HUKUM PAJAK Sejarah Pajak
Oleh :
1. Mershinta Jozu Putri
1715613104
2. I Gusti Agung Mas Laksmi Wedari K
1715613099
3. Ni Wayan Savitri Velinda Dewi
1715613049
4. Ni Putu Kurnia Dewi
1715613134
1D – D3 D3 Akuntansi Politeknik Negeri Bali 2017
DAFTAR ISI
...................................................................................................................... ................... ii DAFTAR ISI .................................................................................................... .............................................................................................................. 1 SEJARAH PAJAK ..............................................................................................................
A.
......................................................................... 1 SEJARAH PEMUNGUT PAJAK ..........................................................................
B.
.................................................... 3 PERKEMBANGAN PEMUNGUTAN PAJAK ....................................................
C.
........................................................ 6 SEJARAH PERPAJAKAN DI INDONESIA ........................................................ ................................................................... ........... 7 C.1 Sejarah pajak bumi dan bangunan ........................................................ ............................................................................ ...... 11 C.2 Sejarah Pajak Penghasilan ......................................................................
C.3 Sejarah Pajak Perseoran ................................................................................ 13
ii
SEJARAH PAJAK
A. SEJARAH PEMUNGUT PAJAK Dalam suatu negara untuk menjalankan fungsinya pemerintahan atau penguasa setempat memerlukan dana atau modal. Modal yang diperlukan itu salah satunya bersumber dari pemungutan berupa pajak dari rakyatnya. Pajak juga merupakan gejala sosial dan hanya terdapat dalam suatu masyarakat, tanpa ada masyarakat, tidak mungkin ada suatu pajak. Masyarakat yang dimaksud adalah masyarakat hukum atau Gameinschaft menurut Ferdinand Tonnies. Manusia hidup bermasyarakat masing-masing membawa hak dan kewajiban. Akan tetapi, dalam hal ini ada proses hubungan timbal balik. Pemerintah sebagai pihak yang menjalankan penyelenggara kenegaraan pasti memerlukan dana untuk membiayai fungsinya dan mempunyai kewajiban untuk melindungi negara dan rakyatnya baik dari inversi politik luar negeri maupun dalam hal meningkatkan derajat hidup masyarakat menuju kesejahteraan. Di sisi lain masyarakat sebagai pihak yang diberi perlindungan memiliki kewajiban untuk ikut serta dalam menjalankan fungsi tersebut yang bisa ditunjukkan melalui keikutsertaannya dalam pembia yaan negara. Oleh karena itu, negara dan rakyatnya ada hubungan timbal balik yang baik yang tentunya dibatasi dengan aturan, norma, dan undang-undang untuk menghindari kewenangan pindah pihak lain
Keberadaan pajak sebagai pungutan kepada rakyat suatu negara sudah ada sejak zaman Romawi. pada tahun 509-27 SM di Roma, ada beberapa pungutan yang diwajibkan kepada rakyatnya dengan sebutan seperti censor, questor dan jenis pungutan lainnya.
Ajak langsung (tributum) (tributum) dipungut pada zaman perang terhadap penduduk Rhoma sampai tahun 167 SM.
Setelah abad ke-2 penguasa Roma mengandalkan pajak tidak langsung yang disebut vegtigalia, seperti portoria seperti portoria yakni pungutan atas penggunaan pelabuhan.
1
Di zaman Julius Caesar dikenal centesima rerum venalium, yakni sejenis pajak penjualan dengan tarif 1% dari omzet penjualan.
Di Italia dikenal decumae, yakni pungutan sebesar 10% dari para petani atau penguasa tanah. Setiap penduduk di Italia, termasuk penduduk Roma sendiri, dikenakan pajak langsung (tributum) yang tetap.
Di Mesir, pembuatan piramida pada akhirnya dilakukan dalam bentuk kerja paksa, yang pada mulanya adalah suatu bentuk pengabdian dan sifatnya sukarela dari rakyat Mesir.
