BAB I PENDAHULUAN Depresi merupakan gangguan mental yang sering terjadi di tengah masyarakat. Berawal dari stres yang tidak diatasi, maka seseorang bisa jatuh ke fase depresi. Penyakit ini kerap diabaikan karena dianggap bisa hilang sendiri tanpa pengobatan. Padahal, depresi yang tidak diterapi dengan baik bisa berakhir dengan bunuh diri.1 Depresi tersebar luas, tetapi jumlah dan rata-rata dari gejala fisik dan kognitif berhubungan dengan gangguan depresi mayor atau major depressive disorder (MDD) yang berarti banyak orang tidak menunjukkan gejala emosional. Satu dari tujuh orang akan menderita gangguan psikososial dari MDD, beberapa tidak terdiagnosis kecuali dengan kunjungan ke dokter yang berulang. Dan, tidak hanya dokter keluarga, psikiatri, dan klinisi kesehatan mental juga harus dapat mendiagnosis depresi. Tingginya prevalensi dari MDD dengan penyakit medis lainnya menunjukkan bahwa professional kesehatan dan dokter, ataupun internis atau onkologis atau ahli bedah atau kardiologis atau neurologis atau spesialis lainnya, juga harus mengenali dan memberikan tatalaksana depresi klinis pada pasien.1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1
I.
DEFINISI Depresi merupakan salah satu gangguan mood (mood disorder). Depresi sendiri adalah gangguan unipolar, yaitu gangguan yang mengacu pada satu kutub (arah) atau tunggal, yang terdapat perubahan pada kondisi emosional, perubahan dalam motivasi, perubahan dalam fungsi dan perilaku motorik, dan perubahan kognitif. Terdapat gangguan penyesuaian diri (gangguan dalam perkembangan emosi jangka pendek atau masalah-masalah perilaku, dimana dalam kasus ini, perasaan sedih yang mendalam dan perasaan kehilangan harapan atau merasa sia-sia, sebagai reaksi terhadap stressor) dengan kondisi mood yang menurun. 2,3 Depresi merupakan gangguan mental yang serius yang ditandai dengan perasaan sedih dan cemas. Gangguan ini biasanya menghilang dalam beberapa hari tetapi dapat juga berkelanjutan yang dapat memengaruhi aktivitas sehari-hari. (National Institute of Mental Health, 2010) Menurut WHO, depresi merupakan gangguan mental yang ditandai dengan munculnya gejala penurunan mood, kehilangan minat terhadap sesuatu, perasaan bersalah, gangguan tidur atau nafsu makan, kehilangan energi, dan penurunan konsentrasi. (WHO, 2010) Depresi Mayor merupakan gangguan yang lebih berat, membutuhkan lima atau lebih simptom-simptom selama dua minggu, salah satunya harus ada gangguan mood, atau ketidaksenangan pada anak-anak. Sedangkan episode depresi berat menurut kriteria DSM-IVTR, adalah suasana perasaan ekstrem yang berlangsung paling tidak dua minggu dan meliputi gejala-gejala kognitif (seperti perasaan tidak berharga dan tidak pasti) dan fungsi fisik yang terganggu (seperti perubahan pola tidur, perubahan nafsu makan dan berat badan yang signifikan, atau kehilangan banyak energi) sampai titik dimana aktivitas atau gerakan yang paling ringan sekalipun membutuhkan usaha yang luar biasa besar.2,4,5
II.
EPIDEMIOLOGI Berdasarkan jenis kelamin, prevalensi dari Major Depressive Disorder (MDD) adalah 1,6-
3,1 kali lebih sering terjadi pada wanita dibandingkan dengan pria dengan insiden yang besar di Amerika dan Eropa Barat. Episode depresi meningkat karena perbedaan hormonal pada saat haid dan menopause, stress psikososial, dan kelahiran anak.1,5
2
Berdasarkan usia, populasi dunia 18-64 tahun, onset depresi antara 24-35 tahun dengan rata-rata usia 27 tahun. Terdapat beberapa perkembangan yang menyatakan bahwa usia yang lebih muda onset depresi meningkat. Sebagai contoh, 40% individu dengan depresi memiliki episode depresi pertama kali pada usia 20 tahun, 50 % episode pertama antara usia 20 sampai 50 tahun, dan 10% setelah usia 50 tahun.1,5 III.
KLASIFIKASI Depresi mayor termasuk di dalam Gangguan Mood yang menurut ICD 10 dalam
bagian F30-F39, yakni: F32 Episode depresif o F32.0 Episode depresif ringan Tanpa gejala somatik Dengan gejala somatik o F32.1 Episode depresif sedang Tanpa gejala somatik Dengan gejala somatik o F32.2 Episode depresif berat tanpa gejala psikotik o F32.3 Episode depresif berat dengan gejala psikotik o F32.8 Episode depresif lainnya o F32.9 Episode depresif YTT F33 Gangguan depresif berulang o F33.0 Gangguan depresif berulang, episode kini ringan F33.00 Tanpa gejala somatik F33.01 Dengan gejala somatik o F33.1 Gangguan depresif berulang, episode kini sedang F33.10 Tanpa gejala somatik F33.11 Dengan gejala somatik o F33.2 Gangguan depresif berulang, episode kini berat tanpa gejala psikotik o F33.3 Gangguan depresif berulang, episode kini berat dengan gejala psikotik o F33.4 Ganguan depresif berulang ,sekarang dalam remisi o F33.8 Gangguan depresif berulang lainnya o F33.9 Gangguan depresif berulang YTT F34 Gangguan suasana perasaan (mood [afektif]) menetap o F34.0 Siklotimia o F34.1 Distimia o F34.8 Gangguan suasana perasaan (mood [afektif]) menetap lainnya o F34.9 Gangguan suasana perasaan (mood [afektif]) menetap YTT F38 Gangguan suasana perasaan (mood [afektif]) lainnya o F38.0 Gangguan suasana perasaan (mood [afektif]) tunggal lainnya F38.00 Episode afektif campuran 3
o F38.1 Gangguan suasana perasaan (mood [afektif]) berulang lainnya F38.10 Gangguan depresif singkat berulang o F38.8 Gangguan suasana perasaan (mood [afektif]) tunggal lainnya YDT o F38.9 Gangguan suasana perasaan (mood[afektif]) YTT IV.
