SKENARIO 2
Mata dan kulit kuning
Seorang anak laki-laki 10 tahun, dibawa ibunya ke RS karena mata dan kulitnya terlihat kuning sejak 1 minggu yang lau. Anak tersebut juga mengalami demam disertai mual muntah dan buang air kecil berwarna seperti air teh. Ibunya menyampaikan beberapa anak di lingkungan tempat tinggalnya juga menderita penyakit yang sama. Pada pemeriksaan fisik didapatkan; vital sign dalam batas normal, sklera mata ikterik. Pemeriksaan abdomen didapatkan nyeri tekan di hipokondrium kanan, hepar teraba 3 cm di bawah arcus costae, tepi tajam, permukaan rata dan konsistensi kenyal. Setelah pasien dirawat, dilakukan pemeriksaan laboratorium dengan hasil: bilirubin total meningkat dan peningkatan bilirubin conjugated lebih dominan. Bilirubin urin positif. Pemeriksaan enzim hati didapatkan peningkatan SGOT dan SGPT. Ibu menanyakan mengapa anaknya menjadi kuning. Dokter mencurigai anak ini menderita hepatitis, maka dokter melanjutkan dengan pemeriksaan marker hepatitis virus. Dokter juga menjelaskan prinsip penatalaksanaan dan cara pencegahan agar keluarganya tidak tertular.
KATA-KATA SULIT Sklera mata ikterik
Bagian putih mata yang berwarna kuning
SGOT
Serum glutamic oksaloasetat transaminase, transaminase, enzim yang mengkatalis proses perubahan asam amino menjadi glutamate dan oksaloasetat
SGPT
Serum glutamic pyruvic transaminase, transaminase, enzim yang mengkatalis proses perubahan asam amino menjadi glutamate dan piruvat
Hipokondrium
Regio supralatersl abdomen yang terdiri dari dextra dan sinistra
Bilirubin conjugated
Bilirubun yang telah terkonjugasi dengan protein di hati yaitu asam glukoronat dan dapat larut dalam air
PERTANYAAN
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10.
Mengapa mata dan kulit pasien terlihat kuning? Bagaimana proses pembentukan bilirubin? Mengapa terdapat nyeri tekan hipokondrium kanan? Mengapa urin urin berwarna seperti teh? Bagaimana hubungan lingkungan dengan penyakit yang diderita? Mengapa SGOT dan SGPT meningkat? Mengapa pasien mengalami mual dan muntah? Bagaimana cara pemeriksaan marker hepatitis virus? Bagaimana bentuk pencegahan agar penyakit tidak tertular? Mengapa hepar teraba 3 cm di bawah arcus costae, tepi tajam, permukaan rata dan konsistensi kenyal? 11. Mengapa bilirubin direk meningkat? 12. Mengapa bilirubin di urin positif?
JAWABAN
1. 2.
Karena pada duktusbiliaris sel kuffer semakin banyak sehingga bilirubin direk refluks ke sirkulasi darah Metabolisme bilirubin Eritrosit
Hemoglobin
Heme
Fe
globin
Protopofirin IX
Biliverdin
Bilirubin direk
Berikatan dengan albumin di bawa ke hati
Albumin melepas bilirubin indirek, dikonjugasi oleh asam glukoronat
Bilirubin direk dieksresi ke kandung empedu
Duodenum
Urin berwarna seperti teh
No.4 & 12
urobilinogen
Urobilin
sterkobilin
Urin
feses
3, 7, 10. Karena pembesaran lien
inflamasi
terinfeksi virus
5. Karena penularannya gampang, bisa melalui makanan dan minuman 6. Kerusakan hepar sehingga enzim tidak bekerja kemudian enzimnya banyak beredar di sirkulasi darah 8. Hepatitis A : HAAg, anti HA (IgM dan IgG) 9. Cuci tangan sebelum dan setelah makan, BAB di jamban 11. –
HIPOTESIS
SASARAN BELAJAR
LI 1 Memahami dan menjelaskan anatomi hepar LO 1.1 Makroskopik LO 1.2 Mikroskopik LI 2 Memahami dan menjelaskan fisiologi fungsi hepar LI 3 Memahami dan menjelaskan hepatitis A LO 3.1 Definisi LO 3.2 Etiologi LO 3.3 Epidemiologi LO 3.4 Patogenesis LO 3.5 Patofisiologi LO 3.6 Manifestasi Klinis LO 3.7 Diagnosis dan diagnosis banding LO 3.8 Pemeriksaan Penunjang LO 3.9 Komplikasi LO 3.10 Penatalaksanaan LO 3.11 Pencegahan LO 3.12 Prognosis
1.
