DAFTAR ISI Pendahuluan
2
Laporan kasus
3
Pembahasan Anamnesis
5
Hipostesis
6
Anamnesis tambahan
6
Pemeriksaan fisik
7
Pemeriksaan penunjang
7
Diagnosis
8
Diagnosis banding
8
Penatalaksanaan
9
Komplikasi
10
Prognosis
10
Tinjauan pustaka
11
Kesimpulan
26
Daftar pustaka
27
1
BAB I PENDAHULUAN Mikosis superficial adalah infeksi jamur superfisial yang disebabkan oleh kolonisasi jamur atau ragi. Penyakit yang termasuk mikosis superficialis adalah dermatofitosis, pitiriasis versikolor, dan kandidiasis superficial. Dermatifitosis adalah penyakit yang disebabkan oleh kolonisasi jamur dermatofit yang menyerang jaringan yang mengandung keratin seperti stratum korneum epidermis, rambut, dan kuku. Penyebab dermatofitosis adalah spesies dari microsporum, trychophyton, dan epidermophyton. Pitiriasis versikolor merupakan penyakit infeksi jamur superfisial kronis pada kulit yang disebabkan oleh malassezia furfur atau pityrosporum orbiculare.1 Kandidiasis superfisialis merupakan infeksi primer dan sekunder pada kulit dan mukosa dari genus candida, terutama karena spesies candida albicans. Kandidiasis superfisialis yang sering dijumpai yaitu mengenai lipatan-lipatan kulit seperti inguinal, aksila, lipatan dibawah dada ( kandidiasis intertriginosa ), daerah popok/diaper, peronikia, onikomikosis, dan mengenai mukosa ( kandidiasis oral, vaginitis, balanitis ). Mikosis superfisialis cukup banyak diderita penduduk negara tropis. Indonesia merupakan salah satu negara beriklim tropis yang memiliki suhu dan kelembaban tinggi, merupakan suasana yang baik bagi pertumbuhan jamur, sehingga jamur dapat ditemukan hampir di semua tempat. Di Indonesia angka yang tepat teratasi, insidensi mikosis superfisialis belum ada. Insidensi di berbagai rumah sakit pendidikan di Indonesia tahun 1998 bervariasi. 2
2
BAB II LAPORAN KASUS Seorang wanita Ny. B. 27 tahun, datang ke PUSKESMAS dengan keluhan dikedua lipat paha dan dibawah payudaranya terasa sangat gatal yang dirasakan sejak 3 bulan yang lalu. Ny. B baru sebulan yang lalu melahirkan dan saat ini sedang menyusui bayinya. Di daerah yang gatal tersebut tampak bercak-bercak kemerahan, tampak pula papula-papul dan pustul dibagian tepi juga tampak skuama. Pasien mengatakan karena terasa gatal maka ia membeli krem di apotik akan tetapi kelainannya bertambah meluas. Status generalisata:
Keadaan umum
: baik
Kesadaran
: compos mentis
Keadaan Gizi
: baik
Vital sign
:
Tekanan darah : 110/80 mmHg
Nadi : 80x/menit
RR : 18x/menit
Suhu : afebris
Kepala
: normochepal
Rambut
: hitam, distribusi merata
Status dermatologi:
Di daerah kulit lipat paha dan dibawah payudara tampak bercak eritematosa berukuran numular sampai plakat, tampak papul-papul dan pustule dipinggir lesi. Pada pemeriksaan kerokan kulit dengan KOH 20% tidak ditemukan hifa maupun spora. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan laboratorium darah lengkap Hemoglobin : 13g/dl 3
Hematokrit : 36% Trombosit : 150.000/uL Leukosit : 11.000/uL Hitung jenis : 0/2/4/59/28/7 Pemeriksaan penunjang : patch test (uji tempel) : (-) Pemeriksaan KOH 20% : tidak ditemukan hifa panjang dengan spora menyebar
4
BAB III PEMBAHASAN 3.1
ANAMNESIS
Keluhan utama pada pasien pria berusia 27 tahun adalah: -
Gatal di kedua lipat paha dan dibawah payudaranya sejak 3 bulan yang lalu Bisa
disebabkan
karena
dermatitis
atau
infeksi
mikroorganisme
(mikosis,kandidiosis). Keluhan tambahan, yaitu: -
Gatal disertai bercak kemerahan, papul-papul dan pustule. Terdapat skuama ditepian dari lokasi gatal. Gatal dan kemerahan menandakan reaksi peradangan. Papul,pustule dan skuama
menandakan efloresensi yang polimorf. Skuama di tepian menandakan adanya tepi yang aktif dan central healing. Riwayat sosial: -
Pasien baru sebulan yang lalu melahirkan dan saat ini sedang mnyusui bayinya. kemungkinan bahwa pasien dalam kondisi yang hormonal beberapa bulan ini juga
dengan keadaan system imun yang menurun akibat kehamilannya dan kelahiran bayinya. Memungkinkan adanya infeksi oportunis daripada mikroorganisme. Riwayat pengobatan: -
Pasien menggunakan krem yang dibeli di apotik akan tetapi kelainannya tambah meluas Krem yang digunakan kemungkinan tidak cocok dengan etiology penyakit
sehingga memperburuk kondisi Riwayat penyakit dahulu: Tidak ada
Riwayat penyakit keluarga: -
Dianggota keluarga, teman-teman di tempat kerja tidak ada yang menderita penyakit yang sama. Menunjukkan penyakit ini kemungkinan tidak diturunkan.
5
3.2 HIPOTESIS Masalah
Dasar masalah
Gatal dikedua lipatan paha,
Pruritus
Hipotesis
dibawah payudara.
dermatitis
infeksi mikroorganisme (mikosis, kandidosis)
Gatal
disertai
bercak Makula,
kemerahan, papul-papul dan
Eritema,
papul,
Pustule, Skuama
dermatitis
Infeksi mikrorganisme
pustule, skuama.
