BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Apabila obat tidak dapat diminum melalui oral karena ketidak mampuan untukmenelan, menurunnya kesadaran, inaktifasi obat oleh cairan lambung atau ada tujuan untukmeningkatkan efektivitas obat, maka dapat dipilih rute parenteral. Pengobatan parenteraldiberikan secara interdermal (di bawah kulit), subkutan (ke dalam jaringan lemak), intramuskular (di dalam otot), dan intravena (di dalam vena).Produk steril adalah sediaan teraseptis dalam bentuk terbagi – bagi yang bebas darimikroorganisme hidup. Sediaan parenteral ini merupakan sediaan unik diantara bentuk sediaan obat terbagi – bagi, karena sediaan ini disuntikkan melalui kulit atau membrane mukosa ke bagian dalam tubuh. Dan kemudian langsung menuju reseptor.Sediaan tersebutharus bebas dari kontaminasi mikroba dan dari komponen toksik serta harus mempunyaitingkat kemurnian tinggi dan luar biasa. Dalam injeksi intravena memberikan beberapakeuntungan antara lain efek terapi lebih cepat didapat., dapat memastikan obat sampai padatempat yang diinginkan, cocok untuk keadaan darurat, untuk obat – obat yang rusak olehcairan lambung.
1.2 Tujuan penulisan Untuk menambah wawasan pembaca mengenai sediaan parenteral dan macam-macam sediaan parenteral
1
BAB II SEDIAAN PARENTERAL
2.1 Pengertian Sediaan Parenteral Parenteral berasal dari kata “para enteron” (yunani) yang berarti “menghindari usus”. Sediaan parenteral yaitu sediaan yang digunakan tanpa melalui mulut atau dapat dikatakan obat dimasukkan ke dalam tubuh selain saluran cerna (langsung ke pembuluh darah) sehingga memperoleh efek yang cepat dan langsung sampai sasaran. Misal suntikan atau insulin, injeksi dan infus termasuk semua bentuk obat yang digunakan secara parenteral. Para praktisi farmasi dan kedokteran membatasi pemberian obat secara parenteral yang meliputi cara pemberian yang langsung kedalam jaringan , rongga
jaringan
atau
kompartemen-kompartemen
tubuh
secara
suntikan/injeksi atau infuse.
2.2 Tujuan umum peberian obat secara parenteral 1. Untuk menjamin penyampaian obat yang masih belum banyak diketahui sifat-sifatnya kedalam suatu jaringan yang sakit atau daerah target dalam tubuh dalam kadar yang cukup, khususnya jika diantisipasi bahwa senyawa obat yang bersangkutan sulit mencapai sasaran tersebut jika diberikan melalui rute yang lain. Contoh :
pemberian obat secara injeksi intraventrikuler (misalnya
antibiotik golongan aminoglikosida) yang sulit menembus lapisan pembatas darah-otak-selaput otak, dapat dilakukan pada pasien-pasien tertentu yang menderita radang selaput otak atau rongga otak akibat bakteri atau jamur. 2. untuk
memungkinkan
pengendalian
langsung
terhadap
beberapa
parameter farmakologi tertentu, seperti waktu tunda, kadar puncak dalam darah, kadar dalam jaringan , dll. Contih : pemberian obat secara i.v untuk mendapatkan efek yang segera.
2
3. Untuk menjamin dosis dan kepatuhan terhadap obat , khususnya untuk penderita rawat jalan. 4. Untuk mendapatkan efek obat yang tidak mungkin dicapai melalui rute lain, mungkin karena obat tidak dapat diabsorbsi atau rusak oleh asam lambung atau enzim jika diberiakan secara oral. Contoh : insulin. 5. Untuk memberikan obat pada keadaan rute lain yang lebih disukai tidak memungkinkan , misalnya pada penderia yang saluran cerna bagian atasnya sudah tidak ada Karena dioperasi. 6. Untuk menghasilkan efek secara lokal jika diinginkan untuk mencegah atau meminimalkan efek/reaksi toksik sistemik. Contoh : pemberian metotreksat secara indeksi intratekal pada penderita leukemia. 7. Untuk pemberian obat pada penderita yang tidak sadarkan diri atau tidak dapat bekerja sama (gila) . contoh : pemberian obat penenang pada orang gila. 8. Untuk memperbaiki dengan cepat cairan tubuh atau ketidakseimbangan elektrolit atau untuk mensuplai kebutuhan nutrisi. 9. Untuk mendapatkan efek lokal yang diinginkan, misalnya anestesi lokal pada pencabutan gigi.
2.3 Syarat-Syarat Injeksi 1. Bebas dari mikroorgansme, steril atau dibuat dari bahan-bahan steril dibawah kondisi yang kurang akan adanya kombinasi mikroorganisme. 2. Bahan-bahn bebas dari endotoksin bakteri dan bahan pirogenik lainnya. 3. Bahan-bahn yang bebas dari bahan asing dari luar yang tidak larut. 4. Sterilitas. 5. Bebas dari bahan pertikulat. 6. Bebas dari pirogen. 7. Kestabilan. 8. Injeksi sedapat mungkin isotonis dengan darah. (Halimah, 2013)
3
2.4 Macam-macam sediaan parenteral Adapun beberapa macam sediaan parenteral antara lain sediaan parenteral volume besar (infuse) dan sediaan parenteral volume kecil (injeksi : larutan, suspensi, emulsi). 1. Infuse Infuse adalah larutan dalam jumlah besar, terhitung mulai 10 ml yang diberikan melalui intravena tetes demi tetes dengan bantuan peralatan yang cocok. Asupan air dan elektrolit dapat terjadi melalui makanan dan minuman dan dikeluarkan dalam jumlah yang relatif sama. Rasionya dalam tubuh adalah air 57%; lemak 20,8%; protein 17,0%; serta mineral dan glikogen 6%. Ketika terjadi gangguan homeostasis (keseimbangan cairan tubuh) maka tubuh harus segera mendapatkan terapi untuk mengembalikan keseimbangan air dan elektrolit. Keadaan – keadaan yang dapat memerlukan pemberian cairan infuse adalah : a. Perdarahan dalam jumlah banyak (kehilangan cairan tubuh dan komponen darah) b. Trauma abdomen (perut) berat (kehilangan cairan tubuh dan komponen darah ) semua trauma kepala, dada, dan tulang punggung c. Fraktur tulang, khususnya di pelvis ( tunggal) dan paha d. Diare dan demam e. Luka bakar luas 2. Injeksi Injeksi adalah sediaan steril berupa larutan, emulsi, suspensi, atau serbuk yang harus dilarutkan atau disuspensikan terlebih dahulu sebelum digunakan secara parenteral, suntikan dengan cara menembus, atau merobek jaringan ke dalam atau melalui kulit atau selaput lendir. (Lukas. 2011)
4
2.5 Klasifikasi Sediaan Parenteral 1. Wadah dan volume obat parenteral Wadah obat suntik ( termasuk tutupnya ),tidak boleh berinteraksi dengan sediaan,baik secara fisik maupun kimia karena akan mengubah kekuatan dan efektivitasnya.Bila wadah terbuat dari gelas maka gelas harus jernih dan tidak berwarna atau berwarna kekuningan agar memungkinkan pemeriksaan isi.Jenis gelas yang sesuai dipilih untuk tiap sediaan parenteral biasa dinyatakan dalam masing-masing monografi. a. Dosis tunggal ( single dose ) adalah suatu wadah kedap udara yang mempertahankan jumlah obat steril dengan tujuan pemberian parenteral sebagai dosis tunggal dan yang bila dibuka, tidak dapat ditutup
rapat
kembali
dengan
jaminan
tetap
steril.Pada
umumnya,wadah mempuyai bentuk ampul ukuran 1 ml-20 ml dengan sediaan larutan. b. Dosis ganda ( multiple dose ) adalah wadah kedap udara yang memungkinkan pengambilan isinya per bagian berturut-turut tanpa terjadi perubahan kekuatan,kualitas,atau kemurnian bagian yang tertinggal. 1) Pada umunya,wadah mempuyai bentuk vial atau flakon berukuran 2-20 ml, bentuk botol atau kolf berukuran 50-1000 ml dengan sediaan larutan,suspense,emulsi, dan padatan. 2) Perlu ditambahkan antimicrobial preservative. Benzyl alkohol
1-2%
W/V
Chlorocresol
0,1-0,3%
W/V
Chresol
0,25-0,5% W/V
Methyl hydroxybenzoat
0,1%
Phenol
0,25-0,6% W/V
Thiomersol
0,01%
W/V
W/V
3) Botol infus atau kolf volume besar ( 50-1000 ml ) digunakan untuk:Cairan infus dasar atau kombinasi, TPN ( Toral Parenteral Nutritio ), Cairan dialisisuntuk haemodialisis ( asam asetat atau
5
bikarbonat), CAPD (Continus Ambulatory Peritoneal Dialisis) 1,5%; 2,5% dan Cairan irigasi. c. Prefieled
Syringe,
Bahan
terbuat
dari
gelas,PVC,atau
semipolyethene.Cepat digunakan dan mahal 2. Tabel Volume tambahan yang di anjurkan Volume pada etiket 0,5 mL 1,0 mL 2,0 mL 5,0 mL 10,0 mL 20,0 mL 30,0 mL 29,9 mL atau lebih
Cairan encer 0,10 mL 0,10 mL 0,15 mL 0,30 mL 0,50 mL 0,60 mL 0,80 mL 2% V/V
Cairan kental 0,12 mL 0,15 mL 0,25 mL 0,50 mL 0,70 mL 0,90 mL 1,20 mL 3%
2.6 Keuntungan dan kerugian pemberian secara parenteral 1. Keuntungan a. Obat memiliki onset (mula kerja) yang cepat b. Efek obat dapat diramalkan dengan pasti c. Bioavailabilitas sempurna atau hampir sempurna d. Kerusakan obat dalam saluran pencernaan dapat dihindarkan e. Obat dapat diberikan kepada penderita yang sakit keras atau yang sedang dalam keadaan koma f. Respon fisiologi yang cepat dapat dicapai segera bila diperlukan. Pertimbangan utama dalam kondisi klinik seperti gagal jantung, asma, shock. g. Terapi parenteral diperlukan untuk obat-obat yang tidak efektif secara oral atau yang dapat dirusak oleh saluran pencernaan, seperti insulin, hormon dan antibiotik. h. Obat-obat untuk pasien yang tidak kooperatif, mual atau tidak sadar harus diberikan secara injeksi.
6
i. Bila memungkinkan, terapai parenteral memberikan kontrol obat dari ahli karena pasien harus kembali untuk pengobatan selanjutnya. Juga dalam beberapa kasus, pasien tidak dapat menerima obat secara oral. j. Penggunaan parenteral dapat menghasilkan efek local untuk obat bila diinginkan seperti pada gigi dan anestesi. k. Dalam kasus dimana diinginkan aksi obat yang diperpanjang, bentuk parenteral tersedia, termasuk injeksi steroid periode panjang secara intra antrikular dan penggunaan penisilin periode panjang intra muskular. l. Terapi
parenteral
dapat
memperbaiki
kerusakan serius pada
keseimbangan cairan dan elektrolit. m. Bila makan tidak dapat diberikan melalui mulut, nutrisi total diharapkan dapat dipenuhi melalui rute parenteral. n. Aksi obat biasanya lebih cepat. o. Seluruh dosis obat digunakan. p. Beberapa obat, seperti insulin dan heparin secara lengkap tidak aktif ketika diberikan secara oral dan harus diberikan secara parenteral. 2. Kerugian a. Rasa nyeri pada saat di suntik , apalagi kalau harus diberikan berulang kali b. Memberikan efek psikologis pada penderita yang takut disuntik c. Kekeliruan pemberian obat atau dosis hampir tidak mungkin diperbaiki,terutama sesudah pemberian i.v d. Obat hanya di berikan kepada penderita di rumah sakit atau ditempat praktik dokter dan perawat yang kompeten e. Bentuk sediaan harus diberikan oleh orang yang terlatih dan membutuhkan waktu yang lebih lama dibandingkan
dengan
pemberian rute lain. Pada pemberian parenteral dibutuhkan ketelitian yang cukup untuk pengerjaan secara aseptik dari beberapa rasa sakit tidak dapat dihindari.
