Tutorial Skenario 2
Blok 17 Keluhan Urologi TAMBAH GEMUK
Seorang anak laki-laki, 7 tahun dibawa ayahnya ke poli anak sebuah rumah sakit karena edema generalisata. Keluhan ini sudah muncul sejak 3 hari yang lalu. Sebulan yang lalu kelopak mata anak tersebut mengalami pembengkakan. Semakin lama keluhan bengkak semakin parah. Anak kadangkadang mengeluhkan sesak bernapas. Kencing menjadi jarang dan sedikit, serta urin yang keluar tampak berbusa. Berat badan anak menjadi naik. Muka anak menjadi bulat dan terdapat asites, dan pitting edema. Pada auskultasi terdapat penurunan suara paru di bagian basal. Dokter kemudian meminta pemeriksaan urin, profil lemak, dan protein serta rontgen thorax.
-
Perlu diperhatikan : Pasien anak kecil, laki-laki, 7 tahun KU, Edema generalisata Riwayat bengkak kelopak mata progresif Sesak nafas Kencing jarang, sedikit, berbusa BB naik Terjadi asites dan pitting edema Wajah jadi bulat (kemungkinan edema anasarka)
-
Auskultasi, penurunan suara paru Hasil lab belum dipastikan
Daftar dan identifikasi istilah : : Adanya cairan dalam jumlah besar yang abnormal dalam ruang jaringan interselular tubuh. Edema generalisata : Edema yang terjadi general atau di hampir seluruh bagian tubuh Asites : Efusi dan pengumpulan cairan serosa di rongga abdomen dema : Edema dengan jaringan yang memperlihatkan adanya cekungan akibat tekanan yang bertahan lama an suara paru : Ketika inspirasi dan dan ekspirasi, paru-paru bergerak turun naik sehingga saat auskultasi akan memunculkan suara, penurunan suara paru menandakan te rjadinya penurunan kekuatan dari inspirasi dan frekuensi inspirasi-ekspirasi. R MASALAH 1. Mengapa terjadi edema? Mengapa generalisata? 2. Apa kemungkinan penyebab bengkak pada kelopak mata ? Apa hubungannya hubungannya dengan keluhan utamanya saat ini? 3. Mengapa sesak bernafas? Apa hubungannya dengan KU? 4. Mengapa terjadi perubahan pola pada kencing? Sedikit, jarang, berbusa? 5. Mengapa BB anak naik? Apa hubungannya dengan KU? 6. Mengapa terjadi asites? 7. Mengapa terjadi pitting edema? 8. Mengapa terjadi penurunan suara paru? Mengapa di basal? 9. Apa indikasi dokter meminta pemeriksaan urin, lemak, protein, dan rontgen? 10. Diagnosa sementara, diagnosa kerja, diagnosa pasti? 11. Definisi dan klasifikasi? 12. Etiologi? 13. Epidemiologi dan faktor risiko? 14. Patofisiologi dan patogenesis? 15. Manifestasi Klinis (gejala dan tanda) ? 16. Pemeriksaan anamnesis, fisik, penunjang ? 17. Terapi, pencegahan, follow up? 18. Prognosis dan komplikasi ? PEMBAHASAN I : Edem Edem adalah pembengkakan kentara suatu bagian tubuh karena terjadinya akumulasi cairan di jaringan bagian tubuh tersebut. Sering terjadi di kaki, tangan, juga berefek pada wajah dan bagian tubuh atau organ lainnya. lainnya. Pembengkakan, juga disebut sebagai edema dependen, dibawa oleh akumulasi kelebihan cairan di bawah kulit dalam ruang interstisial atau kompartemen dalam jaringan jaringan tubuh yang berada berada di luar pembuluh darah. Akumulasi kelebihan cairan di daerah bawah tubuh, seperti pergelangan kaki, kaki disebut sebagai edema perifer. Jenis Edema sendiri ada dua, pitting edema dan non-pitting non-pitting edema. Pitting edema adalah edema ketika tekanan pada kulit di daerah bengkak muncul dan akan terlihat takikan (ketika kulit ditekan maka akan tetap cekung dan lambat kembali ke semula). Non-pitting edema adalah jenis edema yang menggambarkan edema ketika tidak terjadi takikan saat ditekan, biasanya muncul di tangan dan kaki. kaki.
-
Auskultasi, penurunan suara paru Hasil lab belum dipastikan
Daftar dan identifikasi istilah : : Adanya cairan dalam jumlah besar yang abnormal dalam ruang jaringan interselular tubuh. Edema generalisata : Edema yang terjadi general atau di hampir seluruh bagian tubuh Asites : Efusi dan pengumpulan cairan serosa di rongga abdomen dema : Edema dengan jaringan yang memperlihatkan adanya cekungan akibat tekanan yang bertahan lama an suara paru : Ketika inspirasi dan dan ekspirasi, paru-paru bergerak turun naik sehingga saat auskultasi akan memunculkan suara, penurunan suara paru menandakan te rjadinya penurunan kekuatan dari inspirasi dan frekuensi inspirasi-ekspirasi. R MASALAH 1. Mengapa terjadi edema? Mengapa generalisata? 2. Apa kemungkinan penyebab bengkak pada kelopak mata ? Apa hubungannya hubungannya dengan keluhan utamanya saat ini? 3. Mengapa sesak bernafas? Apa hubungannya dengan KU? 4. Mengapa terjadi perubahan pola pada kencing? Sedikit, jarang, berbusa? 5. Mengapa BB anak naik? Apa hubungannya dengan KU? 6. Mengapa terjadi asites? 7. Mengapa terjadi pitting edema? 8. Mengapa terjadi penurunan suara paru? Mengapa di basal? 9. Apa indikasi dokter meminta pemeriksaan urin, lemak, protein, dan rontgen? 10. Diagnosa sementara, diagnosa kerja, diagnosa pasti? 11. Definisi dan klasifikasi? 12. Etiologi? 13. Epidemiologi dan faktor risiko? 14. Patofisiologi dan patogenesis? 15. Manifestasi Klinis (gejala dan tanda) ? 16. Pemeriksaan anamnesis, fisik, penunjang ? 17. Terapi, pencegahan, follow up? 18. Prognosis dan komplikasi ? PEMBAHASAN I : Edem Edem adalah pembengkakan kentara suatu bagian tubuh karena terjadinya akumulasi cairan di jaringan bagian tubuh tersebut. Sering terjadi di kaki, tangan, juga berefek pada wajah dan bagian tubuh atau organ lainnya. lainnya. Pembengkakan, juga disebut sebagai edema dependen, dibawa oleh akumulasi kelebihan cairan di bawah kulit dalam ruang interstisial atau kompartemen dalam jaringan jaringan tubuh yang berada berada di luar pembuluh darah. Akumulasi kelebihan cairan di daerah bawah tubuh, seperti pergelangan kaki, kaki disebut sebagai edema perifer. Jenis Edema sendiri ada dua, pitting edema dan non-pitting non-pitting edema. Pitting edema adalah edema ketika tekanan pada kulit di daerah bengkak muncul dan akan terlihat takikan (ketika kulit ditekan maka akan tetap cekung dan lambat kembali ke semula). Non-pitting edema adalah jenis edema yang menggambarkan edema ketika tidak terjadi takikan saat ditekan, biasanya muncul di tangan dan kaki. kaki.
-
Pitting edema dan non-pitting edema dapa muncul tanpa penyakit yang mendasari, dikenal dengan idiopatik edema. Biasanya umum terjadi pada wanita di kakinya ketika mereka mengalami masa pre-menstrual atau pre-menopousal yang dikenal juga dengan edema siklik. Ciri-ciri edema bisa meliputi : pitting (takik), bengkak, kaki bengkak, sensasi nyeri pada kulit seperti terbakar, atau tertarik, tertar ik, mati rasa, cramps, retensi air, a ir, bengkak di abdomen, keringat malam, kulit yang panas atau hangat ketika disentuh. Penyebab edema : Banyak faktor penyebab edema, beberapa penyakit atau sebab yang mendasari adalah : Hamil (retensi cairan saat hamil) Hipertensi Obes DM Dehidrasi Menoupouse Menstruasi Sirkulasi yang kurang baik Penyakit jantung kongestif Pada anak dan bayi : Biasanya disebabkan oleh penyakit yang serius, gangguan ginjal, atau obstruksi saluran nafas, Sindrom nefrotik Cairan ditubuh umumnya ada dalam dua bentuk, pertama sebagai serum (cairan) dalam darah, dan kedua dalam jaringan antarsel (bukan didalam sel). Dalam beberapa penyakit, cairan akan terkumpul sangat banyak diluar normal pada salah satu atau ke dua bagian dari area peredaran cairan ini. Pada awalnya awaln ya akan terjadi edema perifer yan umumnya mengenai kaki dan tangan, kemudian terjadi pula akumulasi cairan di interstitial (alveoli) di paru yang membuat terjadinya edema paru-paru, dalam beberapa kasus, ketika edema sangat parah, kadang cairan mengumpul di cavitas abdomen disebut asites, atau di cavitas paru disebut pleural efusi. Anasarka mengacu pada peristiwa dimana penyebaran edema cairan pada jaringan dan kavitas terjadi di kedua area di waktu yang sama.
-
DD : Sindrom Nefrotik : Umumnya pada anak-anak Edem Pitting edem (oleh karena resistensi cairan/garam) Riwayat demam (tidak ada/tidak berhubungan) Riwayat infeksi (tidak ada/tidak berhubungan) Bengkak pada kelopak mata BAK jarang, sedikit, berbusa Sesak nafas Asites Urin mengandung banyak protein (berbusa)
-
Glomeronefritis Akut Umumnya pada anak-anak Edem Pitting edem (oleh karena resistensi cairan/garam) Riwayat demam (ada) Riwayat infeksi (ada) Bengkak pada kelopak mata
-
BAK jarang, sedikit, berbusa Sesak nafas Asites Urin mengandung banyak protein (berbusa) Edem biasanya tidak separah SN
PEMBAHASAN II A. Definisi Klasifikasi Sindrom nefrotik adalah penyakit ginjal yang umum terjadi pada anak. Anak dengan NS mempunyai ginjal yang bocor yang memungkinkan protein untuk bocor ke urin. Hal ini menyebabkan level protein di darah menurun, menyebabkan cairan menumpuk di tubuh dan terjadi edem. Area edem meliputi abdomen, genital, dan kaki.
