REFERAT
“DEPRESI PADA MASA KEHAMILAN”
Oleh: Aldy Valentino Maehca Rendak H1A 007 001
DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN KLINIK MADYA BAGIAN / SMF ILMU PENYAKIT JIWA RUMAH SAKIT JIWA MUTIARA SUKMA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MATARAM 2015
PENDAHULUAN Depresi adalah gangguan mental umum yang menyajikan dengan mood depresi, kehilangan minat atau kesenangan, perasaan bersalah atau rendah diri, tidur terganggu atau nafsu makan, energi rendah, dan hilang konsentrasi. Masalah ini dapat menjadi kronis atau berulang dan menyebabkan gangguan besar dalam kemampuan individu untuk mengurus tanggung jawab sehari-harinya. Episode depresi biasanya berlangsung selama 6 hingga 9 bulan, tetapi pada 15-20% penderita bisa berlangsung selama 2 tahun atau lebih. Depresi merupakan gangguan mood yang muncul pada 1 dari 4 wanita yang sedang hamil dan hal ini bukan sesuatu yang istimewa. Penyakit ini selalu melanda mereka yang sedang hamil, tetapi sering dari mereka tidak pernah menyadari depresi ini karena mereka menganggap kejadian ini merupakan hal yang lumrah terjadi pada Ibu hamil, padahal jika tidak ditangani dengan baik dapat mempengaruhi bayi yang dikandung Ibu. 1,2 Depresi selama kehamilan merupakan gangguan mood yang sama seperti halnya pada depresi yang terjadi pada orang awam secara umum, dimana pada kejadian depresi akan terjadi perubahan kimiawi pada otak. Depresi juga dapat dikarenakan adanya perubahan hormon yang berdampak mempengaruhi mood Ibu sehingga Ibu merasa kesal, jenuh atau sedih. Selain itu, gangguan tidur yang kerap terjadi menjelang proses kelahiran juga mempengaruhi Ibu karena letih dan kulit muka menjadi kusam.2 Penelitian menunjukkan angka kematian maternal pada wanita berkulit hitam lebih tinggi dari wanita berkulit putih. Hal ini disebabkan oleh lebih banyaknya stress, nutrisi rendah, dan kurangnya supervisi medis diantara wanita berkulit hitam. Tenaga medis harus meningkatkan usaha mereka untuk memberikan perawatan awal dan berkelanjutan sepanjang masa kehamilan. Angka kematian ini dalam penelitian terutama ditunjukkan sebanding dengan tingkat depresi akibat stress pada ibu hamil. Terjadinya gejala depresi selama periode perinatal dapat mudah dikenali. Estimasi prevalensi adalah 7,4% -20% antenatal dan sampai 19,2% pada tiga bulan pertama setelah melahirkan. Depresi antenatal dikaitkan dengan gizi buruk, penyalahgunaan alkohol dan substansi, pelayanan kesehatan yang buruk, kesehatan diri yang buruk, dan bayi yang sakit. Depresi postnatal memiliki dampak berarti pada ibu dan pasangannya, keluarga, interaksi ibu dengan bayi dan emosional jangka panjang dan perkembangan kognitif bayi.2 Kehamilan seharusnya menjadi saat-saat yang paling membahagiakan bagi seorang Ibu. Namun terkadang, sebagai seorang calon Ibu (apalagi karena baru pertama kali menghadapi kehamilan) ada saja rasa kekhawatiran yang berlebihan sehubungan dengan semakin 1
dekatnya proses kelahiran. Sekitar 10-20% wanita berusaha untuk melawan gejala depresi dan seperempat sampai setengahnya terkena depresi yang berat. Pada suatu studi terhadap 360 ibu hamil, maka 10% dari mereka mengalami depresi saat kehamilan dan hanya 6,8% yang mengalami depresi pasca kehamilan.2 Depresi ini membutuhkan penanganan yang adekuat sehingga tidak menyebabkan gangguan fungsi mental pada wanita hamil dan tidak menyebabkan gangguan pada pertumbuhan janin serta proses persalinan. Oleh karena itu menurut penulis sangat penting bagi tenaga kesehatan untuk dapat memahami mengenai depresi pada masa kehamilan dan penatalaksanaannya, sehingga kejadian depresi ini dapat ditangani dengan baik oleh tenaga kesehatan. Sehingga penulis mera perlu untuk membuat referat yang berjudul “Depresi pada Masa Kehamilan”