(mikosis
superfisialis
dermatofitosis, kandidosis)
Makula,
Eritema,
papul,
Central healing, tepi aktif
Eritroskuamosa
Infeksi mikrorganisme
Pustule, Skuama ditepian
(mikosis
superfisialis
dermatofitosis, kandidosis) Baru
saja
melahirkan Kondisi
hormonal
sebulan yang lalu dan sedang
system
menyusui.
kemungkinan sedang turun
Menggunakan dibeli
krem
di
menyebabkan
yang apotik
imun
dan yang
infeksi
seboroik)
dermatitis
tidak tepat
infeksi
kelainan
oportunis
(kandidosis, dermatitis
Pengobatan yang salah atau
mikroorganisme
bertambah meluas
3.3
ANAMNESIS TAMBAHAN
- Apakah gatal hilang-timbul atau menetap? - Apakah ada faktor tertentu yang memperberat gatal? - Perubahan kulit pertama kali dimulai dimana? - Apakah pasien memiliki penyakit sistemik lainnya? - Sudah berapa lama menggunakan krem dan jenis kremnya? - apakah bayi mengalami kelainan kulit juga? 6
3.4 PEMERIKSAAN FISIK Status generalisata:
Keadaan umum
: baik
Kesadaran
: compos mentis
Keadaan Gizi
: baik
Vital sign
:
Tekanan darah : 110/80 mmHg
Nadi : 80x/menit
RR : 18x/menit
Suhu : afebris
Kepala
: normochepal
Rambut
: hitam, distribusi merata
Interpretasi : status generalisata dalam batas normal. Ini menunjukkan tidak adanya
kelainan sistemik. Status dermatologi:
Di daerah kulit lipat paha dan dibawah payudara tampak bercak eritematosa berukuran numular sampai plakat, tampak papul-papul dan pustule dipinggir lesi. Pada pemeriksaan kerokan kulit dengan KOH 20% tidak ditemukan hifa maupun spora.
3.5 PEMERIKSAAN PENUNJANG -Pemeriksaan Laboratorium Darah Lengkap
Hb : 13 g/dl (N : 13-18 g/dl) =Masih dalam batas normal, menandakan pasien tidak mengalami anemia.
Ht : 36% (N : 42-53%) =Mengalami penurunan.
Trombosit : 150.000/ul (N : 150.000 – 450.000/ul) =Masih dalam batas normal.
Leukosit : 11.000/ul (N : 4.000-10.000) 7
=Mengalami sedikit kenaikan karena mengalami peradangan.
Diff count / hitung jenis : Basofil
: 0 (N : 0-1%)
Eusinofil
: 2 (N : 1-3%)
Batang
: 4 (N : 2-6%)
Segmen
: 59 (N : 50-70%)
Limfosit
: 28 (N : 20-40%)
Monosit
: 7 (N : 2-8%)
=Semua masih dalam batas normal. Eusinofil normal menandakan tidak adanya reaksi alergi. -Pemeriksaan Penunjang : Patch Tes (uji tempel) : (-) =Menandakan pasien tidak mengalami Dermatitis Kontak Alergika. -Pemeriksaan KOH 20% : tidak ditemukan hifa panjang dengan spora menyebar =Menandakan bukan disebabkan oleh mikosis superficialis yang dermatofitosis 3.6 DIAGNOSIS KERJA Diagnosis kerja kelompok kami adalah KANDIDOSIS INTERTRIGINOSA Ini ditunjukan dari anamnesis yang meneyebutkan bahwa pasien mengeluh dikedua lipat paha dan dibawah payudaranya terasa sangat gatal yang dirasakan sejak 3 bulan yang lalu. Ny. B baru sebulan yang lalu melahirkan. Ini menunjukkan bahwa pasien mengalami keluhan utama dalam keadaan hamil. Dimana kehamilan merupakan salah faktor endogen karena perubahan fisiologis yang merupaka faktor terjadinya kandidosis intertriginosa. Pemeriksaan fisik dan anamnesis ditemukan gejala gatal dilipat paha dan dibawah payudara. Pada daerah tersebut tampak bercak-bercak kemerahan, tampak pula papula-papul dan pustul dibagian tepi juga tampak skuama, yang menunjukkan gambaran klinis dari kandidosis intertriginosa. 3.7 DIANGNOSIS BANDING Dermatitis seboroik Penyakit ini berhubungan erat dengan keaktivan glandula sebasea. Gejala klinis yang timbul anatara lain eritema dan skuama yang berminyak dan agak kekuningan, batasnya agak kurang tegas 8
Dermatofitosis
Tinea kruris
Tinea kruris adakah dermatoifitosis pada lipat paha, daerah perineum, dan sekitar anus. Kelainan kulit yang tampak pada sela paha merupakan lesi berbatas tegas. Peradangan pada tepi lebih nyata daripada daerah tengahnya. Terdiri dari efloresensi primer dan sekunder (polimorfi).
Tinea korporis
Tinea korporis merupaka dermatofitosis pada kulit tubuh yang tidak berambut. Kelainan yang dilihat dalam klinik nerupakan lesi bulat dan lonjong, berbatas tegas terdiri dari eritema, skuama, kadang-kadang dengan vesikel dan papul di tepi. Pada dermatofitosis biasanya ditemukan hifa panjang dan spora menyebar pada pemeriksaan KOH 20% 3.8 PENATALAKSANAAN Pada pasien ini yang terpenting adalah edukasi. Karena ini adalah infeksi jamur, maka edukasinya adalah: -
Hilangkan faktor predisposisi
-
Rajin membersihkan daerah-daerah lipatan
-
Sering mengganti pakaian agar tidak ditumbuhi mikroorganisme, seperti jamur
-
Memakai pakaian dengan bahan yang longgar agar tidak lembab
-
Jangan terlalu capek karena keringat bisa membantu pertumbuhan jamur
-
Menghentikan pemakaian obat krim yang sedang dipakai pasien
Pada pasien ini, kami ajukan pemeriksaan adjuvant berupa pemeriksaan kerokan kulit ulang untuk mencari penyebab penyakit ini, oleh karena itu kami belum menggunakan obat anti jamur karena dapat mempengaruhi hasil pemeriksaan kerokan kulit. Oleh karena itu kami hanya memberikan pengobatan
simptomatis saja, seperti pemberian antihistamin untuk
mengurangi rasa gatal, dan dipakai sementara sampai ditemukan penyebabnya. Bila memang penyebabnya adalah jamur, maka pengobatannya adalah: -
Topical: dengan pemberian krim nistatin atau krim mikonazol
9
-
Sistemik: dengan itrakonazol 2x100mg selama 3 hari, untuk membantu memberantas jamur dari dalam.
