Nama : Dina Sonyah NPM : 220110100125
Kasus 2
Seorang laki-laki berusia 60 tahun, datang ke ke Rumah sakit dengan keluhan tidak bisa BAK sejak 12 jam yang lalu. Setelah dilakukan anamnesa klien mengatakan keluhan dirasakan sejak 2 minggu yang lalu, klien selalu merasa kesakitan dan meningkat apabila akan memulai berkemih. Apabila dipaksa dengan cara mengedan, urin keluar dengan menetes dan kadang terjadi hematuria. Klien juga mengeluh pancaran urin sewaktu miksi berkurang sejak 3 bulan yang lalu. Klien datang ke rs karena sejak 12 jam yang lalu klien mengatakan mempunyai perasaan ingin berkemih tetapi tidak keluar urin. Hasil pemeriksaan fisik didapatkan TD = 160/110 mmHg; HR = 98 x/menit; RR = 25 x/menit; suhu = 37,8 oC. Klien tampak gelisah, tampak berkeringat di daerah dahi, saat dipalpasi teraba tegang dan keras di area suprapubik (area vesika urinaria), uji colok dubur (+++) : hasil pemeriksaan laboratorium : hematologi darah rutin Hb: 14 g/dL, hematokrit : 42%, leukosit : 12.100/mm 3, Trombosit : 224.000/ mm 3 kimia klinik : ureum : 37 mg/dL, kreatinin : 0,8 mg/dL, Natrium : 125 mEq, Imunologi; PSA: 4 nanogram/ml Klien direncanakan direncanakan dilakukan operasi open prostatektomi , tetapi
saat akan mengisi
persetujuan operasi klien menolak. Karena dia pernah membaca bahwa operasi tersebut mempunyai risiko untuk terjadi gangguan ejakulasi dan impotensi.Lagipula setelah dipasang selang cathether, urin keluar.
Anatomi dan Fisiologi Prostat
Kelenjar prostat terletak tepat di bawah leher kandung kemih. Kelenjar ini mengelilingi melintang
uretra
oleh
dan
duktus
dipotong
ejakulatorius,
yang merupakan kelanjutan dari vas deferen. Kelenjar ini berbentuk seperti buah kenari. Normal beratnya ± 20 gram, di dalamnya berjalan uretra posterior ± 2,5 cm. Pada bagian anterior difiksasi oleh ligamentum pubroprostatikum dan sebelah
inferior
oleh
diafragma
urogenital. Pada prostat bagian posterior berumuara berjalan
duktus
miring
verumontarum
ejakulatoris
dan pada
berakhir dasar
yang pada uretra
prostatika tepat proksimal dan sfingter uretra eksterna. Secara
embriologi,
prostat
berasal dari lima evaginasi epitel urethra posterior.
Suplai
darah
prostat
diperdarahi oleh arteri vesikalis inferior dan masuk pada sisi postero lateralis leher vesika.Drainase vena prostat bersifat difus dan bermuara ke dalam pleksus santorini. Persarafan prostat terutama berasal dari simpatis pleksus hipogastrikus dan serabut yang berasal dari nervus sakralis ketiga dan keempat melalui pleksus sakralis. Drainase limfe prostat ke nodi limfatisi obturatoria, iliaka eksterna dan presakralis, serta sangat penting dalam mengevaluasi luas penyebaran penyakit dari prostat.
Fungsi Prostat adalah menambah cairan alkalis pada cairan seminalis yang berguna untuk menlindungi spermatozoa terhadap sifat asam yang terapat pada uretra dan vagina. Di bawah kelenjar ini terdapat Kelenjar Bulbo Uretralis yang memilki panjang 2-5 cm. fungsi hampir sama dengan kelenjar prostat Kelenjar ini menghasilkan sekresi yang penyalurannya dari testis secara kimiawi dan fisiologis
sesuai
kebutuhan
spermatozoa.
Sewaktu
perangsangan
seksual,
prostat
mengeluarkan cairan encer seperti susu yang mengandung berbagai enzim dan ion ke dalam duktus ejakulatorius. Cairan ini menambah volume cairan vesikula seminalis dan sperma. Cairan prostat bersifal basa (alkalis). Sewaktu mengendap di cairan vagina wanita, bersama dengan ejakulat yang lain, cairan ini dibutuhkan karena motilitas sperma akan berkurang dalam lingkungan dengan pH rendah. ( Suzanne C. Smeltzer, 2002 , Elizabeth J. C, 2009)
BPH
1. Definisi
Pembesaran Prostat Jinak (BPH, Benign Prostatic Hyperplasia) adalah pertumbuhan jinak pada kelenjar prostat, yang menyebabkan prostat membesar. Pembesaran prostat sering terjadi pada pria di atas 50 tahun. Prostat adalah kelenjar sebesar buah kenari yang letaknya tepat di bawah kandung kemih dan hanya ada pada kaum pria. Prostat adalah penghasil sebagian besar cairan di dalam air mani (semen) yang menjaga sperma agar tetap hidup. Kelenjar prostat mulai berkembang sebelum bayi lahir dan akan terus berkembang hingga mencapai usia dewasa. Perkembangan prostat dipengaruhi oleh hormon seks pria, yaitu androgen. Hormon androgen yang utama adalah testosteron. Seiring dengan meningkatnya usia, testosteron akan menyebabkan prostat secara perlahan membesar. Prostat yang membesar tersebut dapat menghambat aliran air seni melewati uretra (pembuluh yang membawa air seni dari kandung kemih), sehingga mempersulit atau memperlambat keluarnya air seni sewaktu buang air kecil. Kondisi ini disebut pembesaran prostat jinak (Benign Prostatic Hyperplasia/BPH), namun pembesaran prostat jinak bukanlah kanker. Disebut sebagai kanker prostat jika sel-sel kelenjar prostat berkembang secara abnormal tidak terkendali sehingga mendesak dan merusak jaringan di sekitarnya. Menurut American Cancer Society, pada umumnya, kanker prostat berkembang dengan perlahan. Berdasarkan hasil otopsi di Amerika, pria usia lanjut yang meninggal karena suatu penyakit, ternyata juga menderita kanker prostat tetapi mereka tidak menyadarinya. Dalam studi ini juga dijelaskan sekitar 70-90% penderita kanker prostat tersebut berusia 80 tahun. Pembesaran prostat jinak (PPJ) atau benigna prostate hyperplasia (BPH) merupakan salah satu penyakit yang tidak ditularkan dan insidensinya sangat berhubungan dengan usia. Artinya, semakin panjang usianya semakin besar kemungkinan mendapatkan penyakit PPJ ini. PPJ simtomatik diperkirakan angkanya sebesar 42 persen pada usia 60 tahun dan menjadi 80 persen pada usia 80 tahun.
2. Etiologi
BPH adalah tumor jinak pada pria yang paling sering ditemukan. Pria berumur lebih dari 50 tahun, kemungkinannya memiliki BPH adalah 50%. Ketika berusia 80 – 80 – 85 85 tahun, kemungkinan itu meningkat menjadi 90%. BPH sangat sering terjadi. Separuh laki-laki lebih
dari 50 tahun mengalami gejala BPH, tetapi hanya 10% yang memerlukan intervensi medis atau pembedahan. Penyebab yang pasti dari terjadinya Benign Prostat Hyperplasia sampai sekarang belum diketahui secara pasti, tetapi hanya 2 faktor yang mempengaruhi terjadinya Prostat Hyperplasia yaitu testis dan usia lanjut. Karena etiologi yang belum jelas maka melahirkan beberapa hipotesa yang diduga timbulnya Benigne Prostat Hyperplasia antara lain 1. Teori DHT (dihidrotestosteron).
Reduktase dikonversi menjadi DHT yang merangsang pertumbuhan kelenjar prostat. Testosteron yang dihasilkan oleh sel leydig pada testis (90%) dan sebagian dari kelenjar adrenal (10%) masuk dalam peredaran darah dan 98% akan terikat oleh globulin menjadi sex hormon binding globulin (SHBG). Sedang hanya 2% dalam keadaan testosteron bebas. Testoster on bebas inilah yang bisa masuk ke dalam ―target cell‖ yaitu sel prostat melewati membran sel langsung masuk kedalam sitoplasma, di dalam sel, testosteron direduksi oleh enzim 5 alpha reductase menjadi 5 dehidrotestosteron yang kemudian bertemu dengan reseptor sitoplasma menjadi ―hormone receptor complex‖. Kemudian ―hormone receptor complex‖ ini mengalami transformasi reseptor, menjadi ―nuclear receptor‖ yang masuk kedalam inti yang kemudian melekat pada chromatin dan menyebabkan transkripsi m-RNA. RNA ini akan menyebabkan sintese protein menyebabkan terjadinya pertumbuhan kelenjar prostat.Testosteron dengan bantuan enzim 52. Teori Reawakening.