7
f. Obat
yang
diberikan
secara
parenteral
menjadi
sulit
untuk
menghasilkan efek fisiologisnya. g. Karena ada pemberiaan dan pengemasan, bentuk sediaan parenteral lebih mahal dibandingkan metode rute yang lain. h. Beberapa rasa sakit dapat terjadi seringkali tidak disukai oleh pasien , terutama bila sulit untuk mendapatkan vena yang cocok untuk pemakaian intra vena. i. Pemberian beberapa bahan melalui kulit membutuhkan perhatian sebab udara atau mikroorganisme dapat masuk ke dalam tubuh. Efek sampingnya dapat berupa reaksi phlebitis, pada bagian yang diinjeksikan. 2.7 Hal-hal yang dipertimbangkan Fisika
: Kejernihan, Partikel, suspense
Kimia
: Isotonis, isohidris
Biologi
: Steril, Pirogen
1. Kejernihan Kejernihan adalah suatu batasan yang relatif, yang artinya sangat dipengaruhi oleh penilaian subyektif dari pengamatan. Tujuan dilakukan uji kejernihan adalah untuk mengetahui kejernihan dari sediaan yang dibuat. Syarat kejernihan yaitu sediaan larutan (kecuali suspensi dan emulsi) adalah tidak ada zat yang terdispersi dalam larutan jernih. 2. Partikel Sediaan steril harus bebas dari partikel melayang karena dapat menyebabkan kontaminasi dan membawa mikroorganisme. Partikel asing tersebut merupakan partikel-partikel yang tidak larut yang dapat yang dapat berasal dari larutan dan zat kimia yang terkandung, lingkungan, peralatan, personal, maupun dari wadah. Partikel asing tersebut dapat menyebabkan pembentukan granuloma patologis dalam organ vital tubuh. Untuk
mengetahui
keberadaan
partikel
asing dilakukan
dengan
menerawang sediaan pada sumber cahaya. Tujuan dari uji partikel asing ini adalah agar mengetahui apakah ada partikel dalam sediaan. Dari hasil
8
uji ini mensyaratkan bahwa tidak terdapat partikel asing dalam sediaan. Jika masih terdapat partikel asing bisa terjadi karena pada saat penyaringan masih ada partikel yang lolos dari saringan. 3. Tipe suspensi Untuk sediaan steril tipe suspensi harus memenuhi persyaratan yang berlaku untuk suspensi steril. Suspensi optalmik merupakan sediaan cair steril yang mengandung partikel-partikel yang terdispersi dalam cairan pembawa yang ditujukkan untuk penggunaan pada mata. Suspensi untuk injeksi merupakan sediaan berupa suspensi serbukdalam medium cair yang sesuai dan disuntikkan secara intravena atau kedalam saluran spinal. Sedangkan suspensi untuk injeksi kontinyu merupakan sedaiaan padat kering dengan bahan pembawa yang sesuai untuk membentuk larutan yang memenuhi semua persyaratan untuk suspensi steril setelah penambahan bahan pembawa yang sesuai. Suspensi steril berlaku sebagai obat yang hipertonis, mengambil cairan dari jaringan sekitar. Sehingga akhirnya bisa larut. Walau sudah larut semua, cairan tetap sebagai hipertonis. Persyaratan fisik lainnya : StabilArtinya sediaan tidak mengalami degradasi fisika (ataupun kimia). Misal jika bentuk sediaan larutan maka sediaan tersebut tetap berada dalam bentuk larutan (bukan suspensi). Sifat stabil ini berkaitan dengan formulasi. Ketidakstabilan dapat dilihat dari terjadi perubahan warna dan terjadinya pengendapan. 4. Tonisitas a. Tonisitas menggambarkan tekanan osmose yang diberikan oleh suatu larutan (zat padat yang terlarut di dalamnya). b. Suatu larutan dapat bersifat isotonis, hipotonis, atau hipertonis c. NaCl 0.9 % sebagai larutan pengisotonis d. Tidak semua sediaan steril harus isotonis, tapi tidak boleh hipertonis, beberapa boleh hipertonis (Ansel,1989)
9
2.8 Rute pemberian pemeriaan obat 1. Intradermal (i.d) atau intracutan (i.c) a. Disuntikkan di kulit, antara lapisan dermis dan epidermis. b. Volume yang disuntikkan sangat kecil (0,1 – 0,2 ml). c. Absorbsi lambat sehingga 0.0.a lambat. d. Untuk tujuan penentuan diagnosis, imunisasi, dan tes alergi. 2. Subcutan (s.c) a. Disuntikkandi bawah kulit, di jaringan subkutan. b. Respon obat lebih cepat daripada i.d. c. Volume yang disuntikkan 1 ml atau kurang, misal pada pemberian insulin. 3. Intramuscular (i.m.) a. Disuntikkan ke dalam otot rangka di bagian bahu, pada bokong. b. Volume yang disuntikkan > 2 ml dan tidak > 4 ml pada satu sisi. c. o.o.a. obat< rute I.v. tetapi memberikan d.o.a. lebih lama daripada i.v. d. Bentuk sediaan yang dapat disuntikkan : larutan dalam air, minyak dan suspense
2.9 Jenis-jenis Pelarut Parenteral 1. Pelarut air Air merupakan yang paling banyak digunakan dalam sediaan injeksi karena sifatnya yang dapat bercampur dengan cairan fisiologis tubuh : air mempunyai harga konstanta dielektrik yang tinggi sehingga dapat melarutkan senyawa an organik seperti elektrolit. Air mempunyai kemampuan membentuk ikatan hidrogen sehingga air dapat melarutkan sejumlah senyawa organik seperti alkohol, aldehid,keton, dll. Pelarut non air digunakan bila : a. Zat aktif tidak larut dalam pembawa air b. Zat aktif terurai dalam pembawa air c. Dinginkan kerja depo dari sediaan
10
2. Pelarut non air yang dapat bercampur dengan air Sebagai ko-solven dalam sediaan injeksi tubuh untuk meningkatkan kelarutan suatu obat yang kurang larut dalam air. Meningkatkan stabilitas zat-zat tertentu yang mudah terhidrolisis, contoh pembuatan injeksi fenobarbitaldengan elarut yang terdiri dari campuran air, etanol dan propilenglikol (solution petit). a. Etanol Banyak digunakan terutama pada injeksi glikosida digitalis. Injeksi yang mengandung etanol bila disuntikkan secara intramuskular akan menimbulkan rasa nyeri secara subkutan akan menimbulkan nyeri yang diikuti dengan anestesia jika disuntikkan pada daerah yang dekat saraf maka dapat mengakibatkan degenerasi saraf dan neuritis secara intravena (tidak disarankan). b. Propilenglikol Banyak digunakan dalam pembuatan sediaan injeksi senyawa golongan babiturat, beberapa alkoloida dan sediaan yang mengandung propilenglikol dapat menimbulkan rasa nyeri dan iritasi pada tempat penyuntikan, sehingga perlu ditambahkan local anatetik sepertil benzil alkohol. c. Polietilenglikol Ko-solven dalam pembuatan sediaan injeksi adalah yang mempunyai bobot molekul rendah (300-400) dan berbentuk cairan. Penggunaan ko-solven senyawa glikon propilen atau polietilen dalam pembuatan injeksi senyawa golongan barbuturat dapat meningkatkan stabilitas senyawa tersebut. d. Gliserin Merupakan cairan yang jernih dan kental, titik didih tinggi, dapat bercampur dengan air maupun alkohol dan merupakan pelarut yang baik untuk beberapa zat. Penggunaan dalam dosis tinggi dapat menimbulkan efek konvulsi dan gejala paralitik karena kerja langsung
11
gliserin terhadap susunan saraf pusat. Pada dosis rendah (9%) tidak terlihat adanya efek toksik. 3. Pelarut non air yang tidak dapat larut dalam air Minyak semi sintetis : minyak netral Ester asam lemak: a. Menghasilkan larutan yang lebih encer daripadapembawa minyak sehingga lebih mudah disuntikkan meski kerja depo yang timbul tidak selama pembawa minyak. b. Kadangkala dikombinasi dengan senyawa alkohol seperti etanol atau benzil alkohol untuk memperbaiki kelarutan zat aktif. Contohnya adalah etil oleat, isopropyl miristalpolioksilon trigliserida oleat.
2.10 Tujuan Penambahan zat tambahan (eksipien) pada sediaan parenteral Tujuan ditambahkan eksipien pada sediaan steril adalah : 1. Menjaga kelarutan obat Untuk menjaga kelarutan obat, bisa ditambahkan co-solvent (misalnya polyetilen glycol, propylene glycol, dll) atau bisa juga ditambahkan chemical stabilizer contohnya adalah untuk melarutkan coffein bisa ditambahkan sodium benzoat, dan untuk throphyllin ditambahkan etilen diamin. 2. Meningkatkan kestabilan fisika kimia bahan obat Obat dapat menjadi tidak stabil bila disimpan dalam jangka watu yang cukup lama. Ketidakstabilan suatu sediaan juga disebabkan karena: a. Pengaruh pH Pelepasan konstituen atau karena terjadi reaksi antara wadah dengan sediaan dan larutnya gas atau uap b. Cahaya c. Panas pada saat sterilisasi Jika pada saat disterilisasi menggunakan suhu yang terlalu tinggi, maka dapat menyebabkan sediaan menjadi mengendap
12
d. Oksidasi udara 3. Menjaga sterilitas bila dosis ganda Jika obat yang diberikan dalam bentuk suntikan sekali pakai dengan volume > 10 ml, maka tidak perlu ditambah zat antibakteri. Zat anti bakteri ditambahkan jika dilakukan sterilisasi secara filtrasi dan sediaan dibuat dalam bentuk multiple dose. 4. Mengurangi rasa nyeri atau iritasi pada proses penyuntikan Rasa nyeri saat penyuntikan dapat dikurangi dengan membuat larutan menjadi isotonis. Larutan yang isotonis adalah larutan yang memiliki tekanan osmosis sama dengan cairan tubuh. Atau dengan penambahan zat anastesi lokal. Suatu sediaan apabila memiliki tekanan osmosis yang lebih tinggi dibanding tekanan osmosis cairan tubuh disebut hipertonis. Keadaan ini dapat menyebabkan plasmolisis yang bersifat reversible. Suatu sediaan yang memiliki tekanan osmosis yang lebih rendah dibanding tekanan osmosis cairan tubuh disebut hipotonis. Hal ini dapat menyebabkan terjadinya hemolisa (turgor) yang bersifat irreversible. Tabel zat tambahan yang ditambahkan dalam sediaan parenteral : Fungsi
Zat tambahan
antimikrobial
Benzalkonium chloride Benzyl alcohol Benzetonium chloride Chlorbutanol Chlorocresol Fenil merkuri nitrat dan asetat Metacresol Butyl p-hydroxybenzoate Methyl p –hydroxybenzoate Propyl p-hydroxybenzoate Phenol Phenil ethyl alcohol Thimerosal Asam norhirogualaretat (NDGA) Butilhidroksianisol (BHA)
Antioksidan
13
Konsentrasi (%) 0,01 1-2 0,01 0,25-0,5 0,1-0,3 0,002 0,1-0,3 0,015 0,18 0,2 0,5 0,5 0,01 0,01 0,02
Buffer
Zat tambahan
Chleating agent Zat pelarut
Surfactant
Tonisitas
Butilhidroksi toluene (BHT) Cystein Monothioglicerol Na formaldehid sulfoksilat Aseton Na bisulfit Sodium metabisulfit tocopherols Acetat Citrate Phosphate Glutamate Lactose Manitol Sorbitol Etilendiamine tetraacetic dan garamnya Ethyl alcohol Glycerin Polyethilen glycol Propylene glycol Lecithin Polyeoxyethylene sorbitan monoleat Sorbitan monoleat Dektrose Sodium chloride Natrium sulfate
0,02 0,1-0,5 0,1-1,0 0,1 0,2 0,1-1,0 0,5 1-2 1-5 0,8-2,0 1-2 1-8 1-10 1-10 0,01-0,05 1-50 1-50 1-50 1-50 0,5-2,0 0,1-0,5 0,05-0,25 4-5 0,5-0,9 1,6
2.11 Uji pada sediaan steril 1. Uji pirogen Secara kualitatif : Rabbit test Menggunakan hewan uji kelinci. Dikarenakan kelinci memiliki kenaikan suhu tubuh yang sama atau tidak jauh beda dengan manusia. Diberikan melalui rectal dan biasa digunakan untuk sediaan injeksi 2. Secara kuantitatif: LAL (Limulus Amebocyte Lysate) test a. Kekedapan b. Kejernihan
14
c. Zat Aktif d. Volume e.