2
DEPRESI PADA MASA KEHAMILAN
Epidemiologi Prevalensi kejadian depresi pada masa kehamilan berbeda-beda pada setiap studi dan pada setiap trimester kehamilan. Pada trimester pertama, prevalensi kejadian depresi sekitar 7,4%. Sedangkan pada trimester kedua, angka prevalensi kejadian depresi meningkat hingga 12,8% dan pada trimester ketiga berkisar pada 12%. Perbedaan antara trimester pertama dengan trimester kedua serta ketiga ini disebabkan oleh karena kecenderungan wanita hamil yang mengalami depresi baru mulai mencari bantuan medis setelah masuk trimester kedua, sehingga prevalensi kejadian depresi pada trimester pertama lebih kecil. Dari studi diperoleh data bahwa angka kejadian depresi pada wanita hamil dan wanita dewasa yang tidak hamil tidak jauh berbeda.3,4,5 Secara global, kejadian depresi merupakan penyebab beban penyakit utama (disease burden) pada wanita. Pada studi yang dilakukan di Amerika selama tahun 1998 hingga tahun 2005, diperoleh data bahwa sekitar 0,8% dari 32,2 juta wanita didiagnosa mengalami depresi pada masa kehamilan.4,6
Faktor Resiko Kejadian Depresi Pada Masa Kehamilan Faktor resiko untuk kejadian depresi pada masa kehamilan antara lain:3,4,5,6,7
riwayat gangguan depresi atau gangguan bipolar atau gangguan cemas sebelum kehamilan, baik pada riwayat pribadi maupun riwayat kesehatan mental keluarga,
ketakutan terhadap kelahiran bayi,
kurangnya dukungan sosial,
kehamilan yang tidak diinginkan,
status ekonomi rendah,
riwayat kekerasan dalam rumah tangga, termasuk hubungan pernikahan yang kurang harmonis (pada masa kehamilan ataupun pada masa kanak-kanak),
wanita yang berperan sebagai orangtua tunggal,
usia pada saat hamil kurang dari 20 tahun (usia remaja) atau usia pada saat hamil mendekati masa menopause,
wanita perokok,
wanita hamil yang memiliki lebih dari 3 orang anak, 3
kejadian buruk yang menimpa wanita mendekati masa kehamilannya (kematian orang dekat). Dari studi didapatkan bahwa dari 511.938 wanita hamil, 0,8% mengalami episode
depresi mayor selama kehamilan, dimana 46,9% memiliki riwayat gangguan depresi sebelum hamil. Sehingga riwayat gangguan depresi sebelum hamil menjadi faktor resiko terbesar untuk munculnya episode depresi mayor pada masa kehamilan. Selain itu faktor resiko kedua terbesar dari kejadian depresi pada masa kehamilan ini adalah rasa ketakutan wanita hamil terhadap kelahiran bayi yang mereka kandung.5
4
Diagnosa Gangguan Depresi Berat (Episode Depresi Mayor) Tabel 1. DSM-IV-TR Kriteria Diagnosis Episode Depresi Mayor1,4,8 A. Lima (atau lebih) gejala yang ada berlangsung selama 2 minggu dan memperlihatkan perubahan fungsi, paling tidak satu atau lainnya (1)mood depresi (2)kehilangan minat 1.
Mood depresi terjadi sepanjang hari atau bahkan setiap hari, diindikasikan dengan laporan yang subjektif (merasa sedih atau kosong) atau yang dilihat oleh orang sekitar. Note : pada anak dan remaja, dapat mudah marah
2.
Ditandai dengan hilangnya minat disemua hal, atau hampir semua hal
3.
Penurunan berat badan yang signifikan ketika tidak diet, atau penurunan atau peningkatan nafsu makan hampir setiap hari. Catatan : pada anak-anak, berat badan yang tidak naik
4.
Insomnia atau hipersomnia hampir setiap hari
5.
Agitasi psikomotor atau retardasi hampir setiap hari (dilihat oleh orang lain, bukan perasaan yang dirasakan secara subjektif dengan kelelahan atau lamban)
6.
Cepat lelah atau kehilangan energi hampir setiap hari
7.
Merasa tidak berguna atau perasaan bersalah yang berlebihan (bisa terjadi delusi) hampir setiap hari
8.