Teori ini berdasarkan kemampuan stroma untuk merangsang pertumbuhan epitel 3. Teori stem cell hypotesis.
Stem sel akan berkembang menjadi sel aplifying. Sel aplifying akan berkembang menjadi sel transit yang tergantung secara mutlak pada androgen, sehingga dengan adanya androgen sel ini akan berproliferasi dan menghasilkan pertumbuhan prostat yang normal. Seperti pada organ lain, prostat dalam hal ini kelenjar periuretral pada seorang dewasa berada dalam keadaan keseimbangan ―steady state‖, antara pertumbuhan sel dan sel yang mati, keseimbangan ini disebabkan adanya kadar testosteron tertentu dalam jaringan prostat yang dapat mempengaruhi sel stem sehingga dapat berproliferasi. Pada keadaan tertentu jumlah sel stem ini dapat bertambah sehingga terjadi proliferasi lebih cepat. Terjadinya proliferasi abnormal sel
stem sehingga menyebabkan produksi atau proliferasi sel stroma dan sel epitel kelenjar periuretral prostat menjadi berlebihan.
4. Teori growth factors.
Faktor pertumbuhan ini dibuat oleh sel-sel stroma di bawah pengaruh androgen. Adanya ekspresi berlebihan dari epidermis growth factor (EGF) dan atau fibroblast growth factor (FGF) dan atau adanya penurunan ekspresi transforming growth factor-. (TGF-), akan menyebabkan terjadinya ketidakseimbangan pertumbuhan prostat dan menghasilkan pembesaran prostat. 5. Teori Hormonal Dengan bertambahnya usia akan terjadi perubahan keseimbangan hormonal, yaitu antara hormon testosteron dan hormon estrogen. Karena produksi testosteron menurun dan terjadi konversi testosteron menjadi estrogen pada jaringan adiposa di perifer dengan pertolongan enzim aromatase, dimana sifat estrogen ini akan merangsang terjadinya hiperplasia pada stroma, sehingga timbul dugaan bahwa testosteron diperlukan untuk inisiasi terjadinya proliferasi sel tetapi kemudian estrogenlah yang berperan untuk perkembangan stroma. Kemungkinan lain ialah perubahan konsentrasi relatif testosteron dan estrogen akan menyebabkan produksi dan potensiasi faktor pertumbuhan lain yang dapat menyebabkan terjadinya pembesaran prostat. Pada keadaan normal hormon gonadotropin hipofise akan menyebabkan produksi hormon androgen testis yang akan mengontrol pertumbuhan prostat. Dengan makin bertambahnya usia, akan terjadi penurunan dari fungsi testikuler (spermatogenesis) yang akan menyebabkan penurunan yang progresif dari sekresi androgen. Hal ini mengakibatkan hormon gonadotropin akan sangat merangsang produksi hormon estrogen oleh sel sertoli. Dilihat dari fungsional histologis, prostat terdiri dari dua bagian yaitu sentral sekitar uretra yang bereaksi terhadap estrogen dan bagian perifer yang tidak bereaksi terhadap estrogen.
3. Manifestasi Klinis
Gejala klinis yang ditimbulkan oleh Benigne Prostat Hyperplasia disebut sebagai Syndroma Prostatisme. Syndroma Prostatisme dibagi menjadi dua yaitu : 1. Gejala Obstruktif yaitu :
a. Hesitansi yaitu memulai kencing yang lama dan seringkali disertai dengan mengejan yang disebabkan oleh karena otot destrussor buli-buli memerlukan waktu beberapa lama meningkatkan tekanan intravesikal guna mengatasi adanya tekanan dalam uretra prostatika. b. Intermitency yaitu terputus-putusnya aliran kencing yang disebabkan karena ketidakmampuan otot destrussor dalam pempertahankan tekanan intra vesika sampai berakhirnya miksi. c. Terminal dribling yaitu menetesnya urine pada akhir kencing. d. Pancaran lemah : kelemahan kekuatan dan kaliber pancaran destrussor memerlukan waktu untuk dapat melampaui tekanan di uretra. e. Rasa tidak puas setelah berakhirnya buang air kecil dan terasa belum puas. 2. Gejala Iritasi yaitu : a. Urgency yaitu perasaan ingin buang air kecil yang sulit ditahan. b. Frekuensi yaitu penderita miksi lebih sering dari biasanya dapat terjadi pada malam hari (Nocturia) dan pada siang hari. c. Disuria yaitu nyeri pada waktu kencing.
4. Klasifikasi Stadium BPH
Stadium I : Ada obstruksi, tetapi kandung kemih masih mampu mengeluarkan urine sampai habis. Stadium II : • Ada retensio urine, tapi kandung kemih masih mampu mengeluarkan urine walaupun tidak sampai habis, masih tersisa kurang lebih 50-150- cc • Ada rasa tidak enak pada saat buang air kecil /disuria • Nokturia Stadium III : Setiap buang air kecil urine selalu tersisa 150 cc atau lebih Stadium IV : Retensio urine total, buli-buli penuh, pasien kesakitan, urine menetes secara periodic (over flow incontinentia)
5. Pemeriksaan Diagnostik Untuk menegakkan diagnosis BPH dilakukan beberapa cara antara lain
1. Anamnesa Kumpulan gejala pada BPH dikenal dengan LUTS (Lower Urinary Tract Symptoms) antara lain: hesitansi, pancaran urin lemah, intermittensi, terminal dribbling, terasa ada sisa setelah miksi disebut gejala obstruksi dan gejala iritatif dapat berupa urgensi, frekuensi serta disuria. 2. Pemeriksaan Fisik Dilakukan dengan pemeriksaan tekanan darah, nadi dan suhu.Nadi dapat meningkat pada keadaan kesakitan pada retensi urin akut, dehidrasi sampai syok pada retensi urin serta urosepsis sampai syok - septik. i. Pemeriksaan abdomen dilakukan dengan tehnik bimanual untuk mengetahui adanya hidronefrosis, dan pyelonefrosis. Pada daerah supra simfiser pada keadaan retensi akan menonjol. Saat palpasi terasa adanya ballotemen dan klien akan terasa ingin miksi. Perkusi dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya residual urin. ii. Penis dan uretra untuk mendeteksi kemungkinan stenose meatus, striktur uretra, batu uretra, karsinoma maupun fimosis. iii. Pemeriksaan skrotum untuk menentukan adanya epididimitis iv. Rectal touch / pemeriksaan colok dubur bertujuan untuk menentukan konsistensi sistim persarafan unit vesiko uretra dan besarnya prostat. Dengan rectal toucher dapat diketahui derajat dari BPH, yaitu : a). Derajat I = beratnya ± 20 gram. b). Derajat II = beratnya antara 20 – 40 gram. c). Derajat III = beratnya > 40 gram. 3. Pemeriksaan Laboratorium - Pemeriksaan darah lengkap, faal ginjal, serum elektrolit dan kadar gula digunakan untuk memperoleh data dasar keadaan umum klien. - Pemeriksaan urin lengkap dan kultur. - PSA (Prostatik Spesific Antigen) penting diperiksa sebagai kewaspadaan adanya keganasan. 4.
Pemeriksaan Uroflowmetri a. Salah satu gejala dari BPH adalah melemahnya pancaran urin. Secara obyektif pancaran urin dapat diperiksa dengan uroflowmeter dengan penilaian : Flow rate maksimal > 15 ml / dtk = non obstruktif. Flow rate maksimal 10 – 15 ml / dtk = border line.
Flow rate maksimal < 10 ml / dtk = obstruktif. 5. Pemeriksaan Imaging dan Rontgenologik i. BOF (Buik Overzich ) :Untuk melihat adanya batu dan metastase pada tulang. ii. USG (Ultrasonografi), digunakan untuk memeriksa konsistensi, volume dan besar prostat juga keadaan buli – buli termasuk residual urin. Pemeriksaan dapat dilakukan secara transrektal, transuretral dan supra pubik. iii. IVP (Pyelografi Intravena) Digunakan untuk melihat fungsi exkresi ginjal dan adanya hidronefrosis. iv. Pemeriksaan Panendoskop Untuk mengetahui keadaan uretra dan buli – buli.
