Referat
PEMFIGUS VULGARIS
Oleh : Cahyu Nancy Jaro Shafi’i Noreba Regina Putri Riandes Suci Maya Sari Sunarti Venty Rahman Yulia Rahmawati
Pembimbing : Dr.dr. Endang Herliyanti Darmani, Sp.KK
BAGIAN ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS RIAU RUMAH SAKIT UMUM DAERAH ARIFIN ACHMAD PEKANBARU 2017
PEMFIGUS VULGARIS Cahyu Nancy1, Jaro Shafi’i1, Noreba1, Regina Putri Riandes1, Suci Maya Sari1, Sunarti1, Venty Rahman1, Yulia Rahmawati1, Endang Herliyanti Darmani2 1
2
KJF Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Riau/RSUD Arifin Achmad, Pekanbaru
ABSTRACT Pemphigus vulgaris is an autoimmune skin diseases in the form of bulls that arise in a long time, attack the skin and mucous membranes that are histopatologic marked with interepidermal bulls due to the akatolisis process.. Generally concerning ages 4th and 5th decades, with predilection in the mouth then in between the thighs, scalp, face, neck, axilla, and genital. Management of pemphigus vulgaris is divided into 3 phases, namely control phase, consolidation phase, and maintenance phase. Keywords: Pemphigus vulgaris, an autoimmune skin diseases, management ABSTRAK Pemfigus vulgaris ialah kumpulan penyakit kulit autoimun berupa bula yang timbul dalam waktu yang lama, menyerang kulit dan membrana mukosa yang secara histopatologik ditandai dengan bula interepidermal akibat proses akatolisis. Penyakit ini mengenai umur dekade ke-4 dan ke-5, dengan predileksi di mulut kemudian di sela paha, kulit kepala, wajah, leher, aksila, dan genital. Tatalaksana pemfigus vulgaris dibagi dalam 3 fase, yaitu fase kontrol, fase konsolidasi, dan fase rumatan. Kata kunci : Pemphigus vulgaris, penatalaksanaan
1
PENDAHULUAN Pemfigus vulgaris (PV) merupakan bentuk tersering dari jenis pemfigus yaitu sekitar 80% dari semua kasus pemfigus. Penyakit ini tersebar diseluruh dunia dan dapat mengenai semua bangsa dan ras. Angka kejadian Pemfigus vulgaris bervariasi 0,5-3,2 % kasus per 100.000 penduduk.1,2 Penyebab pasti timbulnya penyakit ini belum diketahui, namun kemungkinan yang relevan adalah berkaitan dengan faktor genetik dan lebih sering menyerang pasien yang sudah menderita penyakit autoimun lainnya. Kelainan pada kulit yang ditimbulkan akibat Pemfigus vulgaris dapat bersifat lokal ataupun menyebar, terasa panas, sakit, dan biasanya terjadi pada daerah yang terkena tekanan dan lipatan paha, wajah, ketiak, kulit kepala, badan, dan umbilicus. Terapi pada Pemfigus vulgaris ditujukan untuk mengurangi pembentukan autoantibodi. Penggunaan kortikosteroid dan imunosupresan telah menjadi pilihan terapi, akan tetapi morbiditas dan mortalitas akibat efek samping obat tetap harus diwaspadai.3,4 PEMFIGUS VULGARIS Definisi Pemfigus vulgaris merupakan kelainan autoimun berupa bula dan vesikel di kulit ataupun mukosa, berasal dari lapisan suprabasal epidermis dan disebabkan oleh proses
akantolisis, secara imunopatologi terdapat immunoglobulin yang
menyerang sel keratinosit.1 Epidemiologi Pemfigus vulgaris merupakan jenis pemphigus yang tersering ditemukan yaitu sekitar 80% dari semua kasus pemfigus. Penyakit ini tersebar diseluruh dunia dan dapat mengenai semua bangsa dan ras. Frekuensi kedua jenis kelamin sama, biasanya mengenai umur dekade ke-4 dan ke-5, kadang-kadang dapat dijumpai pada anak-anak. Di India penyakit ini banyak mengenai anak-anak jika dibandingkan di negara barat. Di Negara-negara timur seperti India, Cina, Malaysia, dan Timur Tengah kasus pemfigus yang paling umum adalah pemfigus foliaseus. Ras Yahudi terutama Yahudi Ashkenazi memiliki peningkatan kerentanan terhadap PV. Di Afrika Selatan, pemfigus vulgaris ini lebih sering
2
terjadi pada bangsa India dibanding pada bangsa berkulit hitam dan berkulit putih. Pemfigus vulgaris jarang sekali terjadi pada orang barat. 1,2,5 Etiopatogenesis Semua bentuk pemfigus mempunyai sifat yang sangat khas yakni:5,6 1.
