Manajemen Likuiditas Bank Pengelolaan likuiditas merupakan masalah yang sangat kompleks dalam kegiatan operasi bank. Hal ini karena menyangkut dana pihak ke tiga (DPK) yang sebagian besar sifatnya jangka pendek dan tak terduga. Pengelola bank harus memperhatikan seakurat mungkin kebutuhan likuiditas untuk jangka waktu tertentu. Perkiraan kebutuhan likuiditas dipengaruhi oleh perilaku penarikan nasabah, sifat dan jenis sumber dana yang dikelola bank.
1. Definisi Likuiditas Berikut ini adalah penjelasan mengaenai definisi likuiditas oleh beberapa ahli
Menurut Joseph E. Burns, Likuiditas bank berkaitan dengan kemampuan suatu bank untuk menghimpun sejumla tertentu dana dengan biaya tertentu dan dalam jangka waktu tertentu.
Pernyataan tersebut sependapat dengan Oliver G. Wood, Jr yang menyatakan bahwa Likuiditas adalah kemampuan bank untuk memenuhi semua penarikan dana oleh nasabah deposan, kewajiban yang telah jatuh tempo dan memenuhi permintaan kredit tanpa penundaan.
Tak berbeda jauh, Wiliam M. Glavin menyatakan bahwa Likuiditas berarti memiliki sumber dana yang cukup tersedia untuk memenuhi semua kewajiban.
2. Definisi Manajemen Likuiditas Setelah mengetahui definisi likuiditas, berikut ini adalah definisi mengenai manajemen likuiditas menurut beberapa ahli
A.
Manajemen likuiditas melibatkan perkiraan permintaan dana oleh masyarakat dan
penyediaan cadangan untuk memenuhi semua kebutuhan (Duane B. Graddy) B. Manajemen likuiditas melibatkan perkiraan sumber dana dan penyediaan kas secara terus menerus baik kebutuhan jangka pendek atau musiman maupun kebutuhan jangka panjang. (Oliver G. Wood, Jr)
Dari semua pernyataan diatas, dapat disimpulkan bahwa Manajemen Likuiditas Bank adalah kemampuan bank untuk memenuhi kewajiban hutang hutangya, dapat membayar kembali semua deposannya, serta dapat memenuhi permintaan permintaan kredit yang diajukan para debitur tanpa terjadi penangguhan.
3.
A.
Tujuan manajemen Likuiditas Bank Menjaga posisi likuiditas bank agar selalu berada pada posisi yang ditentukan bank
sentral.
B. Mengelola alat-alat likuid agar selalu dapat memenuhi semua kebutuhan cash flow, termasuk kebutuhan yang tidak diperkirakan, misalnya penarikan yang tiba tiba terhadap sejumlah giro atau deposito berjangka yang belum jatuh tempo.
C. Sedapat mungkin memperkecil adanya idle funds.
4. Strategi Manajemen Likuiditas Untuk menjaga posisi likuiditas dan proyeksi cashflow agar selalu berada dalam posisi aman, terutama dalam kondisi tingkat bunga berfluktuasi, beberapa strategi yang dapat dikembangkan oleh bank adalah :
A.
Memperpanjang jatuh tempo semua kewajiban bank, kecuali bila tingkat bunga
cenderung mengalami penurunan.
B. Melakukan diversifikasi sumber dana bank. C. Menjaga keseimbangan jangka waktu aset dan kewajiban. D. Memperbaiki posisi likuidias antara lain mengalihkan asset yang kurang marketable menjadi menjadi lebih marketable.
4.1. Bank dianggap likuid apabila
1. Memiliki sejumlah likuiditas / memegang alat-alat likuid, cash assets (uang kas, rekening pada bank sentral dan bank lainnya) sama dengan jumlah kebutuhan likuiditas yang diperkirakan.
