BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Jaminan mutu dalam keperawatan komunitas merupakan salah satu pendekatan atau upaya yang sangat penting serta mendasar dalam memberikan layanan keperawatan kepada klien. Seorang perawat komunitas yang profesional harus senatiasa berupaya memberikan pelayanan keperawatan dengan mutu yang terbaik kepada semua klien tanpa terkecuali. Pendekatan jaminan mutu layanan keperawatan merupakan salah satu perangkat yang sangat berguna bagi mereka yang mengelolah atau merencanakan layanan keperawatan. Pendekatan tersebut juga merupakan bagian keterampilan yang mendasar bagi setiap pemberi pelayanan kesehatan yang secara langsung melayani kien. Layanan keperawatan yang bermutu adalah layanan keperawatan yang senantiasa berupaya memenuhi harapan kien sehingga klien selalu puas terhadap pelayanan yang diberikan perawat. Pendekatan jaminan mutu layanan keperawatan mengutamakan keluaran layanan keperawatan atau apa yang dihasilkan dan di akibatkan oleh layanan keperwatan. Hasil layanan keperawatan yang bermutu hanya mungkin dihasilkan oleh pekerjaan yang benar, dengan demikian klien akan berada dalam lingkungan organisasi layanan keperwatan yang baik karena segala kebutuhan dan penyakit klien tersebut sangat diperhatikan dan kemudian dilayani dengan layanan keperwatan dengan mutu yang terbaik. Tidak mengherankan bahwa organisasi layanan keperawatan yang selalu memperhatikan mutu selalu akan dengan mudah mendapatkan akreditas serta memperoleh kepercayaan dari masyarakat dan organisasi lain sejenisnya. Berdasarkan
pemaparan
diatas,
kami
akan
membahas
mengenai
manajemen mutu dalam pelayanan keperawatan dan audit keperawatan.
1
1.2 Rumusan Masalah a. Apakah yang dimaksud dengan Manajemen Mutu dalam Pelayanan
Keperawatan? b. Apakah prinsip dari manajemen mutu itu? c. Apakah dimensi mutu itu? d. Apakah ukuran keberhasilan mutu itu? e. Bagaimana pentingnya manajemen mutu itu? f. Apakah yang dimaksud dengan audit keperawatan itu? g. Bagaimana prinsip audit keperawatan itu? h. Apakah tujuan dari audit keperawatan itu? i.
Apakah manfaat dari audit keperawatan itu?
1.3 Tujuan a. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan Manajemen Mutu dalam
Pelayanan Keperawatan b.
Untuk mengetahui apakah prinsip dari manajemen mutu
c.
Untuk mengetahui apakah dimensi mutu itu
d.
Untuk mengetahui apakah ukuran keberhasilan mutu itu
e.
Untuk mengetahui bagaimana pentingnya manajemen mutu itu
f.
Untuk mengetahui apakah yang dimaksud dengan audit keperawatan itu
g.
Untuk mengetahui bagaimana prinsip audit keperawatan itu
h.
Untuk mengetahui apakah tujuan dari audit keperawatan itu
i.
Untuk mengetahui apakah manfaat dari audit keperawatan itu
1.4 Manfaat Dengan adanya makalah ini, mahasiswa dapat lebih mudah memahami
mengenai manajemen mutu dalam pelayanan keperawatan, prinsip dari manajemen mutu, apakah dimensi mutu, apakah ukuran keberhasilan mutu itu, bagaimana pentingnya manajemen mutu, apakah yang dimaksud dengan audit keperawatan itu, bagaimana prinsip audit keperawatan itu, apakah tujuan dari audit keperawatan itu, dan apakah manfaat dari audit keperawatan itu.
2
BAB II LANDASAN TEORI
2.1 Pengertian Mutu dan Manajemen Mutu
Mutu merupakan gambaran total sifat dari suatu produk atau jasa pelayanan yang berhubungan dengan kemampuannya untuk memberikan kebutuhan kepuasan ( American society for quality control ). ). Mutu adalah “fitness for use” atau use” atau kemampuan kecocokan penggunaan. (J.M. Juran). Mutu pelayanan kesehatan adalah pelayanan kesehatan yang dapat memuaskan setiap jasa pemakai pelayanan kesehatan yang sesuai dengan tingkat kepuasan rata- rata penduduk serta penyelenggaraannya sesuai dengan standar dan kode etik profesi ( Azhrul Aswar,1996 ) Mutu pelayanan kesehatan adalah Memenuhi dan melebihi kebutuhan serta harapan pelanggan melalui peningkatan yang berkelanjutan atas seluruh proses. Pelanggan meliputi pasien, keluarga, dan lainnya yang datang untuk mendapatkan pelayanan dokter, karyawan ( Mary R. Zimmerman dalam Azhrul Aswar, 1996 ) Manajemen mutu adalah suatu proses manajemen dengan pendekatan perilaku atau budaya organisasi yang berorientasi pada peningkatan mutu terus-menerus dan kepuasan pelanggan dengan dukungan komitmen kepemimpinan, kebersamaan karyawan serta secara lintas fungsional, menyeluruh terpadu dengan pendekatan system dan di sadari metode ilmiah dan pemecahan masalah serta pengambilan keputusan. Manajemen mutu juga mempunyai beberapa pengertian. Menurut Ishikawa dalam Nursalam (2001), manajemen mutu adalah gabungan semua fungsi manajemen, semua bagian dari suatu perusahaan dan semua orang ke dalam falsafah holistik yang dibangun berdasarkan konsep kualitas, teamwork ,
produktivitas,
dan
kepuasan
pelanggan.