3.9 KOMPLIKASI -
Bisa terjadi infeksi sekunder bila kulit yang gatal digaruk dan luka, sehingga bakteri bisa masuk dan menyebabkan infeksi
-
Bisa terjadi sepsis, bila jamur berhasil masuk ke peredaran darah
-
Infeksinya bisa menular ke bayi pasien ini
3.10 PROGNOSIS Berdasarkan diagnosis kerja dan penatalaksanaan maka prognosis pasien ini adalah: Ad vitam: ad bonam Ad fungsionam: ad bonam Ad sanationam: dubia ad bonam Ad cosmetic: dubia ad bonam
10
BAB IV TINJAUAN PUSTAKA 4.1 ANATOMI KULIT Kulit adalah organ tubuh yang terletak paling luar dan mambatasinya dari lingkungan hidup manusia. Luas kulit orang dewasa 1,5 m2 dengan berat kira-kira 15% berat badan. Kulit merupakan organ yang essensial dan vital serta merupakan cermin kesehatan dan kehidupan. Kulit juga sangat kompleks, elastic dan sensitive, bervariasi, pada keadaan iklim, umur, seks, ras, dan juga bergantung pada lokasi tubuh. 3
Lapisan kulit dari lapisan luar ke dalam terdiri dari epidermis, dermis, dan hipodermis dengan susunan sebagai berikut4 : 1. Lapisan Epidermis/Kutikula Epidermis terdapat pada hampir seluruh permukaan tubuh dengan tebal 0,07-0,12 mm, kecuali pada telapak tangan 0,8 mm dan 1,4 mm pada telapak kaki. Epidermis yang merupakan epitel berlapis gepeng dengan lapisan tanduk, juga tersusun atas lapisan: a. Melanosit Dibentuk oleh melanosit yang berada diantara sel-sel dalam stratum basale dan bagian bawah stratum spinosum. Memiliki peranan dalam pigmentasi kulit. b. Sel Langerhans Sel yang merupakan makrofag turunan sumsum tulang, yang merangsang sel Limfosit T, mengikat, mengolah, dan merepresentasikan antigen kepada sel Limfosit T. Dengan demikian, sel Langerhans berperan penting dalam imunologi kulit. 11
c. Sel Merkel Sel yang berfungsi sebagai mekanoreseptor. Hanya ditemukan di stratum basalis epidermis pada seluruh tubuh. Sel-sel ini juga banyak ditemukan pada daerah ujung jari, yang berperan penting sebagai reseptor tekanan. d. Keratinosit Adalah sel-sel yang menyusun epidermis pada kulit tebal, terdiri atas 10-20 lapisan sel-sel, yang secara bersusun dari lapisan paling luar hingga paling dalam sebagai berikut4: a. Stratum Korneum (lapisan tanduk), yang terdiri dari sel gepeng yang mati tidak berinti, mengandung keratin (sel tanduk). b. Stratum Lusidum, merupakan sel gepeng tanpa inti, yang jelas terlihat pada telapak kaki dan tangan dengan ketebalan empat sampai tujuh lapisan sel. c. Stratum Granulosum, yang merupakan sel gepeng berkulit kasar dan berinti, selsel tersebut terdapat hanya 2-3 lapisan yang sejajar dengan permikaan kulit. d. Stratum Spinosum (stratum akantosum), yaitu lapisan yang paling tebal dan terdiri dari banyak kolagen. Sel-selnya disebut spinosum karena sel-selnya terdiri dari sel yang bentuknya polygonal atau banyak sudut dan mempunyai banyak tanduk (spina) dan disebut akantosum sebab sel-selnya berduri. e. Stratum basale (germinativum), bentknya silindris dengan inti yang lonjong, didalamnya terdapat butir-butir yang halus disebut butir melanin warna. Disini terjadi pembelaan yang cepat dan sel baru didorong masuk kelapisan berikutnya.
2. Lapisan Dermis Dermis merupakan lapisan kedua dari kulit, batas dengan epidermis dilapisi oleh membrane basalis dan disebelah bawah berbatasan dengan subkutis. Didalam lapisan ini mengandung pembuluh darah, pembuluuh limfe dan saraf dan juga lapisannya elastic, fibrosanya padat dan terdapat folikel rambut.
Dermis terdiri dari 2 lapisan: a. Bagian atas, pars papilare (stratum papilar) Menonjol ke epidermis, terdiri dari serabut saraf dan pembuluh saraf darah yang member nutrisi pada epidermis yang diatasnya. b. Bagian bawah, pars retikulare(stratum retikularis)
12
Menonjol kea rah sub kutan, serabut penunjang yaitu serabut kolagen, elastic, dan serabut retikulus. Serabut kolagen tugasnya memberikan kekuatan pada kulit, dan serabut elastic tugasnya memberikan kelenturan pada kulit dan member kekuatan pada alat disekitar kelenjar dan folikel rambut. Sejalan dengan penambahan usia, deteriosasi normal pada simpul kolagen dan serat elastic mengakibatkan pengeriputan kulit.