Hilangnya kohesi sel-sel epidermis (akantolisis)
2.
Adanya antibodi IgG terhadap antigen determinan yang ada dipermukaan keratinosit yang sedang berdiferensiasi. Lepuh pada Pemfigus vulgaris akibat terjadinya reaksi autoimun terhadap
antigen Pemfigus vulgaris. Antigen ini merupakan transmembran glikoprotein dengan berat molekul 160 kD untuk PF dan berat molekul 130 kD untuk Pemfigus vulgaris yang terdapat pada permukaan sel-sel keratinosit target antigen pada Pemfigus vulgaris yang hanya dengan lesi oral ialah desmoglein dan kulit ialah desmoglein 1 dan 3. Sedangkan pada PF, target antigen nya ialah desmoglein 1. 5,7 Terjadinya lepuh pada Pemfigus vulgaris dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Terjadinya lepuh pada Pemfigus vulgaris
Desmoglein adalah salah satu komponen desmosom. Komponen yang lain, misalnya desmoplakin, plakoglobin dan desmokolin. Fungsi desmosome ialah meningkatkan kekuatan mekanik epitel gepeng berlapis yang terdapat ada kulit dan mukosa pada penderita dengan penyakit yang aktif mempunyai antibodi subklas IgG dan IgG 4, tetapi yang patogenik ialag IgG 4. Pada pemphigus juga ada factor genetik, umumnya berkaitan dengan HLA-DR4. desmosom pada sel keratinosit dapat dilihat Gambar 2.
3
5-8
Gambaran
Gambar 2. Skematik diagram desmosom
Gejala Klinis Pemfigus vulgaris ditandai dengan adanya bula berdinding tipis, kendur, dan mudah pecah yang timbul pada kulit atau membran mukosa normal maupun di atas dasar eritematous. Cairan bula pada awalnya jernih tetapi kemudian dapat menjadi hemoragik bahkan seropurulen. Bula-bula ini mudah pecah, dan secara cepat akan ruptur sehingga terbentuk erosi. Erosi ini sering berukuran besar dan dapat menjadi generalisata. Kemudian erosi akan tertutup krusta yang hanya sedikit atau bahkan tidak memiliki kecenderungan untuk sembuh. Penyembuhan lesi berupa hiperpigmentasi tanpa terbentuknya jaringan parut.4,9 Pemfigus vulgaris biasanya timbul pertama kali di mulut kemudian di sela paha, kulit kepala, wajah, leher, aksila, dan genital. Pada awalnya hanya dijumpai sedikit bula, tetapi kemudian akan meluas dalam beberapa minggu, atau dapat juga terbatas pada satu atau beberapa lokasi selama beberapa bulan.9 Tanda Nikolsky positif karena hilangnya kohesi antar sel di epidermis sehingga lapisan atas dapat dengan mudah digeser ke lateral dengan tekanan ringan. Kulit tanpa lapisan mukosa sangat jarang ditemukan pada Pemfigus vulgaris. Pada suatu penelitian hanya 11% dari kasus Pemfigus vulgaris.7,9
4
Lesi di mulut muncul pertama kali dalam 60% kasus. Bula akan dengan mudah pecah dan mengakibatkan erosi mukosa yang terasa nyeri. Lesi ini akan meluas ke bibir dan membentuk krusta. Keterlibatan tenggorokan akan mengakibatkan timbulnya suara serak dan kesulitan menelan. Esofagus dapat terlibat dan telah dilaporkan suatu esophagitis dissecans superficialis sebagai akibatnya. Konjungtiva, mukosa nasal, vagina, penis, dan anus dapat juga terlibat.9