ANATOM I M AKROSKOPI K DAN MI KROSKOPI K HEPAR
1.1 ANATOMI MAKROSKOPIK HEPAR
Hepar merupakan kelenjar terbesar di dalam tubuh dan mempunyai banyak fungsi. Tiga fungsi dasar hepar: a. membentuk dan mensekresikan empedu ke dalam traktus intestinalis; b. berperan pada banyak metabolisme yang berhubungan dengan karbohidrat, lemak, dan protein; c. menyaring darah untuk membuang bakteri dan benda asing yang masuk ke dalam darah dari lumen intestinum. Hepar bertekstur lunak, lentur, dan terletak di bagian atas cavitas abdominalis tepat di bawah diafragma. Seluruh hepar dikelilingi oleh kapsula fibrosa, tetapi hanya sebagian ditutupi oleh peritoneum. Sebagian besar hepar terletak di profunda arcus costalis dekstra, dan hemidiafragma dekstra memisahkan hepar dari pleura, pulmo, perikardium, dan cor. Hepar terbentang ke sebelah kiri untuk mencapai hemidiafragma sinistra. Permukaan atas hepar yang cembung melengkung di bawah kubah diafragma. Facies visceralis , atau posteroinferior , membentuk cetakan visera yang letaknya berdekatan sehingga bentuknya menjadi tidak beraturan. Permukaan ini berhubungan dengan pars abdominalis esofagus, gaster, duodenum, fleksura coli dekstra, ren dekstra dan glandula suprarenalis dekstra, serta vesica biliaris.
▲
Gambar 1-1. Anatomi makroskopis hepar dilihat dari anterior
▲
Gambar 1-2. Anatomi makroskopis hepar dilihat dari posterior
Vasku lar isasi appendi x ver mi f ormi s
Arteria hepatica propria , cabang truncus coeliacus, berakhir dengan bercabang menjadi ramus dekster dan sinister yang masuk ke dalam porta hepatis. Vena porta hepatis bercabang dua menjadi cabang terminal, yaitu ramus dekster dan sinister yang masuk porta hepatis di belakan g arteri.
Persarafan appendi x ver mi for mis
Saraf simpatis dan parasimpatis membentuk pleksus coeliacus. Truncus vagalis anterior mempercabangkan banyak rami hepatici yang berjalan langsung ke hepar. 1.2 ANATOMI MIKROSKOPIK HEPAR
Merupakan kelenjar terbesar yang beratnya + 1500 g. Dibungkus oleh jaringan penyambung padat fibrosa (capsula Glissoni). Capsula ini bercabang-cabang ke dalam hati membentuk sekat-sekat interlobularis, ketebalan sekat berbeda pada spesies yang berbeda, misalnya pada babi lebih tebal daripada pada manusia. Terdiri dari lobulus-lobulus yang bentuknya hexagonal/polygonal, dibatasi jaringan interlobular. Jika dilihat dari tiga dimensi, lobulus seperti prisma hexagonal/polygonal disebut lobulus klasik, panjangnya 1-2 mm. Sel-sel hati/ hepatocyte berbentuk polygonal tersusun berderet radier, membentuk lempengan yang saling berhubungan, dipisahkan oleh sinusoid yang juga saling berhubungan.
Lobulus hati
Lobulus Klasik Bagian jaringan hati dengan pembuluh-pembuluh darah yang mendarahinya yang bermuara pada pusatnya vena centralis. Batas-batasnya adalah jaringan pen yambung interlobular. Lobulus Portal Bagian jaringan hati dengan aliran empedu yang menuju ductus biliris didalam segitiga Kiernan.
Unit fungsional hati (acinus hati)
Bagian jaringan hati yang mengalirkan empedu ke dalam satu ductus biliaris terkecil di dalam jaringan interlobular dan juga daerah ini mendapat perdarahan dari cabang terakhir vena porta dan arteri hepatica. Sinusoid hati
Lebih lebar dari kapiler dengan bentuk tidak teratur. Dindingnya dibentuk oleh sel endotel yang mempunyai fenestra. Pada dinding menempel:
Pada dinding sebelah luar menempel fat storing cell (pericyte) Pada dinding sebelah dalam menempel sel Kupffer yang bersifat fagositik.
▲
Gambar 1-2. Anatomi mikroskopis hepar babi, potongan melintang. area portal ( PA ), Dapat dilihat kapsula Glisson ( GC ), septum ( S ), lobulus ( L o ) yang berbentuk hexagonal, dan vena centralis ( VC ) yang terdapat di dalam lobulus
.
2.