Keseragaman bobot
f. pH g. Homogenitas h. Toksisitas i. In vitro (5-10 kali lebih sensitif dari rabbit test)
15
BAB III INJEKSI
3.1 Definisi Injeksi Injeksi merupakan sediaan steril berupa larutan, emulsi, suspensi, atau serbuk yang harus dilarutkan atau disuspensikan terlebih dahulu sebelum digunakan secara parenteral,suntikan dengan cara menembus, atau merobek jaringan ke dalam atau melalui kulit atau selaput lendir. Menurut definisi dalam DEPKES RI (1995), sediaan steril untuk kegunaan parenteral diigolongkan menjadi 5 jenis yang berbeda, yaitu : 1.
Obat, Larutan atau emulsi yang digunakan untuk injeksi ditandai
dengan nama“Injeksi..” Contoh : Injeksi Insulin 2. Sediaan padat kering atau cairan pekat yang tidak mengandung dapar, pengencer, atau bahan tambahan lain dan larutan yang diperoleh setelah penambahan pelarut yang memenuhi persyaratan injeksi. Kita dapat membedakan dari nama bentuknya “.steril” contoh : Ampicilin Sodium steril 3. Sediaan seperti yang tertera pada no 2 tetapi mengandung satu atau lebih dapar, pengencer atau bahan tambahan lain dan dapat dibedakan dari nama bentuknya “ . .untuk injeksi”. contoh : Methicilin Sodium untuk injeksi 4. Sediaan berupa suspensi serbuk dalam medium cair yang sesuai dan tidak disuntikan secara intravena dari nama bentuknya “…suspensi steril” contoh : Cortison Suspensi Steril 5. Sediaan bahan kering dengan bahan pembawa yang sesuai membentuk larutan yang memenuhi semua persyaratan untuk suspensi steril setelah penambahan pembawa yang sesuai. Kita dapat membedakannya dari nama bentuknya“…..steril untuk suspensi” contoh : Ampicilin steril untuk suspensi.
16
3.2 Klasifikasi Sediaan Injeksi Menurut Lukas, (2011) Sediaan injeksi dibagi dalam klasifikasi sebagai berikut : 1. Larutan sejati
dengan
pembawa air,contoh
injeksi
Vitamin C.
Formulasinya sebagai berikut : Resep vitamin C dengan kadar Vitamin C Natrium Hidrogen Karbonat Tiourium Natrium klorida Air untuk injeksi
2% 2,0 0,9 0,012 0,2 ad
5% 10% 5,0 10,00 2,4 4,8 0,012 0,012 100 mL
Pembuatan : Kita Jenuhkan air untuk injeksi steril dengan karbondioksida selama sekurang-kurangnya 10 menit. Larutkan vitamin C secara aseptik dengan tioureum, lalu tambahkan natrium klorida dan natrium hydrogen karbonat sedikit demi sedikit. Selama pentralan dengan natrium hydrogen karbonat sampai pH 6,5-6,7 , kita harus mencegah kelebihan basa setempat dengan aliran gas inerts. Proses pembuatan memerlukan pencegahan terhadap panas, cahaya, dan logam berat seperti Cu, Fe, dan Mn. 2. Larutan sejati dengan pembawa minyak, contoh injeksi kamfer. Formulanya sebagai berikut : Injeksi kamfer dengan kadar
10 %
Kamfer
10,0
Minyak zaitun netral p.i.
100 ml
Sebagai pembawa obat suntik kamfer, kita dapat pula memakai eter atau campuran minyak dan ester seperti resep berikut : Kamfer
10,0
Eter
40,0
Minyak zaitun netral p.i. ad
100 mL
Pembuatan :
17
kamfer dilarutkan secara aseptic dalam eter untuk narkosa dan minyak zaitun netral steril dalam wadah steri 3. Larutan
sejati
dengan
pembawa
campuran
,
contohnya
Injeksi
Phenobarbital . Formulanya sebagai berikut : Injeksi Fhenobarbital Natrium
10%
Dalam Farmakope Denmark : Fhenobarbital
3,0
Fhenobarbital natrium
6,72
Uretan
25,0
Spiritus 94% w/w
15,0
Gliserin steril
12,5
Air untuk injeksi ad
100 mL
Pembuatan: Kita memakai campuran gliserin dan alcohol untuk melarutkan ketiga zat dan menambahkan air p.i.sedikit demi sedikit hingga larut sempurna . Dalam CMN dan sorgdrager : Phenobarbital
5%
10%
20%
Phenobarbital
5,0
10,0
20,0
Dietilamina
1,375
2,750
5,5
Larutan petit p.i. ad
100 ml
100 ml
5,5
Larutan petit untuk injeksi menurut CMN adalah campuran : Alcohol 96% 260 Gliserin
350
Air ad
1000 mL
Pembuatan : Kita larutkan Phenobarbital dengan dietil amina , lalu tambahkan larutan petit sedikit demi sedikit dan kocok hingga larut. FMI memberikan resep sebagai berikut : Phenobarbital
0,2
Amilenhidrat
0,38
18
Uretan
0,35
Air untuk injeksi ad
1,0 ml
4. Suspensi steril dengan pembawa air,contohnya injeksi calciferol (vitamin D2 dengan). Formulanya sebagai berikut :resep vitamin D2 dengan kadar 1% menurut moller : Vitamin D2
10
Alcohol
250
Tween 80
200
Air untuk injeksi ad
1000 ml
Pembuatan : Kita larutkan vitamin D2 dalam alcohol ,lalu tambahkan tween sedikit demi sedikit hingga larutan jernih secara aseptic (1 satuan internasional = 0,025 mikrogram vitamin D2 murni). 5. Suspensi
steril
dengan
pembawa
minyak
,
contohnya
injeksi
bismuthsubsalisilat. Formulanya sebagai berikut : Resep/ Bismuthsubsalisilat dalam kadar
10% dan
17,5%
Bismuth subsalisilat
10
17,5
Minyak zaitun netral steril ad
100
100
Pembuatan : Pembuatan secara aseptic bismuthsubsalisilat adalah menggerus dalam mortar sedikit demi sedikit dan melarutkannya dalam minyak zaitun. 6. Emulsi steril,contohnya infus ivelip 20% Resep/Intravenous fat emulsion
20%
Soybean oil
200 mg
Glycerol
25 g
Egg phosphatide
12 g
Sodium oleat
0,3 g
Sodium hydroxide qs
ph = 8
Aqua untuk injeksi
1000 ml
19
7. Serbuk kering dilarutkan dengan air . Pembuatan obat suntik dengan sediaan serbuk kering karena bahan padat sangat tidak stabil dalam larutan. Contohnya injeksi solumedrol 500 mg dengan wadah yang dikemas sedemikian rupa sehingga bila petugas akan menggunakan pelarut diatasnya maka tinggal memencet tutup vial agar pelarut turun ke bawah dan melarutkan zat aktif yang tersedia di dalamnya. Formulanya sebagai berikut : Solumedrol
500 mg
Pembuatan : Kita masukkan serbuk solumedrol kering ke dalam vial secara aseptic dengan pelarut air p.i. yang telah disiapkan.
3.3 Syarat-Syarat Sediaan Injeksi 1.
Sterilitas Semua bentuk sediaan yang diberikan secara parenteral, larutan optalmik dan beberapa dosis medis yang digunakan dalam hubungannya dengan pemberian bahan yang harus steril, bebas dari semua mikroorganisme hidup, kebebasan dari mikoorganisme hidup dijamin pada awalnya dengan pembuatan produk dengan proses sterilisasi yang sah, kemudian pengemasan produk dalam dalam suatu bentuk yang meyakinkan penyimpanan dari sifat ini. Istilah steril adalah mutlak dan seharusnya tidak pernah digunakan atau betul-betul dipertimbangkan dalam suatu cara relatif baik sebagian atau hampir steril juga diharapkan dalam penanganan berikutnya dari produk selama pemberian, teknik aseptik dan manipulator akan menjamin pengeluaran berlanjut dari mikroorganisme hidup. Teknik aseptik yang tepat untuk penyiapan dan pemberian bentuk sediaan steril akan didiskusikan selanjutnya.
2.
Bebas dari bahan partikulat Bahan partikulat mengacu kepada bahan yang bergerak, tidak larut, yang tanpa sengaja ada dalam sediaan parenteral. Kehadiran bahan
20
partikulat dalam sediaan larutan parenteral diperhatikan karena konsep rute pemberiannya. Walaupun rute parenteral dapat menyiapkan lama penyimpanan, penampilan, kebutuhan, dan
metode efektif dari
pemberian, namun dipercaya bahwa bahan-bahan dari luar yang tidak disengaja dapat berbahaya. Komposisi dari bahan partikulat yang tidak diinginkan bervariasi. Dalam beberapa hal, komposisi ini dari berbagai sumber, mengingat yang lain memiliki sumber khusus tersendiri. Bahan asing yang ditemukan dalam sediaan parenteral meliputi selulosa, serat kapas, gelas, karet, logam, partikel plastik, bahan kimia tidak larut, karet diatomae, ketombe dan sebagainya. Pengaruh Secara Biologis Kejernihan, atau tidak adanya bahan partikel yang tampak selalu dipertimbangkan
sebagai
persyaratan
untuk
produk
parenteral.
Bagaimanapun, awalnya ini adalah alasan fisiologis misalnya pengaruh larutan terhadap bahan yang tampak terhadap pasien yang menerimanya dalam injeksi akan merupakan gambaran kesimpulan produk yang beredar di pasaran, dengan adanya bahan yang mengapung. Saat gelas ampul mulai terkenal sebagai wadah pengemasan, hal ini dapat dicatat bahwa kemungkinan partikel gelas akan masuk ke dalam larutan saat ampul dibuka. Sumber partikel Bahan partikel dapat masuk dalam larutan parenteral dengan berbagai cara dan sumber : a. Larutan itu sendiri dan bahan kimia yang dikandungnya. b. Proses pabrikasi dan berbagai variabel seperti lingkungan, peralatan dan personil. c. Komponen kemasan dan kandungannya. d. Alat dan peralatan yang digunakan saat pemberian produk. e. Manipulasi yang melibatkan peralatan produk untuk pemberian sama baiknya dengan lingkungan saat produk tersebut dibuat.
21
3.
Bebas dari Pirogen Sekarang dalam praktek pemberian obat secara parenteral, reaksi piretik sering diamati. Reaksi-reaksi ini antara lain malaise, sakit kepala, dan peningkatan suhu tubuh (demam). Istilah seperti "sait fever", "protein fever", "serum fever", dan "salvarsan fever", umum digunakan untuk mengartikan reaksi ini. Definisi Pirogen didefinisikan sebagai produk metabolit yang berasal dari mikroorganisme
hidup,
atau
mikroorganisme
mati
yang
dapat
menyebabkan respon demam setelah penyuntikan. Pirogen diproduksi oleh mikroorganisme gram-negatif yang sangat poten. Ekstrak pirogen kering muncul menjadi stabil sepanjang waktu, bahkan larutan yang terpirogenik kehilangan beberapa aktivitasnya sampai beberapa tahun. 4.
Kestabilan Dalam
perkembangan
sediaan
steril,
perkembangan
atau
perhatian utama ditujukan pada kestabilan obat. Obat dalam sediaan cenderung menjadi kurang stabil daripada obat dalam bentuk kering. Untuk penggunaan parenteral, suatu larutan atau suspensi dibutuhkan atau berupa faktor kestabilan obat dipertimbangkan secara hati-hati. Pemilihan bahan tambahan membantu dalam peranannya pada kestabilan secara fisika dan kimia. Untuk larutan kestabilan secara fisika memperlihatkan pada kenampakan secara fisika dari produk saat penyimpanan.
Pembentukan
endapan
atau
warnanya
biasanya
mengindikasikan ketidakstabilan. Penguraian obat tidak begitu nyata ditunjukkan oleh perubahan secara visual, sutau larutan subpoten dapat tetap jernih dan tidak berwarna. 5.