Gambar 3. Pemfigus vulgaris. A. Bula kendur B. Lesi oral. 7
Gambar 4. Pemfigus vulgaris. Erosi luas akibat lepuh pada kulit.7
5
Diagnosis Anamnesis dan pemeriksaan fisik yang lengkap diperlukan untuk mendiagnosis Pemfigus vulgaris. Kulit lepuh dapat dijumpai, namun perlu dilakukan pemeriksaan manual dermatologi untuk membuktikan adanya Nikolsky’s sign yang menunjukkan terjadinya lisis epidermis (epidermolisis) pada Pemfigus vulgaris. Tanda ini didapatkan dengan menekan dan menggeser kulit diantara dua bula atau menekan atap bula. Tanda ini patognomonik karena hanya ditemukan pada pemfigus dan nekrolisis epiderma toksik.9,10 1.
Biopsi Kulit dan Patologi Anatomi Pada pemeriksaan ini, diambil sampel kecil dari kulit yang berlepuh dan diperiksa di bawah mikroskop. Pasien yang akan dibiopsi sebaiknya pada pinggir lesi yang masih baru dan dekat dari kulit yang normal. Gambaran histopatologi utama adalah adanya akantolisis yaitu pemisahan keratinosit satu dengan yang lain.7,9,11
Gambar 5. Gambaran hitopatologi pemfigus. (A). Pemfigus vulgaris (B). Pemfigus foliaseus (C). Pemfigus paraneoplastik.
6
2.
Imunofluoresensi Imunofluoresensi langsung (Direct Immunofluorescence) Imunofluoresensi langsung dilakukan dengan cara mengambil sampel dari biopsi, kemudian diwarnai dengan cairan fluoresens. Imunofluoresensi langsung menunjukan deposit antibodi dan imunoreaktan lainnya secara in vivo. Imunofluoresensi langsung menunjukkan IgG yang menempel pada permukaan keratinosit yang di dalam maupun sekitar lesi.3,7 Imunofluoresensi tidak langsung Pemeriksaan ini ditegakkan jika pemeriksaan imunofluoresensi langsung dinyatakan positif. Pemeriksaan ini dideteksi melalui serum pasien. Pasien dinyatakan menderita pemfigus vulgaris jika serum mengandung autoantibodi IgG yang menempel di epidermis.7
Gambar 6. Imunofluoresensi pada pemfigus. (A). Imunofluoresensi langsung. (B). Imunofluoresensi tidak langsung. DIAGNOSA BANDING Diagnosis banding pada pemfigus vulgaris ialah pemfigoid bulosa dan dermatitis herpetiformis. Tabel 1 menerangkan perbedaan pemfigus vulgaris, pemfigoid bulosa dan dermatitis herpetiformis.
7
Tabel 1. Perbedaan pemfigus vulgaris, pemfigoid bulosa dan dermatitis herpetiformis.
Ruam kulit pada pemfigoid bulosa dan dermatitis herpetiformis dapat dilihat pada ambar
Gambar 7. Pemfigoid bulosa pada dada7
8
Gambar 8. Imunofluoresensi pada pemfigoid7
Gambar 9. Dermatitis herpatiformis7
Gambar 10. Imunofloresensi pada dermatitis herpetiformis menunjukkan deposit IgA secara granular
9
Gambar 11. Biopsi lesi pada dermatitis herpetiformis menunjukkan Penumpukan neutrofil dan eosinofil dan vesikulasi sub-epidermal
Komplikasi Komplikasi yang terjadi pada pemfigus vulgaris adalah sepsis, gangguan keseimbangan elektrolit dan kaheksia. Selain itu komplikasi juga dapat terjadi akibat pengobatan kortikosteroid yang diberikan, yaitu:5 1.