NS merupakan sindrom klinis proteinuria dengan : edem hipoalbminemis <25 g/l, proteinuria >40 mg/m 2/jam, hiperkolesterolemia dengan total kolesterol >200 mg/dl, kreatinin pada urin pagihari mg/mmol (>3,5 mg/mg). B. Etiologi Permukaan membran glomerolus mengalami penurunan selektivitas : Penyebab primer : NS komplikasi, NS kongenital (mutasi genetik) Penyebab sekunder : Glomerulopati, SLE, sickle cell, DM, HIV, hepatitis, obesitas, poststreptococcal, Idiopatik C. Epidemiologi dan Faktor risiko Epidemiologi : Kasus NS terjadi sekitar 0,01% pada anak, biasanya pasien adalah anak ber umur dibawah 4 tahun. Kebanyakan NS adalah idiopatik,yang berarti penyebabnya tidak diketahui. Beberapa penyakit yang dapat menyebabkan NS adalah kanker, infeksi, dan lain-lain. D. Patofisiologi dan patogenesis Hukum hemodinak kapiler Starling - Net filtration = perbedaan antar gradien tekanan hidrostatik dan gradien tekanan onkotik. Keseimbangan akan menyebabkan peningkatan volum cairan jika : Tekanan hidrostatik meningkat (menjadikan kerusakan vena) Tekanan onkotik meningkat (hipopreoteinemia) Permeabilitas kapiler meningkat (luka bakar, sepsis) Penyakit : Glomerular protein loss, hipoalbuminemia, peningkatan tekanan onkotik, edema, hipovolemia, aktivasi renin-angiotensin, retensi sodium/air. E. Manifestasi Klinis
-
Edem (periorbital, scrotal/labia, pretibial) Abdominal pain Takipneu/nyeri dada (efusi pleura, edem pulmo) Pengeluaran urin rendah Konstipasi, diare, mual, muntah, tanda-tanda mirip SLE
F. -
Pemeriksaan anamnesis, fisik, dan penunjang Pemeriksaan anamnesis : Semua pertanyaan tentang keluhan utama, biasanya pasien datang dengan keadaan bengkak, dan pada fase yang sudah parah akan mengeluh sesak nafas oleh karena edem pulmo dan tekanan dari asites. Tanyakan riwayat penyakit dahulu pasien dan keluarganya, riwayat infeksi, alergi, rokok, alkohol, obat-obatan tertentu yang dikonsumsi secara rutin, perjalanan dari keluhan (progresif atau tidak), dll Pemeriksaan fisik : tanda vital, daerah edem, pemeriksaan seluruh tubuh, kemungkinan lesi atau trauma, daerah nyeri, palpasi perbesaran organ, ruam kulit, dll Pemeriksaan penunjang (Lab) Kuantitas ekskresi protein protein : Proteinuria (protein loss urin >50 mg/kg/day ; kreatinin rasio >2) Hipoalbuminemia (albumin <2 g/dl) Serum kolesterol: Hiperkolesterolemia (TC >200 mg/dl ; elevasi LDL, VLDL) Hipokalsemi, hiperkalemi, hiponatremi, Full blood count Profil renal (urea, elektrolit, kreatinin) Tes fungsi liver (terutama serum albumin) Urinalisis, kultur urin Pemeriksaan lain yang dilakukan ketika curiga akan keberadaan penyakit lain yang mendasari kemunculan Sindrom nefrotik : Antinuclear factor/anti-ds DNA untuk menyingkiran kemungkinan SLE Serum complement (c3, c4) level untuk menyingkirkan kemungkinan SLE dan pos-infeksi glomerulonefritis ASOT titrasi untuk mengeluarkan kemungkinan pos-streptococcal glomerulonefritis Tes lain sesuai indikasi Renal biopsi (pemeriksaan ini dilakukan ketika saat terapi ditemukan bahwa pasien tidak dimungkinkan untuk pengobatan kortikosteroid atau siklospamid, hal ini terj adi ketika pasien mengalami resisten terhadap obat tersebut) G. Standar diagnosis Pemeriksaan kimia urin dengan dipstik lab akan mengukur jumlah protein dan kreatinin di urin (kreatinin > 0,2 = abnormal daan >2 biasanya SN) tes darah mengetahui protein di darah kadang dokter juga melakukan pemeriksaan dengan ultrasound pada kasus yang tidak normal dilakukan biopsi ginjal dan tes genetik. H. Terapi Terapi : Biasanya anak dengan NS akan diberi pengobatan awal dengan steroid (prednison/prednisolon), selama respon terhadap steroid bagus maka efek jangka panjang akan kerusakan ginjal permanen sangat rendah. Dokter juga mungkin akan meresepkan diet rendah garam dan diuretik untuk mengurangi edem.
-
-
Jika terjadi steroid-resisten atau steroid-dependen maka dokter akan melakukan biosi dan menterapi dengan obat lain termasuk kemoterapi (siklopospamid), siklosporin, takrolimus, dan mikopenolat. Prednison 2 mg/kg/day (sampai proteinuria sembuh atau selama 4-6 minggu) Diuretik (untuk edem parah, ingat juga bahwa pasien hipovolemik intravascular) Albumin Garam Konfirmasi bahwa pasien memang benar-benar didiagnosa SN dengan melakuan pemeriksaan sesuai kriteria diatas Menyingkirkan kemungkinan SN yang lain, jika tidak ada berarti etiologinya idiopatik. Ketika terjadi resisten steroid, lakukan biopsi ginjal, berikan siklospamid, dan ketika pada pemberian siklospamid terjadi relaps, pikirkan untuk pemberian siklosporin atau levamisole.
General management : Diet protein normal dengan kalori yang adekuat Jangan berikan garam pada anak kecil dengan edem Penisilin V 125 mg BD (1-5 th), 250 mg BD (6-12 th), 500 mg BD (>12 th) direkomendasikan pada diagnosa selama relaps, terutama ketika terli hat adanya gross edem. Pemeriksaan yang hati-hati terhadap status hemodinamik : A. Cek tanda dan gejala yang mengindikasikan hipovolemia (nyeri perut, cold peripheries, poor capillary refill, poor pulse voume with or without low bood pressure), atau hipervolemia (krepitasi paru basal, ronki, hepatomegali, hipertensi) B. Restriksi cairan : Tidak direkomendasikan kecuali pada pasien dengan edem kronis Diuretik, tidak perlu dipakai jika steroid berespon baik, namun jika diperlukan, gunakanlah dengan catatan hal itu dapat mempresipitat hipovolemi Human albumin (20-25%) pada 0,5-1,0 g/kg dapat digunakan pada gejala gross edem bersama dengan furosemid 1-2 mg/kg untuk memproduksi diuresis General advice Konsultasikan ke pasien bahwa SN kemungkinan besar akan relaps dengan probablilitas 8595% Pemantauan urin mandiri, sekali sehari dengan tes dipstik pada pagi hari dengan urin pagi. Jika albuminuria >2+ selama 3 hari, konsultasikan ke dokter. Imunisasi I. -
Prognosis dan komplikasi Komplikasi : Hiperkoagulabiliti : dapat menimbulkan antikoagulasi (kehilangan protein antikoagulan, hipovolemia intravaskular) Imunodefisiensi relatif (penurunan imunologis, spontan peritonitis) Pertumbuhan terganggu (kehilangan Insulin-like growth factor) Infeksi (peritonitis, celulitis Kardiovaskular (hipertensi, hiperlipidemia, penyakit arteri koroner Respirasi (efusi pleura, emboli pulmo) Hematologi (vena atau arteri trombosis anemia GI (Intususepsi) Renal (Gagal ginjal akut, trombosis vena renal) Endokrinologi (penurunan densitas tulang, hipotiroid) Neurologi (Trombosis vena serebral) Steroid (gangguan pertumbuhan, penurunan densitas tulang) Mycophenolate mofetil (MMF) (mual, muntah, diare, konstipasi, sakit kepala)
-
Prognosis Remisi : negatif atau sisa proteinuria untuk 3 hari Relapse : kebanyakan anak dengan NS akan relapse, frekuensi (> 2 dalam 6 bulan ; > 4 dalam 12 bulan) Prognosis tergantung dari kemampuan pasien dalam merespon steroid dan penyakit yang mendasarinya, jika respon terhadap steroid nya baik maka prognosisnya cenderung bonam. Namun, pada pasien dengan resistensi steroid prognosis akan malam.
Sindromma Nefrotik
A. DEFINISI Sindrom
nefrotik
adalah
penyakit
dengan
gejala
edema,
proteinuria,
hipoalbuminemia, dan hiperkolesterolemia. Kadang-kadang terdapat hematuria, hipertensi dan penurunan fungsi ginjal. Menurut kepustakaan sindrom nefrotik paling banyak terjadi pada anak umur 3-4 tahun dengan perbandingan pasien wanita dan pria 1:2. Tetapi atas dasar penelitian di RSCM Jakarta (I.G.N. Wila Wirya 1970-1979 dikemukakan pada tahun 1992 dalam desertasi gelar DR) pada umumnya mengenai anak umur 6-7 tahun (puncaknya umur 7 tahun) dan perbandingan antara pria dan wanita 1,6:1. Penyakit sindrom nefrotik dijumpai pada anak umur 1 tahun (3 bulan) sampai umur 14 tahun.
