Silpi Hamidiyah 1102010270 1. Memahami dan Menjelaskan Anatomi Prostat 1.1 : Makroskopik
Prostat merupakan bagian sistem reprosuksi pria yang mengelilingi uretra. kelenjarnya berbentuk konus terbalik yang dilapisi oleh kapsul fibromuskuler, yang terletak di sebelah inferior vesika urinaria, mengelilingi bagian proksimal uretra (uretra pars prostatika) dan berada disebelah anterior rektum. Bentuknya sebesar buah kenari dengan berat normal pada orang dewasa kurang lebih 20 gram, dengan jarak basis ke apex kurang lebih 3 cm, lebar yang paling jauh 4 cm dengan tebal 2,5 cm.
Gambar 1.1.1 prostat 1
Kelenjar prostat terbagi menjadi 5 lobus, yaitu : Lobus medius Lobus lateralis (2 lobus) Lobus anterior Lobus posterior Selama perkembangannya lobus medius, lobus anterior, lobus posterior akan menjadi satu dan disebut lobus medius saja. Pada penampang, lobus medius kadangkadang tak tampak karena terlalu kecil dan lobus lain tampak homogen berwarna abuabu, dengan kista kecil berisi cairan seperti susu, kista ini disebut kelenjar prostat. Mc Neal (1976) membagi kelenjar prostat dalam beberapa zona, antara lain zona perifer, zona sentral, zona transisional, zona fibromuskuler anterior, dan zona periuretral. Sebagian besar hiperplasia prostat terdapat pada zona transisional yang letaknya proksimal dari sfincter eksternus di kedua sisi dari verumontanum dan di zona periuretral. Kedua zona tersebut hanya merupakan 2% dari seluruh volume prostat. Sedangkan pertumbuhan karsinoma prostat berasal dari zona perifer. Prostat mempunyai kurang lebih 20 duktus yang bermuara di kanan dari verumontanum dibagian posterior dari uretra pars prostatika. Di sebelah depan didapatkan ligamentum pubo prostatika, di sebelah bawah ligamentum triangulare inferior dan di sebelah belakang didapatkan fascia denonvilliers. Fascia denonvilliers terdiri dari 2 lembar, lembar depan melekat erat dengan prostat dan vesika seminalis, sedangkan lembar belakang melekat secara longgar dengan fascia pelvis dan memisahkan prostat dengan rektum. Antara fascia endopelvic dan kapsul sebenarnya dari prostat didapatkan jaringan peri prostat yang berisi pleksus prostatovesikal. Pada potongan melintang kelenjar prostat terdiri dari : 1. Kapsul Anatomis Sebagai jaringan ikat yang mengandung otot polos yang membungkus kelenjar prostat. 2. Jaringan Stroma Terdiri dari jaringan fibrosa dan jaringan muskuler. 3. Jaringan Kelenjar Terbagi atas 3 kelompok bagian: a. Bagian luar disebut glandula principalis atau kelenjar prostat sebenarnya yang menghasilkan bahan baku sekret. b. Bagian tengah disebut kelenjar submukosa, lapisan ini disebut juga sebagai adenomatous zone. c. Di sekitar uretra disebut periurethral gland atau glandula mukosa yang merupakan bagian terkecil. Bagian ini sering membesar atau mengalami hipertrofi pada usia lanjut. Pada BPH, kapsul pada prostat terdiri dari 3 lapis : 1. Kapsul anatomis 2
2. Kapsul chirurgicum, ini terjadi akibat terjepitnya kelenjar prostat yang sebenarnya (outer zone) sehingga terbentuk kapsul 3. Kapsul yang terbentuk dari jaringan fibromuskuler antara bagian dalam (inner zone) dan bagian luar (outer zone) dari kelenjar prostat BPH sering terjadi pada lobus lateralis dan lobus medialis karena mengandung banyak jaringan kelenjar, tetapi tidak mengalami pembesaran pada bagian posterior daripada lobus medius (lobus posterior) yang merupakan bagian tersering terjadinya perkembangan suatu keganasan prostat. Sedangkan lobus anterior kurang mengalami hiperplasi karena sedikit mengandung jaringan kelenjar. (Anonim, 1997) Secara histologis, prostat terdiri atas kelenjar-kelenjar yang dilapisi epitel thoraks selapis dan di bagian basal terdapat juga sel-sel kuboid, sehingga keseluruhan epitel tampak menyerupai epitel berlapis. Vaskularisasi Vaskularisasi kelenjar prostat yanng utama berasal dari a. vesikalis inferior (cabang dari a. iliaca interna), a. hemoroidalis media (cabang dari a. mesenterium inferior), dan a. pudenda interna (cabang dari a. iliaca interna). Cabang-cabang dari arteri tersebut masuk lewat basis prostat di Vesico Prostatic Junction. Penyebaran arteri di dalam prostat dibagi menjadi 2 kelompok , yaitu: 1. Kelompok arteri urethra, menembus kapsul di postero lateral dari vesico prostatic junction dan memberi perdarahan pada leher buli-buli dan kelompok kelenjar periurethral. 2. Kelompok arteri kapsule, menembus sebelah lateral dan memberi beberapa cabang yang memvaskularisasi kelenjar bagian perifer (kelompok kelenjar paraurethral). (A.T.K. Cockett dan K. Koshiba, 1979; Snell, 1992) Aliran Limfe Aliran limfe dari kelenjar prostat membentuk plexus di peri prostat yang kemudian bersatu untuk membentuk beberapa pembuluh utama, yang menuju ke kelenjar limfe iliaca interna , iliaca eksterna, obturatoria dan sakral. (A.T.K. Cockett dan K. Koshiba, 1979; Snell, 1992) Persarafan Sekresi dan motor yang mensarafi prostat berasal dari plexus simpatikus dari Hipogastricus dan medula sakral III-IV dari plexus sakralis. (Snell, 1992) 1.2 : Mikroskopik Menurut konsep terbaru kelenjar prostat merupakan suatu organ campuran terdiri atas berbagai unsur glandular dan non glandular. Telah ditemukan lima daerah/ zona tertentu yang berbeda secara histologi maupun biologi, yaitu: 1. Zona Anterior atau Ventral Sesuai dengan lobus anterior, tidak punya kelenjar, terdiri atas stroma fibromuskular. Zona ini meliputi sepertiga kelenjar prostat.
