DAFTAR ISI
A. PENDAHULUAN Pada era globalisasi sekarang ini, persaingan yang sangat tajam terjadi baik di pasar domestik maupun di pasar internasional/global. Agar perusahaan dapat berkembang dan paling tidak bisa bertahan hidup, perusahaan tersebut harus mampu menghasilkan produk barang dan jasa dengan mutu yang lebih baik, harganya lebih murah, promosi lebih efektif, penyerahan barang ke konsumen lebih cepat, dan dengan pelayanan yang lebih baik apabila dibandingkan dengan para pesaingnya.
Kondisi demikian mempunyai arti, bahwa perusahaan yang akan memenangkan persaingan dalam segmen pasar yang telah dipilih harus mampu mencapai tingkat mutu, bukan hanya mutu produknya, akan tetapi mutu ditinjau dari segala aspek, seperti mutu bahan mentah dan pemasok harus bagus (bahan baku yang jelek akan menghasilkan produk yang jelek pula), mutu sumber daya manusia (tenaga kerja) yang mampu bekerja secara efisien sehingga harga produk bias lebih murah dari pada harga pesaingnya, promosi yang efektif (bermutu), sehingga mampu memikat para pembeli sehingga pada gilirannya akan meningkatkan jumlah pembeli. Mutu distribusi yang mampu menyerahkan produk sesuai dengan waktu yang dikehendaki oleh pembeli, serta mutu karyawan yang mampu melayani pembeli dengan memuaskan. Inilah yang dimaksud mutu terpadu secara menyeluruh (total quality).
Banyak
perusahaan
Jepang
yang
memperoleh
sukses
global,
karena
memasarkan produk yang sangat bermutu. Bagi perusahaan/organisasi ingin mengikuti perlombaan bersaing untuk meraih laba/manfaat tidak ada jalan lain kecuali harus menerapkan Total Quality Management. Philip Kolter (1994) mengatakan : “Quality is our best assurance of custemer allegiance, our strongest
defence against foreign competition and the only path to sustair growth and earnings”.
Ada hubungan yang erat antara mutu produk (barang dan jasa), kepuasan pelanggan, dan laba perusahaan. Makin tinggi mutu suatu produk, makin tinggi pula kepuasan pelanggan dan pada waktu yang bersamaan akan mendukung harga yang tinggi dan seringkali biaya rendah. Oleh karena itu program perbaikan mutu bertujuan menaikkan laba. Dari penelitian membuktikan ada korelasi yang kuat antara mutu dengan laba yang dapat diraih oleh perusahaan.
Sesuai dengan judul di atas tulisan ini akan membahas tentang Total Quality Management atau Manajemen Mutu Terpadu dan hal-hal yang berkaitan dengannya, yang akan terlihat pada tulisan berikut. Sejarah Tentang Mutu : Pada mulanya mutu produk ditentukan oleh produsen. Pada perkembangan selanjutnya, mutu produk ditentukan oleh pembeli, dan produsen mengetahuinya bahwa produk itu bermutu bagus yang memang dapat dijual, karena produk tersebut dibutuhkan oleh pembeli dan bukan menjual produk yang dapat diproduksi. Perkembangan
mutu
terpadu
pada
mulanya
sebagai
suatu
system,
perkembangan di Amerika Serikat. Buah pikiran mereka pada mulanya kurang diperhatikan oleh masyarakat, khususnya masyarakat bisnis. Namun beberapa dari mereka merupakan pemegang kunci dalam pengenalan dan pengembangan konsep mutu. Sejak 1980 keterlibatan mereka dalam manajemen terpadu telah dihargai di seluruh dunia.
1. DEFINISI MUTU Berikut beberapa definisi mengenai mutu : Konvensional
: Menggambarkan karakteristik langsung dari suatu produk seperti
performansi ( Performance ), Kehandalan ( Reliability ), Mudah dalam penggunaan ( Easy of Use ), Estetika ( Esthetics ), dan sebagainya.
Strategik : Segala sesuatu yang mampu memenuhi keinginan atau kebutuhan pelanggan ( Meeting the need of customer ).
ISO 8405 : Totalitas dan karakteristik suatu produk yang menunjang kemampuan untuk memuaskan kebutuhan yang telah dispesifikasikan atau ditetapkan.
ISO 9000 : 2000 : Derajat/tingkat karakteristik yang melekat pada produk yang mencukupi persyaratan/keinginan
MUTU menurut beberapa pakar ( Ahli ) : Philip B. Crosby
; Mutu berarti kesesuaian terhadap persyaratan
seperti jam tahan air, sepatu tahan lama, dokter yang ahli, dimana menggambarkan pentingnya setiap orang pada proses dalam organisasi – Top down. W. Edward Deming
; Mutu berarti pemecahan masalah untuk mencapai
penyempurnaan terus-menerus, seperti penerapan Kaizen di Toyota dan Gugus Kendali Mutu pada Telkom – Bottom Up
Joseph M. Juran
; Mutu berarti kesesuaian dengan penggunaan
seperti sepatu yang dirancang untuk olah raga, orientasi pada pemenuhan harapan pelanggan. K. Ishikawa
; Mutu berarti kepuasan pelanggan, dimana setiap
bagian proses dalam organisasi memiliki pelanggan, kepuasan pelanggan internal akan menyebabkan kepuasan pelanggan organisasi.
2. TOTAL QUALITY MANAGEMENT ( TQM ) Total Quality Management merupakan suatu pendekatan manajemen yang berkembang dari Amerika Serikat, dipelopori oleh pakar kualitas: Deming, Juran, dan Crosby dari tahun 1950 dan lebih populer sejak tahun 1980-an, diimplementasikan secara luas untuk meningkatkan daya saing perusahaan. Ada beberapa definisi Total Quality Management yang disingkat TQM menurut pendapat beberapa para ahli adalah sebagai berikut : Dipietro (1993;Greg et al,1994) sebagai konsep perbaikan yang dilakukan secara terus menerus, yang melibatkan semua karyawan di setiap level organisasi, untuk mencapai kualitas yang „exellent‟ dalam semua aspek organisasi melalui proses
manajemen. Hashmi (2004:1), TQM adalah filosofi manajemen yang mencoba mengintegrasikan semua fungsi oganisasi (pemasaran, keuangan, desain, rekayasa, produksi, pelayanan konsumen, dsb.), terfokus untuk memenuhi keinginan konsumen dan tujuan organisasi. Crosby berpendapat TQM adalah strategi dan integrasi sistem manajemen untuk meningkatkan kepuasan konsumen, mengutamakan keterlibatan seluruh manajer dan karyawan, serta menggunakan metode kuantitatif (Bhat dan Cozzolino, 1993:106-107).