B. ETIOLOGI Penyebab sindrom nefrotik yang pasti belum diketahui. Akhir-akhir ini dianggap sebagai suatu penyakit autoimun, yaitu suatu reaksi antigen antibody. Umumnya etiologi dibagi menjadi: 1. Sindrom nefrotik bawaan Diturunkan sebagai resesif autosomal atau karena reaksi maternofetal. Resisten terhadap suatu pengobatan. Gejala edema pada masa neonatus. Pernah dicoba pencangkokan ginjal pada neonatus tetapi tidak berhasil. Prognosis buruk dan biasanya pasien meninggal pada bulan-bulan pertama kehidupannya. 2. Sindrom nefrotik sekunder Disebabkan oleh: a) Malaria quartana atau parasit lainnya
b) Penyakit kolagen seperti SLE, purpura anafilaktoid c) Glomerulonefritis akut atau glomerulonefritis kronik, trombosis vena renalis. d) Bahan kimia seperti trimetadion, paradion, penisilamin, garam emas, sengatan lebah, racun oak, air raksa. e)
Amiloidosis,
penyakit
sel
sabit,
hiperprolinemia,
nefritis
membraneproliferatif
hipokomplementemik. 3. Sindrom nefrotik idiopatik Adalah sindrom nefrotik yang tidak diketahui penyebabnya atau juga disebut sindrom nefrotik primer. Berdasarkan histopatologis yang tampak pada biopsy ginjal dengan pemeriksaan mikroskopi biasa dan mikroskop electron, Churg dkk membagi dalam 4 golongan yaitu: a) Kelainan minimal Dengan mikroskop biasa glomerulus tampak normal, sedangkan dengan mikroskop electron tampak foot prosessus epitel berpadu. Dengan cara imunofluoresensi ternyata terdapat IgG atau immunoglobulin beta-1C pada dinding kapiler glomerulus. Golongan ini lebih banyak terdapat pada anak daripada orang dewasa. Prognosis lebih baik daripada golongan lain. b) Nefropati membranosa Semua glomerulus menunjukkan penebalan dinding kapiler yang tersebar tanpa proliferasi sel. Tidak sering ditemukan pada anak. Prognosis kurang baik. c) Glomerulonefritis proliferatif: 1) Glomerulonefritis proliferatif eksudatif difus. Terdapat proliferatif sel mesangial dan infiltrasi sel polimorfonukleus. Pembengkakan sitoplasma endotel yang menyebabkan kapiler tersumbat. Kelainan ini sering ditemukan pada nefritis yang timbul setelah infeksi dengan streptokokus yang berjalan progresif dan pada sindrom nefrotik. Prognosis jarang baik, tetapi kadang-kadang terdapat penyembuhan dengan pengobatan yang lama. 2) Dengan penebalan batang lobular (lobular stalk tickening) Terdapat proliferasi sel mesangial yang tersebar dan penebalan batang lobular. 3) Dengan bulan sabit Didapatkan proliferasi sel mesamngial dan sel epitel samapi kapsular dan visceral. Prognosi buruk.
4) Glomerulonefritis membranoproliferatif Prolifersi sel mesangial dan penempatan fibrin yang menyerupai membrane basalis di mesangium. Titer globulin beta 1C atau beta 1A rendah. Pronosis tidak baik. 4. Glomerulosklerosis fokal segmental Pada kelainan ini yang mencolok sclerosis glomerulus. Sering disertai atrofi tubulus. Prognosis buruk.
C. TANDA DAN GEJALA Edema merupakan gejala klinik yang menonjol, kadang-kadang mencapai 40% daripada berat badan dan didapatkan anasarka. Pasien sangat rentan terhadap infeksi sekunder. Selama beberapa minggu mungkin terdapat hematuria, azotemia dan hipertensi ringan. Terdapat proteinuria terutama albumin (85-95%) sebanyak 10-15 gr/hari. Ini dapat ditentukan dengan urin Esbach. Selama edema masih banyak biasanya produksi urin berkurang, berat jenis urin meninggi. Sedimen dapat normal atau berupa torak hialin, granula, lipoid, terdapat pula sel darah putih, dalam urin mungkin dapat pula ditemukan double reflatil bodies. Pada fase non nefritis uji fungsi ginjal tetap normal atau meninggi. Dengan perubahan yang progresif di glomerulus terdapat penurunan fungsi ginjal pada fase nekrotik. Kimia darah menunjukkan hipoalmuminemia. Kadar globulin normal atau meninggi sehingga
terdapat
perbandingan
albumin:globulin
yang
terbalik.
Didapatkan
pula
hiperkolesterolemia, kadar fibrinogen meninggi sedangkan kadar ureum normal, anak dapat pula menderita anemia defisiensi besi karena transferin banyak keluar dengan urin. Kadangkadang didapatkan protein bound iodine rendah tanpa adanya hipotiroid. Pada 10% kasus terdapat defisiensi factor IX. Laju endap darah meninggi. Kadar kalsium dalam darah sering rendah. Pada keadaan lanjut kadang terdapat glukosuria tanpa hiperglikemia. Secara ringkas tanda dan gejala dari sindrom nefrotik adalah: 1.
Edema (edema yang menambah berat badan edema periorbital, edema dependen, pembengkakan genetalia eksterna, edema fasial, asites hernia, inguinalisdan distensi abdomen, efusi pleural)
2.
Oliguria (retensi cairan)
3.
Anoreksia
4.
Diare
5.
Pucat
6.
Tekanan Darah normal
7.
Proteinuria sedang sampai berat
8.
Hipoproteinemia dengan rasio albumin:globulin terbalik
9.
Hiperkolesterolemia
10. Ureum/kreatinin darah normal atau meninggi 11. Beta 1C globulin (C3) normal
D. KOMPLIKASI Komplikasi yang sering muncul pada sindrom nefrotik adalah: 1. Infeksi sekunder, terutama infeksi kulit yang disebabkan Streptococcus, Staphylococcus, bronkopneumonia dan tuberculosis. 2. Penurunan volume intravaskular (syok hipovolemik). 3. Kemampuan koagulasi yang berlebihan (trombosis vena). 4. Perburukan pernapasan (berhubungan dengan retensi cairan). 5. Kerusakan kulit. 6. Infeksi. 7. Peritonitis (berhubungan dengan asites). 8. Efek samping steroid yang tidak diinginkan.
E. PEMERIKSAAN KHUSUS DAN PENUNJANG 1. Uji Urin Protein urin (meningkat) Urinalisa (cast hialin dan granular, hematuria) Dipstik urin (positif untuk protein dan darah) Berat jenis urin (meningkat) 2. Uji Darah Albumin serum (menurun) Kolesterol serum (meningkat) Hemoglobin dan hematokrit (meningkat/hemokonsentrasi) Laju endap darah (LED) (meningkat) Elektrolit serum (bervariasi dengan keadaan penytakit perorangan) 3. Uji Diagnostik Biopsi ginjal yang tidak dilakukan secara rutin. F. PENATALAKSANAAN Therapi
1. Pemberian kortikosteroid (prednison) 2. Penggantian protein (dari makanan atau 25 % albumin) 3. Pengurangan edema (deuretik dan restriksi natriuim) 4. Rumatan keseimbangan elektrolit 5.
Inhibitor enzim penkonversi-angiotensin (menurunkan banyaknya proteinuria pada glomerulonefritis membranosa)
6. Agens pengalkilasi (sitotoksik) klorambusil dan siklofosfamid 7. Obat nyeri 8. Antibiotika hanya diberikan bila ada infeksi. Pengobatan:
1. Istirahat sampai edema tinggal sedikit 2. Diet protein tinggi sebanyak 2-3 g/kg/BB dengan garam minimal bila edema masih berat. Bila edema berkurang dapat diberi garam sedikit. 3. Mencegah infeksi 4. Harus diperiksa kemungkinan anak juga menderita tuberculosis. 5. Diuretik 6. Kortikosteroid International Cooperative Studi of Kidney Disease in Children (ISKDC) mengajukan cara pengobatan sbb: a) Selama 28 hari prednisone diberikan peroral dengan dosis 60 mg/hr/luas permukaan badan (lbp) dengan dosis maksimum 80 mg/hr. b) Kemudian dilanjutkan dengan prednisone peroral selama 28 hari dengan dosis 40 mg/hr/lbp, setiap 3 hari dalam 1 minggu dengan dosis maksimal 60 mg/hari. Bila terdapat respon selama b, maka pengobatan ini dilanjutkan secara intermiten selama 4 minggu. Sekarang pengobatan dengan kortikosteroid tidak selalu seperti uraian pada a+b, tetapi melihat respon pasien apakah terjadi remisi/tidak dalam 4 minggu. 7. Antibiotik hanya diberikan bila ada infeksi 8. lain-lain. Pungsi Ascites, pungsi hidrothorak dilakukan bila ada indikasi vital. Jika ada gagal jantung diberikan digitalis. Pemantauan: a) Berat badan dan tekanan darah diukur setiap hari b) Air kemih ditampung setiap hari, diukur jumlah dan berat jenisnya, pemeriksaan Esbach c) Darah tepi: rutin diulang setiap minggu: KED waktu masuk dan diulang setiap 2 minggu. d) Esbach dilakukan waktu masuk dan diulang waktu remisi dicapai
e) Ureum dan kreatinin urin diperiksa setiap 3 hari klirens f) Ureum dan kreatinin darah diperiksa setiap minggu, sampai nilai normal. g) Protein total, albumin, globulin, kolesterol diulang sebulan sekali h) Renogram bila perlu 2 kali; waktu masuk, diulang 3 minggu kemudian waktu edema hilang i) Uji PPD, Ro paru sebelum terapi kortikosteroid Tatalaksana Rawat Jalan:
Pemantauan: 1. Keadaan klinis: Edema, tekanan darah, efek samping kortikosteroid 2. Air kemih: protein 3. Darah: protein total, albumin, globulin dan kolesterol 4. Pengobatan (medikamentosa dan diet) 5. Kontrol sebulan sekali, kec. Ada pertimbangan khusus Penderita dinyatakan sembuh bila: 1. Edema hilang 2. Proteinuria negative selama 3 hari berturut-turut dalam seminggu 3. Kolesterol darah normal 4. Protein total, albumin darah meningkat
G. PATHWAY
H. KEPERAWATAN Masalah pasien yang perlu diperhatikan ialah edema yang berat (anasarka), diet, resiko terjadi komplikasi, pengawasan mengenai pengobatan dan kurangnya penghetahuan orangtua mengenai penyakit pasien. 1. Edema yang berat