6. Penatalaksanaan
Mekanisme dan efek samping terapi antiandrogenik untuk BPH Obat
Mekanisme
Ablasi androgen
Menghambat
Agonis
GnRH
(nafarelin,
Efek samping
sekresi
LH
Penurunan libido, impotensi.
hipofisis, menurunkan T dan
leuproid, DHT.
Mengurangi
volume
buserelin, goserelin)
prostat sebesar 35%.
Antiandrogen sejati
Inhibisi reseptor androgen.
(flutamid, bikalutamid)
Nyeri tekan pada payudara, insiden
impotensi
tidak
terlalu bermakna. Inhibitor
5
alfa- Menurunkan
DHT,
tidak Insiden
impotensi
reduktase
terjadi perubahan pada T atau penurunan libido 3-4%.
(finasterid, dutasterid)
LH.
Mengurangi
dan
volume
prostat sebesar 20%. Mekanisme
kerja
sekresi
LH
hipofisis, menurunkan T dan
campuran
Progestin
Menghambat
(megestrol DHT
asenat medrogeston)
dengan
Berkurangnya
impotensi, intoleransi panas.
derajat
bervariasi, inhibisi reseptor androgen.
Blokade reseptor alfa untuk BPH Obat
Mekanisme dan tempat kerja
libido,
Efek samping
Fenoksibenzamin
Blokade
alfa1,
alfa2,
dan Hipotensi
pascasinaps Prazosin,
terazosin, Blokade alfa1, pascasinaps
Hipotensi
doksazosin, alfuzosin Tamsulosin
Alfa1a, pascasinaps
Hipotensi
Penanganan pada kasus BPH biasanya dilakukan sesuai dengan derajat dari penyakitnya : -
Derajat 1, biasanya belum memerlukan tindakan bedah dan hanya diberikan pengobatan konservatif misalnya dengan obat-obatan penghambat adrenoreseptor seperti prazosin atau fazosin
-
Derajat 2, ini merupakan suatu indikasi untuk dilakukannya pembedahan. Biasanya dianjurkan reseksi endoskopik melalui uretra, TUR (transurethral resection). Mortalitas TUR sekitar 1% dan morbiditas sekitar 8%. Kadang derajat 2 bisa dicoba dengan pengobatan konservatif.
-
Derajat 3, reseksi endoskopik harus dilakukan oleh ahli bedah yang cukup berpengalaman, pada derajat ini bisa dilakukan pembedahan terbuka.
-
Derajat 4, tindakan pertama yang harus segera dilakukan adalah membebaskan penderita dari retensi urin total dengan memasang kateter. Setelah itu biasanya dilakukan terapi definitif dengan TUR atau pembedahan terbuka.
-
Prostatektomi dengan melaluiinsisi suprapubis dapat dilakukan pengangkatan
adrenoma saja, baik dengan membuka kelenjar prostat secara langsung (prostatektomi millins atau retropubika) maupun lewat kandung kemih (prostatektomi transvesikal).
Pengobatan lain yang invasif minimal ialah dengan pemanasan prostat dengan gelombang mikro yang disalurkan ke kelenjar prostat melalui antena yang dipasang pada ujung kateter. Cara ini disebut denga TUMT (transurethral microwave thermotherapy) , dengan cara ini hasil perbaikan sekitar 75% untuk gejala objektif. Pada penanggulangan invasif minimal lain digunakan cahaya laser yang disebut TULIP (transurethral ultrasound guided laser induced prostatectomy). Uretra di daerah prostat juga dapat di dilatasi dengan carabalon
yang dikembangkan di dalamnya, TUBD (transurethral balloon dilatat ion).
7. Pencegahan BPH
1. Banyak mengkonsumsi vitamin A, E, dan C, antioksidan yang berperan penting dalam mencegah pertumbuhan sel kanker, karena menurut penelitian, 5-10% kasus BPH dapat berkembang menjadi kanker prostat. Vitamin B1, B2, dan B6, yang dibutuhkan dalam proses metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein, sehingga kerja ginjal dan organ tubuh lain tidak terlalu berat 2. Mengurangi makanan kaya lemak hewan 3. Meningkatkan makanan kaya lycopene (dalam tomat), selenium (dalam makanan laut), vitamin E, isoflavonoid (dalam produk kedelai) 4.
Makan sedikitnya 5 porsi buah dan sayuran sehari
5. Berolahraga secara rutin 6. Pertahankan berat badan ideal 7. Jangan sering manahan air kencing
8. Prognosis
Pada hiperplasia nodular yang paling penting ialah kecenderungan terjadinya obstruksi uretra karena desakan prostat yang membesar meskipun pada umumnya begitu, tidak lebih dari 10% pria dengan keluhan ini memerlukan tindakan pembedahanuntuk mengurangi obstruksi. Diperkirakan penderita dengan hiperplasia nodular memiliki kecenderungan besar untuk timbulnya kanker dikemudian hari walaupun kini tidak dapat dibenarkan bahwa hiperplasia nodular prostat sebagai suatu lesi praganas.
9. Diagnosa Keperawatan dan Perencanaan Diagnosa keperawatan yang mungkin timbul adalah sebagai berikut :
Pre Operasi :
1. Obstruksi akut / kronis berhubungan dengan obstruksi mekanik, pembesaran prostat,dekompensasi otot destrusor dan ketidakmapuan kandung kemih unmtuk berkontraksi secara adekuat. 2. Nyeri ( akut ) berhubungan dengan iritasi mukosa buli – buli, distensi kandung kemih, kolik ginjal, infeksi urinaria. 3. Resiko tinggi kekurangan cairan yang berhubungan dengan pasca obstruksi diuresis. 4. Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan atau menghadapi prosedur bedah.
5. Kurang pengetahuan tentang kondisi ,prognosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kurangnya informasi Post Operasi : 1. Nyeri berhubungan dengan spasmus kandung kemih dan insisi sekunder pada TURP 2. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan prosedur invasif: alat selama pembedahan, kateter, irigasi kandung kemih sering. 3. Resiko tinggi cidera: perdarahan berhubungan dengan tindakan pembedahan 4. Resiko tinggi disfungsi seksual berhubungan dengan ketakutan akan impoten akibat dari TUR-P. 5. Kurang pengetahuan: tentang TUR-P berhubungan dengan kurang informasi 6. Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri sebagai efek pembedahan
Perencanaan
Sebelum Operasi
1. Obstruksi akut / kronis berhubungan dengan obstruksi mekanik, pembesaran prostat,dekompensasi otot destrusor dan ketidakmapuan kandung kemih untuk berkontraksi secara adekuat. Tujuan : tidak terjadi obstruksi Kriteria hasil : Berkemih dalam jumlah yang cukup, tidak teraba distensi kandung kemih Rencana tindakan dan rasional a. Dorong pasien untuk berkemih tiap 2-4 jam dan bila tiba-tiba dirasakan. R/ Meminimalkan retensi urina distensi berlebihan pada kandung kemih b. Observasi aliran urina perhatian ukuran dan kekuatan pancaran urina R / Untuk mengevaluasi ibstruksi dan pilihan intervensi c.