Pada abad XIV di Spanyol dikenal dengan istilah alcabala, Salah satu bentuk pajak penjualan
Di benua Amerika, setelah benua tersebut menjadi koloni Inggris, penduduk koloni mempunyai kewajiban membayar berbagai pungutan kepada pemerintahan kolonial Inggris, yang kemudian waktu menjadi penyebab Revolusi Amerika yaitu setelah diundang-undangkannya The Stamp Act (1765) dan The Townshend Act. The Stamp Act merupakan undang-undang yang mewajibkan setiap penduduk koloni tersebut untuk membayar pajak atas pembelian koran, kartu judi, dadu, dan akte perkawinan. The Townshead Act merupakan pemungutan terhadap teh, kertas, cat, dan kartu (Safri Nurmantu: Nurmantu: 2005)
Pemungutan pajak pada zaman Romawi dilakukan melalui pendelegasian wewenang kepada pemungut pajak yang disebut publican. publican. Oleh karena menimbulkan akibat buruk yang diketahui raja dan warga yang di mana adanya penyelewengan penerimaan pajak oleh pemungut pajak. Kemudian peran pe ran lapisan perantara pemungutan pajak dihilangkan oleh Raja Roma, Diocletian pada tahun 284-305, dan memerintahkan supaya setiap pemungutan pajak secara langsung harus disetor ke kas negara. Dimana pengelolaan pemungutan pajak tersebut kemudian dibagi menjadi bendahara Kaisar, bendahara negara (fiscus), dan dana untuk kaum veteran, karena makin bertambahnya penduduk danmakain luasnya daerah jajahan.
2
Kata fiskus fiskus berasal dari kata latin fics yang berarti keranjang uang atau pundi-pundi raja yang kemudian mempunyai arti yang lebih luas, yakni bukan saja sebagai tempat menyimpan uang atau bendahara negara, tetapi juga meliputi petugas dan aparat negara yang bertugas memungut dan mengelola keuangan negara, termasuk pajak dan bea cukai
B. PERKEMBANGAN PEMUNGUTAN PAJAK Pajak pada mulanya dibayar ecara natural, yaitu hasil pertanian, hasil hutan, dan hasil perkebunan, serta barang tambang mulia, sepeti emas dan perak. Selain itu, pajak juga dapat dibayar dengan tenaga, yaitu dengan melakukan pekerjaan tanpa diberikan imbalan. Kemudian sejalan dengan perkembangan waktu, pajak dibayar dengan uang. Di seluruh dunia telah mengakui pajak merupakan sumber utama penerimaan Negara di dunia, walaupun tidak seluruh Negara di dunia mengandalkan penerimaan Negara dari sector pajak. Ada beberapa negara yang memiliki potensi sumber daya alam negaranya sebagai penerimaan negara yang utama. Sejak zaman sebelum masehi pajak telah dipungut oleh penguasa untuk kepentingan penguasa. Setiap negara telah mengakui pentingnya pajak untuk penguasa yang berasal dari dana rakyat. Dengan hanya mengandalkan kerelaan rakyat semata untuk memberikan sebagian kekayaanya, dana yang terkumpul dirasakan tidak optimal. Maka bentuk iuran kepada penguasa tersebut merupakan suatu paksaan, yang tentunya ada yang pro dan kontra. Akibat dari pemaksaan pembayaran pajak akhirnya beban pajak yang harus dipikul jadi lebih berat, penguasa dengan ewenangnya menentukan jumlah pajak sesuai kebutuhan penguaan bahkan melebihi yang yang dibutuhkan. Beberapa sejarah kesewenangan dan pemungutan pajak bagi rakyat:
Lodwik XIV, Raja Perancis, dan istrinya arie Antoinette tinggal di Istana Versailles adalah penguasa Perancis yang pada pertengahan abad XVIII secara semena – mena memungut pajak dari penduduknya. Pajak yang
3
dipungut dari rakyatnya hanya untuk kepentingan Lodwik XIV beserta istrinya semata. Karena pemberontakan rakyatnya maka timbul Revolusi Perancis. (1778).