Pasien sindrom nefrotik dengan anasarka perlu istirahat di tempat tidur karena keadaan edema yang beart menyebabkan pasien kehilangan kemampuannya untuk bergerak. Selama edema masih berat semua keperluan harus ditolong di atas tempat tidur, yaitu dengan: a) Baringkan pasien setengah duduk, karena adanya cairan di dalam rongga thorak akan menyebabkan pasien sesak. b) Berikan alas bantal pada kedua kaki sampai tumit c) Bila pasien laki-laki berikan bantal di bawah skotum untuk mencegah pembengkakan skrotum karena tergantung. Untuk mengetahui keadaan edema, berat badan pasien perlu ditimbang setiap hari dan dicatat pada catatan khusus. Yang perlu dilakukan adalah pencatatan masukan dan keluaran cairan selama 24 jam. Pasien juga dianjurkan untuk minum air putih. Jika urin kurang dari 400cc minum dibatasi. 2. Diet Diet yang dianjurkan adalah protein 1,2-2,0 gr/kgBB/hr dan cukup kalori yaitu 35 kcal/hr serta rendah garam (1g/hr). bentuk makanan disesuaikan dengan keadaan pasien, dapat makanan biasa atau lunak. Jangan diberikan makanan yang keras karena anak malas makan. Yang perlu diperhatikan adalah agar pasien menghabiskan porsi yang disediakan. Jelaskan pada pasien bahwa makanan memang kurang garam agar bengkak di tubuhnya hilang. Makanan disediakan dalam keadaan hangat. Masalah Keperawatan 1. Kelebihan volume cairan 2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh 3. Kerusakan integritas kulit 4. Resiko infeksi 5. Nyeri akut
GLOMERULONEFRITIS 1. Definisi Glomerulonefritis adalah peradangan dan kerusakan pada alat penyaring darah sekaligus kapiler ginjal (glomerulus). Peradangan dimulai dari glomelurus dan bermanifestasi sebagai proteinuria dan atau hematuria. Meskipun lesi utama pada gromelurus, tetapi seluruh nefron pada akhirnya akan mengalami kerusakan, sehingga terjadi gagal. Peradangan pada Glomerulonefritis tersebut diikuti dengan pembentukan beberapa antigen yang mungkin endogenus (seperti sirkulasi tiroglobulin) atau eksogenus (agen infeksius atau proses penyakit sistemik yang menyertai) hospes (ginjal) mengenal antigen sebagai benda asing dan mulai membentuk antibody untuk menyerangnya. Respon peradangan ini menimbulkan penyebaran perubahan patofisiologis, termasuk menurunnya laju filt rasi glomerulus (LFG), peningkatan permeabilitas dari dinding kapiler glomerulus terhadap protein plasma (terutama albumin) dan SDM, dan retensi abnormal natrium dan air yang menekan produksi renin dan aldosteron. 2. Etiologi Glomerulonefritis akut (GNA) adalah suatu reaksi imunologis pada ginjal te rhadap bakteri
atau virus tertentu.Yang sering terjadi ialah akibat infeksi kuman streptococcus. Glomerulonefritis merupakan suatu istilah yang dipakai untuk menjelaskan berbagai ragam penyakit ginjal yang mengalami proliferasi dan inflamasi glomerulus yang disebabkan oleh suatu mekanisme imunologis. Sedangkan istilah akut (glomerulonefritis akut) mencerminkan adanya korelasi klinik selain menunjukkan adanya gambaran etiologi, patogenesis, perjalanan penyakit dan prognosis. Ada beberapa penyebab glomerulonefritis akut, tetapi yang paling sering ditemukan disebabkan karena infeksi dari streptokokus, penyebab lain diantaranya: 1. Bakteri : streptokokus grup C, meningococcocus, Sterptoccocus Viridans, Gonococcus, Leptospira, Mycoplasma Pneumoniae, Staphylococcus albus, Salmonella typhi dll 2. Virus : hepatitis B, varicella, vaccinia, echovirus, parvovirus, influenza, parotitis epidemika dl 3. Parasit : malaria dan toksoplasma Streptokokus Sterptokokus adalah bakteri gram positif berbentuk bulat yang secara khas membentuk pasangan atau rantai selama masa pertumbuhannya. Streptokokus merupakan golongan bakteri yang heterogen. Lebih dari 90% infeksi streptokkus pada manusia disebabkan oleh Streptococcus hemolisis β kumpulan A. Kumpulan ini diberi spesies nama S. Pyogenes. S. pyogenes β-hemolitik golongan A mengeluarkan dua hemolisin, yaitu: a. Sterptolisin O Streptolisin O adalah suatu protein (BM 60.000) yang aktif menghemolisis dalam keadaan tereduksi (mempunyai gugus-SH) tetapi cepat menjadi tidak aktif bila ada oksigen. Sterptolisin O bertanggung jawab untuk beberapa hemolisis yang terlihat ketika pertumbuhan dipotong cukup dalam dan dimasukkan dalam biakan pada lempeng agar darah. Sterptolisisn O bergabung dengan antisterptolisin O, suatu antibody yang timbul pada manusia setelah infeksi oleh setiap sterptokokus yang menghasilkan sterptolisin O. antibody ini menghambat hemolisis oleh sterptolisin O. fenomena ini merupakan dasar tes kuantitatif untuk antibody. Titer serum antisterptolisin O (ASO) yang melebihi 160-200 unit dianggap abnormal dan menunjukkan adanya infeksi sterptokokus yang baru saja terjadi atau adanya kadar antibodi yang tetap tinggi setelah serangan infeksi pada orang yang hipersensitifitas . b. Sterptolisin S Sterptolisn S adalah zat penyebab timbulnya zona hemolitik disekitar koloni sterptokokus yang tumbuh pada permukaan lempeng agar darah. Sterptolisin S bukan antigen, tetapi zat ini dapat dihambat oleh penghambat non spesifik yang sering ada dalam serum manusia dan hewan dan tidak bergantung pada pengalaman masa lalu dengan sterptokokus.
Bakteri ini hidup pada manusia di tenggorokan dan juga kulit. Penyakit yang sering disebabkan diantaranya adalah faringitis, demam rematik dan glomerulonefritis. 3. Epidemiologi Dapat terjadi pada semua kelompok umur, namun tersering pada golongan umur 5-15 tahun, dan jarang terjadi pada bayi. Referensi lain menyebutkan paling sering ditemukan pada anak usia 6-10 tahun. Penyakit ini dapat terjadi pada laki laki dan perempuan, namun laki laki dua kali lebih sering dari pada perempuan. Perbandingan antara laki-laki dan perempuan adalah 2:1. Diduga ada faktor resiko yang berhubungan dengan umur dan jenis kelamin. Suku atau ras tidak berhubungan dengan prevelansi penyakit ini, tapi kemungkinan prevalensi meningkat pada orang yang sosial ekonominya rendah, se hingga lingkungan tempat tinggalnya tidak sehat. 4. Patogenesa/Patofisiologi Patogenesa: Adanya periode laten antara infeksi streptokok dengan gambaran klinis dari kerusakan glomerulus menunjukan bahwa proses imunologi memegang peranan penting dalam patogenesis glomerulonefritis. Glomerulonefritis akut pasca streptokok merupakan salah satu contoh dari penyakit komplek imun. Pada penyakit komplek imun, antibodi dari tubuh (host) akan bereaksi dengan antigenantigen yang beredar dalam darah (circulating antigen) dan komplemen untuk membentuk circulating immunne complexes. Untuk pembentukkan circulating immunne complexes ini diperlukan antigen dan antibodi dengan perbandingan 20 : 1. J adi antigen harus lebih banyak atau antibodi lebih sedikit. Antigen yang beredar dalam darah (circulating antigen), bukan berasal dari glomerulus seperti pada penyakit anti GBM, tetapi bersifat heterolog baik eksogen maupun endogen. Kompleks imune yang beredar dalam darah dalam jumlah banyak dan waktu yang singkat menempel/melekat pada kapiler-kapiler glomeruli dan terjadi proses kerusakan mekanis melalui aktivasi sistem komplemen, reaksi peradangan dan mikrokoagulasi. Patofisiologi: Sebenarnya bukan sterptokokus yang menyebabkan kerusakan pada ginjal. Diduga terdapat suatu antibodi yang ditujukan terhadap suatu antigen khusus yang merupakan unsur membran
plasma sterptokokal spesifik. Terbentuk kompleks antigen-antibodi didalam darah dan bersirkulasi kedalam glomerulus tempat kompleks tersebut secara mekanis terperangkap dalam membran basalis.selanjutnya komplomen akan terfiksasi mengakibatkan lesi dan peradangan yang menarik leukosit polimorfonuklear (PMN) dan trombosit menuju tempat lesi. Fagositosis dan pelepasan enzim lisosom juga merusak endothel dan membran basalis glomerulus (IGBM). Sebagai respon terhadap lesi yang terjadi, timbu proliferasi sel-sel endotel yang diikuti sel-sel mesangium dan selanjutnya sel-sel epitel. Semakin meningkatnya kebocoran kapiler gromelurus menyebabkan protein dan sel darah merah dapat keluar ke dalam urine yang sedang dibentuk oleh ginjal, mengakibatkan proteinuria dan hematuria. Agaknya kompleks komplomen antigen-antibodi inilah yang terlihat sebagai nodul-nodul subepitel pada mikroskop elektron dan sebagai bentuk granular dan berbungkah-bungkah pada mikroskop imunofluoresensi, pada pemeriksaan cahaya glomerulus tampak membengkak dan hiperseluler disertai invasi PMN. Menurut penelitian yang dilakukan penyebab infeksi pada glomerulus akibat dari reaksi hipersensivitas tipe III. Kompleks imun (antigen-antibodi yang timbul dari infeksi) mengendap di membran basalis glomerulus. Aktivasi kpmplomen yang menyebabkan destruksi pada membran basalis glomerulus. Kompleks-kompleks ini mengakibatkan kompelen yang dianggap merupakan mediator utama pada cedera. Saat sirkulasi melalui glomerulus, kompleks-kompleks ini dapat tersebar dalam mesangium, dilokalisir pada subendotel membran basalis glomerulus sendiri, atau menembus membran basalis dan terperangkap pada