Awasi dan catat waktu serta jumlah setiap kali berkemih R/ Retensi urine meningkatkan tekanan dalam saluran perkemihan yang dapat mempengaruhi fungsi ginjal
d. Berikan cairan sampai 3000 ml sehari dalam toleransi jantung. R / Peningkatkan aliran cairan meningkatkan perfusi ginjal serta membersihkan ginjal ,kandung kemih dari pertumbuhan bakteri e. Berikan obat sesuai indikasi ( antispamodik) R/ mengurangi spasme kandung kemih dan mempercepat penyembuhan
2. Nyeri ( akut ) berhubungan dengan iritasi mukosa buli – buli, distensi kandung kemih, kolik ginjal, infeksi urinaria. Tujuan : Nyeri hilang / terkontrol. Kriteria
hasil : Klien
melaporkan
ketrampilan relaksasi dan
nyeri
hilang
/
terkontrol,
menunjukkan
aktivitas terapeutik sesuai indikasi untuk situasi
individu. Tampak rileks, tidur / istirahat dengan tepat. Rencana tindakan dan rasional : a. Kaji nyeri, perhatikan lokasi, intensitas ( skala 0 - 10 ) R / Nyeri tajam, intermitten dengan dorongan berkemih / masase urin sekitar kateter menunjukkan spasme buli-buli, yang cenderung lebih berat pada pendekatan TURP ( biasanya menurun dalam 48 jam ). b. Pertahankan patensi kateter dan sistem drainase. Pertahankan
selang bebas
dari lekukan dan bekuan R/ Mempertahankan fungsi kateter dan drainase sistem, menurunkan resiko distensi / spasme buli - buli. c. Pertahankan tirah baring bila diindikasikan R/ Diperlukan selama fase awal selama fase akut. d. Berikan tindakan kenyamanan ( sentuhan terapeutik,
pengubahan posisi,
pijatan punggung ) dan aktivitas terapeutik. R/
Menurunkan tegangan otot, memfokusksn kembali perhatian dan dapat
meningkatkan kemampuan koping. e. Berikan rendam duduk atau lampu penghangat bila diindikasikan. R/ Meningkatkan perfusi jaringan dan perbaikan edema serta
meningkatkan
penyembuhan ( pendekatan perineal ). f. Kolaborasi dalam pemberian antispasmodic R / Menghilangkan spasme 3. Resiko tinggi kekurangan cairan yang berhubungan dengan pasca obstruksi diuresis. Tujuan : Keseimbangan cairan tubuh tetap terpelihara. Kriteria hasil : Mempertahankan hidrasi adekuat dibuktikan dengan: tanda -tanda vital stabil, nadi perifer teraba, pengisian perifer baik, membran mukosa lembab dan keluaran urin tepat. Rencana tindakan dan rasional a. Awasi keluaran tiap jam bila diindikasikan. Perhatikan keluaran 100-200 ml/.
R/
Diuresisi yang cepat dapat mengurangkan volume total karena ketidakl
cukupan jumlah natrium diabsorbsi tubulus ginjal. b. Pantau masukan dan haluaran cairan. R/ Indikator keseimangan cairan dan kebutuhan penggantian. c. Awasi
tanda-tanda
vital,
perhatikan
peningkatan
nadi dan pernapasan,
penurunan tekanan darah, diaforesis, pucat, R/ Deteksi dini terhadap hipovolemik sistemik d. Tingkatkan tirah baring dengan kepala lebih tinggi R/ Menurunkan kerja jantung memudahkan hemeostatis sirkulasi. e. Kolaborasi
dalam
memantau
pemeriksaan
laboratorium
sesuai
indikasi,
contoh : Hb / Ht, jumlah sel darah merah. Pemeriksaan koagulasi, jumlah trombosi R/ Berguna dalam evaluasi kehilangan darah / kebutuhan
penggantian. Serta
dapat
penurunan
mengindikasikan
terjadinya
komplikasi misalnya
faktor
pembekuan darah, 4. Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan atau menghadapi prosedur bedah. Tujuan : Pasien tampak rileks. Kriteria hasil : Menyatakan pengetahuan yang akurat tentang situasi, menunjukkan rentang yang yang tepat tentang perasaan dan penurunan rasa takut. Rencana tindakan dan rasional a. Dampingi klien dan bina hubungan saling percaya R/ Menunjukka perhatian dan keinginan untuk membantu b. Memberikan informasi tentang prosedur tindakan yang akan dilakukan. R / Membantu pasien dalam memahami tujuan dari suatu tindakan. c. Dorong pasien atau orang terdekat untuk menyatakan masalah atau perasaan. R/ Memberikan kesempatan pada pasien dan konsep solusi pemecahan masalah. 5. Kurang pengetahuan tentang kondisi ,prognosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kurangnya informasi Tujuan : Menyatakan pemahaman tentang proses penyakit dan prognosisnya. Kriteria
hasil : Melakukan perubahan pola hidup atau prilasku ysng perlu,
berpartisipasi dalam program pengobatan. Rencana tindakan dan rasional a. Dorong pasien menyatakan rasa takut persaan dan perhatian.
R / Membantu pasien dalam mengalami perasaan. b. Kaji ulang proses penyakit,pengalaman pasien R/ Memberikan dasar pengetahuan dimana pasien dapat membuat pilihan informasi terapi.
Sesudah operasi
1. Nyeri berhubungan dengan spasmus kandung kemih dan insisi sekunder pada TUR-P Tujuan: Nyeri berkurang atau hilang. Kriteria hasil : Klien mengatakan nyeri berkurang / hilang, ekspresi wajah klien tenang, klien akan menunjukkan ketrampilan relaksasi, klien akan tidur / istirahat dengan tepat, tanda – tanda vital dalam batas normal. Rencana tindakan : a. Jelaskan pada klien tentang gejala dini spasmus kandung kemih R/ Kien dapat mendeteksi gajala dini spasmus kandung kemih. b. Pemantauan klien pada interval yang teratur selama 48 jam, untuk mengenal gejala – gejala dini dari spasmus kandung kemih. R/ Menentukan terdapatnya spasmus sehingga obat – obatan bisa diberikan c. Jelaskan pada klien bahwa intensitas dan frekuensi akan berkurang dalam 24 sampai 48 jam. R/ Memberitahu klien bahwa ketidaknyamanan hanya temporer. d. Beri penyuluhan pada klien agar tidak berkemih ke seputar kateter. R/ Mengurang kemungkinan spasmus. e. Anjurkan pada klien untuk tidak duduk dalam waktu yang lama sesudah tindakan TUR-P. R / Mengurangi tekanan pada luka insisi f. Ajarkan penggunaan teknik relaksasi, termasuk latihan nafas dalam, visualisasi. R / Menurunkan tegangan otot, memfokuskan kembali perhatian dan dapat meningkatkan kemampuan koping. g. Jagalah selang drainase urine tetap aman dipaha untuk mencegah peningkatan tekanan pada kandung kemih. Irigasi kateter jika terlihat bekuan pada sel ang R/ Sumbatan pada selang kateter oleh bekuan darah dapat menyebabkan distensi kandung kemih dengan peningkatan spasme. h. Observasi tanda – tanda vital R/ Mengetahui perkembangan lebih lanjut.
i.
Kolaborasi dengan dokter untuk memberi obat – obatan (analgesik atau anti spasmodik ) R / Menghilangkan nyeri dan mencegah spasmus kandung kemih.
2. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan prosedur invasif: alat selama pembedahan, kateter, irigasi kandung kemih sering. Tujuan: Klien tidak menunjukkan tanda – tanda infeksi . Kriteria hasil: Klien tidak mengalami infeksi, dapat mencapai waktu penyembuhan, tanda – tanda vital dalam batas normal dan tidak ada tanda – tanda shock. Rencana tindakan: a. Pertahankan sistem kateter steril, berikan perawatan kateter dengan steril. R/ Mencegah pemasukan bakteri dan infeksi b. Anjurkan intake cairan yang cukup ( 2500 – 3000 ) sehingga dapat menurunkan potensial infeksi. R/Meningkatkan output urine sehingga resiko terjadi ISK dikurangi dan mempertahankan fungsi ginjal. c. Pertahankan posisi urobag dibawah R/ Menghindari refleks balik urine yang dapat memasukkan bakteri ke kandung kemih. d. Observasi tanda – tanda vital, laporkan tanda – tanda shock dan demam R/ Mencegah sebelum terjadi shock. e. Observasi urine: warna, jumlah, bau. R/ Mengidentifikasi adanya infeksi. f. Kolaborasi dengan dokter untuk memberi obat antibiotik. R/ Untuk mencegah infeksi dan membantu proses penyembuhan. 3. Resiko tinggi cidera: perdarahan berhubungan dengan tindakan pembedahan . Tujuan: Tidak terjadi perdarahan. Kriteria hasil: Klien tidak menunjukkan tanda – tanda perdarahan, tanda – tanda vital dalam batas normal, urine lancar lewat kateter . Rencana tindakan: a. Jelaskan pada klien tentang sebab terjadi perdarahan setelah pembedahan dan tanda – tanda perdarahan . R/ Menurunkan kecemasan klien dan mengetahui tanda – tanda perdarahan b. Irigasi aliran kateter jika terdeteksi gumpalan dalm saluran kateter
R/
Gumpalan dapat menyumbat kateter, menyebabkan peregangan dan
perdarahan kandung kemih c. Sediakan diet makanan tinggi serat dan memberi obat untuk
memudahkan
defekasi . R/ Dengan peningkatan tekanan pada fosa prostatik yang akan mengendapkan perdarahan . d. Mencegah pemakaian termometer rektal, pemeriksaan rektal atau huknah, untuk sekurang – kurangnya satu minggu . R/ Dapat menimbulkan perdarahan prostat . e. Pantau traksi kateter: catat waktu traksi di pasang dan kapan traksi dilepas . R/ Traksi kateter menyebabkan pengembangan balon ke sisi fosa prostatik, menurunkan perdarahan. Umumnya dilepas 3 – 6 jam setelah pembedahan . f. Observasi: Tanda – tanda vital tiap 4 jam,masukan dan haluaran dan warna urine R/ Deteksi awal terhadap komplikasi, dengan intervensi yang tepat mencegah kerusakan jaringan yang permanen . 4. Resiko tinggi disfungsi seksual berhubungan dengan ketakutan akan impoten akibat dari TUR-P. Tujuan: Fungsi seksual dapat dipertahankan Kriteria hasil: Klien tampak rileks dan melaporkan kecemasan menurun, klien menyatakan pemahaman situasi individual, klien menunjukkan keterampilan pemecahan masalah, klien mengerti tentang pengaruh TUR – P pada seksual. Rencana tindakan : a. Beri kesempatan pada klien untuk memperbincangkan tentang pengaruh TUR – P terhadap seksual . R/ Untuk mengetahui masalah klien . b. Jelaskan tentang : kemungkinan kembali ketingkat tinggi seperti semula dan kejadian ejakulasi retrograd (air kemih seperti susu) R/ Kurang pengetahuan dapat membangkitkan cemas dan berdampak disfungsi seksual c. Mencegah hubungan seksual 3-4 minggu setelah operasi . R/ Bisa terjadi perdarahan dan ketidaknyamanan d. Dorong klien untuk menanyakan kedokter salama di rawat di rumah sakit dan kunjungan lanjutan
R / Untuk mengklarifikasi
kekhawatiran dan memberikan akses kepada
penjelasan yang spesifik. 5. Kurang pengetahuan : tentang TUR-P berhubungan dengan kurang informasi Tujuan: Klien dapat menguraikan pantangan kegiatan serta kebutuhan berobat lanjutan . Kriteria hasil: Klien akan melakukan perubahan perilaku, klien berpartisipasi dalam program pengobatan, klien akan mengatakan pemahaman pada pantangan kegiatan dan kebutuhan berobat lanjutan . Rencana tindakan: a. Beri penjelasan untuk mencegah aktifitas berat selama 3-4 minggu . R/ Dapat menimbulkan perdarahan . b. Beri penjelasan untuk mencegah mengedan waktu BAB selama 4-6 minggu; dan memakai pelumas tinja untuk laksatif sesuai kebutuhan R/ Mengedan bisa menimbulkan perdarahan, pelunak tinja bisa mengurangi kebutuhan mengedan pada waktu BAB c. Pemasukan cairan sekurang – kurangnya 2500-3000 ml/hari R/ Mengurangi potensial infeksi dan gumpalan darah . d. Anjurkan untuk berobat lanjutan pada dokter. R/. Untuk menjamin tidak ada komplikasi . e. Kosongkan kandung kemih apabila kandung kemih sudah penuh R/ Untuk membantu proses penyembuhan . 6. Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri / efek pembedahan Tujuan: Kebutuhan tidur dan istirahat terpenuhi. Kriteria hasil: Klien mampu beristirahat / tidur dalam waktu yang cukup, klien mengungkapan sudah bisa tidur, klien mampu menjelaskan f aktor penghambat tidur . Rencana tindakan: a. Jelaskan pada klien dan keluarga penyebab gangguan tidur dan kemungkinan cara untuk menghindari. R/ meningkatkan pengetahuan klien sehingga mau kooperatif dalam tindakan perawatan . b. Ciptakan suasana yang mendukung, suasana tenang dengan mengurangi kebisingan . R/ Suasana tenang akan mendukung istirahat c. Beri kesempatan klien untuk mengungkapkan penyebab gangguan tidur.
R/ Menentukan rencana mengatasi gangguan d. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian obat yang dapat mengurangi nyeri ( analgesik ). R/ Mengurangi nyeri sehingga klien bisa istirahat dengan cukup .
ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN
I.PENGKAJIAN a. Pengumpulan Data 1) Identitas a. Identitas Klien Nama
: Tn. B
Umur
: 60 tahun
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Agama
:-
Suku
:-
Status Marital
:-
Pekerjaan
:-
Alamat
:-
Diagnosa Medis
: BPH ( Benign Prostatic Hyperplasia)
b. Identitas Penanggungjawab 2) Riwayat Kesehatan a. Keluhan Utama Klien mengeluh tidak bisa BAK sejak 12 jam yang lalu. b. Riwayat Kesehatan Sekarang Setelah dilakukan anamnesa klien mengatakan nyeri pada daerah supis yang menjalar ke pinggang. Sejak 2 minggu yang lalu, klien selalu merasa kesakitan apabila akan memulai berkemih. Apabila dipaksa dengan cara mengedan, urin keluar dengan menetes dan kadang terjadi hematuria. Klien juga mengeluh pancaran urin sewaktu berkurang sejak 3 bulan yang lalu. Klien datang ke rumah sakit karena sejak 12 jam yang lalu, klien mengatakan miksi tidak keluar urin. c. Riwayat Kesehatan Dahulu : d. Riwayat Kesehatan Keluarga 3) Pemeriksaan Fisik a. Keadaan Umum Klien tampak gelisah, tampak berkeringat di daerah dahi b. TTV; TD HR
: 160/110 mmHg
BB
:-
: 98x/menit
TB
:-
RR
: 25x/menit
T
: 37,8 0 C
c. Sistem Pernapasan Frekuensi napas 25x/menit. d. Sistem Kardiovaskuler Tekanan darah 160/110 mmHg, denyut nadi 98x/menit. e. Sistem Gastrointestinal f. Sistem Urinaria Hasil palpasi di area suprapubik teraba tegang dan keras. Uji colok dubur (+++) g. Sistem Reproduksi h. Sistem Muskuloskeletal I Sistem Integumen J. Sistem Endokrin k. Sistem Persyarafan 4) Istirahat dan tidur 5) Aspek Psikologis 6) Aspek Sosial 7) Aspek Spiritual 8) Data Penunjang a. Laboratorium NO PEMERIKSAAN
HASIL
NILAI NORMAL
1.
Hb
14 g/dl
14-16 g/dl
2.
Hematokrit
42%
40-54%
3.
Leukosit
12.100/mm3
5.000-10.000/mm3
4.
Trombosit
224.000/mm
150.000400.000/mm3
5.
Ureum
37 mg/dl
20-40 mg/dl
6.
Kreatinin
1,08 mg/dl
0,8-1,7 mg/dl
7.
Natrium
125 mg/dl
135-145 mg/dl
8.
PSA
20 ng/ml
0-4,5 ng/ml (60-69 thn)
b. Terapi Pemasangan kateter/Katerisasi c. Rencana Operasi open prostatectomy (Tn. B menolak)
Analisa Data NO
DATA
1.
DS: -
ETIOLOGI
Adanya adenoma progresif
Klien tidak bisa BAK
sejak
12
jam yang lalu -
Urin
Mendesak jaringan prostat normal
keluar
dengan
menetes
dan
kadang
terjadi hematuria apabila
dipaksa
dengan
cara
mengedan -
Perluasan daerah melebar kearah lumen
Pengeluaran urin terhambat
Klien mengatakan ,pancaran
Penumpukan urin di vesika urin
sewaktu
urinaria
miksi
tidak keluar urin
↑tekanan
DO: -
Saat
dipalpasi
teraba
Trabekulasi
tegang
dank eras di area suprapubik -
Urin tertahan
Uji colok dubur (+++)
-
Urin dipaksa keluar dengan
Leukosit:
mengedan
12.100/mm3 -
Natrium:
125
Diuresis
mg/dl -
MASALAH
Pemasangan
Pemasangan Kateter
kateter
PERUBAHAN POLA
Perubahan Pola Eliminasi Urin
ELIMINASI
2.
DS: -
BPH Klien mengatakan nyeri
Menekan jaringan normal
pada
daerah suprapubis
Nekrosis jaringan
yang menjalar ke pinggang -
Sejak 2 minggu
Merangsang neurotransmitter
yang lalu, klien
(histamine, serotonin)
selalu
Nyeri
merasa
kesakitan apabila
akan
memulai
Ke arah medulla spinalis III dan IV
berkemiih DO: - TD:
160/110
mmHg
Impuls disampaikan ke hipotalamus ke cortex serebri
- HR: 98x/menit - RR: 25x/menit NYERI 3.
