SKENARIO 3 Laki-laki umur 36 tahun datang ke poliklinik dengan keluhan nyeri pada daerah siku kanan menjalar ke lengan bawah yang dirasakan sejak 9 bulan lalu. Keadaan ini dirasakan semakin bertambah berat terutama bila penderita memflexikan sikunya. Ada riwayat fraktur supracondylar pada waktu berusia 5 tahun. Pada siku kanan terlihat valgus deformitas, gangguan sensoris pada ujung jari kelingking. Atrophy otot pada web space I.
Kata Sulit 1. Flexi : Tindakan membengkokkan atau keadaan dibengkokkan.
2. Fraktur supracondylar : Pemecahan, khususnya tulang / pecahan atau rupture pada bagian supracondylar (terletak di atas condylus) 3. Valgus : angulasi secara imajiner yang tidak ada hubungannya dengan lingkaran imajiner dimana penderita ditempatkan. 4. Deformitas : Perubahan bentuk tubuh sebagian atau umum; malforasi
5. Gangguan sensoris : Gangguan terhadap keadaan individu terhadap kesadaran atau kejernihan mentalnya
6. Atrophy : Pengurusan; pengecilan ukuran suatu sel, jaringan, organ atau bagian tubuh 7. Web space I : Web : jaringan atau membrane Space : daerah yang di batasi / rongga
Sumber : Kamus Kedokteran Dorland dan Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi
1
Kata/Kalimat Kunci 1. Laki-laki (36 tahun) 2. Nyeri pada siku kanan menjalar ke lengan bawah (sejak 9 bulan lalu) 3. Semakin bertambah berat bila memflexikan siku 4. Fraktur supracondylar (usia 5 tahun) 5. Valgus deformitas pada siku kanan 6. Gangguan sensoris pada ujung jari kelingking 7. Atrophy otot pada web space I
Pertanyaan 1. Jelaskan struktur anatomi pada extremitas superior! 2. Bagaimana hubungan riwayat fraktur dengan gejala yang tampak pada skenario? 3. Jelaskan penyebab terjadinya sindroma jebakan! 4. Jelaskan langkah-langkah diagnosis penyakit pada skenario! 5. Jelaskan differential diagnosis pada kasus tersebut! 6. Bagaimana mekanisme nyeri yang berkaitan dengan skenario? 7. Sebutkan gambaran klinis dari penyakit yang diderita oleh pasien! 8. Pemeriksaan penunjang apa saja yang dapat dilakukan untuk menegakkan diagnosis pada skenario tersebut? 9. Bagaimana penatalaksanaan dari skenario tersebut?
2
Pembahasan
1. Extremitas superior terdiri dari:
1. Cingulum extremitas superior, merupakan bagian yang tidak bergerak. Bagian ini disebut juga gelang bahu dan dibentuk oleh tulang:
Os scapula Merupakan tulang pipih berbentuk segitiga, berjumlah dua buah, terletak dibagian dorsal costa dan di sebelah kiri-kanan columna vertebralis. Tulang ini berhubungan dengan clavicula dan humerus. Kedua permukaan ditutupi oleh otot.
Os clavicula Berbentuk huruf S, terletak di bagian ventral dan cranial dinding thorax. Tulangi ini merupakan batas caudal dari leher, diliputi oleh leher sehingga mudah diraba. Clavicula terdiri dari pars sternalis yang mengadakan hubungan dengan sternum dan pars acromialis yang mengadakan hubungan dengan acromion dari scapula.
2. Extremitas superior liberae, merupakan bagian yang dapat bergerak bebas, terdiri dari: Os humerus
Termasuk
os
longum,
kedua
ujungnya
diliputi
oleh
jaringan
fibrocartilago yang akan berhubungan (membentuk persendian) dengan tulang scapula, radius, dan ulna. Os radius
Ujung proximal membentuk capitulum radii berbentuk roda, letak melintang. Ujung cranial capitulum radii membentuk fovea articularis (capituli radii). Corpus radii di bagian tengah agak ceper membentuk margo interossea (crista interossea), margo anterior dan margo posterior.
