BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemb Pemban angu guna nan n SLB SLB dida didasa sark rkan an pada pada para paradi digm gmaa memb memban angu gun n manu manusi siaa Indo Indone nesi siaa seutuhnya, yang berfungsi sebagai subyek yang memiliki kapasitas untuk mengaktualisasikan potensi dan dimensi kemanusiaan secara optimal. Dimensi kemanusiaan itu mencakup tiga hal paling mendasar, yaitu (1) afektif yang tercermin pada kualitas keimanan, ketakwaan, akhlak mulia termasuk budi pekerti luhur serta kepribadian unggul, dan kompetensi estetis; (2) kognitif yang tercermin pada kapasitas pikir dan daya intelektualitas untuk menggali dan mengembangkan serta menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi sesuai dengan kemampuan dan dan kela kelain inan an pese peserta rta didi didik; k; dan dan (3) (3) psik psikom omot otor orik ik yang yang tercer tercermi min n pada pada kema kemamp mpua uan n mengembangkan keterampilan teknis, kecakapan praktis, dan kompetensi kinestetis untuk hidup mandiri ditengah-tengah masyarakat. Pendidikan merupakan proses sistematis untuk meningkatkan martabat manusia secara holistik, yang memungkinkan ketiga dimensi kemanusiaan paling elementer di atas dapat berkem berkemban bang g secara secara optimal optimal.. Dengan Dengan demiki demikian, an, pendid pendidika ikan n seyogy seyogyany anyaa menjad menjadii wahana wahana stra strateg tegis is bagi bagi upay upayaa meng mengem emba bang ngka kan n sege segena nap p pote potens nsii indi indivi vidu du,, sehi sehing ngga ga citacita-cit citaa membangun manusia Indonesia seutuhnya dapat tercapai. Selain itu, pembangunan SLB juga diarahkan untuk membangun karakter dan wawasan kemasyarakatan bagi peserta didik, yang menjadi landasan penting untuk hidup di tengah-tengah masyarakat. Dalam hal ini, SLB memberi pelayanan pendidikan yang dapat dijangkau oleh seluruh warga masyarakat. Oleh karena itu, upaya peningkatan akses masyarakat terhadap pendidikan yang lebih berkualitas berkualitas merupakan mandat yang harus dilakukan dilakukan sesuai sesuai dengan dengan tujuan tujuan negara Indonesia Indonesia yang tertuang dalam Pembukaan UUD 1945 yaitu untuk melindungi segenap masyarakat dan selu seluru ruh h tumpa tumpah h dara darah h Indo Indone nesi sia, a, mence mencerd rdas aska kan n kehi kehidu dupan pan masy masyara arakat kat,, mema memaju juka kan n kesejahteraan umum dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian perdamaian abadi dan keadilan sosial. sosial. UUD 1945 mengamanatk mengamanatkan an mengenai mengenai pentingnya pentingnya pendidikan pendidikan bagi seluruh seluruh warga warga negara sebagaimana sebagaimana diatur dalam Pasal 28C Ayat Ayat (1) bahwa setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapatkan pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia, dan
1|Page
Pasal 31 Ayat (1) bahwa setiap warga negara berhak mendapat pendidikan. Sesuai Ketentuan Umum Umum Penjela Penjelasan san Undang Undang-Un -Undan dang g Nomor Nomor 20 Tahun ahun 2003 2003 tentan tentang g Sistem Sistem Pendid Pendidika ikan n Nasional.
Pend Pendid idik ikan an haru haruss mamp mampu u menc mencipt iptak akan an kema kemand ndiri irian an baik baik pada pada indi indivi vidu du maup maupun un masyarakat. Pendidikan yang menumbuhkan jiwa kemandirian menjadi sangat penting justru ketika ketika dunia dunia dihada dihadapka pkan n pada pada satu satu sistem sistem tungga tunggall yang yang digera digerakka kkan n oleh oleh pasar pasar bebas. bebas. Masyarak Masyarakat at Indone Indonesia sia sulit sulit bertah bertahan an jika jika tidak tidak memilik memilikii kemand kemandiria irian n karena karena hidupn hidupnya ya semakin tergantung pada masyarakat-masyarakat yang lebih kuat. Selain itu, pendidikan harus menjad menjadii bagian bagian dari dari proses proses peruba perubahan han masyar masyaraka akatt menuj menuju u masyar masyarakat akat madani madani,, yakni yakni masyarakat masyarakat demokratis, demokratis, taat, hormat, hormat, dan tunduk tunduk pada hukum dan perundang-u perundang-undang ndangan, an, melestarikan keseimbangan lingkungan, dan menjunjung tinggi hak asasi manusia. Pelayanan yang maksimal yang diberikan oleh sekolah dapat mengembangkan potensi anak- anak yang bersekolah di sekolah Makna Bhakti sebagai bekal mereka untuk dapat mempersiapkan anak dalam kehidupan masyarakat.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang yang dimaks dimaksud ud dengan dengan tunagr tunagrahi ahita ta ? Bagaimana ana 2. Bagaim
pelayan pelayanan an pendid pendidika ikan n bagi bagi anak Tunag Tunagrah rahita ita di SDLBS SDLBS B/C Makna Makna
Bhakti ? 3. Apa yang yang dimak dimaksu sud d anak anak Autism Autismee ? 4. Bagaimana Bagaimana pelayanan pelayanan pendidik pendidikan an bagi anak anak autis autis di SDLBS SDLBS B/C Makna Makna Bhakti Bhakti ?