Dale (2003: 26) mendefinisikan TQM adalah kerja sama yang saling menguntungkan dari semua orang dalam organisasi dan dikaitkan dengan proses bisnis untuk menghasilkan nilai produk dan pelayanan yang melampaui kebutuhan dan harapan konsumen. Tjiptono dan Diana (2001: 4)
TQM merupakan pendekatan dalam menjalankan
usaha yang mencoba memaksimumkan daya saing organisasi melalui perbaikan terus menerus atas produk, jasa, manusia, proses dan lingkungannya. Direktorat Bina Produktivitas (1998:3) merumuskan TQM sebagai suatu sistem manajemen untuk meningkatkan kualitas dan produktivitas dengan menggunakan pengendalian kualitas dalam pemecahan masalah, mengikut sertakan seluruh karyawan untuk memberikan kepuasan kepada pelanggan. Pengertian TQM secara mendetail (Handoko, 1998) adalah : 1. Total: TQM merupakan strategi organisasional menyeluruh yang melibatkan semua jenjang dan jajaran manajemen dan karyawan, bukan hanya pengguna akhir dan pembeli eksternal saja, tetapi juga pelanggan internal, pemasok, bahkan personalia pendukung. 2. Kualitas: TQM lebih menekankan pelayanan kualitas, bukan sekedar produk bebas cacat. Kualitas didefinisikan oleh pelanggan, ekspektasi pelanggan bersifat individual, tergantung pada latar belakang sosial ekonomis dan karakteristik demografis. 3. Manajemen: TQM merupakan pendekatan manajemen, bukan pendekatan teknis pengendalian kualitas yang sempit.
KONSEP TQM
Adapun konsep-konsea tentang mutu terpadu secara garis besar dapat dikemukakan berikut ini.
1. F.W. Taylor (1856-1915) Seorang insiyur mengembangkan satu seri konsep yang merupakan dasar dari pembagian kerja (devision of work). Analisis dengan pendekatan gerak dan waktu (time and motion study) untuk pekerjaan manual, memperoleh gelar “Bapak Manajemen Ilmiah” (The Farther of Scientific Management). Dalam bukunya tersebut Taylor menjelaskan beberapa
elemen tentang teori manajemen, yaitu :
Setiap orang harus mempunyai tugas yang jelas dan harus diselesaikan dalam satu hari.
Pekerjaan harus memiliki peralatan yang standar untuk menyelesaikan tugas yang menjadi bagiannya.
Bonus dan intensif wajar diberikan kepada yang berprestasi maksimal.
Penalti yang merupakan kerugian bagi pekerjaan yang tidak mencapai sasaran yang telah ditentukan (personal loss). Taylor memisahkan perencanaan dari perbaikan kerja dan dengan demikian memisahkan pekerjaan dari tanggung
jawab untuk memperbaiki kerja. 2. Shewhart (1891-1967) Adalah seorang ahli statistik yang bekerja pada “Bell Labs” selama periode 1920-1930. Dalam bukunya “The Economic Control of Quality Manufactured Products”, merupakan suatu kontribusi yang menonjol dalam usaha untuk memperbaiki mutu barang hasil pengolahan. Dia mengatakan bahwa variasi terjadi pada setiap segi pengolahan dan variasi dapat dimengerti melalui penggunaan alat statistik yang sederhana. Sampling dan probabilitas digunakan untuk membuat control chart untuk memudahkan para pemeriksa mutu, untuk memilih produk mana yang memenuhi mutu dan tidak. Penemuan Shewhart sangat menarik bagi Deming dan Juran, dimana kedua sarjana ini ahli dalam bidang statistik. 3. Edward Deming Lahir tahun 1900 dan mendapat Ph. D pada 1972 sangat menyadari bahwa ia telah memberikan pelajaran tentang pengendalian mutu secara statistik kepada para insinyur bukan kepada para manajer yang mempunyai wewenang untuk memutuskan. Katanya : “Quality is not determined on the shop floor but in the executive suite”. Pada 1950, beliau diundang oleh, “The Union to Japanese Scientists and Engineers (JUSE)” untuk memberikan ceramah tentang mutu. Pendekatan Deming dapat disimpulkan
sebagai berikut :
Quality is primarily the result of senior management actions and not the results of actions taken by workers.
The system of work that determines how work is performed and only managers can create system.
Only manager can allocate resources, provide training to workers, select the equipment and tools that worekers use, and provide the plant and environment necessary to achieve quality.
Only senior managers determine the market in which the firm will participate and what product or service will be solved. Hal ini berarti bahwa tanpa keterlibatan pimpinan secara aktif tidak mungkin tercapai manajemen mutu terpadu.
4. Prof Juran Mengunjungi Jepang pada tahun 1945. Di Jepang Juran membantu pimpinan Jepang di dalam menstrukturisasi industri sehingga mampu mengekspor produk ke pasar dunia. Ia membantu Jepang untuk mempraktekkan konsep mutu dan alat-alat yang dirancang untuk pabrik ke dalam suatu seri konsep yang menjadi dasar bagi suatu “management process” yang terpadu. Juran mendemonstrasikan tiga proses manajerial untuk mengelola keuangan suatu organisasi
yang dikenal dengan trilogy Juran yaitu, Finance Planning, Financial control, financial improvement . Adapun rincian trilogy itu sebagai berikut :
Quality planning, suatu proses yang mengidentifikasi pelanggan dan proses yang akan menyampaikan produk dan jasa dengan karakteristik yang tepat dan kemudian mentransfer pengetahuan ini ke seluruh kaki tangan perusahaan guna memuaskan pelanggan.
Quality control, suatu proses dimana produk benar-benar diperiksa dan dievaluasi, dibandingkan dengan kebutuhankebutuhan yang diinginkan para pelanggan. Persoalan yang telah diketahui kemudian dipecahkan, misalnya mesinmesin rusak segera diperbaiki.
Quality improvement, suatu proses dimana mekanisme yang sudah mapan dipertahankan sehingga mutu dapat dicapai berkelanjutan. Hal ini meliputi alokasi sumber-sumber, menugaskan orang-orang untuk menyelesaikan proyek mutu, melatih para karyawan yang terlibat dalam proyek mutu dan pada umumnya menetapkan suatu struktur permanen untuk mengejar mutu dan mempertahankan apa yang telah dicapai sebelumnya.
