LAPORAN PENDAHULUAN PENYAKIT PNEUMOTHORAX
Disusun oleh : Nama
: Asti Rosanti Dewi
NIM
: 34403515017 34403515017
AKADEMI KEPERAWATAN PEMERINTAH PEMERINTAH KABUPATEN CIANJUR BADAN LAYANAN UMUM DAERAH (BLUD)
Jalan Pasir Gede Raya No. 19 (0263) 267206 Fax.270953 Cianjur 2017
LAPORAN PENDAHULUAN PENYAKIT PNEUMOTORAX A. Konsep Dasar Teori 1. Pengertian
Pneumothoraks adalah pengumpulan udara dalam ruang potensial antara pleural visceral dan parietal. ( Arief Mansjoer, 2008 : 295 ) Pneumothoraks terjadi bila udara masuk kedalam rongga pleura, akibatnya jaringan paru terdesak seperti halnya rongga pleura kemasukan cairan. Lebih tepat kalau dikatakan paru kolaps ( jaringan paru elastis ). ( Tambayong, 2000 : 108 ) Pneumothoraks adalah udara atau gas dalam kavum pleura yang memisahkan pleura viseralis dan pleura parietalis sehingga jaringan paru tertekan. Pneumothorak dapat terjadi sekunder akibat asma, bronchitis kronis, emfisema. ( Hinchllift, 1999 : 343 ) Pneumothoraks adalah kolapsnya sebagian atau seluruh paru yang terjadi sewaktu udara atau gas lain masuk ke ruang pleura yang mengelilingi paru. ( Corwin, 2009 : 550 ) Pneumothoraks merupakan keadaan emergensi yang disebabkan oleh akumulasi udara dalam rongga pleura, sebagai akibat dari proses penyakit atau cedera. Pneumothoraks adalah adanya udara dalam rongga pleura, dapat terjadi spontan atau karena trauma. ( British Thoracic Society : 2003 ) Kolaps paru-paru / Pneumothorak adalah penimbunan udara atau gas dalam rongga pleura yang terletak diantara selaput yang melapisi paru-paru dan rongga dada. Kolaps paru-paru / pneumothoraks adalah penimbunan udara atau gas didalam rongga pleura yang dapat mengakibatkan tekanan udara meningkat dan menurunnya kapasitas vital paru-paru sehingga akan menyebabkan kegagalan pernapasan. Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa pneumothoraks adalah
pengumpulan
udara
didalam
rongga
pleura
yang
mengakibatkan gagal napas yang dapat terjadi secara spontan atau karena trauma.
2. Etiologi
Masuknya udara ke dalam rongga dapat melalui luka pada dinding dada, atau meluasnya radang paru-paru. Pada sapi bisa terjadi melalui diafragma, hal ini akibat tusukan benda tajam. Terdapat beberapa
jenis
pneumothorax
yang
dikelompokan
berdasarkan
penyebabnya : a.
Pneumothoraks Spontan Terjadi tanpa penyebab yang jelas. Pneumothorax spontan primer terjadi jika pada penderita tidak ditemukan penykait paru-paru. Pneumothoraks ini diduga disebabkan pecahnya kantong kecil berisi udara di dalam paru-paru yang disebut bleb atau bulla. Pneumothorak spontan sekunder merupakan komplikasi dari penyakit paru-paru (misalnya penyakit paru obstruktif menahun, asma, fibrosis kistik, tuberkulosis, batuk rejan).
b.
Pneumothoraks Traumatik Terjadi akibat cedera traumatik pada dada. Traumanya bisa bersifat menembus (luka tusuk) atau tumpul (benturan pada kecelakaan). Pneumothoraks juga bisa merupakan komplikasi dari tindakan medis tertentu (misalnya torakosentesis). Bila akibat jatuh atau patah rusuk, sering akan kita temukan emfisema subkutan, karena pleura perietalnya juga mengalami kerusakan (robek).
c.
Ketegangan Pneumothoraks Pneumothoraks
progresif
menyebabkan
kenaikan
tekanan
intrapleural ketingkat yang menjadi positif sepanjang siklus pernafasan dan menutup paru-paru, pergeseran mediastinum, dan merusak vena kembali kejantung. Air terus masuk kedalam rongga pleura tetapi tidak dapat keluar.
d.