sisi epitel. Baik antigen atau antibodi dalam kompleks ini tidak mempunyai hubungan imunologis dengan komponen glomerulus. Pada pemeriksaan mikroskop elektron cedera kompleks imun, ditemukan endapan-endapan terpisah atau gumpalan karateristik paa mesangium, subendotel, dan epimembranosa. Dengan miskroskop imunofluoresensi terlihat pula pola nodular atau granular serupa, dan molekul antibodi seperti IgG, IgM atau IgA serta komponen-komponen komplomen seperti C3,C4 dan C2 sering dapat diidentifikasi dalam endapan-endapan ini. Antigen spesifik yang dilawan oleh imunoglobulin ini terkadang dapat diidentifikasi. Hipotesis lain yang sering disebut adalah neuraminidase yang dihasilkan oleh Streptokokus, merubah IgG menjadi autoantigenic. Akibatnya, terbentuk aut oantibodi terhadap IgG yang telah berubah tersebut. Selanjutnya terbentuk komplek imun dalam sirkulasi darah yang kemudian mengendap di ginjal. Streptokinase yang merupakan sekret protein, diduga juga berperan pada terjadinya GNAPS. Sreptokinase mempunyai kemampuan merubah plaminogen menjadi plasmin. Plas min ini diduga dapat mengaktifkan sistem komplemen sehingga terjadi cascade dari sist em komplemen. Pola respon jaringan tergantung pada tempat deposit dan jumlah kompleks yang dideposit. Bila terutama pada mesangium, respon mungkin minimal, atau dapat terjadi perubahan mesangiopatik berupa ploriferasi sel-sel mesangial dan matrik yang dapt meluas diantara selsel endotel dan membran basalis,serta menghambat fungsi filtrasi simpai kapiler. Jika kompleks terutama terletak subendotel atau subepitel, maka respon cenderung berupa glomerulonefritis difusa, seringkali dengan pembentukan sabit epitel. Pada kasus penimbunan kronik komplek imun subepitel, maka respon peradangan dan proliferasi menjadi kurang nyata, dan membran basalis glomerulus berangsur- angsur menebal dengan masuknya kompleks-kompleks ke dalam membran basalis baru yang dibentuk pada sisi epitel. Mekanisme yang bertanggung jawab terhadap perbedaan distr ibusi deposit kompleks imun dalam glomerulus sebagian besar tidak diketahui, walaupun demikian ukuran dari kompleks tampaknya merupakan salah satu determinan utama. Kompleks-kompleks kecil cenderung menembus simpai kapiler, mengalami agregasi, dan berakumulasi sepanjang dinding kapiler do bawah epitel, sementara kompleks-kompleks berukuran sedang tidak sedemikian mudah
menembus membran basalis, tapi masuk ke mesangium. Komplkes juga dapat berlokalisasi pada tempat-tempat lain. Jumlah antigen pada beberapa penyakit deposit kompleks imun terbatas, misal antigen bakteri dapat dimusnahkan dengan mekanisme pertahanan penjamu atau dengan terapi spesifik. Pada keadaan demikian, deposit kompleks-kompleks imun dalam glomerulus terbatas dan kerusakan dapat ringan danberlangsung singkat, seperti pada glomerulonefritis akut post steroptokokus. Hasil penyelidikan klinis – imunologis dan percobaan pada binatang menunjukkan adanya kemungkinan proses imunologis sebagai penyebab. Beberapa penyelidik mengajukan hipotesis sebagai berikut : 1. Terbentuknya kompleks antigen-antibodi yang melekat pada membrana basalis glomerulus dan kemudian merusaknya. 2. Proses auto-imun kuman Streptococcus yang nefritogen dalam tubuh menimbulkan badan autoimun yang merusak glomerulus. 3. Streptococcus nefritogen dan membran basalis glomerulus mempunyai komponen antigen yang sama sehingga dibentuk zat anti yang langsung merusak membrana basalis ginjal. 7. Gambaran Klinik Gambaran klinis dapat bermacam-macam. Kadang-kadang gejala ringan tetapi tidak jarang anak datang dengan gejala berat. Kerusakan pada rumbai kapiler gromelurus mengakibatkan hematuria/kencing berwarna merah daging dan albuminuria,. Urine mungkin tampak kemerah-merahan atau seperti kopi Kadang-kadang disertai edema ringan yang terbatas di sekitar mata atau di seluruh tubuh. Umumnya edema berat terdapat pada oliguria dan bila ada gagal jantung. Edema yang terjadi berhubungan dengan penurunan laju filtrasi glomerulus (LFG/GFR) yang mengakibatkan ekskresi air, natrium, zat-zat nitrogen mungkin berkurang, sehingga terjadi edema dan azotemia. Peningkatan aldosteron dapat juga berperan pada retensi air dan natrium. Dipagi hari s ering terjadi edema pada wajah terutama edem periorbita, meskipun edema paling nyata dibagian anggota GFR biasanya menurun (meskipun aliran plasma ginja biasanya normal). Akibatnya, ekskresi air, natrium, zat-zat nitrogen mungkin berkurang, sehingga terjadi edema dan azotemia. Peningkatan aldosteron dapat juga berperan pada retensi air dan natrium. Dipagi hari sering terjadi edema pada wajah terutama edem periorbita, meskipun edema paling nyata dibagian anggota bawah tubuh ketika menjelang siang. Derajat edema biasanya tergantung pada berat peradangan gelmurulus, apakah disertai dnegan payah jantung kongestif, dan seberapa cepat dilakukan pembatasan garam. Hipertensi terdapat pada 60-70% anak dengan GNA pada hari pertama, kemudian pada akhir minggu pertama menjadi normal kembali. Bila terdapat kerusakan jaringan ginjal, maka tekanan darah akan tetap tinggi selama beberapa minggu dan menjadi permanen bila keadaan penyakitnya menjadi kronis. Suhu badan tidak beberapa tinggi, tetapi dapat tinggi sekali pada hari pertama. Kadang-kadang gejala panas tetap ada, walaupun tidak ada gejal a infeksi lain yang mendahuluinya. Gejala gastrointestinal seperti muntah, tidak nafsu makan, konstipasi dan diare tidak jarang menyertai penderita GNA. Hipertensi selalu terjadi meskipun peningkatan tekanan darah mungkin hanya sedang.
8. Klasifikasi • Klasifikasi yang dahulu sangat banyak dianut ialah klasifikasi Volhard dan Fahr yang dibuat pada tahun 1914. Secara klinik glomerulonefritis dibagi dalam dua golongan besar, yaitu bentuk yang difus dan fokal. Golongan difus dibagi lagi dalam 3 stadium, yaitu :
- Stadium akut, - Stadium kronik tanpa insufisiensi ginjal dan - Stadium akhir dengan insufisiensi ginjal. Sedangkan secara patologik dibagi dalam 3 golongan, yaitu : - Glomerulonefritis proliferatif akut, - Glomerulonefritis subakut atau subkronik, mempunyai 2 bentuk, yaitu : ekstrakapiler dan intrakapiler, dan - Glomerulonefritis kronik. • Klasifikasi lain yang dibuat oleh Ellis pada tahun 1942. Ia membagi glomerulonefritis dalam 2 golongan besar, yaitu berdasarkan permulaannya : - Tipe I, yang "acute onset" dan - Tipe II, yang "insidious onset" 9. Pemeriksaan Laboraturium/Penunjang 1. Darah : ureum, kreatinin, elektrolit, serta osmolaritas. 2. Urin : ureum, kreatinin, elektrolit, osmolaritas, dan berat jenis. 3. Kenaikan sisa metabolisme proteinureum kreatinin dan asam urat. 4. Gangguan keseimbangan asam basa : asidosis metabolik. 5. Gangguan keseimbangan elektrolit : hiperkalemia, hipernatremia atau hiponatremia, hipokalsemia dan hiperfosfatemia. 6. Volume urine biasanya kurang dari 400 ml/24 jam yang terjadi dalam 24 jam setelah ginjal rusak. 7. Warna urine : kotor, sedimen kecoklatan menunjukan adanya darah, Hb, Mioglobin, porfirin. 8. Berat jenis urine : kurang dari 1,020 menunjukan penyakit ginjal, contoh : glomerulonefritis, piolonefritis dengan kehilangan kemampuan untuk memekatkan; menetap pada 1,010menunjukan kerusakan ginjal berat. 9. PH. Urine : lebih dari 7 ditemukan pada ISK., nekrosis tubular ginjal, dan gagal ginjal kronik. 10. Osmolaritas urine : kurang dari 350 mOsm/kg menunjukan kerusakan ginjal, dan ratio urine/serum sering 1:1. 11. Klierens kreatinin urine : mungkin secara bermakna menurun sebelum BUN dan kreatinin serum menunjukan peningkatan bermakna. 12. Natrium Urine : Biasanya menurun tetapi dapat lebih dari 40 mEq/L bila ginjal tidak mampu mengabsorbsi natrium. 13. Bikarbonat urine : Meningkat bila ada asidosis metabolik. 14. SDM urine : mungkin ada karena infeksi, batu, trauma, tumor, atau peningkatan GF. 15. Protein : protenuria derajat tinggi (3-4+) sangat menunjukan kerusakan glomerulus bila SDM dan warna tambahan juga ada. Proteinuria derajat rendah (1-2+) dan SDM menunjukan infeksi atau nefritis interstisial. Pada NTA biasanya ada proteinuria minimal. 16. Warna tambahan : Biasanya tanpa penyakit ginjal atau infeksi. War na tambahan selular dengan pigmen kecoklatan dan sejumlah sel epitel tubular ginjal terdiagnostik pada NTA. Tambahan warna merah diduga nefritis glomular. 8. Diagnosa Diagnosis glomerulonefritis akut pascastreptokok perlu dicurigai pada pasien dengan gejala klinis berupa hematuria nyata yang timbul mendadak, sembab dan gagal ginjal akut setelah infeksi streptokokus. Tanda glomerulonefritis yang khas pada urinalisis, bukti adanya infeksi streptokokus secara laboratoris dan rendahnya kadar komplemen C3 mendukung bukti untuk menegakkan diagnosis. Tetapi beberapa keadaan lain dapat menyerupai glomerulonefritis akut pascastreptokok pada awal penyakit, yaitu nefropati-IgA dan glomerulonefritis kronik.