DS: Klien persetujuan
Rencana operasi open menolak operasi
karena klien pernah membaca operasi
prostatectomy
Kurangnya pengetahuan
bahwa
tentang penyakit dan
open
prosedur perawatan
prostatectomy berisiko terjadi ejakulasi impotensi
gangguan
Stressor
dan Koping individu tidak efektif
Ansietas
DO: - Klien
tampak
gelisah,
ANSIETAS
berkeringat
di
area dahi
RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN
Nama
: Tn. B
Alamat
:-
Diagnosa Medis
: BPH
Umur
: 60 tahun
No.Medrek
:-
Ruang
:-
NO
1.
DIAGNOSA
PERENCANAAN
KEPERAWATAN
TUJUAN
INTERVENSI
TUPAN: Pola
1. Lakukan
-
Perubahan
pola
eliminasi
urin eliminasi
berhubungan obstruksi
dengan
urin
mengalami
1. Untuk
perawatan
mempertahank
kateter
an
mekanik, perbaikan setelah
prostat,dekompensasi
jam intervensi
destrusor
6x24
dan
ketidakmapuan
TUPEN:
kandung kemih untuk Setelah
3x24
berkontraksi
secara jam intervensi,
adekuat
Klien
d.d.
mengalami
2. Cegah
2. Untuk
obstruksi
menjamin
dengan:
kelancaran
- Hindari
pengeluaran
lipatan
urin
- Hindari
tidak bisa BAK sejak perbaikan ploa
lengkungan
12 jam yang lalu, Urin
eliminasi
pada kateter
keluar dengan menetes
dengan
dan
kriteria:
kadang
hematuria
terjadi
urin
apabila - Klien dapat
3. Observasi
3. Dengan
kelancaran
mengobservasi
dipaksa dengan cara
beradaptasi
cairan
mengedan,
dengan
yang
mengatakan ,pancaran
terpasangny
dari kateter
urin
a kateter
sewaktu
Klien
miksi
posisi
kateter
pembesaran
otot
RASIONAL
urin
kelancaran urin
keluar
berguna untuk mengobservasi ada
atau
tidak keluar urin, Saat dipalpasi teraba tegang dank
eras
di
area
- Warna urin
tidaknya
jernih
obstruksi
- Tidak terjadi
dan
dapat
suprapubik, Uji colok
tanda-tanda
menentukan
dubur (+++), Leukosit:
infeksi
tindakan yang
12.100/mm3, Natrium:
tepat.
125 mg/dl.
4. Berikan
4. Posisi
dorongan
yang
normal
kepada
klien
memberikan
untuk
kondisi
mengambil
yang kondusif
posisi
untuk
normal
(duduk
untuk
rileks
berkemih
berkemih) 2.
Nyeri
berhubungan TUPAN:
dengan iritasi buli – kandung
mukosa Nyeri
1. Observasi dapat
buli, distensi diatasi setelah kemih,
kolik 6x24
ginjal, infeksi urinaria d.d.
1. Dengan
tanda-tanda
mengobservasi
vital
tanda-tanda
jam
vital
intervensi
akan
membantu
Klien mengatakan nyeri
mengetahui
pada
peningkatan
yang
daerah
suprapubis TUPEN:
menjalar
ke
Setelah
2x24
rasa nyeri
pinggang, Sejak 2 minggu jam intervensi, yang lalu, klien selalu
nyeri
dapat
2. Ajarkan
dan
2. Teknik
merasa kesakitan apabila berkurang atau
demonstrasika
relaksasi dapat
akan memulai berkemiih, hilang dengan
n
melemaskan
TD: 160/110 mmHg, HR:
kriteria:
relaksasi
98x/menit, RR: 25x/menit
- Klien
teknik
otot-otot
dan
persyarafannya
menyatakan
yang
tegang
rasa
sehingga dapat
nyerinya
menurunkan
berkurang
ambang nyeri
- Ekspresi wajah klien rileks
3. Untuk 3. Kompres
- Posisi tubuh
mengontrol
hangatdi
spasme
klien
daerah
kandung kemih
nyaman
abdomen
- TTV normal
4. Secara 4. Libatkan
psikologis
keluarga dalam
dapat
support system
memberikan ketenangan sehingga dapat mengurangi respon
klien
terhadap ambang nyeri
KOLABORASI:
Berikan analgesik Analgesik atau
opioid
mengubah persepsi
dengan
jadwal
nyeri
dan
teratur sesuai yang memberikan diresepkan
rasa
nyaman
(Katrasic
50
mg/PO) 3.
Ansietas
berhubungan TUPAN:
1. Lakukan
1. Dengan
dengan
kurang
Ansietas dapat
pendekatan
pendekatan,
pengetahuan
tentang
diatasi setelah
pada klien/bina
menjadikan
diagnosis,
rencana
4x24
trust
klien
pengobatan,
dan
intervensi
jam
dengan
berbincang-
percaya
sehingga
mau
prognosis menolak operasi
d.d.
Klien
bincang
persetujuan TUPEN: karena
klien Setelah
kecemasannya 2x24
pernah membaca bahwa jam intervensi, operasi
open
mengungkapkn
2. Berikan
2. Klien
dapat
ansietas
penjelasan
mengerti
prostatectomy berisiko
teratasi dengan
tentang
sehingga
terjadi gangguan ejakulasi
kriteria:
penyakit,
kecemasannya
dan
- Klien
prosedur
akan berkurang
perawatan, dan
dan
pengobatan
mempunyai
impotensi,
tampak
Klien gelisah,
berkeringat di area dahi
tidak
cemas - Klien
klien
tampak
motivasi untuk
tenang
melaksanakan
- Klien
perawatan
mendukung setiap
3. Beri
motivasi 3. Dengan
tindakan
dan dukungan
dukungan
perawatan
pada klien
maka
klien
akan
lebih
yang
akan
dilakukan
sabar menghadapi penyakitnya sehingga mempercepat proses penyembuhan
PEMBAHASAN CA PROSTAT
Definisi
Kanker prostat adalah keganasan yang terjadi di dalam kelenjar prostat. Beberapa dokter mempercayai kanker prostat dimulai dengan perubahan sangat kecil dalam ukuran dan bentuk sel-sel kelenjar prostat. Perubahan ini dikenal sebagai PIN ( prostatic intraepithelial neoplasia). Hampir setengah dari semua orang yang memiliki PIN setelah berusia diatas 50 tahun mengalami perubahan tampilan sel-sel kelenjar prostat pada mikroskop. Perubahan ini ada beberapa tingkat, dari tingkat rendah (hampir normal) hingga bermutu tinggi (abnormal).
Etiologi
1. Faktor genetik Diduga bila pada keluarga misalnya ayah/kakak (first degree relative) dan kakek/paman (second degree relative) didapat karsinoma prostat maka resiko keganasan prostat tiga kali (Robin). Kulit hitam di Amerika Serikat mempunyai mortality rate dua kali dari kulit putih (Douglas E Johnsons). Tetapi apakah faktor lingkungan mempengaruhi juga faktor genetik sukar untuk ditentukan. 2. Faktor hormonal Aksi androgen pada sel epithel prostat, testosteron yang bebas masuk ke dalam sel menjadi dehidrotestosteron dengan bantuan enzim 5 alpha reduktase. Steroid reseptor kompleks denganDNA akan mengakibatkan spesifik mRNA dan sintesa protein yang mempunyai efek metabolik dan proliferatif (Ronijn). 3. Faktor diet dan lingkungan Faktor diet yaitu diet yang banyak mengandung lemak binatang dan perbedaan insiden kanker prostat pada populasi dengan ras dan lingkungan yang berbeda, sebagai contohnya generasi kedua dan ketiga orang Jepang yang bertempat tinggal di Amerika memiliki insiden yang sama denganorang di Amerika Utara, sedangkan insiden kanker prostat di Jepang hanya 10% dari insiden di Amerika. 4. Faktor infeksi Diduga bakteri dan virus dapat mempengaruhi terjadinya ca prostat, tetapi faktor ini masih menjadi perdebatan.
Diantara faktor-faktor risiko tersebut, faktor risiko herediter (genetik) dan faktor diet yang telah
terbukti
sebagai
risiko
untuk
karsinoma
prostat.