Tidak dapat berkonsentrasi atau berpikir hampir setiap hari
9.
Pemikiran untuk mati yang berulang, ide bunuh diri yang berulang tanpa perencanaan yang jelas, atau ide bunuh diri dengan perencanaan.
B. Gejala-gejalanya tidak memenuhi episode campuran C. Gejala yang ada menyebabkan distress atau kerusakan yang signifikan secara klinis D. Gejala tidak disebabkan langsung oleh sebuah zat (penyalahgunaan obat, obat-obatan) atau kondisi medis umum (hipotiroid) E. Gejala yang muncul lebih baik tidak masuk dalam kriteria bereavement
Pada DSM V terdapat perubahan poin diagnosa Episode Depresi Mayor, yaitu pada poin B hingga E sebagai berikut:8 A. (Sama Dengan DSM IV) B. Gejala yang ada menyebabkan distress atau kerusakan yang signifikan pada proses sosial, pekerjaan, dan area fungsi penting lainnya 5
C. Gejala tidak disebabkan langsung oleh sebuah zat (penyalahgunaan obat, obat-obatan) atau kondisi medis umum. Catatan: Kriteria A-C menunjukkan Episode Depresi Mayor D. Kemunculan dari Episode Depresi Mayor ini tidak dapat dijelaskan secara baik dengan diagnosa Gangguan Skizoafektif, Skizofrenia, Gangguan Skizofreniform, Gangguan Delusi, atau Spectrum Skizofrenia lainnya yang spesifik dan tidak spesifik serta Gangguan Psikotik lainna. E. Tidak pernah ada episode manik atau hipomanik sebelumnya.
Tipe Depresi Spesifikasi Gangguan Depresi Mayor Sub tipe MDD dikelompokkan berdasarkan gejala klinis yang muncul dan pola dari episode depresi. DSM-IV-TR memberikan spesifikasi depresi dengan maksud agar pemilihan terapi yang diberikan lebih baik dan memprediksikan prognosisnya. Tabel 2 memperlihatkan kriteria-kriteria depresi dengan beberapa kunci-kuncinya. 1 Walaupun tidak terientifikasi dengan DSM-IV-TR, “depresi cemas” dapat terjadi pada pasien depresi (60-90%) dimana terdapat gejala anxietas (kekhawatiran yang berlebihan, tegang, dan gejala somatic yang berhubungan dengan kecemasan). Pasien dengan depresi cemas memperlihatkan kemampuan fungsi yang lebih besar dan disabilitas psikososial dengan resiko bunuh diri yang lebih besar dan prognosis yang lebih buruk, walaupun hanya dengan tingkat kecemasan yang rendah. 1 Tabel 2. DSM-IV-TR sub tipe dan spesifikasi MDD Sub tipe
Spesifikasi DSM-IV-TR
Depresi melankolis
Dengan
Kunci
gambaran Mood nonreaktif, anhedonia,
melankolis
kehilangan berat badan, rasa bersalah, agitasi dan retardasi psikomotorik,
mood
yang
memburuk pada pagi hari,
6
terbangun di pagi buta Depresi atipikal
Dengan gambaran atipikal
Mood reaktif, terlalu banyak tidur,
makan
berlebihan,
paralisis yang dibuat, sensitive pada penolakan interpersonal Depresi psikotik (waham)
Dengan gambaran psikotik
Halusinasi atau waham
Depresi katatonik
Dengan gambaran katatonik
Katalepsi,
katatonik,
negativism,
mutisme,
mannerism,
echolalia,
echopraxia (tidak lazim pada klinis sehari-hari) Depresi kronik
Gambaran kronis
2 tahun atau lebih dengan kriteria MDD
Gangguan afektif musiman
Musiman
Onset yang seperti biasa dan kambuh
pada
saat
tertentu
(biasanya
musim musim
gugur/dingin) Depresi postpartum
Postpartum
Onset depresi selama 4 minggu postpartum
Keparahan DSM-IV-TR dan ICD-10, keduanya mengkategorikan tingkat keparahan MDD menjadi tiga : ringan, sedang, dan berat (Tabel 4.3). DSM-IV-TR membaginya tngkat keparahannya berdasarkan efek yang dihasilakan depresi dalam hal sosial/pekerjaan dan tanggung jawab individu dan ada atau tidaknya gejala psikotik. ICD-10, sebaliknya, membedakan tingkat keparahan depresi berdasarkan jumlah dan jenis gejala yang diperlihatkan saat seseorang menderita depresi. Penggunaan skala depresi sangat dianjurkan untuk menentukan derajat keparahan.1 7