Anak dengan nefropati-IgA sering menunjukkan gejala hematuria nyata mendadak segera setelah infeksi saluran napas atas seperti glomerulonefritis akut pascastreptokok, tetapi hematuria makroskopik pada nefropati-IgA terjadi bersamaan pada saat f aringitas (synpharyngetic hematuria), sementara pada glomerulonefritis akut pascastreptokok hematuria timbul 10 hari setelah faringitas; sedangkan hipertensi dan sembab jarang tampak pada nefropati-IgA. Glomerulonefritis kronik lain juga menunjukkan gambaran klinis berupa hematuria makroskopis akut, sembab, hipertensi dan gagal ginjal. Beberapa glomerulonefritis kronik yang menunjukkan gejala tersebut adalah glomerulonefritis membranoproliferatif, nefritis lupus, dan glomerulonefritis proliferatif kresentik. Perbedaan dengan glomerulonefritis akut pascastreptokok sulit diketahui pada awal sakit. Pada glomerulonefritis akut pascastreptokok perjalanan penyakitnya cepat membaik (hipertensi, sembab dan gagal ginjal akan cepat pulih) sindrom nefrotik dan proteinuria masih lebih jarang terlihat pada glomerulonefritis akut pascast reptokok dibandingkan pada glomerulonefritis kronik. Pola kadar komplemen C3 serum selama tindak lanjut merupakan tanda (marker) yang penting untuk membedakan glomerulonefritis akut pascastreptokok dengan glomerulonefritis kronik yang lain. Kadar komplemen C3 serum kembali normal dalam waktu 6-8 minggu pada glomerulonefritis akut pascastreptokok sedangkan pada glomerulonefritis yang lain jauh lebih lama.kadar awal C3 <50 mg/dl sedangkan kadar ASTO > 100 kesatuan Todd. Eksaserbasi hematuria makroskopis sering terlihat pada glomerulonefritis kronik akibat infeksi karena streptokok dari strain non-nefritogenik lain, terutama pada glomerulonefritis membranoproliferatif. Pasien glomerulonefritis akut pascastreptokok tidak perlu dilakukan biopsi ginjal untuk menegakkan diagnosis; tetapi bila tidak terjadi perbaikan fungsi ginjal dan terdapat tanda sindrom nefrotik yang menetap atau memburuk, biopsi merupakan indikasi. Diagnosis Banding GNAPS harus dibedakan dengan beberapa penyakit, diantaranya adalah : 1. nefritis IgA Periode laten antara infeksi dengan onset nefritis adalah 1-2 hari, atau ini mungkin berhubungan dengan infeksi saluran pernafasan atas. 2. MPGN (tipe I dan II) Merupakan penyakit kronik, tetapi pada awalnya dapat bermanifestasi sama sperti gambaran nefritis akut dengan hipokomplementemia. 3. lupus nefritis Gambaran yang mencolok adalah gross hematuria 4. Glomerulonefritis kronis Dapat bermanifestasi klinis seperti glomerulonefritis akut 9. Komplikasi 1. Glomerulonefritis kronik sebagai kelanjutan dari glomerulonefritis akut yang tidak mendapat pengobatan secara tuntas. 2. Gagal ginjal akut dengan manifestasi oliguria sampai anuria yang dapat berkurangnya filtrasi glomerulus. Gambaran seperti insufiiensi ginjal akut dengan uremia, hiperfosfatemia, hiperkalemia. Walaupun oliguria atau anuria yang lama jarang terdapat pada anak, jika hal ini terjadi diperlukan peritoneum dialysis (bila perlu). 3. Enselopati hipertensi merupakan gejala serebrum karena hipertensi. Ter dapat gejala berupa gangguan penglihatan, pusing, muntah dan kejang-kejang. Hal ini disebabkan karena spasme pembuluh darah local dengan anoksia dan edema otak. 4. Gangguan sirkulasi berupa dispnea, ortopnea, t erdapatnya ronkhi basah, pembesaran jantung dan meningginya tekanan darah yang buka saja disebabkan spasme pembuluh darah,
tetapi juga disebabkan oleh bertambahnya volume plasma. Jantung dapat membesar dan terjadi gagal jantung akibat hipertensi yang menetap dan kelainan di miokardium. 5. Anemia yang timbul karena adanya hipovolemia disamping sintesis eritropoetik yang menurun. 10. Terapi 1. Pengobatan terpenting adalah suportif, hipertensi dapat diatasi sec ara efektif dengan vasodilator perifer (hidralasin, nifedipin). Diuretik diperlukan untuk mengatasi retensi cairan dan hipertensi. Sebagian pasien hanya memerlukan terapi anti hipertensi jangka pendek (beberapa hari sampai beberapa minggu). Pemberian cairan dikurangi, pemberian sedative untuk menenangkan pasien sehingga dapat cukup beristirahat. Pasien dengan gejala encelopati hipertensif memerlukan terapi anti hipertensi yang agresif, diberikan reserpin sebanyak 0,07 mg/kgBB secara intramuskuler. Bila terjadi diuresis 5-10 jam kemudian maka selanjutnya reserpin diberikan per oral dengan dosis 0,03 mg/kgBB/hari. 2. . Bila anuria berlangsung lama (5-7 hari), maka ureum harus dikeluarkan dari dalam darah dengan beberapa cara misalnya dialysis peritoneum atau hemodialisis. Diuretikum dulu tidak diberikan pada glomeruloefritis akut tetapi akhir-akhir ini pemberian furosemid (lasix) 1mg/kgBB/kali secara intra vena dalam 5-10 menit berakibat buruk pada hemodinamika ginjal dan filtrasi glomerulus. 3. Pemberian penicillin pada fase akut akan mengurangi menyebarnya infeksi streptococcus yang mungkin masih ada. Pemberian antibiotika ini dianjurkan hanya untuk 10 hari. Pasien glomerulonefritis akut dengan gagal ginjal akut memerlukan terapi yang tepat, pengaturan keseimbangan cairan dan elektrolit. Kortikosteroid dan imunosupresan tidak diberikan oleh karena tidak terbukti berguna untuk pengobatan. 4. Pada Fase akut diberikan makanan rendah protein (1g/kgBB/hari) dan rendah garam (1g/hari). Makanan lunak diberikan pada penderita dengan suhu tinggi dan makanan biasa bila suhu telah normal. Pada penderita tanpa komplikasi pemberian cairan disesuaikan dengan kebutuhan, sedangkan bila ada komplikasi seperti gagal jantung, edema, hipertensi, dan oliguria maka jumlah cairan yang diberikan harus dibatasi. 11. Preventif 1. Periksa-Diagnosa: Pengenalan dini Gagal Ginjal (GG). 2. Kontrol: Monitoring progresivitas GG 3. Penyebab: Deteksi dan lakukan koreksi terhadap penyebab GG yang reversible, yang masih bisa disembuhkan. 4. Perlambat: Melakukan intervensi pengobatan/tindakan untuk memperlambat progresivitas GG. 5. Ginjal Sensitif: Hindari kerusakan tambahan pada ginjal: obat/jamu yang toksik terhadap ginjal, obati infeksi yang ada, atasi kekurangan cairan misaln ya pada muntaber. SINDROM NEFROTIK 1. Definisi Sindrom Nefrotik adalah Status klinis yang ditandai dengan peningkatan permeabilitas membran glomerulus terhadap protein, yang mengakibatkan kehilangan protein urinaris yang massif yang disebabkan oleh injuri glomerular yang terjadi pada anak dengan karakteristik; proteinuria, hipoproteinuria, hipoalbuminemia, hiperlipidemia, dan edema. Sindrom nefrotik (SN) merupakan sekumpulan gejala yang terdiri dari proteinuria massif (lebih dari 50 mg/kgBB/24 jam), hipoalbuminemia (kurang dari 2,5 gram/100 ml) yang disertai atau tidak disertai dengan edema dan hiperkolesterolemia. 2. Etiologi Penyebab sindrom nefrotik yang pasti belum diketahui, akhir-akhir ini dianggap sebagai
suatu penyakit autoimun, yaitu suatu reaksi antigen – antibodi. Umumnya etiologi dibagi menjadi : Sindrom nefrotik bawaan Diturunkan sebagai resesif autosomal atau karena reaksi maternofetal. Resisten terhadap semua pengobatan. Prognosis buruk dan biasanya pasien meninggal dalam bulan-bulan pertama kehidupannya. Sindrom nefrotik sekunder Disebabkan oleh : a. Malaria kuartana atau parasit lainnya. b. Penyakit kolagen seperti lupus eritematosus diseminata, purpura anafilaktoid. c. Glumerulonefritis akut atau kronik, d. Trombosis vena renalis. e. Bahan kimia seperti trimetadion, paradion, penisilamin, garam emas, ai r raksa. f. Amiloidosis, penyakit sel sabit, hiperprolinemia, nefritis membranoproliferatif hipokomplementemik. Sindrom nefrotik idiopatik Tidak diketahui sebabnya atau disebut sindroma nefrotik primer. Berdasarkan histopatologis yang tampak pada biopsi ginjal dgn pemeriksaan mikroskop biasa dan mikroskop elektron 3. Epidemiologi a. Insidens lebih tinggi pada laki-laki daripada perempuan. b. Mortalitas dan prognosis anak dengan sindrom nefrotik bervariasi berdasarkan etiologi, berat, luas kerusakan ginjal, usia anak, kondisi yang mendasari, dan responnya trerhadap pengobatan. c. Sindrom nefrotik jarang menyerang anak dibawah usia 1 tahun. d. Sindrom nefrotik perubahan minimal (SNPM) menacakup 60 – 90 % dari semua kasus sindrom nefrotik pada anak. e. Angka mortalitas dari SNPM telah menurun dari 50 % menjadi 5 % dengan majunya terapi dan pemberian steroid. f. Bayi dengan sindrom nefrotik tipe finlandia adalah calon untuk nefrektomi bilateral dan transplantasi ginjal. 4. Patogenesa/Patofisiologi Patogenesa Terdapat beberapa teori mengenai terjadinya SN pada anak yaitu : a) Soluble Antogen Antibody Complex Antigen yang masuk ke sirkulasi menimbulkan antibodi sehingga terjadi reaksi antigen antibodi yang larut (soluble) dalam darah. SAAC ini kemudian menyebabkan sistem komplemen dalam tubuh bereaksi sehingga komplemen C3 akan bersatu dengan SAAC membentuk deposit yang kemudian terperangkap dibawah epitel kapsula Bowman yang secara imunoflouresensi terlihat berupa benjolan yang disebut HUMPS sepanjang membrana basalis glomerulus (mbg) berbentuk granuler atau noduler. Komplemen C3yang ada dalam HUMPS inilah yang menyebabkan permeabilitas mbg terganggu sehingga eritrosit, protein dan lain-lain dapat melewati mg sehingga dapat dijumpai dalm urin b) Perubahan elektrokemis Selain perubahan struktur mbg, maka perubahan elektrokemis dapat juga menimbulkan proteinuria. Dari beberapa percobaan terbukti bahwa kelainan terpenting pada glomerulus terhadap filtrasi protein yaitu hilangnya fixed negative ion yang terdapat pada lapisan sialo protein glomeruli. Akibat hilangnya muatan listrik ini maka permeabilitas mbg terhadap