FI SI OLOGI FUNGSI HEPAR
Fungsi dasar hati dapat dibagi menjadi: a. fungsi vaskular untuk menyimpan dan menyaring darah, b. fungsi metabolisme yang berhubungan dengan sebagian besar sistem metabolisme tubuh, c. fungsi sekresi yang berperan membentuk empedu yang mengalir melalui saluran empedu ke saluran pencernaan. Metabolisme Glukosa
Setelah dicerna dan diserap ke dalam aliran darah, glukosa disalurkan ke seluruh tubuh sebagai sumber energi. Ketika glukosa masuk ke organ pencernaan (usus) lalu masuk ke pembuluh darah diperlukan insulin agar mudah diserap di sel tubuh, apabila masih belum dipakai, glukosa diubah sel hati menjadi glikogen dan disimpan didalam hati (glikogenesis). Sehingga hati berperan sebagai penyangga kadar glukosa untuk darah. Apabila kadar gula darah turun, glikogen diubah menjadi glukosa (glikogenolisis). Selain itu terdapat glukoneogenesis, terjadi saat penurunan glukosa diantara waktu makan dengan mengubah asam amino menjadi glukosa setelah deaminasi (pengeluaran gugus amino) dan mengubah gliserol dari penguraian asam lemak menjadi glukosa Metabolisme Asam amino
Hati sebagai tempat penyimpanan protein. Setelah pencernaan asam amino memasuki semua sel dan diubah menjadi protein untuk digunakan membentuk: 1. Enzim dan komponen struktural sel (DNA/RNA inti, basa purin dan pirimidin, ribosom, kolagen, protein kontraktil otot). 2. Selain itu, sintesis protein digunakan dalam pembentukan protein serum (albumin, α globulin, β globulin kecuali γ globulin) 3. Factor pembekuan darah I, II, V, VII, VIII, IX, dan X; vitamin K digunakan sebagai kofaktor pada sintesi ini kecuali factor V) 4. Hormon (tiroksin, epinefrin, insulin) 5. Neurotransmiter, kreatin fosfat, heme pada hemoglobin dan sitokrom, pigmen kulit melanin. Penguraian protein terjadi ketika asam amino plasma turun dibawah ambang batas. Ketika tidak ada lagi asam amino yang disimpan sebagai protein, maka hati melakukan deaminasi asam amino dan menggunakannya sebagai sumber energi atau mengubahnya menjadi glukosa, glikogen atau asam lemak. Selama deaminasi asam amino, terjadi pelepasan amonia yang hampir seluruhnya diubah di hati menjadi urea yang kemudian diekskresikan lewat ginjal. Selain hati, ginjal dan mukosa usus ikut berperan sebagai tempat penyimpanan protein.
Biotransformasi Amonia
Amonia adalah suatu produk sampingan penguraian protein. Sebelum rangka karbon pada asam amino dioksidasi, nitrogen terlebih dahulu harus dikeluarkan. Nitrogen asam amino membentuk ammonia. Amonia ditransformasikan menjadi urea (sifatnya yang larut dalam urin) di hati dan diekskresikan dalam urin. Tanpa fungsi hati ini, terjadi penimbunan amonia (bersifat toksik) yang bisa menyebabkan disfungi saraf, koma, dan kematian. Walaupun urea adalah produk ekskresi nitrogen yang utama, nitrogen juga dibentuk menjadi senyawa lain, asam urat (produk penguraian basa purin), keratin (dari kreatin fosfat), ammonia (dari glutamine). Semua senyawa ini, selain lewat urin, juga dikelu arkan melalui feses dan kulit. Metabolisme asam lemak
Hampir semua pencernaan lemak melewati saluran limfe sebagai kilomikron (gabungan dari trigliserida (TG), kolesterol, fosfolipid (FL) dan lipoprotein (LP)). Kilomikron masuk ke pembuluh darah melalui duktus torasikus. TG kemudian diubah menjadi asam lemak dan gliserol oleh enzim-enzim di dinding kapiler, terutama kapiler hati dan jaringan adiposa. Dari kapiler, asam lemak dan gliserol dapat masuk ke sebagian besar sel. Setelah itu memasuki hati dan sel lain menjadi TG kembali. TG disimpan sampai stadium pascaabsortif. Pada saat ini, TG diubah menjadi asam lemak bebas dan gliserol. Hormon glukagon, kortisol, hormon pertumbuhan dan katekolamin berfungsi sebagai sinyal untuk menguraikan TG. Gliserol dan asam lemak bebas masuk ke siklus kreb untuk menghasilkan ATP. Sebagian tidak masuk siklus kreb tapi digunakan hati membentuk glukosa. Hal inilah yang dapat menyebabkan timbunan keton apabila penguraian TG secara berlebih. Otak tidak dapat memanfaatkan TG sebagai sumber energi secara langsung kecuali melalui glukoneogenesis. Metabolisme Kolesterol
Hati memetabolisme sebagian kolesterol yang terdapat didalam misel menjadi garam-garam empedu. Sisa kolesterol lainnya disalurkan ke darah, berikatan dengan FL sebagai LP. LP mengangkut kolesterol ke semua sel untuk membentuk membran sel, struktur intrasel, dan hormon steroid. Tingginya kadar LDL (Low Density Lipoprotein) dan VLDL (Very Low Density Lipoprotein) menandakan hati menangani kolesterol dalam jumlah besar. LDL dan VLDL bisa merusak sel, terutama pada epitel pembuluh darah dengan membebaskan radikal bebas dan elektron berenergi tinggi selama metabolismenya. HDL (High Density Lipoprotein) mengangkut kolesterol dari sel ke hati dan bersifat protektif terhadap penyakit arteri. Peranan utama pada sintesis kolesterol oleh hati, sebagian besar diekskresi dalam empedu sebagai kolesterol dan asam kolat.