3
2. Zona Perifer Sesuai dengan lobus lateral dan posterior, meliputi 70% massa kelenjar prostat. Zona ini rentan terhadap inflamasi dan merupakan tempat asal karsinoma terbanyak. 3. Zona Sentralis. Lokasi terletak antara kedua duktus ejakulatorius, sesuai dengan lobus tengah meliputi 25% massa glandular prostat. Zona ini resisten terhadap inflamasi. 4. Zona Transisional. Zona ini bersama-sama dengan kelenjar periuretra disebut juga sebagai kelenjar preprostatik. Merupakan bagian terkecil dari prostat, yaitu kurang lebih 5% tetapi dapat melebar bersama jaringan stroma fibromuskular anterior menjadi benign prostatic hyperpiasia (BPH). 5. Kelenjar-Kelenjar Periuretra Bagian ini terdiri dan duktus-duktus kecil dan susunan sel-sel asinar abortif tersebar sepanjang segmen uretra proksimal. Prostat terdiri atas 30-50 kelenjar tubulo alveolar yang mencurahkan sekretnya ke dalam 15-25 saluran keluar yang terpisah. Saluran ini bermuara ke uretra pada kedua sisi kolikulus seminalis. Otot membentuk masa padat dan dibungkus oleh kapsula yang tipis dan kuat serta melekat erat pada stroma. Alveoli dan tubuli kelenjar sangat tidak teratur dan sangat beragam bentuk ukurannya, alveoli dan tubuli bercabang berkali-kali dan keduanya mempunyai lumen yang lebar, lamina basal kurang jelas dan epitel sangat berlipat-lipat. Sitoplasma mengandung sekret yang berbutir-butir halus, lisosom dan butir lipid. Nukleus biasanya satu, bulat dan biasanya terletak basal. Nukleoli biasanya terlihat di tengah, bulat, dan kecil PROSTATE GLAND
Gambar 1.2.1. Keterangan: Diwarnai dengan hematoksilin dan eosin 1 - utama kelenjar prostat 2 - stroma terdiri dari sel-sel otot polos dan jaringan ikat 3 - stroma terdiri dari sel-sel otot polos dan jaringan ikat 4
4 - kapsul FIBRO-elastis 5 - prostat bagian dari uretra
Pada kelenjar prostat, asini sekretorisnya merupakan bagian kelenjar tubuloasinar dengan banyak cabang kecil yang tidak teratur; ukuran asini ini bermacam-macam. Asini yang lebih besar memiliki lumen lebar yang tidak teratur dan epitel yang bervariasi. Kelenjar itu terbenam didalam stroma fibromuskular khas dengan berkas otot polos, serat-serat kolagen dan elastin yang terorientasi di berbagai arah. Meskipun epitel kelenjar umumnya selapis atau bertingkat atau bertingkat silindris dan sel-selnya pucat dibagian distal, namun dapat sangat bervariasi. Pada daerah tertentu, epitel ini dapat berbentuk gepeng atau kuboid tergantung pada status endokrin dan kegiatan kelenjar. PROSTATE GLAND
Gambar 1.2.2. Keterangan : epitel transisi dari bagian prostat dari uretra Diwarnai dengan hematoksilin dan eosin 1 - epitel transisi 2 - tunika propria dari mukosa prostat bagian dari uretra
(Eroschenko,2003)
2. Memahami dan Menjelaskan Fisiologi Fungsional Prostat Kelenjar prostat menyekresi cairan encer, seperti susu, yang mengandung ion sitrat, kalsium, dan ion fosfat, enzim pembeku, dan profibrinolisis. Selama pengisian, sampai kelenjar prostat berkontraksi sejalan dengan kontraksi vas deferens sehingga cairan encer seperti susu yang dikeluarkan oleh kelenjar prostat menambah lebih banyak lagi jumlah semen. Sifat yang sedikit basa dari cairan prostat mungkin penting untuk suatu keberhasilan fertilisasi ovum, karena cairan vas deferens relatif asam akibat adanya asam sitrat dan hasil 5
akhir metabolisme sperma, dan sebagai akibatnya, akan menghambat fertilisasi sperma. Sekret vagina juga bersifat asam (ph 3.5 – 4). Sperma tidak dapat bergerak optumal sampai pH sekitarnya meningkat kira – kira 6 – 6.5. sehingga merupakan suatu kemungkinan bahwa cairan prostat menetralkan sifat asam dari cairan lainnya setelah ejakulasi dan juga meningkatkan moyilitas dan fertilisasi sperma. Kelenjar prostat secara relatif tetap kecil sepanjang masa kanak – kanak dan mulai tumbuh pada masa pubertas di bawah rangsangan testosteron. Kelenjar ini mencapai ukuran hampir tetap pada usia 20 tahun dan tetap dalam ukuran itu sampai pada usia kira – kira 50 tahun. Pada waktu tersebut, beberaoa orua kelenjarnya mulai berinvolusi, bersamaan dengan oenurunan pembentukan testosteron oleh testis. Sekali kelenjar prostat terjadi, sel – sel karsinogen biasanya dirangsang untuk tumbuh lebih cepat oleh testosteron, dan diambat dengan pengangkatan testis, sehingga testosteron tidak dapat dibentuk lagi. 3. Memahami dan Menjelaskan Benigna Prostate Hyperplasia (BPH) 3.1 : Definisi Hiperplasia prostat adalah hiperplasia kelenjar periuretral yang mendesak jaringan prostat yang arah ke perifer dan menjadi simpai bedah. Merupakan proliferasi elemen epitel dan stroma, yang menyebabkan kelenjar membesar dan pada sebagian kasar, obstruksi aliran kemih. 3.2 : Etiologi Teori Hormonal (Teori ketidakseimbangan Estrogen dan Testosteron Semakin tua testosteron menurun (produktivitas nya berkurang) yang menyebabkan terjadinya konversi testosteron menjadi estrogen yang dibantu oleh enzim aromatase di jaringan adiposis di daerah perifer. Estrogen menyebabkan 1. Hiperplasia stroma, sehingga testosteron diperlukan untuk inisiasi terjadinya proliferasi sel kelenjar prostat tetapi kuman ↑ sensitivitas Sel prostat terhdap rangsangan hormon androgen 2. ↑ jumlah / konsentrasi relatif testosteron / esterogen menyebabkan produksi dan potensiasi 3. Faktor pertumbuhan lain menyebabkan terjadinya pembesaran prostat 4. ↑ jumlah reseptor androgen 5. ↓ jumlah kematian sel prostat / apoptosis sehingga sel prostat memiliki umur lebih panjang sehingga prostat lebih besar
6
Teori Peptic Growth Factor (faktor pertumbuhan)
Basic transforming growth factor
Basic transforming B1
Basic transforming B2
Epidermal growth factor
(Cunha, 1973) Teori Peningkatan Lama Hidup Sel-sel Prostat karena Berkurangnya Sel yang Mati Berkurangnya jumlah sel-sel prostat yang mengalami apoptosis sehingga jumlah selsel prostat meningkat dan massa menjadi positif. Faktor-faktor yang menghambat apoptosis : 1. Hormon androgen menghambat proses kematian sel 2. Estrogen memperpanjang usia sel prostat Teori Sel (stem cell hypothesis) (Issacs / 1984,1987) Keadaan normal kelenjar periuretral apoptosis (mati) = sel yang baru (tumbuh) (steadystate) Sel yang baru tumbuh dari sel stem yang mempunyai kemampuan berproliferasi sangat efektif. Penyebab : usia, gangguan kesehatan hormonal, faktor pencetus lain maka sel stem tersebut berpoliferasi lebih cepat dan terjadi hiperplasia kelenjar periuretral Teori Dihidro Testosteron (DHT) DHT : metabolit androgen penting untuk pertumbuhan sel-sel kelenjar prostat. Dibentuk dari testosteron di dalam sel prostat yang dibantu oleh enzim 5 α reduktase dan NADPH yang diubah menjadi NADP lalu membentuk dehidrotestosteron DHT berikatan dengan reseptor anadrogen (RA) di dalam sitoplasma sel prostat lalu membentuk DHT-Reseptor Kompleks dan kemudian masuk ke dalam di inti sel dan akan mempengaruhi (RNA) setelah itu terjadi sintesis protein growth factor dan akhirnya terjadi stimulasi pertumbuhan sel (proliferasi sel). (Mc.Connel 1990) Teori Reawakening Jaringan kembali seperti perkembangan pada masa tingkat embriologik, sehingga jaringan periuretral dapat tumbuh lebih cepat dari jaringan sekitarnya. 7
Mc Neal 1978 membagi prostat menjadi 3 zona yaitu : 1. Zona sentral 2. Zona periferal 3. Zona peralihan
3.3 : Epidemiologi Hiperplasia prostat merupakan penyakit pada pria tua Jarang ditemukan sebelum usia 40 tahun. Pada usia lanjut beberapa pria mengalami pembesaran prostat benigna. Keadaan ini dialami oleh 50% pria yang berusia 60 tahun dan kurang lebih 80% pria yang berusia 80 tahun Di Jakarta hiperplasia prostat merupakan kelainan ke-2 tersering setelah batu saluran kemih.
3.4 : Patogenesis dan Patofisiologi Pembesaran prostat menyebabkan penyempitan uretra prostatika dan akan menghambat aliran urine. Keadaan ini akan menyebakan peningkatan tekanan intravesikal. Untuk dapat mengeluarkan urine, buli-buli harus berkontraksi lebih kuat guna melawan tahanan tersebut. Kontraksi yang terus-menerus ini akan menyebabkan perubahan anatomi dari buli-buli berupa hipertrofi otot detrusor, trabekulasi, terbentuknya selula, sakula dan divertikel bulibuli. Perubahan struktur buli-buli dirasakn oleh pasien sebagai keluhan pada saluran kemih sebelah bawah atau lower urinary tract simptom (LUTS) yang dahulu dikenal dengan gejalagejala prostatimus. Tekanan intravesikal yang tinggi akan diteruskan keseluruh bagian buli-buli, tak terkecuali pada kedua muara ureter. Tekanan pada kedua muara ureter ini dapat menimbulkan aliran balik urine dari buli-buli ke ureter atau terjadi refluks vesikoureter. Keadaan ini jika berlangsung terus akan mengakibatkan hidroureter, hidronefrosis bahkan akhirnya dapat jatuh kedalam gagal ginjal. Patofisiologi benign prostate hyperplasia Pembesaran prostat menyebabkan penyempitan lumen uretra pars prostatika dan akan menghambat aliran urine. Keadaan ini menyebabkan peningkatan tekanan intravesikal. Untuk dapat mengeluarkan urin, buli-buli harus berkontraksi lebih kuat guna melawan tahanan itu. Kontraksi yang terus-menerus ini menyebabkan perubahan anatomik dari buli-buli berupa hipertrofi otot detrusor, trabekulasi, terbentuknya selula, sakula, dan divertikel buli-buli. Fase penebalan otot detrusor ini disebut fase kompensasi.