5. Kurikulum apa yang dipakai SDLBS B/C Makna Bhakti ? 6. Bagaimana kualitas SDM pengajar pada SDLBS B/C Makna Bhakti ? 7. Kegiatan ekrakurikuler apa saja yang tersedia pada SDLBS B/C Makna Bhakti ? 8. Fasilitas apa saja yang ada pada SDLBS B/C Makna Budi Bhakti khususnya pada SDLBS C ? C. Tujuan ujuan Penuli Penulisan san
2|Page
Adapun tujuan penulisan dalam laporan ini adalah sebagai berikut : 1. Untuk menjelaskan menjelaskan definisi definisi dan karakteristik karakteristik tunagrahita tunagrahita 2. Untuk mengetahui mengetahui pelayanan pelayanan pendid pendidikan ikan anak tunagrahita tunagrahita
3. Untuk menjelaskan definisi dan karakteristik autis 4. Untuk mengetahui mengetahui pelayanan pelayanan pendidikan pendidikan anak autis
5. Untuk mengetahui kurikulum yang dipakai di SDLB C Makna Bhakti 6. Untuk mengetahui kualitas SDM tenaga pendidik di SDLB C Makna Bhakti 7. Untuk mengetahui ektrakurikuler yang terdapat di SDLB C Makna Bhakti 8. Untuk mengetahui fasilitas- fasilitas yang ada di SDLB C Makna Bhakti
D. Sistematika Penulisan Makalah ini terdiri dari …….bagian yang meliputi: Bab I
Pendahuluan yang terdiri dari
: Latar belakang masalah, Rumusan
masalah, Tujuan penulisan, Metode penulisan serta Sistematika penulisan. Bab II
Pem Pembaha bahassan yang ang terd terdir irii dari ari
: Peng Penger erti tian an tun tunag agra rahi hita ta,, peri perist stil ilah ahan an dan dan
batasan-batasan tunagrahita, data jumlah penyandang tunagrahita di Indonesia, pengertian autis, penanganan masalah autisme, bentuk layanan pendidikan bagi anak anak auti autis, s, pelay pelayan anan an pend pendid idik ikan an bagi bagi anak anak tunag tunagrah rahita ita,, ruan ruang g lingk lingkup up pro progr gram am bina bina diri, diri, iden identif tifik ikas asii kebu kebutu tuha han n prog program ram bina bina diri diri,, Stra Strateg tegii pengembangan program bina diri, penyusunan program bina diri, pelayanan pendi pendidik dikan an bagi bagi anak anak autis autis di SDLBS SDLBS B/C Makna Makna Bhakti Bhakti,, progra program m terapi terapi intervensi intervensi dini, program program terapi penunjang, penunjang, kelas transisi, program pendidikan pendidikan inklusi, program pendidikan terpadu, sekolah khusus autis, sarana prasarana di SDLB SDLBS S B/C B/C Makn Maknaa Bhak Bhakti, ti, iden identi titas tas seko sekolah lah,, kead keadaan aan sisw siswa, a, kead keadaan aan SDM/ SDM/te tenag nagaa kepe kepend ndid idik ikan an di SDLB SDLBS S B/C B/C Makn Maknaa Bhak Bhakti ti,, kuri kuriku kulu lum m di SDLBS B/C Makna Bhakti, fasilitas ekstrakurikuler di SDLBS B/C Makna Bhakti. Bab III
Kesimpulan
3|Page
Daftar Pustaka. E. Metodologi Observasi
Dalam observasi ini kami menggunakan metode observasi berupa deskripsi dari hasil wawancara dan mengumpulkan data mengenai fisik bangunan dilakukan dengan mengamati dan mendeskripsikan secara obyektif . Pengumpulan data mengenai proses kegiatan pembelajaran menggunakan jenis observasi partisipasi dan non partisipasi yang kami lakukan di SLB C Makna Bhakti antara lain:
1. Wawancara langsung 2. Pengamatan 3. Partisipasi siswa F. Metodologi Penyusunan
Dalam penulisan laporan ini kami menggunakan metode penyusunan berdasarkan dari hasil wawancara langsung, pengamatan, serta untuk penyempurnaannya kami melakukan pengambilan data dari beberapa literatur yang ada pada media internet.
4|Page
BAB II PEMBAHASAN
II.I TUNAGRAHITA A. Pengertian Tunagrahita
American Asociation on Mental Deficiency/AAMD dalam B3PTKSM, (p. 20), mendefinisikan Tunagrahita sebagai kelainan: 1. yang meliputi fungsi intelektual umum di bawah rata-rata (Sub-average), yaitu IQ 84 ke bawah berdasarkan tes; 2. yang muncul sebelum usia 16 tahun; 3. yang menunjukkan hambatan dalam perilaku adaptif. Sedangkan pengertian Tunagrahita menurut Japan League for Mentally Retarded (1992: p.22) dalam B3PTKSM (p. 20-22) sebagai berikut: 1. Fungsi intelektualnya lamban, yaitu IQ 70 kebawah berdasarkan tes inteligensi baku. 2. Kekurangan dalam perilaku adaptif.
3. Terjadi pada masa perkembangan, yaitu antara masa konsepsi hingga usia 18 tahun. B. Peristilahan dan batasan-batasan Tunagrahita
Peristilahan Tunagrahita(B3PTKSM, p. 19) 1. Tunagrahita merupakan kata lain dari Retardasi Mental (mental retardation)
Tuna berarti merugi.
5|Page
Grahita berarti pikiran. 2.
Retardasi Mental (Mental Retardation/Mentally Retarded) berarti terbelakang mental.
Tunagrahita sering disepadankan dengan istilah-istilah, sebagai berikut:
1. Lemah fikiran ( feeble-minded); 2. Terbelakang mental (Mentally Retarded); 3. Bodoh atau dungu (Idiot); 4. Pandir (Imbecile); 5. Tolol (moron); 6. Oligofrenia (Oligophrenia); 7. Mampu Didik (Educable); 8. Mampu Latih (Trainable);
9. Ketergantungan penuh (Totally Dependent) atau Butuh Rawat; 10. Mental Subnormal; 11. Defisit Mental; 12. Defisit Kognitif; 13. Cacat Mental; 14. Defisiensi Mental; 15. Gangguan Intelektual
C. Data Jumlah penyandang Tunagrahita di Indonesia Dilihat dari kurva normal, anak yang mengalami tunagrahita adalah mereka yang mengalami penyimpangan 2 (dua) standar deviasi, yaitu: mereka yang ber IQ 70 ke bawah menurut skala Wechsler, sedangkan mereka yang ber IQ antara 71 – 85 termasuk runagrahita borderline (Brown) et. Al., 1996). Pendapat lain mengatakan, bahwa anak tunagrahita adalah anak yang memiliki IQ 70 ke bawah. Hallahan, 1988, mengestimasikan jumlah penyandang tunagrahita adalah 2,3 %. Namun pada tahun 1984, Annual Report to Congress menyebutkan 1,92 % anak usia sekolah menyandang tunagrahita dengan perbandingan laki-laki 60% dan perempuan 40% atau 3 : 2. Pada Data Pokok Sekolah Luar Biasa (p.11, 2003), dilihat dari kelopok usia sekolah, jumlah penduduk di Indonesia yang menyandang kelainan adalah 48.100.548 orang, jadi estimasi jumlah penduduk di Indonesia yang menyandang tunagrahita adalah 2 % X
6|Page
48.100.548 orang = 962.011 orang.