Definisi
lainnya
mengatakan bahwa manajemen mutu merupakan sistem manajemen yang mengangkat kualitas sebagai strategi usaha dan berorientasi pada kepuasan
3
pelanggan dengan melibatkan seluruh anggota organisasi. Manajemen mutu merupakan sistem manajemen yang berfokus pada individu atau karyawan. Jadi, dapat dipahami bahwa mutu ataupun lebih khususnya mutu pelayanan hanya dapat diketahui apabila sebelumnya telah terlebih dahulu dilakukan penilaian, baik terhadap tingkat kesempurnaan, sifat, totalitas dari wujud serta ciri dan kepatuhan para penyelenggara pelayanan terhadap standar yang telah ditetapkan. Dalam kenyataan sehari-hari melakukan penilaian ini tidaklah mudah, penyebab utamanya ialah karena mutu pelayanan tersebut bersifat multi-dimensional. Tiap orang, tergantung dari latar belakang dan kepentingan masing-masing dapat saja melakukan penilaian dari dimensi yang berbeda. Misalnya penilaian dari pemakai jasa pelayanan kesehatan, dimensi mutu yang dianut ternyata sangat berbeda dengan penyelenggara pelayanan kesehatan ataupun dengan penyandang dana pelayanan kesehatan, sehingga pandangan tentang mutu secara umum maupun mutu dalam pelayanan keperawatan berbeda setiap orang. Manajemen mutu sendiri mempunyai tiga unsur utama, seperti yang dinyatakan oleh Nursalam (2001) yaitu sebagai berikut: a. Strategi nilai pelanggan Nilai pelanggan adalah manfaat yang dapat diperoleh pelanggan atas penggunaan barang/jasa yang dihasilkan perusahaan dan pengorbanan pelanggan untuk memperolehnya. Strategi ini merupakan perencanaan bisnis untuk memberikan nilai bagi pelanggan termasuk karakteristik produk, cara penyampaian, pelayanan, dan sebagainya. b. Sistem organisasional Sistem organisasional berfokus pada penyediaan nilai bagi pelanggan. Sistem ini mencakup tenaga kerja, material, mesin, metode operasi dan pelaksanaan kerja, aliran proses kerja, arus informasi, dan pembuatan keputusan. c. Perbaikan kualitas berkelanjutan Perbaikan kualitas diperlukan untuk menghadapi lingkungan eksternal yang selalu berubah, terutama perubahan selera pelanggan. Konsep ini
4
menuntut adanya komitmen untuk melakukan pengujian kualitas produk secara kontinu, akan dapat memuaskan pelanggan.
2.2 Prinsip-Prinsip dan Pelaksanaan Manajemen Mutu
Ada Delapan Prinsip Manajemen Mutu : a. Customer Focused Organisation (fokus pada pelanggan)
Organisasi tergantung pada pelanggan dan karena itu harus memahami kebutuhan saat ini dan masa depan. Semua aktifitas perencanaan dan implementasi system semata – mata untuk memuaskan cutomer. Pelaksanannya : 1)
Teliti pahami kebutuhan dan harapan pelanggan
2)
Pastikan bahwa sasaran organisasi sejalan dengan kebutuhan dan harapan pelanggan
3)
Komunikasikan kebutuhan dan harapan pelanggan kesel uruh organisasi
4)
Ukur kepuasaan pelanggan lalu ambil; tindakan dari hasil pengukuran
5)
Kelola secara sistematis hubungan dengan pelanggan
b. Leadership (kepemimpinan)
Pemimpin menetapkan kesatuan tujuan dan arah organisasi. Mereka harus menciptakan dan memelihara lingkungan internal di mana orang bisa sepenuhnya terlibat dalam mencapai tujuan organisasi. Berfungsi sebagai dalam mengawal implemetasi system bahwa semua gerak organisasi selalu terkontrol dalam satu komando dengan komitmen yang sama dan gerak yang sinergi pada setiap element organisasi. Pelaksanannya : 1) Pertimbangkan
kebutuhan
semua
pihak
yang
berkepentingan
termasuk pelanggan 2) Tetapkan dan jelaskan visi organisasi ke depan agar setiap orang mengerti tujuan 3) Tentukan sasaran dan target yang menantang dan sosialisasikan
5
4) Ciptakan dan sokong nilai – nilai kebersamaan, kejujuran, dan model tugas etis pada semua level organisasi 5) Beri semangat kebesaran hati dan pengakuan terhadap kontribusi setiap orang
c. Involvement of People (Keterlibatan Sumber Daya Manusia )
Orang-orang di semua tingkatan adalah inti dari suatu organisasi dan keterlibatan mereka yang penuh memungkinkan kemampuan mereka digunakan untuk manfaat organisasi. Pelaksanannya : 1)
Upayakan setiap orang memahami pentingnya kontribusi dan peran mereka
2)
Upayakan setiap orang mengenali batasan kinerja serta lingkup tanggung jawab mereka
3)
Upayakan setiap orang mengetahui permasalahan kerja mereka dan termotivasi untuk melaksanakannya
4)
Fasilitasi agar orang bebas berbagi pengetahuan/pengalaman dan berinovasi
5)
Budayakan agar setiap orang secara terbuka mendiskusikan permasalahannya
d. Process Approach ( Pendekatan Proses )
Hasil keinginan tercapai lebih efisien bila sumber daya terkait dan kegiatan dikelola sebagai suatu proses. Pelaksanannya : 1) Secara sistematis menentukan aktivitas – aktivitas yang dibutuhkan untuk mencapai hasil yang diinginkan 2) Menganalisa dan mengukur kapailibitas aktivitas – aktivitas 3) Upaya akan agar proses lebih singkat dan efektif dan tidak berbelit – belit
6
e. System Approach to Management ( Pendekatan Sistem Manajemen )
Mengidentifikasi, memahami dan mengelola sistem proses yang saling terkait untuk tujuan tertentu meningkatkan efektivitas organisasi dan efisiensi.Iimplementasi sistem ini mengedepankan pendekatan pada cara pengelolaan (manajemen) proses bukan sekedar menghilangkan masalah. Pola pengelolaannya bertujuan memperbaiki cara dalam menghilangkan akar (penyebab) masalah dan melakukan improvement untuk menghilangkan potensimasalah. Pelaksanannya : 1) Penyusunan sistem untuk mencapai sasaran organisasi dengan telah efektif dan efisien 2) Memahami keadaan saling ketergantungan diantara proses pada sistem 3) Memberi pemahaman terbaik tugas – tugas / tanggung jawab yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan bersama, serta mengurangi hambatan lintas fungsional 4) Menargetkan dan menentukan bagaimana aktivitas khusus dala m suatu sistem akan beroperasi
f.
Continuous Improvement ( Perbaikan Yang Kontinu )
Perbaikan
terus-menerus
harus
menjadi
tujuan
tetap
dari
organisasi. Pelaksanannya : 1)
Laksanakan secara konsisten pendekatan organisasi untuk kontinuitas perbaikan performasi.