Selain kedua stratum di atas, dermis juga mengandung beberapa turunan epidermis, yaitu folikel rambut, kelenjar keringat, dan kelenjar sebacea a. Rambut Tiap rambut terdiri atas batang rambut yang bebas dan akar rambut yang dikelilingi oleh folikel rambut yang berbentuk tabung. Folikel rambut yang aktif dan pangkalnya melebar disebut bulbus pili. Dibawah bulbus pili terdapat sebuah cekungan yang disebut papilla pili yang berisi jaringan ikat dermis dengan ujung-ujung saraf dan banyak sekali terdapat kapiler darah. Sel-sel epitel bulbus pili yang berada pada sekeliling papilla pili disebut matriks pili, yang kemudian akan berproliferasi dan berdiferensiasi membentuk rambut. b. Kelenjar-kelenjar kulit
Kelenjar sebasea, adalah turunan folikel rambut dan terdapat dalam dermis, kecuali pada tempat dimana rambut tidak tumbuh, seperti pada telapak tangan dan telapak kaki. Kelenjar sebasea merupakan kelenjar holokrin (seluruh sel dilepaskan sebagai sekret), yang melepaskan zat seperti minyak, disebut sebum, yang merupakan campuran trigliserida, kolesterol, dan lilin. Sebum berfungsi untuk mempertahankan tekstur lembut kulit tipis dan fleksibilitas rambut.
Kelenjar keringat, tersebar luas dalam kulit pada lapisan dermis atau dalam hipodermis. Dibedakan atas kelenjar merokrin (kelenjar tubulosa yang berkelok-kelok dan terdiri atas epitel selapis kubis, serta bermuara pada pori pori keringat pada permukaan kulit) dan kelenjar apokrin (kelenjar yang menuju folikel rambut, dengan secret yang dihasilkan lebih kental daripada sekret kelenjar merokrin, kelenjar ini aktif setelah pubertas). Persarafan kedua jenis kelenjar ini berbeda; kelenjar apokrin mendapat persarafan adrenergik, sedangkan kelenjar merokrin mendapat persarafan kolinergik.
13
c. Kuku Adalah lempeng keratin yang tersusun padat dan keras, dibentuk melalui proliferasi dan keratinisasi sel-sel epitel matriks kuku. Kuku berkembang dari epidermis, menutupi permukaan dorsal ujung phalanx dan menyusup ke mesenkim di bawahnya. Epitel membentuk lempeng kuku dan merupakan lapisan tanduk. Lempeng kuku terletak pada stratum korneum, sedangkan dasar kuku terletak pada stratum basal dan spinosum.
3. Subkutis atau hipodermis Subkutis terdiri dari kumpulan-kumpulan sel lemak dan diantaranya terdapat serabutserabut jaringan ikat dermis. Lapisan lemak ini disebut penikulus adipose yang tebalnya tidak sama. Kegunaan dari penikulus adipose adalah sebagai shokbreker atau pegas bila terjadi tekanan trauma mekanis yang menimpa pada kulit dan sebagai tempat penimbunan kalori serta tambahan untuk kecantikan tubuh. Di bawah subkutis terdapat selaput oto kemudian baru terdapat otot.
PERSARAFAN KULIT Kulit dipersarafi oleh saraf sensorik dan simpatis. Serat saraf sensoris berakhir pada kulit dalam berbagai bentuk yaiutu antara lain 4 :
Ujung saraf bebas
Pleksus saraf disekitar rambut
Korpuskel meissnerian, suatu struktur kecil yang tertutup ditemukan disekitar ujung saraf pada papilla.
Korpuskel paccinian, suatu struktur besar tertutup ditemukan disebelah dalam dermis.
Serat saraf simpatis mensyarafi arteriol, kelenjar keringat, dan muskulus erektor pili. Kulit juga seperti organ lain terdapat cabang-cabang saraf spinal dan permukaan yang terdiri dari saraf-saraf motorik berguna untuk menggerakkan sel-sel otot yang terdapat pada kulit, sedangkan saraf sensorik berguna untuk menerima rangsangan yang terdapat dari luar atau kulit. 4
14
Pada kulit ujung-ujung saraf sensorik ini membentuk bermacam-macam kegiatan untuk menerima rangsangan. Ujung-ujung saraf yang bebas menerima rangsangan sakit atau nyeri banyak terdapat di epidermis, isini ujung-ujung saraf mempunyai bntuk yang khas yang sudah merupakan suatu organ. 4
PEMBULUH DARAH Pleksus kapiler terdapat dibawah epidermis, di bawah dermis, pada papilla, dan disekitar kelenjar keringat, sebasea, folikel rambut. Terdapat cabang utama pembuluh darah pada dermis yaitu arteriol dan vena tanpa melewati kapiler.4
4.1 FISIOLOGI KULIT Fungsi utama kulit ialah proteksi, absorpsi, ekskresi, persepsi, pengaturan suhu tubuh (termoregulasi), pembentukan pigmen, pembentukan vitamin D, dan keratinisasi. 3
Proteksi : kulit menjaga bagian dalam tubuh terhadap gangguan fisis atau mekanis
(tekanan, gesekan, tarikan), gangguan kimiawi (zat-zat kimia yang terutama bersifat iritan, cth: lisol, karbol, asam dan alkali kuat lainya), gangguan yang bersifat panas (radiasi, sengatan sinar UV), dan gangguan infeksi luar (kuman/bakteri, jamur). Hal diatas dimungkinkan karena adanya bantalan lemak, tebalnya lapisan kulit dan serabut- serabut jaringan penunjang yang berperan sebagai pelindung terhadap gangguan fisis. Melanosit turut berperan dalam melindungi kulit terhadap pajanan sinar matahari dengan mengadakan tanning. Proteksi rangsangan kimia dapat terjadi karena sifat stratum korneum yang impermeabel terhadap berbagai zat kimia dan air, disamping itu terdapat lapisan keasaman kulit yang melindungi kontak zat-zat kimia dengan kulit. Lapisan keasaman kulit ini mungkin terbentuk dari hasil ekskresi keringat dan sebum, keasaman kulit menyebabkan pH kulit berkisar pada pH 5-6,5 sehingga merupakan perlindungan kimiawi terhadap infeksi bakteri maupun jamur. Proses keratinisasi juga berperan sebagai sawar (barrier) mekanis karena sel-sel mati melepaskan diri secara teratur.