Metabolisme Bilirubin
Bilirubin adalah pigmen kristal berbentuk jingga ikterus yang merupakan bentuk akhir dari pemecahan katabolisme heme melalui proses reaksi oksidasi-reduksi. Bilirubin berasal dari katabolisme protein heme, dimana 75% berasal dari penghancuran eritrosit
dan 25% berasal dari penghancuran eritrosit yang imatur dan protein heme lainnya seperti mioglobin, sitokrom, katalase dan peroksidase. Metabolisme bilirubin meliputi pembentukan bilirubin, transportasi bilirubin, asupan bilirubin, konjugasi bilirubin, dan ekskresi bilirubin. Langkah oksidase pertama adalah biliverdin yang dibentuk dari heme dengan bantuan enzim heme oksigenase yaitu enzim yang sebagian besar terdapat dalam sel hati, dan organ lain. Biliverdin yang larut dalam air kemudian akan direduksi menjadi bilirubin oleh enzim biliverdin reduktase. Bilirubin bersifat lipofilik dan terikat dengan hidrogen serta pada pH normal bersifat tidak larut. Pembentukan bilirubin yang terjadi di sistem retikuloendotelial, selanjutnya dilepaskan ke sirkulasi yang akan berikatan dengan albumin. Bilirubin yang terikat dengan albumin serum ini tidak larut dalam air dan kemudian akan ditransportasikan ke sel hepar. Bilirubin yang terikat pada albumin bersifat nontoksik. Pada saat kompleks bilirubin-albumin mencapai membran plasma hepatosit, albumin akan terikat ke reseptor permukaan sel. Kemudian bilirubin, ditransfer melalui sel membran yang berikatan dengan ligandin (protein Y), mungkin juga dengan protein ikatan sitotoksik lainnya. Berkurangnya kapasitas pengambilan hepatik bilirubin yang tak terkonjugasi akan berpengaruh terhadap pembentukan ikterus fisiologis. Bilirubin yang tak terkonjugasi dikonversikan ke bentuk bilirubin konjugasi yang larut dalam air di retikulum endoplasma dengan bantuan enzim uridine diphosphate glucoronosyl transferase (UDPG-T). Bilirubin ini kemudian diekskresikan ke dalam kanalikulus empedu. Sedangkan satu molekul bilirubin yang tak terkonjugasi akan kembali ke retikulum endoplasmik untuk rekonjugasi berikutnya. Setelah mengalami proses konjugasi, bilirubin akan diekskresikan ke dalam kandung empedu, kemudian memasuki saluran cerna dan diekskresikan melalui feces. Setelah berada dalam usus halus, bilirubin yang terkonjugasi tidak langsung dapat diresorbsi, kecuali dikonversikan kembali menjadi bentuk tidak terkonjugasi oleh enzim betaglukoronidase yang terdapat dalam usus. Resorbsi kembali bilirubin dari saluran cerna dan kembali ke hati untuk dikonjugasi disebut sirkulasi enterohepatik.
▲
Gambar 1-3. Metabolisme Bilirubin
Pembagian terdahulu mengenai tahapan metabolisme bilirubin yang berlangsung dalam 3 fase; prehepatik, intrahepatik, pascahepatik masih relevan. Pentahapan yang baru menambahkan 2 fase lagi sehingga pentahapan metabolisme bilirubin menjadi 5 fase, yaitu fase pembentukan bilirubin, transpor plasma, liver uptake, konjugasi, dan ekskresi bilier. Jaundice disebabkan oleh gangguan pada salah satu dari 5 fase metabolisme bilirubin tersebut. 1. Fase Prahepatik a. Pembentukan Bilirubin. Sekitar 250 sampai 350 mg bilirubin atau sekitar 4 mg per kg berat badan terbentuk setiap harinya; 70-80% b erasal dari pemecahan sel darah merah yang matang, sedangkan sisanya 20-30% datang dari protein heme lainnya yang berada terutama dalam sumsum tulang dan hati. Peningkatan hemolisis sel darah merah merupakan penyebab utama peningkatan pembentukan bilirubin. b. Transport plasma. Bilirubin tidak larut dalam air, karenanya bilirubin tak terkojugasi ini transportnya dalam plasma terikat dengan albumin dan tidak dapat melalui membran gromerolus, karenanya tidak muncul dalam air seni. 2. Fase Intrahepatik a. Liver uptake. Proses pengambilan bilirubin tak terkojugasi oleh hati secara rinci dan pentingnya protein meningkat seperti ligandin atau protein Y, belum jelas. Pengambilan bilirubin melalui transport yang aktif dan berjalan cepat, namun tidak termasuk pengambilan albumin. b. Konjugasi. Bilirubin bebas yang terkonsentrasi dalam sel hati mengalami konjugasi dengan asam glukoronik membentuk bilirubin diglukuronida / bilirubin konjugasi / bilirubin direk. Bilirubin tidak terkonjugasi merupakan bilirubin yang tidak laurut dalam air kecuali bila jenis bilirubin terikat sebagai kompleks dengan molekul amfipatik seperti albumin. Karena albumin tidak terdapat dalam empedu, bilirubin harus dikonversikan menjadi derivat yang larut dalam air sebelum diekskresikan oleh sistem bilier. Proses ini terutama dilaksanakan oleh konjugasi bilirubin pada asam glukuronat hingga terbentuk bilirubin glukuronid. Reaksi konjugasi terjadi dalam retikulum endoplasmik hepatosit dan dikatalisis oleh enzim bilirubin glukuronosil transferase dalam reaksi dua-tahap. 3. Fase Pascahepatik Ekskresi bilirubin. Bilirubin konjugasi dikeluarkan ke dalam kanalikulus bersama bahan lainnya. Anion organik lainnya atau obat dapat mempengaruhi proses yang kompleks ini. Di dalam usus flora bakteri men”dekonjugasi” dan mereduksi bilirubin menjadi sterkobilinogen dan mengeluarkannya sebagian besar ke dalam tinja yang memberi warna coklat. Bilirubin tak terkonjugasi bersifat tidak larut dalam air namun larut dalam lemak. Karenanya bilirubin tak terkojugasi dapat melewati barier darah-otak atau masuk ke dalam plasenta. Dalam sel hati, bilirubin tak terkonjugasi mengalami proses konjugasi dengan gula melalui enzim glukuroniltransferase dan larut dalam empedu cair.
