BAGIAN ILMU KESEHATAN KULIT & KELAMIN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIAYAH MAKASSAR
REFERAT SEPTEMBER 2013
DERMATITIS SEBOROIK
DISUSUN OLEH Rusmin Usman
(10542 0146 09)
Nur Hikmah
(10542 0106 09)
PEMBIMBING dr. Wiwiek Dewiyanti Habar, Sp.KK, M.Kes
DISUSUN SEBAGAI TUGAS KEPANITRAAN KLINIK BAGIAN ILMU KESEHATAN KULIT & KELAMIN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR 2013
1
LEMBAR PENGESAHAN
Yang bertanda tangan dibah ini menyatakan bahwa: 1. Nama : Rusmin Usman NIM
: 10542 0146 09
2. Nama : Nur Hikmah NIM
: 10542 0106 09
Dengan judul referat : DERMATITIS SEBOROIK
Telah melakukan tugas dalam rangka kepaniteraan klinik pada bagian Ilmu Kesehatan Kulit & Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Makassar. Makassar, September 2013 Pembimbing
dr. Wiwiek Dewiyanti Habar, Sp.KK, M.Kes
2
DERMATITIS SEBOROIK DEFINISI
Dermatitis seboroik merupakan penyakit papuloskuamosa yang kronik. Kelainan ini dapat mengenai bayi dan dewasa,dan berhubungan dengan peningkatan produksi sebum pada skalp dan area yang memiliki banyak kelenjar sebasea di wajah dan badan. Penyebabnya multifaktorial. Tempat predileksi biasanya dimulai pada kulit kepala, dan kemudian menjalar ke muka, kuduk, leher dan badan. Istilah dermatitis seboroik (D.S.) dipakai untuk segolongan kelainan kulit yang didasari oleh faktor konstitusi dan bertempat predileksi di tempat-tempat seboroik. Penyakit ini sering kali dihubungkan dengan peningkatan produksi sebum dari kulit kepala dan daerah muka serta batang tubuh yang kaya akan folikel sebasea. Dermatitis seboroik sering ditemukan dan biasanya mudah dikenali. Kulit yang terkena biasanya berwarna merah muda (eritema), membengkak, ditutupi dengan sisik berwarna kuning kecoklatan dan berkerak. Penyakit ini dapat mengenai semua golongan umur, tetapi lebih dominan pada orang dewasa. Pada orang dewasa penyakit ini cenderung berulang, tetapi biasanya dengan mudah dikendalikan. Kelainan ini pada kulit kepala umumnya dikenal sebagai ketombe pada orang dewasa dan cradle cap pada bayi.(1-4)
3
EPIDEMIOLOGI
Dermatitis seboroik memiliki dua puncak usia, yang pertama pada bayi dalam 3 bulan pertama kehidupan dan yang kedua sekitar dekade keempat sampai dekade ketujuh kehidupan. Tidak ada data tersedia pada insiden yang tepat dari dermatitis seboroik pada bayi, tetapi gangguan tersebut biasa terjadi. Penyakit pada orang dewasa diyakini lebih sering terjadi daripada psoriasis.
Prevalensi dermatitis
seboroik adalah sekitar 1-3% pada populasi umum di Amerika Serikat, dan 3-5% pada orang dewasa muda, tetapi insidensi pada penderita HIV dan AIDS dapat mencapai 85%. Pria lebih sering terkena daripada wanita pada semua kelompok umur. (2, 5, 6)
ETIOLOGI
Penyebab dermatitis seboroik belum diketahui pasti. Dermatitis seboroik dikaitkan dengan peningkatan produksi sebum pada kulit kepala dan folikel sebasea terutama
pada
daerah
wajah
dan
badan.