Pneumothoraks Iatiogenik Disebabkan oleh intervensi medis, termasuk jarum trausthoracic aspirasi, thoracentesis, penempatan kateter vena pusat, pentilasi mekanik dan resusitasi cardiopulmonari.
3. Anatomi dan Fisiologi
Paru-paru merupakan sebuah alat tubuh yang sebagian besar terdiri dari gelembung hawa, alveoli. Gelembung alveoli ini terdiri dari selsel epitel dan endotel. Jika dibentangkan luas permukaannya lebih kurang 90 m 2. pada lapisan ini terjadi pertukaran udara, oksigen masuk kedalam darah dan karbondioksida dikeluarkan dari darah. Banyaknya gelembung paru-paru ini kurang lebih 700.000.000 buah (kiri dan kanan). Paru-paru dibagi dua, paru-paru kanan terdiri dari tiga lobus, lobus pulmo dekstra superior, lobus media dan lobus inferior. Tiap lobus tersusun oleh lobulus. Paru-paru kiri terdiri dari pulmo sinistra lobus superior dan inferior. Tiap lobus terdiri dari belahan yang bernama segmen kemudian lobulus yang berisi bronkhiolus yang bercabang banyak disebut duktus alveolus berakhir pada alveolus
yang
diameternya 0,2-0,3 mm. Paru-paru terletak dirongga dada datarannya menghadap ketengah rongga dada kavum mediastinum. Pada bagian tengah terdapat tampuk paru atau hilus. Paru-paru dibungkus oleh selaput yang disebut pleura, terbagi dua, pleura viseral dan pleura parietal. Antara keduanya terdapat kavum pleura. Pada keadaan normal, kavum pleura ini vakum (hampa udara) sehingga paru-paru dapat berkembang kempis. Proses terjasinya pernapasan terbagi dalam dua bagian yaitu inspirasi dan ekspirasi. Bernapas berarti melakukan inspirasi dan ekspirasi secara bergantian, teratur, berirama dan terus-menerus. Oksigen dalam tubuh dapat diatur menurut keperluan. Manusia sangat
membutuhkan
oksigen
dalam
hidupnya,
kalau
tidak
mendapatkan oksigen selama 4 menit akan mengakibatkan kerusakan
pada otak yang tak dapat diperbaiki dan bisa menimbulkan kematian. Kalau pasokan oksigen berkurang akan menimbulkan kacau pikiran, anoksia serebialis.
4. Patofisiologi
Meningkatnya tekanan intra pleural sehingga akan menyebabkan kemampuan
dilatasi
alveoli
menurun
dan
lama-kelamaan
mengakibatkan atelektasis (layuhnya paru-paru). Apabila luka pada dinding dada tertutup dan klien masih mampu bertahan, udara yang
berlebihan dapat diserap hingga tekanan udara di dalam rongga pleura akan kembali normal. Karena adanya luka terbuka atau oleh pecahnya dinding paru-paru, kuman dapat terhisap dan berkoloni di dalam pleura hingga terjadi inspeksi pleuritis. Jenis kuman penyebab radang yang terbanyak adalah F nechrophorum, chorinebacterium Spp, dan streptococcus spp. Oleh radang akan terbentuk exudat yang bersifat pnukopurulent, purulent akan serosanguineus yang disertai pembentukan jonjot-jonjot fibrin. Pada luka tembus dada, bunyi aliran udara terdengar pada area luka tembus. Yang selanjutnya disebut “sucking chest wound” (luka dada menghisap). Jika tidak ditangani maka hipoksia mengakibatkan kehilangan kesadaran dan koma. Selanjutnya pergeseran mediastinum ke arah berlawanan dari area cedera dapat menyebabkan penyumbatan aliran vena kaca superior dan inferior yang dapat mengurangi cardiac preload dan menurunkan cardiac output. Jika ini tidak ditangani, pneumothoraks makin berat dapat menyebabkan kematian dalam beberapa
menit.
Beberapa
pneumothoraks
spontan
disebabkan
pecahnya “blebs”, semacam struktur gelembung pada permukaan paru yang pecah menyebabkan udara masuk ke dalam kavum pleura.
Pneumathoraks.