II.2 AUTISME A. Pengertian Autis
Autisme adalah suatu kondisi yang mengenai seseotang sejak lahir ataupun saat masa balita, yang membuat dirinya tidak dapat membentuk hubungan sosial atau komunikasi yang normal. Hal ini mengakibatkan anak tersebut terisolasi dari manusia lain dan masih dalam dunia repetitive, aktivitas dan minat yang obsesif. (Baron-Cohen, 1993). Menurut Power (1989) karakteristik anak autistic adalah adanya 6 gejala/gangguan, yaitu dalam bidang Interaksi social; Komunikasi (bicara, bahasa, dan komunikasi); Perilaku, Emosi, dan Pola bermain; Gangguan sensoris; dan perkembangan terlambat atau tidak norma. Penampakan gejala dapat mulai tampak sejak lahir atau saat masih kecil (biasanya sebelum usia 3 tahun). Gejala dapat beraneka ragam sehingga tampak bahwa tidak ada anak autistic yang benar-benar sama dalam semua tingkah lakunya, sedangkan perbandingan laki-laki : perempuan adalah sekitar 4 :1 dan terdapat pada semua lapisan masyarakat etnik/ras, religi, tingkat sosio-ekonomi serta geografi (Holmes, 1998). B. Penanganan masalah Autisme
Bentuk layanan pendidikan bagi anak autistic merupakan bagian dari upaya penanganan masalah autisme, seperti tampak dalam skema dibawah ini.
7|Page
C. Bentuk Layanan Pendidikan bagi Anak Autis
Layanan yang paling efektif bagi anak autis dapat berupa pendidikan, penempatan (residensial) dan program pengangkatan tenaga kerja (employment program) (Holmes, 1998). Bentuk pelayanan pendidikan untuk anak autis haru desesuaikan dengan karakteristik dan kemampuan anak. Program pengajaran terstruktur dinyatakan sebagai cara untuk memperoleh kemajuan yang besar. Hal ini terjadi karena guru secara aktif mengambil inisiatif untuk berinteraksi dan memberi petunjuk, juga guru menjalankan tugasnya dari bagian terkecil sehingga anak mudah mengikuti tahap-tahap pembelajaran untuk mencapai tujuan yang diharapkan. Hal ini juga membuat anak autis dapat memperkirakan apa yang akan didapatkannya. Perubahan mendadak kadang membuat anak-anak panik dan tantrum. Namun tetap perlu mengajarkan juga hal-hal yang spontan dan fleksibel terutama dalam ketrampilan sosialnya. (Baron-Cohen, 1993).
8|Page
II.3 PELAYANAN PENDIDIKAN BAGI ANAK TUNAGRAHITA DI SDLBS B/C MAKNA BHAKTI Kurikulum sebagai bangun dasar dari sebuah proses pendidikan merupakan saripati masyarakat dalam tatanan masyarakat pendidikan. Kurikulum SLB 1994 sebagai nilai dasar dan nilai normatif kurikulum belum memungkinkan bagi guru, kepala sekolah, pengelola pendidikan serta pengambil kebijakan pendidikan untuk melaksanakan proses pembelajaran serta pengelolaan belajar yang lebih inovatif. Seiring dengan lahirnya Undang-undang Nomor 20 tahun 2003, tentang sistem Pendidikan Naisonal RI dan Peraturan Pemerintah RI No 19 tahun 2005, telah memberikan dampak langsung
pada perubahan kurikulum pendidikan yang ditetapkan dengan
Permendiknas nomor 22 tahun 2006 tentang standar isi satuan Pendidikan dasar dan menengah, Permendiknas Nomor 23 tahun 2006 tentang Standar kompetensi Lulusan untuk Satuan pendidikan dasar dan menengah dan Permendiknas nomor 24 tentang Pelaksanaan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional RI nomor 23 dan 24 tahun 2006. Berdasarkan Permendiknas di atas telah memberikan perubahan yang signifikan bagi program khusus untuk pendidikan tunagrahita ringan dan sedang, dimana menurut kurkulum
9|Page
1994 dan KBK ditetapkan sebagai mata pelajaran Kemampuan Merawat Diri (KMD), sedangkan saat ini diperluas menjadi mata pelajaran Bina Diri. Secara konsep Bina Diri memberikan makna lebih luas dari Kemampuan merawat diri (KMD), karena secara langsung KMD menjadi bagian dari pembelajaran Bina Diri. Kendala yang dihadapi saat ini Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Bina Diri belum ditetapkan/belum disusun oleh Depdiknas. Hal ini bukan menjadi hambatan bagi para guru, karena program bina diri pada hakekatnya dapat dikembangkan oleh guru sendiri berdasarkan hasil asesmen, sehingga diperlukan kreativitas para guru untuk mengembangkan program yang dapat diadaftasikan bagi anak tunagrahita.
A. Ruang Lingkup Program Bina Diri
Ruang lingkup program Bina Diri tidak dapat terlepas dari program pembelajaran yang lainnya pada satu satuan pendidikan, dalam pengertian pembelajran Bina Diri dapat saling berkontribusi dengan pembelajaran yang lain, misalnya kebutuhan komunikasi sangat erat kaitannya dengan program pembelajaran Bahasa. Berikut ini dibahas materi Bina Diri yang harus dikuasai dan dimiliki anak tunagrahita sedang dan ringan, sehingga setiap anak dapat hidup wajar sesuai dengan fungsi-fungsi kemandirian : 1. Kebutuhan merawat diri Kebutuhan merawat diri identik dengan materi yang telah dilaksanakan pada kurikulum 1994, secara umum program merawat diri bagi anak tunagrahita sangat terkait langsung dengan aktivitas kehidupan sehari-hari anak tunagrahita. Materi kemampuan merawat diri meliputi : Kemampuan
pemeliharaan tubuh, seperti, mandi, gosok gigi, merawat rambut,
kebersihan kuku. Memelihara
kesehatan dan keselamatan diri, seperti melindungi dari bahaya sekitar
10 | P a g e
Mengatasi
luka yang berkaitan dengan kesehatan
2. Kebutuhan mengurus diri Kebutuhan mengurus diri adalah kebutuhan anak tunagrahita untuk mengurus dirinya sendiri, baik yang bersifat rutin maupun insidentil, sebagai bentuk penampialan pribadi, diantaranya : Memelihara
Mengurus
diri secara praktis
kebutuhan yang bersifat pribadi, seperti makan, minum, menyuap dan tata
cara makan sesuai dengan norma dan kondisi, misalnya makan di rumah, rumah makan atau dalam kegiatan resepsi. Berpakaian,
yang meliputi mengenakan bermacam-macam pakaian sesuai dengan
kebutuhan Pergi
ke WC
Berpatut
diri
Merawat
kesehatan diri
3. Kebutuhan Menolong diri Kebutuhan menolong diri, diperlukan oleh anak tunagrahita untuk mengatasi berbagai masalah yang sangat mungkin dihadapi oleh anak dalam aktivitas kehidupannya sehari-hari, materi kemampuan menolong diri sendiri, melliputi : Memasak
Mencuci
sederhana
pakaian
Melakukan
aktivitas rumah, seperti menyapu, membersihkan lantai dll.
