LAPORAN PENDAHULUAN STASE KEPERAWATAN ANAK TUNA GRAHITA DI SLB KUNCUP MAS KABUPATEN BANYUMAS
OLEH: REGI TRIANDANI DEWI
KEMENTERIAN KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN JURUSAN KEPERAWATAN PROGRAM PROFESI NERS PURWOKERTO 2013
TINJAUAN TEORI
A. Definisi Menurut Soetjiningsih (1994) dikutip Muttaqin (2008)tuna grahita atau retardasi mental adalah suatu kondisi yangditandai oleh inteligensi yang rendah yang menyebabkan ketidakmampuan individu untuk belajar dan beradaptasi terhadap tuntutan masyarakat atas kemampuan yang dianggap normal. Keterbelakangan Mental atau Retardasi Mental ( RM ) adalah suatu keadaan yang ditandai dengan fungsi kecerdasan umum yang berada dibawah rata-rata disertai dengan berkurangnya kemampuan untuk menyesuaikan diri (berpelilaku adaptif ), yang mulai timbul sebelum usia 18 tahun.
Orang-orang yang secara mental mengalami
keterbelakangan, memiliki perkembangan kecerdasan (intelektual ) yang lebih rendah dan mengalami kesulitan dalam proses belajar serta adaptasi sosial, sejumlah 3% dari seluruh penduduk Indonesia mengalami keterbelakangan mental (Kaplan dan Saddock, 1994 ). Batasan tuna grahita adalah keterbatasan substansial dalam memfungsikan diri. Keterbatasan ini ditandai dengan terbatasnya kemampuan fungsi kecerdasan yang terletak dibawah rata-rata (IQ 70 atau kurang) dan ditandai dengan terbatasnya kemampuan tingkah laku adaptif minimal di 2 area atau lebih. (tingkah laku adaptif berupa kemampuan komunikasi, merawat diri, menyesuaikan dalam kehidupan rumah, ketrampilan sosial, pemanfaatan sarana umum, mengarahkan diri sendiri, area kesehatan dan keamanan, fungsi akademik, pengisisan waktu luang,dan kerja) Disebut Tuna Grahita bila manifestasinya terjadi pada usia dibawah 18 tahun (Wibowo, 2009).
B. Etiologi Secara garis besarnya faktor penyebab dapat dibagi empat golongan, yaitu (Soetjiningsih, 1994 dikutip Muttaqin, 2008): a. Faktor genetik
-
Kelainan jumlah kromosom, misalnya trisomi-21 atau dikenal dengan Mongolia atau Down Syndrome Kelainan bentuk kromosom
b. Faktor prenatal Dimaksudkan adalah keadaan tertentu yang telah diketahui ada sebelum atau pada saat kelahiran, tetapi tidak dapat dipastikan sebabnya. Faktor prenatal tersebut adalah:
-
Gizi
-
Mekanis
-
Toksin
-
Endokrin
-
Radiasi
-
Infeksi
-
Stress
-
Imunitas
-
Anoksia embrio
c. Faktor perinatal
-
Proses kelahiran yang lama misalnya plasenta previa, rupture tali umbilicus.
-
Posisi janin yang abnormal seperti letak bokong atau melintang, anomali uterus, dan kelainan bentuk jalan lahir.
-
Kecelakaan pada waktu lahir dan kegawatan fatal.
d. Faktor pascanatal
-
Akibat infeksi (meningitis, ensefalitis, meningoensefalitis, dan infeksi)
-
Trauma kapitis dan tumor otak
-
Kelainan tulang tengkorak
-
Kelainan endokrin dan metabolic, keracunan pada otak, serta faktor sosio-budaya.
C. Tanda dan Gejala Beberapa Bentuk Kelainan Pada Anak Dengan retardasi mental menurut Sumarno (2008): 1. sutura sagitalis yang terpisah 2. “plantar crease” jari kaki I dan II 3. hyperfleksibilitas 4. peningkatan jaringan sekitar leher 5. bentuk palatum yang abnormal 6. hidung hipoplastik kelemahan otot dan hipotonia
8. bercak brushfield pada mata, mata sipit. 9. mulut terbuka dan lidah terjulur 10. lekukan epikantus (lekukan kulit yang berbentuk bundar) pada sudut mata sebelah dalam 11. single palmar crease pada tangan kiri dan kanan 12. jarak pupil yang lebar 13. tangan dan kaki yang pendek serta lebar 14. bentuk / struktur telinga yang abnormal, telinga letak rendah 15. kelainan mata, tangan, kaki, mulut, sindaktili Gejala-Gejala Lain :
1. Anak-anak yang menderita retardasi mental ini umumnya lebih pendek dari anak yang umurnya sebaya. 2. Kepandaiannya lebih rendah dari normal. 3. Lebar tengkorak kepala pendek, mata sipit dan turun, dagu kecil yang mana lidah kelihatan menonjol keluar dan tangan lebar dengan jari-jari pendek.