Flora
normal Pityrosporum
ovale kemungkinan merupakan penyebab. Banyak percobaan telah dilakukan untuk menghubungkan penyakit ini dengan mikroorganisme tersebut yang juga merupakan flora normal kulit manusia. Pertumbuhan Pityrosporum ovale yang berlebihan dapat mengakibatkan reaksi inflamasi, baik akibat produk metaboliknya yang masuk ke dalam epidermis maupun karena jamur itu sendiri melalui aktivasi sel limfosit T dan sel Langerhans. Akan tetapi, faktor genetik dan lingkungan diperkirakan juga dapat mempengaruhi onset dan derajat penyakit.(1, 2, 7)
4
Faktor yang mempengaruhi timbulnya penyakit antara lain : umur (orang dewasa), jenis kelamin lebih sering pada laki-laki, makanan (konsumsi lemak dan minum alkohol), obat-obatan, iklim (musim dingin), kondisi fisik dan psikis (status imun, stres emosional), dan lingkungan yang menyebabkan kulit menjadi lembab.(5)
PATOGENESIS
Patogenesis dermatitis seboroik tidak sepenuhnya dipahami, tetapi tampaknya ada hubungan yang kuat dengan kolonisasi kulit dengan ragi dari genus Malassezia (Pityrosporum ovale). Jamur lipofilik malassezia furfur ditemukan berlebihan, sebanyak 504.000/cm pada orang normal sedangkan pada dermatitis seboroik ditemukan 665.000/cm. Penemuan ini banyak mendukung pendapat adanya hubungan yang erat antara malassezia furfur dengan dermatitis seboroik. Dengan ditemukannya jamur ini dalam jumlah banyak dalam lesi maka pemberian preparat antijamur dapat memberikan hasil pengobatan yang memuaskan.(2, 5, 7) Dermatitis seboroik berhubungan erat dengan keaktifan glandula sebasea. Glandula tersebut aktif pada bayi yang baru lahir, kemudian menjadi tidak aktif selama 9-12 tahun akibat stimulasi hormon androgen dari ibu berhenti. Dermatitis seboroik pada bayi terjadi pada umur bulan-bulan pertama, kemudian jarang pada usia sebelum akil balik, kemudian insidens mencapai puncaknya pada umur 18-40 tahun, kadang-kadang pada umur tua. Lebih sering terjadi pada pria daripada wanita oleh karena pengaruh dari hormon androgen.(1)
5
GEJALA KLINIS
Kelainan kulit terdiri atas eritema dan skuama yang berminyak dan agak kekuningan, batasnya agak kurang tegas. Dermatitis seboroik yang ringan hanya mengenai kulit kepala berupa skuama-skuama yang halus, mulai sebagai bercak kecil yang kemudian mengenai seluruh kulit kepala dengan skuama-skuama yang halus dan kasar. Kelainan tersebut pitiriasis sika (ketombe, dandruf ) . Bentuk yang berminyak disebut pitiriasis steatoides ( pityriasis oleosa) yang dapat disertai eritema dan
krusta-krusta
yang
tebal.
Rambut
pada
tempat
tersebut
mempunyai
kecenderungan rontok, mulai di bagian vertex dan frontal.(1, 3, 8) Bentuk yang berat ditandai dengan adanya bercak-bercak yang berskuama dan berminyak disertai eksudasi dan krusta tebal. Sering meluas ke dahi, glabela, telinga postaurikular dan leher. Pada daerah dahi tersebut, batasannya sering cembung. Pada bentuk yang lebih berat lagi, seluruh kepala tertutup oleh krusta-krusta yang kotor, dan berbau tidak sedap. Pada bayi, skuama-skuama yang kekuningan dan kumpulan debris-debris epitel yang lekat pada kulit kepala disebut cradle cap.(1, 2, 8) Pada daerah supraorbital, skuama-skuama halus dapat terlihat di alis mata, kulit di bawahnya eritematosa dan gatal, disertai bercak-bercak skuama kekuningan, dapat terjadi pula blefaritis, yakni pinggir kelopak mata merah disertai skuamaskuama halus. Pada tepi bibir bisa kemerahan dan berbintik-bintik (marginal blefaritis). Daerah konjungtiva pada saat bersamaan juga dapat terkena. Lipatannya dapat berwarna kekuningan, dengan kerak, dengan batas yang tidak jelas. Pruritus juga bias terlihat. Jika area glabela juga terkena, disana juga mungkin terdapat kerak 6
