BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Salah satu kanker yang mayoritas diderita oleh kaum perempuan adalah kanker payudara. Kanker payudara menduduki ranking dua setelah kanker s erviks dan kanker yang paling mematikan setelah kanker paru-paru. Organisasi kesehatan dunia (WHO) menyatakan bahwa lima besar kanker di dunia adalah kanker paru-paru, kanker payudara, kanker usus besar, kanker lambung dan kanker hati. Sementara itu, data di Indonesia menyatakan bahwa urutan lima besar kanker yaitu kanker serviks atau kanker leher rahim, kanker payudara, kanker kelenjar getah bening, kanker kulit dan kanker nasofaring. Angka kematian akibat kanker payudara mencapai 5 juta pada wanita dengan prosentase sekitar 19%. Penderita kanker payudara di Indonesia pada tahun 2004 sebagaimana dikutip dari profil kesehatan Indonesia tahun 2008, sebanyak 5.207 kasus. Setahun kemudian pada tahun 2005, jumlah penderita kanker payudara meningkat menjadi 7.850 kasus. kasu s. Tahun 2006, penderita kanker payudara meningkat menjadi 8.328 kasus dan pada tahun 2007 sebanyak 8.377 kasus. ( Riskesdas, 2007). Menurut Prof. Tjandra Yoga, di Indonesia prevalensi kanker adalah 4,3 per 1000 penduduk. Kanker merupakan penyebab kematian nomor 7 di Indonesia. Angka kejadia kanker payudara pa yudara sekitar 26 per 100.000 perempuan. perempuan. Menanggapi masalah tersebut, berbagai pengobatan pada kanker payudara telah dikembangkan. Hal ini dikarenakan pasien yang datang langsung ke rumah sakit sudah dalam posisi stadium lanjut, sehingga perlu pengangkatan payudata atau yang dikenal dengan istilah mastektomi. ahan atau mastektomi. Prosedur pembedahan yang dilakukan pada pasien kanker payudara tergantung pada tahapan penyakit, jenis tumor, umur dan kondisi kesehatan pasien secara umum. Pembedahan bisa dengan mengangkat sebagian payudara yang mengandung sel kanker atau tumor atau mengangkat seluruh payudara. Untuk meningkatkan harapan hidup, pembedahan biasanya diikuti dengan therapi tambahan seperti radiasi, hormon atau kemoterapi. Shelley (1999), menjelaskan bahwa pada saat pasien dan dokter memutuskan pengangkatan payudara (mastektomi) sebagai cara penyembuhan, seringkali hanya aspek fisik yang menjadi pertimbangan.Kehilangan payudara secara utuh baik bagian kanan atau kiri akan mengubah body image perempuan. Mastektomi tak hanya meninggalkan bekas luka secara fisik, tetapi juga luka secara psikologis, yakni menurunnya perasaan bangga dan harga diri perempuan. Berbagai reaksi pada perempuan pasca mastektomi dapat muncul dalam bentuk depresi (menarik diri dari lingkungan), menurunnya self esteem, anoreksia dan insomnia (Zamralita, 1999). Salah satu dari masalah klinis yang paling sering terjadi adalah gangguan depresi. Perempuan memiliki kemungkinan dua kali lebih besar terserang depresi daripada pria dalam setiap masalah pada kehidupan (Burn & Davidson, 1990). Pasca pembedahan mastektomi, ada pasien yang merasakan sakit ada juga yang tidak merasakan sakit.
1
B. Tujuan Tujuan Umum: Untuk mengetahui Perbandingan karekteristik psikofisik, medis, bedah, dan psikososial antara pasien dengan rasa sakita atau tanpa rasa sakit pasca mastektomi.