Keparahan depresi menentukan pemilihan terapi yang diberikan. Sebagai contoh, psikoterapi adalah terapi yang sama efektifnya dengan farmakoterapi untuk depresi ringan dan sedang, tetapi depresi berat memperlihatkan respon yang baik terhadap terapi kombinasi. Bukti terbaru menyatakan bahwa antidepresan akan lebih efektif dibandingkan yang lainnya untuk depresi berat.1 Tabel 3. Derajat keparahan depresi Keparahan depresi
Kriteria DSM-IV-TR
Kriteria ICD-10
Ringan
1. Mood depresi atau kehilangan minat +
1. 2 gejala tipikal
4 gejala depresi lainnya
2. 2 gejala inti lainnya
2. Gangguan minor sosial/ pekerjaan Sedang
1. Mood depresi atau kehilangan minat + 4 atau lebih gejala depresi lainnya
1. 2 gejala tipikal 2. 3 atau lebih gejala
2. Gangguan sosial/pekerjaan yang
inti lainnya
bervariasi Berat
1. Mood depresi atau kehilangan minat + 4 atau lebih gejala depresi lainnya
1. 3 gejala tipikal 2. 4 atau lebih gejala
2. Gangguan sosial atau pekerjaan yang berat atau ada gambaran psikotik
inti lainnya Juga dapat dengan atau tanpa gejala psikotik
Screening Depresi Pada Masa Kehamilan Wanita hamil harus discreening untuk mengetahui adanya depresi pada masa kehamilan. Waktu untuk melakukan screening ini selama masa kehamilan adalah:9 1. Pre-konsepsi: pada masa ini harus digali informasi mengenai riwayat kesehatan mental dan pengobatan gangguan menta personal dan keluarga . 2. Pregnancy (selama masa kehamilan): ketika kunjungan pertama pemeriksaan antenatal 3. Postpartum: selama masa kunjungan postnatal pada minggu ke 4 atau ke 6 dan bulan ke 3 atau ke 4 postpartum.
8
Alat screening depresi yang dapat digunakan selama masa kehamilan dan postpartum adalah: 1. Skala Depresi Postnatal Edinburg (Edinburg Postnatal Depression Scale): telah tervalidasi untuk digunakan pada masa kehamilan maupun masa postpartum Skala Depresi Postanatal Edinburg (Edinburgh Postnatal Depression Scale/EPDS) diperkenalkan pertama kali pada tahun 1987 pada publikasi British Journal of Psychiatry. Pada Alat screening ini terdapat 10 pertanyaan dan wanita yang hamil yang mendapat skor 10 atau di atas 10 dicurigai sangat besar mengalami gangguan depresi dan bila skor di atas 13 maka diasumsikan bahwa wanita tersebut telah mengalami depresi (sensitivitas 0,50 dan spesifisitas 0,90). Kuisioner ini menilai tanda dari gejala depresi yang berhubungan dengan gangguan mood, bukan menilai gejala fisik yang muncul akibat dari gangguan depresi yang juga dapat muncul pada wanita hamil yang tidak mengalami depresi. 6,9
9
10
Gambar1. Skala Depresi Postnatal Edinburg9
2. Patient Health Questionnaire 9 (PHQ 9) 3. Screening Depresi selama Kehamilan (Screening for Depression during Pregnancy) oleh National Institute for Health and Clinical Excellence
Tabel 4. Pertanyaan Skrining untuk Depresi selama kehamilan. 1. Selama satu bulan sebelumnya, apakah Anda pernah merasa terganggu oleh perasaan diri rendah, depresi, atau perasaan putus asa? 2. Selama satu bulan sebelumnya, apakah Anda pernah terganggu dengan rasa memiliki minat untuk melakukan sesuatu yang hanya sedikit atau hanya memiliki sedikit rasa kesenangan dalam melakukan sesuatu? 3. Jika jawaban untuk pertanyaan kedua adalah "ya," tanyakan "Apakah hal ini merupakan sesuatu yang menurut Anda perlu dibantu untuk diatasi?" * Pertanyaan dari Institut Nasional untuk Kesehatan dan Klinis Excellence.4
Alat screening bukan alat untuk mengkonfirmasi diagnosa depresi pada masa kehamilan, melainkan untuk mengidentifikasi pasien yang membutuhkan penilaian lebih lanjut dan pasien rentan terhadap kejadian depresi.9
11