Absorpsi: kulit yang sehat tidak mudah menyerap air, larutan dan benda padat, tetapi
cairan yang mudah menguap lebih mudah diserap, begitupun yang larut lemak. Permeabilitas kuli terhadap O2, CO2, dan uap air memungkinkan kulit ikut mengambil bagian pada fungsi respirasi. Kemampuan absorpsi kulit dipengaruhi oleh tebal tipisnya 15
kulit, hidrasi, kelembaban, metabolisme dan jenis vehikulum. Penyerapan dapat berlangsung melalui celah antar sel, menembus sel-sel epidermis atau melalui muara saluran kelenjar, tetapi lebih banyak yang melalui sel-sel epidermis daripada yang melalui muara kelenjar.
Ekskresi : kelenjar-kelenjar kulit mengeluarkan zat-zatyang tidak berguna lagi atau sisa
metabolisme dalam tubuh berupa NaCl, urea, asam urat, dan amonia. Kelenjar lemak pada fetus atas pengaruh hormon androgen dari ibunya memproduksi sebum untuk melindungi kulitnya terhadap cairan amnion, pada waktu lahir dijumpai sebagai vernix caseosa. Sebum yang diproduksi melindungi kulit karena lapisan sebum ini selain meminyaki kulit juga menahan evaporasi air yang berlebihan sehingga kulit tidak menjadi kering. Produk kelenjar lemak dan keringat di kulit menyebabkan keasaman kulit pada pH 5-6,5.
Persepsi : kulit mengandung ujung-ujung saraf sensorik di dermis dan subkutis. Terhadap
rangsangan panas diperankan oleh badan-badan Ruffini di dermis dan subkutis. Terhadap dingin diperankan oleh badan-badan Krause yang terletak di dermis. Badan taktil Meissner terletak di papila dermis berperan terhadap rabaan, demikian pula badan Merkel Ranvier yang terletak di epidermis. Sedangakan terhadap tekanan diperankan oleh badan Paccini di epidermis. Saraf-saraf sensorik tersebut lebih banyak jumlahnya di daerah yang erotik.
Pengaturan suhu tubuh (termoregulasi) : kulit melakukan peranan ini dengan cara
mengeluarkan keringat dan mengerutkan (otot berkontraksi) pembuluh darah kulit. Kulit kaya akan pembuluh darah sehingga memungkinkan kulit mendapatkan nutrisi yang cukup baik. Tonus vaskuler dipengaruhi oleh saraf simpatis (asetilkolin). Pada bayi biasanya diding pembuluh darah belum terbentuk sempurna, sehingga terjadi ekstravasasi cairan, karena itu kulit bayi tampak lebih edematosa karena lebih banyak mengandung air dan Na.
Pembentukan pigmen: sel pembentuk pigmen (melanosit), terletak di lapisan basal dan
sel ini berasal dari rigi saraf. Perbandingan jumlah sel basal : melanosit adalah 10: 1. Jumlah melanosit dan jumlah serta besarnya butiran pigmen (melanosomes) menentukan warna kulit ras maupun individu. Pada pulasan H.E. sel ini jernih berbentuk bulat dan 16
merupakan sel dendrit, disebut pula sebagai clear cell. Melanosom dibentuk oleh alat Golgi dengan bantuan enzim tirosinase, ion Cu dan O2. Pajanan terhadap sinar matahari mempengaruhi produksi melanosom. Pigmen disebar ke epidermis melalui tangan-tangan dendrit sedangkan kelapisan kulit dibawahnya dibawa oleh sel melanofag (melanofor). Warna kulit tidak sepenuhnya dipengaruhi oleh pigmen kulit, melainkan juga oleh tebal tipisnya kulit, reduksi Hb, oksi Hb, dan karoten.
Keratinisasi: lapisan epidermis dewasa mempunyai 3 jenis sel utama yaitu keratinosit,
sel Langerhans, dan melanosit. Keratinosit dimulai dari sel basal mengadakan pembelahan, sel basal yang lain akan berpindah ke atas dan berubah bentuknya menjadi sel spinosum, makin ke atas sel menjadi makin gepeng dan bergranula menjadi sel granulosum. Makin lama inti menghilang dan keratinosit iini menjadi sel tanduk yang amorf. Proses ini berlangsung terus menerus seumur hidu, dan sampai sekarang belum sepenuhnya dimengerti. Maltotsy berpendapat mungkin keratinosit melalui prosen sintesis dan degradasi menjadi lapisan tanduk. Proses ini berlangsung normal selama kirakira 14-21 hari dan memberi perlindungan kulit terhadap infeksi secara menkanis fisiologis.
Pembentukan vitamin D: dimungkinkan dengan mengubah 7 dihidroksi kolesterol
dengan pertolongan sinar matahari. Tetapi kebutuhan tubuh akan vitamin D tidak cukup hanya dari hal tersebut, sehingga pemberian vitamin D sistemik masih tetap diperlukan.
4.2 EFLORESENSI Menurut PRAKKEN (1966) yang disebut Efloresensi (ruam) dapat dibagi menjadi dua yaitu ;efloresensi primer yang mencakup: makula, papul, plak, urtika, nodus, nodulus, vesikel, bula, pustule dan kista. efloresensi sekunder mencakup: skuama, krusta, erosi, ulkus dan sikatriks.3 Efloresensi kulit dapat berubah pada waktu berlangsung penyakit. Proses tersebut dapat merupakan akibat biasa dalam proses perjalanan patologik. Kadang-kadang perubahan ini dapat dipengaruhi keadaan dari luar, misalnya trauma garukan, dan pengobatan yang diberikan, sehingga perubahan tersebut tidak biasa lagi. Dalam hal ini gambaran klinis morfologik penyakit menyimpang dari biasanya dan sulit dikenali. Demi kepentingan diagnosis penting sekali untuk mencari kelainan yang pertama (efloresensi primer), yang biasanya khas untuk penyakit tersebut. 17
Berikut adalah penjelasan tentang efloresensi primer 3: Makula
: kelainan kulit berbatas tegas berupa perubahan warna semata-mata.
Papul
: penonjolan diatas permukaan kulit, sirkumskrip, berukuran diameter kurang dari ½ centimeter, berisikan zat padat.