pada kerutan mata yang berwarna kemerahan. Pada lipatan bibir mungkin terdapat perubahan warna berupa kerak yang kekuningan atau kemerahan, kadang-kadang dengan lubang-lubang. Pada pria, radang folikel rambut pada kumis juga bisa terjadi. (5, 6)
Selain tempat-tempat tersebut dermatitis seboroik juga dapat mengenai liang telinga luar, lipatan nasolabial, daerah sterna, areola mamae, lipatan di bawah mamae pada wanita, interskapular, umbilicus, lipat paha, dan daerah anogenital. Pada daerah pipi, hidung, dan dahi, kelainan dapat berupa papul-papul.(1, 3) Pada telinga, dermatitis seboroik sering disalah artikan dengan radang daun telinga yang disebabkan oleh jamur (otomikosis). Disana terdapat kulit terkelupas pada lubang telinga, disekitar meatus auditivus, dan depan daun telinga. Pada daerah ini kulit biasanya berubah menjadi kemerahan, dengan lubang-lubang dan bengkak. Eksudasi serosa, pembengkakan pada telinga dan daerah sekitarnya.(2) Dermatitis seboroik biasa pada lipat paha dan bokong, dimana terlihat seperti kurap, psoariasis, atau jamuran. Garisnya terlihat seperti kulit terkelupas pada keduanya dan simetris. Pada lokasi ini lobang-lobang dapat ditemukan dan mungkin juga terdapat garis psoariformis dengan kulit kering pada beberapa kasus.(2)
HISTOPATOLOGIS
7
Gambaran histologi bermacam-macam sesuai dengan stadium penyakitnya. Pada dermatitis seboroik akut dan subakut, tersebar superfisial infiltrat perivascular dari limfosit dan histiosit, dari spongiosis yang ringan sampai yang berat, hiperplasia bentuk psoriasis ringan, Penyumbatan folikel oleh karena orthokeratosis dan parakeratosis dan kerak-kerak yang mengandung neutrofil. Pada dermatitis seboroik yang kronis terdapat dilatasi pembuluh darah kapiler dan vena pada plexus superficial.(3, 5) DIAGNOSIS BANDING
1. Psoriasis Psoriasis berbeda dengan dermatitis seboroik karena terdapat skuama-skuama yang berlapis-lapis, disertai tanda tetesan lilin dan Auspitz. Tempat predileksinya juga berbeda. Jika psoriasis mengenai scalp dibedakan dengan dermatitis seboroik Perbedaannya ialah skuamanya lebih tebal dan putih seperti mika, kelainan kulit juga pada perbatasan wajah dan scalp dan tempattempat lain sesuai dengan tempat predileksinya. Psoriasis inversa yang mengenai daerah fleksor juga dapat menyerupai dermatitis seboroik.(1, 5)
8
2. Kandidosis intertrigenosa Dermatitis seboroik pada lipatan paha dan perianal dapat menyerupai kandidosis. Pada kandidosis terdapat eritema berwarna merah cerah berbatas tegas dengan satelit-satelit di sekitarnya.(1, 5)
3. Otomikosis
9
Dermatitis seboroik yang menyerang saluran telinga luar mirip otomikosis dan otitis eksterna. Pada otomikosis akan terlihat elemen jamur pada sediaan langsung. Otitis eksterna menyebabkan tanda-tanda radang, jika akut terdapat pus.(1, 5)
PENATALAKSANAAN 1. Pengobatan sistemik
a. Kortikosteroid Kortikosteroid digunakan pada bentuk yang berat, dosis prednisone 20-30 mg sehari. Jika telah ada perbaikan, dosis diturunkan perlahan-lahan.(4, 6) b. Antijamur Bila pada sediaan langsung terdapat malassezia furfur yang banyak dapat diberikan ketokonazol, dosisnya 200 mg per hari.(4, 5)