3
Ujung distal radius melebar kea rah lateral membentuk proc. Styloideus, dibagian medial membentuk incisura oleh tendo. Os ulna
Tulang ulna berada pada region antebrachium disebelah medial. Pada ujung proximal terdapat: olecranon (bagian ini dapat diraba baik pada posisi lengan lurus maupun flexi), proc. Coronoideus, incisura similunaris. Makin ke distal tulang ulna menjadi makin kecil dan pada ujungnya terdapat proc. Styloideus. Tulang ulna berperan lebih banyak pada region cubiti, sehingga ujung proximalnya lebih besar dari ujung distal. Os carpalia, terdiri dari delapan buah tulang os brevis, berada dalam dua
deretan sebagai berikut: Deretan proximal dari lateral ke medial adalah os scaphoideum (os
naviculare), os lunatum, os triquetrum dan os pisiforme. Deretan distal dari lateral ke medial adalah os trapezium (os
multangulum majus), os trapezoideum (os multangulum minus), os capitatum dan os hamatum. Os metacarpalia
Terdiri dari lima buah os longum. Setiap os metacarpale mempunyai basis, corpus dan caput. Os phalanges
Setiap jari mempunyai 3 ruas, kecuali ibu jari hanya mempunya dua buah ruas, yaitu phalanx proximalis, phalanx media dan phalanx distalis. Setiap phalanx membentuk basis, corpus dan caput phalanx. Arthrologi pada regio extremitas superior terdapat Articulatio sternocalvicularis Articulatio acromioclavucularis Articulatio humeri Articulatio cubiti
4
Articulatio radio-ulnaris Articulate radiocarpalis
Myologi pada regio extremitas superior terbagi dalam beberapa region, yaitu: Regio Deltoidea 1. M. deltoideus Regio Brachium 1. M. triceps brachii 2. M. biceps brachii 3. M. brachialis 4. M. coracobrachialis Regio Antebrachium a. Gugus ventralis Superficialis 1. M. pronator teres 2. M. flexor carpi radialis 3. M. Palmaris longus 4. M. flexor carpi ulnaris 5. M. flexor digitorum sublimis (=superficialis) Profunda 1. M. flexor digitorum profundus 2. M. flexor pollicis longus 3. M. pronator quadrates b. Gugus radialis Superficialis 1. M. brachioradialis 2. M. extensor carpi radialis longus 3. M. extensor carpi radialis brevis Profunda 1. M. supinator 5
c. Gugus dorsalis Superficialis 1. M. anconeus 2. M. extensor digitorum communis 3. M. extensor digiti minimi 4. M. extensor carpi ulnaris Profunda 1. M. abductor pollicis longus 2. M. extensor pollicis brevis 3. M. extensor pollicis longus 4. M. extensor pollicis brevis Regio Manus a. Otot-otot thenar 1. M. abductor pollicis brevis 2. M. opponens pollicis 3. M. flexor pollicis brevis 4. M. adductor pollicis b. Otot-otot hypothenar 1. M. Palmaris brevis 2. M. abductor digiti quinti (V) 3. M. flexor digiti minimi 4. M. opponens digiti quinti (V) c. Otot-otot lumbricales d. Otot-otot interosseus
6
(1)
Innervasi ekstremitas atas adalah pada pleksus brahialis pada C5-T1 C5
Truncus superior
Fasiculus lateralis :
C6 C7
N. musculocutaneus, N. medianus Truncus medialis
Fasiculus posterior:
C8 T1
N.axillaris, N.radialis Truncus inferor
Fasiculus medialis : N.medianus, N. ulnaris
7
(10)
2. Hubungan riwayat fraktur dengan gejala yang tampak pada skenario
Fraktur Supracondylar Humeri Fraktur supracondylar humeri (transkodiler) merupakan fraktur yang sangat sering ditemukan pada anak setelah fraktur antebrachi. Dikenal dua tipe fraktur supracondylar humeri berdasarkan pergeseran fragment distal yaitu: a. Tipe posterior (tipe ekstensi) Tipe ekstensi merupakan 99% dari seluruh jenis fraktur supracondylar humeri pada tipe ini fragment distal bergeser ke arah posterior. b. Tipe anterior (tipe fleksi) Tipe fleksi hanya merupakan 1-2% dari seluruh fraktur supracondylar (9)
humeri. Disini fragment distal bergeser ke arah anterior.