Uraian tokoh-tokoh mutu di atas sekedar menggambarkan secara singkat saja. Masih banyak para sarjana di bidang mutu yang tidak sempat ditulis pada kesempatan ini. Yang jelas para sarjana tersebut sependapat bahwa konsep : “pentingnya perbaikan mutu secara terus menerus bagi setiap produk walaupun tehnik yang diajarkan berbeda- beda”. Kini
sampailah pada pengertian mutu yang diambil dari America Society for Quality Control yang mengatakan : Quality is the totality of features and characteristics of a product or service that bear on its ability to satisty stated of implied needs (Kotler : 1994).
Definisi di atas berkonotasi kepada pelanggan. Produk bermutu kalau dapat memuaskan para pelanggan yang mengkonsumsi produk tersebut.
Manajemen Mutu Terpadu Kita sependapat bahwa mutu tidak ditentukan oleh pekerjaan di bengkel atau oleh tehnis pemberi jasa yang bekerja melayani pelanggan akan tetapi ditentukan oleh para manajer senior suatu organisasi yang berkat posisi yang dimilikinya bertanggung jawab kepada pelanggan, karyawan, pemasok dan pemegang saham untuk keberhasilan suatu usaha. Manajer senior ini mengalokasikan implementasi proses manajemen yang memungkinkan perusahaan memenuhi visi dan misi mereka. Dengan mengkombinasikan prinsip-prinsip tentang mutu oleh para ahli dengan pengalaman praktek telah dicapai pengembangan suatu model sederhana akan tetapi sangat efektif untuk mengimplementasikan manajemen mutu terpadu. Model tersebut terdiri dari komponen-komponen berikut : Perbaikan terus menerus, artinya mutu selalu diperbaiki dan d isesuaikan dengan perubahan yang menyangkut kebutuhan
Tujuan
:
Prinsip
:
Fokus pada pelanggan, perbaikan proses d an keterlibatan total.
Elemen
:
Kepemimpinan, pendidikan dan pelatihan, struktur pendukung, komunikasi, ganjaran dan pengakuan serta pengukuran.
dan keinginan para pelanggan.
Model di atas dibentuk berdasarkan tiga prinsip mutu terpadu yaitu :
Fokus kepada pelanggan, baik pelanggan internal maupun eksternal.
Fokus pada perbaikan proses kerja untuk memproduksi secara konsisten produk yang dapat diterima.
Fokus yang memanfaatkan bakat para karyawan.
Tiga prinsip mutu Tiga prinsip mutu yang di atas yaitu : 1. Fokus pada pelanggan Mutu berdasarkan pada konsep bahwa setiap orang mempunyai pelanggan dan bahwa kebutuhan dan harapan pelanggan harus dipenuhi setiap saat kalau organisasi/perusahaan secara keseluruhan bermaksud memenuhi kebutuhan pelanggan eksternal (pembeli). 2. Perbaikan proses Konsep perbaikan terus menerus dibentuk berdasarkan pada premisi suatu seri (urutan) langkah-langkah kegiatan yang berkaitan dengan menghasilkan output seperti produk berupa barang dan jasa. Perhatian secara terus menerus bagi setiap langkah dalam proses kerja sangat penting untuk mengurangi keragaman dari output dan memperbaiki keandalan. Tujuan pertama perbaikan secara terus menerus ialah proses yang handal, dalam arti bahwa dapat diproduksi yang diinginkan setiap saat tanpa variasi yang diminimumkan. Apabila keragaman telah dibuat minimum dan hasilnya belum dapat diterima maka tujuan kedua dari perbaikan proses ialah merancang kembali proses tersebut untuk memproduksi output yang lebih dapat memenuhi kebutuhan pelanggan, agar pelanggan puas. 3. Keterlibatan total Pendekatan ini dimulai dengan kepemimpinan manajemen senior yang aktif dan mencakup usaha yang memanfaatkan bakat semua karyawan dalam suatu organisasi untuk mencapai suatu keunggulan kompetitif (competitive advantage) di pasar yang dimasuki. Karyawan pada semua tingkatan diberi wewenang/kuasa untuk memperbaiki output melalui kerjasama dalam struktur kerja baru yang luwes (fleksibel) untuk memecahkan persoalan, memperbaiki proses dan memuaskan pelanggan. Pemasok juga dilibatkan dan dari waktu ke waktu menjadi mitra melalui kerjasama dengan para karyawan yang telah diberi wewenang/kuasa yang dapat
menguntungkan organisasi/perusahaan. Pada waktu yang sama keterlibatan pimpinan bekerjasama dengan karyawan yang telah diberi kuasa tersebut.
Elemen pendukung dalam TQM Elemen-elemen pendukung dimaksud adalah : 1. Kepemimpinan Manajer senior harus mengarahkan upaya pencapaian tujuan dengan memberikan, menggunakan alat dan bahan yang komunikatif, menggunakan data dan menggali siapa-siapa yang berhasil menerapkan konsep manajemen mutu terpadu. Ketika memutuskan untuk menggunakan MMT/TQM sebagai kunci proses manajemen, peranan manajer senior sebagai penasihat, guru dan pimpinan tidak bisa diremehkan. Pimpinan Senior suatu organisasi harus sepenuhnya menghayati implikasi manajemen di dalam suatu ekonomi internasional di mana manajer yang paling berhasil, paling mampu dan paling hebat pendidikannya di dunia, harus diperebutkan melalui persaingan yang ketat. Kenyataan hidup yang berat ini akan menyadarkan manajer senior mengakui bahwa mereka harus mengembangkan secara partisipatif, baik misi dan visi mereka maupun proses manajemen, yang dapat mereka pergunakan untuk mencapai keduanya. Pimpinan bisnis harus mengerti bahwa MMT adalah suatu proses yang terdiri dari tiga prinsip dan elemen-elemen pendukung yang harus mereka kelola agar mencapai perbaikan mutu yang berkesinambungan sebagai kunci keunggulan bersaing. 2. Pendidikan dan Pelatihan Mutu didasarkan pada ketrampilan setiap karyawan yang pengertiannya tentang apa yang dibutuhkan oleh pelanggan ini mencakup mendidik dan melatih semua karyawan, memberikan baik informasi yang mereka butuhkan untuk menjamin perbaikan mutu dan memecahkan persoalan. Pelatihan inti ini memastikan bahwa suatu bahasa dan suatu set alat yang sama akan diperbaiki di seluruh perusahaan. Pelatihan tambahan pada bench marking, statistik dan teknik lainnya juga dipergunakan dalam rangka mencapai kepuasan pelanggan yang paripurna. 