4. Kebutuhan Komunikasi Setiap orang untuk melakukan aktifitas senantiasa ditunjang dengan kemampuan
11 | P a g e
komunikasi, begitu juga dengan anak tunagrahita komunikasi merupakan sarana penting yang menunjang langsung pada aktivitas kegiatan sehari-harinya. Kebutuhan komunikasi pada anak tungrahita meliputi kebutuhan : komunikasi
ekspresif seperti menjawab pertanyaan tentang identitas diri sendiri dan
keluarga, mampu mengungkapkan keinginan Komunikasi
reseftif, seperti mampu memahami apa yang disampaikan oleh teman atau
orang lain, mau mendengarkan percakapan orang lain, memahami simbol-simbol yang ada di lingkungan sekitar seperti tanda kamar kecil untuk pria dan wanita, tulisan sederhana di tempat umum. 5. Kebutuhan Sosialisasi/adaftasi Kebutuhan sosialisasi atau adaftasi dibutuhkan untuk menunjang berbagai aktifitas dalam kehidupan, seperti : keterampilan
bermain
keterampilan
berinteraksi
berpartisifasi
dalam kelompok
bersikap
mampu
ramah dalam bergaul
menghargai orang lain (teman, anggota keluarga, orangtua)
memiliki
Mampu
tanggung jawab pada diri sendiri
berekspresi dan mengendalikan emosi
6. Kebutuhan Keterampilan hidup Kebutuhan keterampilan hidup yang dibutuhkan anak tunagrahita sangat luas, pada kebutuhan Bina Diri meliputi keterampilan berbelanja, menggunakan uang, berbelanja di toko atau pasar, cara mengatur pembelanjaan. Disamping keterampilan praktis keterampilan hidup juga harus ditunjang dengan keterampilan vokasional, seperti kebiasaan bekerja, prilaku sosial
12 | P a g e
dalam bekerja, menjaga keselamatan kerja, mampu menempatkan diri dalam lingkungan kerja. 7. Kebutuhan mengisi waktu luang Seseorang yang tidak dapat mengisi waktu luang dengan baik akan mengalami kejenuhan, kemampuan mengisi waktu luang dibutuhkan pada anak tunagrahita untuk terus melakukan aktivitas sehingga kemampuannya dapat terus berkembang karena diisi dengan kegiatan positif. Kegiatan mengisi waktu luang bagi anak tunagrahita dapat dilakukan melalui media atau kegiatan olahraga, kesenian, keterampilan sederhana seperti memelihara ternak atau tanaman. B. Identifikasi Kebutuhan Program Bina Diri
Program pendidikan Bina Diri secara prinsif dikembangkan, untuk membantu anak tunagrahita agar dapat hidup lebih wajar dan mandiri. Untuk membantu anak tunagrahita dapat hidup mandiri diperlukan program yang mampu membantu anak belajar dan bisa melakukan dengan wajar dan baik. Dalam Struktur Kurikulum yang ditetapkan Depdiknas alokasi pembelajaran bina diri 2 jam pelajaran per minggu (60 menit/minggu,atau 1020 menit atau 17 jam per semester). Dalam pengembangan program Bina Diri sesuai dengan Konsep KTSP, dikembangkan dengan mengacu pada Visi, Misi dan Tujuan satuan pendidikan, sehingga program Bina Diri ini harus mampu memberikan kontribusi pada pencapaian visi, misi dan tujuan sekolah, dan tetap berpusat pada anak. C. Strategi Pengembangan Progam Bina Diri
1. Asesmen Asesmen adalah proses yang sistematis dalam mengumpulkan data seorang anak, yang berfungsi untuk melihat kemampuan dan kesulitan yang dihadapi seseorang saat itu, sebagai bahan untuk menentukan apa yang sesungguhnya dibutuhkan. (Alimin : 2003 ; 45). Asesmen dilakukan untuk mengetahui kebutuhan peserta didik pada dua aspek berikut : a. Kebutuhan peserta didik , yang meliputi siapa dan bagaimana keadaan serta kebutuhan peserta didiknya, lebih lengkapnya sebagai berikut :
13 | P a g e
a) Berdasarkan tingkat/levelnya dapat diketahui bagaimana kebutuhan peserta didik sebagai manusia, sebagai warga Negara, sebagai warga daerah, sebagai anggota masyarakat, sebagai warga sekolah, sebagai individu, b) Berdasarkan tipe kebutuhan peserta didik dapat diketahui kebutuhan peserta didik dari segi fisik, sosiopsikologis, pendidikan dan tugas perkembangannya. b. Kebutuhan Sosial , berdasarkan tingkat/level dan tipe kebutuhan sosial dari peserta didik dan lingkungan sosialnya, lengkapnya sebagai berikut : a) Berdasarkan tingkat/level
secara sosial dapat diketahui posisi serta harapan
lingkungan sosial peserta didik sebagai manusia, warga dunia, warga Negara, anggota masyarakat dan lingkungan sosial terdekatnya. b) Berdasarkan tipe kebutuhan sosial dapat diketahui, kebutuhan lingkungan sosial peserta didik berupa kebutuhan/harapan
dari segi politik/kebijakan pemerintah,
kebutuhan sosial, ekonomi, pendidikan, lingkungan, ketahanan sosial, kesehatan dan aspek moral spiritualnya. Berdasarkan hasil asesmen program dapat dikembangkan untuk keseluruhanprogram Bina Diri dalam satu satuan pendidikan, kelas dan untuk pengembangan program pembelajaran individual (PPI). 2. Analisis SWOT SWOT secara prinsip tidak jauh berbeda dengan Asesmen, tetapi dengan analisis SWOT dapat diketahui kekuatan, kelemahan, peluang dan hambatan/ancaman sehingga dapat ditetapkan skala prioritas program mana yang sangat esensial dan kaitannya dengan kondisi sekolah dan lingkungan sekitar. SWOT ini dapat digunakan untuk pengembangan program bina diri secara umum. SWOT dilakukan juga untuk mengetahui fungsi-fungsi pembelajaran tertentu apakah sudah memiliki kesiapan dan daya dukung terhadap program yang akan dikembangkan D. Penyusunan Program Bina Diri
Program pendidikan Bina Diri dikembangkan berdasarkan hasil asesmen ataupun analisis lingkungan, alur penyusunan program Bina diri dilakukan melalui tahapan berikut :
14 | P a g e
ASESMEN HASIL ASESMEN RUANG LINGKUP MATERI SKALA PRIORITAS PROGRAM PROGRAM: 1.
SK/KD
2.
Silabus
3.