Injeksi sedapat mungkin isotonis dengan darah Walaupun diinginkan bahwa cairan intravena isotonik untuk meminimalkan trauma pada pembuluh darah, larutan hipertonik atau hipotonik dapat diberikan dengan sukses. Larutan nutrient hipertonik konsentrasi tinggi digunakan pada hiperalimentasi parenteral. Untuk
22
meminimalkan iritasi pembuluh, larutan ini diberikan secara perlahan dengan kateter pada vena besar seperti subclavian.Lachman (1994)
3.4 Rute-Rute Pemberian Injeksi Menurut Gennaro, A.R. 1998Berdasarkan cara pemberiannya, sediaan injeksi dapat digolongkan dalambeberapa jenis, yaitu : 1. Parenteral volume kecil a. Injeksi intraderma atau intrakutan Istilah intradermal (ID) berasal dari kata "intra" yang berarti lipis dan "dermis" yang berarti sensitif, lapisan pembuluh darah dalam kulit. Ketika sisi anatominya mempunyai derajat pembuluh darah tinggi, pembuluh darah betul-betul kecil. Makanya penyerapan dari injeksi disini lambat dan dibatasi dengan efek sistemik yang dapat dibandingkan karena absorpsinya terbatas, maka penggunaannya biasa untuk aksi lokal dalam kulit untuk obat yang sensitif atau untuk menentukan sensitivitas terhadap mikroorganisme. Injeksi intrakutan dimasukkan langsung ke lapisan epidermis tepat dibawah startum korneum. Umumnya berupa larutan atau suspensi dalam air, volume yang disuntikkan sedikit (0,1 - 0,2 ml). Digunakan untuk tujuan diagnosa. Digunakan untuk skin test (karena beberapa klien akan mengalami reaksi anafilaktik jika obat masuk ke dalam tubuh secara cepat) atau Tuberculin Test. Intra dermal memiliki sirkulasi darah yang minimal dan obat akan diabsorbsi secara perlahan (sangat lambat). Menggunakan
jarum
ukuran
kecil
(¼-½
inci)
atau
jarum
khusus Tuberculin Test. Untuk diagnosa atau test penyakit tertentu, seperti diphtheria (shick test), tuberculosis (Old Tuberculin, Derivat Protein Tuberculin Murni)
23
b. Injeksi subkutan atau hipoderma Injeksi subkutan dimasukkan ke dalam jaringan lembut dibawah permukaan kulit. Jumlah larutan yang disuntikkan tidak lebih dari 1 ml. Larutan harus sedapat mungkin isotonis dan isohidris, dimaksudkan untuk mengurangi iritasi jaringan dan mencegah terjadinya nekrosis (mengendornya kulit). Subkutan (SC) atau injeksi hipodermik diberikan di bawah kulit. Parenteral diberikan dengan rute ini mempunyai perbandingan aksi onset lambat dengan absorpsi sedikit daripada yang diberikan dengan IV atau IM. Obat-obat vasokontriksi seperti adrenalin dapat ditambahkan untuk efek lokal, seperti anestesi lokal. Contoh obat yang diberikan secara SC adalah Insulin, Tetanus Toxoid (TT), Epinephrine, obat-obat alergi dan heparin (dapat diabsorbsi dengan baik melalui SC dan IM). c. Injeksi intramuskular Injeksi intramuskular dimasukkan langsung ke otot, biasanya pada lengan atau panggul. Sediaannya biasa berupa larutan atau suspensi dalam air atau minyak, volume tidak lebih dari 4 ml. Penyuntikan volume besar dilakukan dengan perlahan-lahan untuk mencegah rasa sakit. Rute intramuskular menyiapkan kecepatan aksi onset sedikit lebih normal daripada rute intravena, tetapi lebih besar daripada rute subkutan. Rute ini juga digunakan jika obat mengiritasi atau tidak larut dalam air atau minyak sehingga obat tersebut harus digunakan dalam bentuk suspensi. Volume injeksi harus tetap kecil, umumnya tidak lebih dari 2 ml. d. Injeksi intravena Injeksi intravena langsung disuntikkan ke dalam pembuluh darah, berupa larutan isotoni atau agak hipertoni, volume 1-10 ml. Larutan injeksi intravena harus bebas dari endapan atau partikel padat, karena dapat menyumbat kapiler dan menyebabkan kematian. Injeksi intravena yang diberikan dalam volume besar, umumnya lebih dari 10
24
ml, disebut infus yang digunakan untuk mengganti cairan darah yang hilang akibat shok, luka, operasi pembedahan, atau cairan tubuh hilang olehdiarrhoeia, seperti pada kolera. Jika volume dosis tunggal lebih dari 15 ml, injeksi intravena tidak boleh mengandung bakterisida dan jika lebih dari 10 ml harus bebas pirogen. Larutan berair, tetapi kadang-kadang emulsi minyak dalam air, (seperti Phytomenadion Injection, BP. e. Rute injeksi lain : 1) Intraarterial Injeksi
intraarterial disuntikkan
langsung
ke
dalam
arteri dimasukkan langsung ke dalam pembuluh darah perifer, digunakan jika efek obat diperlukan segera. Umumnya berupa larutan, dapat mengandung cairan non iritan yang dapat bercampur dengan air, volume 1-10 ml. Tidak boleh mengandung bakterisida. Rute intra-arterial digunakan umumnya untuk tujuan diagnosis seperti
menginjeksikan
bahan-bahan
radiopak
untuk
studi
roentgenografik dari cadangan vaskuler pada berbagai organ atau jaringan (seperti koroner, serebral, pulmonari, renal, enterik, atau arteri perifer). Hampir semua arteri dicapai dengan kateterisasi arterial. Penggunaan rute intra-arterial untuk tujuan pengobatan adalah jarang dan terbatas pada umumnya untuk kemoterapi organ tertentu, seperti mengobati kanker lokal tertentu (seperti melanoma malignant pada ekstremitis bawah), dimana perfusi regional dengan konsentrasi tinggi dari obat toksis (yang bila diberikan secara i.v dapat dihubungkan dengan reaksi sistemik serius) yang dapat tercapai. Digunakan ketika aksi segera diinginkan pada daerah perifer. 2) Intrakardial Disuntikkan langsung ke dalam jantung, Dimasukkan langsung ke dalam otot jantung atau ventrikulus, hanya digunakan untuk
25
keadaan gawat. Tidak boleh mengandung bakterisida. digunakan ketika kehidupan terancam dalam keadaan darurat seperti gagal jantung. Secara langsung ke dalam jantung, merupakan suatu rute yang mana digunakan untuk menginjeksi ke dalam aliran darah volume besar dari larutan hipertonik atau larutan teriritasi seperti dekstrosa 70%. Proses ini membutuhkan bantuan kateter. Kateterisasi meliputi proses pembedahan dan secara umum hanya dilakukan dalam unit-unit tertentu dari rumah sakit yang lebih besar. 3) Intraserebral Diinjeksikan ke dalam serebrum, digunakan khusus untuk aksi lokal sebagaimana penggunaan fenol dalam pengobatan trigeminal neuroligia. 4) Intraspinal Diinjeksikan ke dalam kanal spinal menghasilkan konsentrasi tinggi dari obat dalam daerah lokal. Digunakan untuk menginduksi spinal atau lumbal anestesi dengan menyuntikkan larutan ke ruang subaraknoid, biasanya volume yang diberikan 1-2 ml. Tidak boleh mengandung
bakterisida
dan
diracik
untuk
wadah
dosis
tunggal. Injeksi ke dalam kanal spinal menghasilkan konsentrasi tinggi dari obat dalam daerah lokal. Untuk pengobatan penyakit neoplastik seperti leukemia. 5) Intraperitoneal dan intrapleural Intraperitoneal
merupakan
rute
yang
digunakan
untuk
pemberian berupa vaksin rabies. Rute ini juga digunakan untuk pemberian larutan dialisis ginjal. Disuntikkan langsung ke dalam rongga perut. Penyerapannya cepat, bahaya infeksi besar sehingga jarang dipakai. Intrapleural Biasanya diinjeksikan tunggal ke dalam lubang pleura. Seringkali, pipa tidak permanent dimasukkan ke dada
26
melalui pembedahan, rute ini dapat digunakan untuk tujuan irigasi atau untuk injeksi obat berulang. Seringkali, infeksi atau keganasan meliputi lubang pleura, umumnya bila proses penyakit adalah kerusakan fungsi pernafasan, maka digunakan rute ini. Enzim (seperti streptokinase dan streptodornase) dapat diinjeksikan pada empyemas cair tebal yang todak dapat dihilangkan oleh absorpsi atau repsorpsi secara alamiah. Bila bagian kiri tidak terobati, empyemas dapat menyebabkan fibrasis, adhesi, penebalan pleura dan restriksi pernafasan. Juga penyebaran karsinoma atau mesothelomas pleuradapat diobati dengan injeksi intrapleural lokal dan bahanbahan antitumor atau sclerosis, terutama bila infus berulang menjadi masalah. 6) Injeksi intraartikulus Injeksi intraartikulus digunakan untuk memasukkan material seperti obat anti inflamasi langsung ke luka atau jaringan yang teriritasi. Injeksi berupa larutan atau suspensi dalam air. 7) Injeksi subkonjungtiva Larutan atau suspensi dalam air untuk injeksi selaput lendir bawah mata, umumnya tidak lebih dari 1 ml. 8) Injeksi intrasisternal dan peridual Injeksi ini disuntikkan ke intrakarnial sisternal dan lapisan dura dari spinalcord. Keduanya merupakan prosedur yang sulit dengan peralatan yang rumit 9) Injeksi intraserebral lam serebrum, digunakan khusus untuk aksi lokal sebagaimana penggunaan fenol dalam pengobatan trigeminal neuroligia (Depkes RI, 1979).
27
2. Parenteral Volume Besar Untuk pemberian larutan volume besar, hanya rute intravena dan subkutan yang secara normal digunakan, yaitu : a. Intravena Keuntungan rute ini adalah (1) jenis-jenis cairan yang disuntikkan lebih banyak dan bahkan bahan tambahan banyak digunakan IV daripada melalui SC, (2) cairan volume besar dapat disuntikkan relatif lebih cepat; (3) efek sistemik dapat segera dicapai; (4) level darah dari obat yang terus-menerus disiapkan, dan (5) kebangkitan secara langsung untuk membuka vena untuk pemberian obat rutin dan menggunakan dalam situasi darurat disiapkan. Kerugiannya adalah meliputi : (1) gangguan kardiovaskuler dan pulmonar dari peningkatan volume cairan dalam sistem sirkulasi mengikuti pemberian cepat volume cairan dalam jumlah besar; (2) perkembangan potensial trombophlebitis; (3) kemungkinan infeksi lokal atau sistemik dari kontaminasi larutan atau teknik injeksi septik, dan (4) pembatasan cairan berair. b. Subkutan Penyuntikan subkutan (hipodermolisis) menyiapkan sebuah alternatif ketika rute intravena tidak dapat digunakan. Cairan volume besar secara relatif dapat digunakan tetapi injeksi harus diberikan secara lambat. Dibandingkan dengan rute intravena, absorpsinya lebih lambat, lebih nyeri dan tidak menyenangkan, jenis cairan yang digunakan lebih kecil (biasanya dibatasi untuk larutan isotonis) dan lebih terbatas zat tambahannya.
3.5 Keuntungan Dan Kerugian Injeksi Pemberian melalui injeksi mempunyai beberapa keuntungan maupun kerugian dibandingkan dengan melalui cara lain :
28
1. Keuntungan pemberian secara injeksi, yakni: a. Obat-obat yang rusak atau diinaktifkan oleh sistem saluran cerna atau tidak b. di absorpsi dengan baik untuk memberikan respon memuaskan, dapat diberikan secara parentera. c. Sering digunakan apabila dibutuhkan absorpsi yang segera, seperti pada keadaan darurat d. Respon fisiologis yang cepat dapat dicapai segera bila diperlukan, yang menjadi pertimbangan utama dalam kondisi klinik seperti gagal jantung, asma, shok. e. Untuk obat-obat yang tidak efektif jika diberikan secara oral atau yang dapat dirusak oleh saluranpencernaan, ex. Insulin, hormon f. Dapat memberikan efek local g. Kadar obat dalam darah yang dihasilkan jauh lebih bisa diramalkan (kadar obat lebih besar dari pemberian oral) h. Memungkinkan pemberian dosis yang lebih kecil. i. Dapat memperbaiki kerusakan serius pada keseimbangan cairan dan elektrolit. j. Pemberian secara parenteral berguna dalam pengobatan pada pasien yang tidak mau bekerjasama, kehilangan kesadaran atau sebaliknya tidak dapat menerima obat secara oral. k. Pemenuhan nutrisi melalui rute parenteral bila makanan tidak dapat diberikan melalui mulut 2. Kerugian pemberian secara injeksi, yakni: a. Bentuk sediaan harus diberikan oleh orang yang terlatih dan membutuhkan waktu yang lebih lama dibandingkan dengan pemberian rute lain. b. Pada pemberian parenteral dibutuhkan ketelitian yang cukup untuk pengerjaan secara aseptik dari beberapa rasa sakit tidak dapat dihindari. c. Obat
yang
diberikan
secara
mengembalikan efek fisiologisnya.