PATOFISIOLOGI Patofisiologi MDD belum diketahui secara pasti, tetapi etiologi selalu dihubungkan oleh
banyak faktor sebagai diagnosis MDD dengan melihat beberapa sindrom yang ada dengan gejala yang berhubungan. Faktor biologis, psikologis, dan sosial berkaitan dengan MDD, tetapi penemuan terbaru menyatakan genetik, gambaran neurologis, dan biologi molekuler sudah menjelaskan beberapa hubungan dengan tekanan yang besar ini, terutama pada modulasi dari kehidupan pada proses genetik dan neurobiologi.1,2,5 Genetik Penemuan keluarga, kembar, dan adopsi Studi keluarga menunjukkan risiko relatif bahwa setidaknya dua atau tiga kali lebih besar untuk MDD dalam keluarga garis pertama dengan MDD, dengan onset umur dan depresi berulang memberikan resiko yang lebih besar. Studi adopsi, kebanyakan dari mereka di Skandinavia, menemukan bahwa depresi jauh lebih mungkin dengan adanya kekerabatan biologis dibandingkan dengan orang tua asuh untuk menderita depresi. Studi anak kembar yang membandingkan kembar monozigot dan dizigot, memperlihatkan pada pembedahan genetik dari pengaruh lingkungan terhadap risiko penyakit. Perkiraan dari studi anak kembar kapasitas depresi diturunkan secara genetik antara 33 – 70 %, tanpa memandang jenis kelamin. hasil yang konsisten dari berbagai penelitian menunjukkan dasar genetik untuk MDD.1 Neurobiologi o Monoamin Hipotesis monoamina telah menjadi dasar teori neurobiologis depresi selama 50 tahun terakhir. Berdasarkan pengamatan dari mekanisme kerja antidepresan, hipotesis ini menyatakan bahwa depresi merupkan hasil dari defisit serotonin (5HT) di otak atau neurotransmisi norepinefrin pada sinaps. Antidepresan bertindak dengan menghalangi transpor serotonin (SERT), yang meningkatkan ketersediaan neurotransmiter ke dalam celah sinaps. Namun, teori ini tidak sesuai dengan penundaan onset efek terapi antidepresan karena kenaikan neurotransmiter sinapsi terjadi segera penghambatan pengambilan kembali. Studi tryptophan deplesi dan 4
katekolamin juga belum menghasilkan bukti untuk defisit sederhana di tingkat neurotransmitter atau fungsi pada MDD.1,2,5 o Axis hipotalamus-hipofisis-adrenal Perubahan dalam sumbu hipothalamic-hipofisis-adrenal telah lama diakui dikaitkan dengan MDD. Efek stes biologis dimediasi oleh sekresi faktor pelepasan kortikotropin/hormon (CRF/CRH) meningkatkan sekresi hormon adrenocortitrophic (ACTH) dan melepaskan glukokortikoid. Glukokortikoid mengubah sensitivitas reseptor noradrenergik melalui peraturan adrenoceptors beta dengan adenilat siklase di otak. Hasil stres kronis pada hipersensitivitas sumbu
hipotalamus
hipofisis
adrenal
dan
MDD
dikaitkan
dengan
immunoreactivity CRF meningkat dan ekspresi gen dari CRF dalam nukleus hipotalamus paraventrikular, dan turun-regulasi reseptor CRF-R1 di korteks frontal. Sekresi glukokortikoid lama menyebabkan efek neurotoksik, terutama pada neurogenesis di hippocampus.1 o Tidur Keluhan tidur (insomnia, hipersomnia) telah lama dianggap sebagai fitur utama dari depresi klinis sehingga tidak mengherankan bahwa studi biologi telah difokuskan pada disregulasi tidur pada MDD. Polysomnography digunakan untuk mendeteksi gangguan tidur di MDD, dan memperlihatkan beberapa dari tandatanda biologis yang paling kuat di depresi. Masih ada kontroversi tentang apakah depresi menyebabkan perubahan dalam tidur adalah penanda karakteristik, mendahului onset depresi, dan memprediksi relaps pada pasien yang dilaporkan, sehingga menunjukkan peran patogenetik untuk gangguan tidur pada MDD.1,5
Kotak 1. Abnormalitas Tidur Polisomnografi pada gangguan depresi mayor 1 Onset awal REM (Rapid Eye Movement)
Peningkatan tidur REM
Peningkatan lamanya REM
Penurunan tidur gelombang lambat/slow wave sleep (SWS)
Perubahan SWS yang terjadi pada awal saat malam
Gangguan pada slow wave activity (SWA)
5
Psikososial o Peristiwa kehidupan dan stress lingkungan Satu pengamatan yang telah lama direplikasi adalah bahwa peristiwa kehidupan yang menyebabkan stress lebih sering mendahului epiode pertama gangguan mood daripada episode selanjutnya. Satu teori yang diajukan adalah bahwa stress yang menyertai episode pertama menyebabkan perubahan biologi otak yang bertahan lama. Perubahan tersebut menyebabkan perubahan keadaan fungsional berbagai neurotransmitter dan sistme pemberi signal intraneuronal. Hasil akhir dari perubahan tersebut menyebabkan seseorang berada pada risiko yang lebih tinggi untuk menderita episode gangguan mood selanjutnya, bahkan tanpa adanya stressor eksternal. Data yang paling mendukung menyatakan bahwa peristiwa kehidupan yang paling berhubungan dengan perkembangan depresi selanjutnya adalah kehilangan orangtua sebelum usia 11 tahun. Stressor lingkungan yang paling berhubungan dengan onset suatu episode depresi adalah kehilangan pasangan. o Faktor kepribadian premorbid. Tidak ada sifat atau tipe kepribadian tunggal yang secara langsung mempredisposisikan seseorang kepada depresi. Semua manusia, apapun pola kepribadiannya dapat dan memang mengalami depresi dalam keadaan tertentu, tetapi tipe kepribadian seperti obsesif kompulsif dan histeris, mungkin berada dalam risiko yang lebih besar untuk mengalami depresi daripada tipe kepribadian antisosial, paranoid, dan lainnya yang menggunakan proyeksi dan mekanisme pertahanan ekternal lainnya. o Learned helplessness Menurut teori ketidakberdayaan yang dipelajari, depresi dapat membaik jika klinisi menanamkan pada pasien depresi suatu rasa pengendalian dan penguasaan lingkungan. Klinisi menggunakan teknik perilaku berupa dorongan yang menyenangkan dan positif dalam usaha tersebut. o Kognitif Pasien depresi memperlihatkan gangguan pada fungsi kognitif dan daya ingat, terutama pada perhatian-perhatian tertentu dan daya ingat yang tersamar. Sebagai tambahan, ada beberapa defisit ingatan dalam jangka panjang dan pengambilan daya ingat yang diucapkan, dan fungsi kognitif khusus seperti pemilihan strategi 6
dan pemantauan performa. Hipokampus adalah yang terpenting dalam proses daya ingat, sebagai jalur neuron dalam memproses informasi dan membenntuk emosi dan menjabarkan ingatan. Volume hipokampus menurun pada pasien depresi, terutama dengan episode yang berulang atau kronis atau trauma masa lalu.1 V.