8
Perubahan struktur pada buli-buli dirasakan oleh pasien sebagai keluhan pada saluran kemih sebelah bawah atau lower urinary tract symptom (LUTS) yang dahulu dikenal dengan gejala-gejala prostatismus. Dengan semakin meningkatnya resistensi uretra, otot detrusor masuk ke dalam fase dekompensasi dan akhirnya tidak mampu lagi untuk berkontraksi sehingga terjadi retensi urin. Tekanan intravesikal yang semakin tinggi akan diteruskan ke seluruh bagian buli-buli tidak terkecuali pada kedua muara ureter. Tekanan pada kedua muara ureter ini dapat menimbulkan aliran balik urin dari buli-buli ke ureter atau terjadi refluks vesico-ureter. Keadaan ini jika berlangsung terus akan mengakibatkan hidroureter, hidronefrosis, bahkan akhirnya dapat jatuh ke dalam gagal ginjal. Hiperplasi prostat ↓ Penyempitan lumen uretra posterior ↓ Tekanan intravesikal ↑ ↓ Buli-buli Ginjal dan Ureter ↓
Hipertrofi otot detrusor - Refluks vesiko-ureter Trabekulasi - Hidroureter Selula - Hidronefrosis Divertikel buli-buli - Pionefrosis Pilonefritis ↓ ... Gagal ginjal
Pada BPH terdapat dua komponen yang berpengaruh untuk terjadinya gejala yaitu komponen mekanik dan komponen dinamik. Komponen mekanik ini berhubungan dengan adanya pembesaran kelenjar periuretra yang akan mendesak uretra pars prostatika sehingga terjadi gangguan aliran urine (obstruksi infra vesikal) sedangkan komponen dinamik meliputi tonus otot polos prostat dan kapsulnya, yang merupakan alpha adrenergik reseptor. Stimulasi pada alpha adrenergik reseptor akan menghasilkan kontraksi otot polos prostat ataupun kenaikan tonus. Komponen dinamik ini tergantung dari stimulasi syaraf simpatis, yang juga tergantung dari beratnya obstruksi oleh komponen mekanik.
3.5 : Diagnosis - Manifestasi Klinis 9
Gejala hiperplasia prostat menurut Boyarsky dkk pada tahun 1977 dibagi atas gejala obstruktif dan gejala iritatif. Gejala obstruktif disebabkan oleh karena penyempitan uretara pars prostatika karena didesak oleh prostat yang membesar dan kegagalan otot detrusor untuk berkontraksi cukup kuat dan atau cukup lama saehingga kontraksi terputus-putus. Gejalanya ialah : 1. Harus menunggu pada permulaan miksi (Hesistency) 2. Pancaran miksi yang lemah (Poor stream) 3. Miksi terputus (Intermittency) 4. Menetes pada akhir miksi (Terminal dribbling) Rasa belum puas sehabis miksi (Sensation of incomplete bladder emptying)
Gambar 3.5.1. Manifestasi BPH
Tabel 3.5.1. Manifestasi BOH
Manifestasi klinis berupa obstruksi pada penderita hipeplasia prostat masih tergantung tiga faktor yaitu : 10
1. Volume kelenjar periuretral 2. Elastisitas leher vesika, otot polos prostat dan kapsul prostat 3. Kekuatan kontraksi otot detrusor Tidak semua prostat yang membesar akan menimbulkan gejala obstruksi, sehingga meskipun volume kelenjar periuretal sudah membesar dan elastisitas leher vesika, otot polos prostat dan kapsul prostat menurun, tetapi apabila masih dikompensasi dengan kenaikan daya kontraksi otot detrusor maka gejala obstruksi belum dirasakan. Pemeriksaan derajat beratnya obstruksi prostat dapat diperkirakan dengan cara mengukur : a. Residual urine yaitu jumlah sisa urin setelah penderita miksi spontan. Sisa urin ini dapat dihitung dengan pengukuran langsung yaitu dengan cara melakukan kateterisasi setelah miksi spontan atau ditentukan dengan pemeriksaan ultrasonografi setelah miksi, dapat pula dilakukan dengan membuat foto post voiding pada waktu membuat IVP. Pada orang normal sisa urin biasanya kosong, sedang pada retensi urin total sisa urin dapat melebihi kapasitas normal vesika. Sisa urin lebih dari 100 cc biasanya dianggap sebagai batas indikasi untuk melakukan intervensi pada penderita prostat hipertrofi. b. Pancaran urin atau flow rate dapat dihitung secara sederhana yaitu dengan menghitung jumlah urin dibagi dengan lamanya miksi berlangsung (ml/detik) atau dengan alat uroflowmetri yang menyajikan gambaran grafik pancaran urin. Untuk dapat melakukan pemeriksaan uroflow dengan baik diperlukan jumlah urin minimal di dalam vesika 125 sampai 150 ml. Angka normal untuk flow rata-rata (average flow rate) 10 sampai 12 ml/detik dan flow maksimal sampai sekitar 20 ml/detik. Pada obstruksi ringan flow rate dapat menurun sampai average flow antara 6-8 ml/detik, sedang maksimal flow menjadi 15 mm/detik atau kurang. Dengan pengukuran flow rate tidak dapat dibedakan antara kelemahan detrusor dengan obstruksi infravesikal. Obstruksi uretra menyebabkan bendungan saluran kemih sehingga mengganggu faal ginjal karena hidronefrosis, menyebabkan infeksi dan urolithiasis. Tindakan untuk menentukan diagnosis penyebab obstruksi maupun menentukan kemungkinan penyulit harus dilakukan secara teratur. Gejala iritatif disebabkan oleh karena pengosongan vesica urinaris yang tidak sempurna pada saat miksi atau disebabkan oleh karena hipersensitifitas otot detrusor karena pembesaran prostat menyebabkan rangsangan pada vesica, sehingga vesica sering berkontraksi meskipun belum penuh. Gejalanya ialah : 1. Bertambahnya frekuensi miksi (Frequency) 2. Nokturia 3. Miksi sulit ditahan (Urgency) 4. Disuria (Nyeri pada waktu miksi) (P/UI) 11
Gejala-gejala tersebut diatas sering disebut sindroma prostatismus. Secara klinis derajat berat gejala prostatismus itu dibagi menjadi : Grade I : Gejala prostatismus + sisa kencing < 50 ml Grade II : Gejala prostatismus + sisa kencing > 50 ml Grade III : Retensi urin dengan sudah ada gangguan saluran kemih bagian atas + sisa urin > 150 ml 7 Derajat berat gejala klinik prostat hiperplasia ini dipakai untuk menentukan derajat berat keluhan subyektif, yang ternyata tidak selalu sesuai dengan besarnya volume prostat. Gejala iritatif yang sering dijumpai ialah bertambahnya frekuensi miksi yang biasanya lebih dirasakan pada malam hari. Sering miksi pada malam hari disebut nocturia, hal ini disebabkan oleh menurunnya hambatan kortikal selama tidur dan juga menurunnya tonus spingter dan uretra. Simptom obstruksi biasanya lebih disebabkan oleh karena prostat dengan volume besar. Apabila vesica menjadi dekompensasi maka akan terjadi retensi urin sehingga pada akhir miksi masih ditemukan sisa urin didalam vesica, hal ini menyebabkan rasa tidak bebas pada akhir miksi. Jika keadaan ini berlanjut pada suatu saat akan terjadi kemacetan total, sehingga penderita tidak mampu lagi miksi. Oleh karena produksi urin akan terus terjadi maka pada suatu saat vesica tidak mampu lagi menampung urin sehingga tekanan intravesica akan naik terus dan apabila tekanan vesica menjadi lebih tinggi daripada tekanan spingter akan terjadi inkontinensia paradoks (over flow incontinence). Retensi kronik dapat menyebabkan terjadinya refluk vesico uretra dan meyebabkan dilatasi ureter dan sistem pelviokalises ginjal dan akibat tekanan intravesical yang diteruskam ke ureter dari ginjal maka ginjal akan rusak dan terjadi gagal ginjal. Proses kerusakan ginjal dapat dipercepat bila ada infeksi. Disamping kerusakan tractus urinarius bagian atas akibat dari obstruksi kronik penderita harus selalu mengedan pada waktu miksi, maka tekanan intra abdomen dapat menjadi meningkat dan lama kelamaan akan menyebabkan terjadinya hernia, hemoroid. Oleh karena selalu terdapat sisa urin dalam vesica maka dapat terbentuk batu endapan didalam vesica dan batu ini dapat menambah keluhan iritasi dan menimbulkan hematuri. Disamping pembentukan batu, retensi kronik dapat pula menyebabkan terjadinya infeksi sehingga terjadi systitis dan apabila terjadi refluk dapat terjadi juga pielonefritis.