D. Patofisiologi Terdapat beberapa faktor penyebab yang dinyatakan sebagai dasar terjadinya retardasi mental, misalnya faktor cedera yang terjadi di dalam rahim, saat bayi tersebut masih berbentuk janin.
Selain itu dapat pula terjadi sedera pada saat kelahiran
(persalinan). Ada teori lain yang menyebutkan adanya variasi somatik yang dikarenakan perubahan fusngsi kelenjar internal dari ibu selama kehamilan, dan hal ini belum diketahui mekanismenya. Demikian pula dengan faktor prenatal yang dialami oleh ibuibu yang hamil, misalnya ibu terkena penyakit campak (Rubella) sering anak yang dikandungnya akan mengalami retardasi mental. Semua retardasi mental yang langsung disebabkan oleh ganngguan metabolisme (misalnya metabolisme karbohodrat, protein dan lemak), sindrome reye, dehidrasi hipernatrenik, hipotiroid kongenital, hipoglikemia dan malnutrisi dapat mengakibatkan retardasi mental. Penyakit otak yang nyata juga dapat menyebabkan retardasi mental, misalnya akibat neoplasma otak akan mengakibatkan reaksi sel otak yang bersifat degenaratif, inflamatif, proliferatif ataupun sklerotik yang menyebabkan disfungsi otak. Retardasi mental juga dapat disebabkan oleh kesalahan jumlah kromosom (sindroma down), defek pada kromosom dan translokasi kromosom. Kelainan genetik dan kelaianan
metabolik yang diturunkan juga dapat menyebabkan retardasi mental seperti galaktosemia dan fenilketonuria. Prematuritas dan kehamilan wanita diatas 40 tahun juga dapat menjadi penyebab kasus retardasi mental. Hal ini berhubungan dengan keadaan bayi waktu lahir yaitu dengan berat badan rendah kurang dari 2500 gram, imaturitas karena persalinan prematur dan ketidakseimbangan hormon ibu hamil yang tua (diatas 40 tahun) (Salmiah, 2010).
E. Pathway
Cidera saat lahir
Cidera kepala
Kerusakan jaringan otak
Penyebab langsung
antenatal
intranatal
Infiltrasi sel kanker
Kehamilan tua > 40 tahun Konsusmsi obat yang meracuni janin Keracunan timbal Infeksi ibu saat hamil (CMV).
ke otak
Translokasi kromosom Kelaianan metabolisme protein, lemak dan karbohidrat fenilketonuria
Defek pada otak
Retardasi mental
Gangguan fungsi kognitif
Sulit mempelajari hal-hal akademik. Anak tunagrahita ringan, kemampuan belajarnya paling tinggi setaraf anak normal usia 12 tahun dengan IQ antara 50 – 70, Tunagrahita sedang setaraf 2010)anak normal usia 7, 8 tahun IQ antara 30 – 50, tunagrahita berat kemampuan belajarnya setaraf anak normal usia 3 – 4 tahun,
Ggn fungsi sosial
Bergaul dengan anak yang lebih muda. Suka menyendiri Mudah dipengaruhi Kurang dinamis Kurang pertimbangan/kontrol diri Kurang konsentrasi Mudah dipengaruhi Tidak dapat memimpin dirinya maupun orang
Ggn perkembangan fisik
Hampir sama dengan anak normal Kematangan motorik lambat Koordinasi gerak kurang
F. Komplikasi Komplikasi penyakit pada tunagrahita yang seringkali menyertai adalah: 1. Penyakit Alzheimer’s (penyakit kemunduran susunan syaraf pusat) 2. Leukimia (penyakit dimana sel darah putih melipat ganda tanpa terkendalikan).
G. Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan diagnostik pada anak tuna grahita meliputi (Muttaqin, 2008):
-
Radiologi
-
Pemeriksaan EEG
-
CT scan
-
Thoraks AP/PA
-
Laboratorium: SE (serum elektrolit), FL, UL, DL, BUN, LED, serum protein, IgG/IgM
H. Penatalaksanaan Medis Penatalaksanaan pada anak tuna grahita meliputi (Muttaqin, 2008):
-
Konsultasi bidang: THT, jantung, paru, mata, rehabilitasi medis
-
Program terapi: gizi seimbang, multivitamin, AB sesuai dengan infeksi penyerta
I. Pengkajian Data-data yang perlu dikaji meliputi (Doenges, 1999) : 1. Selama Masa Neonatal Yang Perlu Dikaji : a) Keadaan suhu tubuh terutama masa neonatal b) Kebutuhan nutrisi / makan c) Keadaan indera pendengaran dan penglihatan d) Pengkajian tentang kemampuan kognitif dan perkembangan mental anak e) Kemampuan anak dalam berkomunikasi dan bersosialisasi f) Kemampuan motorik g) Kemampuan keluarga dalam merawat anak denga syndrom down terutama tentang kemajuan perkembangan mental anak 2. Pengkajian terhadap kemampuan motorik kasar dan halus
3. Pengkajian kemampuan kognitif dan perkembangan mental 4. Pengkajian terhadap kemampuan anak untuk berkomunikasi 5. Tes pendengaran, penglihatan dan adanya kelainan tulang 6. Bagaimana penyesuaian keluarga terhadap diagnosis dan kemajuan perkembangan mental anak. F. Diagnosa Keperawatan 1. Koping keluarga tidak efektif berhubungan dengan keadaan pertumbuhan dan perkembangan anak yang terlambat 2. Defisit perawatan diri: Mandi, berpakaian, makan dan eliminasi berhubungan dengan gangguan kognitif. 3. Hambatan interaksi sosial berhubungan dengan atrofi hemisfer kiri (disfungsi otak)
G. Perencanaan keperawatan Diagnosa
Tujuan
Intervensi
Koping keluarga tidak efektif berhubungan dengan keadaan pertumbuhan dan perkembangan anak yang terlambat
Setelah dilakukan tindakan Dukungan keluarga: keperawatan diharapkan koping - Tentukan batasan prognosis keluarga mampu mengelola dan psikologis untuk keluarga menguasi masalah - Adakan respite care yang terus menerus, bila diindikasikan dan diinginkan - Tingkatkan harapan yang realistis keluhan, - Dengarkan perasaan, dan pertanyaan keluarga - Fasilitasi pengkomunikasian keluhan/perasaan antara pasien dan keluarga atau antara anggota keluarga Terapi keluarga
Setelah dilakukan tindakan - Monitor kemampuan anak keperawatan, pasien tidak untuk perawatan diri yang perawatan diri: mengalami defisit perawatan mandiri. Mandi, diri dengan kriteria hasil: - Monitor kebutuhan anak Indikator: untuk alat-alat bantu untuk berpakaian, 1. kebersihan diri adekuat kebersihan diri, berpakaian, makan dan 2. mampu melakukan ADL berhias, toileting dan dibantu ataupun mandiri makan. eliminasi b.d. - Sediakan bantuan sampai gangguan anak mampu secara utuh untuk melakukan self-care. kognitif. anak untuk - Dorong melakukan aktivitas seharihari yang normal sesuai kemampuan yang dimiliki. - Dorong untuk melakukan secara mandiri, tapi beri bantuan ketika klien tidak mampu melakukannya. anak/ keluarga - Ajarkan untuk mendorong kemandirian, untuk memberikan bantuan hanya jika anak tidak mampu Defisit
untuk melakukannya. aktivitas rutin - Berikan seharihari sesuai kemampuan. fungsi - Pertimbangkan mental anak jika mendorong pelaksanaan aktivitas seharihari. Hambatan Setelah dilakukan tindakan - Menganjurkan bersikap jujur interaksi sosial keperawatan hambatan interaksi dalam berinteraksi dengan berhubungan sosial akan teratasi dengan orang lain dengan atrofi kriteria hasil: - Menganjurkan menghargai hemisfer kiri hak orang lain (disfungsi otak) Indikator: - menganjurkan sabar dalam 1-5: - Partisipasi bermain membangun hubungan baru tidak ada, sedikit, sedang, - menggunakan teknik banyak, atau adekuat bermain peran untuk banyak meningkatkan keterampilan - Penampilan peran dan teknik berkomunikasi interaksi - Keterampilan social 1-5: tidak ada, terbatas, sedang, banyak, atau luas - Keterlibatan sosial
Daftar Pustaka
Kaplan, Harold I., Sadock, Benjamin, J., and Greb, J.A. 1994. Sinopsis Psikiatri : Ilmu Pengetahuan Perilaku Psikiatri Klinis. Jakarta : Binarupa Aksara Muttaqin, A. (2008). Buku Ajar: Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Persarafan. Jakarta: Salemba Medika. Salmiah, S. 2010. Retardasi Mental . Departemen Kedokteran Gigi Anak Fakultas Kedokteran Gigi: Universitas Sumatera Utara.
Sumarno, A. 2008. Karakteristik Anak Tunagrahita. Didapat dari URL: www. Elearning.unesa.ac.id. diakses tanggal 20 Oktober 2013.