meminta dia untuk melakukan sesuatu hal di luar kesadarannya.
Masalah keperawatan
Akibat : Risiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan
Masalah utama : Perubahan sensori perseptual : halusinasi
Penyebab : Isolasi sosial : menarik diri
Data yang perlu dikaji
Risiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan
Data Subyektif :
Klien mengatakan benci atau kesal pada seseorang. Klien suka membentak dan menyerang orang yang mengusiknya jika sedang kesal atau marah. Riwayat perilaku kekerasan atau gangguan jiwa lainnya
Data Objektif :
Mata merah, wajah agak merah. Nada suara tinggi dan keras, bicara menguasai: berteriak, menjerit, memukul diri sendiri/orang lain. Ekspresi marah saat membicarakan orang, pandangan tajam.
Merusak dan melempar barangbarang.
Perubahan sensori perseptual : halusinasi
Data Subjektif
Klien mengatakan mendengar bunyi yang tidak berhubungan dengan stimulus nyata
Klien mengatakan melihat gambaran tanpa ada stimulus yang nyata
Klien mengatakan mencium bau tanpa stimulus
Klien merasa makan sesuatu
Klien merasa ada sesuatu pada kulitnya
Klien takut pada suara/bunyi/gambar yang dilihat dan didengar
Klien ingin memukul/melempar barang-barang
Data Objektif
Klien berbicara dan tertawa sendiri
Klien bersikap seperti mendengar/melihat sesuatu
Klien berhenti bicara ditengah kalimat untuk mendengarkan sesuatu
Disorientasi
Isolasi sosial : menarik diri
Data Subyektif
Sukar didapat jika klien menolak komunikasi, kadang hanya dijawab dengan singkat "tidak", "ya".
Data Obyektif
Apatis, ekspresi sedih, afek tumpul, menyendiri/menghindari orang lain, berdiam diri di kamar, komunikasi kurang atau tidak ada (banyak diam), kontak mata kurang, menolak berhubungan dengan orang lain, perawatan diri kurang, posisi tidur seperti janin (menekur).
FORMAT PENGKAJIAN GANGGUAN PERSEPSI SENSORI: HALUSINASI
Persepsi:
Halusinasi
Pendengaran
Penglihatan
Perabaan
Pengecapan
Penghidu
Jelaskan
Isi halusinasi:
Waktu halusinasi:
Frekuensi halusinasi:
Respons halusinasi:
Masalah keperawatan:
DIAGNOSA KEPERAWATAN
Resiko perilaku mencederai diri berhubungan dengan halusinasi pendengaran
Gangguan persepsi sensori: halusinasi pendengaran berhubungan dengan menarik diri
Isolasi sosial: menarik diri berhubungan dengan harga diri rendah
TINDAKAN KEPERAWATAN
Tindakan keperawatan pada pasien
Tujuan keperawatan
Pasien dapat mengenali halusinasi yang dialaminya
Pasien dapat mengontrol halusinasi
Pasien mengikuti program pengobatan secara optimal
Tindakan keperawatan
Bantu pasien menganli halusinasi
Melatih pasien mengontrol halusinasi
Menghardik halusinasi
Bercaka-cakap dengan orang lain
Melakukan aktivitas yang terjadwal
Minum obat secara teratur
SP PASIEN
SP 1 Pasien: membantu pasien mengenal halusinasi, menjelaskan cara mengontrol halusinasi, mengajarkan pasien mengontrol halusinasi dengan menghardik.
SP 2 Pasien: Melatih pasien mengontrol halusinasi dengan bercakap-cakap dengan orang lain
SP 3 Pasien: Melatih pasien mengontrol halusinasi dengan Melakukan aktivitas yang terjadwal
SP 4 Pasien: melatih pasien minumobat secara teratur
Tindakan keperawatan pada keluarga
Tujuan keperawatan
Keluarga dapat terlibat dalam perawatan pasien, baik dirumah maupun di RS
Keluarga dapat menjadi sistem pendukung yang efektif untuk pasien
Tindakan keperawatan
Diskusikan masalah yang dihadapi keluarga dalam merawat pasien
Berikan pendidikan kesehatan tentang pengertian, jenis halusinasi yang dialami, tanda gejala, proses terjadinya dan cara merawat pasien halusinasi.
Berikan kesempatan kepada keluarga untuk memeragakan cara merawat pasien
Buat perencanaan pulang dengan keluarga
SP 1 Keluarga: memberikan pendidikan kesehatan tentang pengertian, jenis halusinasi yang dialami, tanda gejala, proses terjadinya dan cara merawat pasien halusinasi.
SP 2 Keluarga: melatih keluarga praktik merawat pasien langsung duhadapan pasien.
SP 3 Keluarga: membuat perencanaan pulang bersama kluarga
RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN
KLIEN DENGAN PERUBAHAN SENSORI PERSEPSI : HALUSINASI
Nama Klien :
DX. Medis :
No. CM :
Ruangan :
Tgl
No Dx
Dx Keperawatan
Perencanaan
Tujuan
Kriteria Evaluasi
Intervensi
Gangguan Persepsi Sensori : halusinasi
TUM :
Klien tidak mencederai orang lain
Tuk 1 :
Klien dapat membina hubungan saling percaya
Ekspresi wajah bersahabat menunjukan rasa senang ada kontak mata. Mau berjabat tangan, mau menyebutkan nama, mau menjawab salam, klien mau duduk berdampingan dengan perawat, mau mengungkapkan masalah yang dihadapi.