8
Pada anak-anak dibawah 11 tahun akan terjadi proses healing dengan sendirinya pada tulang yang mengalami fraktur. Proses tersebut antara lain, hematoma (2)
(inflamasi), soft callus, hard callus dan remodelling.
3. Penyebab terjadinya sindroma jebakan (Entrapment Neuropathies)
Merupakan gangguan fungsi saraf perifer oleh karena keadaan/posisi yang abnormal atau gangguan vaskularisasi yang menyebabkan iskemi pada saraf. Ada beberapa leadaan yang dapat menimbulkan jepitan saraf perifer. Saraf perifer dalam perjalanannya ke distal pada anggota gerak atas maupun anggota gerak bawah melewati beberapa terowongan yang berbatasan dengan tulang, jaringan (3)
tendo atau jaringan muskuler.
Pada titik yang dimaksud dapat terjadi disfungsi saraf oleh k arena: 1. Kompresi akibat kompartemen yang menyempit baik oleh karena penyakit local maupun sistemik atau oleh karena adanya pembengkakan jaringan sekitar, misalnya pada sindroma terowongan carpal. 2. Ketegangan berulang-ulang pada saraf yang melalui struktur yang mengalami kelainan (cervical rib). 3. Tekanan oleh karena penyembuhan tulang yang tidak baik (malunion) misalnya pada nervus medianus akibat fraktur Colles. 4. Gesekan yang disebabkan oleh penyempitan yang berulang-ulang dari serabut saraf misalnya pada thoracic outlet syndrome. (9)
5. Dislokasi yang berulang-ulang (tardi ulnar paralisis)
9
4. Langkah-langkah diagnosis penyakit pada skenario
Pemerisaan fisik pada penderita memerlukan beberapa prinsip pemeriksaan. Teknik pemeriksaan secara alami bervariasi pada setiap individu, tetapi pada dasarnya dibutuhkan suatu pemeriksaan yang rutin atau baku, tahap demi tahap agar pemeriksaan tidak berulang. Pemeriksaan fisik juga disesuaikan dengan keadaan atau kondisi penderita, misalnya penderita yang memerlukan penanganan darurat maka pemeriksaan fisik yang dilakukan seperlunya saja sesuai kebutuhan yang ada. (9)
1. Status generalis Dalam pemeriksaan ortopedi secara umum, saat penderita dating pada kita sudah merupakan suatu pemeriksaan awal secara menyeluruh sambil lalu dengan melihat postur dan cara berjalan penderita. Pemeriksaan fisik ortopedi yang dilakukan meliputi :
Pemeriksaan bagian dengan keluhan utama Pemeriksaan dengan keluhan utama yang dikeluhkan dilakukan secara teliti. Tetapi harus diingat bahwa keluhan pada satu tempat mungkin akibat dari kelainan pada tempat ain, sehingga tidak cukup hanya dengan memeriksa pada tempat dengan keluhan utama.
Pemeriksaan kemungkinan nyeri kiriman dari sumber di tempat lain (referred pain).
Prinsip-prinsip dasar pemeriksaan ini terdiri atas
Perlu cahaya yang baik atau terang dan bagian tubuh yang diperiksa tidak tertutup atau telanjang. Anggota gerak yang sehat diperiksa dan harus terbuka.