Pemeriksaan A. Pemeriksaan fisik Pemeriksaan colok dubur atau Digital Rectal Eamination (DRE) sangat penting. Pemeriksaan colok dubur dapat memberikan gambaran tentang keadaan tonus spingter ani, reflek bulbo cavernosus, mukosa rektum, adanya kelainan lain seperti benjolan pada di dalam rektum dan tentu saja teraba prostat. Pada perabaan prostat harus diperhatikan :
12
Konsistensi prostat (pada hiperplasia prostat konsistensinya kenyal) Adakah asimetris Adakah nodul pada prostate Apakah batas atas dapat diraba Sulcus medianus prostate Adakah krepitasi
Gambar 3.5.2. Colok dubur
Colok dubur pada hiperplasia prostat menunjukkan konsistensi prostat kenyal seperti meraba ujung hidung, lobus kanan dan kiri simetris dan tidak didapatkan nodul. Sedangkan pada carcinoma prostat, konsistensi prostat keras dan atau teraba nodul dan diantara lobus prostat tidak simetris. Sedangkan pada batu prostat akan teraba krepitasi. Pemeriksaan fisik apabila sudah terjadi kelainan pada traktus urinaria bagian atas kadang-kadang ginjal dapat teraba dan apabila sudah terjadi pnielonefritis akan disertai sakit pinggang dan nyeri ketok pada pinggang. Vesica urinaria dapat teraba apabila sudah terjadi retensi total, daerah inguinal harus mulai diperhatikan untuk mengetahui adanya hernia. Genitalia eksterna harus pula diperiksa untuk melihat adanya kemungkinan sebab yang lain yang dapat menyebabkan gangguan miksi seperti batu di fossa navikularis atau uretra anterior, fibrosis daerah uretra, fimosis, condiloma di daerah meatus. Pada pemeriksaan abdomen ditemukan kandung kencing yang terisi penuh dan teraba masa kistus di daerah supra simfisis akibat retensio urin dan kadang terdapat nyeri tekan supra simfisis.
13
B. Pemeriksaan laboratorium a. Darah : Ureum dan Kreatinin normal fungsi ginjal dan VU normal tidak ada urolithiasis, Ca atau hiperplasia prostat berat Elektrolit Blood urea nitrogen Prostate Specific Antigen (PSA) merupakan suatu glikoprotein protease yang diproduksi dan disekresi oleh sel epitel prostat, yang merupakan tanda paling efektif untuk mengetahui adanya kanker prostat dan keadaanya meningkat pada BPH.peningkatan PSA juga sebagai dari akibat colok dubur (DRE = Digital Rectal Examination), pemasangan kateter, sistoskopi, biospsi jarum, ultrasonografi trasnrectal Transrectal Ultrasound), reseksi prostat transuretra (TURP, Transurethral Resection of the Prostate), bertambahnya umur dan retensi urin serta besarnya volume b. Urin :
Gula darah Kultur urin + sensitifitas test Urinalisis dan pemeriksaan mikroskopik Sedimen
C. Pemeriksaan pencitraan a. Foto polos abdomen (BNO) Dari sini dapat diperoleh keterangan mengenai penyakit ikutan misalnya batu saluran kemih, hidronefrosis, atau divertikel kandung kemih juga dapat untuk menghetahui adanya metastasis ke tulang dari carsinoma prostat. b. Pielografi Intravena (IVP)
o
o pembesaran prostat dapat dilihat sebagai lesi defek isian kontras (filling defect/indentasi prostat) pada dasar kandung kemih atau ujung distal ureter membelok keatas berbentuk seperti mata kail (hooked fish).
14
o
mengetahui adanya kelainan pada ginjal maupun ureter berupa hidroureter ataupun hidronefrosis serta penyulit yang terjadi pada buli – buli yaitu adanya trabekulasi, divertikel atau sakulasi buli – buli.
o foto setelah miksi dapat dilihat adanya residu urin
IVP memerlukan persiapan yaitu : Malam sebeleum pemeriksaan diberi pencahar untuk membersihakan kolon dari feses yang menutupi daerah ginjal Pasien tidak diberi cairan mulai dari jam 10 sebelum pemeriksaan untuk mendapatkan kondisi dehidrasi Keesokan hari pasien diminta untuk berpuasa Sebelum pasien disuntukian urografin 60 mg%, terlebih dahulu dilakukan penngujian subkutan atau intravena kontras (conray/ meglumineiothalamat 60%) jika pasien alergi terhadap kontras, maka IVP dibatalkan
Perbedaan IVP normal dan abnormal
IVP Normal
IVP Abnormal
• Semua organ salkuran kemih normal posisi, bentuk dan ukuran • Tidak terlihat adanya sumbatan • Kontras mencapai ginjal sesuai waktunya • Pada pria ukuran prostat normal
• Bentuk, ukuran, posisi saluran kemih abnormal e/ ginjal tak terlihat, tambahan ginjal atau ureter • Kontras lama mencapai ginjal • terdapat tumor, kista, abses, batu, cidera dan jaringan parut • pada pria ukuran prostat membesar
15
Gambar 3.5.3.Rontgen IVP normal
Gambar 3.5.4 Foto rontgen IVP pada 5 menit
16
Gambar 3.5.5. Foto rontgen IVP pada 10 menit
Gambar 3.5.6.Foto rontgen IVP pada 20 menit
17
Gambar 3.5.7.Keuntungan dan kerugiaan IVP
Yang dapat mempengaruhi pemeriksaan IVP Pasien yang tidak bisa diam Masih terdapat fese, gas dalam kolon Pasien belum lama melakukan tes enema barium tes untuk pemeriksaan kolon
c. Sistogram retrograd Apabila penderita sudah dipasang kateter oleh karena retensi urin, maka sistogram retrograd dapat pula memberi gambaran indentasi. d. Transrektal Ultrasonografi (TRUS) -
deteksi pembesaran prostat
-
mengukur volume residu urin
e. MRI atau CT jarang dilakukan Digunakan untuk melihat pembesaran prostat dan dengan bermacam – macam potongan.
D. Pemeriksaan lain Uroflowmetri 18
Untuk mengukur laju pancaran urin miksi. Laju pancaran urin ditentukan oleh: daya kontraksi otot detrusor tekanan intravesica resistensi uretra Angka normal laju pancaran urin ialah 12 ml/detik dengan puncak laju pancaran mendekati 20 ml/detik. Pada obstruksi ringan, laju pancaran melemah menjadi 6 – 8 ml/detik dengan puncaknya sekitar 11 – 15 ml/detik. Semakin berat derajat obstruksi semakin lemah pancaran urin yang dihasilkan.
Gambar 3.5.8. laju pancaran urin
Pemeriksaan Tekanan Pancaran (Pressure Flow Studies) Pancaran urin melemah yang diperoleh atas dasar pemeriksaan uroflowmetri tidak dapat membedakan apakah penyebabnya adalah obstruksi atau daya kontraksi otot detrusor yang melemah. Untuk membedakan kedua hal tersebut dilakukan pemeriksaan tekanan pancaran dengan menggunakan Abrams-Griffiths Nomogram. Dengan cara ini maka sekaligus tekanan intravesica dan laju pancaran urin dapat diukur.