Bina hubungan saling percaya dengan mengungkapkan prinsip komunikasi terapentik.
Sapa klien dengan ramah baik verbal maupun non verbal
Perkenalkan diri dengan sopan
Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang disukai klien
Jelaskan tujuan pertemuan
Jujur dan menepati janji
Tunjukan sikp simpati dan menerima apa adanya
Beri perhatian pada kebutuhan dasar klien
TUK 2 :
Klien dapat mengenal halusinasinya
Klien dapat menyebutkan waktu, isi, frekunsi dan situasi yang menimbulkan halusinasi
Adakan kontak sering dan singkat secara bertahap.
Observasi tingkah laku klien terkait dengan halusinsinya; bicara dan tertawa tanpa stimulus memandang kekiri/ke kanan/ ke depan seolah-olah ada teman bicara
Bantu klien mengenal halusinasinya :
Jika menemukan klien yang sedang halusinasi, Tanyakan apakah ada suara yang didengar
Jika klien menjawab ada, lanjutkan : apa apa yang dikatakan
Katakan bahwa perawat percaya klien mendengar suara itu, namun perawat sendiri tidak mendengarnya (dengan nada bersahabat tanpa menuduh atau menghakimi)
Katakan bahwa klien lain juga ada seperti klien
Katakan bahwa perawat akan membantu klien.
Jika Klien tidak sedang berhalusinasi klari fikasi tentang adanya pengalaman halusinasi.
Diskusikan dengan klien :
Situasi yang menimbulkan/tidak menimbulkan halusinasi ( jika sendiri, jengkel / sedih)
Waktu dan frekuensi terjadinya halusinasi (pagi, siang sore, dan malam atau sering dan kadang-kadang)
Klien dapat mengungkapkan perasaan terhadap halusinasi nya
Diskusikan dengan klien bagaimana perasaannya jika terjadi halusinasi (marah/takut, sedih, senang) dan beri kesempatan untuk mengungkapkan perasaannya.
TUK 3 :
Klien dapat mengontrol halusinasinya
Klien dapat menyebutkan tindakan yang biasanya dilakukan untuk mengendali-kan halusinasinya
Klien dapat menyebutkan cara baru
Klien dapat memilih cara mengatasi halusinasi seperti yang telah didiskusikan dengan klien
Klien dapat melaksanakan cara yang telah dipilih untuk mengendalikan halusinasinya
Klien dapat mengikuti terapi aktivitas kelompok
identifikasi bersama klien cara atau tindakan yang dilakukan jika terjadi halusinasi (tidur, marah, menyibukan diri dll)
Diskusikan manfaat dan cara yang digunakan klien, jika bermanfaat beri pujian
Diskusikan cara baru untuk memutus/ mengontrol timbulnya halusinasi :
Katakan : "saya tidak mau dengar/lihat kamu" (pada saat halusinasi terjadi)
Menemui orang lain (perawat/teman/anggota keluarga) untuk bercakap cakap atau mengatakan halusinasi yang didengar / dilihat
Membuat jadwal kegiatan sehari hari agar halusinasi tidak sempat muncul
Meminta keluarga/teman/ perawat menyapa jika tampak bicara sendiri
Bantu Klien memilih dan melatih cara memutus halusinasi secara bertahap
Beri kesempatan untuk melakukan cara yang dilatih. Evaluasi hasilnya dan beri pujian jika berhasil
Anjurkan klien mengikuti terapi aktivitas kelompok, orientasi realita, stimulasi persepsi
TUK 4 :
Kilen dapat dukungan dari keluarga dalam mengontrol halusinasinya
Keluarga dapat membina hubungan saling percaya dengan perawat
Keluarga dapat menyebutkan pengertian, tanda dan tindakan untuk mengendali kan halusinasi
Anjurkan Klien untuk memberitahu keluarga jika mengalami halusinasi
Diskusikan dengan keluarga )pada saat keluarga berkunjung/pada saat kunjungan rumah)
Gejala halusinasi yang di alami klien
Cara yang dapat dilakukan klien dan keluarga untuk memutus halusinasi
Cara merawat anggota keluarga yang halusinasi di rumah : beri kegiatan, jangan biarkan sendiri, makan bersama, berpergian bersama
Beri informasi waktu follow up atau kapan perlu mendapat bantuan halusinasi tidak terkontrol, dan resiko mencederai orang lain
TUK 5 :
Klien dapat memanfaatkan obat dengan baik
Klien dan keluarga dapat menyebutkan manfaat, dosis dan efek samping obat
Klien dapat mendemontrasi kan penggunaan obat dgn benar
Klien dapat informasi tentang manfaat dan efek samping obat
Klien memahami akibat berhenti minum obat tanpa konsultasi
Klien dapat menyebutkan prinsip 5 benar penggunaan obat
Diskusikan dengan klien dan keluarga tentang dosis,efek samping dan manfaat obat
Anjurkan Klien minta sendiri obat pada perawat dan merasakan manfaatnya
Anjurkan klien bicara dengan dokter tentang manfaat dan efek samping obat yang dirasakan
Diskusikan akibat berhenti minum obat tanpa konsultasi
Bantu klien menggunakan obat dengan prinsip 5 (lima) benar