GEJALA o
Mood yang rendah. Selama orang depresi memperlihatkan suasana perasaannya dengan mood yang rendah, pengalaman emosional yang buruk selama depresi berbeda secara kualitatif dengan orang yang mengalami kesedihan dalam batas normal atau rasa kehilangan yang dialami oleh orang pada umumnya. Beberapa menyampaikannya dengan menangis, atau merasa seperti ingin menangis, lainnya memperlihatkan respon
o
emosional yang buruk.1 Minat. Kehilangan minat pada aktivitas atau interaksi sosial yang biasanya ada merupakan salah satu tanda penting pada depresi. Anhedonia juga memperlihatkan sebagai pembedanya, dan tetap ada walaupun penderita tidak memperlihatkan mood yang turun. Kehilangan minat seksual, keinginan, atau fungsi juga umum terjadi, dimana dapat menyebabkan masalah dalam hubungan terdekat atau konflik rumah
o
tangga.1, Tidur. Kebanyakan pasien depresi mengalami kesulitan tidur. Hal yang klasik adalah terbangun dari tidur pada pagi buta dan tidak dapat tidur lagi (terminal insomnia), tetapi tidur dengan kelelahan dan frekuensi terbangun pada tengah malam (insomnia pertengahan) juga umum terjadi. Kesulitan tertidur pada malam hari (insomnia awal atau permulaan) biasanya terlihat saat cemas menyertai. Tetapi, hipersomnia atau tidur
o
yang berlebihan juga bisa menjadi gejala yang umum terjadi pada pasien depresi.1 Tenaga. Kelelahan adalah keluhan yang sering disampaikan pada depresi, seperti sulit untuk memulai suatu pekerjaan. Kelelahan dapat bersifat mental atau fisik, dan bisa berhubungan dengan kurangnya tidur dan nafsu makan, pada kasus yang berat, aktivitas rutin seperti kebersihan sehari-hari atau makan kemungkinan terganggu. Pada bentuk yang ekstrem dari kelelahan adalah kelumpuhan yang dibuat, dimana pasien menggambarkan bahwa tubuhnya yang membuat hal ini atau mereka seperti berjalan di
o
air.1 Rasa bersalah. Perasaan tidak berguna dan merasa bersalah dapat menjadi hal yang umum dipikirkan oleh pasien yang dalam episode depresi. Pasien depresi sering salah 7
menginterpretasikan kejadian sehari-hari dan mengambil tanggung jawab kejadian negative diluar kemampuan mereka, ini dapat menjadi suatu porsi delusi. Rasa cemas o
yang berlebihan dapat menyertai dan rasa bersalah yang muncul kembali.1 Konsentrasi. Kesulitan dalam berkonsentrasi dan mengambil keputusan adalah hal yang sering dialami oleh pasien depresi. Keluhan tentang daya ingat biasanya menyebabkan permasalahan pada perhatian. Pada pasien lanjut usia, keluhan kognitif
o
bisa salah didiagnosis sebagai dementia onset dini.1 Nafsu makan/berat badan. Kehilangan nafsu makan, rasa, dan nikmat dalam makan akan menyebabkan kehilangan berat badan yang signifikan dan beberapa pasien harus memaksa dirinya sendiri untuk makan. Bagaimanapun, pasien lainnya harus mendapatkan karbohidrat dan glukosa ketika depresi, atau perlakuan sendiri dalam mendapatkan kenyamanan dalam makan. Tetapi, berkurangnya aktifitas dan olahraga akan menyebabkan peningkatan berat badan dan sindrom metabolic. Perubahan berat
o
badan juga dapat berdampak pada gambaran diri dan harga diri.1 Aktivitas psikomotor. Perubahan psikomotor, dimana terjadi perubahan pada fungsi motorik tanpa adanya kelainan pada tes secara objektif, sering terlihat pada depresi. Kemunduran psikomotor meliputi sebuah perlambatan (melambatnya gerakan badan, buruknya ekspresi wajah, respon pembicaraan yang lama) dimana pada keadaan yang ekstrem dapat menjadi mutisme atau katatonik. Kecemasan juga dapat bersamaan dengan agitasi psikomotorik (berbicara cepat, sangat berenergi, tidak dapat duduk
o
diam).1, Bunuh diri. Beberapa ide bunuh diri, dimulai dari pemikiran bahwa dengan bunuh diri diharapkan semuanya akan selesai bersamaan dengan rencana bunuh diri tersebut, terjadi pada 2/3 orang dengan depresi. Walaupun ide bunuh diri merupakan hal yang serius, pasien depresi sering kekurangan tenaga dan motivasi untuk melaksanakan bunuh diri. Tetapi, bunuh diri merupakan hal yang menjadi pusat perhatian karena 1015% pasien yang dirawat inap adalah pasien yang matinya karena bunuh diri. Waktu resiko tinggi untuk terjadinya bunuh diri adalah saat awalan pengobatan, ketika tenaga dan motivasinya mulai berkembang baik selain gejala kognitif (keputusasaan), membuat pasien depresi mungkin bertindak seperti apa yang mereka pikirkan dan
o
rencanakan untuk bunuh diri.1 Gejala lain. Kecemasan, dengan berbagai manifestasi klinis, adalah hal yang umum pada depresi. Mudah marah dan perubahan mood yang cepat, berlebihan dalam 8
kemarahan dan kesedihan, dan frustasi juga mudah terganggu untuk hal kecil adalah yang sering terlihat. Variasi diurnal mood, dengan kekhawatiran pada pagi hari, dapat muncul. Depresi sering menyebabkan berkurangnya kepercayaan diri dan harga diri dengan pemikiran bahwa dirinya tidak berguna didukung dengan keputusasaan. Depresi juga berhubungan dengan peningkatan frekuensi sakit fisik, seperti sakit kepala, sakit punggung, dan kondisi nyeri kronis lainnya.1 VI.
DIAGNOSIS DSM-IV-TR, membagi depresi menjadi tiga bagian besar : gangguan depresi mayor/ major
depressive disorder (MDD), distimia, dan depresi yang tidak terklasifikasikan.1 MDD memiliki karakteristik dengan adanya satu atau lebih episode depresi mayor (Kotak 2). Kriteria diagnosis menunjukkan beberapa gejala yang harus ada pada waktu yang sering, sekurang-kurangnya dalam 2 minggu, walaupun durasinya terkadang lebih lama dari waktu yang terlihat. Gejala yang muncul juga harus memperlihatkan perubahan fungsi yang signifikan. Akhirnya, bereavement dan beberapa penyebab gejala depresi harus dapat disingkirkan.1,5 Kriteria depresi menurut PPDGJ III F32 Episode depresif Gejala utama (pada derajat ringan, sedang dan berat): - Afek depresif - Kehilangan minat dan kegembiraan, dan - Berkurangnya energi yang menuju meningkatnya keadaan mudah lelah (rasa lelah yang nyata sesudah kerja sedikit saja) dan menurunnya aktivitas Gejala lainnya: a. konsentrasi dan perhatian berkurang b. harga diri dan kepercayaan diri berkurang c. gagasan tentang rasa bersalah dan tidak berguna d. pandangan masa depan yang suram dan pesimistis e. gagasan atau perbuatan membahayakan diri atau bunuh diri f. tidur terganggu g. nafsu makan berkurang Untuk episode depresif dari ketiga tingkat keparahan tersebut diperlukan masa sekurangkurangnya 2 minggu untuk penegakkan diagnosis, akan tetapi periode lebih pendek dapat dibenarkan jika gejala luar biasa beratnya dan berlangsung cepat. Kategori diagnosis episode depresif ringan (F32.2) hanya digunakan untuk episode depresif tunggal (yang pertama). Episode depresif berikutnya harus diklasifikasi di bawah salah satu diagnosis gangguan depresif berulang (F33-). F32.0 Episode depresif ringan 9