Pemeriksaan Volume Residu Urin Volume residu urin setelah miksi spontan dapat ditentukan dengan cara sangat sederhana dengan memasang kateter uretra dan mengukur berapa volume urin yang masih tinggal. Pemeriksaan sisa urin dapat juga diperiksa (meskipun kurang akurat) dengan membuat foto post voiding atau USG. Kriteria Pembesaran Prostat Untuk menentukan kriteria prostat yang membesar dapat dilakukan dengan beberapa cara, diantaranya adalah : 19
1) Rektal grading Berdasarkan penonjolan p1rostat ke dalam rektum : derajat 1 : penonjolan 0-1 cm ke dalam rektum derajat 2 : penonjolan 1-2 cm ke dalam rektum derajat 3 : penonjolan 2-3 cm ke dalam rektum derajat 4 : penonjolan > 3 cm ke dalam rektum 2) Berdasarkan jumlah residual urine derajat 1 : < 50 ml derajat 2 : 50-100 ml derajat 3 : >100 ml derajat 4 : retensi urin total 3) Intra vesikal grading derajat 1 : prostat menonjol pada bladder inlet derajat 2 : prostat menonjol diantara bladder inlet dengan muara ureter derajat 3 : prostat menonjol sampai muara ureter derajat 4 : prostat menonjol melewati muara ureter 4) Berdasarkan pembesaran kedua lobus lateralis yang terlihat pada uretroskopi : derajat 1 : kissing 1 cm derajat 2 : kissing 2 cm derajat 3 : kissing 3 cm derajat 4 : kissing >3 cm8 Diagnosis Banding A. Kelemahan Detrusor Kandung Kemih o Kelainan medula spinalis o Neuropatia diabetes mellitus o Pasca bedah radikal di pelvis o Farmakologik B. Kandung Kemih Neuropati, disebabkan oleh : o Kelainan neurologik o Neuropati perifer o Diabetes mellitus 20
o Alkoholisme o Farmakologik (obat penenang, penghambat alfa dan parasimpatolitik) C. Obstruksi Fungsional o Dissinergi detrusor-sfingter terganggunya koordinasi antara kontraksi detrusor dengan relaksasi sfingter o Ketidakstabilan detrusor D. Kekakuan Leher Kandung Kemih o Fibrosis E. Resistensi Urethra yang Meningkat, disebabkan oleh : o Hiperplasia prostat jinak atau ganas o Kelainan yang menyumbatkan uretra o Uretralitiasis o Uretritis akut atau kronik o Striktur uretra o Prostatitis akut atau kronis
21
Bagan 3.5.1. Alur diagnosis dan penatalaksanaan
22
3.6 Penatalaksanaan Hiperplasi prostat yang telah memberikan keluhan klinik biasanya akan menyebabkan penderita datang kepada dokter. Derajat berat gejala klinik dibagi menjadi empat gradasi berdasarkan penemuan pada colok dubur dan sisa volume urin. Derajat
Colok Dubur
Sisa Volume Urin
I
Penonjolan prostat, batas atas mudah diraba
< 50 ml
II
Penonjolan prostat jelas, batas atas dapat dicapai
50- 100 ml
III
Batas atas prostat tidak dapat diraba
IV
>100 ml Retensi urin total
Tabel 3.6.1 derajat gejala klinik BPH
Organisasi kesehatan dunia (WHO) menganjurkan klasifikasi untuk menentukan berat gangguan miksi yang disebut WHO PSS (WHO prostate symptom score).
23
Tabel 3.6.2. WHO PSS
Jumlah skor: 0 = baik sekali 1 = baik 2 = kurang baik 3 = kurang 4 = buruk 5 = buruk sekali
Skor ini berdasarkan jawaban penderita atas delapan pertanyaan mengenai miksi. Terapi non bedah dianjurkan bila WHO PSS tetap dibawah 15. Untuk itu dianjurkan melakukan kontrol dengan menentukan WHO PSS. Terapi bedah dianjurkan bila WHO PSS 25 ke atas atau bila timbul obstruksi. 24
Di dalam praktek pembagian derajat beratnya hiperplasia prostat derajat I-IV digunakan untuk menentukan cara penanganan. Pada penderita dengan derajat satu biasanya belum memerlukan tindakan operatif, melainkan dapat diberikan pengobatan secara konservatif. Pada penderita dengan derajat dua sebenarnya sudah ada indikasi untuk melakukan intervensi operatif, dan yang sampai sekarang masih dianggap sebagai cara terpilih ialah trans uretral resection (TUR). Kadang-kadang derajat dua penderita masih belum mau dilakukan operasi, dalam keadaan seperti ini masih bisa dicoba dengan pengobatan konservatif. Pada derajat tiga, TUR masih dapat dikerjakan oleh ahli urologi yang cukup berpengalaman melakukan TUR oleh karena biasanya pada derajat tiga ini besar prostat sudah lebih dari 60 gram. Apabila diperkirakan prostat sudah cukup besar sehingga reseksi tidak akan selesai dalam satu jam maka sebaiknya dilakukan operasi terbuka. Pada hiperplasia prostat derajat empat tindakan pertama yang harus segera dikerjakan ialah membebaskan penderita dari retensi urin total, dengan jalan memasang kateter atau memasang sistostomi setelah itu baru dilakukan pemeriksaan lebih lanjut untuk melengkapi diagnostik, kemudian terapi definitif dapat dengan TUR P atau operasi terbuka.
Terapi sedini mungkin sangat dianjurkan untuk mengurangi gejala, meningkatkan kualitas hidup dan menghindari komplikasi akibat obstruksi yang berkepanjangan. Tindakan bedah masih merupakan terapi utama untuk hiperplasia prostat (lebih dari 90% kasus). Meskipun demikian pada dekade terakhir dikembangkan pula beberapa terapi non-bedah yang mempunyai keunggulan kurang invasif dibandingkan dengan terapi bedah. Mengingat gejala klinik hiperplasia prostat disebabkan oleh 3 faktor yaitu pembesaran kelenjar periuretral, menurunnya elastisitas leher vesika, dan berkurangnya kekuatan detrusor, maka pengobatan gejala klinik ditujukan untuk :
Menghilangkan atau mengurangi volume prostat Mengurangi tonus leher vesika, otot polos prostat dan kapsul prostat Melebarkan uretra pars prostatika, menambah kekuatan detrusor Terdapat beberapa pilihan tindakan terapi didalam penatalaksanaan hiperplasia prostat
Benigna yang dapat dibagi kedalam 4 macam golongan tindakan, yaitu : 1. Observasi (Watchful waiting) Tidak semua pasien hiperplasia prostat perlu menjalani tindakan medik. Kadangkadang mereka yang mengeluh pada saluran kemih bagian bawah (LUTS) ringan dapat sembuh sendiri dengan observasi ketat tanpa mendapatkan terapi apapun. Tetapi diantara mereka akhirnya ada yang membutuhkan terapi medikamentosa atau tindakan medik yang lain karena keluhannya semakin parah.
25
2. Medikamentosa A. Penghambat adrenergik α Seperti kita ketahui persyarafan trigonum leher vesika, otot polos prostat dan kapsul prostat terutama oleh serabut-serabut saraf simpatis, terutama mengandung reseptor alpha, jadi dengan pemberian obat golongan alpha adrenergik bloker, terutama alpha 1 adrenergik bloker maka tonus leher vesika, otot polos prostat dan kapsul prostat akan berkurang, sehingga sehingga menghasilkan peningkatan laju pancaran urin dan memperbaiki gejala miksi. Bila serangan prostatismus memuncak menjurus kepada retensio urin ini adalah pertanda bahwa tonus otot polos prostat meningkat atau berkontraksi sehingga pemberian obat ini adalah sangat rasional. Episode serangan biasanya cepat teratasi. Contoh obat yang dipakai: Fenoksibenzamin (α- bloker non selektif) Farmokodinamik : karena sifat hambatan yang praktis irreversibel. Fenoksibenzamin dapat dianggap bekerja dengan cara mengurangi jumlah adrenoreseptor α yang tersedia untuk dirangsang. Fenoksibenzamin memblok reseptor α 1 maupun α2 pada otot polos arteriol dan vena sehingga menimbulkan vasodilatasi dan venodilatasi. Farmakokinetik : absorpsi dari saluran cerna hanya 20-30%. Waktu paruhnya kurang dari 24 jam, tetapi lama kerjanya bergantung juga pada