3. HE PATITI S A
3.1 DEFINISI
Hepatitis berarti radang atau bengkak hati, dan dapat disebabkan oleh bahan kimia atau obat, atau berbagai jenis infeksi virus. Salah satu penyebab umum hepatitis berjangkit adalah virus hepatitis A. 3.2 ETIOLOGI
Hepatitis A Virus (HAV) merupakan anggota family pikornavirus. HAV merupakan partikel membulat berukuran 27 hingga 32-nm dan mempunyai simteri kubik. Partikel ini mempunyai genom RNA beruntai tunggal dan linear dengan ukuran 7,8 kb. Walaupun ketika pertama kali dikalsifikasikan sebagai enterovirus 72, urutan nukleotida dan asam amino HAV cukup jelas untuk memasukkan virus ini menjadi genus pikornavirus yang baru, Heparnavirus. Hanya dikenal satu serotype. Tidak terdapat reaksi silang antigenic dengan HBV atau virus hepatitis lainnya. HAV mempunyai sifat tahan terhadap panas dan asam. (Jawetz. 1996) 3.3 EPIDEMIOLOGI
HAV merupakan jenis infeksi hepatitis virus yang paling sering di Amerika Serikat. Namun, ksusu HAV di Negara ini telah menurun sejak tahhun 1970-an. HAV lazim terjadi pada anak dan dewasa muda. Terdapat peningkatan insidensi pada musim tertentu, yaitu pada musim gugur dan musim dingin. HAV terutama ditularkan peroral dengan menelan makanan yang sudah terkontaminasi feses. Penyakit ini sering terjadi pada anak-anak atau terjadi akibat kontak dengan orang terinfeksi melalui kontaminasi feses pada makanan atau air minum, atau dengan menelan kerang mengandung virus yang tidak dimasak dengan baik. Kasusu yang timbul dapat berupa sporadic, sedangkan epidemic dapat timbul pada daerah yang sangat padat seperti pada pusat perawatan dan rumah sakit jiwa. Wisatawan ke daerah endemis seperti Asia Tenggara, Afrika Utara, dan Timur Tengah juga sangat berisko tertular bila mereka melanggar aturan turis yang umum. Penularan ditunjang oleh sanitasi yang buruk, kesehatan pribadi yang buruk, dan kontakyang intim (tinggal serumah atau seksual). Masa inkubasi rata-rata adalah 30 hari. Masa penularan tertinggi adalah pada minggu kedua segera sebelum timbulnya icterus. 3.4 PATOGENESIS
HAV masuk ke hati dari saluran pencernaan melalui aliran darah, menuju hepatosit, dan melakukan replikasi di hepatosit yang melibatkan RNA-dependent polymerase. Dari hepar HAV dieliminasi melalui sinusoid, kanalikuli, masuk ke dalam usus sebelum timbulnya gejala klinis maupun laboratoris.