3. Struktur Pendukung Manajer senior mungkin memerlukan dukungan untuk melakukan perubahan yang dianggap perlu melaksanakan strategi pencapaian mutu. Dukungan semacam ini mungkin diperoleh dari luar melalui konsultan, akan tetapi lebih baik kalau diperoleh dari dalam organisasi itu sendiri. Suatu staf pendukung yang kecil dapat membantu tim manajemen senior untuk mengartikan konsep mengenai mutu, membantu melalui “network” dengan manajer mutu di bagian lain dalam organisasi dan membantu sebagai narasumber mengenai topik-topik yang berhubungan dengan mutu bagi tim manajer senior. 4. Komunikasi Komunikasi dalam suatu lingkungan mutu mungkin perlu ditempuh dengan cara berbeda-beda agar dapat berkomunimasi kepada seluruh karyawan mengenai suatu komitmen yang sungguh-sungguh untuk melakukan perubahan dalam usaha peningkatan mutu. Secara ideal manajer harus bertemu pribadi dengan para karyawan untuk menyampaikan informasi, memberikan pengarahan, dan menjawab pertanyaan dari setiap karyawan. 5. Ganjaran dan Pengakuan Tim individu yang berhasil menerapkan proses mutu harus diakui dan mungkin diberi ganjaran, sehingga karyawan lainnya sebagai anggota organisasi akan mengetahui apa yang diharapkan. Gagal mengenali seseorang mencapai sukses dengan menggunakan proses menejemen mutu terpadu akan memberikan kesan bahwa ini bukan arah menuju pekerjaan yang sukses, dan menungkinkan promosi atau sukses individu secara menyeluruh. Jadi pada dasarnya karyawan yang berhasil mencapai mutu tertentu harus diakui dan diberi ganjaran agar dapat menjadi panutan/contoh bagi karyawan lainnya. 6. Pengukuran Penggunaan data hasil pengukuran menjadi sangat penting di dalam menetapkan proses manajemen mutu. Jelaskan, pendapat harus diganti dengan data dan setiap orang harus diberitahu bahwa yang penting bukan yang dipikirkan akan tetapi yang diketahuinya berdasarkan data. Di dalam menentukan penggunaan data, kepuasan pelanggan eksternal harus diukur untuk menentukan seberapa jauh pengetahuan pelanggan bahwa kebutuhan mereka benar-benar dipenuhi.
Pengumpulan data pelanggan memberikan suatu tujuan dan penilaian kinerja yang realistis serta sangat berguna di dalam memotivasi setiap orang/karyawan untuk mengetahui persoalan yang sebenarnya. Di samping keenam elemen pendukung di atas, maka ada unsure yang tidak bisa diabaikan yaitu gaya kepemimpinan dalam organisasi/perusahaan bersangkutan. Suatu cara/gaya bagaimana seorang manajer sebagai seorang pimpinan melakukan sesuatu sangat berpengaruh pada pelaksanaan tugas yang dilakukan oleh bawahan/karyawan. Terdapat 13 hal yang perlu dimiliki oleh seorang pimpinan dalam manajemen mutu terpadu yaitu :
Pimpinan mendasarkan keputusan pada data, bukan hanya pendapat saja.
Pimpinan merupakan pelatih, dan fasilitator bagi setiap individu/bawahan.
Pimpinan harus secara aktif terlibat dalam pemecahan masalah yang dihadapi oleh bawahan.
Pimpinan harus bisa membangun komitmen, yang menjamin bahwa setiap orang memahami misi, visi, nilai dan target perusahaan yang jelas.
Pimpinan dapat membangun dan memelihara kepercayaan
Pimpinan harus paham betul untuk mengucapkan terima kasih kepada bawahan yang berhasil/berjasa
Aktif mengadakan kaderisasi melalui pendidikan dan pelatihan yang terprogram
Berorientasi selalu pada pelanggan internal/eksternal
Pendai menilai situasi dan kemampuan orang lain secara tepat
Dapat menciptakan suasana kerja yang sangat menyenangkan
Mau mendengar dan menyadari kesalahan
Selalu berusaha memperbaiki system dan banyak berimprovisasi
Bersedia belajar kapan saja dan di mana saja
Bagaimana Penerapannya di Indonesia? Berdasarkan data yang ada telah dibuktikan penerapan manajemen mutu terpadu telah berhasil dengan baik di Jepang kalau dilaksanakan secara konsekuen, sehingga membuktikan produk Jepang telah menbanjiri pasar, terutama di Amerika Serikat untuk produk mobil dan elektronik, walaupun cikal bakal manajemen mutu berasal dari negara Paman Sam tersebut. Sukses ekonomi luar biasa ini rupakan menyadarkan Amerika Serikat untuk menerapkan manajemen mutu terpadu. Hal ini kemudian diikuti oleh negara-negara di Eropa dan Timur Tengah dalam tingkat perintisan. Mungkinkah TQM dapat diterapkan di Indonesia? Jawabnya mungkin saja kalau dipenuhi syarat-syarat berikut : Setiap perusahaan/organisasi harus secara terus meneurus melakukan perbaikan mutu produk dan pelayanan,
sehingga dapat memuaskan para pelanggan.
Memberikan kepuasan kepada pemilik, pemasok, karyawan dan para pemegang saham.
Memiliki wawasan jauh kedepan dalam mencari laba dan memberikan kepuasan.
Fokus utama ditujukan pada proses, baru menyusul hasil.
Menciptakan kondisi di mana para karyawan aktif berpartisipasi dalam menciptakan keunggulan mutu.
Ciptakan kepemimpinan yang berorientasi pada bawahan dan aktif memotivasi karyawan bukan dengan cara otoriter, sehingga di peroleh suasan kondusif bagi lahirnya ide-ide baru.
Rela memberikan ganjaran, pengakuan bagi yang sukses dan mudah memberikan maaf bagi yang belum berhasil/berbuat salah.
Setiap keputusan harus berdasarkan pada data, baru berdasarkan pengalaman/ pendapat.
Setiap langkah kegiatan harus selalu terukur jelas, sehingga pengawasan lebih mudah.
Program pendidikan dan pelatihan hendaknya menjadi urutan utama dalam upaya peningkatan mutu.
B. Manfaat TQM
Dengan perbaikan kualitas berkesinambungan, perusahaan akan dapat memperbaiki posisi persaingan. Dengan posisi yang lebih baik akan meningkatkan pangsa pasar dan menjamin harga yang lebih tinggi. Hal ini akan memberikan penghasilan lebih tinggi dan secara otomatis laba yang diperoleh akan lebih meningkat. Upaya perbaikan kualitas akan menghasilkan peningkatan output yang bebas dari kerusakan atau mengurangi produk yang cacat. Berkurangnya produk yang cacat berarti berkurang pula biaya operasi yang dikeluarkan perusahaan sehingga akan diperoleh laba yang semakin besar. Manfaat TQM dalam jangka panjang, manfaat utama penerapan TQM pada sektor publik adalah perbaikan pelayanan, pengurangan biaya dan kepuasan pelanggan. Perbaikan progresif dalam sistem manajemen dan kualitas pelayanan menghasilkan peningkatan kepuasan pelanggan.