Infeksi sekunder , baik sistemik atau lokal pada kulit, dapat terjadi karena penggunaan imunosupresan dan adanya erosi. Penyembuhan luka pada infeksi kutaneous tertunda dan meningkatkan risiko timbulnya jaringan parut.
2.
Terapi imunosupresan jangka panjang dapat mengakibatkan infeksi dan malignansi yang
sekunder (misalnya, sarkoma kaposi), karena sistem
imunitas yang terganggu. 3.
Penekanan pada sumsum tulang telah dilaporkan pada pasien yang menerima imunosupresan. Peningkatan insiden leukemia dan limfoma dilaporkan
pada
pasien
yang
menerima
imunosupresi
yang
berkepanjangan. 4.
Gangguan respon kekebalan yang disebabkan oleh kortikosteroid dan obat imunosupresif lainnya dapat menyebabkan penyebaran infeksi yang cepat. Kortikosteroid menekan tanda-tanda klinis infeksi dan memungkinkan penyakit seperti septikemia atau TB untuk mencapai stadium lanjut sebelum diagnosis.
5.
Osteoporosis dapat terjadi setelah penggunaan kortikosteroid sistemik.
6.
Insufisiensi adrenal telah dilaporkan setelah penggunaan jangka panjang glukokortikoid.
10
PENATALAKSANAAN Medikamentosa Tatalaksana harus dilakukan segera setelah didiagnosis meskipun lesi hanya sedikit, karena lesi akan cepat meluas dan jika tidak ditatalaksana dengan baik prognosisnya buruk. Tatalaksana pemfigus vulgaris dibagi dalam 3 fase, yaitu fase kontrol, fase konsolidasi, dan fase rumatan. 13,14,15
1. Fase kontrol adalah fase penyakit dapat dikontrol, terbukti dari tidak terbentuknya lesi baru dan penyembuhan lesi yang sudah ada. Direkomendasikan kortikosteroid dosis tinggi, umumnya prednison 100-150 mg/hari secara sistemik, alternatif adalah deksametason 100 mg/hari. Dosis harus di taper off segera setelah lesi terkontrol. Selama terapi kortikosteroid dosis tinggi harus dipantau risiko diabetes, infeksi, hipertensi, gangguan jantung dan paru. Obat-obat
imunosupresi,
seperti
azathioprin,
mikofenolat
mofetil,
methrotrexat, dan siklosfosfamid, dikombinasi dengan kortikosteroid dosis rendah dapat mengurangi efek samping kortikosteroid. Azatrioprin merupakan terapi adjuvan yang sering digunakan karena relatif murah dan aman dikombinasikan dengan kortikosteroid dosis tinggi. Dosis azatriopin 2,5 mg/kgBB/ hari. Prednison dengan azatriopin lebih efektif daripada prednison saja, azatriopin tanpa prednison baru memberikan efek positif 3-5 minggu kemudian. Mikofenolat mofetil 2 gram/hari dapat memberikan efek positif, tetapi jarang digunakan karena efek toksiknya. siklofosfamid 1-3 mg/kgBB/ hari efektif jika dikombinasikan dengan kortikosteroid. Plasmaferesis dapat dikombinasi dengan obat-obat imunosupresi, dilakukan tiga kali seminggu dengan mengganti 2 L plasma setiap plasmaferesis. Plasmaferesis tanpa kombinasi obat imunosupresi dapat menyebabkan rebound pembentukan antibodi. Plasmaferesis memiliki resiko infeksi, saat ini banyak digantigan dengan Intra Venous Immunoglobuline (IVIG). Jao, et al, dikutif dari Bystryn, et al menyatakan serum antibodi berkurang lebih dari setengah pada 1-2 minggu pertama pemakaian IVIG. Intra Venous Immunoglobuline
(IVIG)
bekerja
meningkatkan
11
katabolisme
molekul