RPP
EVALUASI
Model program yang dikembangkan oleh guru tidak terikat pada salah satu model tetapi lebih bersifat fleksibel, misalnya untuk program yang dapat diikuti semua siswa dapat digunakan model tematik, analisis tugas atau silabus mata pelajaran secara klasikal, tetapi untuk program yang bersifat khusus dapat digunakan Program Pembelajara n Individual (PPI) atau melalui program sistem ganda. Yang harus diperhatikan dalam pengembangan program adalah ketersedian sumber daya yang ada, dukungan lingkungan dan antisipasi berbagai hambatan yang mungkin muncul. Untuk menganalisis program dapat digunakan format analisis sebagai berikut :
Nama
:
15 | P a g e
Kelas
:
SK/KD
:
16 | P a g e
Aspek Analisis Program Waktu Materi metoda Sumber Media Evaluasi
Duplikasi/Reguler
Modifikasi /penyesuaian
17 | P a g e
18 | P a g e
II.4 PELAYANAN PENDIDIKAN BAGI ANAK AUTIS DI SDLBS B, C MAKNA BHAKTI Layanan Pendidikan Awal, yang terdiri dari Program Terapi Intervensi Dini dan Program Terapi Penunjang. Layanan Pendidikan Lanjutan, yang terdiri Kelas Transisi atau Kelas Persiapan dan program lanjutan lainnya seperti Program Inklusi, Program Terpadu, Sekolah Khusus Autis. A. Program Terapi Intervensi Dini
Pada dekade terakhir ini, terjadi banyak kemajuan dalam mengenali karakteristik dan perilaku anak autis, dimana hasil positif tampak pada anak-anak usia muda yang mendapatkan intervensi dini. Dengan intervensi dini, potensi dasar (functional) anak autis dapat meningkat melalui program yang intensif. Ini sejalan dengan hipotesa bahwa anak autistik memperlihatkan hasil yang lebih baik bila program intervensi dini dilakukan pada anak usia dibawah 5 tahun dibandingkan diatas 5 tahun. Ada beberapa pendapat mengenai efektitas pada intervensi dini untuk anak autis dan masalah perilakku yang disampaikan oleh Dunlap dan Fox di tahun 1996 (Dunlap dan Fox dalam Erba 2000):
a. Perkembangan
awal
berhubungan
langsung
dengan
meningkatnya
kemampuan
berkomunikasi dan pngalaman komunikasi sosial seorang anak menjadi dasar dari perkembangan bahasa dan interaksi sosial dikemudian hari. Karena adanya kerusakan dalam kemampuan dalam bekomunikasi dan berhubungan sosial pada anak autis, maka intervensi harus dilakukan dengan baik, sejalan dengan perkembangan yang pesat disaat balita. Perkembangan dalam berkomunikasi tampak menurunkan masalah perilakku dan menigkatkan kemampuan berinteraksi dengan teman sabaya. b. Karena tingkah laku anak balita lebih mudah dipahami, maka program intervensi lebih mudah dibuat dan dapat disesuaikan dengan kebutuhan individu anak bersangkutan.
c. Keberhasilan tampak lebih baik bila adanya kolaborasi antara keluarga dengan anak-anak yang memerlukan layanan khusus (anak MLK) dibandingkan pada keluarga dengan anak
19 | P a g e
MLK remaja dan dewasa. Karena sistem keluarga mempunyai pengaruh pada perkembangan anak-anak, maka keikutsertaan keluarga dalam seluruh aspek program intervensi seharusnya dilakukan sedini mungkin.
d. Autisme biasanya diasosiasikan dengan berbagai perilaku dimana anak, keluarga dan teman sebayanya mulai terganggu. Oleh sebab itu, lebih mudah melakukan intervensi pada saat anak masih kecil, sehingga perilaku agrasif dan mnyakutkan diri sendiri seperti memukulkan kepala (head banging) dan menggigit dapat segera diatasi. Pelayanan program intervensi dini wajib disediakan untuk seluruh anak-anak MLK termasuk anak autis. Untuk program terapi intervensi dini Eropa dalan American Journal of Orthopsychiatry (Jan, 2000) membahas empat program intervensi dini bagi anak autistic yaitu: 1. DiscreteTrial Training (DTT), dari Lovaas dkk, 1987. 2. Learning Experience an Alternative Program for preshoolers and parents (LEAP), dari Strain dan Cordisco, 1994. 3. Floor Time, dari Greenspan dan Wider, 1998. 4. Treatment and Education of Autistic dan related Communication handicapped Childern (TEACCH), dari Mesibov, 1996.
20 | P a g e
Program DTT adalah program individu yang berdasarkan kekurangan pada anak (child’s deficits), tatapi program intervensinya mengikuti suatu bentuk kurikulum standar. Walaupun profil anak menentukan program awal, tetapi semua anak harus menguasai bahan yang sama untuk semua perintah. Pada program Lovaas, orang tua diminta menyediakan 10 jan dari 40 jam terapi setiap minggunya dan orangtua dilatih dalam melakuakan prosedur terapi. Pada Floor Time orang tua juga dilatih selaku terapis, dan program didasari kekurangan anak itu sendiri. Baik DTT dan Floor Time dilakukan terutama dirumah. Sebaliknya intervensi dini pada TEACCH dan program LEAP dilakukan di lingkungan sekolah dengan dukungan konsultatif dan bantuan untuk program dirumah. Para orangrua ikut serta secara aktif dalam program terapi, tetapi tidak diminta untuk melakukan intervensi one-on-one untuk anakanaknya. TEACCH didasari kelebihan anak (strength), sedangkan LEAP didasari kelemahaannya (deficits). Semua program menekankan pentingnya program intensif, namun besar waktu intervensi berkisar antara 15 sampai 40 jam per minggu.
Table : Program terapi intervensi dini untuk anak autistic di SLB Makna Bhakti Program
Tehnik
Keterlibatan
DTT
ABA YA
Keluarga YA
Lokasi
Program
Intensitas
Dirumah,
individu YA
40
dapat
jam
perminggu
digeneralisasi di LEAP
YA
YA
TK/playgroup Sekolah, YA
3
training
5hari/minggu
Orangtua utk
sepanjang
konsisten
tahun,
dipakai Floor Time
TIDAK
YA
rumah Dirumah
di
jam/hari,
inklusi,
TK/playgroup YA
8
sesi
20-30
menit per hari
21 | P a g e
TEACCH
YA
YA
Lokasi
YA
5
jam/hari,
5
hari/perminggu, sepanjang tahun, TK/playgroup
Program-program intervensi dini memperlihatkan efektifitas dan keberhasilannya masingmasing. Namun, keberhasilan dan efektifitas dari suatu program pada seorang anak dapat berbeda dan tidak efektif bahkan kontraindikasi bila dilakukan pada anak lain. Kerangka teori pada setiap program akan berpengaruh dalam strategi dan metode evaluasi. Maka, keluarga, dokter. Dan penyedia pelayanan perlu mengetahui filosofi pada masing-masing program untuk membuat keputusan yang tepat dalam strategi intervensi.