C. TQM dan Satisfaction (Kepuasan Konsumen Dan Kepuasan Karyawan) TQM menghadirkan proses yang mana secara luas digunakan oleh perusahaan untuk meningkatkan daya saing perusahaan. Tujuan pembelajaran adalah meneliti hubungan antar TQM, capaian bisnis dan kepuasan pelanggan didalam perusahaan dan menguji apakah ada efek kepuasan pelanggan yang penting pada capaian bisnis. Suatu model telah diadopsi untuk meneliti hubungan ke tiga konsep. Gunakan contoh terdiri dari 101 perusahaan manufaktur dari 18 industri, studi yang dianalisa apakah TQM praktek dengan mantap mempengaruhi kepuasan pelanggan, TQM praktek dengan mantap mempengaruhi capaian bisnis mempengaruhi capaian bisnis itu.
dan apakah pelanggan kepuasan dengan mantap
Sebelum analisa pada hipotesis, TQM praktek mempunyai
pengaruh penting pada kepuasan pelanggan dan bisnis, kepuasan pelanggan memberi pengaruh yang tidak penting pada bisnis Globalisasi telah menyebabkan hilangnya batas ekonomi antara negara satu dengan negara lain. Keadaan ini menyebabkan dunia bisnis Indonesia makin menghadapi banyak tantangan. Tantangan ini muncul baik dari dalam negeri maupun dari luar negeri. Dari dalam negeri, terjadi persaingan diantara perusahaan, dan industri. Bentuk persaingan dapat berupa perang harga, promosi maupun perang dalam pelayanan purna jual. Dari luar negeri, banyak produk yang masuk ke Indonesia, tentunya dengan harga yang lebih murah serta desain yang lebih menarik, misalnya produk otomotif dan mainan anak buatan Cina. Guna menghadapi persaingan tersebut, maka perusahaan maupun industri di Indonesia harus mempunyai keunggulan daya saing bagi produk-produknya. Untuk memperoleh keunggulan daya saing dalam skala global, suatu perusahaan dituntut harus mampu menyajikan setiap proses yang lebih
baik dalam rangka menghasilkan barang atau jasa yang mempunyai kualitas tinggi dengan harga yang wajar dan mampu bersaing. Jadi kunci utama untuk meningkatkan daya saing adalah melalui kualitas, untuk itu perusahaan perlu lebih terfokus pada kualitas, yang dalam hal ini disebut Total Quality Management (TQM). Tujuan perusahaan dalam menghasilkan produk yang berkualitas adalah
tercapainya
kepuasan
pelanggan (customer satisfaction) yang ditandai dengan berkurangnya komplain dari pelanggan, yang ini berarti juga menunjukkan kinerja ( performance) perusahaan yang semakin meningkat. Dengan semakin meningkatnya daya beli dan didukung dengan semakin dewasanya konsumen dalam menentukan suatu produk, membuat permintaan terhadap kualitas produk semakin meningkat (Lakhe dan Moharty, 1995). Kinerja perusahaan yang diukur adalah persepsi manajemen terhadap produk perusahaan, yang secara relatif dibandingkan dengan pesaing perusahaan. Keunggulan kompetitif yang diukur dalam penelitian ini adalah biaya operasi, pengiriman barang dengan cepat, fleksibilitas dalam jumlah produksi, perputaran persediaan, dan lead time penerimaan bahan mentah hingga pengiriman produk jadi ke pelanggan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa infrastruktur berpengaruh terhadap pelaksanaan praktik-praktik manajemen kualitas, praktik-praktik manajemen kualitas berpengaruh terhadap kinerja perusahaan. Terdapat hubungan yang lemah dan tidak signifikan antara kepuasan konsumen dengan kinerja bisnis. Hubungan yang tidak signifikan ini disebabkan karena bagi perusahaan, kepuasan konsumen terjadi karena perusahaan sudah memenuhi harapan yang diinginkan oleh konsumen atas produk perusahaan, disisi lain, agar perusahaan mempunyai daya saing dalam jangka panjang, perusahaan harus menerapkan TQM dalam rangka meningkatkan kinerjanya, sedangkan salah satu indikator meningkatnya kinerja adalah hubungan yang baik dengan konsumen. Jadi dalam hal ini, kinerja dipengaruhi kuat oleh TQM, bukan oleh
kepuasan konsumen.
Terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara praktek TQM dengan kepuasan konsumen. Hubungan yang signifikan ini terjadi karena perusahaan selalu berupaya memuaskan konsumennya, sehingga ketika konsumen secara eksplisit menginginkan perusahaan untuk menerapkan TQM, maka perusahaan berupaya untuk memenuhi permintaan konsumen tersebut. Choi dan Eboch (1998) menjelaskan mengapa TQM berdampak secara signifikan terhadap kepuasan konsumen, karena banyak perusahaan yang menerapkan TQM disebabkan konsumen secara eksplisit menghendakinya, sehingga dari sudut pandang pihak manajemen perusahaan, tujuan yang paling
penting dari perusahaan adalah memuaskan konsumen dengan cara memenuhi apa yang diinginkan oleh konsumen. Misal, konsumen menginginkan adanya informasi mengenai waktu kadaluarsa bagi produk makanan instan, maka perusahaan akan berusaha memenuhi apa yang diinginkan oleh konsumen, walaupun bagi perusahaan hal ini akan menambah biaya, baik biaya yang berhubungan dengan pemberian informasi waktu kadaluarsa produknya, juga biaya yang berkaitan dengan pengawasan produk di pasar. Tetapi dengan adanya pencantuman waktu kadaluarsa bagi produk perusahaan, konsumen akan merasa aman dan puas, sehingga diharapkan konsumen akan mengulang pembelian atas produk perusahaan, dengan demikian bagi perusahaan hal ini dapat meningkatkan laba.