immunoglobulin, sehingga dapat mengurangi antibodi. Dosis IVIG 2gram/kgbb selama 3-5 hari. 2. Fase konsolidasi Merupakan fase terapi untuk mengontrol penyakit hingga sebagian besar (sekitar 80%) lesi kulit sembuh, fase ini dimulai saat berlangsung penyembuhan kulit hingga sebagian besar lesi kulit telah sembuh. Lama fase ini hanya beberapa minggu, jika penyembuhan lambat dosis terapi kortikosteroid ataupun terapi adjuvan imunosupsresan perlu ditingkatkan. 3. Fase rumatan Fase pengobatan dengan dosis terendah yang dapat mencegah munculnya lesi kulit baru, fase ini dimulai saat sebagian besar lesi telah sembuh dan tidak tampak lagi lesi baru. Pada fase ini dosis kortikosteroid diturunkan bertahap, sekitar seperempat dosis setiap satu hingga dua minggu. Penurunan yang terlalu cepat berisiko memunculkan lesi kulit baru, penurunan yang terlalu lambat meningkatkan risiko efek samping kortikosteroid. Jika pada fase ini muncul lesi baru minimal dapat diberi kortikosteroid topikal. Jika lesi jumlahnya banyak, dosis kortikosteroid ditingkatkan 25-50%. Pada fase ini obat- obat imunosupresi perlu dibatasi karena mempunyai efek samping infertilitas dan meningkatkan risiko kanker. Obat topikal seperti sulfadiazine perak 1% dapat mencegah infeksi sekunder. Lesi mukosa dapat diberi obat kumur diphenhydramine hydrochloride. Kortikosteroid topikal dapat memberikan efek positif pada lesi minimal. Pasien harus tetap mandi setiap hari untuk mengurangi risiko infeksi sekunder, mengurangi penebalan krusta dan mengurangi bau badan. Non Medikamentosa Terapi pemphigus vulgaris diberikan dengan dosis optimal. Namun, pasien masih merasakan gejala-gejala ringan dari penyakit ini, maka perawatan luka yang baik adalah sangat penting karena ia dapat memicu penyembuhan bula dan erosi. Pasien disarankan mengurangi aktivitas agar resiko cedera pada kulit dan lapisan mukosa pada fase aktif penyakit ini dapat berkurang. Aktivitas yang dikurangi adalah olahraga dan makan atau minum yang dapat mengiritasi rongga mulut.4
12
Prognosis Tingkat
kesembuhan
dari
pemfigus
bervariasi,
sebelum
adanya
pengobatan steroid, rata-rata pasien dengan pemfigus vulgaris meninggal dunia. Pengobatan dengan steroid sistemik telah mengurangi angka kematian scara signifikan. Pemfigus vulgaris yang tidak di obati sering berakibat fatal karena rentan terhadap gangguan infeksi dan cairan dan elektrolit. Sebagian besar kematian terjadi selama beberapa tahun pertama penyakit, dan jika pasien bertahan 5 tahun, prognosisnya baik. Pemfigus vulgaris yang di deteksi lebih dini lebih mudah dikendalikan daripada penyakit yang meluas, dan tingkat kematian mungkin lebih tinggi jika terapi terlambat. Morbiditas dan mortalitas terkait dengan tingkat penyakit, dosis prednisolon maksimum yang diperlukan untuk menginduksi remisi, dan adanya penyakit lainnya. Prognosis lebih buruk pada pasien yang lebih tua dan pada pasien dengan penyakit lainnya. Prognosis biasanya lebih baik di masa kanak-kanak daripada di masa dewasa. Kesimpulan Pemfigus vulgaris merupakan kasus yang jarang ditemukan, parah dan berpotensial mengancam kehidupan. secra umum, insiden Pemfigus vulgaris berkisar antara 0,76-5 kaus baru per 1 juta penduduk per tahun. Pemfigus vulgaris dapat terjadi pada semua usia, tetapi paling sering menyerang usia pertengahan. Pemfigus vulgaris dapat ditemukan di seluruh dunia, namun insiden lebih tinggi di kalangan yahudi. Gambaran klinis ditandai oleh adanya lepuh pada kulit maupun mukosa yang bersifat kronis. Pengobatan pada pemfigus ditujukan untuk mengurangi
pembentukan
autoantibodi.