Plak
: peninggian diatas permukaan kulit, permukaannya rata dan beisi zat padat (biasanya infiltrate), diameternya 2cm atau lebih.
Urtika
: edema setempat yang timbul mendadak dan menghilang pelan-pelan
Nodus
: massa padat sirkumskrip, terletak di kutan atau subkutan, dapat menonjol , jika diameter lebih kecil dari 1cm disebut nodulus.
Vesikel
: gelembung berisi cairan serum, beratapm berukuran kurang dari ½ cm garis tengah, dan mempunyai dasar, vesikel berisi darah disebut vrsikel hemorhagik.
Bula
: vesikel yang beukuran lebih besar. Dikenal juga istilah bula hemorhagik, bula purulen, dan bula hipopion.
Pustule
: vesikel yang berisi nanah, bila nanah mengendap di bagian bawah vesikel disebut vesikel hipopion.
Kista
: ruangan berdinding dan berisi cairan, sel, maupun sisa sel. Kista terbentuk bukan akibat peradangan, walaupun kemudian dapat meradang. Dinding kista merupakan selaput yang terdiri dari jaringan ikatdan biasanya dilapisi sel epitel atau endotel. Kista terbentuk dair kelenjar yang melebar dan tertutup, saluran kelenjar, embuluh darah, saluran getah bening, atau epidermis. Isi kis ta terdiri atas hasil dindingnya, yaitu serum, getah bening, keringat, sebum, sel-sl epitel, lapisan tanduk, dan rambut.
Berikut adalah penjelasan tentang efloresensi sekunder 3 :
Skuama
: adalah lapisan stratum koreum yang terlepas dari kulit. Skuama dapat halus sebagai taburan tepung, maupun lapisan tebal dan luas sebagai lembaran kertas. Dapat dibedakan, misalnya pitiriasiformis (halus), psoriasiformis (berlapis-lapis), iktiosiformis (seperti ikan), kutikular (tipis), lamellar (berlapis), membranosa atau eksfoliative (lembaran-lembaran), dan keratolitik (terdiri atas zat tanduk)
Krusta
: adalah cairan badan yang mongering. Dapat bercampur dengan jaringan nekotik, maupun benda asing (kotoran, obat dan sebagainya). Warnanya ada 18
beberapa macam : kuning muda berasal dari serum, kuning kehiauan berasal dari pus, dan kehitaman berasal dari darah. Erosi
: kelainan kulit yang yang disebabkan kehilangan jaringan yang tidak melampaui stratum basal. Bila garukan lebih dalam lagi sehingga tergores sampai ujung papil, maka akan terlihat darah yang keluar selain serum, hilangnya jaringan sampai dengan stratum papilare disebut ekskoriasi.
Ulkus
: adalah hilangnya jaringan yang lebih dalam dari ekskoriasi. Ulkus dengan demikian mempunyai tepi, dinding, dasar dan isi.
Sikatriks
: terdiri atas jaringan tidak utuh, relief kulit tidak normal, permukaan kulit licin dan tidak terdapat adneksa kulit. Sikatriks dapat atrofik, kulit mencekung dan dpat hipertrofik, yang secara klinis terlihat menonjol karena kelebihan jaringan ikat.
4.3 PRURITUS Menurut Samuel Hafenreffer, pruritus atau gatal merupakan sensasi tidak nyaman yang memicu keinginan untuk menggaruk. Sensasi tidak nyaman ini bersifat subjektif dan sulit diukur. Penyebab pruritus dapat digolongkan menjadi: (1) pruritoseptif -- berasal dari kulit dan terjadi akibat adanya pruritogen, seperti kulit yang kering, terjadi inflamasi, serta terjadi kerusakan kulit. (2) neuropatik -- terjadi akibat terdapat lesi di jaras aferen penghantaran impuls, seperti neuralgia dan gangguan serebrovaskuler. (3) neurogenik -- gatal yang berasal dari pusat (sentral) tanpa disertai keadaan patologis. Contohnya adalah sumbatan kantung empedu yang akan meningkatkan kadar senyawa opioid yang akan memicu timbulnya pruritus. (4) psikogenik -- akibat aktivitas psikologis dan kebiasaan berulang. Misalnya, ketakutanterhadap parasit (parasitofobia) dapat menyebabkan sensasi gatal.
Jaras Nyeri Zat-zat kimia dan rangsangan fisik (mekanik) dapat memi cu terjadi pruritus. Stimulasi terhadap ujung saraf bebas yang terletak di dekat junction dermoepidermal yang bertanggung jawab untuk sensasi ini. Sinaps terjadi di akar dorsal korda spinalis (substansia grisea), bersinaps dengan neuron kedua yang menyeberang ke tengah, lalu menuju traktus spinotalamikus kontralateral
19
hingga berakhir di thalamus. Dari thalamus,terdapat neuron ketiga yang meneruskan rangsang hingga ke pusat persepsi di korteks serebri.
4.4 KANDIDIASIS DEFINISI Kandidiasis adalah penyakit jamur yang bersifat akut atau subakut disebabkan oleh spesies Candida, biasanya oleh Candida albicans dan dapat mengenai mulut, vagina, kulit, kuku, bronki, atau paru, kadang-kadang dapat menyebabkan septikemia, endokarditis, atau meningitis .
SINONIM : Kandidiasis adalah sebuah penyakit dimana sering juga disebut sebagai Candidosis, Moniliasis, Oidiomycosis, Trush
KLASIFIKASI Berdasarkan tempat yang terkena, kandidiasis dibagi sebagai berikut: Kandidosis selaput lendir : a.
Kandidosis oral (thrush)
b.
Perleche
c.
Vulvovaginitis
d.
Balanitis atau balanopostitis
e.
Kandidosis mukokutan kronik
f.
Kandidosis bronkopulmonar dan paru
Kandidosis kutis : a.
Lokalisata
: 1). daerah intertriginosa. 2). daerah perianal
b.
Generalisata
c.
Paronikia dan onikomikosis
d.
Kandidiasis kutis granulomatosa.
Kandidosis sistemik : a.
Endokarditis
b.
Meningitis
c.