Jangan tergesa-gesa saat memeriksa dan hadapkan muka pemeriksa ke muka penderita untuk memberikan kepercayaan.
Selalu menyiapkan perlengkapan pemeriksaan.
Pemeriksaan badan secara hati-hati, sistemik dan terarah.
Periksa tempat lain yang mungkin ada hubungannya.
10
Pemeriksaan secara cepat di daerah lain yang mungkin ada hubungannya untuk menegakkan diagnosis. Pemeriksaan Fisik Ortopedi
Inspeksi (Look)
Bagian Distal
Palpasi (F eel)
Bagian Utama
Kulit
Jaringan Lunak
Gerak (Move)
Bagian Lain
Tulang dan sendi
Pembuluh Darah, Saraf, Otot, Tendo, Ligamen
2. Status lokalis Pemeriksaan dilakukan secara sistematis dengan urut-urutan sebagai berikut :
Inspeksi (Look)
Palpasi (Feel)
Kekuatan otot (Power)
Penilaian gerakan sendi baik pergerakan aktif maupun pasif (Move)
Auskultasi
Uji-uji fisik khusus
11
Inspeksi (Look)
Inspeksi sebenarnya telah dimulai ketika penderita memasuki ruangan periksa. Pada inspeksi secara umum diperhatikan raut muka penderita, apakah terlihat kesakitan. Cara berjalan sekurang-kurangnya 20 langkah, cara duduk dan cara tidur. Inspeksi dilakukan secara sistematik dan perhatian terutama ditujukan pad a : a. Kulit, meliputi warna kulit b. Jaringan lunak, yaitu pembuluh darah, saraf, otot , tendo, ligamentum, jaringan lemak, fasia, kelenjar limfe c. Tulang dan sendi d. Sinus dan jaringan parut
Apakah sinus berasal dari permukaan saja, dari dalam tulang atau dalam sendi
Apakah jaringan parut berasal dari luka operasi, trauma, atau supurasi
Palpasi (F eel)
Yang perlu diperhatikan pada palpasi adalah : a. Suhu kulit, apakah lebih panas/dingin dari biasanya, apakah denyutan arteri dapat diraba atau tidak. b. Jaringan lunak; palpasi jaringan lunak dilakukan untuk mengetahui adanya spasme otot, atrofi otot, keadaan membrane sinovia, penebalan jaringan membrane sinovia, adanya tumor dan sifat-sifatnya, adanya cairan didalam/diluar sendi atau adanya pembengkakan. c. Nyeri tekan; perlu diketahui lokalisasi nyeri yang tepat, apakah nyeri setempat atau nyeri yang bersifat kiriman dari tempat lain (referred pain). d. Tulang; diperhatikan bentuk, permukaan, ketebalan, penonjolan, dari tulang atau adanya gangguan di dalam hubungan yang normal antara tulang yang satu dengan yang lainnya.