penggunaan
kortikosteroid
dan
imunosupresan telah menjadi pilihan terapi, akan tetapi morbiditas dan mortalitas akibat efek samping obat tetap harus diwaspadai. Bila diagnosis dapat ditegakkan secara dini dengan pengetahuan yang cukup mengenai Pemfigus vulgaris, maka dapat dilakukan terapi dengan cepat sehingga prognosis penyakit ini akan lebih baik.
13
DAFTAR PUSTAKA 1.
Siregar RS. Penyakit kulit berlepuh. Dalam: Siregar RS, Hartanto H. Penyunting. Atlas berwarna saripati penyakit kulit. Edisi ke-2. Jakarta: EGC; 2004.h.186-201.
2.
Stanley JR. Paynee AS. Pemphigus. Dalam: Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Lffell Dj. Penyunting. Fitzpatrick’s dermatology in general medicine. Edisi ke- 8. Volume 1. New York: Mc Graw Hill Companies; 2008.h.586–99.
3.
Zeina B, Sakka N; Pemphigus vulgaris. [Internet]. 2010. [Diakses tanggal 10 Juli 2017]. Tersedia di: www.emedicine.medscape.com.
4.
Amagai M. Pemphigus. Dalam: Bolognia JL, Jorizzo JL, Rapini RP. Penyunting. Dermatology. Volume ke -1. Spain: Elsevier; 2003.h.449-61.
5.
Wiryadi E.B. Dermatosis vesikobulosa Kronik. Dalam: Menaldi.S.L, Bramono K, Indriatmi W. Penyunting, Ilmu penyakit kulit dan kelamin. Edisi ke-7. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2016.h.234-47.
6.
Hertl M. Pemphigus. Dalam : Hertl M. Penyunting. Autoimmune disease of the skin: pathogenesis, diagnosis, management. Edisi ke -3. Austria: Springer-Verlag Wien; 2005.h.60-79.
7.
Stanley JR. Paynee AS. Pemphigus. Dalam: Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Lffell Dj. Penyunting. Fitzpatrick’s dermatology in general medicine. Edisi ke- 8. Volume 1. New York: Mc Graw Hill Companies; 2008.h.586–99.
8.
Hall JC. Bullous Dermatoses. Dalam : Hall JC. Penyunting. Sauer's Manual of Skin Diseases. Edisi ke- 8. Lippincott Williams & Wilkins. 2000.h.232-36.
9.
James WD, Berger TG, Elston DM. Chronic Blistering Dermatoses. Dalam : James WD, Berger TG, Elston DM . Penyunting. Andrews Disease of the Skin Clinical Symptoms. Edisi ke- 12. San Francisco: Philadelphia. Saunders Elsevier;2006.h.451-65.
10.
Brown, Robin Graham, Tony Burns. Kelainan Bulosa. Dalam : Brown, Robin Graham, Tony Burns. Penyunting. Dermatologi Lectures Notes. Edisi Ke -8. Jakarta: Erlangga Medical Series;2002.h.144-46. 14
11.
Beers, Mark H.MD. Dalam : Beers, Mark H.MD, Jones TV, Porter RS. Penyunting. The Merck Manual of diagnosis and therapy. Edisi ke -8. Merck Research Laboratories. 2006.h.950-52.
12.
Habif TP. Dalam : Thomas P, Habif TP. Penyunting. Clinical dermatology: a color guide to diagnosis and therapy. Edisi ke -6. Mosby.2003.h.547-86.
13.
Stanley JR, Amagai M. Pemphigus, bullous impetigo, and the staphylococcal scalded-skin syndrome. N Engl J Med. 2006;355(17):180010.
14.
Wojnarwoska F, Venning V, Burge S. Bullous eruption. Dalam : Champion RH, Burton JL, Burns DA, Breathnach SM. Penyunting. Rook’s textbook of dermatology. Edisi ke -6. Blackwell Publishing;2004.h.181766,
15.