B. Program Terapi Penunjang
Beberapa jenis terapi penunjang bagi anak autistic dapat diberikan yang disesuaikan dengan karakteristik dan kebutuhan anak, antara lain: a. Terapi Wicara: membantu anak melancarkan otot-otot mulu sehingga membantu anak berbicara lebih baik. b. Terapi Okupasi: untuk melatuh motorik halus anak. c. Terapi Bermain: mengajarkan anak melalui belajar sambil bermain. d. Terapi medikamentosa/obat-obatan (drug terapi): dengan pemberian obat-obatan oleh dokter yang berwenang. e. Terapi melalui makanan (diet therapy): untuk anak-anak yang mengalami gangguan pada sensorinya. f.
Sensory Integration Terapy: untuk anak-anak yang mengalami gangguan pada sensorinya.
g. Auditory Integration Therapy: agar pendengaran anak lebih sempurna. h. Biomedical Treatment/Therapy: penanganan biomedis yang lebih sempurna mutakhir, melalui perbaikan kondisi tubuh agar terlepas dari factor-faktor yang merusak, misalnya keracunan logam berat, efek casomorphine dan gliadorphin, alergen.
22 | P a g e
C. Kelas Transisi
Kelas ini ditujukan untuk anak dengan kebutuhan khusus termasuk anak autistic yang telah diterapi secara terpadu dan terstruktur. Program kelas trasnsisi bertujuan membantu anak autistic dalam mepersiapkan transisi ke benruk layanan pendidikan lanjutan. Dalam kelas transisi akan digali dan dikembangkan kemampuan, potensi dan minat anak, sehingga akan terlihat gambaran yang jelas mengenai tingkat keparahan serta keunggulan anak (child’s deficits and strengths), yang merupakan karakteristik spesifik dari tiap-tiap individu. Berdasarkan karakteristik dan tingkat kemauan anak yang dicapai dalam program sebelumnya, dapat dibuat rencana pendidikan lanjutan yang paling sesuai. Kelas Transisi merupakan titika acuan dalam pemelihan bentuk pendidikan selanjutnya. Kelas Transisi dapat pula merupakan kelas persiapan dan pengenalan akan pengajaran dengan menggunakan acuan kurikulum SD yang berlaku yang telah dimodifikasi sesuai dengan kebutuhannya. Dalam hal ini idealnya penyelenggaraan kelas transisi sedapat mungkin dibawah naungan SD regular. Siswa kelas transisi pada saat tertentu dapat digabungkan dengan siswa SD regular, sehingga siswa-siswa ini dapat bersosialisasi dengan anak yang lain. Jadi tujuan kelas transisi adalah membantu anak MLK dalam mempersiapkan transisi ke sekolah reguler, dan kebentuk layanan pendidikan lanjuarn lainnya. Prasyarat umum:
Anak autistic sudah pernah menjalani pernah menjalani terapi intervensi dini. Karakteristik anak: tidak mendistraksi teman lain dan tidak terdistraksi oleh adanya teman lain (bisa belajar secara kasikal). Diperlukan guru terlatih dan terapis, sesuai dengan keperluan anak didik (terapis perilaku, terapis bicara, terapis okupasi dsb) Kurikulum masing-masing anak dibuat melalui pengkajian oleh satu team dari berbagai bidang ilmu (psikolog, pedagogi, speech pathologist, terapis, guru dan orang rua/relawan) Prasyarat untuk program transisi ke sekolah umum: Usia anak antara 4 sampai 8 tahun. Karakteristik anak: verbal, sudah dapat menerima instruksi dan sudah ada kontak mata, dengan batasan kemampuan adalah program kurukulum awal dari manual yang dibuat oleh Catherine Maurice, 1996.
23 | P a g e
Masalah utama adalah dalam sosialisasi dan akademis, termasik maslaha konsentrasi, kepauhan dan dalam berinteraksi dengan teman sebaya. Diperlukan guru SD umum terlatih dan terapis sebagai pendamping. Kelas ini berada dalam satu lingkungan sekolah regular untuk memudahkan proses transisi dilakukan (mis: mulai latihan bergabung dengan kelas regular pada saat olah raga atau istirahat atau prakarya dsb) Walaupun anak sudah patuh dan dapat berkonsentrasi pada saat terapi, tetapi di kelas transisi anak masih memerlukan waktu penyesuaian untuk dapat mengikuti tatacara pengajaran yang berbeda dengan pada saat terapi. Anak biasa ditangani dengan guru khusus sendirian, dan di kelas anak harus berbagi dengan teman-temannya dengan bahasa guru yang berbeda dengan terapisnya dan bersifat klasikal. Ia perlu belajar mengenal dan mengikuti peraturan di sekolahnya, berinteraksi/bersosialisasi dengan teman sebayanya dan harus mengerti instruksi guru dengan cepat. D. Program Pendidikan Inklusi
Program pendidikan Inklusi dilaksanakan pada sekolah regular yang menerima anak MLK termasuk anak atustuk. Karakteristik anak untuk program ini adalah anak sudah “sembuh” yang artinya sudah mampu mengendalikan perilakunya sehingga tampak berperilaku normal, berkomunikasi dan berbicara normal, serta mempunyai wawasan akademik yang cukup sesuai anak seusianya. Program ini dapat berhasil bila ada: Keterbukaan dari sekolah umum Test masuk tidak didasari hanya oleh test IQ untuk anak normal Peningkatan SDM/guru terkait Proses shadowing/guru pendamping dapat dilaksanakan Dukungan dari semua pihak dilingkungan sekolah Tersedianya tempat khusus (special unit) bila anak memerlukan terapi 1:1 di sekolah umum. Sebelum masuk sekolah anak diperkenalkan pada lingkungan sekolah dengan mengikuti kegiatan kegiatan tertentu bersama-sama dengan anak-anak regular, seperti olah raga, musik, tari, upacara, dsb.