TQM juga dipengaruhi oleh sumber daya manusia, yaitu karyawan dalam suatu organisasi atau perusahaan. Karyawan merupakan indikator penting dalam TQM. Kepuasan kerja karyawan juga merupakan tuntunan dalam pelaksanaan TQM apakah bisa dilaksanakan atau tidak. Kepuasan kerja dinilai dari beberapa hal sebagai berikut : a. Sistem Imbal Jasa: Contohnya adalah pegawai yang berperilaku yang bagaimana yang patut diberi penghargaan atau diberi imbalan? b. Keputusan mempekerjakan: Dalam merekrut serta mempekerjakan pegawai, apakah perusahaan dalam mencapai tujuannya lebih senang merekrut pegawai yang beragam latar belakangnya, atau agar aman, perusahaan mempekerjakan tenaga kerja yang homogen c. Struktur Manajemen: Dalam hal ini berarti bagaimana perusahaan itu dikelola, apakah dikelola oleh tim eksekutif atau didominasi oleh otoritas pimpinan perusahaan. d. Strategi pengambilan resiko: Sejauh mana perusahaan berani mengambil risiko. Apakah perusahaan senang dengan suatu tantangan pasar serta mencari peluang-peluang yang ada, ataukah telah puas dengan kondisi (baik produk atau pasar yang ada), demi amannya kegiatan perusahaannya. e. Kondisi fisik: Bagaimana kondisi ruangan kantor didesain. Apakah kantor lebih cenderung tersekat-sekat ruangannya, agar nampak kewibawaan perusahaan padahal kondisi tersebut mungkin tidak mendukung proses komunikasi yang diharapkan. Atau kantor dibuat terbuka, tanpa ada jarak yang nyata antara kantor manajemen dengan tempat kerja staf.
D. TQM dan Peningkatan Kualitas Secara Berkelanjutan Beberapa penelitian terdahulu telah membuktikan bahwa implemetasi TQM secara efektif berpengaruh positif terhadap: motivasi kerja karyawan (Bey, Nimran, dan Kertahadi, 1998); meningkatkan kepuasan karyawan dan menurunkan minat untuk pindah kerja (Boselie dan Wiele, 2001); pengurangan biaya dan meningkatkan kinerja bisnis (Huarng dan Yao, 2002); kinerja manajerial (Laily (2003); dan peningkatan kualitas sumber daya manusia (Sularso dan Murdijanto, 2004). Total Quality Management (TQM) merupakan paradigma baru dalam menjalankan bisnis yang berupaya memaksimumkan daya saing organisasi melalui: fokus pada kepuasan konsumen, keterlibatan seluruh karyawan, dan perbaikan secara berkesinambungan atas kualitas produk, jasa, manusia, proses dan lingkungan organisasi (Krajewski, Lee, dan Ritzman (1999: 242). Hasil upaya-upaya tersebut menjadikan organisasi mampu merespon permintaan pasar atas kualitas produk, jasa dan proses yang telah dikembangkan secara meluas selama dua dekade terakhir TQM efektif mengembangkan elemen budaya kualitas dan budaya tersebut menunjang keberhasilan perbaikan proses (Gore, 1999); dimensi budaya dan implementasi TQM mempunyai kontribusi nyata dalam meningkatkan kinerja kualitas dan kinerja bisnis (Jabnoun dan Sedrani, 2005); adanya interaksi positif antara budaya dominan ‘Clan’, prinsip -prinsip TQM, sikap dan perilaku komunikasi (Srismith, 2005); desain organisasi mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap keberhasilan implementasi TQM (Parncharoen, Girardi, dan Entrekin, 2005); dan gaya manajemen Achievement dan atau Support mendukung efektivitas implementasi TQM (Sayeh, Dani, Swain, 2005). Model implementasi TQM berasal dari negara Amerika Serikat (Western society) dan banyak dikembangkan di negara-negara maju yang harus disesuaikan jika diimplementasikan di negara lain, karena perbedaan struktur sosial, ekonomi, dan pandangan hidup khususnya nilai-nilai budaya. Individu yang berasal dari negarayang berbeda mempunyai perbedaan nilai-nilai, keyakinan, dan sikap yang dipengaruhi oleh latar belakang budaya. Sedangkan hingga saat ini hanya sedikit literatur tentang implementasi TQM di negara-negara Asia atau negara-negara berkembang yang memadai sehingga belum dapat membuktikan apakah TQM yang bekerja baik bagi perusahaan di suatu negara akan juga bekerja baik di negara lain.
E. TQM dan Sumber Daya Manusia Sumberdaya Manusia sebagai bagian komponen penunjang daya saing, termasuk yang menentukan guna memenangkan persaingan di era saat ini. Sumberdaya manusia yang berkualitas menjadi pilihan atau rebutan dari sesuatu organisasi. Organisasi yang sangat membutuhkan SDM yang berkualitas menjadikan persaingan dalam memperebutkannya, dengan segala fasilitas yang ditawarkan untuk maksud tersebut. Kompetensi yang dimiliki SDM akan sangat menentukan derap langkah suatu organisasi menuju medan persaingan, sehingga SDM sebagai komponen utama memasuki era saat ini.
Dalam TQM ditegaskan untuk dapat mencapai kualitas total maka perlu ditempuh 5 langkah dalam mencapainya (Sulistyo;2008) yakni : - Pastikan apa yang diinginkan oleh customer - Kembangkan produk dan layanan - Kembangkan sistem produksi - Perlu adanya monitoring sistem - Mengikutkan partisipasi customer dan supplier Prof. Mantja (2008) menjelaskan untuk meningkatkan kualitas SDM maka perlu memperhatikan unsur – unsur seperti : Attitude; Human resource development & organizational development (hrd & od); Leadership; Management ; Mind development dan; Performance. Untuk manajemen keberhasilan dalam mengimplementasikan TQM, terdapat langkah-langkah yang harus dilakukan secara berurutan dan disiplin, antara lain sebagai berikut : 1. Tanamkan satu falsafah kualitas 2. Dalam hal ini manajemen dan karyawan harus mengerti sepenuhnya dan yakin mengapa organisasi akan mencapai total quality, yaitu untuk menjamin kelangsungan hidup organisasi dalam iklim kompetitif. Setiap anggota dalam organisasi perlu mempunyai istilah yang sama terhadap istilah-istilah total quality seperti kualitas, kerusakan ( defect ) pelayanan yang baik, pelayanan yang merugikan,dan lain-lain. Selanjutnya anggota organisasi harus dapat memberikan apresiasi, mengantisipasi, dan kalau perlu menerima pengorbanan-pengorbanan pada tahap implementasi total quality. 3. Manajemen harus membimbing dan menunjukkan kepemimpinan yang bermutu 4. Berdasarkan falsafah mutu yang diterima pada langkah pertama, manajemen puncak terutama CEO (Chief Executive Officer) harus mengambil inisiatif dlam menunjukkan
kepemimpinan yang teguh. Manajemen puncak harus memberikan contoh dalam pola sikap, pola pikir, dan pola tindak. Dengan kata lain manajemen puncak harus bersikap, berpikir dan bertindak tentang mutu dalam semua keputusan dan aktivitasnya. Ini berarti bahwa manajemen puncak harus bersedia menerima siapa pun dalam organisasi yang akan memberikan kontribusinya dalam perbaikan mutu produk dan jasa organisasinya. 5. Kalau perlu adakan perubahan atau modifikasi terhadap sistem yang ada agar kondusif
dengan tujuan total quality 6. Manajemen perlu mulai meninjau kebijaksanaan, sistem, dan prosedur yang ada dalam organisasi dan menilai apakah software tersebut konsisten dan kondusif terhadap total quality. Hal ini meliputi struktur organisasi, proses kegiatan, prosedur kendali mutu,
kebijaksanaan pengambangan sumber daya manusia, dan lain-lain. Sesudah penilaian maka harus ada keputusan tentang sistem atau struktur yang ada. Yang mana dipertahankan,yang mana diubah secepatnya demi pencapaian tujuan total quality. Kalau perlu diadakan perubahan sistem/subsistem baru atau modifikasi. Manajemen bertugas mengeluarkan kebijaksanaannya
melaksanakansistem
yang
mempermudah
para
karyawan
untuk
melaksanakan pekerjaannya. 7. Didik, latih dan berdayakan (empower) seluruh karyawan 8. Dengan telah tercapainya lingkungan kerja yang kondusif sebagai hasil langkah ketiga,seluruh anggota organisasi termasuk para manajer, harus siap mengikuti program pendidikan dan pelatihan mengenai total quality. Program DIKLAT merupakan langkah persiapan bagi pemberdayaan kepada seluruh karyawan. Karyawan diberi kepercayaan, tugas, wewenang, dan tanggung jawab untuk mengorganisasikan diri ke dalam self-managing teams guna memperbaiki proses dalam mencapai mutu produk dan jasa.