Tujuan Khusus: 1. Untuk mengetahui kejadian nyeri, tingkat keparahan dan lokasi pada pasien dengan PPMP 2. Untuk mengetahui variabel bedah dan jenis pengobatan yang di ambil 3. Untuk mengetahui pengaruh demografis dan psikososial pada pasien pos mastektomi 4. Untuk mengetahui pengujian sensori kuantitatif pada pasien post mastektomi. C. Manfaat Manfaat dari pembuatan review literatur ini diharapkan dapat menambah wawasan tentang Perbandingan karakteristik baik dari psikofisik, psikososial, medis dan bedah pada pasien post mastektomi serta bisa mengaplikasikannya di dunia keperawatan Indonesia.
2
BAB II METODE
A. Metode pencarian literatur (PICO, jurnal elektronok dan kata kunci) 1) PICO P: Pasien post mastektomi yang nyeri kronis dan tidak nyeri kronis. I : Respon negatif terhadap pembedahan yang dilakukan C: Tingkat stress pada pasien post mastektomi O: Mengukur tingkat nyeri Pertanyaan Klinis :Bagaimanakah perbandingan antara tingkat depresi atau respon negatif dan stress untuk mengukur tingkat nyeri pada pasien postmastektomi sehingga muncul perbandingan karakteristik psikofisik, medik, bedah dan psikososial antara pasien nyeri persisten dan tidak nyeri persisten? 2) Kata kunci Postmastektomi, Psychologycal, psychosocial 3) Data base PMC, PubMed B. Pendekatan Penelitian Literatur didapatkan dari PubMed sebanyak 3 literatur dan dari PMC sebanyak 2 literatur, yang diambil dari PMC 1 literatur dan PubMed 1 literatur berdasarkan kriteria jurnal terbaru 5 tahun terakhir, jurnal nyeri persisten pada pasien post mastektomi. Jurnal yang diaambil dari PubMed berjudul “Persistent pain postmastectomy pain in breast cancer survivors: analysis of clinical, demographic, and psychosocial factors”. Dan satu jurnal yang diambil dari PMC berjudul “ Persistent pain in postmastectomy patients : Comparasion of Psycophysical, Medical, Surgical, and Psychosocial Characteristics between Patient With and Without Pain”
3
BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Permasalahan yang diteliti dari Jurnal penelitian Penelitian yang dilakukan oleh Kristin L. Schreiber, Marc O. Martel, Helen Shnol, Jhon R. Shaf yang diteliti yaitu perbandingan karakteristik psikofisik, medis, medah, dan psikososial antara pasien dengan rasa sakit dan tanpa rasa sakit pada pasien nyeri persisten (kronis) post mastektomi. B. Bagaimana konsep yang digunakan untuk menjawab permasalahan penelitian Pengangkatan payudara akan membuat wanita merasa kesempurnaannya sebagai wanita sudah hilang.Wanita yang mengalami pembedahan post mastektomi akan memberikan penilaian negatif terhadap dirinya sendiri. Pasien yang telah mengalami mastektomi, tingkat kecemasannya akan meningkat yang mungkn belum hilang secara keseluruhan. (Maguire & Parkes, 1998). Peneliti menilai bahwa wanita yang mengalami pembedahan post mastektomi baik yang merasakan sakit ataupun tanpa sakit, kecemasan dan kekhawatiran akan citra tubuhnya semakin meningkat. Sebagai wanita normal, memiliki payudara merupakan kebanggaan tersendiri bagi seorang wanita. Namun, ketika pengangkatan itu harus dilakukan maka timbul emosional negatif dari dalam tubuh wanita tersebut. Meyerowitz dalam Buxton (2011) membagi tanggapan pasien kanker payudara terhadap pengobatannya menjadi 3 kategori : gejala psikologis, perubahan pola hidup, serta ketakutan tentang kanker dan pengobatannya. Gejala psikologis termasuk depresi, kecemasan dan kemarahan. Perubahan pola hidup seperti maslah fisik, hubungan suami istri dan aktivitas yang cenderung dikurangi. Meskipun bila dilihat dari luar, mereka terlihat baik-baik saja, namun psikologis mereka sedikit atau bahkan mungkin sangat tergoyah dengan kejadian yang menimpanya ini. Stress juga bisa timbul karena merasa tertekan dan seakan-akan menyalahkan diri sendiri. Padahal, pengangkatan payudara