Di Inggris kesewenangan penguasa dalam memungut pajak kepada penduduknya penduduknya diakukan oleh Raja John ( King ohn of England ). Kemudian karena merasa beban semakin berat atas kesewenangan raja, pimpinan perwakilan ( Baron ) memaksakan piaga Magna piaga Magna Charta (1215). Charta (1215).
Di Indonesia tidak luput juga kesewenang – wenangan dari penjajah. Pemerintah colonial Inggris yang menjajah Indonesia di bawah Thomas Stamford Raffles menerapkan kesewenangan pemungutan pajak dengan land rent (1813). Pemerintah colonial Belanda juga melanjutkan kesewenangan dalam pemungutan pajak sehingga makin menyebabkan kesengsaraan rakyat Indonesia. Kesewenangan yang dicontohkan diatas tersebut hanya didasarkan dari
aturan dan keinginan penguasa semata. Sebab zaman dahuu raja dan penjajah sosok yang harus dipatuhi dan diikuti. Segala bentuk penindasan hanya untuk kesenangan penguasa dihilangkan, tetapi lebj menekankan kepada kemanusiaan. Banyak ahli pemikir memerhatikan masalah pemungutan pajak oleh pemerintah dan memberikan sumbangan – sumbangan sumbangan bagi kemajuan pemerintah dalam hal ini adalah dari sector penerimaan pajak. Pajak adalah kwajiban rkayt sebagai warna negara yang baik, tetapi tidak sedikit yang menyetujui bahwa pajak merupakan beban yang harus dipikul rakyat. Karena merupakan beban dan pengorbanan yang dapat dipaksakan, yang tentunya tidak memperoleh balas jasa secara langsung, maka keberadaan pajak menimbulkan pro dan kontra. Ahli yang mendukung keberadaan pajak apabila dipaksakan yakni Oliver Wendell Colmes, ( Amerika Serikat ) yang berpedapat bahwa “takes are the price we pay for civilization,” civiliz ation,” bahwa pajak merupaka harga yang dibayar untuk suatu peradaban . Benyamin Franklin menyatakan “nothing is certain but tax and dead”, bahwa tidak ada seorang seorang pun yang tidak akan tersentuh oleh pajak dan kematian.
4
Slogan
“pay
as
you
earn”,
membayar
seperti
yang
diperoleh,
diperkenalkan pada masa pemerintahan F.D. Roosevelt untuk memotivasi warga Amerika Serikat memenuhi kewajiban perpajakkannya terhubung peningkatan kebutuhan dana negara dalam menghadapi Perang Dunia II. Jadi pemungutan pajak merupakan suatu pengorbanan yang diberikan oleh rakyat (taxation) erat kaitannya dengan rasa terwakili (representation) (Safri Nurmantu : 2005). Konstitusi suatu negara selalu mensyaratkan bahwa pengenaan pajak harus berdasarkan undang – undang yang telah disetujui oleh rakyat melalui lembaga perwakilan rakyta. Ketentuan tentang subjek pajak, objek pajak, tariff pajak, dan prosedur perpajakkan erupakan ketentuan yang harus mendapat persetujuan rakyat karena itu harus diatur dalam undang – undang – undang. undang.
Mahkamah Agung Meksiko telah menegaskan bahwa penentuan unsur – unsur untuk menghitung dasar penghasilan kena pajak (tax base) dan tarif pajak (tax rate) merupakan elemen dasar dari prinsip pembatasan kekuasaan untuk mengenakan pajak yang pengaturannya harus diatur secara jelas dalam Undang – Undang – Undang Undang Pajak.