Pielonefritis 20
d.
Septikemia
EPIDEMIOLOGI Penyakit ini ditemukan di seluruh dunia, dapat menyerang semua umur, baik laki-laki maupun perempuan. Hubungan ras dengan penyakit ini tidak jelas tetapi insiden diduga lebih tinggi di negara berkembang. Penyakit ini lebih banyak terjadi pada daerah tropis dengan kelembaban udara yang tinggi dan pada musim hujan sehubungan dengan daerah-daerah yang tergenang air.
ETIOLOGI Yang tersering sebagai penyebab adalah Candida albicans. Spesies patogenik yang lainnya adalah C. tropicalis C. parapsilosis, C. guilliermondii C. krusei, C. pseudotropicalis, C. lusitaneae. Genus Candida adalah grup heterogen yang terdiri dari 200 spesies jamur. Sebagian besar dari spesies candida tersebut patogen oportunistik pada manusia, walaupun mayoritas dari spesies tersebut tidak menginfeksi manusia. C. albicans adalah jamur dimorfik yang memungkinkan untuk terjadinya 70-80% dari semua infeksi candida, sehingga merupakan penyebab tersering dari candidiasis superfisial dan sistemik.5
PATOGENESIS Kelainan yang disebabkan oleh spesies kandida ditentukan oleh interaksi yang komplek antara patogenitas fungi dan mekanisme pertahanan pejamu. Faktor penentu patogenitas kandida adalah : 1.
Spesies : Genus kandida mempunyai 200 spesies, 15 spesies dilaporkan dapat
menyebabkan proses pathogen pada manusia. C. albicans adalah kandida yang paling tinggi patogenitasnya. 2.
Daya
lekat
:
Bentuk
hifa
dapat
melekat
lebih
kuat
daripada germtube,
sedang germtube melekat lebih kuat daripada sel ragi. Bagian terpenting untuk melekat adalah suatu glikoprotein permukaan atau mannoprotein. Daya lekat juga dipengaruhi oleh suhu lingkungan. 3.
Dimorfisme : C. albicans merupakan jamur dimorfik yang mampu tumbuh dalam
kultur sebagai blastospora dan sebagai pseudohifa. Dimorfisme terlibat dalam patogenitas kandida. Bentuk blastospora diperlukan untuk memulai suatu lesi pada jaringan dengan
21
mengeluarkan enzim hidrolitik yang merusak jaringan. Setelah terjadi lesi baru terbentuk hifa yang melakukan invasi. 4.
Toksin : Toksin glikoprotein mengandung mannan sebagai komponen toksik.
Glikoprotein khususnya mannoprotein berperan sebagai adhesion dalam kolonisasi jamur. Kanditoksin sebagai protein intraseluler diproduksi bila C. albicans dirusak secara mekanik. 5.
Enzim : Enzim diperlukan untuk melakukan invasi. Enzim yang dihasilkan oleh C.
albicans ada 2 jenis yaitu proteinase dan fosfolipid.
Mekanisme pertahanan pejamu : 1.
Sawar mekanik : Kulit normal sebagai sawar mekanik terhadap invasi kandida.
Kerusakan mekanik pertahanan kulit normal merupakan faktor predisposisi terjadinya kandidiasis. 2.
Substansi antimikrobial non spesifik : Hampir semua hasil sekresi dan cairan dalam
mamalia mengandung substansi yang bekerja secara non spesifik menghambat atau membunuh mikroba. 3.
Fagositosis dan intracellular killing : Peran sel PMN dan makrofag jaringan untuk
memakan dan membunuh spesies kandida merupakan mekanisme yang sangat penting untuk menghilangkan atau memusnahkan sel jamur. Sel ragi merupakan bentuk kandida yang siap difagosit oleh granulosit. Sedangkan pseudohifa karena ukurannya, susah difagosit. Granulosit dapat juga membunuh elemen miselium kandida. Makrofag berperan dalam melawan kandida melalui pembunuhan intraseluler melalui system mieloperoksidase (MPO). 4.
Respon imun spesifik : imunitas seluler memegang peranan dalam pertahanan
melawan infeksi kandida. Terbukti dengan ditemukannya defek spesifik imunitas seluler pada penderita kandidiasi mukokutan kronik, pengobatan imunosupresif dan penderita dengan infeksi HIV. Sistem imunitas humoral kurang berperan, bahkan terdapat fakta yang memperlihatkan titer antibodi antikandida yang tinggi dapat menghambat fagositosis.
Mekanisme imun seluler dan humoral : tahap pertama timbulnya kandidiasis kulit adalah menempelnya kandida pada sel epitel disebabkan adanya interaksi antara glikoprotein permukaan kandida dengan sel epitel. Kemudian kandida mengeluarkan zat keratinolitik (fosfolipase), yang menghidrolisis fosfolipid membran sel epitel. Bentuk pseudohifa kandida juga mempermudah invasi jamur ke jaringan. Dalam jaringan kandida mengeluarkan faktor kemotaktik neutrofil yang akan menimbulkan reaksi radang akut. Lapisan luar kandida mengandung mannoprotein yang bersifat antigenik sehingga akan mengaktifasi komplemen 22
dan merangsang terbentuknya imunoglobulin. Imunoglobulin ini akan membentuk kompleks antigen-antibobi di permukaan sel kandida, yang dapat melindungi kandida dari fungsi imunitas tuan rumah. Selain itu kandida juga akan mengeluarkan zat toksik terhadap netrofil dan fagosit lain.
Mekanisme non imun : interaksi antara kandida dengan flora normal kulit lainnya akan mengakibatkan persaingan dalam mendapatkan nutrisi seperti glukosa.