William V. Pemfigus vulgaris: Diagnosis dan tatalaksana. [Internet]. 2016. [Diakses tanggal 15 Juli 2017]. Tersedia di: http://www.kalbemed.com/Portals/6/09_247Pemfigus%20VulgarisDiagnosis%20dan%20Tatalaksana.pdf.
15
Lampiran Laporan Kasus Bangsal STATUS PASIEN BAGIAN ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS RIAU PEKANBARU NAMA PASIEN
: Ny. R
PENDIDIKAN
: SD
UMUR/TGL LAHIR : 48 tahun/1-1-1969
AGAMA
: Islam
JENIS KELAMIN
: Perempuan
SUKU
: Melayu
PEKERJAAN
: IRT
NO RM RSAA : 960148
ALAMAT
: Jln. Kampung Baru,
TANGGAL MRS : 13-07-17
Bangko, Rohil STATUS
: Menikah
ANAMNESIS ( ALLO/ AUTO )
: Alloanamnesis
KELUHAN UTAMA : Kulit yang melepuh-lepuh di badan dan punggung sejak 1 bulan yang lalu. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG : Sejak 1 bulan yang lalu, pasien mengeluhkan kulit yang melepuh-lepuh di badan dan punggung. Awalnya muncul bintil-bintil berisi air yang gatal pada tangan dan dada. Kemudian bintil-bintil berisi air dirasakan semakin banyak dan besar. Selain itu, pasien juga mengeluhkan muncul gelembung-gelembung yang berisi air di badan, punggung, kepala dan kaki. Pasien dibawa ke Rumah Sakit dan dirawat selama 4 hari. Keluhan gelembung-gelembung berisi air di tubuh pasien berkurang. Beberapa hari dirumah, pasien mengeluhkan gelembung-gelembung yang ada ditubuh pecah dan kulitnya melepuh. Kulit yang melepuh mengenai hampir seluruh tubuh, menyebar, dan lepuh yang berukuran besar lebih banyak daripada yang berukuran kecil. Sebagian kecil lepuh yang sudah pecah,
16
menimbulkan lecet pada kulit, tidak nyeri dan terdapat keropeng. Pasien dibawa ke Rumah Sakit dan dirawat selama 4 hari. Setelah itu, pasien dirujuk ke RSUD Arifin Achmad karena dokter spesialis kulit dan kelamin di Rumah Sakit tersebut tidak ada. RIWAYAT PENYAKIT DAHULU : Pasien belum pernah mengeluhkan keluhan seperti ini sebelumnya RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA : Tidak ada anggota keluarga dengan keluhan yang sama. STATUS GENERALIS Keadaan Umum
: Tampak sakit sedang
Kesadaran
: Komposmentis
Keadaan gizi
: Overweight (IMT 25,71 kg/m2)
Pemeriksaan Thorak
: Tidak ada kelainan
Pemeriksaan Abdomen
: Tidak ada kelaina
STATUS DERMATOLOGIS ( Lokasi- Efloresensi-Penyebaran ) Lokasi: Regio scalp Efloresensi: Erosi, pus, krusta Penyebaran: Regional Lokasi: Regio facialis, colli, thorakal anterior dan posterior, abdomen anterior dan posterior Efloresensi: Erosi, krusta Penyebaran: Generalisata Lokasi: Inguinal Efloresensi: Erosi, krusta, ekskoriasi Penyebaran: Regional 17
Lokasi: Ekstremitas Efloresensi: Plak hiperpigmentasi, erosi, krusta Penyebaran: Regional
18
PEMERIKSAAN SARAF TEPI
: Tidak dilakukan
TES SENSIBILITAS KULIT
: Tidak dilakukan
( Raba- Nyeri – Suhu ) TES LAIN
: Tidak dilakukan
KELAINAN SELAPUT / MUKOSA