Mahkamah Agung Estonia telah memberikan penegasan bahwa wajib pajak hanya berkewajiban untuk membayar pajak apabila dalam undang – undang undang pajak terdapat ketentuan yang jelas terhadap semua unsur yang menjadi dasar perhitungan pajak,yaitu pajak, yaitu dasar perhitungan penghasilan kena pajak (tax base) dan tariff pajak (tax rate)
Demikian pula Konstitusi Swedia yang menyatakan bahwa peraturan perpajakan yang bersifat untuk mengenakan pajak harus ditetapkan melalui parlemen (Darussalam dan Danny Septriadi : 2005). Pendelegasian wewenang atau kekuasaan untuk beberapa aspek pemajakan
dapat dilakukan kepada pemerintah selaku pelaksana peerintahan. Yang tentunya harus ada batasan – batasan tertentu dan tidak keluar dari ketentuan peraturan perpajakan yang harus disetujui oleh rakyat rakyat (tax base, taxrate, dan tax procedure).
5
Putusan Pengadilan Spanyol juga telah menetapkan bahwa pendelegasian kekuasaan kepada pemerintah untuk mengatur ketentuan pajak hanya dapat dilakukan untuk hal – hal yang berhubungan dengan penyesuaian akibat terjadinya inflasi. Pendelegasian kekuasaan kepada pemerintah untuk menetapkan tax base dan base dan tax rate juga tidak dapat dibenarkan di Estonia. Konstitusi Swedia dengan tegas menyatakan bahwa tidak dimungkinkan parlemen mendelegasikan kekuasaan mengenakan pajak kepada pemerintah. Di Belanda, terdapat pemisahan antara institusi pemerintahan yang diberi kekuasaan untuk menyusun rancangan peraturan perpajakan yang akan diajukan ke parlemen (Directorate General for Tax and Customs) dan institusi yang melaksanakan ketentuan perpajakan (Dutch Tax and Customs Administration). Administration).
C. SEJARAH PERPAJAKAN DI INDONESIA Sebelum kedatangan bangsa Eropa kerajaan seperti Mataram, Kediri, Majapahit, dan pajang sudah mengenal bentuk pajak tanah dan pajak tidak langsung terhadap barang dagangan. Ikuti perorangan atau sekelompok orang yang diberikan kepada raja atau penguasa sebagai bentuk penghormatan dan tunduk patuh kepada kekuasaan raja atau penguasa suatu wilayah di Indonesia merupakan bentuk pajak pada zaman kerajaan-kerajaan di Indonesia tumbuh. Upeti tersebut berupa hasil bumi dan pemajakan barang perdagangan. Sebagai imbalannya maka rakyat mendapatkan pelayanan keamanan dan jaminan ketertiban. Akan tetapi terdapat kerajaan pemungut pajak tidak digaji oleh kerajaan, maka seringkali terjadi adanya menerapkan pajak secara berlebihan. Di kerajaan Mataram raja-raja tidak melaksanakan hidup Swasembada dan otonom (Muh. Bakhrun Effendi: 2006). Penyerahan tersebut lebih besar pada kepentingan ekonomi daerah atau kerajaan, membiayai penyelenggaraan pemerintahan setempat, dan membiayai pertahanan dan kekuatan kerajaan.
6
Kemudian
VOC
sebagai
badan
perdagangan
menguasai
wilayah
Indonesia, dan tidak memungut pajak di daerah kekuasaannya, seperti Batavia, Maluku, dan lain-lain. Tetapi mengenakan pajak usaha, pajak rumah, dan pajak kepala kepada pedagang pedagang Cina dan pedagang pedagang lainnya. Selain itu, VOC memiliki memiliki monopoli penjualan candu, garam, pemetikan sarang burung, dan lain-lain yang dijualnya pada pacth-pacth yang biasanya dipegang oleh kapiten (Onghokham, dalam Bakhrun Effendi). Menurut Levyson Norman, Gubernur Jendral Daendels juga mengadakan pemungutan pajak, menarik pajak paj ak dari pintu gerbang dan pajak penjualan barang di pasar (bazarregeten), bazarregeten), termasuk pula pungutan pajak terhadap rumah jadi (Siti Hatijah, dalam Bakhrun Effendi). Pada
masa
pemerintahan
Gubernur
Jenderal
Raffles
(1811-1815)
menyelenggarakan administrasi dan organisasi yang mengeluarkan banyak uang. Raffles mengadakan pembaruan sistem pajak yang dikenal dengan landrente stelsel, dimana sistem pajak tersebut mengambil contoh dari Benggala, India. Pada masa penjajahan Kolonial pajak merupakan hal yang dieksploitasi untuk kepentingan penjajah. Pajak dilaksanakan tidak memperhatikan keadilan, kemampuan, dan hak asasi manusia Indonesia, tetapi menjadi beban penderitaan dan pengorbanan luar biasa rakyat Indonesia. Beberapa jenis pajak yang sejak masa penjajahan telah diterapkan di Indonesia dan perkembangannya akan dijelaskan berikut ini C.1 Sejarah pajak bumi dan bangunan
Sejarah pajak bumi dan bangunan di Indonesia dimulai dari pengenaan pajak tanah (land ent ) oleh pemerintahan kolonial Inggris yang dipimpin oleh Thomas Stanford Raffles pada abad XIX, tepatnya tahun 1813 di pulau Jawa. Raffles menentukan pajak ini pada individu bukan pada desa. Raffles membagi tanah atas kelompok-kelompok terhadap tanah kering dan tanah basah, pengenaan pajaknya adalah rata-rata produksi per tahun untuk sawah (tanah basah) dan tegalan (tanah kering).