Robekan
pada
percabangan
trakeobronkial
menyebabkan kolaps paru dan pergeseran mediastinum ke sisi yang tidak sakit.
pathway Pecahnya
Trauma /
Luka tembus
IntervensiMe
Pneumathoraks spontan, traumatic, iatrogenik
Udara masuk ke dalam kavum pleura
Sucking chest wound
hipoksi Meningkatkan tekanan intra pleura
Pergeseran
Penyumbatan aliran vena kava superior dan
Kehilangan kesadaran Mengurangi Cardiac
Kemampuan dilatasi alveoli menurun
koma
atelektasi
Intoleransi aktivitas
Menurunkan cardiac output
Hambatan Mobilitas
Sesak
kematian
Pola Napas tidak
Intoleransi aktivitas
Nafsu makan
Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
Intoleransi
Gangguan pola tidur
5. Tanda dan Gejala
Gejala dan tandanya sangat bervariasi, tergantung kepada jumlah udara yang masuk ke dalam rongga pleura dan luasnya paru-paru yang mengalami kolaps. Gejalanya bisa berupa : a. Nyeri dada kejam yang timbul secara tiba-tiba dan semakin nyeri jika penderita menarik nafas dalam atau terbatuk.
b.
Sesak nafas
c.
Dada terasa sempit
d.
Mudah lelah
e.
Denyut jantung cepat
f.
Warna kulit menjadi kebiruan akibat kekurangan oksigen.
Gejala-gejala tersebut mungkin timbul pada saat istirahat akan tidur. Gejala lain yang mungkin ditemukan : a.
Hidung tampak kemerahan
b.
Cemas, stress, tegang
c.
Tekanan darah rendah (hipotensi)
6. Komplikasi
Tension pneumathoraks dapat menyebabkan pembuluh darah kolaps, akibatnya pengisian jantung menurun sehingga tekanan darah menurun. Paru yang sehat juga dapat terkena dampaknya. Pneumothoraks dapat menyebabkan hipoksia dan dispnea berat. Kematian menjadi akhir dari pneumothoraks jika tidak ditangani dengan cepat. Gambaran ancaman terhadap kehidupan pada pasien ekstrim yaitu pertimbangan tension pneumothoraks, nafas pendek, hypotensi, tachykardy, trachea berubah. Diagnosa banding : a.
Acute myocardial infarction
b.
Emphysema
7. Prognosis
Spontaneus pneumothoraks mempengaruhi kira-kira 9.000 orangorang setiap tahun di Amerika yang tidak mempunyai sejarah dari penyakit paru. Tipe dari pneumothoraks ini adalah paling umum pada pria-pria yang berumur antara 20 dan 40 tahun, terutama pada pria-pria
yang tinggi dan kurus. Merokok lebih ditunjukan meningkatkan resiko dari pneumothoraks. Hasil dari pneumothoraks tergantung pada luasnya dan tipe dari pneumothoraks spontaneus. Pneumothoraks akan umumnya hilang dengan sendirinya tanpa perawatan. Bahkan ketika kecil jauh lebih serius dan membawa angka kematian sebesar 15%. Secondary pneumothoraks memerlukan perawatan darurat dan segera mempunyai satu pneumothoraks meningkatkan resiko terulang kembali. Angka kekambuhannya adalah kira-kira 40%. Kebanyakan kekambuhan terjadi dalam waktu 1,5 sampai 2 tahun.
8. Pemeriksaan Diagnostik
a. Pemeriksaan fisik dengan bantuan sketoskop menunjukkan adanya penurunan suara b. Gas darah arteri untuk mengkaji PaO 2 dan PaCO2 c. Pemeriksaan EKG d. Sinar X dada, menyatakan akumulasi udara / cairan pada area pleural, dapat menunjukan penyimpangan struktur mediastinal (jantung) e. Torasentensis ; menyatakan darah / cairan serosanguinosa f. Pemeriksaan darah vena untuk pemeriksaan darah lengkap dan elektrolit. Hb : mungkin menurun, menunjukkan kehilangan darah g. Pengkajian tingkat kesadaran dengan menggunakan pendekatan AVPU h. Pulse Oximeter : pertahankan saturasi > 92 %
9. Penatalaksanaan Medis
a. Chest wound/sucking chest wound Luka tembus perlu segera ditutup dengan pembalut darurat atau balutan tekan dibuat kedap udara dengan petroleum jelly atau plastik bersih. Pembalut plastik yang steril merupan alat yang baik, namun plastik pembalut kotak rokok (selofan) dapat juga
digunakan. Pita selofan dibentuk segitiga salah satu ujungnya dibiarkan tebuka untuk memungkinkan udara yang terhisap dapat dikeluarkan.