ini bertujuan untuk menghindari penyebarluasan kanker ke organ tubuh yang lain. Dengan prevalensi yang cukup besar di dunia maupun di Indonesia, perlu adanya edukasi dan promosi kesehatan mengenai pemeliharaan dan peningkatan kesehatan payudara untuk menghindari jalan terbaik, salah satunya dengan pengangkatan kelenjar payudara ini. Salah satu hal yang dipikirkan oleh pasien post mastektomi yaitu Catastrophizing, yaitu pemikiran bahwa peristiwa negatif yang menimpanya merupakan peristiwa yang sangat buruk dan mungkin yang terburuk yang pernah dialami. (Edwars RR, 2006). Hal ini menunjukan bahwa perubahan psikologis yang sangat signifikan dirasakan dengan muncul rasa cemas, takut, depresi, dan stress yang tinggi. Perlu dukungan yang kuat dari saudara dan orang terdekat untuk mengembalikan citraa tubuh dari pasien agar ketika kembali ke lingkungan masyarakat, perasaan malu dan takut itu akan hilang, dengan menganggap bahwa itu adalah sebuah ujian dan cobaan.
4
Pada pasien-pasien yang sudah berumah tangga, keadaan ini juga semakin memperlihatkan bahwa kesempurnaan yang dulu dimiliki kini telah hilang. Sehingga hubungan suami-istri, baik yang intim maupun hubungan biasa agak semakin renggang. Pada situasi seperti inilah suami perlu memberikan support dan dukungan semaksimal mungkin kepada sang istri untuk mengembalikan body image di lingkungan keluarga dan masyarakat. C. Hasil Dari hasil penelitian dalam jurnal ini, sanagt terlihat jelas sekali perbandingan karakteristik psikofisik, medis, bedah dan psikososial antara pasien dengan dan tanpa rasa sakit postmastectomy. Penelitian ini meneliti perbedaan yang relevan antara mereka dengan rasa sakit maupun tanpa rasa sakit dengan rata-rata waktu 4 tahun setelah pembedahan mastectomy. Hasilnya dapat dilihat sebagai berikut : 1) Kejadian nyeri, tingkat keparahan, dan lokasi pada pasien PPMP (Persistent Postmastectomy Pain) Penentu utama dari kelompok nyeri didasarkan pada BCPQ (Breast Cancer Pain Questaionnaire). Dari total responden sebanyak 200 orang, ada 120 orang menyatakan bahwa bertahan nyeri atau tidak nyeri setelah operasi mastektomi.
5
Hasil diatas menunjukan bahwa, pada nyeri payudara ada 120 orang tidak mengalami rasa sakit, dan nyeri pada Axila atau ketiak sekitar 145 orang, pada bagian sisi tubuh, yang bertahan dari nyeri sekitar 185 orang, sedangkan nyeri pada area lengan tepat di sisi pengangkatan payudara ada 179 orang. Ini berarti banyak orang yang tidak merasakan sakit pasca pembedahan mastektomi, namun skor keparahan rata-rata orang yang melaporkan sakit yang serupa yaitu di daerah sisi tubuh. 2) Variabel demografis dan psikososial Usia rata-rata pasien adalah 58,8 tahun, dan tidak ada perbedaan yang signifikan antara yang merasa sakit dan tidak merasa sakit. Indeks masa tubuh juga tidak mempengaruhi variabel demografis dan psikososial. Sementara 2,4 % dari pasien dalam penelitian ini yang paling mendominasi adalah dari kalangan etnis afrika dan amerika. Tingkat kecemasan dan dan depresi secara signifikan lebih tinggi pada mereka yang mengalami PPMP, bahkan setelah memperhitungkan beberapa perbandingan. Sementara itu, pada pasien yang tidak merasakan nyeri tingkat stress lebih rendah dibandingkan pasien PPMP, mereka dengan PPMP lebih sering melaporkan gangguan tidur. 3) Pengujian sensori kuantitatif
Perbedaan rasa sakit setelah diberi rangsangan tusukan jarum pada jari kedua dan jari ketiga dari tangan yang dominan dan hasilnya terlihat setelah 15 detik dan 30 detik pertama. Skor (A) berarti keparahan nyeri yang tinggi pada pasien PPMP dibandingkan dengan pasien No-PPMP. Sedangkan pada skor (B), presentase melaporkan nyeri setelah 15 detik lebih tinggi daripada keparahan nyeri setelah 30 detik. Terlihat sangat signifikan perbedaanPvalue antara setelah 15 detik dan 30 detik.