▲
Gambar 1-4. Patogenesis Hepatitis A
3.5 PATOFISIOLOGI
Diawali dengan masuk nya virus kedalam saluran pencernaan,kemudian masuk ke aliran darah menuju hati(vena porta),lalu menginvasi ke sel parenkim hati. Di sel parenkim hati virus mengalami replikasi yang menyebabkan sel parenkim hati menjadi rusak. Setelah itu virus akan keluar dan menginvasi sel parenkim yang lain atau masuk kedalam ductus biliaris yang akan dieksresikan bersama feses. Sel parenkim yang telah rusak akan merangsang reaksi inflamasi yang ditandai dengan adanya agregasi makrofag,pembesaran sel kupfer yang akan menekan ductus biliaris sehinnga aliran bilirubin direk terhambat, kemudian terjadi penurunan eksresi bilirubin ke usus. Keadaan ini menimbulkan ketidakseimbangan antara uptake dan ekskresi bilirubin dari sel hati sehingga bilirubin yang telah mengalami proses konjugasi(direk) akan terus menumpuk dalam sel hati yang akan menyebabkan reflux(aliran kembali keatas) ke pembuluh darah sehingga akan bermanifestasi kuning pada jaringan kulit terutama pada sklera kadang disertai rasa gatal dan air kencing seperti teh pekat akibat partikel bilirubin direk berukuran kecil sehingga dapat masuk ke ginjal dan di eksresikan melalui urin. Akibat bilirubin direk yang kurang dalam usus mengakibatkan gangguan dalam produksi asam empedu (produksi sedikit) sehingga proses pencernaan lemak terganggu (lemak bertahan dalam lambung dengan waktu yang cukup lama) yang menyebabkan regangan pada lambung sehingga merangsang saraf simpatis dan saraf parasimpatis mengakibatkan teraktifasi nya pusat muntah yang berada di medula oblongata yang menyebabkan timbulnya gejala mual, muntah dan menurun nya nafsu makan.(Kumar,Cotran,Robbins. Buku Ajar Patologi.Edisi 7.Jakarta:EGC,2007)
▲
Gambar 1-5. Patofisologi Hepatitis A
3.6 MANIFESTASI KLINIS
Tanda-tanda dan gejala: 1. Fase preikterus: Gejala – gejala seperti influenza ( hilang nafsu makan, mual, lelah, dan rasa tidak enak badan) 2. Hilang nafsu makan, mual, muntah, lelah, rasa tidak enak badan, demam , sakit kepala, dan` nyeri abdomen bagian kanan atas 3. Fase ikterus: Sclera dan kulit berwarna kuning, urin berwarna gelap, feses berwarna terang (acholic), kulit gatal-gatal, dan gejala-gejala sistemis yang memburuk Anak-anak yang berusia <6 tahun tidak menampakkan gejala, kalaupun ada, mereka tidak mengalami jaundice (kuning). 1. inkubasi atau periode preklinik, 10 sampai 50 hari, di mana pasien tetapasimtomatik meskipun terjadi replikasi aktif virus. 2. fase prodromal atau preicteric, mulai dari beberapa hari sampai lebih dariseminggu, ditandai dengan munculnya gejala seperti kehilangan nafsu makan,kelelahan, sakit perut, mual dan muntah, demam, diare, urin gelap dan tinjayang pucat. 3. fase icteric, di mana penyakit kuning berkembang di tingkat bilirubin totalmelebihi 20 - 40 mg/l. Pasien sering minta bantuan medis pada tahap penyakit mereka. Fase icteric biasanya dimulai dalam waktu 10 hari gejalaawal. Demam biasanya membaik setelah beberapa hari pertama penyakitkuning. Viremia berakhir tak lama setelah mengembangkan hepatitis,meskipun tinja tetap menular selama 1 - 2 minggu. Tingkat kematian rendah(0,2% dari kasus icteric) dan penyakit akhirnya sembuh sendiri. Kadang-kadang, nekrosis hati meluas terjadi selama 6 pertama - 8 minggu pada masasakit. Dalam hal ini, demam tinggi, ditandai nyeri perut, muntah, penyakitkuning dan pengembangan ensefalopati hati terkait dengan koma dan kejang,ini adalah tanda-tanda hepatitis fulminan, menyebabkan kematian pada tahun70 - 90% dari pasien. Dalam kasus-kasus kematian sangat tinggi berhubungandengan bertambahnya usia, dan kelangsungan hidup ini jarang terjadi lebihdari 50 tahun. 4. masa penyembuhan, berjalan lambat, tetapi pemulihan pasien lancar danlengkap. Kejadian kambuh hepatitis terjadi dalam 3 - 20% dari pasien, sekitar 4-15 minggu setelah gejala awal telah sembuh (WHO, 2010).
3.7 DIAGNOSIS DAN DIAGNOSIS BANDING A. Penegakan diagnosis
1. Anamnesis Anamnesis pada pasien hepatitis A bisa didapatkan demam yang tidak terlalu tinggi antara 38,0 ᵒC – 39,0 ᵒC, selain itu terdapat pula gangguan pencernaan seperti mual,muntah, lemah badan, pusing, nyeri sendi dan otot, sakit kepala,
mudah silau, nyeri tenggorok, batuk dan pilek dapat timbul sebelum badan menjadi kuning selama 1 – 2 minggu. Keluhan lain yang mungkin timbul yaitu dapat berupa air seni menjadi berwarna seperti air teh (pekat gelap) dan warna feses menjadi pucat terjadi 1 – 5 hari sebelum badan menjadi kuning. Pada saat timbul gejala utama yaitu badan dan mata menjadi kuning (kuning kenari), gejala-gejala awal tersebut biasanya menghilang, tetapi pada beberapa pasien dapat disertai kehilangan berat badan (2,5 – 5 kg), hal ini biasa dan dapat terus terjadi selama proses infeksi. Hati menjadi membesar dan nyeri sehingga keluhan dapat berupa nyeri perut kanan atas, atau atas, terasa penuh di ulu hati. Terkadang keluhan berlanjut menjadi tubuh bertambah kuning (kuning gelap) yang merupakan tanda adanya sumbatan pada saluran kandung empedu (Sanityoso, 2009). 2. Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan fisik pada penderita hepatitis A didapatkan ikterus, hepatomegali ringan, nyeri tekan pada abdomen regio hipocondriaca dextra (70%) dan splenomegali (5-20%). B. Diagnosis Banding
Diagnosis bandingnya adalah infeksi virus: mononukleus infeksiosa, sitomegalovirus, herpes simpleks, coxackie virus, toxoplsmosis, drug-induced hepatitis; hepatitis aktif kronis; hepatitis alkoholik; kolesistitis akut; kolestasis; gagal jantung kanan dengan kongesti hepar; kanker metastasis; dan penyakit genetik/metabolik (penyakit Wilson, defisiensi alfa-1-antitripsin).