protein berat molekul rendah seperti albumin meningkat sehingga albumin dapat keluar bersama urin Patofisiologi a) Meningkatnya permeabilitas dinding kapiler glomerular akan berakibat pada hilangnya protein plasma dan kemudian akan terjadi proteinuria. Lanjutan dari proteinuria menyebabkan hipoalbuminemia. Dengan menurunnya albumin, tekanan osmotik plasma menurun sehingga cairan intravaskuler berpindah ke dalam interstitial. Perpindahan cairan tersebut menjadikan volume cairan intravaskuler berkurang, sehingga menurunkan jumlah aliran darah ke renal karena hypovolemi. b) Menurunnya aliran darah ke renal, ginjal akan melakukan kompensasi dengan merangsang produksi renin – angiotensin dan peningkatan sekresi anti diuretik hormon (ADH) dan sekresi aldosteron yang kemudian terjadi retensi kalium dan air. Dengan retensi nat rium dan air akan menyebabkan edema. c) Terjadi peningkatan kolesterol dan trigliserida ser um akibat dari peningkatan stimulasi produksi lipoprotein karena penurunan plasma albumin dan penurunan onkotik plasma d) Adanya hiper lipidemia juga akibat dari meningkatnya produksi lipopprtein dalam hati yang timbul oleh karena kompensasi hilangnya protein, dan lemak akan banyak dalam urin (lipiduria) e) Menurunya respon imun karena sel imun tertekan, kemungkinan disebabkan oleh karena hipoalbuminemia, hiperlipidemia, atau defesiensi seng. 5. Gambaran Klinik Apapun tipe sindrom nefrotik, manifestasi klinik utama adalah sembab, yang tampak pada sekitar 95% anak dengan sindrom nefrotik. Seringkali sembab timbul secara lambat sehingga keluarga mengira sang anak bertambah gemuk. Pada fase awal sembab sering bersifat intermiten; biasanya awalnya tampak pada daerah-daerah yang mempunyai resistensi jaringan yang rendah (misal, daerah periorbita, skrotum atau labia). Akhirnya sembab menjadi menyeluruh dan masif (anasarka).Sembab berpindah dengan perubahan posisi, sering tampak sebagai sembab muka pada pagi hari waktu bangun tidur, dan kemudian menjadi bengkak pada ekstremitas bawah pada siang harinya. Bengkak bersifat lunak, meninggalkan bekas bila ditekan (pitting edema). Pada penderita dengan sembab hebat, kulit menjadi lebih tipis dan mengalami oozing. Gangguan gastrointestinal sering timbul dalam perjalanan penyakit sindrom nefrotik. Diare sering dialami pasien dengan sembab masif yang disebabkan sembab mukosa usus. Hepatomegali disebabkan sintesis albumin yang meningkat, atau edema atau keduanya. Pada beberapa pasien, nyeri perut yang kadang-kadang berat, dapat terjadi pada sindrom nefrotik yang sedang kambuh karena sembab dinding perut a tau pembengkakan hati. Nafsu makan menurun karena edema. Anoreksia dan terbuangnya protein mengakibatkan malnutrisi berat terutama pada pasien sindrom nefrotik resisten-steroid. Asites berat dapat menimbulkan hernia umbilikalis dan prolaps ani. Oleh karena adanya distensi abdomen baik disertai efusi pleura atau tidak, maka pernapasan sering terganggu, bahkan kadang-kadang menjadi gawat. Keadaan ini dapat diatasi dengan pemberian infus albumin dan diuretik.
anak dengan sindrom nefrotik 6. Klasifikasi International Collaborative Study of Kidney Disease in Children telah menyusun klasifikasi histopatologik Sindrom Nefrotik Primer sebagai berikut : a. Minimal change : Sindrom Nefrotik kelainan minimal Dengan menggunakan mikroskop biasa glomelurus tampak normal, sedangkan dengan mikroskop elektron nampak fool processus sel epitel berpadu. Dengan cara imunoflouresensi ternyata tidak terdapat IG atau imunoglobulin beta 1-C pada dinding kapiler glomelurus. Golongan ini lebih banyak ditemukan pada anak-anak dibandingkan orang dewasa. Prognosisnya lebih baik dibandingkan dengan golongan lain. b. Glomerulosklerosis fokal Pada kelainan ini yang menyolok sklerosis glomerlus. Sering disertai dengan atrofi tubulus. Prognosisnya buruk. c. Glomerulonefritis poliferatif : - Glomerulonefritis poliferatif Terdapat poliferasi sel mesangial dan inflitrasi sel PMN. Pembengkakan sitoplasma endotel yang menyebabkan kapiler tersumbat. Kelainan ini sering di temukan pada nefritis yang timbul setelah infeksi dengan streptococcus yang berjalan progresif dan pada si ndrom nefrotik. Prognosis jarang baik, tetapi kadang-kadang terdapat penyembuhan setelah pengobatan yang lama. - Glomerulonefritis membranopoliferatif Poliferasi sel mesangial dan penempatan fibrin yang menyerupaimembran basalis di mesangium. Titer globulin beta 1-C atau beta 1-A rendah. Prognosis tidak baik. - Nefropati membranosa Semua glomerulus menunjukan penebalan dinding kapiler yang tersebar tanpa poliferasi sel . tidak sering ditemukan pada anak-anak. d. Glomerulonefritis kronik 7. Pemeriksaan Lab/Penunjang a.Uji urine : 1) Protein urin – meningkat 2) Urinalisis – cast hialin dan granular, hematuria 3) Dipstick urin – positif untuk protein dan darah 4) Berat jenis urin – meningkat b.Uji darah: 1) Albumin serum – menurun (< 2,5 g/dl) 2) Kolesterol serum – meningkat 3) Hemoglobin dan hematokrit – meningkat (hemokonsetrasi) 4) Laju endap darah (LED) – meningkat 5)
Elektrolit serum – bervariasi dengan keadaan penyakit perorangan. c.Uji diagnostik Biopsi ginjal merupakan uji diagnostik yang tidak dilakukan secara rutin. 8. Diagnosa A. Keluhan pokok • Bengkak seluruh tubuh di mulai dari kelopak mata, lalu dada, perut asites, tungkai dan genitali. • Bengkak demikian sudah berulang • Urine keruh B.Tanda penting • Edema anasarka / generalisata • Sesak • Anemi ringan • Hipertensi r ingan DIAGNOSIS BANDING 1. Sembab non-renal : gagal jantung kongestif, gangguan nutrisi, edema hepatal, edema Quincke. 2. Glomerulonefritis akut 3. Lupus sistemik eritematosus. 9. Komplikasi a. Infeksi sekunder mungkin karena kadar imunoglobulin yang rendah akibat hipoalbuminemia. b. Shock : terjadi terutama pada hipoalbuminemia berat (< 1 gram/100ml) yang menyebabkan hipovolemia berat sehingga menyebabkan shock. c. Trombosis vaskuler : mungkin akibat gangguan sistem koagulasi sehingga terj adi peninggian fibrinogen plasma. d. Komplikasi yang bisa timbul adalah malnutrisi atau kegagalan ginjal. 10. Terapi Nonfarmakologis : - Istirahat - Restriksi protein dengan diet protein 0,8 gram / kg BB ideal / hari - +ekskresi protein dalam urin / 24 jam. Bila fungsi ginjal sudah - menurun,diet protein di sesuaikan hingga 0,6 gram/kg BB/hari + ekskresi - protein dalam urin / 24 jam - Diet rendah kolesterol <600 mg / hari - Berhenti merokok - Diet r endah garam, restriksi cairan pada edema Farmakologis: - Pengobatan edema :diuretik loop - Pengobatan proteinuria dengan penghambatan ACE dan/atau antagonis - reseptor angiostens II - Pengobatan dislipidemia dengan golongan statin - Pengobatan hipertensi dengan tekanan darah <125/75 mmhg. - Penghambatan ACE dan antagonis reseptor angiotensin II sebagai pilihan - obat utama - Pengobatan kausal sesuai etiologi SN (lihat topik penyakit glomerular) 11. Preventif Jika penyebabnya adalah penyakit yang dapat diobati (misalnya penyakit Hodgkin atau kanker lainnya), maka mengobatinya akan mengurangi gejala-gejala ginjal. Jika penyebabnya adalah kecanduan heroin, maka menghentikan pemakaian heroin pada stadium awal sindroma nefrotik, bisa menghilangkan gejala-gejalanya. Penderita yang peka terhadap cahaya matahari, racun pohon ek, racun pohon ivy atau gigitan serangga; sebaiknya menghindari bahan-bahan tersebut. Desensitisasi bisa menyembuhkan sindroma nefrotik akibat racun pohon ek, pohon ivy atau gigitan serangga. Jika penyebabnya adalah obat-obatan, maka untuk mengatasi sindroma nefrotik, pemakaian obat harus dihentikan. Jika tidak ditemukan penyebab yang pasti, maka diberikan kortikosteroid dan obat-obatan yang menekan sistem kekebalan (misalnya siklofosfamid). Tetapi obat tersebut bisa menyebabkan terhambatnya pertumbuhan pada anak-anak dan menekan perkembangan seksual. Pengobatan yang umum adalah diet yang mengandung protein dan kalium dalam jumlah yang normal dengan lemak jenuh dan natrium yang rendah. Terlalu banyak protein akan meningkatkan kadar protein dalam air kemih. ACE inhibitors (misalnya enalapril, captopril dan lisinopril) biasanya menurunkan pembuangan protein dalam air kemih dan menurunkan konsentrasi lemak dalam darah. Tetapi pada penderita yang memiliki kelainan fungsi ginjal yang ringan sampai berat, obat tersebut dapat meningkatkan kadar kalium darah. Jika cairan tertimbun di perut, untuk mengurangi gejala dianjurkan untuk makan dalam porsi kecil tetapi sering. Tekanan darah tinggi biasanya diatasi dengan diuretik. Diuretik juga dapat mengurangi penimbunan cairan dan pembengkakan jaringan, tetapi bisa meningkatkan res iko terbentuknya bekuan darah. Antikoagulan bisa membantu mengendalikan pembentukan bekuan darah.