29
parenteral
menjadi
sulit
untuk
d. Yang terakhir, karena pada pemberian dan pengemasan, bentuk sediaan parenteral lebih mahal dibandingkan metode rute yang lain. e. Beberapa rasa sakit dapat terjadi seringkali tidak disukai oleh pasien, terutama bila sulit untuk mendapatkan vena yang cocok untuk pemakaian i.v. f. Dalam beberapa kasus, dokter dan perawat dibutuhkan untuk mengatur dosis. g. Sekali digunakan, obat dengan segera menuju ke organ targetnya. Jika pasien
hipersensitivitas
terhadap
obat
atau
overdosis
setelah
penggunaan, efeknya sulit untuk dikembalikan lagi. h. Pemberian beberapa bahan melalui kulit membutuhkan perhatian sebab udara atau mikroorganisme dapat masuk ke dalam tubuh. Efek sampingnya dapat berupa reaksi phlebitis, pada bagian yang diinjeksikan.DEPKES:RI (1975) 3.6 Komposisi Injeksi 1. Bahan aktif 2. Bahan tambahan a. Antioksidan Garam-garam sulfurdioksida, termasuk bisulfit, metasulfit dan sulfit adalah yang paling umum digunakan sebagai antioksidan. Selain itu digunakan sebagai Asam askorbat, Sistein, Monotiogliseril, Tokoferol b. Bahan antimikroba atau pengawet 1) Benzalkonium klorida 2) Benzil alkohol 3) Klorobutanol 4) Metakreosol 5) Timerosol 6) Butil p-hidroksibenzoat 7) Metil p-hidroksibenzoat 8) Propil p-hidroksibenzoat 9) Fenol
30
c. Buffer 1) Asetat 2) Sitrat 3) Fosfat d. Bahan pengkhelat, Garam Etilendiamin Tetraasetat (EDTA) e. Gas inert 1) Nitrogen 2) Argon f. Bahan penambah kelarutan (Kosolven) 1) Etil alkohol 2) Gliserin 3) Polietilen glikol 4) Propilen glikol 5) Lecithin 6) Surfaktan 7) Polioksietilen 8) Sorbitan monooleat g. Bahan pengisotonis : Dekstrosa h. NaCl 1) Bahan pelindung a) Dekstrosa b) Maltosa c) Albumin serum manusia 2) Bahan penyerbuk a) Laktosa b) Manitol c) Sorbitol d) Gliserin 3) Pembawa a) Pembawa air
31
Menggunakan air untuk injeksi. Air yang digunakan untuk injeksi harus memenuhi syarat kimia dan fisika yaitu : (1) Bebas mikroba (2) Bebas pirogen (3) pH =5,0 - 7,0 (4) Jernih (5) Tidak berwarna (6) Tidak berbau (7) Bebas partikel b) Pembawa nonair dan campuran (1) Minyak nabati (a) Minyak jagung (b) Minyak biji kapas (c) Minyak kacang (d) Minyak wijen (2) Pelarut bercampur air (a) Gliserin (b) Etil alkohol (c) Propilen glikol (d) Polietilenglikol 300 Zat tambahan ditambahkan pada pembuatan injeksi dengan maksud : (a) Untuk mendapatkan pH yang optimal (b) Untuk mendapatkan larutan yang isotonis (c) Untuk mendapatkan larutan isoioni (d) Sebagai zat bakterisida (e) Sebagai pemati rasa setempat ( anestetika lokal ) (f) Sebagai stabilisator.
32
Menurut
DEPKES
RI
(1995)
,
bahan
tambahan
untuk
mempertinggi stabilitas dan efektivitas harus memenuhi syarat antara lain tidak berbahaya dalam jumlah yang digunakan, tidak mempengaruhi efek terapetik
atau
respon
pada
uji
penetapan
kadar.
Tidak
boleh
ditambahkanbahan pewarna, jika hanya mewarnai sediaan akhir. Pemilihan dan penggunaan bahan tambahan harus hati-hati untuk injeksi yang diberikan lebih dari 5 mL. Kecuali dinyatakan lain berlaku sebagai berikut : 1. Zat yang mengandung raksa dan surfaktan kationik, tidak lebih dari 0,01 % 2. Golongan Klorbutanol, kreosol dan fenol tidak lebih dari 0,5 % 3. Belerang dioksida atau sejumlah setara dengan Kalium atau Natrium Sulfit, bisulfit atau metabisulfit , tidak lebih dari 0,2 %
3.7 Faktor-faktor yang mempengaruhi Injeksi 1. Pelarut yang paling sering digunakan dalam obat suntik secara besarbesaran adalah air untuk injeksi atau disebut WFI (WATER FOR INJECTION) Persyaratan WFI menurut standar BP(2001) dan EP (2002) tidak boleh mengandung : a. Total karbonorgaik tidak boleh lebih dari 0.5 mg per liter. b. Klorin tidak boleh lebih dari 0.5 ppm. c. Ammonia tidak boleh lebih dari 0.1 ppm. d. Nitrat tidak boleh lebih dari 0.2 ppm. e. Logam berat (Cu .Fe. Pb) tidak boleh lebih dari 0.1 ppm. f. Oksidator tidak boleh lebih dari 5 ppm. g. Bebas pirogen. h. Ph 5.0-7.0
33
Penyimpanan air untuk inieksi (WFI) harus disimpan dalam waktu yang tertutup,yaitu : a. Rapat pada temprature dibawah atau diatas kisaran temprature ideal mikroba dapat tumbuh. Air untuk obat suntik bertujuan dalam waktu 24 jam sesudah penampungan. b. Steril water for injection (air steril untuk injeksi ) adalah air untuk injeksi yang disterilkan dan dikemas dengan cara yang sesuai tidak mengandung bahan antimikroba atau bahan tambahan lainnya. c. Bacteriostatic water for injection adalah air steril untuk obat suntik yang mengandung satu atau lebih zat antimikroba yang sesuai. d.
Sodium Chloride injection adalah larutan steril dan isotonic natrium klorida dalam air untuk obat suntik. Larutan tidak mengandung zat antimikroba.
e. Bacteriostatic sodium chloride injection adalah larutan steril dan isotonis natrium klorida dalam air untuk suntik .larutan mengandung satu atau lebih zat antimikroba yang sesuai dan harus tertera dalam etiket Pelarut dan pembawa bukan air. a. Minyak : Olea Neutralistaad Injectionem Setiap farmakope mencantumkan ienis minyak tumbuhan (nabati) yang berbeda beda. Minyak kacang (Oleum arachidis).minyak zaitun (Oleum Olivarum). Minyak mandel, minyak bunga matahari, minyak kedelai, minyak biji kapuk, dan minyak wijen (Oleum Sesami) adalah beberapa ienis minyak yang digunakan sebagai pembawa inieksi. Minyak harus netral secara fisiologis dan dapat diterima tubuh dengan baik. Persyaratan untuk tingkat ini adalah tingkat kemurnian yang tinggi dan menunjukan bilangan asam dan bilangan peroksida yang rendah. Minyak setelah disterilksn disebut Olea netralista ad iniectionem.
34
b. Bukan Minyak Yaitu : Alkohol. Probvlenglvcol. Glvcerine. Dan lain-lain dicampur air dapat dipakai sebagai pelarut obat suntik, disamping melarutkan, mempertinggi stabilitas obat dan larutannya pula. 2. Cara Pembelian Pemberian secara i.v menimbulkan efek yang lebih cepat dari pada i.m dan lebih cepat dari pada s.c. 3. Partikel Zat Aktif Dan Bentuk Polimorfisme Semakin halus ukuran partikel zat aktif. Semakin cepst efek yang ditimbulkan. Kemudian.bentuk amrof memberikan efek yang lebih cepat dari pada bentuk kristal. 4. Zat Pengawet Penambahan bahan pengawet bergantung pada bahan aktif yang digunakan dalam pembuatan formula obat suntik. 5. Bentuk Sediaan Larutan sejati memberikan efek yang lebih cepat daripada larutan suspense (sustained rrelease action) atau emulasi. 6. Tonisitas Larutan Obat Suntik a. Isotonis Jika suatu konsentrasinya sama besar dengan konsentrasi dalam sel darah merah .sehingga tidak terjadi pertukaran cairan di antara keduanya. Maka larutan dikatakan isotonic ( ekuivalen dengan larutan 0,9% NaCl) b. Isoosmotik Jika suatu larutan memiliki tekanan osmose sama dengan tekanan osmose darah maka larutan dikatakan isoosmotik. c. Hipotonis Turunnya titik beku kecil yaitu tekanan osmosenya lebih rendah dari serum darah ,sehingga menyebabkan air akan melintasi membran sel darah merah yang semipermeabel memperbesar volume sel darah dan menyebabkan peningkatan tekanan dalam sel . Tekanan yang
35
lebih besar menyebabakan pecahnya sel-sel darah merah disebut hemolisa d. Hipertonis Turunnya titik beku besar yaitu tekanan osmosenya lebih tinggi dari serum darah. Sehingga menyebabkan air keluar dari sel darah merah melintasi
membran semipermeabel
dan mengakibatkan
terjadinya penciutan sel –sel darah merah yang disebut plasmolis. Beberapa cara dapat menjadikan larutan isotonis Penurunan titik beku W = (0,52-a)/b dimana, W
= Jumalah (g) bahan pembantu isotonic dalam100 ml larutan
a
= Turunnya titik beku air akibat zat terlarut .dihitung dengan memperbanyak nilai untuk larutan 1% b/v
b
= Turunnya titik beku air yang dihasilkan oleh 1% b/v bahan pembantu isotonis
7. PH obat suntik a. Isohidris : kondisi suatu larutan zat yang PH nya sesuai dengan PH fisiologis tubuh sekitar 7,4 b. Euhidris : Usaha pendekatan larutan suatu zat secara teknis ke arah pH fisiologis tubuh dilakukan pada zat yang tidak stabil pada pH fisiologis seperti garam alkohol vitamin c Menurut BP a. Dalam pembuatan obat suntik kita perlu menetapkab Ph obat suntik b. Beberapa obat suntik harus dibuat dalam jarak pH tertentu c. Untuk memperoleh PH tertntu , kita menggunakan bantuan dapar
3.8 Wadah Injeksi Ada dua tipe utama wadah untuk injeksi yaitu dosis tunggal dan dosis ganda. Wadah dosis tunggal yang paling sering digunakan adalah ampul dimana kisaran ukurannya dari 1-100 ml. pada kasus tertentu, wadah dosis
36
ganda dan sebagainya berupa vial serum atau botol serum. Kapasitas vial serum 1-50 ml, bentuknya mirip ampul tetapi disegel dengan pemanasan. Ditutup dengan penutup karet spiral. Botol serum juga dapat sebagai botol tipe army dengan kisaran ukuran dari 75-100 ml dan memiliki mulut yang lebar dimana ditutup dengan penutup karet spiral. Labu atau tutup yang lebih besar mengandung 250-2000 ml, digunakan untuk cairan parenteral yang besar seperti NaCl isotonis. 1. Ampul
(internet baxterbiopharmasolutions.com)
Ampul adalah wadah gelas yang disegel rapat sebagai wadah dosis tunggal yang dapat berisi bahan padat atau larutan obat jernih atau suspensi halus, dimaksudkan untuk penggunaan parenteral. Biasanya kecil, dari 1 sampai 50 ml, tetapi mungkin mempunyai kapasitas sampai 100 ml. Ampul merupakan kemasan obat tunggal yang berbentuk cair. Dengan volume obat 1 – 10 ml atau lebih. Terbuat dari kaca, berbentuk botol kecil dan berleher. Warna garis pada leher menunjukkan tempat tersebut mudah dipotong untuk membuka kemasan ampul tersebut. Ampul adalah wadah berbentuk silindris yang terbuat dari gelas yang memiliki ujung runcing (leher) dan bidang dasar datar. Ukuran nominalnya adalah 1, 2, 5, 10, 20 kadang-kadang juga 25 atau 30 ml. Ampul adalah wadah takaran tunggal, oleh karena total jumlah cairannya ditentukan pemakaian dalam satu kali pemakaiannya untuk satu kali injeksi. Menurut peraturan ampul dibuat dari gelas tidak berwarna, akan
37
tetapi untuk bahan obat peka cahaya dapat dibuat dari bahan gelas berwarna coklat tua. Ampul gelas berleher dua ini sangat berkembang pesat sebagai ampul minum untuk pemakaian peroralia (R. Voigt hal. 464) Hal-hal yang perlu diperhatikan antara dalam keadaan: a. Tidak perlu pengawet karena merupakan takaran tunggal b. Tidak perlu isotonis c. Diisi melalui buret yang ujungnya disterilkan terlebih dahulu dengan alkohol 70 % d. Buret dibilas dengan larutan obat sebelum diisi
1) Cara Pengisian Ampul Untuk pengisian ampul, jarum hipodermik panjang adalah penting karena lubangnya kecil. Jarum harus dimasukkan ke dalam ampul sampai di bawah. Leher ampul, tetapi tidak cukup jauh untuk masuk ke dalam larutan yang dimasukkan ke dalam ampul. Jarum harus dikeluarkan dari ampul tanpa menggunakan tetes larutan pada dinding primer dari leher ampul. Metode ini digunakan untuk mencegah pengurangan dan pengotoran jika ampul disegel (Scoville's : 206). 2) Cara Penyegelan Ampul Ampul dapat ditutup dengan melelehkan bagian gelas dari leher ampul sehingga membentuk segel penutup atau segel tarik. Segel penutup dibuat dengan melelehkan sebagian gelas pada bagian atas leher ampul bulatan gelas dan menutup bagian yang terbuka. Segel tarik dibuat dengan memanaskan leher dari suatu ampul yang berputar di daerah ujungnya kemudian menarik ujungnya hingga membentuk kapiler kecil yang dapat diputar sebelum bagian yang meleleh tersebut ditutup (Lachman : 671). Ampul dapat disegel secara manual melalui penggunaan api. Sumbu dibawah ujungnya dan tarik ujungnya melalui sentuhan dengan tangkai gelas. Gelas yang kuat dihasilkan dengan peleburan disekitar butiran dan segel dari ampul. Untuk menghasilkan segel pada ampul
38
dapat digunakan konfeyor untuk menyegelnya, dimana ini diletakkan di tengah dan diputar dalam api penyegelan sampai ujung gelas melebur dan membentuk seperti manik penyegelan (Parrot;287). 3) Uji Kebocoran Ampul Prosedur yang umum, ampul dicelupkan/ dibenamkan dalam larutan berwarna seperti larutan metilen biru (0,5-1%) dan kemudian dipindahkan ke chamber. Jika wadah tidak tertutup rapat, maka zat warna akan ditarik/ masuk ke dalam wadah. Setelah pencucian pada bagian luar wadah, maka zat pencelup akan terlihat. Untuk mengetahui kebocoran wadah, dilakukan sebagai berikut : 1) Untuk injeksi yang disterilkan dengan pemanasan. a) Ampul :
disterilkannya dalam posisi terbalik dengan ujung
yang dilebur disebelah bawah. Wadah yang bocor, isinya akan kosong / habis atau berkurang setelah selesai sterilisasi . b) Vial : setelah disterilkan , masih dalam keadaan panas, masukkan ke dalam larutan metilen biru 0,1 % yang dingin. Wadah yang bocor akan berwarna biru, karena larutan metilen biru akan masuk ke dalam larutan injeksi tersebut. 2) Untuk injeksi yang disterilkan tanpa pemanasan atau secara aseptik / injeksi berwarna Diperiksa dengan memasukkan ke dalam eksikator dan divakumkan. Wadah yang bocor, isinya akan terisap keluar. 2.