Hal
ini
untuk
mencegah
terjadinya
tension
pneumothoraks. Celah kecil dibiarkan terbuka sebagai katup agar udara dapat keluar dan paru-paru akan mengembang. b. Blast injury or tention Jika udara masuk kerongga pleura disebabkan oleh robekan jaringan paru, perlu penanganan segera. Sebuah tusukan jarum halus dapat dilakukan untuk mengurangi tekanan agar paru dapat mengembang kembali. c. Penatalaksanaan WSD ( Water Sealed Drainage ) d. Perawatan Per-hospital Beberapa paramedis mampu melakukan needle thoracosentesis untuk mengurangi tekanan intrapleura. Jika dikehendaki intubasi dapat segera dilakukan jika keadaan pasien makin memburuk. Perwatan medis lebih lanjut dan evaluasi sangat dianjurkan segera dilakukan. Termasuk dukungan ventilasi mekanik. e. Pendekatan melalui torakotomi anterior, torakomi poskerolateral dan skernotomi mediana, selanjutnya dilakukan diseksi bleb, bulektonomi, subtotal pleurektomi. Parietalis dan Aberasi pleura melalui Video Assisted Thoracoscopic Surgery (VATS).
B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan 1.
Pengkajian a. Identitas
1)
Identitas pasien a) Nama b) Umur c) jenis kelamin d) agama e) status perkawinan f) pendidikan g) pekerjaan h) tanggal masuk i) no register j) diagnosa medic
2)
Identitas penanggung jawab a) Nama b)
Umur
c)
Jenis kelamin
d)
Pekerjaan
e)
Pendidikan
f)
Hubungan dengan pasien
b. Riwayat Kesehatan
1) Riwayat penyakit saat ini Keluhan sesak napas sering kali datang mendadak dan semakin lama semakin berat. Nyeri dada dirasakan pada sisi yang sakit, rasa berat, tertekan dan terasa lebih nyeri pada gerakan pernapasan. Melakukan pengkajian apakah ada riwat trauma yang mengenai rongga dada seperti peluru yang menembus dada dan paru, ledakan yang menyebabkan tekanan pada paru meningkat, kecelakaan lalu lintas biasanya menyebabkan
trauma tumpul di dada atau tusukan benda tajam langsung menembus pleura. 2) Riwayat penyakit dahulu Perlu ditanyakan apakah klien pernah menderita penyakit seperti TB Paru dimana sering terjadi pada pneumothorax spontan 3) Riwayat penyakit keluarga Perlu ditanyakan adakah anggota keluarga yang menderita penyakit yang mungkin menyebabkan pneumothorax seperti kanker paru, asma, TB paru dan lain-lain.
c. Data fokus terkait penurunan fungsi dan pemeriksaan fisik
1) Aktifitas / istirahat Gejala : Dispnea dengan aktivitas maupun istirahat. 2) Sirkulasi Tanda : Takikardi Frekuensi tidak teratur / dtsritmia TD: Hipertensi/Hipotensi 3) Integritas ego Tanda : ketakutan, gelisah 4) Makanan / cairan Tanda : adanya pemasangan IV vena sentral 5) Nyeri / kenyamanan Gejala : Nyeri dada unilateral, meningkat karna pernapasan, batuk, timbul tiba-tiba gejala sementara batuk atau regangan tajam dan nyeri menusuk yang diperberat oleh napas dalam, kemungkinan menyebar ke leher, bahu, abdomen (efusi pleura) Tanda : Berhati-hati pada area yang sakit, perilaku distraksi, mengkerutkan kening
6) Pernafasan Gejala : Kesulitan bernafas, lapatr napas, batuk, Riwayat bedah dada/tarauma : penyakit paru kronis, inflamasi/infeksi paru (empisema/effuse), penyakit interstisial menyebar (sarkoidosis), keganasan (mis. Obstruksi tumor) Pneumothoraks
spontan
sebelumnya
:
ruptur
empisemtous bula spontan, bleb subpleural (PPOM) Tanda : Pernapasan : Peningkatan frekuensi/ takipnea Peningkatan kerja napas, penggunaan otot aksesori pernapasan pada dada, leher: rekraksi interkostal, ekspirasi abdominal kua Bunyi napas menurun atau tak ada Fremtus menurun Perkusi dada : Hiperresonan di atas area dada terisi udara (pnumothoraks), bunyi pekak diatas area dada yang terisi cairan (hematoraks) Observasi dan palpasi dada: gerakan dada tidak sama (paradoksis) bila trauma atau kempes, penurunan pengembanan toraks (area yang sakit) Kulit: sianisis, berkeringat, kreatipikasi subkutan (udara pada jaringan dengan palpasi) Mental : ansietas, gelisah, bingung, pingsan. Penggunaan vebtilasi mekanik tekanan positif/terapi PEET
2.