3. PERANAN SDM BAGI TQM Die era yang makin kompetitif ini telah banyak yang menyadari pentingnya menerapkan konsep Total Quality Management (TQM) pada perusahaan masingmasing. Hal ini tidak lain adalah upaya peningkatan kualitas secara terprogram, sistematis, dan berkesinambungan. Sebagaimana dikutip dari pendapat Evans dan Lindsay (1993), TQM adalah suatu pendekatan yang integrative guna peningkatan kualitas barang dan jasa secara terus-menerus melalui partisipasi dari semua pihak dan organisasi. Untuk menggalang partisipasi ini nampaknya tidak begitu mudah. Hal ini merupakan salah satu tantangan bagi manajemen SDM dalam menjalankan fungsinya, khususnya dalam tiga hal, yakni to attract (menarik), to retain (mempertahankan), dan to develop (mengembangkan) SDM yang potensial. Adalah suatu tugas berat bagi manajemen SDM, sehingga fungsi tersebut tidak cukup dibebankan kepada satu divisi atau manajer dalam organisasi melainkan fungsi manajemen SDM adalah tanggung jawab dari setiap manajer operasi atau manajer bagian dan semua anggota organisasi tersebut. Dengan demikian maka telah terjadi pergeseran pandangan tentang manajemen SDM dari personnel management yang bersifat teknis prosedural tentang pengelolaan kepegawaian menuju manajemen SDM yang mempunyai peran strategis bagi organisasi. Adalah suatu kebutuhan bagi perusahaan atau organisasi yang telah mencoba mengimplementasikan TQM dalam strategi perusahaannya, untuk mulai melakukan evaluasi atau pengukuran keberhasilan kegiatan-kegiatan manajemen SDM-nya. Sebab keberhasilan manajemen SDM merupakan ujung tombak bagi kesuksesan implementasi TQM. Semakin kita menyadari pentingnya mengukur keberhasilan manajemen SDM, semakin kita terbentur pada kondisi dimana pengukurannya tidak semudah yang dibayangkan. Hal ini dikarenakan banyak kegiatan manajemen SDM yang tidak dapat diukur secara kuantitatif, melainkan kualitatif. Sehingga dalam hal ini sangat rawan akan munculnya subyektivitas yang sangat tinggi. Selain itu upaya pengukuran manajemen SDM juga terpuruk pada lemahnya standar atau kurang jelasnya kriteria-kriteria yang dapat ditampilkan untuk mengevaluasi sejauh mana keberhasilan manajemen SDM.
Pentingnya Pendekatan Quality Improvement Dalam Kegiatan Manajemen SDM Program peningkatan kualitas, yang kini telah menjadi perhatian utama bagi organisasi bisnis dan manufaktur, sudah saatnya diadopsi oleh semua jenis organisasi baik it organisasi non proit. Apapun itu organisasi tentunya semuanya menginginkan adanya peningkatan atau eberhasilan, oleh arenanya makna darri kualitas itu sendiri hendaknya dipersepsi berdasarkan misi, visi dan tujuan dai masing-masing organisasi. Untuk memulai dan menjaga kesinambungan program peningkatan kualitas ini sesungguhnya
merupakan
masalah
hubungan
kemanusiaan
atau
masalah
sumberdaya manusia dalam organisasi. Keberhasilan program tersebut bergantung pada bagaimana pengetahuan, kemampuan teknis, perilaku, sikap, motivasi dan kerjasama dalam suatu teamwork. Tanpa dukungan semua maka mustahil suatu perusahaan dapat meningkatkan kualitasnya. Khususnya untuk organisasi yang bergerak di bidang jasa seperti pendidikan, rumah sakit, perhotelan, dan lain sebagainya, TQM dapat diimplementasikan untuk meraih kinerja yang lebih baik melalui penekanan pada manajemen SDM sebagai input yang esensial baginya. Untuk itu manajemen SDM hendaknya didesain berdasarkan orientasi pada peningkatan kualitas melalui: pertama, transformasi budaya organisasi menuju pada quality vision. Menciptakan budaya kualitas inilah yang dirasa paling sulit dan harus dilakukan secara bertahap dalam kurun waktu yang relatif lama. Pertama yang perlu dilakukan untuk itu adalah mencari faktor-faktor penghambat masuknya budaya kualitas dan berusaha menghilangkan faktor penghambat tersebut, baru dapat diciptakan suasana kondusif bagi tumbuhnya budaya baru yang dikehendaki. Budaya kualitas ini dapat diupayakkan melalui training bagi tingkatan manajemen, dukungan dari top manajemen, sosialisasi melalui media organisasi, bulletin, jargon-jargon, pengarahan lisan dari pimpinan, dan perilaku konsekuen sehari-hari dari top manajer. Kedua, perubahan gaya manajemen dari birokrasi menuju partisipatif yang pada gilirannya akan memunculkan teamwork dynamic dalam organisasi. Gaya birokrasi
ini diakui atau tidak masih tetap eksis dalam tubuh beberapa perusahaan atau oraganisasi sebagai imbas dari budaya yang lebih luas selama kurun waktu yang lama. Sehingga sifat birokrasi itu masih sulit dihilangkan sama sekali. Perubahan yang
perlu
segera
muncul
adalah
fleksibilitas
manajemen
dengan
tidak