KONSEP DASAR MEDIK
A. Anatomi Fisiologi Ginjal merupakan salah satu bagian saluran kemih yang terletak di retroperitoneal dengan panjang lebih kurang 11-12 cm, disamping kiri kanan vertebra. Telah diketahui bahwa ginjal berfungsi sebagai salah satu alat ekskresi yang sangat penting melalui ultrafiltrat yang terbentuk dalam glomerulus. Terbentuknya ultrafiltrat ini sangat dipengaruhi oleh sirkulasi ginjal yang mendapat darah 20% dari seluruh cardiac output. Pada umumnya, ginjal kanan lebih rendah dari ginjal kiri oleh karena adanya hepar dan lebih dekat ke garis tengah tubuh. Batas atas ginjal kiri setinggi batas atas vertebra thorakalis XII dan batas bawah ginjal setinggi batas bawah vertebra lumbalis III. Parenkim ginjal terdiri atas korteks dan medula. Medula terdiri atas piramid-piramid yang berjumlah kira-kira 8-18 buah, rata-rata 12 buah. Tiap-tiap piramid dipisahkan oleh kolumna bertini. Dasar piramid ini ditutup oleh korteks, sedang puncaknya (papilla marginalis) menonjol ke dalam kaliks minor. Beberapa kaliks minor bersatu menjadi kaliks mayor yang berjumlah 2 atau 3 ditiap ginjal. Kaliks mayor/minor ini bersatu menjadi pelvis renalis dan di pelvis renalis inilah keluar ureter.
Korteks sendiri terdiri atas glomeruli dan tubili, sedangkan pada medula hanya terdapat tubuli. Glomeruli dari tubuli ini akan membentuk Nefron. Satu unit nefron terdiri dari glomerolus, tubulus proksimal, loop of henle, tubulus distal (kadang-kadang dimasukkan pula duktus koligentes). Tiap ginjal mempunyai lebih kurang 1,5-2 juta nefron berarti pula lebih kurang 1,5-2 juta glomeruli. Pembentukan urin dimulai dari glomerulus, dimana pada glomerulus ini filtrat dimulai, filtrat adalah isoosmotic dengan plasma pada angka 285 mosmol. Pada akhir tubulus proksimal 80 % filtrat telah di absorbsi meskipun konsentrasinya masih tetap sebesar 285 mosmol. Saat infiltrat bergerak ke bawah melalui bagian desenden lengkung henle, konsentrasi filtrat bergerak ke atas melalui bagian asenden, konsentrasi makin lama makin encer sehingga akhirnya menjadi hipoosmotik pada ujung atas lengkung. Saat filtrat bergerak sepanjang tubulus distal, filtrat menjadi semakin pekat sehingga akhirnya isoosmotic dengan plasma darah pada ujung duktus pengumpul. Ketika filtrat bergerak turun melalui duktus pengumpul sekali lagi konsentrasi filtrat meningkat pada akhir duktus pengumpul, sekitar 99% air sudah direabsorbsi dan hanya sekitar 1% yang diekskresi sebagai urin atau kemih ( Price,2001 )
A. Definisi
Sindrom Nefrotik adalah Status klinis yang ditandai dengan peningkatan permeabilitas membran glomerulus terhadap protein, yang mengakibatkan kehilangan protein urinaris yang massif (Donna L. Wong, 2004). Sindrom Nefrotik merupakan kumpulan gejala yang disebabkan oleh injuri glomerular yang terjadi pada anak dengan karakteristik; proteinuria, hipoproteinuria, hipoalbuminemia, hiperlipidemia, dan edema (Suriadi dan Rita Yuliani, 2001). Sindrom nefrotik (SN) merupakan sekumpulan gejala yang terdiri dari proteinuria massif (lebih dari 50 mg/kgBB/24 jam), hipoalbuminemia (kurang dari 2,5 gram/100 ml) yang disertai atau tidak disertai dengan edema dan hiperkolesterolemia. (Rauf, 2002).
B. Etiologi Sebab pasti belum diketahui, umunya dibagi menjadi : 1. Sindrom nefrotik bawaan. Diturunkan sebagai resesif autosom atau karena reaksi fetomaternal 2. Sindrom nefrotik sekunder.
Disebabkan oleh
parasit malaria, penyakit kolagen, glomerulonefritis akut, glomerulonefrits kronik, trombosis vena renalis, bahan kimia (trimetadion, paradion, penisilamin, garam emas, raksa), amiloidosis, dan lain-lain. 3. Sindrom nefrotik idiopatik (tidak diketahui penyebabnya) (Arif Mansjoer,2000 :488)
C. Tanda dan Gejala 1. Manifestasi utama sindrom nefrotik adalah edema. Edema biasanya bervariasi dari bentuk ringan sampai berat (anasarka). Edema biasanya lunak dan cekung bila ditekan (pitting), dan umumnya ditemukan disekitar mata (periorbital) dan berlanjut ke abdomen daerah genitalia dan ekstermitas bawah. 2. Penurunan jumlah urin : urine gelap, berbusa 3. Pucat 4. Hematuri 5. Anoreksia dan diare disebabkan karena edema mukosa usus. 6. Sakit kepala, malaise, nyeri abdomen, berat badan meningkat dan keletihan umumnya terjadi. 7. Gagal tumbuh dan pelisutan otot (jangka panjang) (Betz, Cecily L.2002 )
D. Patofisiologi Meningkatnya permeabilitas dinding kapiler glomerular akan berakibat pada hilangnya protein plasma dan kemudian akan terjadi proteinuria. Lanjutan dari proteinuria menyebabkan hipoalbuminemia. Dengan menurunnya albumin, tekanan osmotik plasma menurun sehingga cairan intravaskuler berpindah ke dalam interstitial. Perpindahan cairan tersebut menjadikan volume cairan intravaskuler berkurang, sehingga menurunkan jumlah aliran darah ke renal karena hypovolemi. Menurunnya aliran darah ke renal, ginjal akan melakukan kompensasi dengan merangsang produksi renin – angiotensin dan peningkatan sekresi anti diuretik hormon (ADH) dan sekresi aldosteron yang kemudian terjadi retensi kalium dan air. Dengan retensi natrium dan air akan menyebabkan edema. Terjadi peningkatan kolesterol dan trigliserida serum akibat dari peningkatan stimulasi produksi lipoprotein karena penurunan plasma albumin dan penurunan onkotik plasma Adanya hiper lipidemia juga akibat dari meningkatnya produksi lipopprtein dalam hati yang timbul oleh karena kompensasi hilangnya protein, dan lemak akan banyak dalam urin
(lipiduria). Menurunya respon imun karena sel imun tertekan, kemungkinan disebabkan oleh karena hipoalbuminemia, hiperlipidemia, atau defesiensi seng (Suriadi dan Yuliani, 2001 ).
E. Pathway
G. Pemeriksaan Diagnostik 1. Uji urine meningkat.
a) Protein urin – b)
Urinalisis – cast hialin dan granular, hematuria. protein dan darah. meningkat.
c) Dipstick urin – positif untuk d) Berat jenis urin –
2. Uji darah a) Albumin serum – menurun. b)Kolesterol serum – meningkat. dan hematokrit – meningkat (hemokonsetrasi). d) Laju endap darah (LED) – meningkat. serum – bervariasi dengan keadaan penyakit perorangan.
c)Hemoglobin
e) Elektrolit
3. Uji diagnostic Biopsi ginjal merupakan uji diagnostik yang tidak dilakukan secara rutin
H. Penatalaksanaan 1. Istirahat sampai edema tinggal sedikit. Batasi asupan natrium sampai kurang lebih 1 gram/hari secara praktis dengan menggunakan garam secukupnya dan menghindar makanan yang diasinkan. Diet protein 2 – 3 gram/kgBB/hari 2. Bila edema tidak berkurang dengan pembatasan garam, dapat digunakan diuretik, biasanya furosemid 1 mg/kgBB/hari. Bergantung pada beratnya edema dan respon pengobatan. Bila edema refrakter, dapat digunakan hididroklortiazid (25 – 50 mg/hari), selama pengobatan diuretik perlu dipantau kemungkinan hipokalemi, alkalosis metabolik dan kehilangan cairan intravaskuler berat. 3. Pengobatan kortikosteroid yang diajukan Internasional Coopertive Study of Kidney Disease in Children (ISKDC), sebagai berikut : a) Selama 28 hari prednison diberikan per oral dengan dosis 60 mg/hari luas permukaan badan (1bp) dengan maksimum 80 mg/hari. b) Kemudian dilanjutkan dengan prednison per oral selama 28 hari dengan dosis 40 mg/hari/1bp, setiap 3 hari dalam satu minggu dengan dosis maksimum 60 mg/hari. Bila terdapat respon selama pengobatan, maka pengobatan ini dilanjutkan secara intermitten selama 4 minggu. 4. Cegah infeksi. Antibiotik hanya dapat diberikan bila ada infeksi. 5. Pungsi asites maupun hidrotoraks dilakukan bila ada indikasi vital. (Arif Mansjoer,2000)