Pedoman diagnostik - Sekurang-kurangnya harus ada 2 dari 3 gejala utama depresi seperti disebut di atas - Ditambah sekurang-kurangnya 2 dari gejala lainnya sampai dengan (g) - Tidak boleh ada gejala berat diantaranya - Lamanya seluruh episode berlangsung sekurang-kurangnya sekitar 2 minggu - Hanya ada sedikit kesulitan dalam pekerjaan dan kegiatan sosial yang biasa dilakukannya Karakter kelima: F32.00 = tanpa gejala somatik F 32.01 = dengan gejala somatik F32.1 Episode depresif sedang Pedoman diagnostik - Sekurang-kurangnya harus ada 2 dari 3 gejala utama depresi seperti pada depresi ringan - Ditambah sekurang-kurangnya 3 (dan sebaiknya 4) dari gejala lainnya; - Lamanya seluruh episode berlangsung sekurang-kurangnya sekitar 2 minggu - Menghadapi kesulitan nyata untuk meneruskan kegiatan sosial, pekerjaan dan urusan rumah tangga Karakter kelima: F32.10 = tanpa gejala somatik F 32.11 = dengan gejala somatik F 32.2 Episode depresif berat tanpa gejala psikotik Pedoman diagnostik - Semua 3 gejala utama depresi harus ada - Ditambah sekurang-kurangnya 4 dari gejala lainnya dan beberapa di antaranya harus -
berintensitas berat Bila ada gejala penting (misalnya agitasi atau retardasi psikomotor) yang mencolok, maka pasien mungkin tidak mau atau tidak mampu untuk melaporkan banyak gejalanya secara rinci. Dalam hal demikian, penilaian secara menyeluruh terhadap episode depresif
-
berat masih dapat dibenarkan Episode depresif biasanya harus berlangsung sekurang-kurangnya 2 minggu, akan tetapi jika gejala amat berat dan beronset sangat cepat, maka masih dibenarkan untuk
-
menegakkan diagnosis dalam kurun waktu kurang dari 2 minggu. Sangat tidak mungkin pasien akan mampu meneruskan kegiatan sosial, pekerjaan atau
urusan rumah tangga, kecuali pada taraf sangat terbatas. F 32.3 Episode depresif berat dengan gejala psikotik - Episode depresi berta yang memenuhi kriteria menurut F 32.2 tersebut di atas; - Disertai waham, halusinasi atau stupor depresif. Waham biasanya melibatkan ide tentang dosa, kemiskinan atau malapetaka yang mengancam, dan pasien merasa bertanggung jawab atas hal itu. Halusinasi auditorik atau olfatorik biasanya berupa suara yang menghina atau menuduh, atau bau kotoran atau daging membusuk. Retardasi psikomotor
10
yang berat dapat menunjukkan stupor. Jika diperlukan, waham atau halusinasi dapat ditentukan sebagai serasi atau tidak serasi dengan afek (mood-congruent). F 32.8 Episode depresif lainnya F 32.9 Episode depresif YTT F33 Gangguan depresif berulang Pedoman diagnostik
Gangguan ini tersifat dengan episode berulang dari : -
Episode depresi ringan (F32.0)
-
Episode depresi sedang (F32.1)
-
Episode depresi berat (F32.2 dan F32.3)
Episode masing-masing rata-rata lamanya sekitar 6 bulan, akan tetapi frekuensinya lebih jarang dibandingkan dengan gangguan bipolar.
Tanpa riwayat adanya episode tersendiri dari peninggian afek dan hiperaktivitas yang memenuhi kriteria mania (F30.1 dan F30.2). Namun kategori ini tetap harus digunakan jika ternyata ada episode singkat dari peninggian afek dan hiperaktivitas ringan yang memenuhi kriteria hipomania (F30.0) segera sesudah suatu episode depresif (kadang-kadang tampaknya dicetuskan oleh tindakan pengobatan depresi).
Pemulihan keadaan biasanya sempurna diantara episode, namun sebagian kecil pasien mungkin mendapat depresi yang akhirnya menetap, terutama pada usia lanjut (untuk keadaan ini, kategori ini tetap harus digunakan).
Episode masing-masing, dalam berbagai tingkat keparahan, seringkali dicetuskan oleh peristiwa kehidupan yang penuh stress atau trauma mental lain (adanya stress tidak esensial untuk penegakkan diagnosis).
F33.0 Gangguan Depresif Berulang, Episode Kini Ringan Pedoman diagnostik
Untuk diagnosis pasti : a. Kriteria untuk gangguan depresif berulang (F33.-) harus dipenuhi dan episode sekarang harus memenuhi kriteria untuk episode depresif ringan (F32.0); dan
11
b. Selurang-kurangnya dua episode telah berlangsung masing-masing selama minimal 2 minggu dengan sela waktu beberapa bulan tanpa gangguan afektif yang bermakna. Karakter kelima :
F33.00 = tanpa gejala somatik F33.01 = dengan gejala somatik
F33.1 Gangguan Depresif Berulang, Episode Kini Sedang Pedoman diagnostik
Untuk diagnosis pasti : a. Kriteria untuk gangguan depresif berulang (F33.-) harus dipenuhi, dan episode sekarang harus memenuhi kriteria untuk episode depresif sedang (F32.1); dan b. Sekurang-kurangnya dua episode telah berlangsung masing-masing selama minimal 2 minggu dengan sela waktu beberapa bulan tanpa gangguan afektif yang bermakna.
Karakter kelima :
F33.10 = tanpa gejala somatik F33.11 = dengan gejala somatik
F33.2 Gangguan Depresif Berulang, Episode Kini Berat tanpa Gejala Psikotik Pedoman diagnostik
Untuk diagnosis pasti : a. Kriteria untuk gangguan depresif berulang (F33.-) harus dipenuhi, dan episode sekarang harus memenuhi kriteria untuk episode depresif berat tanpa gejala psikotik (F32.2); dan b. Sekurang-kurangnya dua episode telah berlangsung masing-masing selama minimal 2 minggu dengan sela waktu beberapa bulan tanpa gangguan afektif yang bermakna.
F33.3 Gangguan Depresif Berulang, Episode Kini Berat dengan Gejala Psikotik Pedoman diagnostik
Untuk diagnosis pasti : a. Kriteria untuk gangguan depresif berulang (F33.-) harus dipenuhi, dan episode sekarang harus memenuhi kriteria untuk episode depresif berat dengan gejala psikotik (F32.3); dan b. Sekurang-kurangnya dua episode telah berlangsung masing-masing selama minimal 2 minggu dengan sela waktu beberapa bulan tanpa gangguan afektif yang bermakna.
F33.4 Gangguan Depresif Berulang, Kini dalam Remisi 12
Pedoman diagnostik
Untuk diagnosis pasti : a. Kriteria untuk gangguan depresif berulang (F33.-) harus pernah dipenuhi di masa lampau, tetapi keadaan sekarang seharusnya tidak memenuhi kriteria untuk episode depresif dengan derajat keparahan apapun atau gangguan lain apapun dalam F30-F39; dan b. Sekurang-kurangnya dua episode telah berlangsung masing-masing selama minimal 2 minggu dengan sela waktu beberapa bulanb tanpa gangguan afektif yang bermakna.
F33.8 Gangguan Depresif Berulang Lainnya F33.9 Gangguan Depresif Berulang YTT F34 Gangguan Suasana Perasaan (Mood [Afektif] Menetap) F34.0 Siklotimia Pedoman diagnostik
Ciri esensial ialah ketidak-stabilan menetap dari afek (suasana perasaan), meliputi banyak periode depresi ringan dan hipomania ringan, di antaranya tidak ada yang cukup parah atau cukup lama untuk memenuhi kriteria gangguan afektif bipolar (F31.-) atau gangguan depresif berulang (F33.-)
Setiap episode alunan afektif (mood swings) tidak memenuhi kriteria untuk kategori manapun yang disebut dalam episode manik (F30.-) atau episode depresif (F32.-)
F34.1 Distimia Pedoman diagnostik
Ciri esensial ialah afek depresif yang berlangsung sangat lama yang tidak pernah atau jarang sekali cukup parah untuk memenuhi kriteria gangguan depresif berulang ringan atau sedang (F33.0 atau F33.1)
Biasanya mulai pada usia dini dari masa dewasa dan berlangsung sekurang-kurangnya beberapa tahun, kadang-kadang untuk jangka waktu tidak terbatas. Jika onsetnya pada usia lebih lanjut, gangguan ini seringkali merupakan kelanjutan suatu episode depresif tersendiri (F32.) dan berhubungan dengan masa berkabung atau stress lain yang tampak jelas.