2)
Laksanakan perbaikan yang kontinu pada produk, proses dan sasar an sistem
3)
Tetapkan tujuan dan sasaran sebagai pedoman, dan ukur pencapaian untuk perbaikan yang berkesinambungan
4)
Beri penghargaan dan pengakuan terhadap perbaikan
7
g. Factual Approach to Decision Making ( Pendekatan Factual Untuk Pengambilan Keputusan )
Keputusan yang efektif didasarkan pada analisis data dan informasi) setiap keputusan dalam implementasi sistem selalu didasarkan pada fakta dan data. Pelaksanannya : 1)
Pastikan bahwa data dan informasi cukup akurat dan dipercaya
2)
Sediakan data yang dapat diakses oleh yang menggunakan
3)
Analisa data dan informasi dengan menggunakan metode yang valid
h. Mutually Beneficial Supplier-Relationship ( Hubungan Kerjasama Yang Saling Membutuhkan Dengan Supplier )
Pelaksanannya : 1) Suatu organisasi dan Supplier adalah saling tergantung, dan hubungan yang saling menguntungkan meningkatkan kemampuan keduanya untuk menciptakan nilai. Supplier bukanlah pembantu, tetapi mitra usaha bisnis partner karena harus terjadi pola hubungan saling menguntungkan.
Tetapkan
hubungan
yang
seimbang
antara
keuntungan jangka pendek dengan mempertimbangkan jangka panjang 2) Sinergikan keahlian dan sumber daya dengan pemasok.
2.3 Mengukur Mutu a. Indikator Klinis
Indikator sebagai sebuah penanda objektif yang bisa dipakai sebagai pertimbangan dalam mengambil keputusan. Indikator bukan lagi data. Indikator adalah informasi. Indikator mempunyai lima karakter utama yang sering disingkat dengan “SMART”. Simple, measurable, accurate, reliable, timely. Indikator haruslah cukup mudah dipahami, dihitung, dikumpulkan data dasarnya, dan dikerjakan tepat waktu oleh pelaksana. Selain itu, indikator harus dipilih sehingga akurat dan bisa dipercaya. Indikator klinis yang sangat populer diukur di banyak rumah
8
sakit adalah waktu respon, infeksi terkait pemasangan infus, infeksi luka operasi, angka kejadian dekubitus ( pressure sore), dan kematian ibu akibat perdarahan. Angka-angka indikator ini diukur dari waktu ke waktu dengan metode yang baku dan dikembangkan akurasinya. Indikator-indikator ini bersumber dari buku yang diterbitkan oleh Departemen Kesehatan mengenai indikator klinis. Saat ini, manual yang dipakai lebih luas adalah standar pelayanan minimal rumah sakit yang juga diterbitkan oleh Departemen Kesehatan.
b. Audit Medis
Audit medis merupakan proses evaluasi mutu pelayanan medis melalui telaah rekam medis oleh profesi medis sendiri. Tujuan dilakukan audit medis adalah pelayanan medis prima yang bersumber pada evaluasi mutu pelayanan, penerapan standar, dan perbaikan pelayanan berdasarkan kebutuhan pasien dan standar yang telah ada. Audit medis di Indonesia diatur oleh Keputusan Menteri Kesehatan no. 496 tahun 2005. Pembahasan kasus kematian, kasus sulit, kasus langka, dan lain-lain adalah bentuk audit medis yang paling sederhana. Audit medis paripurna menyertakan review,assessment , dan surveillance. Audit medis adalah proses yang terus menerus karena merupakan upaya yang terus menerus. Proses inti audit medis adalah menetapkan kasus yang akan diaudit, mengumpulkan berkas kasus tersebut, dan membandingkan pelayanan medis yang diberikan dengan standar, untuk selanjutnya mengambil tindakan korektif. Audit medis dapat dilakukan mulai dari kelompok staf medis (organisasi dokter dengan kemampuan atau kompetensi klinis yang sama) sampai ke tingkat komite medis di tingkat rumah sakit.
c. M ortali ty Review
Mortality review adalah bagian dari audit medis. Lewat mortality review, rumah sakit bersama dengan manajemen rumah sakit dapat mencari faktor-faktor yang berkontribusi pada kematian di rumah sakit.
9
Untuk mencari faktor-faktor tersebut, digunakan sebuah check list yang bernama global trigger tools. Global trigger tools memuat puluhan entry point ke arah resiko tindakan, kesalahan, kelalaian, maupun kemungkinan gagal komunikasi. Titik berat mortality review adalah kematian-kematian yang terjadi pada pasien non terminal, baik kematian tersebut terjadi diintensive care unit / ICU / unit perawatan intensif maupun di ruang rawat inap biasa. Seluruh kematian non terminal ini didaftar, dipelajari rekam medisnya,
dan
Menggunakan global
dibahas trigger
pada
pertemuan mortality
tools dalam
melakukan
review. mortality
review biasanya berupaya menemukan apakah ada kegagalan, terutama dalam mengenali perburukan atau masuknya pasien kepada keadaan kritis, merencanakan penegakan diagnosis dan rencana pengobatan, dan mengkomunikasikan keadaan pasien baik antar dokter, dokter kepada perawat, perawat kepada dokter, dan antar profesi kesehatan yang lain. Data mortality reviewdapat dipakai juga oleh rumah sakit dalam rangka pengembangan layanan. Misalnya, jumlah kematian yang tinggi pada pasien terminal mengindikasikan perlunya rumah sakit memikirkan layanan perawatan paliatif. Mengukur mutu pelayanan kesehatan dimaksudkan untuk dapat menjawab pertanyaan- pertanyaan sebagai berikut: 1)
Dapatkah mutu jasa pelayanan kesehatan diukur ?
2)
Apanya yang diukur ?
3)
Bagaimana mutu jasa pelayanan diukur ?
Untuk dapat memahami hal tersebut diatas perlu diketahui tentang pengertian indikator, kriteria, dan standar. Indikator adalah petunjuk atau tolak ukur. Contoh : petunjuk indikator atau tolok ukur status kesehatan antara lain adalah angka kematian ibu, angka kematian bayi, status gizi. Petunjuk atau indikator ini (angka kematian ibu) dapat diukur. Jadi indikator adalah fenomena yang dapat diukur.