7
Dalam Atep Adya Barata (2005), Raffles meniru sistem pajak tanah di India yang dikenal dengan tiga macam sistem pemungutan land rent, yaitu: 1. Sistem zamindari atau zamindarars yang berarti Landheer berarti Landheer atau tuan tanah. Menurut sistem ini para tuan tanah dikenakan pajak tanah dengan suatu jumlah yang tetap. Pengenaan tarif pajak dengan suatu jumlah yang tetap dikenal dengan istilah permanent settlement. Sistem ini dijalankan di Benggala dan di sekitar barat laut India. 1. Sistem Pateedari Sistem Pateedari yang yang disebut juga Mauzawari. Sistem ini sebenarnya meniru sistem pajak bumi pemintahan Portugis di Goa. Berdasarkan sistem ini, pajak bumi dikenakan kepada desa yang dianggap sebagai suatu kesatuan.
Selanjutnya
pengenaan
kepada
penduduk
kebijaksanaannya diserahkan kepada kepala desa masingmasing. Sistem ini diberlakukan di Punyab dan distrik-distrik barat laut India 2. Sistem Rayatwari Sistem Rayatwari Dalam sistem ini pajak tanah/bumi dikenakan langsung kepada
para
petani
yang
mengolah
tanah
berdasarkan
pendapatan rata-rata tanah yang diusahakan oleh tiap-tiap petani. Sistem ini diberlakukan di Madras dan Bombay. Bombay. Dalil yang dijadikan dasar untuk memungut pajak tanah dalam sejarah, adalah anggapan semua tanah milik raja ( sovereign), sovereign), dan semua kepala desa yang berada di bawah kekuasaan raja dianggap sebagai penyewa ( pachters). ( pachters). Karena itu maka semua harus membayar sewa tanah dengan natura secara tetap kepada penguasa.