3.8 PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang untuk hepatitis A diantaranya adalah : a. Diagnosis hepatitis A ditegakkan dengan tes darah. Tes darah ini mencari dua jenis antibodi terhadap virus, yang disebut sebagai IgM dan IgG. Pertama, dicari antibodi IgM, yang dibuat ole hepatitis virus. sistem kekebalan tubuh lima sampai sepuluh hari sebelum gejala muncul, dan biasanya hilang dalam enam bulan. Tes juga mencari antibodi IgG, yang menggantikan antibodi IgM dan untuk seterusnya melindungi terhadap infeksi HAV. (Putri, 2008) 1. Bila tes darah menunjukkan negatif untuk antibodi IgM dan IgG, kita kemungkinan tidak pernah terinfeksi HAV, dan sebaiknya mempertimbangkan untuk divaksinasi terhadap HAV. 2. Bila tes menunjukkan positif untuk antibodi IgM dan negative untuk IgG, kita kemungkinan tertular HAV dalam enam bulan terakhir ini, dan sistem kekebalan sedang mengeluarkan virus atau infeksi menjadi semakin parah.
3. Bila tes menunjukkan negatif untuk antibodi IgM dan positif untuk antibodi IgG, kita mungkin terinfeksi HAV pada suatu waktu sebelumnya, atau kita sudah divaksinasikan terhadap HAV. Kita sekarang kebal terhadap HAV. b. Pemeriksaan fungsi hati, dilakukan melalui contoh darah. Tabel 1. Hal-hal yang meliputi pemeriksaan fungsi hati
▼
Pemeriksaan
Alkalin fosfatase
Alanin Transaminase (ALT)/SGPT
Untuk mengukur
Enzim yang dihasilkan di dalam hati, tulang, plasenta; yang dilepaskan ke hati bila terjadi cedera/aktivitas normal tertentu, contohnya : kehamilan, pertumbuhan tulang
Enzim yang dihasilkan oleh hati. Dilepaskan oleh hati bila hati terluka (hepatosit).
Hasilnya menunjukkan
Penyumbatan saluran empedu, cedera hepar, beberapa kanker.
Luka pada hepatosit. Contohnya : hepatitis
Aspartat Transaminase (AST)/SGOT
Enzim yang dilepaskan ke dalam darah bila hati, jantung, otot, otak mengalami luka.
Luka di hati, jantung, otot, otak.
Bilirubin
Komponen dari cairan empedu yang dihasilkan oleh hati.
Obstruksi aliran empedu, kerusakan hati, pemecahan sel darah merah yang berlebihan.
Gamma glutamil transpeptidase (GGT)
Enzim yang dihasilkan oleh hati, pankreas, ginjal. Dilepaskan ke darah, jika jaringan-jaringan tesebut mengalami luka.
Kerusakan organ, keracunan obat, penyalahgunaan alkohol, penyakit pankreas.
Laktat Dehidrogenase (LDH)
Enzim yang dilepaskan ke dalam darah jika organ tersebut mengalami luka.
Kerusakan hati jantung, paru paru atau otak, pemecahan sel darah merah yang berlebihan.
Nukleotidase
Enzim yang hanya tedapat di hati. Dilepaskan bila hati cedera.
Obstruksi saluran empedu, gangguan aliran empedu.
Albumin
Protein yang dihasilkan oleh hati dan secara normal dilepaskan ke darah.
Kerusakan hati.
α Fetoprotein
Protein yang dihasilkan oleh hati janin dan testis.
Hepatitis berat, kanker hati atau kanker testis.
Antibodi mitokondria
Antibodi untuk melawan mitokondria. Antibodi ini adalah komponen sel sebelah dalam.
Sirosis bilier primer, penyakit autoimun. Contoh : hepatitis menahun yang aktif.
Protombin Time
Waktu yang diperlukan untuk pembekuan darah. Membutuhkan vit K yang dibuat oleh hati.