Bila ada salah satu pria
hubungan keluarga segaris yang menderita karsinoma prostat, maka kemungkinan terkena karsinoma prostat menjadi 2 kali dan bilaada 2 pria segaris menderita karsinoma prostat
maka
kemungkinan
terkena
karsinoma
prostat
menjadi
5-11
kali.Untuk faktor resiko diet, yaitu banyak mengandung lemak binatang. Pria Jepang jarang
menderita
karsinoma
prostat,
tetapi
setelah
pindah
ke
daratan Amerika dan pola konsumsi dietnya berubah maka insiden karsinoma prostat pada imigran Jepang sama dengan masyarakat kulit putih Amerika.
Manifestasi Klinis
Kanker prostat stadium dini tidak menimbulkan gejala. Setelah kanker berkembang, baru muncul gejala tetai tidak khas. Gejala yang muncul menyerupai gejala BPH ( benign rostatic hyperplasia), yaitu penyakit pembesaran prostat jinak yang sering dijumpai pada pria usia lanjut. Akibatnya, kedua penyakit ini sulit dibedakan dan diperlukan pemeriksaan yang dapat mendeteksi dini sekaligus membedakan antara kanker prostat dan BPH. Berikut beberapa gejala yang sering ditemui pada penderita kanker prostat:
Sering ingin buang air kecil, terutama pada malam hari (nokturia)
Inkontinensia urine
Kesulitan untuk memulai buang air kecil atau menahan air seni
Aliran air seni lemah atau terganggu
Perasaan nyeri atau terbakar saat buang air kecil
Adanya darah pada air seni atau air mani (hematuria)
Gangguan seksual lain, seperti sulit ereksi atau nyeri saat ejakulasi
Sering nyeri atau kaku di punggung bawah, pinggul, atau paha atas.
Gambaran klinis sesuai dengan stadium dari Ca prostat :
Ca prostat yang masih terlokalisr : 1.
asimptomatic
2. peningkatan PSA 3. pancaran lemah 4.
sensasi sisa urin
5.
frekunsi
6.
urgensi
Ca prostat lokal lanjut 1.
Hematuri
2.
Disuri
3. Nyeri suprapubik dan perineal
4.
Impotence
5.
Incontinence
6.
gejala gagal ginjal
7.
haemospermia.
Ca prostat yang sudah metastasis 1. Nyeri tulang atau isialgia 2. paraplegi 3. pembesaran limfonodi 4.
anuri
5.
letargi (anemia,uremia)
6. berat badan turun dan caceksia 7. perdarahan pada usus dan kulit
Pemeriksaan Diagnostik
1. Inspeksi buli-buli: ada/ tidaknya penonjolan perut di daerah supra pubik ( buli-buli penuh / kosong ) Palpasi buli-buli: Tekanan didaerah supra pubik menimbulkan rangsangan ingin kencing bila buli-buli berisi atau penuh.Terasa massa yang kontraktil dan ―Ballottement‖. Perkusi: Buli-buli yang penuh berisi urin memberi suara redup.
2 . Colok dubur.
Pemeriksaan colok dubur dapat memberi kesan keadaan tonus sfingter anus, mukosa rektum, kelainan lain seperti benjolan di dalam rektum dan prostat. Pada perabaan melalui colok
dubur harus di perhatikan konsistensi prostat (pada pembesaran prostat jinak konsistensinya kenyal), adakah asimetris adakah nodul pada prostat , apa batas atas dapat diraba . Dengan colok dubur besarnya prostat dibedakan : -
Grade 1 : Perkiraan beratnya sampai dengan 20 gram.
-
Grade 2 : Perkiraan beratnya antara 20-40 gram.
-
Grade 3 : Perkiraan beratnya lebih dari 40 gram.
Laboratorium.
-
Darah lengkap sebagai data dasar keadaan umum penderita .
-
Gula darah dimak sudkan untuk mencari kemungkinan adanya penyakit diabetus militus
yang dapat menimbulkan kelainan persarafan pada buli-buli (buli-buli nerogen). -
Faal ginjal (BUN, kreatinin serum) diperiksa untuk mengetahui kemungkinan adanya
penyulit yang mengenai saluran kemih bagian atas . -
Analisis urine diperiksa untuk melihat adanya sel leukosit, bakteri, dan infeksi atau
inflamasi pada saluran kemih . -
Pemeriksaan kultur urine berguna dalam mencari jenis kuman yang menyebadkan infeksi
dan sekligus menentukan sensitifitas kuman terhadap beberapa anti mikroba yang diujikan.
Flowmetri Flowmetri adalah alat kusus untuk mengukur pancaran urin dengan satuan ml/detik. Penderita dengan sindroma protalisme perlu di periksa dengan flowmetri sebelum dan sesudah terapi. Penilaian : Fmak <10ml/detik ——– àobstruktif Fmak 10-15 ml/detik —– àborderline Fmak >15 ml/detik —— -ànonobstruktif
Radiologi. -
Foto polos abdomen, dapat dilihat adanya batu pada traktus urinarius, pembesaran ginjal
atau buli-buli, adanya batu atau kalkulosa prostat dan kadang kadang dapat menunjukkan bayangan buli-buli yang penuh terisi urine, yang merupakan tanda dari suatu retensi urine.
Pielografi intra vena
dapat dilihat supresi komplit dari fungsi renal, hidronefrosis, dan hidroureter, fish hook appearance ( gambaran ureter berkelok kelok di vesikula ) inclentasi pada dasar buli-buli, divertikel, residu urine atau filling defect divesikula. Ultrasonografi (USG) dapat dilakukan secara transabdominal atau trasrektal (trasrektal ultrasonografi = TRUS) Selain untuk mengetahui pembesaran prostat < pemeriksaan USG dapatpula menentukan volume buli-buli, meng ukur sisa urine dan keadaan patologi lain seperti divertikel, tumor dan batu .Dengan TRUS dapat diukur besar prostat untuk menentukan jenis terapi yang tepat. Perkiraan besar prostat dapat pula dilakukan dengan USG suprapubik. Cystoscopy (sistoskopi) pemeriksaan dengan alat yang disebut dengan cystoscop. Pemeriksaan ini untuk memberi gambaran kemungkinan tumor dalam kandung kemih atau sumber perdarahan dari atas bila darah datang dari muara ureter, atau batu radiolusen didalam vesika. Selain itu dapat juga memberi keterangan mengenahi besarprostat dengan mengukur panjang uretra pars prostatika dan melihat penonjalan prostat kedalam uretra. Kateterisasi Mengukur ―rest urine ― Yaitu mengukur jumlah sisa urine setelah miksi sepontan dengan cara kateterisasi . Sisa urine lebih dari 100 cc biasanya dianggap sebagai batas indikasi untuk melakukan intervensi pada hiper tropi prostat .
Penatalaksanaan
Hanya dengan dilakukan prostatektomi yang merupakan reseksi bedah bagian prostat yang memotong uretra untuk memperbaiki aliran urin dan menghilangkan retensi urinaria akut, ada beberapa alternatif pembedahan meliputi : 1. Transsurethral resection of prostate (TURP) Dimanan jaringan prostat obstruksi dari lobus medial sekitar uretra diangkat dengana sistoskop/resektoskop dimasukkan melalui uretra 2. Suprapubic /open prostatektomi Dengan diindikasikan untuk massa lebih dari 60 g/60 cc. penghambat jaringan prostat diangkat melalui insisi garis tengah bawah dibuat melalui kandung kemih,pendekatan ini lebih ditujukan bila ada batu kandung kemih. Pedekatan ini lebih ditujukan bila ada batu kandung kemih.
3. Retropubic prostatektomi Massa jairingan prostat hipertropi (lokasi tinggi dibagian pelvis) diangkat melalui insisi abdomen bawah tanpa pembukaan kandung kemih 4. Perineal prosteatektomi Massa prostat besar dibawah area pelvis diangkat melalui insisi diantara skrotum dan rektum, prosedur radikal ini dilakukan untuk kanker dan dapat mengakibatkan impotensi.