c. Isotretinoin
10
Obat ini berguna meskipun tidak secara resmi disetujui untuk pengobatan dermatitis seboroik. Dosis rendah 0,05-0,1 mg/kg berat badan setiap hari selama beberapa bulan.(5, 6) 2. Pengobatan topikal
a. Antijamur Pengobatan antifungal seperti imidazole dapat memberikan hasil yang baik. Biasanya digunakan ketokonazole 2 % dalam sampo dan krim. Dalam pengujian yang berbeda menunjukkan 75-95 % terdapat perbaikan.(4, 5) b. Kortikosteroid, Misalnya krim hidrokortison 1% untuk dermatitis seboroik pada bayi dan pada daerah wajah. Pada kasus dengan inflamasi yang berat dapat dipakai kortikosteroid yang lebih kuat, misalnya betametason valerat, asalkan jangan dipakai terlalu lama karena efek sampingnya.(2, 4) c. Metronidazole Metronidazole topikal dapat berguna sebagai pengobatan alternatif untuk dermatitis seboroik. Metronidazol telah berhasil digunakan pada pasien dengan rosasea.(5, 6) d. Obat-obat lain - Ter, misalnya likuor karbonas detergens 2-5% atau krim pragmatar.(4) - resorsin 1-3%.(4) - asam salisil 3%. (5) - sulfur presipitatum 4-20%, dapat digabung dengan asam salisilat 3-6%(1, 4) 11
- Fototerapi dengan narrow band UVB (TL-01) dapat diberikan pada dermatitis seboroik yang parah dengan hasil yang efektif dan cukup aman. Setelah pemberian terapi 3 kali seminggu selama 8 minggu, sebagian besar penderita mengalami perbaikan.(1, 5, 7)
PROGNOSIS
Prognosis umumnya baik. Biasanya, penyakit ini berlangsung selama bertahun-tahun untuk beberapa dekade dengan periode peningkatan pada musim panas dan periode eksaserbasi di musim dingin. Lesi menyebar luas dapat terjadi sebagai akibat dari pengobatan topikal yang tidak benar atau paparan sinar matahari. Varian ekstrim dari penyakit ini adalah eritroderma eksfoliatif ( seborrheic eritroderma). Sedangkan dermatitis seboroik pada bayi biasanya berkepanjangan dari minggu ke bulan. Eksaserbasi dan jarang, dermatitis generalisata exfoliating mungkin terjadi. Bayi dengan dermatitis seboroik memiliki resiko lebih besar untuk terkena pnenyakit yang sama pada saat dewasa.(5)
DAFTAR PUSTAKA
12
1.
Djuanda A. Dermatosis Eritroskuamosa. In: Djuanda A, Hamzah M, Aisah S, editors. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi kelima ed. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia 2008. p. 200-3.
2.
James WD, Berger TG, Elston DM. Andrews' Diseases of the skin Clinical Dermatology. Tenth ed. Philadelphia: Saunders Elsevier; 2006.
3.
Roesyanto ID, Mahadi. Ekzema dan Dermatitis. In: Harahap M, editor. Ilmu Penyakit Kulit. Jakarta: Hipokrates; 2000. p. 14-6.
4.
Sjamsoe ES, Menaldi SL, Wisnu IM. Penyakit Kulit Yang Umum Di Indonesia Sebuah
panduan bergambar.
Jakarta: Medical Multimedia
Indonesia. 5.
Plewig G, Jansen T. Seborrheic Dermatitis. In: Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffell DJ, editors. Fitzpatrick's Dermatology in General Medicine Seventh ed. United States of America Mc Grow Hill 2008. p. 219-25.
6.
Burns T, Breathnach S, Cox N, Griffiths C. Rook's textbook of dermatology. eigth ed. UK: Blackwell Publishing; 2010.
7.
Berk T, Scheinfeld N. Seborrheic Dermatitis. NCBI. 2010.
8.
Fauci AS, Kasper DL, Longo DL, Braunwald E, Hauser SL, Jameson JL, et al. Harrison's Principles of Internal Medicine. Mc Graw Hill Medical; 2008.
13