12
e. Penilaian deformitas yang menetap; pemeriksaan ini dilakukan apabila sendi tidak dapat diletakkan pada posisi anatomis yang normal. Kekuatan Otot (Power)
Pemeriksaan kekuatan otot penting artinya untuk diagnosis, tindakan, prognosis serta hasil terapi. Penilaian dilakukan menurut Medical Research Council dimana kekuatan otot dibagi dalam grade 05, yaitu : Grade 0 : Tidak ditemukan adanya kontraksi pada otot Grade 1 : Kontraksi otot yang terjadi hanya berupa perubahan dari tonus otot yang dapat diketahui dengan palpasi dan tidak dapat menggerakkan sendi Grade 2 : Otot hanya mampu menggerakkan persendian tetapi kekuatannya tidak dapat melawan pengaruh gravitasi Grade 3 : Di samping dapat menggerakkan sendi, otot juga dapat melawan pengaruh gravitasi tetapi tidak kuat terhadap tahanan yang diberikan oleh pemeriksa Grade 4 : Kekuatan otot seperti pada grade 3 disertai dengan kemampuan otot terhadap tahanan yang ringan Grade 5 : Kekuatan otot normal
Pergerakan (Move)
Pada pergerakan sendi dikenal dua istilah yaitu pergerkan yang aktif merupakan pergerakan sendi yang dilakukan oleh penderita sendri dan pergerakan pasif yaitu pergerakan sendi dengan bantuan pemeriksaan. Pada pergerakan dapat diperoleh informasi mengenai : a. Evaluasi gerakan sendi secara aktif dan pasif
Apakah gerakan ini menimbulkan rasa sakit
Apakah gerakan ini disertai dengan adanya kresipitasi
b. Stabilisasi sendi
13
Terutama ditentukan oleh integritas kedua permukaan sendi dan keadaan ligament yang mempertahankan sendi. Pemeriksaan stabilitas sendi dapat dilakukan dengan memberikan tekanan pada ligament dan gerakan sendi diamati. c. Pemeriksaan ROM (Range of Joint Movement) Pemeriksaan batas gerakan sendi harus dicatat pada setiap pemeriksaan ortopedi yang meliputi batas gerakan aktif dan batas gerakan pasif. Setiap sendi mempunyai batas gerakan normal yang merupakan patokan untuk gerakan abnormal dari sendi. Di kenal beberapa macam gerakan pada sendi, yaitu : abduksi, adduksi, ekstensi, flexi, rotasi eksterna, rotasi interna, pronasi, supinasi, fleksi lateral, dorso fleksi, plantar fleksi , inverse, dan eversi. Gerakan sendi sebaiknya dibandingkan dengan mencatat gerakan sendi normal dan abnormal secara aktif dan pasif.
Auskultasi
Pemeriksaan auskultasi pada bidang bedah ortopedi jarang dilakukan dan biasanya dilakukan bila ada krepitasi misalnya pada fraktur atau untuk mendengar bising fistula arteriovenosa.
(5)
14
5. Differential diagnosis pada kasus tersebut.
1.
CTS
Cub.TS
Rad.TS
Laki-laki 36 thn
+
+
+
Nyeri menjalar ke lengan bawah
-
+
+
Dirasa sejak 9 bulan
+
+
Riwayat fraktur supracondylar
-
+
+
Valgus deformitas
-
+
+
Gangguan sensoris kelingking
-
+
-
Atrophy web space 1
+
+
-
TOTAL
3
7
4
Carpal Tunnel Syndrome Atau disebut juga CTS/Sindrom terowongan Karpal. Sindrom ini terjadi pada
pergelangan tangan. Penyebab yang pasti umumnya tidak diketahui. Pada beberapa kasus kelainan ini ditemukan bersama dengan fraktur pergelangan tangan, osteoarthritis, penyakit Paget Tulang, mieloma, akromegali, hipertiroidisme, penderita diabetes, alkoholisme. Sebanyak setengah dari penderita memiliki gejala klinis yang ringan. Diagnosis dapat ditegakkan dengan pemeriksaan klinik semata-mata, selain itu diagnosis dapat ditegkkan dengan elektro diagnosis dengan pemeriksaan konduksi ( 2,9,11)
saraf. 2.