Diagnosa Keperawatan
a. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan kekolapsan paru, pergeseran mediastinum. b. Resiko terjadi infeksi berhubungan dengan insersi WSD c. Defisit volume cairan berhubungan dengan hilangnya cairan dalam waktu cepat d. Gangguan mobilitas fisik berhubngan dengan ketidak nyamanan sekunder akibat pemasangan WSD. e. Kurangnya
pengetahuan
berhubungan
dengan
informasi terhadap prosedur tindakan WSD.
keterbatasan
3.
Intervensi Keperawatan No
Diagnosa
Tujuan
Intervensi
Rasional
1.
Kerusakan pertukaran
Setelah dilakukan
1. berikan pengertian
1.
gas berhubungan
tindakan keperawatan
tentang prosedur
selalu terkontrol karena
dengan kekolapsan
diharapkan klien
tindakan WSD,
klien dan keluarga
paru, pergeseran
memiliki pertukaran gas
kelancaran dan
kooperatif.
mediastinum.
yang optimal selama
akibatnya
terpasang WSD
2. periksa WSD lokasi
Dengan kriteria hasil :
dan botol 3.
20 X/menit, suhu 363 – 37 3 0C, nadi
4.
80 – 100 kali/ menit, 2. keutuhanWSD terjaga 3. aliran (udara/cairan) lancar 4. selang tidak ada obstruksi dan tidak
yang berakibat paru kolaps. 3.
Hipertemi, takikardi,
observasi tanda tanda
takipnea merupakan tanda –
vital
tanda ketidakoptimalan
observasi analisa blood
fungsi paru.
gas 5.
Adanya kloting merupakan tanda penyumbatan WSD
insersi, selang drainage
1. klien memiliki tanda – tanda vital RR 12 –
2.
WSD yang obstruksi akan
4.
Ketidaknormalan ABG
kaji karakteristik suara
menunjukan adanya
pernapasan, sianosis
gangguan pernapasan.
terutama selama fase akut
5.
Adanya ronchi, rales dan sianosis merupakan tanda – tanda ketidakefektifan
terjadi sianosis pada
fungsi pernapasan
klien 2.
Resiko terjadi infeksi Setelah dilakukan berhubungan insersi WSD
1.
dengan tindakan keperawatan diharapkan klien bebas dari infeksi pada lokasi
2.
insersi selama pemasangan WSD
3.
Dengan kriteria hasil : 1. Bebas dari tanda –
4.
tanda infeksi : tidak ada kemerahan,
Berikan pengertian dan motivasi tentang
menjaga luka dari hal yang
perawatan WSD
septic tercipta bila klien
Kaji tanda – tanda
memiliki pengertian yang
infeksi
optimal
Monitor reukosit dan
2. Hipertemi, kemerahan,
LED
purulent, menunjukan
Dorongan untuk nutrisi
indikasi infeksi.
yang optimal
3. Leukositosis dan LED yang
Berikan perawatan luka
meningkat menunjukan
purulent, panas, dan
dengan teknik aseptic
indikasi infeksi.
nyeri yang meningkat
dan anti septic
serta fungsiolisa. 2. Tanda – tanda vital dalam batas normal.
5.
1. Perawatan mandiri seperti
6.
4. Mempertahankan status
Bila perlu berikan
nutrisi serta mendukung
antibiotik sesuai advis
system immune 5. Perawatan luka yang tidak benar akan menimbulkan pertumbuhan
mikroorganisme 6. Mencegah atau membunuh pertumbuhan mikroorganisme 3.
Defisit volume cairan Setelah dilakukan berhubungan
1.
dengan tindakan keperawatan
Catat drainage output
1.