10
Indikator mutu asuhan kesehatan atau pelayanan kesehatan dapat mengacu pada indikator yang relevan berkaitan dengan struktur, proses, dan outcomes. Sebagai contoh : a)
Indikator struktur : Tenaga kesehatan profesional (dokter, paramedis, dan sebagainya), anggaran biaya yang tersedia untuk operasional dan lain-lain, perlengkapan dan peralatan kedokteran termasuk obatobatan, metode : adanya standar operasional prosedur masing-masing unit, dan sebagainya.
b)
Indikator proses : Memberikan petunjuk tentang pelaksanaan kegiatan pelayanan kesehatan, prosedur asuhan yang ditempuh oleh tenaga kesehatan dalam menjalankan tugasnya, Apakah telah sebagaiman mestinya sesuai dengan prosedur, diagnosa, pengobatan, dan penanganan seperti yang seharusnya sesuai standar.
c)
Indikator outcomes : Merupakan indikator hasil daripada keadaan sebelumnya, yaitu Input dan Proses seperti BOR, LOS, TOI, dan Indikator klinis lain seperti : Angka Kesembuhan Penyakit, Angka Kematian 48 jam, Angka Infeksi Nosokomial, Komplikasi Perawatan , dan sebagainya. Indikator dispesifikasikan dalam berbagai kriteria. Sebagai contoh :
Indikator status gizi dapat lebih dispesifikasikan lagi menjadi kriteria : tinggi badan, berat badan anak. Untuk pelayanan kesehatan, kriteria ini adalah fenomena yang dapat dihitung. Selanjutnya setelah kriteria ditentukan dibuat standar-standar yang eksak dan dapat dihitung kuantitatif, yang biasanya mencakup hal-hal yang standar baik. Misalnya : Panjang badan bayi baru lahir yang sehat rata-rata (standarnya) adalah 50 cm. Berat badan bayi baru lahir yang sehat standar adalah 3 kg. Mutu asuhan kesehatan suatu organisasi pelayanan kesehatan dapat diukur dengan memperhatikan atau memantau dan menilai indikator, kriteria, dan standar yang diasumsikan relevan dan berlaku sesuai dengan aspek-aspek struktur, proses, dan outcome dari organisasi pelayanan kesehatan tersebut.
11
Berdasarkan uraian di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa apapun metode pengukuran mutu yang dilakukan. Misalnya pengukuran mutu di rumah sakit, hendaknya berdampak langsung pada apa yang dirasakan oleh pasien dan keluarganya. Mengingat akses ke rumah sakit bagi sebagian besar orang masih dibatasi oleh biaya, hendaknya pengukuran-pengukuran tersebut juga mempertimbangkan efisiensi sehingga kualitas baik tidak selalu linear dengan pembiayaan yang tinggi. Jadi, keberadaan suatu indikator sederhana untuk mengukur mutu pelayanan, misalnya di Rumah Sakit akan mempunyai manfaat yang sangat banyak bagi pengelolaan rumah sakit, terutama untuk mengukur kinerja rumah sakit itu sendiri ( self assesment ). Manfaat tersebut antara lain sebagai alat untuk mendukung pengambilan keputusan di dalam rangka perencanaan kegiatan untuk masa yang akan datang. Namun fungsi hanya sebagai alat pemandu. Upaya peningkatan mutu tetap harus merupakan kesepakatan / komitmen di antara seluruh karyawan dan pimpinan RS.
2.4 Dimensi Mutu
Dimensi mutu layanan kesehatan menurut L.D.Brown dkk dalam Azhrul Aswar (1996) adalah: a.
Dimensi kompetensi teknis. Menyangkut
ketrampilan,kemampuan,dan
penampilan
atau
kinerja
pemberi layanan kesehatan. b. Dimensi keterjangkauan atau akses terhadap layanan kesehatan Mempunyai arti bahwa layanan kesehatan harus dapat dicapai oleh masyarakat,tidak terhalang oleh keadaan geografis,sosial.ekonomi dan bahasa. c. Dimensi efektivitas layanan kesehatan
12
Mempunyai arti bahwa perawat harus mampu mengobati atau mengurangi keluhan yang ada mencegah terjadinya penyakit,serta berkembangnya penyakit yang ada. d. Dimensi efisiensi layanan kesehatan Layanan kesehatan yang efisiensi dapat melayani lebih banyak klien atau masyarakat. e. Dimensi kesinambungan layanan kesehatan f. Mepunyai arti bahwa klien harus dapt dilayani sesuai kebutuhan,termasuk rujukan jika diperlukan tanpa mengurangi prosedur diagnosis dan terapi yang tidak perlu. g. Dimensi keamanan Layanan kesehatan itu harus aman dari resiko cidera, infeksi, efek samping, atau bahaya lain yang muncul baik bagi klien, pemberi layanan, maupaun masyarakat sekitarnya. h. Dimensi kenyamanan Menyangkut kepuasan klien sehingga mendororng klien untuk datang berobat kembalike tempat tersebut. i.
Dimensi informasi Layanan kesehatan yang bermutu harus mampu memberikan informasi yang jelas tentang apa, siapa, kapan, dimana,dan bagaimana layanan kesehatan itu akan dilaksanakan.
j.
Dimensi ketepatan waktu Agar berhasil layanan kesehatan harus dilaksanakan dalam waktu dan cara yang tepat,oleh pemberi pelayanan yang tepat,menggunakan peralatan yang tepat,sreta dengan biaya yang efisien (tepat).
k. Dimensi hubungan antar manusia Hubungan antar manusia yang baik akan menimbulkan kepercayaan atau kredibilitas dengan cara saling menghargai, menjaga rahasia, saling menghormati, responsif, memberi perhatian.
13
2.5 TQM (Total Quality Management)
Total
quality
management
merupakan
suatu
filosofi
yang
dikembangkan oleh Deming, dia menggambarkan tentang keberhasilan system manajemen di Jepang dan telah diaplikasikan di pelayanan kesehatan Amerika dlm mencari solusi dilemma “yang tebaik dan terjelek”. TQM didasarkan pada kemampuan individu dalam proses, pelayanan , hasil dan selalu merespon keluhan pelanggan. Total quality management (TQM) adalah suatu system manajemen yang berfokus kepada orang yang bertujuan untuk meningkatkan secara berkelanjutan kepuasan customers pada biaya sesungguhnya yang secara berkelanjutan terus menurun.
2.6 Pentingnya Jaminan Mutu
Layanan Kesehatan Dalam Organisasi
Layanan Keperawatan
a.
Penerapan pendekatan jaminan mutu layanan kesehatan akan menjamin bahwa organisasi layanan kesehatan akan selalu menghasilkan layanan kesehatan yang bermutu,artinya layanan kesehatan yang sesuai dengan harapan dan kebutuhan klien serta mampu di bayar olehnya.
b.