Menempelnya mikroorganisme dalam jaringan sel pejamu menjadi syarat mutlak untuk berkembangnya infeksi.Secara umum diketahui bahwa interaksi antara mikroorganisme dan sel pejamu diperantarai oleh komponen spesifik dari dinding sel mikroorganisme, adhesin dan reseptor. Manan dan manoprotein merupakan molekul-molekul Candida albicans yang mempunyai aktifitas adhesif. Khitin, komponen kecil yang terdapat pada dinding sel Candida albicans juga berperan dalam aktifitas adhesif. Pada umumnya Candida albicans berada dalam tubuh manusia sebagai saproba dan infeksi baru terjadi bila terdapat faktor predisposisi pada tubuh pejamu. Faktor predisposisi terjadinya infeksi ini meliputi faktor endogen maupun eksogen, antara lain : Faktor endogen : a.
Perubahan fisiologik Kehamilan, karena perubahan pH dalam vagina Kegemukan, karena banyak keringat Debilitas Iatrogenik Endokrinopati, gangguan gula darah kulit Penyakit kronik : tuberkulosis, lupus eritematosus dengan keadaan umum yang buruk.
b.
Umur : orang tua dan bayi lebih sering terkena infeksi karena status imunologiknya tidak sempurna
c.
Imunologik : penyakit genetik.
Faktor eksogen : a.
Iklim, panas, dan kelembaban menyebabkan perspirasi meningkat
b.
Kebersihan kulit
c.
Kebiasaan berendam kaki dalam air yang terlalu lama menimbulkan maserasi dan memudahkan masuknya jamur. 23
d.
Kontak dengan penderita, misalnya pada thrush, balanopostitis.
Faktor predisposisi berperan dalam meningkatkan pertumbuhan Candida albicans serta memudahkan invasi jamur ke dalam jaringan tubuh manusia karena adanya perubahan dalam sistem pertahanan tubuh. Blastospora berkembang menjadi hifa semu dan tekanan dari hifa semu tersebut merusak jaringan, sehingga invasi ke dalam jaringan dapat terjadi. Virulensi ditentukan oleh kemampuan jamur tersebut merusak jaringan serta invasi ke dalam jaringan. Enzim-enzim yang berperan sebagai faktor virulensi adalah enzim-enzim hidrolitik seperti proteinase, lipase dan fosfolipase. Pada manusia, Candida albicans sering ditemukan di dalam mulut, feses, kulit dan di bawah kuku orang sehat. Candida albicans dapat membentuk blastospora dan hifa, baik dalam biakan maupun dalam tubuh. Bentuk jamur di dalam tubuh dianggap dapat dihubungkan dengan sifat jamur, yaitu sebagai saproba tanpa menyebabkan kelainan atau sebagai parasit patogen yang menyebabkan kelainan dalam jaringan. Penyelidikan lebih lanjut membuktikan bahwa sifat patogenitas tidak berhubungan dengan ditemukannya Candida albicans dalam bentuk blastospora atau hifa di dalam jaringan. Terjadinya kedua bentuk tersebut dipengaruhi oleh tersedianya nutrisi, yang dapat ditunjukkan pada suatu percobaan di luar tubuh. Pada keadaan yang menghambat pembentukan tunas dengan bebas, tetapi yang masih memungkinkan jamur tumbuh, maka dibentuk hifa. Rippon (1974) mengemukakan bahwa bentuk blastospora diperlukan untuk memulai suatu lesi pada jaringan. Sesudah terjadi lesi, dibentuk hifa yang melakukan invasi. Dengan proses tersebut terjadilah reaksi radang. Pada kandidosis akut biasanya hanya terdapat blastospora, sedang pada yang menahun didapatkan miselium. Kandidosis di permukaan alat dalam biasanya hanya mengandung blastospora yang
berjumlah
besar,
pada
stadium
lanjut
tampak
hifa.
Hal ini dapat dipergunakan untuk menilai hasil pemeriksaan bahan klinik, misalnya dahak, urin untuk menunjukkan stadium penyakit. Kelainan jaringan yang disebabkan oleh Candida albicans dapat berupa peradangan, abses kecil atau granuloma. Pada kandidosis sistemik, alat dalam yang terbanyak terkena adalah ginjal, yang dapat hanya mengenai korteks atau korteks dan medula dengan terbentuknya abses kecil-kecil berwarna keputihan. Alat dalam lainnya yang juga dapat terkena adalah hati, paru-paru, limpa dan kelenjar gondok. Mata dan otak sangat jarang terinfeksi. Kandidosis jantung berupa proliferasi pada katup-katup atau granuloma pada dinding pembuluh darah koroner atau miokardium. Pada saluran pencernaan tampak nekrosis atau ulkus yang kadang-kadang sangat kecil sehingga sering tidak terlihat
24
pada pemeriksaan. Manifestasi klinik infeksi Candida albicans bervariasi tergantung dari organ yang diinfeksinya. 6
25
KESIMPULAN
26
TINJAUAN PUSTAKA 1. Zuber TJ, Baddam K. Superficial fungal infection of skin. Postgraduate Medicine 2001
Jan;109(1).
available
from:
URL:
http://www.postgraduated.com/issues/2001/01_01/zuber.htm 2. Adiguna MS. Epidemiologi Dermatomikosis di Indonesia. Dalam: Budimulya U, Kuswadji, Bramono K, Menaldi SL, Dwihastusi P, Widati S, editor. Dermatomikosis superfisialis. Jakarta: Balai Pustaka FKUI; 2001. h. 1-6. 3. Sularsito, S.A dan Suria Djuanda, editors. Dermatitis. In: Djuanda A, Mochtar H, Aisah S, editors. Ilmu penyakit kulit dan Kelamin. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2010.p.131 4. Setiadi. 2007. Anatomi & Fisiologi Manusia. Ed 1. Yogyakarta : Graha Ilmu. p 28-36 5. Kuswadji. Kandidosis. Dalam : Djuanda A., Hamzah M., Aishah S., Ilmu Penyakit Kulit
dan
Kelamin. Edisi
IV,
Balai
Penerbit
Fakultas
Kedokteran
Universitas Indonesia, Jakarta, 2010. Pp:1036-7 6. Sandy S Suharno. Tantien Nugrohowati, Evita H. F. Kusmarinah.
Mekanisme
Pertahanan Pejamu pada Infeksi Kandida. Dalam : Media Dermato-venereologica Indonesiana, Jakarta, 2000 ; 187-92
27