Dampak Depresi Terhadap Kehamilan Efek dari depresi terhadap kehamilan dan janin kemungkinan akibat secara langsung dari subtract neurobiloigis depresi seperti glukokortikoid yang melewati sawar plasenta, atau janin dapat dipengaruhi secara tidak langsung oleh depresi melalui mekanisme neuroendokrin yang dimodulasi oleh depresi. Efek tidak langsung ini diperkirakan berhubungan dengan hiperaktivitas dari aksis putuitari-adrenal (pituitary-adrenal axis), yang menginduksi hipersekresi faktor pelepasan kortikotropin (corticotropin-releasing factor) oleh plasenta yang dapat meningkatkan kontraktilitas miometrium, sehingga dapat berujung pada persalinan preterm atau kematian janin/keguguran. Depresi juga dapat menyebabkan terjadinya pelepasan hormon vasoaktif yang dapat memicu kejadian hipertensi dalam kehamilan, sehingga dapat berujung kepada kejadian pre-eklampsia. Depresi juga dapat menyebabkan dampak tidak langsung terhadap janin melalui perilaku kesehatan yang buruk oleh wanita hamil, seperti pola makan yang buruk dan peningkatan berat badan selama kehamilan yang tidak adekuat, pola tidur yang buruk atau terganggu, penggunaan obat-obat yang dijual bebas secara berlebihan atau konsumsi alkohol, rokok, serta kafein yang berlebihan. Terhadap janin, selain keguguran atau persalinan preterm, kejadian depresi juga dapat menyebabkan berat lahir rendah pada bayi, gangguan pertumbuhan janin (pertumbuhan badan dan kepala)/intrauterine growth retardation (IUGR), serta dapat menyebabkan gangguan tumbuh kembang pada anak.6 Pada kesehatan mental wanita hamil, depresi dapat menyebabkan gejala vegetatif, keinginan untuk melukai diri, keinginan bunuh diri, atau bahkan dapat menyebabkan kejadian psikosis pada ibu. Kejadian depresi pada kehamilan ini juga diperkirakan merupakan penyebab utama dari kejadi depresi postpartum.3,6
Tatalaksana Depresi Pada Masa Kehamilan Tatalaksana dari depresi dalam kehamilan terdiri dari modalitas nonfarmakologis dan modalitas farmakologis.4,6,10 1. Modalitas Nonfarmakologis a. Psikoterapi Interpersonal dan Terapi Kognitif Studi
menunjukkan
bahwa
penggunaan
psikoterapi
interpersonal
merupakan pilihan yang efektif dalam mentalaksanai kejadian depresi pada masa kehamilan dan merupakan pilihan yang baik bagi pasien yang ingin menghindari 12
penggunaan antidepresan atau pada mereka yang sering mengalami kekambuhan depresi akibat penggunaan antidepresan yang tidak adekuat. 4,6 Terapi perilaku kognitif bertujuan untuk mengubah sikap dan perilaku yang berkontribusi terhadap kejadian depresi. Psikoterapi interpersonal bertujuan untuk meningkatkan nilai faktor-faktor interpersonal, seperti kurangnya keterampilan sosial, yang berkontribusi terhadap kejadian depresi. Kedua terapi perilaku kognitif dan psikoterapi interpersonal diberikan dalam kurun waktu 6 sampai 12 minggu yang terdiri dari 1-jam sesi setiap kali pertemuan, telah terbukti efektif dalam mengobati depresi.4 b. Terapi elektrokonvulsif (Electroconvulsive Teraphy) Terapi elektrokonvulsif dilakukan apabila ditemukan kasus depresi yang berat atau depresi dikaitkan dengan kemunculan gejala psikotik. Dari penelitian ditemukan bahwa kejadian efek samping dari penggunaan elektrokonvulsi pada pengobatan depresi pada masa kehamilan ini sangat kecil, efek samping berupa kelahiran prematur ataupun kejadian ketuban pecah dini muncul dalam proporsi yang sangat rendah. Pemantauan yang adekuat diperlukan untuk meminimalkan resiko yang mungkin ditimbulkan dari penggunaan terapi elektrokonvulsif ini.4,6 2. Modalitas Farmakologis Angka kejadian malformasi kongenital adalah sekitar 1-3%, dimana waktu potensial yang paling besar untuk terjadi proses teratogenik akibat penggunaan obat antidepresan ini muncul pada 12 minggu pertama dari masa kehamilan, karena hampir sebagian besar proses organogenesis terjadi pada periode waktu ini. Gambaran keamanan penggunaan obat antidepresan pada wanita hamil dapat dilihat pada tabel berikut.4,6,9