Penerapan pendekatan jaminan mutu layanan kesehatan akan menjadikan organisasi kesehatan semakin efisien karena semua orang yang bekerja dalam organisasi itu akan selalu bekerja lebih baik dalam suatu sistem yang terus menerus diperbaiki.
c.
Penerapan pendekatan jaminan mutu layanan kesehatan akan membuat organisasi layanan kesehatan menjadi terhormat,terkenal dan selalu dicari oleh siapa yang membutuhkan layanan kesehatan yang bermutu serta menjadi tempat kerja idaman bagi profesi layanan yang kompeten yang berperilaku terhormat.
d.
Penerapan pendekatan jaminan mutu layanan kesehatan terutama akan memperhatikan outcomes layanan kesehatan benar benar bermanfaat bagi klien.
14
e.
Penerapan
pendekatan
jaminan
mutu
layanan
kesehatan
akan
menumbuhkan kepuasan kerja,komitmen,dan peningkatan moral profesi layanan kesehatan serta akhirnya akan menimbulkan kepuasan klien.
Melakukan kepuasan
pelayanan
pribadi,dengan
bermutu
sesuatu
menerapkan
yang
jaminan
menimbulkan
mutu
jaminan
kesehatan,perawat diharapkan bekerja semakin cermat dan selalu menggunakan nalar. Bekerja dengan lebih cermat bukan berarti harus bekerja keras., sebaliknya bekerja dengan memperhatikan mutu artinya bekerja lebih arif dangan sistem yang baik sehingga hasilnya akan lebih baik, tetapi dengan upya dan pemborosan yang semakin kurang. Mutu layanan kesehatan yang di terima oleh klien sebagai konsumen akan di tentukan oleh mutu layanan kesehatan yang di berikan oleh berbagai profesi layanan kesehatan yang terdapat di dalam organisasi layanan kesehatan tersebut. Mutu layanan kesehatan juga di tentukan pula oleh mutu manajemen organisasi layanan itu, dengan demikian akan terdapat hubungan timbal balik antara profesi layanan kesehatan dengan klien. Tingkat mutu layanan kesehatan akan ditentukan akan bedasarkan tingkat keseimbangan yang terjadi antara ketiga unsur tersebut.
2.7
Pengertian Audit Keperawatan
Pengertian audit mutu dapat dijumpai dalam Panduan Audit Sitem Manajemen Mutu SNI 19-19011-2002. Dalam panduan tersebut, audit mutu
didefinisikan
sebagai
proses
sistematik,
independen
dan
terdokumentasi untuk memperoleh bukti audit dan mengevaluasinya secara objektif untuk menentukan sampai sejauhmana kriteria audit dipenuhi (BSN, 2002). Audit Sistem Mutu biasanya dilakukan untuk menentukan tingkat kesesuaian aktivitas organisasi terhadap standar Sistem Manajemen Mutu ISO 9001:2000 yang telah ditentukan serta efektivitas dari penerapan system tersebut.
15
2.8
Tujuan Audit Keperawatan
Tujuan audit mutu adalah untuk mendapatkan data dan informasi faktual dan signifikan sebagai dasar pengambilan keputusan, pengendalian manajemen,
perbaikan
dan/atau
perubahan.
Temuan
hasil
audit
selanjutnya dianalisis, dinilai kecukupan dan kesesuaiannya terhadap standar ISO 9001:2000. Hasil temuan auditor tersebut akan digunakan sebagai
dasar
pengambilan
keputusan,
pengendalian
manajemen,
perbaikan dan/atau perubahan. Secara rinci tujuan audit mutu dibagi menjadi dua yaitu : a.
Tujuan Umum 1)
Untuk memperoleh prioritas permasalahan yang tengah dihadapi organisasi.
2)
Untuk merencanakan pengembangan usaha Untuk memenuhi persyaratan suatu sistem manajemen yang digunakan sebagai acuan.
3)
Untuk memenuhi persyaratan regulasi ataupun persyaratan kontrak dengan (misalnya) pelanggan.
4)
Untuk mengevaluasi terhadap pemasok.
5)
Untuk menemukan adanya potensi resiko kegiatan organisasi.
b. Tujuan Khusus Sedangkan tujuan audit mutu secara khusus adalah untuk memberikan umpan balik tentang kinerja organisasi yang diuraikan sebagai berikut (Iskandar Indranata, 2006): 1)
Mengarahkan pencapaian sasaran memberikan sense of urgency.
2)
Menemukan peluang perbaikan.
3)
Memastikan apakah sistem diterapkan secara efektif.
4)
Mendeteksi penyimpangan-penyimpangan terthadap kebijakan mutu sedini mungkin.
16
2.9 Prinsip Audit Keperawatan
Audit mutu didasarkan pada sejumlah prinsip. Ketaatan dan kepatuhan
terhadap
prinsip
tersebut
merupakan
prasyarat
untuk
memberikan kesimpulan audit yang sesuai dan cukup serta memungkinkan auditor bekerja secara independen untuk mencapai kesamaan kesimpulan pada situasi serupa. Prinsip Audit Mutu, secara garis besar terdiri dari dua prinsip yaitu prinsip-prinsip yang terkait dengan auditor dan prinsip prinsip
yang
terkait
dengan
kegiatan
audit.
a. Prinsip-prinsip yang terkait dengan auditor, yaitu : 1)
Kode Etik sebagai Dasar Profesionalisme. Kode Etik merupakan dasar profesionalisme auditor dalam pelaksaan audit. Profesionalisme dari seorang auditor tercermin pada sikap dapat dipercaya, memiliki integritas, dapat menjaga kerahasiaan dan berpendirian. Seorang auditor harus mampu menunjukkan sikap berpendirian, yaitu sikap mampu memberikan penilaian yang proporsional dan kontekstual.
2)
Menyajikan hasil yang obyektif dan akurat. Seorang auditor berkewajiban untuk melaporkan hasil temuan audit secara benar dan akurat. Temuan audit, kesimpulan audit dan laporan audit mencerminkan pelaksanaan kegiatan audit secara benar dan akurat. Hambatan signifikan yang ditemukan selama audit dan perbedaan pendapat yang tidak terselesaikan antara tim audit dan auditi harus dilaporkan.