F34.8 Gangguan afektif Menetap Lainnya 13
Kategori sisa untuk gangguan afektif menetap yang tidak cukup parah atau tidak berlagsung cukup lama untuk memenuhi kriteria siklotimia (34.0) atau distimia (34.1), namun secara klinis bermakna.
F34.9 Gangguan Afektif Menetap YTT F38 Gangguan Suasana Perasaan (Mood [Afektif]) Lainnya F38.0 Gangguan Afektif Tunggal Lainnya F38.00 Episode Afektif Campuran Episode afektif yang berlangsung sekurang-kurangnya selama 2 minggu yang bersifat campuran atau pergantian cepat (biasanya dalam beberapa jam)antara gejala hipomanik, manik, dan depresif. F38.1 Gangguan Afektif Berulang Lainnya F38.10 Ganguan depresif singkat berulang Episode depresif singkat yang berulang, muncul kira-kira sekali sebulan selama satu tahun yang lampau. Semua episode depresif masing-masing berlangsung kurang dari 2 minggu (yang khas ialah 2 – 3 hari, dengan pemulihan sempurna) tetapi memenuhi kriteria simtomatik untuk episode depresif ringan, sedang, atau berat (F32.0, F32.1, F32.2). F38.8 Gangguan Afektif Lainnya YDT Merupakan kategori sisa untuk gangguan afektif yang tidak memenuhi kriteria untuk kategori manapun dari F30 – F38.1 tersebut diatas. F38.9 Gangguan Afektif YTT Untuk dipakai hanya sebagai langkah terakhir, jika tak ada istilah lain yang dapat digunakan. Termasuk : Psikosis afektif YTT Episode depresi berdasarkan ICD-10 6 Kriteria Umum 1. Episode depresi harus bertahan setidaknya 2 minggu 2. Tidak ada hypomanic atau manik gejala cukup untuk memenuhi kriteria untuk episode hypomanic atau manik pada setiap saat dalam kehidupan individu 3. Tidak disebabkan penggunaan zat psikoaktif atau gangguan mental organik Gejala Utama 14
1. Perasaan depresi untuk tingkat yang pasti tidak normal bagi individu, hadir untuk hampir sepanjang hari dan hampir setiap hari, sebagian besar tidak responsif terhadap keadaan, dan bertahan selama minimal 2 minggu 2. Kehilangan minat atau kesenangan dalam aktivitas yang biasanya menyenangkan 3. Penurunan energi atau kelelahan meningkat Gejala Lainnya 1. Kehilangan percaya diri atau harga diri 2. Tidak masuk akal perasaan diri atau rasa bersalah yang berlebihan dan tidak tepat 3. Berpikiran tentang kematian atau bunuh diri, atau perilaku bunuh diri 4. Keluhan atau bukti kemampuan berkurang untuk berpikir atau berkonsentrasi, seperti keraguan atau kebimbangan 5. Pandangan masa depan yang suram dan pesimis 6. Gangguan tidur 7. Perubahan nafsu makan (penurunan atau kenaikan) dengan perubahan berat badan yang sesuai Kotak 2. DSM-IV-TR kriteria diagnosis episode depresi mayor 1,5 A. Lima (atau lebih) gejala yang ada berlangsung selama 2 minggu dan memperlihatkan perubahan fungsi, paling tidak satu atau lainnya (1)mood depresi (2)kehilangan minat 1. Mood depresi terjadi sepanjang hari atau bahkan setiap hari, diindikasikan dengan laporan yang subjektif (merasa sedih atau kosong) atau yang dilihat oleh orang sekitar. Note : pada anak dan remaja, dapat mudah marah 2. Ditandai dengan hilangnya minat disemua hal, atau hampir semua hal 3. Penurunan berat badan yang signifikan ketika tidak diet, atau penurunan atau peningkatan nafsu makan hampir setiap hari. Note : pada anak-anak, berat badan yang tidak naik 4. Insomnia atau hipersomnia hampir setiap hari 5. Agitasi psikomotor atau retardasi hampir setiap hari (dilihat oleh orang lain, bukan perasaan yang dirasakan secara subjektif dengan kelelahan atau lamban) 6. Cepat lelah atau kehilangan energi hampir setiap hari 7. Merasa tidak berguna atau perasaan bersalah yang berlebihan (bisa terjadi delusi) hampir setiap hari 15
8. Tidak dapat berkonsentrasi atau berpikir hampir setiap hari 9. Pemikiran untuk mati yang berulang, ide bunuh diri yang berulang tanpa perencanaan yang jelas, atau ide bunuh diri dengan perencanaan. B. Gejala-gejalanya tidak memenuhi episode campuran C. Gejala yang ada menyebabkan distress atau kerusakan yang signifikan secara klinis D. Gejala tidak disebabkan langsung oleh sebuah zat (penyalahgunaan obat, obat-obatan) atau kondisi medis umum (hipotiroid) E. Gejala yang muncul lebih baik tidak masuk dalam kriteria bereavement MDD dapat ditemukan sebagai penyakit yang baru pertama kali diderita atau saat kambuh, setidaknya sudah pernah mengalami 2 kali episode depresi mayor dengan jarak penyembuhan paling tidak 2 bulan. MDD juga dapat juga memiliki beberapa sub tipe yang memiliki perbedaan pada beberapa spesifikasi dan derajat keparahan.1 Sub tipe MDD dikelompokkan berdasarkan gejala klinis yang muncul dan pola dari episode depresi. DSM-IV-TR memberikan spesifikasi depresi dengan maksud agar pemilihan terapi yang diberikan lebih baik dan memprediksikan prognosisnya. Tabel 3 memperlihatkan kriteria-kriteria depresi dengan beberapa kunci-kuncinya.1 Tabel 3. DSM-IV-TR sub tipe dan spesifikasi MDD1,2,6 Sub tipe Spesifikasi DSM-IV-TR Depresi melankolis Dengan gambaran melankolis
Kunci Mood nonreaktif,
anhedonia,
kehilangan berat badan, rasa bersalah, agitasi dan retardasi psikomotorik, memburuk Depresi atipikal
Dengan gambaran atipikal
mood
pada
pagi
yang hari,
terbangun di pagi buta Mood reaktif, terlalu banyak tidur,
makan
berlebihan,
paralisis yang dibuat, sensitive Depresi psikotik (waham) Depresi katatonik
Dengan gambaran psikotik Dengan gambaran katatonik
pada penolakan interpersonal Halusinasi atau waham Katalepsi, katatonik, negativism,
mutisme,
mannerism,
echolalia,
echopraxia (tidak lazim pada 16
Depresi kronik Gangguan afektif musiman
Gambaran kronis
klinis sehari-hari) 2 tahun atau lebih dengan
Musiman
kriteria MDD Onset yang seperti biasa dan kambuh tertentu
Depresi postpartum
Postpartum
pada
saat
(biasanya
musim musim
gugur/dingin) Onset depresi selama 4 minggu
postpartum DSM-IV-TR dan ICD-10, keduanya mengkategorikan tingkat keparahan MDD menjadi tiga : ringan, sedang, dan berat (Tabel 4). DSM-IV-TR membagi tngkat keparahannya berdasarkan efek yang dihasilkan depresi dalam hal sosial/pekerjaan dan tanggung jawab individu dan ada atau tidaknya gejala psikotik. ICD-10, sebaliknya, membedakan tingkat keparahan depresi berdasarkan jumlah dan jenis gejala yang diperlihatkan saat seseorang menderita depresi. Penggunaan skala depresi sangat dianjurkan untuk menentukan derajat keparahan.1 Tabel 4. Derajat keparahan depresi 1 Keparahan depresi Kriteria DSM-IV-TR Kriteria ICD-10 Ringan 1. Mood depresi atau kehilangan minat 1. 2 gejala tipikal + 4 gejala depresi lainnya Sedang
2. 2 gejala inti lainnya
2. Gangguan minor sosial/ pekerjaan 1. Mood depresi atau kehilangan minat 1. 2 gejala tipikal + 4 atau lebih gejala depresi lainnya 2. 3 atau lebih gejala inti 2. Gangguan
Berat
sosial/pekerjaan
yang
lainnya
bervariasi 1. Mood depresi atau kehilangan minat 1. 3 gejala tipikal + 4 atau lebih gejala depresi lainnya 2. 4 atau lebih gejala inti 2. Gangguan sosial atau pekerjaan
VII.