24 | P a g e
Idealnya dalam satu kelas sebaiknya hanya ada satu anak autistic. Batasan kemampuan adalah program kurikulum menengah dan lanjut dari manual yang dibuat oleh Catherine Maurice, 1996. Sebaiknya anak autistic didampingi oleh seorang guru pembimbing khusus (GPK) dan atau guru pendamping/shadow. Guru pembimbing khusus (GPK) adalah ortopedagog (tenaga ahli PLB) yang bertugas sebagai: 1. Konsultan dalam menangani anak MLK 2. Ikut serta dalam merencanakan program pembelajaran 3. Memonitor pelaksanaan program pembelajaran 4. Mengevaluasi pelaksana program pembelajaran Sedangkan guru pendamping/shadow adalah seorang yang dapat membantu guru kelas dalam mendampingi anak autistic pada saat diperlukan, sehingga proses pengajaran dapat berjalan lancer tanpa gangguan. Prasyarat menjadi guru pendamping/shadow adalah: 1. Bukan asisten anak/helper 2. Mempunyai latar belakang sebagai pendidik 3. Bersifat terbuka dan mau bekerjasama 4. Dedikasi tinggi dan tidak mudah menyerah 5. Mengajarkan sopan-santun, respek, tenggang rasa, empati 6. Menjadi figure bagi seluruh siswa Banyak persepsi yang salah mengenai guru pendamping ini. Guru pendamping bukanlah asisten anak sekolah yang bertugas membantu anak dalam segala hal. Guru kelas tetap mempunyai wewenang penuh akan kelasnya serta bertanggung jawab atas terlaksananya peraturan yang berlaku. Tugas seorang guru pendamping/shadow adalah: 1. Menjembatani instruksi antara guru dan anak 2. Mengendalikan perilaku anak dikelas 3. Membantu anak untuk tetap berkonsentrasi 4. Membantu anak belakar bermain/berinteraksi dengan teman-temannya
25 | P a g e
5. Menjadi media informasi antara guru dan orangtua dalam membantu anak mengejar ketinggalan dari pelajaran dikelasnya E. Program Pendidikan Terpadu
Pada kenyataannya dari Kelas Transisi terevaluasi bahwa tidak semua anak autistic dapat transisi ke sekolah regular. Kemampuan dan kebutuhan anak autistic berbeda-beda, dimana ada yang dapat belajar bersama anak di sekolah regular dalam satu kelas, ada yang hanya mampu bersama-sama hanya untuk mata pelajaran tertentu saja. Bahkan ada yang sama sekali tidak dapat belajar dalam satu kelas. Karakteristik anak autistic seperti ini memerlukan penanganan secara intensif akan pelajaran yang tertinggal dari teman-teman sekelasnya. Dalam hal ini secara teknis pelaksanaan kegiatan belajar mengajar dalam pendidikan terpadu memerlukan kelas khusus yang hanya akan digunakan oleh anak autistic jika anak tersebut memerlukan bantuan dari guru pembimbing khusus (GPK) atau guru pendamping (shadow), untuk pelajaran tertentu yang tidak dimengertinya. Jadi tidak selamanya anak tersebut berada dikelas khusus. Anak masih dapat ikut serta dalam kegiatan sekolah seperti saat upacara, kegiatan olah raga dan kesenian, karya wisata dsb. Program ini akan berhasil bila: Idealnya anak berhak memilih pelajaran yang ia mampu saja (mempunyai IEP/Program Pendidikan Individu sesuai dengan kemampuannya) Anak dapat “tamat” (bukan lulus) dari sekolahnya karena telah selesai melewati pendidikan dikelasnya bersama-sama teman sekelasnya/peers. Tersedianya tempat khusus (special unit) bila anak memerlukan terapi 1:1 di sekolah umum. F. Sekolah Khusus Autis
Sekolah ini diperuntukkan bagi anak autis yang tidak memungkinkan mengikuti pendidikan dan pengajaran di sekolah regular (terpadu dan inklusi). Karakteristik anak ini adalah sangat sulit untuk dapat berkonsentrasi dengan adanya ditraksi disekeliling mereka. Dalam hal ini, anak tersebut diberi pendidikan dan pengajaran yang difokuskan dalam program fungsional, misalnya Program Bina Diri (ADL), bakat dan minat, yang sesuai dengan potensi yang dimiliki oleh anak autistic. Beberapa anak memperlihatkan potensi yang sangat baik dalam bidang tertentu misalnya olah raga, musik, melukis, computer, matematika, keterampilan dsb. Anak-anak ini sebaiknya dimasukkan ke dalam Kelas khusus, sehingga potensi mereka dapat dikembang secara maksimal. Contohnya kelas keterampilan, kelas pengembangan olahraga, kelas musik, kelas seni l ukis, kelas computer, dll.
26 | P a g e
Contoh program pendidikan di Sekolah Khusus Autistik, terdiri dari program dasar (kemampuan kognitif, bahasa, sensomotorik, kemandirian, sosialisasi, seni dan bekerja), program keterampilan (melukis, memasak, menjahit, sablon, kerajinan, kayu, dsb) dan program-program lainnya yang disesuaikan dengan kemampuan anak.
II.5 SARANA DAN PRASARANA SDLB B/C M AKNA BHAKTI A. Identitas Sekolah
1. Nama sekolah
: SDLB B/C MAKNA BHAKTI
2. Lokasi sekolah
: Jl. Dakota V/22 Kec. Kemayoran Jakarta Pusat DKI Jakarta Kode Post.10630 Telp.6521271
Sekolah ini berada di pinggir jalan lingkungan perumahan, selain itu berdekatan dengan SDN 03, 04,05. 3. Keadaan atau kondisi SDLB B/C MAKNA BHAKTI cukup terawat, gedung terdiri dari dua lantai, mempunyai lapangan olahraga, mempunyai pagar yang cukup tinggi karena sekolah ini terletak di pinggir jalan, komplek sekolah yang juga ditempati oleh SMP LB Makna Budi Bhakti dan SMA Makna Budi Bhakti 4. Sekolah ini terdiri dari dua lantai dan memiliki ruangan diantaranya: 1. Ruang kelas
27 | P a g e
Ruang kelas berjumlah 7 kelas 2. Ruang kepala sekolah Ruang kepala sekolah berjumlah 1 ruangan yang terletak lantai dasar berada jauh dari ruangan kelas dan menyatu dengan ruangan administrasi SDLB B/C MAKNA BHAKTI •
Kelengkapan ruang kepsek •
Visi dan visi
•
Lemari-lemari
•
TV, radio
•
Dispenser
•
Bank data siswa
•
Bagian struktur organisasi sekolah
•
Sofa
•
Meja & kursi kepsek
•
Foto presiden dan wakil presiden
3. Ruang guru Ruang guru terdiri dari 1 ruangan •
Kelengkapan ruangan guru •
Papan pengumuman
•
Jam dan frame
•
1 Lemari tempat hasil portofolio murid serta tempat alat kegiatan belajar mengajar lainnya.
•
Meja, kursi
28 | P a g e
4. Ruangan kelas •
Di dalam ruangan kelas terdapat meja dan kursi murid, meja dan kursi guru, lemari, papan tulis, papan absent, media gambar serta poster yang menempel pada dinding kelas.