3)
Profesional, memiliki kompetensi sebagai auditor.
b. Prinsip Audit yang relevan dengan kegiatan audit, yaitu : 1)
Independen-auditor (mandiri dan tidak berpihak) ti dak melakukan audit pada area yang bukan tanggungjawabnya.
2)
Bukti Obyektif sebagai dasar membuat kesimpulan audit, dapat diverifikasi dan sample audit yang diambil cukup mewakili.
17
3)
Terencana, audit harus terencana secara sistematik sesuai dengan kebutuhan dan tujuan organisasi.
4)
Auditor harus berkualifikasi dan independen.
5)
Maksud dan tujuan dari audit harus diklarifikasi dan disetujui.
6)
Audit harus direncanakan dan dipersiapkan secara memadai.
7)
Orang yang bertanggung jawab atas aktifitas yang akan diaudit harus secara baik dan diberitahukan sebelum dan sesudah audit.
8)
Rencana audit dan laporan akhir harus tertulis.
9)
Auditor harus menindaklanjuti tindakan perbaikan.
10) Penilaian terhadap standar harus obyektif, faktual dan apabila mungkin kuantitatif. 11) Audit tidak mengganggu kegiatan operasional yang berjalan. 12) Frekuensi, intensitas dan luas audit bervariasi dengan kebutuhan actual. 13) Kertas kerja dan dokumen audit harus disimpan dengan baik dan teratur. 14) Uji petik untuk mengumpulkan bukti harus tidak memihak dan dapat dipercaya. 2.10
Alasan Melakukan Audit Mutu
Dalam Sistem Manajemen Mutu (SMM) ada beberapa alasan melakukan audit berkesinambungan yaitu untuk melihat efektivitas system berdasar sampling dan lokasi/bagian, walaupun alasan yang pokok memberi jaminan dan mencegah timbulnya masalah-masalah dan meningkatkan efektivitas SMM alasan melakukan Audit antara lain (Iskandar Indranata, 2006) : a.
Mengembangkan sistem pada organisasi.
b.
Meyakinkan organisasi akan efektivitas dan kesesuaian akan system itu sendiri.
c.
Meyakinkan organisasi dalam memilih pemasok baru, bahwa SMM pemasok sesuai dengan apa yang diinginkan organisasi.
18
d.
Meyakinkan organisasi bahwa pemasok yang ada masih memenuhi persyaratan yang ditetapkan organisasi.
e.
Memenuhi kesesuaian standar/undang-undang, bahwa organisasi harus terus menerus mengimplementasikan dan memelihara SMM secara konsisten.
2.11 Manfaat Audit
a. Menilai ketaatan terhadap prosedur pengendalian mutu dan standar program mutu. b. Menilai proses pengembalian keputusan untuk keabsahan. c. Menilai karakteristik mutu suatu produk serta proses yang berkaitan dengan spesifikasi dari pelanggan atau pendesainmelalui pengendalian dari inspkesi regular. d. Memperbaiki efektivitas dari program manajemen mutu. e. Mengeksplorasi penyebab kerusakan, keluhan pelanggan dan masalah lain. f.
Memperoleh sertifikasi normal dari program manajemen mutu.
g. Mengarahkan dan memotivasi staff dan manajemen untuk menciptakan kesadaran mutu. h. Menunjukkan perhatian manajemen mutu terhadap pemasok untuk memperoleh perlindungan atas tuntutan liabilitas produk. i.
Memperkenalkan formalitas dan konsistensi dalam program mutu.
j.
Melakukan pelatihan dan memberikan pengetahun teknis.
Hasil audit dapat dimanfaatkan untuk berbagai keperluan. Salah satu manfaat audit yang paling sentral adalah sebagai dasar untuk mengambil keputusan, melakukan perbaikan, meningkatkan eisiensi dan efektivitas fungsi organisasi. Dengan informasi hasil penilaian auditor dan rekomendasi yang disampaikan, akan memungkinkan pimpinan unit operasi melakukan tindakan perbaikan untuk meningkatkan efisiensi, efektivita maupun produktivitas usaha secara lebih terarah.
19
Proses audit merupakan media pembelajaran dan pertumbuhan yang tidak ternilai harganya bagi para pelaku audit itu sendiri. Karena melalui proses audit, tejadi proses pemahaman secara mendalam tentang seluk beluk operasi organisasi serta permasalahannya yang dihadapinya, baik permasalahan skala organisasi maupun permasalahan spesifik yang ada pada setiap fungsi dalam organisasi. Dengan demikian seorang auditor secara disadari atau tidak telah mempelajari proses manajemen organisasi secara komprehensif dan manajemen fungsional secara intensif.
2.12 Pemisahan Auditor, Lead, Klien, Dan Audite
a. Auditor 1) Mentaati persyaratan audit dan berkomunikasi dan mengklarifikasi dengan mitra audit yang lain. 2) Merencanakan dan melaksanakan penugasan audit dengan baik. 3) Mencatat observasi dan pelaporan. 4) Memverifikasi tindakan korektif. 5) Mengamankan dokumen audit. 6) Memelihara kerahasiaan. 7) Bekerja sama dengan lead auditor b. Lead auditor 1) Membantu menetapkan rencana audit. 2) Mewakili tim audit. 3) Menyampaikan laporan audit Klien. 4) Menentukan kebutuhan dan memprakarsai audit. 5) Menerima laporan audit. 6) Menentukan tindak lanjut audit c. Audite 1) Memberikan staf tentang audit. 2) Memberikan dukungan pada auditor.
20
3) Memberikan akses terhadap fasilitas dan material pembuktian. 4) Bekerjasama dengan auditor. 5) Melakukan tindakan korektif.