13
Tabel 5. Profil Keamanan Antidepresan Untuk Kehamilan
Kesimpulan Pada referat ini penulis telah membahas mengenai hal-hal yang berkaitan dengan kejadian depresi pada masa kehamilan, berupa cara diagnosa, screening, pilihan tatalaksana, serta kemungkinan dampak dari kejadian depresi pada masa kehamilan. Depresi pada masa kehamilan merupakan suatu isu yang penting yang tidak bias diacuhkan begitu saja, mengingat kejadian depresi pada masa kehamilan ini cukup tinggi angka kejadiannya. Selain itu juga, depresi pada masa kehamilan ini masih menjadi isu penting karena dampak yang dapat ditimbulkan baik pada janin dan perkembangannya serta terhadap kesehatan mental 14
wanita hamil jika depresi ini tidak ditatalaksanai dengan baik. Wanita hamil tidak seharusnya menolak tatalaksana farmakologis hanya karena mereka sedang hamil, terdapat modalitas lain yang bisa dipergunakan untuk mengatasi depresi pada masa kehamilan ini yang terbukti relatif aman terhadap perkembangan janin. Sehingga sudah seharusnya provider kesehatan menjelaskan pilihan yang dapat diambil oleh wanita hamil yang mengalami depresi untuk mengatasi keluhannya, dan provider kesehatan mampu menjelaskan keuntungan dan efek samping dari modalitas terapi depresi ini berdasarkan bukti klinis yang diperoleh dari hasilhasil penelitian ilmiah. Sehingga pada akhirnya, kesehatan mental wanita hamil dapat dijaga sebaik mungkin.
15
Kepustakaan 1. Sadock B J, Sadock V A, and Ruiz P. Mood Disorder: Depression and Bipolar in Kaplan & Sadock's Comprehensive Textbook of Psychiatry, 10th Ed. USA: Lippincott Williams & Wilkins, 2007. pp. 528-61. 2. Kurniawan ES, Ratep N, Westa W. Faktor Penyebab Depresi Pada Ibu Hamil Selama Asuhan Antenatal Setiap Trimester. Denpasar: Bagian/Smf Psikiatri Fakultas Kedokteran Universitas Udayana / Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar, 2013. hh. 1-13. 3. Chaudron LH. Complex Challenges in Treating Depression During Pregnancy. Am J Psychiatry. 2013; 170:12–20. 4. Stewart DE. Depression during Pregnancy. N Engl J Med. 2011, October ; 365:1605-11. 5. Räisänen S, Lehto SM, Nielsen SH, Gissler M, Kramer MR, Heinonen S. Risk factors for and perinatal outcomes of major depression during pregnancy: a population-based analysis during 2002–2010 in Finland. BMJ Open, 2014;4:pp.1-9. 6. Hendrick V. Prevalence, Clinical Course, and Management of Depression During Pregnancy in Current Clinical Practice: Psychiatric Disorders in Pregnancy and the Postpartum: Principles and Treatment. Totowa, NJ: Humana Press, 2008. pp. 13-39. 7. Lancaster CA, Gold KJ, Flynn HA, Yoo H, Marcus SH, Davis MM. Risk factors for depressive symptoms during pregnancy: a systematic review. AJOG. 2010, Jan: pp.5-14. 8. American Psychiatric Association. Depressive Disorders in Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder, 5th Ed. USA: WashingtonAmerican Psychiatric Publishing, 2013. Pp. 161-71. 9. Mohapatra S, Yaduvanshi R, Agrawal A, Gupta B. Treatment of Depression During Pregnancy. Delhi Psychiatry Journal. 2013: 16(2). pp. 277-82. 10. Vigod et al. Transcranial direct current stimulation (tDCS) for treatment of major depression during pregnancy: study protocol for a pilot randomized controlled trial. Trials. 2014, 15:pp.366.
16