lainnya
yang berat atau ada gambaran
Juga dapat dengan atau
psikotik
tanpa gejala psikotik
DIAGNOSIS BANDING 1. Bereavement (Kehilangan teman atau keluarga karena kematian)
17
Bereavement atau rasa kesedihan yang berlebihan karena putusnya suatu hubungan dapat memperlihatkan gejala yang sama dengan episode depresi mayor. Tingkat keparahan dan durasi dari gejala dan dampaknya pada fungsi sosial dapat membantu dalam menyingkirkan antara kesedihan yang mendalam dan MDD.1 Tabel 5. Pembeda antara bereavement dan episode depresi mayor1 Gejala Bereavement Episode depresi mayor Waktu Kurang dari 2 bulan Lebih dari 2 bulan Perasaan tidak berguna/tidak Ada Tidak ada pantas Ide bunuh diri Tidak ada Kebanyakan ada Rasa bersalah, dll Tidak ada Mungkin ada Perubahan psikomotor Agitasi ringan Melambat Gangguan fungsi Ringan Sedang –Berat 2. Gangguan Afektif Disebabkan Karena Kondisi Medis Umum Gejala depresi dapat diperlihatkan dari efek fisiologis suatu kondisi medis khusus yang terjadi sebelumnya. Sebaliknya, gejala fisik suatu penyakit medis utama sulit untuk dapat didiagnosis yang berkormorbid dengan MDD. The Hospital Anxiety and Depression Scale (HADS) sangat berguna untuk alat deteksi pasien dengan penyakit medis dimana digunakan pertanyaan yang memfokuskan pada gejala kognitif dibandingkan dengan gejala somatiknya. MDD sama banyaknya dengan penyakit kronis (Tabel 5), tetapi lebih umum diabetes, penyakit tiroid, dan gangguan neurologis (penyakit Parkinson, multiple sklerosis).1 3. Gangguan Afektif Disebabkan Karena Zat Efek samping obat (baik yang diresepkan atau tidak) dapat memperlihatkan gejala depresi, jadi suatu zat yang dapat mempengaruhi gangguan mood harus dapat dipertimbangkan dalam mendiagnosis banding MDD (Kotak 6). Bukti dari riwayat, pemeriksaan fisik, atau temuan laboratories digunakan untuk dapat menentukan adanya suatu pengalahgunaan, ketergantungan, intoksikasi/keracunan, atau kondisi putus obat yang secara fisoilogis akan menyebabkan suatu episode depresi. Selama gejala depresi karena pengaruh obat dapat disembuhkan dengan menghentikan penggunaan obat tersebut, gejala putus obat dapat berlangsung selama beberapa bulan.1 Kotak 6. Obat yang umum disalahgunakan dan menyebabkan 18
gangguan mood yang dipengaruhi zat1 Alcohol
Amfetamin
Anxiolitik
Kokain
Zat-zat halusinogen
Hipnotik
Inhalant
Opioid
Phencycline
Sedative
4. Gangguan Bipolar Sejarah adanya mania atau hipomania mengidentifikasikan adanya gangguan bipolar, tetapi semenjak (1) gangguan bipolar sering berawal dengan episode depresi, dan (2) pasien bipolar mengalami episode depresi lebih lama dibandingkan dengan hipomania/mania, hal ini penting untuk untuk mengeluarkan diagnosis bipolar ketika sedang mendiagnosis MDD. Pada kenyataannya, 5-10% individu yang mengalami episode depresi mayor akan memiliki episode hipomanik atau manik didalam kehidupannya. Gejala depresi yang memperlihatkan suatu gangguan bipolar termasuk didalamnya pemikiran yang kacau, gejala psikotik, gambaran atipikal (pipersomnia, makan berlebihan), onset usia dini, dan episode kekambuhan. Gangguan Bipolar II (dengan hipomania) sulit untuk dikenali karena pasien tidak mengenali hipomania sebagai suatu kondisi yang abnormal – mereka menerima itu sebagai perasaan yang baik. Informasi yang mendukung dari pasangan hidup, teman terdekat, dan keluarga sering menjadi hal yang penting untuk dapat mendiagnosis.1 VIII. PROGNOSIS Beberapa pasien, MDD dapat menjadi kronis, penyakit yang berulang. Relaps terjadi pada enam bulan pertama dari masa penyembuhan terjadi pada 25% pasien, 58% akan relaps setelah 19
lima tahun, dan 85% akan relaps setelah 15 tahun setelah penyembuhan yang terdahulu. Individu yang mengalami dua episode depresi terdahulu memiliki 70% kemungkinan untuk menjadi ke tiga kalinya, dan yang sudah mengalami episode ke tiga memiliki kemungkinan 90% untuk relaps. Berdasarkan progres dari penyakitnya, interval antara episode depresi menjadi lebih pendek dan lebih berat untuk setiap episodenya menjadi lebih luas. Lebih dari 20 tahun, kekambuhan terjadi sekitar lima sampai enam kali.1 Proporsi yang signifikan dari individu dengan depresi kronis menunjukkan gejala yang bervariasi. Sekitar dua per tiga dari pasien dengan episode depresi mayor akan sembuh dengan sempurna, dimana satu per tiga pasien dengan depresi hanya sembuh sementara atau menjadi kronis. Pada penelitian, pasien dengan satu tahun terdiagnosis post MDD, 40% mengalami penyembuhan tanpa ada gejala depresi, 20% mengalami gejala berulang tetapi tidak memenuhi kriteria MDD, dan 40% tetap menjadi mengalami episode depresi mayor. Individu dengan gejala depresi residual yang menetap memiliki resiko tinggi untuk kambuh, bunuh diri, fungsi psikososial yang buruk, dan tingkat mortalitas yang tinggi dari kondisi medis lainnya. Sebagai tambahan, 5-10% individu depresi yang memiliki pengalaman dari episode depresi mayor akan sangat memungkinkan terjadinya manic atau episode campuran yang mengindikasikan kepada gangguan bipolar. Beberapa penemuan sudah difokuskan kepada indikator prognosis yang dapat memprediksikan kemungkinan nilai dalam penyembuhan dan kemungkinan dalam tingkat kekambuhan pada individu dengan depresi.1,2 IX. TERAPI Memilih pengobatan harus mencakup evaluasi seberapa parah episode depresif telah terjadi, ketersediaan sumber daya pengobatan, dan keinginan pribadi pasien. Untuk depresi ringan sampai berat, psikoterapi berbasis bukti sama efektifnya dengan farmakoterapi. Terdapat sedikit bukti bahwa kombinasi antara farmakoterapi dan psikoterapi untuk pengobatan dini lebih unggul daripada pengobatan lainnya untuk depresi tanpa komplikasi. Oleh karena itu, pengobatan kombinasi harus dipertimbangkan ketika terjadi depresi berat, komorbiditas dengan kondisi lain, atau tidak adanya respon yang memadai pada monoterapi.1 Farmakoterapi Anti depresi
Golongan Trisiklik : Amytriptyline, Imipramine, Clomipramine, Tianeptine 20
Golongan Tetrasiklik : Maprotiline, Mianserin, Amoxapine.