8
Sejalan dengan kebijaksanaan kerja paksa ( forced labour policy) tahun 1854, dimulailah kodifikasi aturan-aturan tentang sewa tanah (the ( the codification of landrent regulation 1854). Dalam Azhari A. Samudra 2005 Tobias Soebekti Soebekti mengemukakan, tanah dikelompokkan dikelompokkan menurut aturan yang berlaku dan diatur dalam Statute Books (Lembaran Negara) tahun 1866 No 219a dan 219b. Pengelompoakan tanah didasarkan atas survei statistic berdasarkan jumlah produksi nyata selama tiga tahun terakhir. Kemudian tahun 1896 adanya perluasan wilayah dan sistem menyebabkan dasar pengenaan lend rent bukan bukan pada desa maupun pada individu, tetapi pada plot (dibagi menjadi tanah basah dan kering). Survei tanah sampai dengan pengelompokan tanah di setiap desa oleh tentara Hindia Belanda dan kepala-kepala desa ini merupakan aturan pengodifikasian sistem pajak akhir abad XIX. Pada masa penjajahan Jepang 1942-1945, sistem pajak tanah yang diambil alih oleh Jepang dan namanya diganti menjadi pajak tanah. T ahun 1945-1951 1945-1951
Pajak bumi semula pelaksanaannya dengan cara lama digunkan secara penuh, kemudian pajak bumi di wilayah Negara Republik Indonesia dengan pusat pemerintahan di Yogyakarta dihapus, sedangkan di wilayah federal pajak bumi terus berlaku. Selanjutnya pada tahun 1951 pajak bumi di Negara Republik Indonesia dihapus, diganti dengan Undang-Undang No.14 Tahun 1951, 1951, yaitu Pajak Penghasilan atas Tanah Pertanian (PPTP) T ahun 1951-1959 1951-1959
UU No. 14 Tahun 1951 melahirkan Jawatan Pendaftaraan dan Pajak Penghasilan Tanah Milik Indonesia (P3TMI). Tugasnya adalah melakukan pendaftaraan atas tanah-tanah milik mil ik adat yang ada di Indonesia. Namun karena P3TMI ini ternyata dianggap hanya mengurus pendaftaraan tanah saja, maka namanya di ganti menjadi Jawatan J awatan Tanah Milik Indonesia (PTMI). Tugasnya yaitu menjadikan tugas yang sama seperti yang diatas
9
ditambah kewenangan untuk mengeluarkan Surat Pendaftaraan Sementara terhadap tanah milik yang sudah terdaftar. T ahun 1959-1985 1959-1985
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang Undang (PERPU) No. 11 Tahun 1959 tentang Pajak HAsil Buki telah dotetapkan menjadi undangundang, yaitu Undang-Undang No. 1 Tahun 1961. Selanjutnya nama jawatan yang mengelola pajak hasil bumi diubah menjadi Direktorat Pajak Hasil Bumi. Kemudian sesuai dengan SK Menteri Iuran Negara PMPPU 1-1-3 29 November 1965, Direktorat PAjak Hasil Bumi diubah namanya menjadi Direktorat Iuran Pembangunan daerah (DIT-IPEDA). Pajak Hasil Bumi (PHB) menjadi Iuran Pembangunan Daerah (IPEDA). Pengenaan iuran pembangunan daerah dilakukan terhadap tanah-tanah di perdesaan, perkotaan, perhutanan, perkebunan, dan pertambangan. T ahun 1985-1995 1985-1995
Berdasarkan Ketetapan MPR Nomor II/MPR/1983 telah diadakan Tax Reform, yaitu diadakan pembaharuan dan penggantian atas peraturan perundang-undangan per-pajakan yang selama ini berlaku. berlaku. Tax Reform tahun 1983 ini berlaku mulai tanggal 1 Januari 1984. Dengan adanya Tax Reform, maka sistem perpajakan Indonesia berubah dari Oficial Assesment menjadi Self assessment. Tax Reform melahirkan Undang- Undang No 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), yang ditetapkan tanggal 27 Desember 1985 dan mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 1986. Pada tanggal 9 November 1994 telah disahkan Undang-Undang No. 12 Tahun 1994 tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 12 Tahun 1994 tentang perubahan atas Undang-Undang No. 12 Tahun 1985 tentang PBB yang mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 1995