2. Memiliki likuiditas kurang dari kebutuhan, tetapi bank memiliki surat-surat berharga yang segera dapat dialihkan menjadi kas, tanpa mengalami kerugian baik sebelum / sesudah jatuh tempo.
3. Memiliki kemampuan untuk memperoleh likuiditas dengan cara menciptakan uang, misalnya penggunaan fasilitas diskonto, call money, penjualan surat berharga dengan repurchase agreement (repo)
5. Sumber Kebutuhan Likuiditas Sumber kebutuhan likuiditas bank berasal dari adanya kebutuhan antara lain untuk memenuhi :
A.
Ketentuan likuiditas wajib (reserve requirement) atau cash ratio
B. Saldo rekening minimum pada bank koresponden C. Penarikan simpanan dalam operasional bank seharihari D. Permintaan kredit dari masyarakat
5.1. Rasio alat likuid terhadap dana pihak ketiga
Merupakan ukuran untuk menilai kemampuan bank dalam memenuhi kebutuhan likuiditas akibat penarikan dana oleh pihak ketiga dengan menggunakan alat likuid bank yang tersedia. Alat
likuid bank terdiri atas uang kas, saldo giro pada bank sentral dan bank
koresponden. Semakin besar rasio semakin baik pula posisi likuiditas bank tersebut.
5.2. Rasio kredit terhadap total dana pihak ketiga
Disebut Loan deposit ratio (LDR), yg mengindikasikan jumlah DPK yang disalurkan dalam bentuk kredit. Rasio yang tinggi menunjukkan kurang baiknya likuiditas bank (s/d 100% cukup baik likuiditas bank). Ketentuan BI, rasio kesehatan bank digunakan rasio kredit terhadap dana yang diterima bank dalam Rupiah dan valas. Dana yang diterima bank antara.lain : kredit likuiditas BI, giro, deposito, tabungan masyarakat, pinjaman bukan dari bank kurang dari 3 bulan dan tidak termasuk pinjaman subordinasi, deposito dan pinjaman bank lain kurang dari 3 bulan, modal lain dan modal pinjaman. Kriteria BI : Rasio sebesar 115% atau lebih nilai kredit kesehatan likuiditas bank = 0
6. Perencanaan Likuiditas 6.1. Rasio kewajiban bersih call money terhadap aktiva lancar dalam Rupiah
A.
Menunjukkan rasio call money terhadap total aktiva lancar yang meliputi kas, giro,
pada BI, SBI, SBPU yang telah diendos bank lain. B. Ketentuan BI: maksimum rasio 100%.
6.2. Rasio surat berharga jangka pendek terhadap total portofolio surat berharga
Menginformasikan semakin besar porsi penanaman dana dalam surat berharga yang jatuh tempo kurag dari satu tahun terhadap portfolio surat berharga semakin baik pula posisi likuiditas bank.
6.3. Total kredit terhadap total asset
A.
Mengukur kemampuan bank memenuhi permintaan kredit dengan menggunakan
aset bank. B. Kenaikan rasio menunjukkan rendahnya likuiditas bank.
7. Ketentuan Likuiditas Wajib Minimum A.
Bank dalam menghimpun dana diwajibkan memelihara sejumlah likuiditas tertentu
dari total DPK yang dihimpun oleh bank dalam periode tertentu.
B. Jumlah likuiditas wajib minimum tersebut harus ditempatkan dalam rekening giro bank pada bank sentral. Hal ini disebut Giro Wajib Minimum (GWM).
C. Ketentuan BI : GWM Rupiah adalah 5% dari total DPK Rupiah yang dihitung ratarata harian dalam satu minggu dan harus dilaporkan ke BI.
D. GWM dibedakan dalam 2 kategori: GWM rupiah (5%) dan GWM valas (3%).
E. Pelaporan GWM valas dilakukan oleh bank devisa, sedangkan pelaporan GWM rupiah dilakukan oleh bank devisa dan bukan bank devisa termasuk pula BPR.