Cubital Tunnel Syndrome Atau disebut juga dengan jepitan saraf ulnaris pada bagian siku. Cubital
Tunnel Syndrome adalah kondisi yang menyebabkan saraf ulnaris yang berada di 15
ulnaris terjepit. Nervus ulnaris masuk ke dalam kompartemen ekstensor dari lengan atau melalui septum intermuskularis ulnaris pada insersi muskulus deltoideus. Selanjutnya saraf ini berada dibelakang epikondilus medialis humerus dan mencapai kompartemen fleksor pada lengan bawah dan berjalan di olekranon dan kaput epikondilus dari fleksor carpi ulnaris. Jepitan pada siku ini juga disebut neuritis ulnar, pada daerah ini biasanya disebabkan oleh adanya tekanan dibagian belakang epikondilus lateralis. Pada anak-anak biasanya disebabkan oleh karena valgus pada sendi siku karena fraktur kondilus lateralis humeri pada orang dewasa karena adanya penyempitan atau traksi yang berulang-ulang. Penyempitan dapat terjadi oleh adanya osteoartritis atau osteofit pada cekungan nervus ulnaris. Pada kedua keadaan ini, saraf mengalami fibrosis dan apabila tidak dilakukan tindakan sesegera mungkin ( 2,4,9,11)
maka kelainan akan bersifat secara reversible.
3. Radial Tunnel Syndrome Cabang interosseus posterior dari nervus radialis berada dalam saluran antara muskulus radialis dan muskulus brachioradialis. Nervus interossea posterior selanjutnya di belakang dan sekitar leher dari radius di antara kedua kaput muskulus supinator. Jepitan nervus radialis dapat terjadi sewaktu nervus interosseus posterior menuju supinator. Jepitan yang terjadi bisa berupa pita yang menekan, ganglion, lipoma, atau fibroma pada daerah leher radius. Neuropati radialis dapat disebabkan oleh beberapa faktor. Faktor mana mungkin terjadi sendiri-sendiri atau secara bersamaan (multiple factors). Misalnya, suatu diabetes melitus yang pada mulanya subklinis akan menjadi simptomatis sesudah adanya ( 2,9,11)
suatu trauma atau kompresi yang mengenai saraf.
16
6. Mekanisme nyeri pada skenario
Nyeri yang dirasakan pada skenario disebabkan oleh saraf-saraf yang terdapat di bagian cubiti, pada kasus ini adalah nervus ulnaris. Nervus tersebut terjebak disekitar cubital tunnel. N. ulnaris masuk ke dalam kompartemen ekstensor dari lengan atas melalui septum intermuskularis pada insersi M. deltoideus dan mencapai kompartemen flexor carpi ulnaris. Jebakan tersebut dapat terjadi
karena
dorongan
oleh
epicondylus
medial.
N.ulnaris
memasuki
kompartemen anterior, menginervasi fleksor carpi ulnaris dan setengah medial dari fleksor digitorum profundus. Tekanan pada nervus di siku dapat menyebabkan mati rasa atau rasa sakit di siku, tangan, pe rgelangan tangan atau jari-jari.
(7,8)
7. Gambaran klinis dari diagnosis sindroma tersebut Gambaran klinis meliputi: Nyeri dan/atau parestia seperti kesemutan yang menjalar ke bawah dari
siku ke lengan sampai batas ulnaris tangan Atrofi dan kelemahan otot-otot intrinsic tangan Hilangnya sensasi tangan pada distribusi N.ularis (6)
Deformitas tangan cakar (Claw Hand) yang khas pada lesi kronik.
8. Pemeriksaan penunjang
Sebelum melakukan pmeriksaan lebih lanjut, dapat dilakukan pemeriksaan sindroma jebakan dengan : 1. Tes Tinel Pada pemeriksaan N.ulnaris, penekanan dilakukan pada sulcus nervi ulnaris yaitu dibagian posterior epicindylus medialis humeri. Jika positif jebakan N.ulnaris, akan terasa nyeri yang hebat dan menjalar sepanjang perjalanan N.ulnaris. 2. Froment’s test
17
Untuk mengetahui adanya kelemahan pada otot abduktor pollicis dan fleksor pollicis longus. 3. Pemerksaan gangguan sensibititas Adanya
kekurang
sensitifan
pada
pemeriksaan
(dapat
dengan
menekan
menggunakan benda tajam atau tumpul) mengarahkan kita kepada jebakan nervus (3)
mana yang dialami.