10
C.2 Sejarah Pajak Penghasilan Seb Sebelum 19 1920 20
Di Indonesia diberlakukan system pajak yang berbeda untuk pribumi, untuk orang asin Asia, dan untuk orang Eropa. Pajak pendapatan bagi orang Eropa (tax patent duty), duty), dan untuk orang Indonesia adalah pajak pendapatan yang disebut business tax. Tobias Soebekti dalam Azhari A. Samudera menjlaskan bahwa business tax tahun 1878 dikenakan untuk pribumi sebesar 2% per tahun dari penghasilan, dan 4% per tahun dari penghasilan orang asing Asia.yang dikecualikan menurut undang – undang Business Tax adalah para petani pet ani dan buruh yang bekerja pada tanah pertanian, kepala desa dan pegawai pemerintahan. Tax patent duty yang berlaku di Indonesia adalah pajak yang dikenakan terhadap penghasilan yang diperoleh dari usaha. Pajak dikenakan terhadap pendapatan yang diperoleh dari kegiatan pertania, manufaktur , kerajinan tangan, atau kegiatan industry di Hindia Belanda. Pajak pendapatan pertama kali dipungut di Indonesia berdasarkan Ordonansi Pajak Pendapatan 1908 (Ordonantie op de Inkomstenbelasting 1908). Kemudian ordonansi ini diganti dengan Ordonansi Pajak Pendapatan 1920. T ahun 1920
Undang – Undang Pajak Pendapatan disusun dan ditetapkan. Mansury menjelaskan, Ordonansi PPd 1920 ( The Income Tax Ordinance of 1920 ). Pada masa ini pula diperkenalkan pajak kekayaan. Pada tahun 1921 menurut Tobias Soebakti diperbarui menjadi The Reseived ordinance on the Income Tax of 1920 . Pendapat menurut ordinansi ini adalah jumla keseluruhan yang diterima baik dalam bentuk uang atau yang dapat dinilai dengan uang yang diperoleh dari barang – barang bergerak atau tidak bergerak, atau dari kegiatan perdagangan atau pekerjaan keilmuan atau pekerjaan lain, baik yang dikerjakan sekali – sekali atau secara kontinu ;
11
kegiatan kantor perusahaan, pelayanan, dan dari keruntungan lain yang diperoleh setelah dikurangi ongkos – ongkos – ongkos ongkos pengeluaran. Prinsip – prinsip dalam UU Pajak Pendapatan ini dalam Tobias Soebekti adalah :
Pajak diterapkan pada perseorangan, badan, pemegang saham, kerja sama perdagangan, dan badan hokum lainnya termasuk perusahaan asing yang berkegiatan di Indonesia.
Penilaian pajak tahunan dihitung menurut system fiktif. Pendapatan yang diperoleh dari sumber sejak tanggal 1 januari setiap tahun pendapatan yang nyata apabila wajib pajak tidak mempunyai sumber pendapatan regular.
Penghasilan wanita menikah disatukan dengan penghasilan suaminya, kecuali dimana pasangan tersebut tinggal secara terpisah atau mengatur kekayaan secara terpisah.
T ahun 1932 – 1983 1983
Mansury mengemukakan bahwa Ordonansi Pajak Pendapatan 1920 diganti dengan Personal dengan Personal Income Tax Ordinance of 1932 (Ordonansi Pajak Pendapatan 1932 = Ordonantie of de Inkomdtenbelasting 1932 ) pada tahun 1932. Kemudian diganti menjadi Ordonansi Pajak Pendapatan 1944. Ordonansi Pajak Pendapatan 1944 ini semula bernama “pajak Perang” (Oorlogsbelasting). (Oorlogsbelasting). Sejak 1 januari 1946 diubah menjadi Pajak Peralihan (Overgangsbelasting). (Overgangsbelasting). Kemudian dengan Undang – Undang Undang No. 21 Tahun 1957 (LN No. 41 Tahun 195) nama ordonansi tersebut dengan resmi menjadi Ordonansi Pajak Pendapatan 1944. Ordonansi Pajak Pendapatan 1944 ini dalam bentuk aslinya disiapkan di Australia oleh pemerintah Hindia Belanda dalam pelarian, sewajtu Indonesia diduduki Jepang. Diterapkan bahwa subjek pendapatan
12