kecepatan sintesis reseptor α. Intoksikasi dan efek samping : yang utama adalah hipotensi ortostatik. Hambatan ejakulasi yang reversibel dapat terjadi akibat hambatan kontraksi otot polos vas deferens dan saluran ejakulasi. Penggunaan terapi : sebagai kompensasi berkurangnya produksi testoteron, dibentuk lebih banyak enzim 5 – α reduktase yang mereduksi testoteron menjadi dihidrotestoteron (DHT) yang lebih aktif. Tetapi DHT merangsang pertumbuhan prostat. Obat ini dapat memperbaiki aliran urin dan mengurangi gejala-gejala akibat obstruksi prostat. Dosis 2x10 mg/hari. Pengobatan ini efektif untuk BPH tetapi karena efek samping yang ditimbulkan obat ini tidak lagi digunakan. Prazosine, Terazosin, Tamzulosin dan Doxazosin (α1- bloker selektif) Farmakodinamik : efeknya yang utama adalah hasil hambatan reseptor α1 pada otot polos arteriol dan vena, yang menimbulkan vaso- dan venodilatasi sehingga menurunkan resistensi perifer dan alir balik vena. Kelompok obat ini cenderung mempunyai efek yang baik terhadap lipid serum pada manusia, menurunkan kolesterol LDL dan trigliserid serta meningkatkan kadar kolesterol HDL. Farmakokinetik : diabsorpsi dengan baik pada pemberian oral, terikat kuat pada protein plasma (terutama α1-glikoprotein), mengalami metabolisme yang ekstensif di hati, dan hanya sedikit yang dieksresi utuh melalui ginjal. Obat Waktu paruh Waktu diberikan Prazosine 2-3 jam 2-3 x/hari Terazosin 12 jam 1-2 x /hari 26
Doxazosin Tamzulosin
20-22 jam 5-10 jam
1x/hari
Efek samping : yang utama adalah fenomena dosis pertama, yakni hipotensi posturnal yang hebat dan sinkop yang terjadi 30-90 menit setelah pemberian dosis pertama. Efek samping yang paling sering berupa pusing (hipotensi postural), sakit kepala, ngantuk, palpitasi, edema perifer dan mual. Penggunaan terapi : pemberian obat ini menyebabkan relaksasi otot-otot trigon dan sfingter di leher kandung kemih serta otot polos kelenjar prostat yang membesar, sehingga memperbaiki aliran urin serta gejala-gejala lain yang menyertai obstruksi prostat tersebut adalah 1-5 mg/hari. (Gunawan,2007)
B. Fitoterapi Kelompok kemoterapi pada umumnya telah mempunyai informasi farmakokinetik dan farmakodinamik terstandar secara konvensional dan universal. Kelompok obat ini juga disebut dengan “obat modern”. Tidak semua penyakit dapat diobati secara tuntas dengan kemoterapi ini. Banyak penyakit kronis, degeneratif, gangguan metabolisme, dan penuaan yang belum ada obatnya seperti: kanker, hepatitis, HIV, demensia, dll. Banyak pula yang belum bisa dituntaskan pengobatannya. Termasuk ini adalah: BPH, DM, hipertensi, rematik, dll. Sehingga diperlukan terapi komplementer atau alternatif. Kelompok terapi ini disebut Fitoterapi. Disebut demikian karena berasal dari tumbuhan. Bahan aktifnya belum diketahui dengan pasti, masih memerlukan penelitian yang panjang. Namun secara empirik, manfaat sudah lama tercatat dan semakin diakui. Diantara sekian banyak fitoterapi yang sudah masuk pasaran, diantaranya yang terkenal adalah Serenoa repens atau Saw Palmetto dan Pumpkin seeds yang digunakan untuk pengobatan BPH. Keduanya, terutama Serenoa repens semakin diterima pemakaiannya dalam upaya pengendalian prosatisme BPH dalam kontek “watchfull waiting strategy”. Di Jerman 90% kasus BPH di terapi dengan Serenoa repens tunggal atau kombinasi, dan di negara-negara Eropa dan Amerika pemakaiannya terus meningkat dengan cepat. Saw Palmetto Berry (SPB) yang disebut juga Serenoa repens adalah suatu obat tradisional Indian. Catatan empiriknya tentang manfaat tumbuhan ini untuk gangguan urologis sudah ada sejak tahun 1900. Isu back to nature memberikan iklim yang kondusif bagi pemakaian obat ini. Bukti-bukti empirik lapangan dan empirik uji klinik semakin banyak mencatat efektifitas dan keamanannya. Dalam Current Medical Diagnosis and Treatment (2001) dinyatakan bahwa Saw Palmetto Berry (SPB) ini didalam 18 RCT (Randomized Clinical Trial) dengan 2939 subyek adalah superior terhadap placebo dan efektifitasnya sama dengan finasteride. Efek samping obat berupa disfungsi ereksi = 1,1% sedangkan finasteride = 4,9%. Dalam Life Extension Update dimuat, dari sebanyak 32 publikasi studi terdapat catatan bahwa extract dari SPB ini secara signifikan menunjukan perbaikan klinis dalam hal : - Frekuensi nokturia → berkurang 27
-
Aliran kencing → bertambah lancar Volume residu dikandung kencing → berkurang Gejala kurang enak dalam mekanisme urinoir → berkurang
Mekanisme kerja obat ini belum dapat dipastikan tetapi diduga kuat ia : - Menghambat aktifitas enzim 5 alpha reduktase dan memblokir reseptor androgen - Bersifat anti inflamasi dan anti udem dengan cara menghambat aktifitasenzim cycloxygenase dan 5 lipoxygenase. Pumpkin seeds (Cucurbitae peponis semen) Testimoni empirik tradisional bahan ini telah digunakan di Jerman dan Austria sejak abad 16 untuk gangguan “urinoir” dan belakangan ini ekstraknya dipakai untuk mengatasi gejala yang berhubungan dengan BPH didalam konteks farmakoterapi maupun uji klinis kombinasi dengan ekstraks serenoa repens. Penelitian di Jerman melakukan studi terhadap preparat yang mengandung komponen utama beta-sitosterol dengan sedikit campuran campesterot dan stigmasterol untuk mengobati hiperplasia prostat. Hasilnya, terjadi perbaikan seperti halnya terapi menggunakan penghambat reseptor alpha dan 5-alpha reduktase, tetapi dengan efek samping yang lebih minimal. Walaupun mekanisme kerja dari preparat campuran fitosterol ini belum dapat dibuktikan, penelitian terus dikembangkan untuk keperluan di masa depan. Hormonal Pada tingkat supra hypofisis dengan obat-obat LH-RH (super) agonist yaitu obat yang menjadi kompetitor LH-RH mempunyai afinitas yang lebih besar dengan reseptor bagi LH-RH, sehingga obat ini akan “menghabiskan” reseptor dengan membentuk LH-RH super agonist reseptor kompleks. Sehingga mula-mula oleh karena banyaknya LH-RH super agonist yang menangkap reseptor, pada permulaan justru akan terjadi kenaikan produksi LH oleh hypofisis. Tetapi setelah reseptor “habis”maka LH-RH tidak dapat lagi mencari reseptor , maka LH akan menurun. Contoh obat adalah Buserelin, dengan dosis minggu I 3dd 500 mg s.c. (7 hari) dan minggu II intra nasal spray 200 mg, 3 kali sehari. Pemberian obat-obat anti androgen yang dapat mulai pada tingkat hipofisis misalnya dengan pemberian Gn-RH analogue sehingga menekan produksi LH, yang menyebabkan produksi testosteron oleh sel leydig berkurang. Cara ini tentu saja menyebabkan penurunan libido oleh karena penurunan kadar testosteron darah. Pada tingkat infra hipofisis pemberian estrogen dapat memberikan umpan balik dengan menekan produksi FSH dan LH, sehingga produksi testosteron juga menurun. Contoh preparatnya ialah Diaethyl Stilbestrol (DES) dosis satu kali 1-5 mg sehari. 28