Golongan MAOI-Reversible ( REVERSIBLE INHIBITOR OF MONOAMIN OXYDASEA-(RIMA) : Moclobemide
Golongan SSRI (Selective Serotonin Reuptake Inhibitors) : Sertraline, Paroxentine, Fluvoxamine, Fluoxetine, Duloxetine, Citalopram.
Golongan Atipical : Trazodone, Mirtazapine, Venlafaxine.4,
Jenis-jenis dari obat antidepresan dibedakan dengan mekanisme kerja masing-masing (tabel 1). Kebanyakan dari obat antidepresan yang efektif bekerja dengan meningkatkan sinyal dari serotonin dan norepinefrin adalah dengan cara menghambat proses reuptake pada celah-celah sinaps (Fig 1A &1B).
21
Beberapa jenis obat tersebut adalah SSRIs, NRI dan obat-obatan dengan cara kerja ganda yang menghambat pengambilan serotonin dan norepinefrin. Monoamine Oxidase Inhibitors (MAOIs) bekerja dengan menghambat degradasi monoamine oleh Monoamine oxidase A atau B. Sementara obat-obat antidepresan yang lain mengantagonis kerja autoreseptor α2-adrenergik yang mengakibatkan meningkatnya pelepasan norepinefrin, mengantagonis reseptor 5hydroxytryptamine2A, atau keduanya.
SSRI (Selective Serotonine Reuptake inhibitor) Pada percobaan klinis, didapatkan bahwa keberhasilan pengobatan dengan beberapa macam SSRIs bila dibandingkan dengan dengan beberapa jenis antidepressan lain adalah kurang bermakna, namun beberapa perbedaan yang spesifik perlu diperhatikan. Metabolit aktif fluoxetine memiliki waktu paruh yang lebih panjang daripada SSRI lainnya, yang menyebabkan fluoxetine hanya diperbolehkan untuk dimakan satu dosis per hari dan dengan demikian mengurangi efek dari diskontinuasi pengobatan SSRI. Namun Fluoxetine perlu digunakan secara berhati-hati pada pasien dengan sindroma 22
bipolar atau pasien dengan riwayat keluarga sindroma bipolar, karena metabolit aktif yang terdapat dalam darah selama beberapa minggu dapat memperburuk episode manik pada saat perubahan episode dari depresi ke episode manik. SSRI juga dapat digunakan pada pasien yang tidak berespons dengan pengobatan trisiklik antidepresan, serta pada pasien yang memiliki daya toleransi yang rendah pada kasus diskontinuasi obat SSRI dan efek kardiovaskular. Meskipun obat trisiklik antidepresan mungkin memiliki tingkat kemanjuran yang lebih tinggi daripada SSRI pada kasus-kasus depresi mayor yang parah atau pada depresi dengan fitur melankolis, trisiklik antidepresan kurang efektif pada pengobatan kasus bipolar karena trisiklik antidepresan dapat memacu episode mania atau episode hipomania. SSRI tidak begitu efektif bila dibandingkan jenis lainnya dalam kasus depresi yang berhubungan dengan penyakit-penyakit fisik, ataupun pada kasus dimana terdapat nyeri yang mencolok. SSRI yang paling menunjukan efektivitas pada anak-anak dan dewasa muda (18-24
tahun) adalah Fluoxetine. NRI (Norepinephrine Reuptake Inhibitor) Nortriptyline, maprotiline, dan desipramine adalah NRI trisiklik dengan efek antikolinergik, sementara reboxetine adalah NRI selektif fengan efektivitas yang mirip
dengan trisiklik antidepresan dan SSRI. Antidepresan kerja ganda Serotonin–norepinephrine reuptake inhibitors seperti venlafaxine, duloxetine, dan milnacipran
memblok
transporter
monoamine
lebih
efektif
daripada
trisiklik
antidepresan, dengan efek samping jantung minimal. Kerja ganda dari antidepresan seperti venlafaxine menunjukan efektivitas yang lebih tinggi dan nilai remisi yang lebih tinggi pada depresi yang parah bila dibandingan dengan fluoxetine atau trisiklik antidepresan Efektivitas duloxetine mirip dengan paroxetine golongan SSRI, sementara venlafaxine dan duloxetine juga efektif untuk meredakan sakit yang kronis dan diabetik neuropati.
MAOI (Monoamine Oxidase Inhibitor) MAOI generasi lama yang secara ireversibel dan nonselektif memblok isoenzim MAO A dan B memiliki efektivitas yang mirip dengan trisiklik antidepresan. Namun MAOI bukanlah obat pilihan pertama dikarenakan pasien yang memilih pengobatan dengan MAOI diharuskan untuk mengikuti diet dengan tyramine rendah untuk mencegah
23
munculnya krisis hipertensi, serta karena MAOI juga memiliki resiko interaksi obat yang tinggi dengan pengobatan lainnya. MAOI biasanya dipakai pada pasien yang tidak berespons pada pengobatan trisiklik
antidepresan. Antidepresan lainnya Mirtazapine dapat meningkatkan
pelepasan
norepinefrin
dengan
menghambat
autoreseptor a2-adrenergic dan reseptor serotonin 5-HT2A, reseptor serotonin 5-HT3, serta reseptor hitsamin H-1. Nefazodone, menghambat reseptor serotonin 5-HT2A dan reuptake serotonin – dengan begitu memiliki efektivitas yang mirip dengan SSRI namun dengan efek samping minimal. Nefazodone juga sering dipakai pada depresi pasca melahirkan, depresi kronis dan depresi major dengan gangguan cemas yang resisten terhadap pengobatan lainnya. Interaksi dengan obat-obatan lain Beberapa obat-obatan dapat ditambahkan dengan antidepresan untuk memperbesar efek dari antidepresan tersebut (tabel.2). Beberapa dari obat-obatan tersebut juga dapat mencegah beberapa efek samping, seperti mencegah perubahan episode depresi menjadi episode mania.
Mood stabilizer Lithium merupakan obat antimanik dan berfungsi sebagai mood stabilizer yang fungsinya untuk mencegah rekurensi dari episode depresi maupun episode manik. Lithium baik dipakai untuk pasien dengan bipolar, namun tidak dianjurkan untuk pasien dengan depresi mayor. Antikonvulsan lamotrigine dapat dipakai pada pasien depresi mayor, dan untuk pencegahan relaps bipolar. Namun lamotrigine memiliki efek samping menginduksi Steven Johnson syndrome dan Toxic epidermal nercrolisis meskipun penurunan dosis secara gradual dapat mengurangi resiko tersebut. Mood stabilizer lainnya yang termasuk dalam golongan antikonvulsan seperti asam valproat, divalproex dan carbamazepine biasa dipakai untuk mengobati episode mania dalam kasus bipolar.