3.9 KOMPLIKASI
HAV tidak menyebabkan hepatitis kronis atau keadaan pembawa (carrier ) dan hanya sekali-sekali menyebabkan hepatitis fulminan. Angka kematian akibat HAV sangat rendah, sekitar 0,1% dan tampaknya lebih sering terjadi pada pasien yang sudah mengidap penyakit hati akibat penyakit lain, misalnya virus hepatitis B atau alkohol.
3.10 PENATALAKSANAAN
Pasien dirawat bila ada dehidrasi berat dengan kesulitan masukan peroral, kadar SGOTSGPT >10x normal, perubahan perilaku atau penurunan kesadaran akibat ensefalopatihepatitis fulminan, dan prolong, atau relapsing hepatitis. Tidak ada terapi medikamentosa khusus karena pasien dapat sembuh sendiri ( selflimiting disease). Pemeriksaan kadar SGOT-SGPT terkonjugasi diulang pada minggu kedua untuk melihat proses penyembuhan dan minggu ketiga untuk kemungkinan prolong atau relapsing hepatitis. Pembatasan aktivitas fisik terutama yang bersifat kompetitif selama SGOT-SGPT tiga kali batas atas normal. Diet disesuaikan dengan kebutuhan dan hindarkan makanan yang berjamur, yang mengandung zat pengawet yang hepatotoksik ataupun zat hepatotoksik lainnya. Biasanya antiemetik tidak diperlukan dan makan 5-6 kali dalam porsi kecil lebih baik daripada makan tiga kali dalam porsi besar. Bila muntah berkepanjangan, pasein dapat diberi antiemetik seperti metoklopramid, tetapi bila demikan perlu baehati-hati terhadap efek efek samping yang timbuk karena dapat mengacaukan gejal klinis pernurukan. Dalam keadaan klinis terdapat mual dan muntah pasien diberikan diet rendah lemak. Viamin K diberikan bila terdapat perpanjangan masa protrombin. Kortikosterosid tidak boleh digunakan. Pencegahan infeksi terhadap lingkungan harus diperhatikan.
3. 11 PENCEGAHAN
Pencegahan dengan imunoprofilaksis
Imunoprofilaksis sebelum paparan a. Vaksin HAV yang dilemahkan Efektivitas tinggi (angka proteksi 93-100%) Sangat imunogenik (hampir 100% pada subjek sehat) Antibosi protektif terbentuk dalam 15 hari pada 85-90% subjek Aman, toleransi baik Efektivitas proteksi selama 20-50 tahun Efek samping utama adalah nyeri di tempat suntikan b. Dosis dan jadwal vaksin HAV Usia >19 tahun, 2 dosis HAVRIX (1440 Unit Elisa) dengan interval 6-12 bulan Anak > 2 tahun, 3 dosis HAVRIX (360 Unit Elisa), 0, 1, dan 6-12 bulan atau 2 dosis (720 Unit Elisa), 0, 6-12 bulan c. Indikasi vaksinasi Pengunjungan ke daerah resiko Homoseksual dan biseksual IDVU Anak dewasa muda yang pernah mengalami kejadian luar biasa luas Anak pada daerah dimana angka kejadian HAV labih tinggi dari angka nasional Pasien yang rentan dengan penyakit hati kronik
Pekerja laboratorium yang menangani HAV Pramusaji Pekerja pada pembuangan limbah
Profilaksis pasca paparan a. Keberhasilan vaksin HAV pada pasca paparan belum jelas b. Keberhasilan imunoglobulin sudah nyata tetapi tidak sempurna c. Dosis dan jadwal pemberian imunoglobulin: Dosis 0,02 ml/kgBB, suntikan pada daerah deltoid sesegera mungkin setelah paparan Toleransi baik, nyeri pada daerah suntikan Indikasi: kontak erat dan kontak rumah tangga dengan pasien HAV akut
3.12 PROGNOSIS
Prognosis hepatitis A sangat baik, lebih dari 99% dari p asien dengan hepatitis A infeksi sembuh sendiri. Hanya 0,1% pasien berkembang menjadi nekrosishepatik akut fatal.
DAFTAR PUSTAKA
Dorland, W. A. Newman. 2006. Kamus Kedokteran Dorland, Edisi 29. Jakarta: EGC Guyton, AC. & Hall, JE. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Edisi 11. Jakarta: EGC Idrus, Alwi dkk. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid I Edisi IV. Jakarta: Pusat Penerbitan IPD FKUI Kumar,Cotran,Robbins. 2007. Buku Ajar Patologi.Edisi 7. Jakarta: EGC Price, Sylvia A. 2005. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-proses Penyakit, Volume 2 Edisi 6 . Jakarta: EGC Putz, Reinhard & Reinhard Pabst. 2006. Atlas Anatomi Manusia Sobotta, Jilid 2 Edisi 22. Jakarta: EGC Robbins, Stanley L. 2007. Buku Ajar Patologi Robbins, Volume 2 Edisi 7 . Jakarta: EGC http://panmedical.wordpress.com/2010/04/01/fungsi-hepar/ (diakses pada 22 mei 2013 : 20.00 WIB)