Komplikasi
Komplikasi yang dapat
terjadi pada hipertropi prostat adalah. Retensi kronik dapat
menyebabkan refluks vesiko-ureter, hidroureter, hidronefrosis, gagal ginjal.b. Proses kerusakan ginjal dipercepat bila terjadi infeksi pada waktu miksic. Hernia / hemoroidd. Karena selalu terdapat sisa urin sehingga menyebabkan terbentuknya batue. Hematuriaf. Sistitis dan Pielonefritis
Faktor Resiko
Laki-laki usia >55 tahun yang mempunyai riwayat famili menderita kanker prostat 1. Makanan terbiasa mengandung asam lemak jenuh. 2. Kontak dengan logam berat seperti cadmium. 3. Ras Afrika yang tinggal di Amerika. 4. Kebiasaan hidup kurang melakukan gerakan fisik atau olah raga 5. Kebiasan merokok
Agen Karsinogen (Zat Kimia, Radiasi, Virus)
Transformasi sel maligna
Poliferasi Sel Maligna
↑ Pertumbuhan Sel
Nyeri pada panggul
panggul
Bermetastas
Kanker Prostat
Perluasan Kedaerah Uretra
Terbentuk tonjolan lobus lateralis & medialis (papil) dalam lumen uretra
Hati Perluasan ke leher kandung kemih
Kandung Kemih Penuh
Penyempitan uretra
Paru - paru Urin tidak dapat keluar
↑ aktivitas otot detrusor
Sulit untuk berkemih
urgency
Obstruksi uretra
↑ tekanan intra uretra
Hipertrofi kandung kemih Gangguan Pola Berkemih
Distensi Kandung
Menstimulus Saraf nyeri
Nyeri supra Pubis
ANALISA DATA
No
Data
1
DS:
Etiologi Kanker Prostat
Klien
mengeluh
tidak
bisa Perluasan ke leher kandung kemih
BAK sejak 12 jam yang lalu
Pancaran
urin
sedikit,
Pancaran urin berkurang sejak
Gan
suprapubik
leher kandung kemih d.d. klien mengeluh tidak bisa
urgency
Sulit untuk berkemih
DO: Daerah
Gangguan pola berkemih b.d. perluasan ukuran prostat ke
↑ aktivitas otot detrusor
Urin tidak dapat keluar
3 bulan yang lalu.
Kandung Kemih Penuh
dan
menetes.
Masalah
BAK sejak 12 jam lalu, urin sedikit, menetes, suprapubik
uan Pola Berkemih
teraba keras, dan uji colok
(area
dubur (+++)
vesika urinaria) terasa keras dan tegang. 2
Uji colok dubur (+++)
DS:
Kanker Prostat
Klien mengeluh nyeri ketika Obstruksi uretra
akan berkemih
Perluasan Kedaerah Uretra
Klien
merasakan
nyeri
di
daerah suprapubik menjalar ke pinggang
Penyempitan uretra
↑ tekanan intra uretra Hipertrofi kandung kemih
Distensi Kandung Kemih
Terbentuk tonjolan lobus lateralis & medialis (papil) dalam
Menstimulus
Nyeri
pubik
parluasan/metastase
b.d. kanker
d.d klien mengeluh nyeri ketika akan berkemih, nyeri di daerah suprapubik dan menjalar
Nyeri supra Pubis
supra
ke
pinggang,
DO:
berkeringat,
Berkeringat di daerah dahi
TD 160/110 mmHg
T: 37,8 C
RR 25x/menit, HR 98x/menit
o
meningkat.
dan
TTV
RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN Perencanaan
No
Diagnosa Keperawatan
1
Gangguan pola berkemih TUPAN: b.d.
perluasan
Tujuan
Intervensi
Rasional
1. Tetapkan
ukuran Setelah 7x24 jam intervensi,
prostat ke leher kandung pola berkemih klien mengalami
pola
urianarius
pasien
fungsi yang
lazim.
jam
lalu,
urin
untuk
perbandungan
dan penetapan tujuan
kemih d.d. klien mengeluh perbaikan/mendekati normal. tidak bisa BAK sejak 12
1. Merupakan nilai dasar
lebih lanjut.
TUPEN:
sedikit, Setelah 3x24 jam intervensi,
2. Kaji terhadap tanda dan
2. Berkemih
20-30
ml
menetes, suprapubik teraba pola berkemih klien berangsur
gejala retensi urine: jumlah
dengan
teratur
dan
keras, dan uji colok dubur baik dengan criteria:
dan frekuensi urin, distensi
haluaran
kurang
dari
suprapubis,
masukan
(+++)
Berkemih
dengan
jumlah yang cukup tak
tentang
teraba distensi kandung
berkemih,
kemih
ketidaknyamanan.
Menujukkan
dari
dengan
tidak
untuk
menandakan retensi.
dan
50
ml
adanya
3. Lakukan kateterisasi pada pasien untuk menentukan
3. Menetapkan
Mempertahankan
jumlah urin residu
4. Lakukan
tindakan
untuk
jumlah
urine yang tersisa
tetesan/kelebihan cairan.
yang
residu
cairan pasca berkemih kurang
dorongan
keluhan
4. Tujuan tindakan:
masukan dan haluaran yang seimbang
mengatasi retensi: a. Berikan
dorongan
a. Posisi yang normal
mengambil
memberikan kondisi
posisi normal untuk
rileks yang kondusif
berkemih.
untuk berkemih.
untuk
b. Rekomendasi
b. Mengeluarkan
penggunaan
tekanan
maneuver valsava
untuk urin
cenderung mendorong
keluar
dari
kandung kemih. c. Berikan
preparat
kolinergik
yang
diresepkan d. Pantau
c. Menstimulasi kontraksi
kandung
kemih.
efek-efek
medikasi.
d. Jika tidak berhasil, tindakan
lainnya
mungkin diperlukan. 5. Konsultasikan dokter
dengan mengenai
5. Kateterisasi
meredakan retensi urin
kateterisasi intermiten atau
hingga
indwelling,
spesifik
bantu
saat
akan
penyebab ditemukan;
prosedur
sesuai
yang
dibutuhkan.
penyebab tersebut dapat saja
obstruksi
yang
dapat diperbaiki hanya melalui pembedahan. 6. Pantau
fungsi
pertahankan system
kateter; sterilisasi
tertutup;
irigasi
sesuai kebutuhan
6. Fungsi
kateter
yang
adekuat akan menjamin tercapainya tujuan dan untuk
mencegah
infeksi. 7. Siapkan
pasien
pembedahan
untuk
7. Pengangkatan obstruksi
jika
melalui tindakan bedah
diindikasikan 2
Nyeri
supra
pubik
b.d. TUPAN:
mungkin diperlukan.
1. Evaluasi sifat nyeri pasien
perluasan/metastase kanker Setelah 6x24 jam intervensi,
dan
d.d klien mengeluh nyeri nyeri klien hilang
instensitasnya
ketika
menggunakan skala nyeri.
akan
berkemih, TUPEN:
letak
serta dengan
1. Menentukan penyebab,
sifat, dan
intensitas
nyeri
membantu
untuk
nyeri di daerah suprapubik Setelah 3x24 jam intervensi,
memilih
dan menjalar ke pinggang, nyeri klien berkurang dengan
peredaan yang sesuai
berkeringat,
dan memberikan dasar
meningkat.
dan
TTV criteria:
Skala nyeri berkurang
untuk
(maksimal hanya berada
kemudian.
modalitas
perbandingan
pada skala 3 dari 10 skala)
2. Hindari
Tanda-tanda normal; mmHg, 24x/menit,
HR
atau
memperburuk nyeri
120/80
RR
yang
mencetuskan
vital
TD
aktivitas
2. Terbentur
di
tempat
tidur adalah satu contoh tindakan
yang
18-
memperkuat
60-
pasien.
dapat nyeri
100x/menit, Suhu 36o
37,5 C
3. Karena
nyeri
biasanya
berhubungan
dengan
3. Hal
ini
akan
memberikan
sanggaan
metastasis tulang, pastikan
tambahan
bahwa tempat tidur pasien
memberikan
mempunyai papan tempat
kenyamanan.
tidur
Melindungi pasien dari
dan
kasur
yang
kencang.
dan
cedera
lebih
artinya
Juga lindungi pasien dari jatuh dan
melindungi pasien dari
cedera.
nyeri tambahan
4. Berikan sanggahan pada ekstremitas yang sakit. 4. Lebih banyak sanggaan dibarengi mengurangi
dengan gerakan
pada bagian yang sakit 5. Siapkan pasien untuk terapi radiasi bila diresepkan
akan
membentu
mengontrol nyeri 5. Terapi radiasi mungkin
6. Berikan
analgesik
atau
opioid dengan jadwal yang teratur diresepkan.
sesuai
yang
efektif
dalam
mengontrol nyeri. 6. Analgesik persepsi
mengubah nyeri
memberikan nyaman.
dan rasa