Vial
(internet baxterbiopharmasolutions.com)
39
Vial adalah wadah dosis ganda yang kedap udara, disegel dengan tutup karet atau plastik penutup yang kecil dengan diafragma pada bagian tengahnya, yang dirancang untuk penarikan dosis berturut-turut tanpa terjadi perubahan kekuatan, kualitas, atau kemurnian bagian yang tertinggal. Vial merupakan kemasan obat yang terbuat dari kaca atau plastik dengan tutup karet. Terdapat logam pada bagian atas untuk melindungi tutup karet. Vial berisi obat yang berbentuk cair atau obat kering. Jika obat tidak stabil dalam kondisi cair maka akan dikemas dalam bentuk kering seperti dalam bentuk serbuk kering. Label pada vial biasanya menunjukkan jumlah pelarut yang digunakan untuk melarutkan serbuk tersebut sehingga memudahkan dalam hitungan dosis pemberian obat. Berbeda dengan ampul, vial merupakan sistem tertutup sehingga diperlukan menyuntikkan udara ke dalam vial untuk memudahkan dalam mengaspirasi jumlah obat yang dibutuhkan. a. Keuntungan Vial 1) Memberikan variasi dalam dosis 2) Dilengkapi dengan wadah penutup karet dan plastik untuk memungkinkan 3) pemasukan jarum suntik tanpa membuka dan menutup tutup 4) Mengurangi unit biaya perdosis b. Kerugian Vial 1) Memerlukan pengawet 2) Meningkatkan kontaminasi dari wadah karena digunakan berulang 3) Penyegel karet dapat mengakibatkan masalah seperti incomp dengan pengawet c. Penyegelan Vial Tutup karet harus cocok dengan mulut wadah, cukup rapat untuk menghasilkan penyegel, tetapi tidak begitu rapat sehingga sulit untuk menempatkannya dalam wadah. Tutup bisa disisipkan dengan tangan dengan menggunakan pinset steril. Cara tangan yang lebih cepat
40
meliputi pengambilan tutup dan menyisipkan ke dalam vial dengan suatu alat yang dihubungkan pada sebuah pipa vakum Bila tutup disisipkan dengan mesin, permukaan tutup biasanya disalut dengan silikon untuk mengurangi penggesekan. Hal ini memungkinkan penutup tersebut meluncur dari suatu drum berputar atau drum bervibrasi berdasarkan tempat mengalir yang diletakkan di atas wadah, siap untuk pemasukan oleh suatu alat penekan.DEPKES:RI (1975)
3.9 Cara pembuatan larutan injeksi 1. Cara aseptic Di gunakan jika bahan obat tidak dapat di sterilkan karena akan rusak arau terurai. Cara : zat pembawa, zat pembantu, wadah, alat-alat gelas untuk pembuatan, dan alat lain yang di perlukan disterilkan sendiri-sendiri. Kemudian bahan obat, zat pembawa dan zat pembantu dicampur secara aseptic di ruang aseptic hingga terbentuk larutan injeksi dan dikemas secara aseptic 2. Cara non aseptic ( nasteril ) Di lakukan sterilisasi akhir Cara : bahan obat dan pembantu di lautkan kedalam zat pembawa dan di buat larutan injeksi. Saring hingga jenih dan tidak boleh ada serat yang terbawa kedalam 41iltrate larutan. Masukkan kedalam wadah dalam keadaan bersih dan sedaoat mungkin aseptic. Setelah dikemas, hasilnya disterilkan dengan cara yang cocok. Pemeriksaan Setelah larut injeksi ditutup kedap dan disterilkan, perlu dilakukan pemeriksaan, yang kemudiaan terakhir di beri etiket dan dikemas Pemeriksaan meliputi : a. Pemeriksaan kebocoran Untuk mengetahui kebocoran wadah, dilakukan sebagai berikut :
41
1) Untuk injeksi yang disterilkan dengan pemanasan a) Ampul : disterilkan dengan posisi terbaik dengan ujung yang dilebur berada dibawah. Wadah yang bocor isinya akan kosong/ habis atau berkurang setelah selesai steilisasi b) Vial : setelah disterilkan, masih dalam keadaan panas. Masukkan kedalam larutan dingin metilen biru 0.1%. wadah yang bocor akan berwarna biru, karena larutan metilen biru akan masuk ke dalam larutan injeksi tersebut. 2) Untuk injeksi yang disterilkan tanpa pemanasan atau secara aseptic/ injeksi berwarna, di periksa dengan memasukkan kedalam esikator dan divakumkan. Pada wadah yang bocor, isi akan terisap keluar. b. Pemeriksaan sterilisasi Uji ini dilakukan untuk menetapkan ada tidaknya bakteri. Jamur. Dan ragi yang masih hidup dalam sediaan yang diperiksa. Uji dilakukan dengan teknik aseptic yang cocok Sebelum di lakukan uji sterilisasi, untuk zat: 1) Pengawet : larutan diencerkan dahulu sehingga daya pengawet sudah tidak bekerja lagi 2) Antibiotic : daya bakterisidaya dinonaktifkan dahulu, misalnya pada penisilin ditambah enzim penisilinase c. Pemeriksaan pirogen Pirogen berasal dari kata pyro dan gen. artinya pembentuk demam atau panas. Pirogen adalah zat yang pembentuk dari hasil metabolism ( bangkai mikroorganisme ) beupa zat eksotoksin dai kimpleks
polisakarida
yang
terikat
pada
suatu
radikal
yang
mengandung unsure nitrogen dan forfor, yang dalam kadar 0,001-0,01 g/kg bobot badan dalam larutan dalam air, tahan pemanasan, dan dapat menimbulkan demam jika disuntik ( reaksi demam terjadi setelah 15 menit sampai 8 jam ). Pirogen bersifat termolabil. Larutan injeksi yang pemakaiannya lebih dari 10 ml sekali pakai harus bebas dari pirogen.
42
d. Pemeriksaan keragaman volume Untuk injeksi dalam bentuk cairan , volume isi nettotiap wadah harus sedikit dari volume yang di tetapkan (Syamsuni, 2002).
43
BAB IV INFUS
4.1 Definisi Infus Sesuai farmakope edisi III.1997, infus merupakan sediaan cair yang dibuat dengan menyari simplisia nabati dengan air pada suhu 90° C selama 15 menit. Berdasarkan lukas, 2011 Infus adalah larutan dalam jumlah besar, terhitung mulai dari 10ml yang diberikan melalui intravena tetes demi tetes dengan bantuan peralatan yang cocok. Asupan air dan elektrolit dapat terjadi melalui makanan dan minuman dan dikeluarkan dalam jumlah yang relative sama. Rasionya dalam tubuh adalah air 57% ;lemak 20,8% ; protein 17,0% ; serta mineral dan glikogen 6%. Ketika terjadi gangguan
homeostasis
(keseimbangan cairan tubuh) maka tubuh harus segera mendapatkan terapi untuk mengembalikan keseimbangan air dan elektrolit. Sedangkan dalam kamus kesehatan,2014. Infus adalah adalah pemasukan suatu cairan atau obat ke dalam tubuh melalui rute intravena dengan laju konstan selama periode waktu tertentu. Dan menurut Anief,1991. Definisi Infus adalah larutan dalam jumlah besar terhitung mulai dari 100 mL yang diberikan melalui intravena tetes demi tetes dengan bantuan peralatan yang cocok. Asupan air dan elektrolit dapat terjadi melalui makanan dan minuman dan dikeluarkan dalam jumlah relatif sama. Ketika terjadi gangguan hemostatif, maka tubuh harus segera mendapatkan terapi untuk mengembalikan air dan elektrolit. Infusa (awas, INFUSA tidak sama dengan INFUS yang di RS), nama aslinya adalah INFUSUM (bahasa Latin) : adalah sediaan cair yang dibuat dengan cara mengekstraksi bahan nabati dengan pelarut air pada suhu 90° C selama 15 menit (Farmakope Indonesia, 1995). Di dunia Farmasi, apa yang disebut “bahan” nabati lebih popular dengan istilah “Simplisia” nabati. Selama ini dikenal ada beberapa cara untuk mengekstraksi zat aktif dari suatu tanaman ataupun hewan menggunakan pelarut yang cocok.