: Tidak ada kelainan
KELAINAN KUKU
: Tidak ada kelainan
KELAINAN RAMBUT
: Tidak ada kelainan
KELAINAN KELENJER LYMFE
: Tidak ada pembesaran KGB
( REGIONAL ) PEMERIKSAAN LABORATORIUM : DARAH: - Rutin : Hb 15,3 mg/dl Leuko 14.090/ul Eri 4910000 /ul LED Dif, eosinofil 4%, basofil 0,1 % - Khusus : tidak dilakukan URINE : - Rutin : tidak dilakukan - Khusus : tidak dilakukan FAECES : - Rutin : tidak dilakukan
19
- Khusus : tidak dilakukan
PEMERIKSAAN MIKROBIOLOGI : Pemeriksaan Sediaan Basah/Langsung : tidak dilakukan Pewarnaan dengan KOH 10% : tidak dilakukan Pewarnaan GRAM : tidak dilakukan Pewarnaan GIEMSA : tidak dilakukan Pewarnaan Ziehl Neelsen : tidak dilakukan
PEMERIKSAAN SEROLOGIK : Tes Serologi VDRL : - Kualitatif : tidak dilakukan - Kuantitatif : tidak dilakukan Tes Serologi TPHA : - Kualitatif : tidak dilakukan - Kuantitatif : tidak dilakukan Tes Serologi Lain
: tidak dilakukan
PEMERIKSAAN HISTOPATOLOGI : tidak dilakukan PEMERIKSAAN LAIN : tidak dilakukan PEMERIKSAAN ANJURAN : -
Pemeriksaan Imunofluoresensi tidak langsung
-
Pemeriksaan histopatologis
20
RESUME
: Pasien perempuan usia 49 tahun, datang ke IGD RSUD AA dengan
keluhan utama lepuh-lepuh di badan. Sejak 1 bulan yang lalu, pasien mengeluhkan kulit yang melepuh-lepuh di badan dan punggung. Awalnya muncul bintil-bintil berisi air yang gatal pada tangan dan dada. Kemudian bintil-bintil berisi air dirasakan semakin banyak dan besar. Selain itu, pasien juga mengeluhkan muncul gelembung-gelembung yang berisi air di badan, punggung, kepala dan kaki. Pasien dibawa ke Rumah Sakit dan dirawat selama 4 hari. Keluhan gelembung-gelembung berisi air di tubuh pasien berkurang. Beberapa hari dirumah, pasien mengeluhkan gelembung-gelembung yang ada ditubuh pecah dan kulitnya melepuh. Kulit yang melepuh mengenai hampir seluruh tubuh, menyebar, dan lepuh yang berukuran besar lebih banyak daripada yang berukuran kecil. Sebagian kecil lepuh yang sudah pecah, menimbulkan lecet pada kulit, tidak nyeri dan terdapat keropeng. Pasien dibawa ke Rumah Sakit dan dirawat selama 4 hari. Setelah itu, pasien dirujuk ke RSUD Arifin Achmad karena dokter spesialis kulit dan kelamin di Rumah Sakit tersebut tidak ada. Dari pemeriksaan dermatologis diketahui : Erosi (+), pus (+), krusta (+), eksoriasi (+) DIAGNOSIS BANDING : - Pemfigus vulgaris - Pemfigus foliaseus - Toksik Epidermal Nekrolisis DIAGNOSIS : Pemfigus vulgaris TERAPI
UMUM : - Istirahat/tirah baring - Rawat inap - Tidak menggaruk-garuk lepuh KHUSUS : - SISTEMIK IVFD RL 20 tpm Inj. Ranitidin 2x1 Inj. Ceftriaxone 2x1 Inj. Dexametason 3x5 mg/hari
21
Inj. Levofloxine 1x500 mg -
LOKAL : Kompres NaCL 0,9 % seluruh tubuh kecuali kepala Kompres PK 1:10.000/8 jam pada kepala
TINDAKAN : -
PROGNOSIS
:
QUO AD SANAM : Bonam QUO AD VITAM : Bonam QUO AD KOSMETIKUM : Dubia
22