Obat-obatan antipsikotik Obat-obatan antipsikotik tipikal seperti chlorpromazine, fluphenazine, dan haloperidol menginhibisi reseptor dopamin D2, dimana agen antipsikotik atipikal (clozapine, olanzapine, risperidone, quetiapine, ziprasidone, and aripiprazole) berperan sebagan antagonis dari 5HT2A. Obat-obatan antipsikotik yang dikombinasikan dengan antidepresan digunakan 24
untuk mengobati depresi dengan fitur-fitur psikotik. Atipikal antipsikotik memberikan efek samping parkinsonisme, akathisia dan diskinesia Psikologi Terapi 2,4
Cognitive Behavioural therapy Cognitive Behavioral Therapy (CBT) berorientasi pada pemecahan masalah dengan terapi yang dipusatkan pada keadaan “disini dan sekarang”, yang memandang individu sebagai pengambil keputusan penting tentang tujuan atau masalah yang akan dipecahkan dalam proses terapi. Dengan cara tersebut, pasien sebagai mitra kerja terapis dalam mengatasi masalahnya dan dengan pemahaman yang memadai tentang teknik yang digunakan untuk mengatasi masalahnya Tujuan utama dalam teknik Cognitive Behavioral Therapy (CBT) adalah :
Membangkitkan pikiran pikiran negative/ berbahaya, dialog internal atau bicara sendiri (self-talk), dan interpretasi terhadap kejadian kejadian yang dialami. Pikiran pikiran negative tersebut muncul secara otomatis, sering diluar kesadaran pasien, apabila menghadapi situasi stress atau mengingat kejadian penting masa lalu. Distorsi kognitif tersebut perilaku maladaptive yang menambah berat masalahnya.
Terapis bersama klien mengumpulkan bukti yang mendukung atau menyanggah interpretasi yang telah diambil. Oleh karena pikiran otomatis sering didasarkan atas kesalahan logika, maka program Cognitive Behavioral Therapy (CBT) diarahkan untuk membantu pasien mengenali dan mengubah distorsi kognitif. Pasien dilatih mengenali pikiranya, dan mendorong untuk menggunakan ketrampilan, menginterpretasikan secara lebih rasional terhadap struktur kognitif yang maladaptive.
Menyusun desain eksperimen (pekerjaan Rumah) untuk menguji validitas interpretasi dan
menjaring data tambahan unjtuk diskusi di dalam proses terapi. Interpersonal Therapy Dilakukan terhadap pasien yang mengalami konflik saat ini dengan pihak-pihak lain yang bermakna sehingga ia mengalami kesulitan dalam beradaptasi terhadap perubahanperubahan dalam karier atau peran sosial atau perubahan hidup lainnya. Banyak dilakukan terhadap depresi sedang dan berat. 25
Intervensi krisis: Dilakukan terhadap pasien yang sedang mengalami suatu krisis dan memerlukan tindakan segera (catatan: krisis yaitu suatu respons terhadap keadaan bahaya atau penuh risiko dan dirasakan/dihayati sebagai keadaan yang menyakitkan, agar tercapai kembali keadaan seimbang (emotional equilibrium). Dalam terapi ini kita harus secepatnya membina hubungan interpersonal yang adekuat serta mengerti peran psikodinamik dan hubungannya terhadap krisis yang terjadi. Teknik yang dilakukan yaitu reassurance, sugesti, manipulasi lingkungan dan medikasi psikotropik. Kita ajarkan kepada pasien untuk menghindari situasi yang berbahaya untuk mencegah terjadinya kembali krisis di masa yang akan datang.
Terapi berorientasi psikoanalitik Pendekatan psikoanalitik pada gangguan mood adalah didasarkan pada teori psikoanalitik tentang depresi dan mania. Pada umumnya, tujuan psikoterapi psikoanalitik ini adalah untuk mendapatkan perubahan pada struktur atau karakter kepribadian pasien, bukan semata-mata menghilangkan gejala. Perbaikan dalam kepercayaan diri, keintiman, mekanisme mengatasi masalah, kapasitas untuk berduka cita, dan kemampuan untuk mengalami berbagai macam emosi adalah beberapa tujuan terapi psikoanalitik. Pengobatan seringkali mengharuskan pasien mengalami kecemasan dan penderitaan yang
lebih banyak selama perjalanan terapi yang dapat berlangsung beberapa hari. Terapi keluarga Terapi keluarga umumnya tidak digunakan sebagai terapi primer untuk pengobatan gangguan depresif berat, tetapi semakin banyaknya bukti menyatakan bahwa membantu seorang pasien dengan gangguan mood menurunkan stress dan menerima stress dapat menurunkan kemungkinan relaps. Terapi keluarga diindikasikan jika gangguan membahayakan perkawinan atau fungsi keluarga pasien atau jika gangguan mood dikembangkan atau dipertahankan oleh situasi keluarga. Terapi keluarga memeriksa peranan anggota yang mengalami gangguan mood dalam kesehatan psikologis keseluruhan keluarga; terapi ini juga memeriksa peranan keseluruhan keluarga dalam mempertahankan gejala pasien. Pasien dengan gangguan mood memiliki angka perceraian yang tinggi, dan kira-kira 50% dari semua pasangan melaporkan bahwa mereka seharusnya tidak menikah dengan pasien atau memiliki anak jika mereka tahu bahwa pasien akan memiliki suatu gangguan mood. 26
http://www.e-mfp.org/old/2011v6n1/depressive_disorder.html
BAB III KESIMPULAN
Ketika seseorang mengalami gangguan mood atau lebih khususnya mengalami gangguan depresi yang mana terjadi perubahan dalam kondisi emosional, fungsi motorik, kogintif serta motivasinya dan jika tidak segera diberi penanganan maka akan memicu timbulnya gangguan depresi mayor satu episode dan depresi mayor berulang. Apabila hal tersebut terjadi maka itu
27
akan lebih susah untuk ditangani dan akan berujung pada bunuh diri. Insiden tinggi pada perempuan dan berdasarkan usia rata-rata pada usia 27 tahun. Ada beberapa sebab-sebab yang dapat menimbulkan depresi yaitu dari sisi biologis karena adanya ketidakseimbangan otak yaitu berkurangnya neurotransmitter, dari sisi psikologis yaitu karena adanya kepribadian-kepribadian yang rentan terhadap timbulnya depresi, dari sisi sosial karena keadaan lingkungan-lingkungan sekitar yang tidak mendukung berlangsungnya kehidupan yang baik dan dari sisi spiritual adalah kurangnya keimanan dan ketakwaan.
DAFTAR PUSTAKA 1. Anonim. Major depressive disorder. [online]. Update 0n 2012. Available from : http://www.Major_depressive_disorder.htm 2. Anonim. Major Depressive Disorder. [online]. Update 0n 2012. Available from : http://www.All About Depression.com 3. Peveler R, Carson A, Rodin G. Depression in medical patients, in Mayou R, Sharpe M, Alan C. ABC of Psychological Medicine. BMJ Publishing group 2003. p. 10-3.
28
4. Sadock, Benjamin James,et al. Kaplan & Sadock's Synopsis of Psychiatry: Behavioral Sciences/Clinical Psychiatry, 10th Edition Lippincott Williams & Wilkins. 2007. p. 1-89. 5. W. Long P. Mayor depressive Disorder. [online]. Updated on 2011. Available from : http://www.mentalhealth.com 6. Anonim. Depression in Older Adults, in : Mental Health: A report of the surgeon general.
[online]. Update 0n 2012. Available from : http://www.Mental Health.com
29