44
Pelarut-pelarut tersebut ada yang bersifat bisa campur air (contohnya air sendiri, disebut pelarut polar) ada juga pelarut yang tidak mau campur air (contohnya aseton, etil asetat, disebut pelarut non polar). Untuk melakukan proses infusa, maka kita harus mempersiapkan 1unit panci yang terdiri dari 2 buah panci yang saling bisa ditumpuk. Bagipara pengobat tradisional mungkin sudah mengenal jenis panci yang demikian ini, namanya “paci-tim” (lihat gambar). Panci yang di atas digunakan untuk menaruh bahan yang akan di ekstraksi (tentu bersama pelarutnya, yaitu air, masing-masing dengan takaran tertentu),sementara panci sebelah bawah diisi air, maksudnya digunakan sebagai pemanas panci atas, sehingga panas yang diterima panci atas tidak langsung berhubungan dengan api. Teorinya, ketika panci bawah airnya mendidih (pada suhu 100 C), maka panas yang diterima oleh panci atas hanya bersuhu sekitar 90 C saja. Kondisi demikian ini diperlukan agar zat aktif dalam bahan tidak rusak oleh pemanasan berlebihan. (biasanya zat aktif akan rusak bila dipanaskan sampai 100C atau lebih). Dalam bahasa farmasi, sistem pemanas demikian ini disebut : 1. Penangas air (Indonesia) 2. Water bad (Belanda) 3. Water bath (Inggris) Jadi prosedur pembuatan infusa dalam garis besarnya adalah sebagai berikut: a. Simplisia yang berupa tanaman dengan derajat halus tertentu ditimbang (misalnya 10 g), kemudian dimasukkan ke dalam panci atas diberi air “secukupnya”. Maksud dari “secukupnya” adalah diperhitungkan terhadap kadar ekstrak yang hendak kita inginkan, jadimisalnya kita ingin membuat ekstrak berkadar zat aktif 10%, maka serbuk tanaman yang dibutuhkan adalah 10 g bersama air 100 g (100 cc), sementara kalo kita menggunakan air sebanyak 200 cc dan serbuknya tetap 10 g, maka kadar ekstrak yang akan kita peroleh menjadi 5% saja. Begitu seterusnya.
45
b. Setelah panci atas siap untuk diproses, maka masukkan panci beserta isinya segera ke dalam panci bawah yang telah berisi air. Setelah itu panci bawah dipanaskan di atas api langsung dan dibiarkan sampai mendidih (artinya suhu mencapai 100C). Diharapkan maka suhu air di panci atas akan mencapai 90C. c. Pemanasan dilakukan selama 15 menit terhitung mulai air di panci bawah mendidih (suhu panci atas mencapai 90°C), sambil sekali-sekali diaduk. d. Waktu 15 menit itu adalah aturan umum yang diberikan oleh buku-buku farmasi resmi seperti Farmakope. e. Setelah cukup 15 menit, maka panci atas diturunkan dan disaring selagimasih panas melalui kain flanel, f. Apabila ternyata volume akhir yang didapat kurang dari 100 cc (air semula 100 cc) maka perlu ditambahkan air panas secukupnya melalui ampas hingga diperoleh volume infusa yang dikehendaki yaitu 100 cc. g. Cara menambahkan air itu harus menurut aturan kuantitatif, yaitu hasil saringan tadi dipindah ke gelas ukur, kemudian kekurangan air yang diperlukan, ditambahkan sampai volume akhir mencapai batas skala 100 cc (jadi tidak boleh mengukur air sesuai dengan kurangnya air, namun yang diukur adalah bagian air yang akan ditambahi)
4.2 Penggolongan Sediaan Infus Berdasarkan Komposisi Dan Kegunaannya 1. Larutan Elektrolit a. Cairan Fisiologis Tubuh Manusia Tubuh manusia mengandung 60% air dan terdiri atas cairan intraselular (di dalam sel) 40% yang mengandung ion-ion K+, Mg++ , sulfat, fosfat, protein, serta senyawa organik asam fosfat seperti ATP, heksosa monofosfat, dan lain-lain. Air pun mengandung cairan ekstraselular (diluar sel) 20% yang kurang lebih mengandung 3 liter air dan terbagi atas cairan interstisial ( di antara kapiler dan sel) 15% dan plasma darah 5% dalam sistem peredaran darah serta mengandung beberapa ion seperti Na+, klorida, dan bikarbonat.
46
Tabe 1.1 Jenis elektrolit dalam plasma darah : Ion
Jumlah normal mV/liter
Na 137,0 – 148,0 K 3,9 – 5,0 Ca 4,8 – 5,4 Mg 1,7 – 3,3 Cl 98,0 – 108,0 HCO3 24,0 – 28,0 HPO4 1,5 – 2,3 SO4 1 – 2,0 Protein 14,6 – 19,4 (Sumber:Lukas,2011) b. Fungsi Larutan Elektrolit Secara klinis, larutan digunakan untuk mengatasi perbedaan ion atau penyimpangan jumlah normal elektrolit dalam darah. Ada 2 jenis kondisi plasma darah yang menyimpang, yaitu: 1) Asidosis Kondisi plasma darah yang terlampau asam akibat adanya ion klorida dalam jumlah berlebih. 2) Alkalosis Kondisi plasma darah yang terlampau basa akibat adanya ion natrium, kalium, dan kalsium dalam jumlah berlebih. Sistem dapar darah adalah keseimbangan asam basa darah mengikuti sistem dapar, yaitu : Hidrogen karbonat – karbonat Hidrogen fosfat – dihidrogen fosfat Serum – protein Penyebab
berkurangnya
elektrolit
plasma
adalah
kecelakaan, kebakaran, operasi atau perubahan patologis organ, gastroenteritis,
demam
tinggi,
atau
penyakit
menyebabkan output dan input tidak seimbang.
47
lain
yang
Kehilangan
natrium
disebut
hipovolemia,
sedangkan
kekurangan H2O disebut dehidrasi.Kemudian, kekurangan HCO3 disebut asidosis metabolic dan kekurangan K+ disebut hipokalemia. Asidosis berbeda dengan asidemia. Asidosis berkaitan dengan proses fisiologis yang menyebabkan penurunan pH darah, sedangkan asidemia adalah keadaan pH arteri < 7,35. Contoh: Infus Asering (Otsuka) Formulanya sebagai berikut : Resep larutan dasar elektrolit Na+
130 mEq
K+
4 mEq
Cl-
109 mEq
Ca ++
3 mEq
Asetat
28 mEq
Aqua p.i.
1000 mL (Sumber:Lukas, 2011)
2. Infus Karbohidrat Infus karbohidrat adalah sediaan infuse berisi larutan glukosa atau dekstrosa yang cocok untuk donor kalori. Kota menggunakannya untuk memenuhi kebutuhan glikogen otot kerangka, hipoglikemia, dan lain-lain. Kegunaan
: 5% isotonis, 20% untuk diuretika, dan 30-50% terapi
oedema di otak. Contoh : Larutan manitol 15-20% digunakan untuk menguji fungsi ginjal. 3. Larutan Kombinasi Elektrolit dan Karbohidrat Contohnya : Infus KA-EN 4B paed (otsuka) Formulanya sebagai berikut : Na+
30 mEq
K+
8 mEq
Cl-
28 mEq
Laktat
10 mEq
Glukosa
37,5 g
48
Aqua p.i.
1000 mL (Lukas, 2011)
4. Larutan Irigasi Larutan irigasi adalah sediaan larutan steril dalam jumlah besar (3 liter).Larutan tidak disuntikkan ke dalam vena, tetapi digunakan di luar sistem peredaran dan umumnya menggunakan jenis tutup yang diputar atau plastik yang dipatahkan, sehingga memungkinkan pengisian larutan dengan cepat.Kita menggunakan larutan untuk merendam atau mencuci luka-luka sayatan bedah atau jaringan tubuh dan dapat pula mengurangi pendarahan. Kita biasa menggunakannya dalam kegiatan
Laparatomy,
Arthroscopy, Hysterectomy, dan Turs (urologi). Persyaratan larutan irigasi sebagai berikut : a. Isotonic b. Steril c. Tidak absorpsi d. Bukan larutan elektrolit e. Tidak mengalami metabolism f. Cepat diekskresi g. Mempunyai tekanan osmotic diuretik Contohnya : Larutan Glycine 1,5% dalam 3 liter Larutan asam asetat 0,25% dalam 1-3 liter 5. Larutan Dialisis Peritoneal Larutan dialisis peritoneal merupakan suatu sediaan parental steril dalam jumlah besar (2 liter).Larutan tidak disuntikkan ke dalam vena, tetapi dibiarkan mengalir ke dalam ruangan peritoneal dan umumnya menggunakan tutup plastik yang dipatahkan, sehingga memungkinkan larutan dengan cepat turun ke bawah.Penggunaan cairan demikian bertujuan menghilangkan menghilangkan senyawa-senyawa toksik yang secara normal dikeluarkan atau diekskresikan ginjal. Pada kasus keracunan atau kegagalan ginjal, penggunaaan larutan dialisis peritoneal merupakan pilihan lain yang dapat dilakukan. Larutan diabsorbsi dalam membran peritoneal mengikuti peredaran darah.Kemudian, di dalam ujung sel
49
peritoneal terjadi penarikan zat toksin dari darah ke dalam cairan dialisis, yang bekerja sebagai membran semipermeabel. Persyaratan larutan dialisis peritoneal adalah a. Hipertonis b. Steril c. Dapat menarik toksin dalam ruang peritoneal Contohnya : Larutan Dianeal 1,5% dan 2,5%, 2 liter Formulanya sebagai berikut : NaCl
538 mg
538 mg
Na laktat
448 mg
448 mg
CaCl2
25,7 mg
25,7 mg
MgCl2
5,08 mg
5,08 mg
Dektrose
1,5 g
2,5 g
Aqua p.i.
100 ml
100 ml
Osmolarity
346
396
pH
5,2
5,2
(Sumber:Lukas,2011) 6. Larutan Plasma Expander Atau Penambah Darah Larutan plasma expander adalah suatu sediaan larutan steril yang digunakan untuk menggantikan plasma darah yang hilang akibat perdarahan,luka bakar,operasi, dan lain-lain. 1. Whole Blood Whole blood atau darah lengkap manusia adalah darah yang telah diambil dari donor manusia, yang di pilih dengan pencegahan pendahuluan aseptic yang ketat.Darah di tambahkan ion sitrat atau heparin sebagai antikoagulasi.Kita menyimpan darah yang di kumpulkan pada temperature 1˚C-10˚C dan mempertahankannya tetap konstan dengan kisaran 2˚C. Tanggal kadaluarsanya tidak lebih dari 21 hari sesudah tanggal pengambilan bila sitrat yang di gunakan sebagai antikoagulasi dan tidak lebih dari 48 jam bila heparin yang di gunakan.