40 – 100 ml cairan
setiap jam sampai
sangonius pada jam 8 post
hilangnya cairan dalam diharapkan klien
delapan jam kemudian 4
op adalah normal, tetapi
waktu cepat
– 8 jam
kalau ada peningkatan
Observasi tanda – tanda
mungkin menunjukan
defisit volume cairan
indikasi perdarahan.
mempertahankan keseimbangan cairan
2.
selama prosedur tindakan WSD
3.
Berikan intake yang
2.
Hipotensi, takikardi,
Dengan kriteria hasil :
optimal bila perlu
takipnea, penurunan
1. memiliki drainage
melalui parenteral
kesadaran, pucat
output yang optimal
diaporosis, gelisah
2. turgor kulit spontan
merupakan tanda – tanda
3. tanda – tanda vital
perdarahan yang mengarah
dalam batas normal 4. mempertahankan Hb 5. hematokrit dan
defisit volume cairan. 3.
Intake yang optimal akan kebutuhan cairan tubuh.
elektrolit dalam batas
Cairan parenteral
normal
merupakan suplemen
6. Orientasi adekuat dan
tambahan
klien dapat beristirahat dengan nyaman. 4.
Gangguan mobilitas
Setelah dilakukan
fisik berhubngan
tindakan keperawatan
ekstrimitas atas tempat
awal terjadinya kontraktur,
dengan ketidak
diharapkan klien
insersi WSD
sehingga bisa dibatasi.
nyamanan sekunder
memiliki mobilitas fisik
akibat pemasangan
yang adekuat selama
pemenuhan aktifitas
membatasi pergerakan
WSD.
pemasangan WSD
sehari-hari
sehingga mobilitas fisik
Dengan kriteria hasil : 1. Klien merasakan
1. Kaji ROM pada
2. Kaji tingkat nyeri dan
selama bernafas dan
tempat insersi.
of motion optimal
4. Dorong klien untuk
Mengetahui tanda – tanda
Nyeri yang meningkat akan
sehari – hari mengalami
aktiif atau pasif ada lengan dan bahu dekat
2. klien memiliki range
2.
3. Dorong exercise ROM
nyeri berkurang
bergerak
1.
gangguan. 3.
Mencegah stasis vena dan kelemahan otot
4.
Mencegah stiffness dan
exercise ekstrimitas
kontraktur dari kurangnya
bawah dan bantu
pemakaian lengan dan bahu
sesuai dengan kemampuannya 3. mobilitas fisik sehari-
ambulansi 5. Berikan tindakan distraksi
dekat tempat insersi 5.
dan relaksasi
Distraksi dan relaksasi berfungsi memberikan
hari terpenuhi.
kenyamanan untuk beraktifitas sehari – hari
5.
Kurangnya
Setelah dilakukan
pengetahuan
tindakan keperawatan
emosional klien saat akan
dan ketidak siapan mental
berhubungan dengan
diharapkan klien mampu
dilakukan tindakan health
merupakan factor utama
keterbatasan informasi
memverbalkan pengertian
education (penyuluhan)
adanya halangan
terhadap prosedur
tentang prosedur tindakan
tindakan WSD.
WSD sesuai kemampuan
tentang prosedur tindakan
dan bahasa yang dimiliki
WSD
Dengan kriteria hasil : 1. Klien mampu memverbalkan alasan tindakan WSD 2. mampu mendemonstrasikan perawatan WSD
1. Kaji keadaan fisik dan
1.
2. Berikan pengertian
penyampaian informasi. 2.
klien dan keluarganya
Pengertian membawa perubahan pengetahuan,
3. Demonstrasikan perawatan WSD depan
Kondisi fisik tidak nyaman
sikap dan psikomotor. 3.
Demonstrasi merupakan suatu metode yang tepat dalam penyampaian suatu informasi sehingga mudah di pahami.
minimal 3. mampu kooperatif terhadap tindakan yang dilakukan.
DAFTAR PUSTAKA
Doengoes, Marilynn, dkk, (2000), Rencana Asuhan Keperawatan ; Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien , edisi 3, alih bahasa : I Made Kariasa dan Ni Made S, EGC, Jakarta. Engram, Barbara, (1999), Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah , alih bahasa Suharyati S, volume 1, EGC, Jakarta