21
BAB III PEMBAHASAN
Masalah Pendokumentasian Keperawatan (Sumber : Lilis Suryani, Mahasiswa Program Pasca Sarjana Kekhususan Kepemimpinan dan Manajemen Keperawatan Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia)
Pendokumentasian Keperawatan
merupakan hal penting yang dapat
menunjang pelaksanaan mutu asuhan keperawatan. (Kozier,E. 1990). Oleh karena itu pendokumentasian keperawatan yang menggunakan Sistem Informasi Manajemen Keperawatan (SIMK) perlu diterapkan, dimana fasilitas yang dibuat menjadi lebih lengkap, karena memuat berbagai aspek pendokumentasian seperti yang telah diuraikan diatas. sistem ini memuat standar asuhan keperawatan, standart operating procedure (SOP), discharge planning, jadwal dinas perawat, penghitungan angka kredit perawat, daftar diagnosa keperawatan terbanyak, daftar NIC terbanyak, laporan implementasi, laporan statistik, resume perawatan, daftar SAK, presentasi kasus on line, mengetahui jasa perawat, monitoring tindakan perawat, dan monitoring aktifitas perawat laporan shift dan monitoring pasien oleh kepala ruang saat sedang rapat. (Haryati, RT, 1999) Sistem Informasi Manajemen Keperawatan (SIMK) merupakan paket perangkat lunak yang dikembangkan secara khusus untuk divisi pelayanan keperawatan. Paket perangkat lunak ini mempunyai program-program atau modul-modul yang dapat membentuk berbagai fungsi manajemen. SIMK mempunyai
modul
untuk
mengklasifikasikan
pasien,
pembentukan
staf,
penjadwalan, catatan personal. Modul ini juga termasuk pengembangan anggaran, alokasi sumber dan pengendalian biaya, analisa kelompok diagnosa yang berhubungan (KDB), pengendalian mutu, catatan perkembangan staf, model dan simulasi untuk pengabilan keputusan, rencana strategik, ramalan permintaan jangka pendek dan rencana kerja serta evaluasi program. (Swanburg RC, 2000).
22
SIMK dan komputer akan membuat perawatan pasien le bih efektif dan ekomomis. Perawat-perawat klinis akan menggunakannya untuk mengatur perawatan pasien, komponen klinis termasuk riwayat pasien, rencana perawatan,pemantauan psikologis langsung dan tidak langsung, catatan kemajuan perawatan pasien. Seiring
dengan
perkembangan
teknologi
keperawatan,
penerapan
pendokumentasian keperawatan di Indonesia, sudah saatnya untuk dikembangkan dengan berbasis komputer, mengingat banyak kegunaannya. Tetapi dalam perkembangan, masih sedikit rumah sakit yang sudah menerapkannya, masih terdapat beberapa faktor pendukung dan penghambat dalam penerapan di suatu lembaga institusi. Ada beberapa faktor pendukung dalam pelaksanaan SIM keperawatan di Indonesia yaitu saat ini sudah mulai ada perusahaan (yang dikelola oleh profesi keperawatan) yang menawarkan produk SIM keperawatan yang siap pakai untuk diterapkan di rumah sakit. Sekalipun memiliki harga yang cukup tinggi tetapi keberadaan perusahaan ini dapat mendukung pelaksanaan SIM keperawatan di beberapa rumah sakit yang memiliki dana cukup untuk membeli produk tersebut. Semakin mudahnya akses informasi tentang pelaksanaan SIM keperawatan juga memudahkan rumah sakit dalam memilih SIM yang tepat. Faktor pendukung yang lain adalah adanya UU No 8 tahun 1997 yang mengatur tentang keamanan terhadap dokumentasi yang berupa lembaran kertas. Undang-undang ini merupakan bentuk perlindungan hukum atas dokumen yang dimiliki pusat pelayanan kesehatan, perusahaan atau organisasi. Aspek etik juga dapat menjadi salah satu faktor pendukung karena sistem ini semaksimal mungkin dirancang untuk menjaga kerahasiaan data pasien. Hanya orang-orang tertentu saja yang boleh mengakses data melalui SIM ini, misalnya dokter, perawat, pasien sendiri. (Depkes, 2001) Selain faktor pendukung, terdapat beberapa aspek yang menjadi kendala dalam penerapan SIM di Indonesia. Memutuskan untuk menerapkan sistem
23
informasi manajemen berbasis komputer ke dalam sistem praktek keperawatan di Indonesia tidak terlalu mudah. Hal ini karena pihak manajemen harus memperhatikan beberapa aspek antara lain struktur organisasi, sebagai contoh pengambil keputusan/kebijakan bukan dari profesi perawat, sehingga seringkali keputusan tentang pelaksanaan SIMK yang sudah disepakati oleh tim keperawatan dimentahkan lagi karena tidak sesuai dengan keinginan pengambil kebijakan. Pihak manajemen rumah sakit masih banyak yang mempertanyakan apakah Sistem Informasi keperawatan ini akan berdampak langsung terhadap kualitas pelayanan keperawatan dan kualitas pelayanan rumah sakit secara keseluruhan. Aspek kedua adalah kemampuan sumber daya keperawatan. Ada banyak sumber daya manusia di institusi pelayanan kesehatan yang belum siap menghadapi sistem komputerisasi, hal ini dapat disebabkan karena ketidaktahuan dan ketidakmampuan staf terhadap sistem informasi teknologi yang sedang berkembang. Pemahaman yang kurang tentang manfaat sistem informasi menjadi salah satu faktor penyebab ketidaksiapan SDM keperawatan. Aspek ketiga yang menjadi faktor penghambat atau kendala dalam pelaksanaan SIMK adalah faktor sumber dana. Sebagaimana kita tahu bahwa untuk mendapatkan sistem informasi manajemen keperawatan yang sudah siap diterapkan di rumah sakit, membutuhkan biaya yang cukup besar . Masalahnya sekarang, tidak setiap rumah sakit memiliki dana operasional yang cukup besar, sehingga seringkali SIM keperawatan gagal diterapkan karena tidak ada sumber dana yang cukup. Aspek keempat adalah kurangnya fasilitas Information technology yang membutuhkan
mendukung.
banyak
Pelaksanaan
perangkat
keras
SIM atau
keperawatan unit
komputer
tentunya untuk
mengimplementasikan program tersebut.
24
Perawat klinis dapat menggunakan SIMK untuk mengganti sistem manual dari
pencatatan
data.
Hal
ini
dapat
mengurangi
biaya-biaya
sekaligus
memungkinkan peningkatan kualitas perawatan kepada pasien. Hasil penelitian telah membuktikan bahwa penggunaan sistem informasi keperawatan yang efektif dan teknologi tepat guna akan dapat mengurangi kesalahan dalam memberikan perencanaan keperawatan pada pasien. Sistem informasi keperawatan juga akan meningkatkan mutu pelayanan dan asuhan keperawatan ( lewis, 2005). Program-program yang dirancang dalam Sistem Informasi Manajemen Keperawatan (SIMK) menurut Jasun (2006) : a.
Standar Asuhan Keperawatan Standar asuhan keperawatan menggunakan standar internasional dengan mengacu pada NANDA, standar outcome keperawatan mengacu pada NOC, dan standar intervensi keperawatan mengacu pada NIC.
b.