50
Kita umumnya mengemas darah dalam 1 unit (500 ml) volume dan memberikan atau memasukannya kedalam pembuluh darah.Namun, terlebih dulu pastikan ketercampuran darah donor dengan darah penerima. Sebaliknya, sel-sel darah merah adalah darah lengkap manusia dengan plasma telah di buang.Plasma dapat di pisahkan dari dengan disentrifuse (diputar). Kita menyimpan sel darah pada temperature yang sama dengan darah lengkap manusia atau dapat membekukannya pada temperatur -65˚C. 2. Human Albumin Human albumin adalah sediaan steril albumin serum yang di dapat dengan melakukan fraksinasi darah dari donor manusia sehat.Tidak kurang dari 96% protein harus albumin. Setiap 100 ml mengandung 25 g albumin serum sebanding atau ekuivalen keosmotikannya dengan 500 ml plasma manusia normal atau 5 g sebanding dengan 100 ml plasma manusia normal. Kita memberikan albumin serum sebagai penyokong volume darah dengan infuse melalui pembuluh darah dan umumnya dengan volume yang ekuivalen dengan 25-75 g albumin setiap harinya. Tanggal kadaluarsanya berkisar antara 3-10 tahun, tergantung pada keadaan penyimpanan. Contoh : Infuse Human Albumin 20% Formulanya sebagai berikut : Resep Human Albumin 20% (mengandung 20% protein dari minimum 96% Human Albumin Human Albumin
192 g
Ion Natrium
125 mmol/L
2,88 g/L
Ion Kalsium
max 2 mmol/L
0,08 g/L
Ion Kalsium
max 2 mmol/L
max 0,08 g/L
Ion Klorida
max 100 mmol/L max 3,55 g/L
Aqua untuk injeksi
1000 ml
51
3. Plasma Protein Plasma protein adalah larutan steril protein yang terpilih dari plasma darah donor manusia dewasa. Plasma mengandung ± 5 g protein per 100 ml, 83-90% adalah albumin, lalu sisanya alfa dan beta globulin. Umumnya, kita memberikan plasma protein dalam volume 250-500 ml. tetapi kadang-kadang sampai 1500 ml sebagai penyokong volume darah.Tanggal kadaluarsanya antara 3-5 tahun, tergantung pada kondisi penyimpanan.Plasma yang digunakan sebagai penambah darah dinamakan darah lengkap manusia, sel darah merah manusia, albumin
serum
manusia
normal,
dan
fraksi
protein
plasma
manusia.Pada pengumpulan darah manusia dari donor-donor darah untuk digunakan pada tranfusi, kita harus hati-hati memperlakukan seluruh darah atau sel darah agar sel darah atau darah tidak menggumpal. Berikut adalah larutan
resmi yang digunakan untuk
tujuan tersebut. Kehilangan cairan tubuh sebanyak 10% belum berakibat besar karena masih mampu dinormalisasikan oleh peredaran darah sendiri.Namun, bila cairan tubuh atau jumlah plasma yang hilang lebih dari itu, maka tubuh memerlukan pengganti untuk mencegah penggumpalan sel-sel darah serta menormalkan viskositas darah yang membesar. Larutan
yang dibutuhkan adalah senyawa
koloid dengan
BM>30.000, inert, cairan tidak mudah dieliminasi, dan dapat digunakan dengan atau tanpa elektrolit. Contoh: Infus Plasmanate Formulanya sebagai berikut: Plasma Protein Fraction (Human) 5%, 100 ml USP Plasma Protein
5g
Sodium carbonat 0,004 M (Setara dengan sodium caprylate dan acetyl tryptophan)
52
Sodium ion
145 mEq/L
Potasium
0,24 mEq/L
Chloride
100 mEq/L
4. Larutan Gelatin Larutan gelatin merupakan hasil hidrolisis kolagen, yakni suatu senyawa polipeptida. Larutan sangat cocok untuk plasma ekspander karena strukturnya terdiri atas protein, sehingga dengan protein plasma dapat memberikan efek osmotik yang sama. Pada suhu kamar, gelatin dapat mengental, sehingga kita perlu menghangatkan larutan dan pada pemanasan gelatin dapat terurai.Untuk memperbaiki kelarutan, kita perlu menambahkan glioksal atau isosianat agar bentuk molekulnya bertambah panjang dan bercabang. Setelah 24 jam dieliminasi atau diurai secara enzimatik, gelatin hilang dari peredaran darah. Sebagai cairan pengganti darah, kita menggunakan larutan gelatin 5% yang diisotonikkan dengan natrium klorida dan dapat disterilkan pada suhu 121-124˚C dalam autoklaf. Contoh: Infus Haemacel, Infus Haemaccel. Formulanya sebagai berikut: Resep:
3,5% Colloidal Infusion Solution
Gelatin dari polypeptides (bovine bone)
35 g
Chlorida ion
5,14 g 145 mmol
Potasium ion
0,20 g 5,1 mmol
Calcium ion
0,25 g 6,25 mmol
Sodium ion
3,33 g 145 mmol
Aqua untuk injeksi
1000 ml
5. Larutan Dekstran Larutan dekstran adalah suatu senyawa polisakarida dengan satuan glukosa sebagai komponen
monomer, yang terikat secara
glikosidik pada posisi alpha 1,6. Bentuk molekulnya berupa benang panjang bergelombang.Dekstran terbentuk di dalam media yang
53
mengandung sakarosa di bawah pengaruh enzim dekstran-sakarase yang diproduksi berbagai spesies leuconostoc. Sebagai pengganti plasma, kita menggunakan 6% atau 10% larutan dekstran 40 atau 70 dengan berat molekul rata-rata 40.000 atau 70.000 dengan penambahan NaCl 0,9%. Pada umumnya, kita tidak menjumpai persoalan teknis pada pembuatan larutan dekstran.Kita dapat mengsterilkan larutan pada suhu 120˚C dan yang disimpan pada suhu 4˚C terbukti stabil dalam waktu 19 tahun. Contoh: Infus Otsutran -70 (Otsuka) Formulanya sebagai berikut: Dekstran 70 in normal salin
6%
Dekstran 70
6,0%
Sodium chloride
0,9%
Aqua untuk injeksi
500 ml
Osmolarity
316,5 mOsm/L
6. Larutan Protein (Asam Amino) Larutan protein diinfuskan ke dalam tubuh jika tubuh mengalami kekurangan protein. Umumnya, larutan terdiri atas 8 asam amino penting, yaitu: L-Isoleusin, L-Leusin, L-Lisine, L-Metionin, LFenilalanin, L-Trionin, L-Triptopan, dan L-Valin. Kedelapan asam amino ini penting dan harus selalu ada dalam jumlah dan perbandingan yang tertentu di dalam infus. Hilangnya satu komponen menyebabkan efek yang diharapkan tidak tercapai, malah akan terjadi gangguan dalam pertukaran protein tubuh. Kemudian, jumlah yang berlebih pun tidak ada gunanya. Komponen lainnya adalah sorbitol sebagai penyangga energy, demikian pula vitamin dan tambahan elektrolit.Larutan diatur pada pH sekitar 6. Harga pH yang lebih tinggi akan mengurangi stabilitas larutan.
54
Untuk mengurangi penguraian asam amino pada sterilisasi panas, kita umumnya melakukannya pada suhu 120˚C dengan tekanan uap disertai penjenuhan gas netral. Natrium pirosulfit dalam jumlah sangat kecil mampu mengusir oksigen pada kondisi tertentu. Contohnya: Infus Aminofusin L (Primer). Adapun Rute pemberian infus yaitu sebagai berikut: Pemberian secara intravena yaitu, tindakan yang dilakukan dengan cara memasukkan cairan, elektrolit, obat intravena dan nutrisi parentral ke dalam tubuh melalui intravena. Tujuan pemberian intravena yaitu: 1. Mengembalikan dan mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit tubuh 2. Memberikan obat- obatan dan komoterapi 3. Transfusi darah dan produk darah 4. Memberikan nutrisi parentral dan suplemen Hal-hal yang harus diperhatikan hal-hal yang harus diperhatikan atau dipertimbangkan selama evaluasi periodic dari keseluruhan sistem infus : 1. Iv adalah pemberian infus pada kecepatan yang tlah ditetapiran dengan bats kan. 2. Semua sambungan utuh 3. Cairan yang benar diinfuskan 4. Selang iv di tempatkan dengan benar, jangan dicantelkan pada pagar pelindung tempat tidur atau berbelit-belit 5. Tabung tetesan infus berisi cairan dengan batas yang benar 6. Kateter iv diplester dengan aman 7. Selang di periksa dan penggantiannya di pertimbangkan Kewaspadaan klinik : selang perlu diganti sesuai dengan rekomendasi dari pabrik dan pada situasi berikut yang terdapat dalam pedoman centers for nisease control dan intravenous nurses society :
55
1. Secara rutin setiap 72 jam dan bila kateter iv diganti 2. Jika ujung selang terkontaminasi akibat tersentuh 3. Jika darah menyumbat selangdan tidak dapat dibilas dengan segera 4. Setelah pemberian darah atau produk lipid dengan piggiyeback Bila aliran berhenti pada selang yang dilengkapi dengan penyaring dan tidak ditemukan penyebab lainnya, penyaring tersebut perlu diganti
4.3 Formulasi Infus Infus Ringer 1. Formula Standar (sumber:. Martindale ed.28 hlm 638) Injeksi Ringer (USP) Ringer: solusi steril yang mengandung NaCl 860 mg; KCl 30 mg; CaCl2 dihidrat 33 mg; air pro injeksi untuk 100 ml. Tidak mengandung agen antimikroba. pH 5 sampai 7,5. Setiap liter berisi sekitar 147,5 mmol Na; 156 mmol Cl; 2,25 mmol Ca. Tiap 100 ml mengandung: R/
NaCl
860 mg
KCl
30 mg
CaCl2
33 mg
Api ad
100 ml
2. Formula Akhir Sediaan dibuat 250 ml, maka formula menjadi: NaCl 860 mg/ 100 ml = x mg/ 250 ml x = 2150 mg x = 2,15 gram KCl 30 mg/ 100 ml = x mg/ 250 ml x = 0,0750 gram
56
CaCl2 33 mg/ 100 ml = x mg/ 250 ml x = 0,0825 gram Tiap 250 ml mengandung: R/ NaCl
2,15
g
KCl
0,075 g
CaCl2
0,0825 g
Api ad
100
ml
Dalam proses pembuatan, dilakukan penyaringan. Penyaringan pertama kotor karena di dalamnya terdapat karbon aktif sehingga hasil penyaringan pertama harus dibuang sebanyak 25 ml. Oleh karena itu, sediaan dilebihkan 10% menjadi 275 ml. Untuk penimbangan zat aktif harus ditambahkan 5%, karena dikhawatirkan karbon aktif selain menyerap pirogen juga dapat menyerap zat aktif.
4.4 Pelarut Dalam Infusa Air merupakan unsur vital mahluk hidup kira-kira 55-60% dari berat badan orang dewasa terdiri atas air , pada bayi dan anak . Total air tubuh lebih tinggi lagi yakni 80% pada bayi baru lahir dan 70% pada anak. Jadi mudah di pahami bahwa gangguan keseimbangan air akan sangat mempengaruhi. Air tubuh yang sebanyak 60% ini tersebar di kompartement cairann tubuh : 1. I ntraselular {didalam sel} 2. Interstisisl {antr sel} 3. Intravaskular {didlam pembuluh darah} Cairan intravascular dan cairan Interstsial keduanya disebut juga cairan ekstraseluler.
Dalam
keadaan
sehat,
tubuh
memiliki
mekanisme
keseimbangan atau hemeostasis yang mengatur asupan dan pengeluaran air . sebagai contoh , jika kita kurang minum air maka produksi air kemih akan berkurang untuk menjaga kadar air tubuh dalam batas-batas normal dan juga
57
jika tubuh kekurangan air setelah olahraga maka kita akan merasa haus. Ini adalah mekanisme kompensasi tubuh . Pada keadaan dimnaa asupan air sangat berkurng sekali atau kehilangan air sangat berlebihan atau cepat ,tubuh tidk bisa melakukan kompensasi dengan adekuat , sehingga seorang jatuh dalam keadaan yang dinamakan dehidrasi .
4.5 Keuntungan dan Kerugian Sediaan Infus 1. Keuntungan sediaan infus : a. Obat memiliki onset (mula kerja) yang cepat b. Efek obat dapat diramalkan dengan pasti c. Biovaibilitas obat dalam traktus gastrointenstinalis dapat dihindarkan d. Obat dapat diberikan kepada penderita sakit keras atau dalam keadaan koma. e.
Kerusakan obat dalam tractus gastrointestinal dapat dihindarkan.
f. Obat tidak dapat di absorbs secara oral g.
Obat menjadi tidak aktif dalam saluran pencernaan, perlunya respon yang cepat pasien tidak dapat mentoleransi obat atau cairan secara oral.
h. Dapat digunakan untuk pemberian obat yang bekerja cepat, seperti pada keadaan gawat. i. Dapat digunakan untuk penderita yang tidak dapat diajak bekerja sama dengan baik, tidak sadar, tidak dapat atau tidak tahan menerima pengobatan melalui oral. j. Penyerapan dan absorbs dapat diatur. 2. Kerugian sediaan infus : a. Rasa nyeri saat disuntikkan apalagi kalau harus diberikan berulang kali b. Memberikan efek fisikologis pada penderita yang takut suntik c. Kekeliruan pemberian obat atau dosis hapir tidak mungkin diperbaiki terutama sesudah pemberian intravena d. Obat hanya dapat diberikan kepada penderita dirumah sakit atau ditempat praktek dokter oleh perawat yang kompeten
58
e. Lebih mahal dari bentuk sediaan non steril dikarenakan ketatnya persyaratan yang harus dipenuhi (steril, bebas pirogen, jernih, praktis dan bebas partikel)
59
DAFTAR PUSTAKA
Anonim.1979.Farmakope Indonesia Edisi III.DEPKES:RI Anonym. 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV. Depkes : RI Ansel. 1989.Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Jakarta: UI press. Drs. Stefanus Lukas, M.Kes.,Apt. Formulasi steril edisi Revisi 2011 : Jogyakarta Drs.Syamsuni .,Apt . Ilmu Resep 2002 Gennaro, A.R. 1998. Remington's Pharmaceutical Edition. Marck Publishing Co: Easton
Science,
18th
Henokh. (2014). Teknologi Sediaan Steril http : //dokumen.tips/documents/jurnal-steril.html Lachman, Lieberman, Kanig, 1994, Teori dan Praktek Farmasi Industri II, Penerbit Universitas Indonesia, Jakarta. Lukas, Stefanus. 2011. Formulasi Steril edisi revisi. Jakarta: C.V Andi Offset.
60