Pada tingkat testikular, orchiectomi untuk pengobatan pembesaran prostat jinak hanya dikenal pada sejarah, sekarang cara pengobatan ini untuk hiperplasia prostat telah ditinggalkan. Untuk karsinoma prostat tentu saja orchiectomi masih dikerjakan oleh karena pertimbangan kemungkinan penyebaran ca prostat dan juga biasanya penderita telah tua. Pada tingkat yang lebih rendah dapat pula diberikan obat anti androgen yang mekanisme kerjanya mencegah hidrolise testosteron menjadi DHT dengan cara menghambat 5 alpha reduktase, suatu enzim yang diperlukan untuk mengubah testosteron menjadi dehidrotestosteron (DHT), suatu hormon androgen yang mempengaruhi pertumbuhan kelenjar prostat, sehingga jumlah DHT berkurang tetapi jumlah testosteron tidak berkurang, sehingga libido juga tidak menurun. Penurunan kadar zat aktif dehidrotestosteron ini menyebabkan mengecilnya ukuran prostat. Contoh obat tersebut ialah Finesteride, Proscar dengan dosis 5 mg/hari dalam jangka waktu lebih dari 3 bulan, Finasteride mengurangi volume prostat sampai 30%. Penelitian lain di Kanada menyatakan bahwa Finasteride mengurangi volume prostat pada 613 pria dengan angka rata-rata 21%, mengurangi gejala dan memperbaiki laju pancaran urin sampai 12%. Obat ini mempunyai toleransi baik dan tidak mempunyai efek samping yang bermakna. Obat anti androgen lain yang juga bekerja pada tingkat prostat ialah obat yang mempunyai mekanisme kerja sebagai inhibitor kompetitif terhadap reseptor DHT sehingga DHT tidak dapat membentuk kompleks DHTReseptor. Contoh obatnya ialah : - Cyproterone acetate 100 mg 2 kali/hari - Flutamide - medrogestone 15 mg2 kali/hari - Anandron Obat ini juga tidak menurunkan kadar testosteron pada darah, sehingga libido tidak menurun. Golongan gestagen dan ketokonazole, obat-obat ini mempunyai khasiat : - mengurangi enzim dehidrogenase dan isomerase yang berguna untuk metabolisme steroid - menekan LH dan FSH, - menjadi saingan testosteron untuk 5 alpha reduktase sehingga DHT tidak terbentuk. Contoh obatnya adalah Megestrol acetat 160 mg empat kali sehari dan MPA 300-500 mg/hari. Kesulitan pengobatan konservatif ini adalah menentukan berapa lama obat harus diberikan dan efek samping dari obat. 4. Operatif a) Prostatektomi terbuka - Retropubic infravesika (Terence millin) Keuntungan : Tidak ada indikasi absolut, baik untuk adenoma yang besar pada subservikal 29
Mortaliti rate rendah Langsung melihat fossa prostat Dapat untuk memperbaiki segala jenis obstruksi leher buli Perdarahan lebih mudah dirawat Tanpa membuka vesika sehingga pemasangan kateter tidak perlu selama bila membuka vesika
Kerugian : o Dapat memotong pleksus santorini o Mudah berdarah o Dapat terjadi osteitis pubis o Tidak bisa untuk BPH dengan penyulit intravesikal o Tidak dapat dipakai kalau diperlukan tindakan lain yang harus dikerjakan dari dalam vesika Komplikasi : Perdarahan Infeksi Osteitis pubis Trombosis
-
Suprapubic transvesica/TVP (Freyer) Keuntungan : Baik untuk kelenjar besar Banyak dikerjakan untuk semua jenis pembesaran prostat Operasi banyak dipergunakan pada hiperplasia prostat dengan penyulit : Batu buli Batu ureter distal Divertikel Uretrokel Adanya sistsostomi Retropubik sulit karena kelainan os pubis Kerusakan spingter eksterna minimal Kerugian : o Memerlukan pemakain kateter lebih lama sampai luka pada dinding vesica sembuh o Sulit pada orang gemuk o Sulit untuk kontrol perdarahan o Merusak mukosa kulit o Mortality rate 1 -5 % Komplikasi : Striktura post operasi (uretra anterior 2 – 5 %, bladder neck stenosis 4%) 30
-
Inkontinensia (<1%) Perdarahan Epididimo orchitis Recurent (10 – 20%) Carcinoma Ejakulasi retrograde Impotensi Fimosis Deep venous trombosis
Transperineal Keuntungan : o Dapat langssung pada fossa prostat o Pembuluh darah tampak lebih jelas o Mudah untuk pinggul sempit o Langsung biopsi untuk karsinoma Kerugian : Impotensi Inkontinensia Bisa terkena rektum Perdarahan hebat Merusak diagframa urogenital
b) Endourologi - Trans urethral resection (TUR) Yaitu reseksi endoskopik malalui uretra. Jaringan yang direseksi hampir seluruhnya terdiri dari jaringan kelenjar sentralis. Jaringan perifer ditinggalkan bersama kapsulnya. Metode ini cukup aman, efektif dan berhasil guna, bisa terjadi ejakulasi retrograd dan pada sebagaian kecil dapat mengalami impotensi. Hasil terbaik diperoleh pasien yang sungguh membutuhkan tindakan bedah. Untuk keperluan tersebut, evaluasi urodinamik sangat berguna untuk membedakan pasien dengan obstruksi dari pasien non-obstruksi. Evaluasi ini berperan selektif dalam penentuan perlu tidaknya dilakukan TUR. Suatu penelitian menyebutkan bahwa hasil obyektif TUR meningkat dari 72% menjadi 88% dengan mengikutsertakan evaluasi urodinamik pada penilaian pra-bedah dari 152 pasien. Mortalitas TUR sekitar 1% dan morbiditas sekitar 8%. Saat ini tindakan TUR P merupakan tindakan operasi paling banyak dikerjakan di seluruh dunia. Reseksi kelenjar prostat dilakukan transuretra dengan mempergunakan cairan irigan (pembilas) agar supaya daerah yang akan direseksi tetap terang dan tidak tertutup oleh darah. Cairan yang dipergunakan adalah berupa larutan non ionik, yang dimaksudkan agar tidak terjadi hantaran listrik pada saat operasi. Cairan yang sering dipakai dan harganya cukup murah adalah H2O steril (aquades). Salah satu kerugian dari aquades adalah sifatnya yang hipotonik sehingga cairan ini dapat masuk ke sirkulasi sistemik melalui 31
pembuluh darah vena yang terbuka pada saat reseksi. Kelebihan air dapat menyebabkan terjadinya hiponatremia relatif atau gejala intoksikasi air atau dikenal dengan sindroma TUR P. Sindroma ini ditandai dengan pasien yang mulai gelisah, kesadaran somnolen, tekanan darah meningkat, dan terdapat bradikardi. Jika tidak segera diatasi, pasien akan mengalami edema otak yang akhirnya jatuh dalam keadaan koma dan meninggal. Angka mortalitas sindroma TUR P ini adalah sebesar 0,99%. Karena itu untuk mengurangi timbulnya sindroma TUR P dipakai cairan non ionik yang lain tetapi harganya lebih mahal daripada aquades, antara lain adalah cairan glisin , membatasi jangka waktu operasi tidak melebihi 1 jam, dan memasang sistostomi suprapubik untuk mengurangi tekanan air pada buli-buli selama reseksi prostat.
Keuntungan : o Luka incisi tidak ada o Lama perawatan lebih pendek o Morbiditas dan mortalitas rendah o Prostat fibrous mudah diangkat o Perdarahan mudah dilihat dan dikontrol
Kerugian : Tehnik sulit Resiko merusak uretra Intoksikasi cairan Trauma spingter eksterna dan trigonum Tidak dianjurkan untuk BPH yang besar Alat mahal Ketrampilan khusus -
Trans urethral incision of prostate (TUIP) Metode ini di indikasikan untuk pasien dengan gejala obstruktif, tetapi ukuran prostatnya mendekati normal. Pada hiperplasia prostat yang tidak begitu besar dan pada pasien yang umurnya masih muda umumnya dilakukan metode tersebut atau incisi leher buli-buli atau bladder neck incision (BNI) pada jam 5 dan 7. Terapi ini juga dilakukan secara endoskopik yaitu dengan menyayat memakai alat seperti yangg dipakai pada TUR P tetapi memakai alat pemotong yang menyerupai alat penggaruk, sayatan dimulai dari dekat muara ureter sampai dekat ke verumontanum dan harus cukup dalam sampai tampak kapsul prostat. Kelebihan dari metode ini adalah lebih cepat daripada TUR dan menurunnya kejadian ejakulasi retrograde dibandingkan dengan cara TUR.