•
Penerangan
Setiap ruangan memiliki penerangan yang cukup yaitu terdiri dari: Satu buah lampu dan jendela kaca sehingga cahaya matahari dapat masuk kedalam ruangan kelas. •
Ventilasi
Setiap ruangan memiliki ventilasi yang cukup baik karena terdapat banyak jendela dan lubang ventilasi serta 1 buah kipas angin •
Alat peraga/media
Media yang dipakai cukup memadai, seperti: Globe, peta. Gambar, foto pahlawan dan lain-lain. 5. Musholla 6. Ruang terapi B. Keadaan siswa
Jumlah siswa keseluruhan di SDLBS Makna Bhakti ± 88 siswa, siswa yang aktif ± 85 orang, baik tuna rungu, tuna grahita, dan autis
C. Keadaan SDM / Tenaga kependidikan SLBS B, C Makna Bhakti: a. 97% Sarjana Pendidikan Luar Biasa
c. 2% Sekolah Menengah Atas
b. 1% Akademi Tunawicara •
Jumlah kepala sekolah
:
1
orang
•
Jumlah guru kelas
: 15
orang
•
Jumlah guru tambahan
:
orang
2
29 | P a g e
•
Jumlah penjaga sekolah
:
1
Jumlah personil
orang 19
orang
Rasio jumlah siswa dan guru : 1 walikelas dengan 5- 7 siswa/ i
D. Kurikulum SLBS Makna Bhakti Administrasi guru
: Absensi siswa, RPP, silabus, KTSP, buku evaluasi, dll.
Kurikulum
: KBK 2004 dan KTSP
Metode Pembelajaran
: Ceramah, Penugasan, Simulasi, Permainan, Demonstrasi, Praktek lapangan, dsb
Proses KBM
: Hampir 70 % KBM dilakukan di dalam kelas, dan 30 % di luar kelas seperti praktek olahraga, kesenian dan bermain. Individual : Pelayanan terapi wicara untuk semua jenis ketunaan yang diadakan 1 kali dalam seminggu oleh guru terapi dari lulusan Akademi Tunawicara Jakarta.
Mata Pelajaran untuk Tunagrahita dan autis: 1
Bahasa Indonesia
5
IPS
2
Bahasa inggris
6
PKN
3
Matematika
7
Pengembangan Diri
4
IPA
Mata Pelajaran Ekstrakurikuler untuk Tunagrahita ringan (IQ : 51-70), Tunarungu, Autis serta domsindrom dengan karakteristik ringan (IQ : 51-70) antara lain: Seni musik,.Seni rupa, tata boga, tata busana. Kegiatan olahraga dan kesenian dilakukan secara klasikal dan secara teratur. Sistem Evaluasi
: assesment Autentik, meliputi penilaian tiga ranah yaitu afektif, psikomotor, dan kognitif. Ujian yang dilaksanakan hampir sama seperti sekolah reguler dengan tingkat kognitif agak mudah dan
30 | P a g e
bentuk soal ujian didominasi oleh gambar- gambar sebagai simbol yang mereka pahami. Sumber buku yang dipakai : buku yang dipakai siswa berupa buku buatan wali kelas yang telah
dimodifikasi
dan
disesuaikan
dengan
tingkat
kemampuan per individu. Media
: globe, peta, replikasi organ tubuh ( torso) manusia dan binatang Gambar- gambar yang dipasang di tiap kelas,
E. Fasilitas Ekstrakurikuler di SDLBS Makna Bhakti Mata Pelajaran Ekstrakurikuler
untuk Tunagrahita ringan (IQ : 51-70), Tunarungu,
Autis serta domsindrom dengan karakteristik ringan (IQ : 51-70) antara lain: Seni musik,.Seni rupa, tata boga, tata busana. Kegiatan ekstrakurikuler
: Seni musik gamelan, tata rias, tata boga, tata busana, dsb
1. Ruang komputer Laboratorium komputer sarana belajar bagi guru dan siswa dalam keterampilan komputer.
31 | P a g e
2. Ruang keterampilan tata busana
Sarana belajar yang memberikan keterampilan kepada peserta didik agar memiliki keterampilan / keahlian tata busana ( menjahit, membordir, menyulam ) yang selanjutnya dapat bermanfaat baik bagi dirinya sendiri maupun bagi dunia usaha. 3. Ruang keterampilan tata boga
Sarana belajar yang memberikan keterampilan kepada peserta didik agar memiliki keterampilan / keahlian tata boga ( memasak, membuat kue, dan penataan restoran ) yang selanjutnya dapat bermanfaat baik bagi dirinya sendiri maupun bagi dunia usaha.
4. Ruang Kecantikan Sarana belajar dimana didalamnya dikembangkan keterampilan tata kecantikan merias wajah dan menata rambut.
32 | P a g e
BAB III KESIMPULAN OBSERVASI PELAYANAN PENDIDIKAN DI SLBS B, C MAKNA BHAKTI
Berdasarkan hasil observasi pelayanan pendidikan di SLB C Makna Bhakti kami mencoba menyimpulkan. Pelayanan pendidikan yang ada untuk anak- anak ABK yang ada di SLB B/C Makna Bhakti. Sesuai dengan tujuan dari Deklarasi Salamanca yaitu agar semua siswa memperoleh kesempatan belajar seumur hidup, persamaan hak dan keadilan, kompetensi akademik, sosial dan untuk belajar serta tinggal dala m suatu komunitas. Indonesia sendiri saat ini sedang menuju kearah sekolah inklusi dengan maksud memergerkan pendidikan reguler dan pendidikan khusus ke dalam suatu sistem pendidikan yang beragam. Oleh karena itu berdasarkan hasil observasi kami disimpulkan anak dengan tunagrahita karakteristik ringan dapat dimasukkan ke dalam sekolah reguler (inklusi).
Adapun alasan-alasan kami memutuskan hal tersebut adalah sebagai berikut :
1. Anak-anak ABK berhak mendapatkan hak pelayanan pendidikan yang sama dengan anak normal.
2. Penyatuan ke dalam sekolah reguler dapat memberikan stimulus yang positif bagi anak ABK dengan syarat guru reguler telah memberikan bimbingan dan penyuluhan kepada anak reguler bahwa anak ABK adalah bagian dari mereka yang harus didukung dan direspon positif.
3. Kompetensi yang dimiliki anak ABK akan lebih optimal jika digabung dengan pembelajaran di sekolah reguler contohnya praktek olahraga, menyanyi, kerajinan tangan dan sebagainya. 4. Kerja sama antara anak ABK dan anak reguler dapat mengembangkan kemampuan adaptasi anak ABK terhadap lingkungan sekitar.
5. Anak-anak ABK akan merasa diakui keberadaannya dan bagi anak normal mereka dapat mengetahui bahwa ada anak-anak yang memiliki kebutuhan khusus yang memiliki hak yang sama seperti mereka yaitu memperoleh pelayanan pendidikan yang layak dan tidak dibeda-bedakan.
33 | P a g e