Standart operating Prosedur (SOP) Uraian standar tindakan keperawatan yang terdapat dalam standar asuhan keperawatan.
c.
Discharge planning Uraian perencanaan pulang pasien setelah dirawat di rumah sakit
d.
Jadwal Dinas Perawat Jadwal dinas perawat dibuat secara otomatis oleh program komputer, sehingga tinggal melakukan print
e.
Penghitungan angka kredit perawat Angka kredit merupakan rekapan dari aktivitas perawat sehari-hari, yang otomatis akan dapat diakses harian, mingguan dan bulanan.
f.
Daftar diagnosa terbanyak Daftar diagnosa keperawatan direkapitulasi oleh sistem berdasar input perawat sehari-hari. Penghitungan diagnosa keperawatan bermanfaat untuk pembuatan standar asuhan keperawatan.
g.
Daftar NIC terbanyak Rekapan tindakan terbanyak berdasarkan pada masing-masing diagnosa keperawatan yang ada
25
h.
Laporan implementasi Rekapan tindakan perawatan pada satu periode, daftar difilter berdasarkan ruang, pelaksana dan pasien. Laporan ini dapat menjadi alat monitoring yang efektif tentang kebutuhan pembelajaran bagi perawat. laporan implementasi juga dapat dijadikan alat bantu operan shift.
i.
Laporan statistik Laporan statistik yang dimunculkan adalah BOR, LOS, TOI dan BTO di ruang tersebut.
j.
Resume keperawatan Resume bermanfaat untuk melihat secara global pengelolaan pasien saat dirawat sebelumnya, jika pasien pernah dirawat. Resume dicetak saat pasien akan keluar dari perawatan. Komputer telah merekam data-data yang dibutuhkan untuk pembuatan resume keperawatan
k.
Daftar SAK Dalam SIMK, SAK berdasarkan rekapan dari sistem yang telah dibuat.
l.
Presentasi kasus on line Sistem dengan jaringan WiFi memungkinkan data pasien dapat diakses dalam ruang converence. Maka presentasi kasus kelolaan di ruang rawat dapat dilakukan secara online , ketika pasien masih di rawat.
m. Mengetahui jasa perawat Dengan system yang terintegrasi dengan SIM RS, memungkinkan perawat mengetahui jasa tundakan yang dilakukannya. n.
Monitoring tindakan perawat & monitoring aktivitas perawat Manajemen perawatan dapat mengakses langsung tindakan-tindakan yang dilakukan oleh perawat, dan mengetahui pula masing-masing perawat telah melakukan aktivitas keperawatan apa.
o.
Laporan shift Merupakan rekapan dari aktivitas yang telah dilakukan dan yang akan dilakukan oleh perawat, tergantung item mana yang akan dilaporkan pada masing-masing pasien.
p.
Monitoring pasien oleh PN atau kepala ruang saat sedang rapat
26
Monitoring dapat dilakukan ketika PN atau Karu sedang rapat di ruang converence. Akan diketahui apakah seorang pasien telah dilakukan pengkajian, diagnosa, perencanaan, implementasi dan evaluasi atau belum.
Kesimpulan
Pendokumentasian keperawatan merupakan hal yang penting dalam menunjang peningkatan mutu asuhan keperawatan, dan secara umum dapat berkontribusi terhadap mutu pelayanan kesehatan. dengan adanya perkembangan teknologi sistem informasi manajemen keperawatan, maka pendokumentasian asuhan keperawatan yang sebelumnya dilakukan secara konvensional maka akan beralih ke pendokumentasian berbasis komputer, sehingga perawat dapat memberikan pelayanan keperawatan secara profesional kepada pasien.
27
BAB IV PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Manajemen mutu adalah suatu proses manajemen dengan pendekatan perilaku atau budaya organisasi yang berorientasi pada peningkatan mutu terus-menerus dan kepuasan pelanggan dengan dukungan komitmen kepemimpinan, kebersamaan karyawan serta secara lintas fungsional, menyeluruh terpadu dengan pendekatan system dan di sadari metode ilmiah dan pemecahan masalah serta pengambilan keputusan. Mutu pelayanan hanya dapat diketahui apabila sebelumnya telah terlebih dahulu dilakukan penilaian, baik terhadap tingkat kesempurnaan, sifat, totalitas dari wujud serta ciri dan kepatuhan para penyelenggara pelayanan terhadap standar yang telah ditetapkan. Dalam kenyataan seharihari melakukan penilaian ini tidaklah mudah, penyebab utamanya ialah karena mutu pelayanan tersebut bersifat multi-dimensional. Tiap orang, tergantung dari latar belakang dan kepentingan masing-masing dapat saja melakukan penilaian dari dimensi yang berbeda. Misalnya penilaian dari pemakai jasa pelayanan kesehatan, dimensi mutu yang dianut ternyata sangat berbeda dengan penyelenggara pelayanan kesehatan
ataupun dengan
penyandang dana pelayanan kesehatan, sehingga pandangan tentang mutu secara umum maupun mutu dalam pelayanan keperawatan berbeda setiap orang. Ada 8 prinsip manajemen mutu yaitu Customer Focused Organisation, Leadership, Involvement of People, Process Approach, System Approach to Management, Continuous Improvement, Factual Approach to Decision Making, Mutually Benefical Supplier-Relationship. Salah satu manfaat dari manajemen mutu adalah penerapan pendekatan jaminan mutu layanan kesehatan akan menjamin bahwa organisasi layanan kesehatan akan selalu menghasilkan layanan kesehatan yang bermutu,artinya
28
layanan kesehatan yang sesuai dengan harapan dan kebutuhan klien serta mampu di bayar olehnya.
4.2 Saran
a.
Perlunya memberikan pemahaman kepada setiap anggota organisasi mengenai pentingnya sistem informasi manajemen keperawatan.
b.
Peningkatan kemampuan perawat dalam menggunakan komputerisasi sehingga bisa memaksimalkan dalam pelaksanaan sistem informasi keperawatan terkait dengan manajemen mutu pelayanan.
c.
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut terkait sistem informasi keperawatan yang dilakukan di rumah sakit untuk menambah khasanah ilmu pengetahuan terkait dengan asuhan keperawatan, manajemen mutu pelayanan dan juga berkontribusi positif bagi pengembangan sistem informasi keperawatan.
29