meninggalkan tujuan utama organisasi. Proses penyelesaian suatu masalah yang terlalu lama, kesulitan komunikasi darri bawah ke atas, dan lain sebagainya adalah salah satu refleksi sifat birokrasi yang masih hadir dalam oganisasi. Dalam rangka pengembangan teamwork dynamic itu tidak hanya diperlukan training dalam hal kemampuan teknis tetapi yang lebih penting adalah emampuan interpersonal seperti komunikaso, motivasi dan koordinasi. Ketiga, menciptakan peers komitmen merupakan suatu langkah yang mutlak dalam mendorong lingkungan yang partisipatif antar anggota. Hendaknya, hal ini ditindaklanjuti dengan sistem sumbang saran dan konsultasi (consultancy dan suggestion systems) yang efekktif baik dari lingkungan organisasi internal maupun eksternal. Keempat, melakukan restrukturisasi reward system merpakan hal penting yang perlu dililakukan guna melengkapi dan sebagai konsekuensi logis dari langkah-langkah terdahulu. Reward system dimaksud bukan hanya dalam artian yang ekstrinsik tetapi juga intrinsic. Banyak manajer yang kurang memperhatikan imbalan intrinsic ini padahal efek yang ditimbulkannya bisa jadi melebihi imbalan ekstrinsik. Kelima, setelah semua hal diatas dapat dilakukan maka hal terpenting selanjutnya adalah menciptakan dan menjalankan sistem evaluasi yang efetif. Sistem evaluasi ini sangat dibutuhkan guna memberikan informasi selengkapnya tentang pencapaian dan kemajuan hasil karya kelompok, individu dan organisasi. Evaluasi dan pengukuran hasil karya ini hendaknya tidak hanya dari output yang dihasilkan tetapi juga mulai dengan input kemudian bagaimana proses yang dijalankan untuk mencapai hasil tertentu. Yang penting lagi evaluasi harus didasarkan pada kepuasan pelanggan atau pengguna baik internal maupun eksternal users. Hal ini berarti bahwa setiap fungsi dan kegiatan pada satu bagian dievaluasi untuk menjamin elancaran kegiatan pada bagian yang lain. Sebagaimana pendapat Williams (1994)
keberhasilan implementasi TQM hendaknya dimulai dengan penilaian terhadap situasi secara jujur dan terbuka. Pengukuran Keberhasilan Fungsi HRD dalam Konteks TQM Berangkat dari pentingnya evaluasi dan pengukuran keberhasilan setiap fungsi dan kegiatan dari masing-masing bagian organisasi, maka fungsi manajemen SDM menjadi mendesak untuk mendapat perhatian
Dengan pengukuran keberhasilan manajemen SDM, perusahaan atau organisasi akan banya memperoleh manfaat antara lain: a. Bermanfaat dalam menjustifikasi keberadaan HRD serta anggaran yang telah digunakan selama ini, dapat meningatkan fungsi HRD dengan jalan menghilangkan kegiatan yang dirasa urang bermanfaat dan meningkatkan kegiatan yang lebih bermanfaat, b. Memberikan umpan balik kepada seluruh karyawan dan manajer tentang apa yang masih perlu ditingkatkan, c. Menjaga konsistensi setiap kegiatan dengan tujuan organisasi secara umum. Selain keuntungan-keuntungan yang dapat diperoleh organisasi dengan pengukuran fungsi manajemen SDM tersebut ternyata dalam pelakksanaannya tidak terlepas dari banyaknya hambatan dan kesulitan, antara lain karena banyak kegiatan manajemen SDM yang sulit untuk dikuantifikasikan sehingga penilaian cenderung bersifat subyektif. Sifat subyektivitas inilah yang oleh sebagian pengamat dirasa sebagai kendala utama dalam upaya pengukuran fungsi manajemen SDM. Namun bagaimanapun setiap fungsi sesungguhnya mutlak mendapatkan evaluasi apakah telah berjalan dengan maksimal atauah sebaliknya. Beberapa bentuk/kriteria pengukuran yang biasa digunakan adalah : ukuran hasil (output), lost time, turnover, absensi, permintaan pindah, dan rating of individual performance. Selain itu
sesungguhnya masih banyak hal yang perlu dilakukan jajak pendapat guna mengukur keberhasilan fungsi manajemen SDM, antara lain : a. Sifat kooperatif HRD dengan bidang-bidang lain dalam organisasi, b. Opini manajer lini atau operasi terhadap efektivitas peran HRD, c. Tingkat keterbukaan HRD terhadap setiap kayawan sehubungan masalahmasalah kebijakan organisasi, d. Tingkat kepercayaan karyawan terhadap petugas-petugas dalam lingkungan HRD, e. Kemampuan merespon dengan cepat dan efektif terhadap setiap pertanyaan yang disodorkan kepada HRD, f. Tingkat kepuasan dari seluruh anggota yang memanfaatkan jasa HRD. Kriteria pengukuran di atas akan dapat dijalankan seobyektif mungkin apabila standar atau tolak ukurnya sudah ditentukan dengan jelas walaupun tidak bersifat kuantitatif. Salah satu upaya yang dapat membantu mengurangi subyektiitas penilaian adalah dengan melakukan bechmaking, yakni mencari pembanding bentuk penilaian yang lebih baik pada situasi dan kondisi dan relatif sama dengan organisasi yang bersangkutan. Akhirnya, walaupun upaya pengukuran atau evaluasi terhadap kegiatan/fungsi manajemen SDM ini belum begitu membudaya di lingkungan organisasi-organisasi di Indonesia,
namun
sesungguhnya
kita
telah
berada
pada
era
transisional.
Meninggalkan manajemen konservatif menuju manajemen yang berorientasi pada kualitas secara total dengan menerapkan konsep Manajemen Mutu Terpadu (TQM). Dalam era transisi inilah peran manajemen SDM semakin penting dan startegis bagi perusahaan, sehingga sudah waktunya perhatian kita curahkan untuk lebih mengefektifkan fungsi mereka. Untuk itu pengukuran keberhasilan fungsi HRD/HRM menjadi sesuatu yang mutlak dilaksanakan dengan terlebih dahulu melakukan benchmark guna menentukan standar dan kriteria seobyektif mungkin. Keberhasilan atau kegagalan dalam rencana, startegi, dan pelaksanaan kegiatan-kegiatan
manajemen organisasi.
SDM
mempengaruhi
keseluruhan
keberhasilan
dan
kemajuan