Untuk mengkonfirmasi diagnosis dan menentukan daerah yang tepat dari kompresi saraf, pengujian elektrodiagnostik dapat dilakukan. Tes ini terdiri dari kecepatan konduksi saraf (NCV) dan elektromiografi (EMG). EMG digunakan untuk menguji kekuatan otot lengan apakah otot lengan tersebut bekerja dengan baik atau tidak, sedangakan kecepatan konduksi saraf digunakan untuk mengukur kecepatan perjalanan impuls saraf. Pemeriksaan radiologi juga dapat dilakukan seperti pemeriksaan menggunakan X-ray atau MRI untuk mengetahui tempat dari penekanan saraf. Sebuah tes yang lebih baru yang disebut USG resolusi tinggi sedang dipelajari untuk melihat apakah itu adalah cara yang lebih dapat diandalkan (2,3,4)
untuk mendiagnosis sindrom terowongan cubiti.
9. Penatalaksanaan
I. Terapi Konservatif Pasien-pasien dengan gejala minor atau tidak mengalami defisit neurologis, sebaiknya diterapi secara konservatif. Terapi konservatif termasuk menghindari semua faktor penyebab yang bisa menimbulkan kompresi nervus ulnaris. Menumpu pada siku saat bekerja, menggunakan siku untuk mengangkat tubuh dari tempat tidur, dan sandaran siku pada jendela mobil saat mengemudi adalah semua penyebab parestesi yang dapat dikoreksi tanpa pembedahan. Terapi konservatif pada kompresi nervus ulnaris berhasil bila parestesinya transient dan disebabkan oleh malposisi siku atau truma tumpul. Anti inflamasi
18
non-steroid berguna untuk meredakan iritasi saraf. Vitamin B6 oral bisa membantu untuk gejala-gejala yang ringan. Terapi ini diteruskan selama 6-12 minggu bergantung respons dari pasien. Intervensi bedah dilakukan bila timbul peningkatan parestesi walaupun dilakukan terapi konservatif yang adekuat dan ada perubahan tanda-tanda motorik. II. Terapi Operatif Indikasi dilakukannya pembedahan adalah : Tak ada penyembuhan gejala 6-12 minggu setelah perawatan konservatif Paralisis atau kelumpuhan progresif
Terapi operatif yang biasa digunakan adalah : a) Dekompressi insitu b) Transposisi subkutaneous anterior c) Transposisi intramuskular d) Transposisi submuskular (2)
e) Epikondilektomi medial
19
Daftar Pustaka 1. Dr. Juanda M. Noor, Anatomi Umum FK UNHAS Makassar 2. Helmi, Zairin Noor. 2012. Buka Ajar Gangguan Muskuloskeletal . Jakarta: Salemba Medika
3.
http://ilmubedah.info/ulnar-nerve-entrapment-20120415.html
4. http://www.assh.org/Public/HandConditions/Pages/CubitalTunnelSyndrome.a spx 5. Gleadle, Jonathan. 2012. At a Glance Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik . Jakarta: Erlangga 6. Ginsberg, Lionel. 2012. Lecture Notes Neurologi. Jakarta:Erlangga. 7. Nabil A.Ebraheim,M.D. & Professor and
Cahirman. Department of
Orthopedic Surgery University of Toledo Medical Center. Jurnal Medical 8. Palmer Bradley A., M.D, Thomas B. Hughes, M.D. 2010. Kubiti Tunnel Syndrome Vol.35A. Jakarta : The Journal of Hand Surgery. 9. Rasjad, Cahruddin, Prof.Ph.D. 2007. Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi. Makassar : Yarsif Watampone. 10. R. Putz & R. Pabst. 2006. Atlas Anatomi Manusia Sobotta Jilid 1. Edisi-22. Jakarta: EGC. 11. Schwartz, Shires Spencer. 2002. Intisari Prinsip-Prinsip Ilmu Bedah. Jakarta: EGC.
20