adalah orang pribadi dan badan, sedangkan objek pajaknya adalah pendapatan bersih. Rancangan ordonansi tersebut disusun dalam tahun 1943, diumumkan dalam Staatsblads 1944 No. 17, dan dinyatakan mulai berlaku sejak 1 Januari 1945. Pada saat yang bersamaan maka “ Ordonantie op de Inkomstenbelasting 1932” 1932” dinyatakan tidak berlaku. Karena banyak b anyak persoalan yang tidak tercakup di dalamnya, maka dminta bantuan dari ketentuan – ketentuan
yang
terdapat
dalam
Ordonantie
op
de
Inkomstenbelasting 1932, 1932, khususnya yang menyangkut hal – hal yang tidak diatur dalam Ordonansi Pajak Pendapatan 1944. Perubahan – perubahan maupun tambahan – tambahan yang prinsipil berturut – turut dilakukan oleh pemerintah sejak 1960, terakhir UU No. 9 Tahun 1970. T ahun 1984
Undang – Undang Undang No. 7 Tahun 1983 tentang PPh yang disahkan tanggal 31 Desember 1983, dan berlaku pada tanggal 1 Januari 1984. Kemudian ada perubahan atas Undang – Undang – Undang Undang No. 7 Tahun 1983, yaitu disahkan Undang – Undang – Undang Undang No. 7 Tahun 1991 tentang Pajak Penghasilan. Tahun 1994 telah lahir pula Undang – Undang Undang No. 10 Tahun 1994 tentang Perubahan Atas Undang – Undang No. 7 Tahun 1983 tentang PPh sebagaimana telah diubah dengan Undang – Undang No. 7 Tahun 1991. Terakhir diubah lagi dengan UU No. 17 Tahun 2000 yang mulai berlaku tanggal 1 Januari 2001. C.3 Sejarah Pajak Perseoran
Mansury menjelaskan bahwa tahun 1925 diterapkan peraturan perundang – undangan Corporation Tax Ordinance of 1925 ( Ordonansi Pajak Perseroan PPS 1925 ). PPS ini berlaku sampai dengan 1983. Subjeknya adalah badan hokum, yaitu PT, CV, atas saham. Objeknya adalah laba bersih. 13
Gunawan Wibisono menjelaskansuatu pajak atas pendapatan dan laba, utnuk pertama kali diadakan di Indonesia pada tahun 1878 dengan nama Patentrecht. nama Patentrecht. Patentrecht Paten trecht ini merupakan suatu pungutan pajak yang sederhana. Suatu pungutan pajak atas pendapatan dan laba berdasarkan ketentuang yang lebih teratur baru ada tahun 1908 sejak adanya Ordonansi Pajak Pendapatan 1908 ( Ordonantie op de Inkomstenbelasting 1908). Patentrecht hanya berlaku bagi orang Eropa dan yang disamakan dengan orang Eropa, demikian pula badan-badan usaha yang dimilikinya. Sedangkan untuk orang pribumi terkena jenis pajak yang lebih sederhana seperti Landrente seperti Landrente atau Landtent , dan Hoofdelijke dan Hoofdelijke Belasting. Dengan pecahnya Perang Dunia I (1914-1918), menyebabkan Hindia Belanda berada dalam keadaan terlepas dari Negeri Belanda. Untuk menggalang persatuan maka perlu diberlakukan “asas unifikasi”, yaitu suatu
asas
yang
menyatakan
bahwa
semua
golongan
penduduk
mempunyai kedudukan yang sama dihadapan hukum. Pelaksanaan unifikasi mengakibatkan digantinya Ordonansi Pajak Pendapatan 1908 (yang hanya berlaku golongan penduduk tertentu) dengan Ordonansi Pajak Pendapatan 1920 (yang berlaku untuk golongan penduduk). Karena semakin banyak penanaman modal asing di Indonesia sejak 1920, maka timbul problema di bidang yuridis fiscal yang mendorong segera dikeluarkan ketentuan tersendiri guna dapat memungut pajak dari badan usaha. Pada tahun 1925 semua ketentuan yang menyangkut pengenaan pajak bada usaha yang terdapat dalam Ordonansi Pajak Pendapatan 1920 dikeluarkan untuk kemudian disusun kembali dalam suatu Ordonansi baru yang diberi nama Ordonansi Pajak Perseroan 1925. Ordonansi Pajak Perseroan 1925 setelah diadakan perubahan dan penambahan menjadi Undang – Undang – Undang Undang No. 8 Tahun 1970.
14