6
Untuk mengetahui perbedaan ambang nyeri tekan, pasien menjalani pengujian dengan Algometry, pasien (subjek) melaporkan bahwa PPMP memiliki ambang nyeri yang lebih rendah dibandingkan dengan mereka yang tidak PPMP. Kekuatan mekanik diaplikasikan diatas otot trapezius, dua perobaan dilalakukan secara berurutan dengan jeda 15 detik tiap masing-masing percobaan. D. Implikasi keperawatan Dalam dunia keperawatan, penelitian ini sudah menunjukan hasil positif dalam membandingkan karakteristik pasikofisik, bedah, medis dan psikososial antara pasien yang sakit dan tanpa sakit pada pasien post mastektomi. Ternyata, dengan QST kita bisa memprediksi apakah nyeri ini termasuk dalam kategori akut atau kronis. Ini menunjukan bahwa kecenderungan nyeri pasca operasi baik akut maupun kronis dapat dibedakan menggunakan satu set variabel psikofisik dan pasikososial. Diharapkan, di dunia keperawatan indonesia juga dapat mengaplikasikan hasil penelitian ini untuk menunjukan perbedaan karakteristik pasien yang merskan sakit maupun tidak sakit pasca pembedahan mastektomi. Tidak hanya sebatas mengaplikasikan saja, melainka juga bisa melakukan pembaharuan dan penelitian baru terkait maslah yang berhubungan dengan nyeri persisten pada pasien post mastektomi.
7
BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan Pasien-pasien dengan post mastektomi, ternyata memiliki perbedaan yang signifikan dalam karakteristikm pasikososail dan psikologycal nya. Untuk tingkat depresinya, pasien dengan PPMP memiliki tingkat depresi yang lebih tinggi dibandingkan dengan pasien tanpa PPMP. Sedangkan pada tingkatan stressnya pasien PPMP justru lebih rendah dibandingkan dnegan pasien PPMP, mereka dengan PPMP kemungkinan yang dilaporkan adalah mengenai gangguan pola tidur. Demikian pula nilai PCS (Pain Ccatastrophizing Scale) menunjukan bahwa pasien-pasien dengan PPMP lebih mungkin untuk memberikan respon negatif dalam menganggapi rasa saki yang menimpanya. Jadi, respon emosional yang cenderung negatif ini akan sangat jelas sekali menggembarkan karakteristik pasikologis dari pasien tersebut. B. Saran Sebagai salah satu bentuk intervensi keperawata, perlu kronologis yang jelas. Maksudnya pasien harus tahu manfaat dari penelitian ini untuk apa supaya ketika ada kemungkinan terjadi sesuatu hal yang berkaitan dengan kanker payudara, pasien sudah tau apa yang harus dilakukan. Dengan cara membeikan edukasi yang jelas dan mudah dipahami oleh para wanita dengan post mastektomi.
8
DAFTAR PUSTAKA
Price, Sylvia A.1994. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Jilid 2,Edisi 4. Jakarta:EGC Smeltzer, Suzanne and Brenda, Bare. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah : Brunner Suddarth, Vol 2. Jakarta : EGC http://www.surgical-tutor.org.uk/pantogen/mastectomy.pdf Mansjoer, Arief dkk. 2000. Bedah Tumor dalam Kapita Selekta Kedokteran Edisi ke3.Jakarta: UI Press
9