32
-
Pembedahan dengan laser (Laser Prostatectomy)
Trans urethral ultrasound guided laser induced prostatectomy (TULIP) Trans urethral evaporation of prostate (TUEP) Teknik koagulasi Keuntungan bedah laser ialah : Tidak menyebabkan perdarahan sehingga tidak mungkin terjadi retensi akibat bekuan darah dan tidak memerlukan transfusi Teknik lebih sederhana Waktu operasi lebih cepat Lama tinggal di rumah sakit lebih singkat Tidak memerlukan terapi antikoagulan Resiko impotensi tidak ada Resiko ejakulasi retrograd minimal Kerugian : Penggunaan laser ini masih memerlukan anestesi (regional)
5. Invasif minimal a) Trans urethral microwave thermotherapy (TUMT) Cara memanaskan prostat sampai 44,5°C – 47°C ini mulai diperkenalkan dalam tiga tahun terakhir ini. Dikatakan dengan memanaskan kelenjar periuretral yang membesar ini dengan gelombang mikro (microwave) yaitu dengan gelombang ultarasonik atau gelombang radio kapasitif akan terjadi vakuolisasi dan nekrosis jaringan prostat, selain itu juga akan menurunkan tonus otot polos dan kapsul prostat sehingga tekanan uretra menurun sehingga obstruksi berkurang. Prinsip cara ini ialah memasang kateter semacam Foley dimana proximal dari balon dipasang antene pemanas yang baru dipanaskan dengan gelombang mikro melalui kabel kecil yang berada didalam kateter. Pemanasan dilakukan antara 1-3 jam. Dengan cara pengobatan ini dengan mempergunakan alat THERMEX II diperoleh hasil perbaikan kira-kira 70-80% pada symptom obyektif dan kira-kira 5060% perbaikan pada flow rate maksimal. Mekanisme yang pasti mengenai efek pemanasan prostat ini belum semuanya jelas, salah satu teori yang masih harus dibuktikan ialah bahwa dengan pemanasan akan terjadi perusakan pada reseptor alpha yang berada pada leher vesika dan prostat. Di Jakarta telah tersedia dua macam alat yaitu Prostatron yang menggunakan gelombang mikro dan dipanaskan selama satu jam. Cara ini disebut dengan Trans Urethral Microwave Treatment (TUMT). Sedangkan alat yang lain menggunakan radio capacitive frequency yang dapat memanaskan prostat sampai 44,5°C – 47°C selama 3 jam (TURF). Pengobatan di RS. Pondok Indah pada 112 kasus yang diobati 33
dengan cara ini didapatkan hasil : perbaikan “symptom score” pada 79 penderita (75%) dan perbaikan pada sisa kencing pada 62 penderita (60%) tetapi perbaikan pada maximal flow rate hanya ditemukan pada 55 penderita (50%). Cara pengobatan hypertermia ini masih memerlukan penelitian lebih lanjut mengenai cara kerja dasar klinikal, efektifitasnya serta side efek yang mungkin timbul. Cara kerja TUMT ialah antene yang berada pada kateter dapat memancarkan microwave kedalam jaringan prostat. Oleh karena temperatur pada antene akan tinggi maka perlu dilengkapi dengan surface costing agar tidak merusak mucosa ureter. Dengan proses pendindingan ini memang mucosa tidak rusak tetapi penetrasi juga berkurang. Cara TURF (trans Uretral Radio Capacitive Frequency) memancarkan gelombang “radio frequency” yang panjang gelombangnya lebih besar daripada tebalnya prostat juga arah dari gelombang radio frequency dapat diarahkan oleh elektrode yang ditempel diluar (pada pangkal paha) sehingga efek panasnya dapat menetrasi sampai lapisan yang dalam. Keuntungan lain oleh karena kateter yang ada alat pemanasnya mempunyai lumen sehingga pemanasan bisa lebih lama, dan selama pemanasan urine tetap dapat mengalir keluar b) Trans urethral ballon dilatation (TUBD) Dilatasi uretra pars prostatika dengan balon ini mula-mula dikerjakan dengan jalan melakukan commisurotomi prostat pada jam 12.00 dengan jalan melalui operasi terbuka (transvesikal). Pertama kali dikerjakan oleh Hollingworth 1910 dan Franck 1930. Kemudian Deisting 1956 melakukan dengan dilator transuretral. Tetapi sebenarnya pelopor penggunaan balon adalah H.Joachus Burhenne yang mula-mula mencoba pada anjing dan cadaver, akhirnya dicoba di klinik. Castaneda bersama-sama Reddy dan Hulbert kemudian menyempurnakan tehnik Burhenne tersebut. Konsep dilatasi dengan balon ini ialah mengusahakan agar uretra pars prostatika menjadi lebar melalui mekanisme: Prostat di tekan menjadi dehidrasi sehingga lumen uretra melebar Kapsul prostat diregangkan Tonus otot polos prostat dihilangkan dengan penekanan tersebut Reseptor alpha adrenergic pada leher vesika dan uretra pars prostatika dirusak Prosedur ini meskipun bisa dilakukan dengan anestesi topikal, sebaiknya dilakukan dengan narkose. Balon mempunyai diameter 30 mm kemudian dengan alat dikembangkan sampai 4 atm yang sama 34
dengan 58,8 psi atau 3040 mmHg dan kaliber uretra menjadi 30 mm atau 90 F. Kemudian setelah balon dikempeskan kembali kateter dilepaskan dengan menggunakan guide wire dan kateter dilepas memutar kebalikan dari arah jarum jam sementara dapat dipasang cystostomi dengan trocard. TUBD ini biasanya memberikan perbaikan yang bersifat sementara. c) Trans urethral needle ablation (TUNA) Yaitu dengan menggunakan gelombang radio frekuensi tinggi untuk menghasilkan ablasi termal pada prostat. Cara ini mempunyai prospek yang baik guna mencapai tujuan untuk menghasilkan prosedur dengan perdarahan minimal, tidak invasif dan mekanisme ejakulasi dapat dipertahankan.
d) Stent urethra dengan prostacath Pada hakekatnya cara ini sama dengan memasang kateter uretra, hanya saja kateter tersebut dipasang pada uretra pars prostatika. Bentuk stent ada yang spiral dibuat dari logam bercampur emas yang dipasang diujung kateter (Prostacath). Stents ini digunakan sebagai protesis indwelling permanen yang ditempatkan dengan bantuan endoskopi atau bimbingan pencitraan. Untuk memasangnya, panjang uretra pars prostatika diukur dengan USG dan kemudian dipilih alat yang panjangnya sesuai, lalu alat tersebut dimasukkan dengan kateter pendorong dan bila letak sudah benar di uretra pars prostatika maka spiral tersebut dapat dilepas dari kateter pendorong. Pemasangan stent ini merupakan cara mengatasi obstruksi infravesikal yang juga kurang invasif, yang merupakan alternatif sementara apabila kondisi penderita belum memungkinkan untuk mendapatkan terapi yang lebih invasif. Akhir-akhir ini dikembangkan juga stent yang dapat dipertahankan lebih lama, misalnya Porges Urospiral (Parker dkk.) atau Wallstent (Nording, A.L. Paulsen). Bentuk lain ialah adanya mesh dari logam yang juga dipasang di uretra pars prostatika dengan kateter pendorong dan kemudian didilatasi dengan balon sampai mesh logam tersebut melekat pada dinding uretra. 3.7 Komplikasi 1. Dekompresi prostat : retensi urin sehingga pada akhir miksi ditemukan sisa urin di dalam kandung kemih dan timbul rasa tak tuntas pada akhir miksi 2. Refluks vesiko-ureter , hidroureter, hidronefrosis dan gagal ginjal : akibat retensi kronik 35
3. Infeksi 4. Hernia atau hemoroid : karena penderita harus selalu mengedan 5. Bahu endapan di kandung kemih : karena terdapat sisa urin. Menambah keluhan iritasi dan menimbulkan hematuria, dapat pula menyebabkan sistitis dan bila terjadi refluks dapat terjadi pielonefritis. (Sjamsuhidayat, 2005)
3.8 Prognosis Menurut Birowo dan Rahardjo prognosis BPH adalah: 1. Tergantung dari lokasi, lama dan kerapatan retensi. 2. Keparahan obstruksi yang lamanya 7 hari dapat menyebabkan kerusakan ginjal. Jika keparahan obstruksi diperiksa dalam dua minggu, maka akan diketahui sejauh mana tingkat keparahannya. Jika obstruksi keparahannya lebih dari tiga minggu maka akan lebih dari 50% fungsi ginjal hilang. 3. Prognosis yang lebih buruk ketika obstruksi komplikasi disertai dengan infeksi. 4. Umumnya prognosis lebih bagus dengan pengobatan untuk retensi urine. 4 Memahami pandangan islam tentang pemeriksaan dan penatalaksanaan kelainan pada saluran kemih lelaki Demikian pula tentang ketentuan berobat dengan lain jenis, fukuha sepakat memperbolehkan melihat dan menyentuh pasien karena darurat dengan syarat menutup pandangan di luar yang darurat itu. Karena seyogyanya berobat kepada yang sejenis sebab melihat aurat orang yang sejenis resikonya lebih ringan. Hal hal yang berkaitan dengan batasan berobat kepada dokter lain jenis telah dibahas secara khusus kalangan ulama syafi’iyyah dan hanabilah mempersyaratkan didampingi orang yang aman/untuk menghindari fitnah. Oleh fukuha iqhu qudamah hanbali menyatakan seorang dokter boleh melihat aurat pasiennya karna hajah. Dikalangan pengikut mahzab hanafi menegaskan dokter boleh melihat seluruh badan pasien kecuali genitalnya yang mesti mendapatkan ijin atau atas pengetatahuan dari pasien dengan prioritas terhadap sejenis tetapi boleh kalo terpaksa dilakukan lawan jenis tetapi bagian yang tidak sakit mesti ditutupi
36
Daftar Pustaka Anonim.(1997) Kumpilan Kuliah Ilmu Bedah Khusus, Jakarta : Aksara Medisina. Eroschenko Victor P.(2003).Atlas Histologi di Fiore dengan Korelasi Fungsional. Jakarta.EGC Gunawan ,SG.(2007).Farmakologi dan Terapi, Edisi 5. Jakarta : Departement Farmakologi dan Terapeutik FKUI Katzung, Bertram G.(1997).Farmakologi Dasar dan Klinik edisi VI, Jakarta : EGC Sjamsuhidajat R, de Jong W.(2007). Buku Ajar Ilmu Bedah.Edisi 2, Jakarta : EGC. Snell, Richard.S.(1992). Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran, edisi 6. Jakarta : EGC SW, Harward., Cunha, GR. 2000. The Prostate : Development and physiology Purnomo B.P.(2000). Buku Kuliah Dasar – Dasar Urologi, Jakarta : CV.Sagung Seto
37