LAPORAN PENDAHULUAN KONTRAKTUR
I.
Konsep Dasar Penyakit 1.1 Definisi Kontraktur adalah pemendekan jarak 2 titik anatomis tubuh sehingga terjadi keterbatasan rentang gerak (range of motion). Kontraktur adalah kontraksi yang menetap dari kulit dan atau jaringan dibawahnya yang menyebabkan deformitas dan keterbatasan gerak. Kelainan ini disebabkan karena tarikan parut abnormal pasca penyembuhan luka, kelainan bawaan maupun proses degeneratif. Kontraktur yang banyak dijumpai adalah akibat luka bakar (Perdanakusuma, 2009).
1.2 Etiologi Kontraktur diakibatkan karena kombinasi berbagai faktor meliputi: posisi anggota tubuh, durasi imobilisasi, otot, jaringan lunak, dan patologis tulang. Individu dengan luka bakar sering diimobilisasi, baik secara global maupun fokal karena nyerinya, pembidaian, dan posisinya. Luka bakar dapat meliputi jaringan lunak, otot, dan tulang. Semua faktor ini berkontribusi terhadap kejadian kontraktur pada luka bakar (Schneider et al, 2006). 2006).
Berbagai hal yang yang dapat menyebabkan kontraktur adalah
sebagai berikut (Adu, 2011): a. Trauma suhu b. Trauma zat kimia c. Trauma elektrik d. Post-trauma Post-trauma (Volkmann’s) e. Infeksi ulkus buruli f. Idiopatik (Dupuytren’s) g. Kongenital (camptodactyly)
Berdasarkan lokasi dari jaringan yang menyebabkan ketegangan, maka kontraktur dapat diklasifikasikan menjadi : 1.
Kontraktur Dermatogen atau Dermogen Kontraktur yang disebabkan karena proses terjadinya di kulit, hal tersebut dapat terjadi karena kehilangan jaringan kulit yang luas misalnya pada luka bakar yang dalam dan luas, loss of skin/tissue dalam kecelakaan dan infeksi.
2.
Kontraktur Tendogen atau Myogen Kontraktur yang tejadi karena pemendekan otot dan tendon-tendon. Dapat terjadi oleh keadaan iskemia yang lama, terjadi jaringan ikat dan atropi, misalnya pada penyakit neuromuskular, luka bakar yang luas, trauma, penyakit degenerasi dan inflamasi.
3.
Kontraktur Arthrogen Kontraktur yang terjadi karena proses di dalam sendi-sendi, proses ini bahkan dapat sampai terjadi ankylosis. Kontraktur tersebut sebagai akibat immobilisasi yang lama dan terus menerus, sehingga terjadi gangguan pemendekan kapsul dan ligamen sendi, misalnya pada bursitis, tendinitis, penyakit kongenital dan nyeri
1.3 Manifestasi Klinis Gejala kontraktur bisa berupa : 1. Terdapat jaringan ikat adan atropi 2. Terjadi pembentukan sikatrik yang berlebih 3. Mengalami gangguan mobilisasi 4. Kesulitan melakukan aktivitas sehari-hari
1.4 Patofisiologi Patofisiologi yang jelas terbentuknya parut hipertrofi belum diketahui namun banyak faktor yang berkontribusi terhadap proses fibroproliferatif kulit tersebut. Paradigm yang sering digunakan adalah “benih dan tanah”. Komponen selular seperti fibroblast, keratinosit, sel induk, dan sel
inflamasi merupakan benih sedangkan komponen nonseluler seperti matriks ekstraseluler, kekuatan mekanik, tekanan oksigen, dan cytokine milieu adalah tanah. (Wong & Gurtner, 2010).
Mekanisme dasar pembentukan kontraktur didapat dari berbagai macam etiologi yaitu congenital, didapat, atau idiopatik. Proses ini disebabkan oleh aktifnya miofibroblas (sebuah sel dengan fibroblas dan dengan karakteristik seperti otot polos yang terdistribusinya granulasi di seluruh jaringan yang ada pada luka). Kontraksi dari miofibroblas menyebabkan luka menyusut. Hal ini juga diikuti dengan deposisi kolagen dan saling berhubungan untuk mempertahankan kontraksi. Pada embryogenesis, kegagalan diferensiasi jari-jari menyebabkan terbentuknya jaringan parut yang menyebakan fleksi proksimal sendi interfalang yang mengakibatkan camptodactyly (Adu, 2011). Apabila jaringan ikat dan otot dipertahankan dalam posisi memendek dalam jangka waktu yang lama, serabut-serabut otot dan jaringan ikat akan menyesuaikan memendek dan menyebabkan kontraktur sendi. Otot yang dipertahankan memendek dalam 5-7 hari akan mengakibatkan pemendekan perut otot yang menyebabkan kontraksi jaringan kolagen dan pengurangan jaringan sarkomer otot. Bila posisi ini berlanjut sampai 3 minggu atau lebih, jaringan ikat sekitar sendi dan otot akan menebal dan menyebabkan kontraktur.
Kontraksi adalah proses aktif biologis untuk menurunkan dimensi area anatomi dan jaringan yang dapat menyebabkan perlambatan kesembuhan dari luka terbuka. Kontraktu adalah produk akhir dari proses kontraksi. Kontraktur mengganggu secara fungsional dan estetik (Pandya, 2001)
1.7 Pencegahan Kontraktur Pencegahan kontraktur lebih baik dan efektif daripada pengobatan. Program pencegahan kontraktur meliputi : 1.7.1
Posisi yang mencegah kontraktur Posisi yang melindungi dari kontraktur harus dimulai dari hari pertama sampai beberapa bulan setelah trauma. Posisi ini diaplikasikan terhadap semua pasien baik yang mendapat terapi cangkok kulit maupun yang tidak. Posisi ini penting karena dapat mempengaruhi panjang jaringan dengan menurunkan ruang lingkup gerak sebagai akibat dari parut jaringan. Pasien diistirahatkan dengan posisi yang nyaman, posisi ini biasanya adalah posisi fleksi dan juga merupakan posisi kontraktur. Tanpa dorongan dan bantuan dari orang lain, pasien akan meneruskan posisi yang menyebabkan kontraktur. Sekali kontraktur mulai terbentuk dapat terjadi kesulitan untuk bergerak sempurna seperti sediakala. Penyesuaian
awal
kemungkinan
terbaik
memiliki hasil
esesnsi
terapi,
untuk
selain
itu
memastikan pula
untuk
meringankan nyeri. Pasien harus selalu melakukan kebiasaan posisi pada stadium awal penyembuhan. Pasien perlu dorongan untuk mempertahankan posisi yang mencegah kontraktur (kecuali ketika program latihan dan aktivitas fungsional lain), dukungan keluarga sangat penting. Ketika luka bakar terjadi pada bagian fleksor tubuh, risiko kontraktur akan semakin meningkat. Posisi yang mencegah terjadinya kontraktur berdasarkan luka bakar adalah sebagai berikut: a.
Leher depan Posisi yang dapat menyebabkan kontraktur adalah fleksi leher, dagu ditarik ke arah dada, kontur leher menghilang sedangkan posisi yang mencegah terjadinya kontraktur adalah ekstensi
leher, tidak ada bantal di belakang kepala, putar balik leher. Kepala dimiringkan bila posisi duduk. b.
Leher belakang Posisi yang dapat menyebabkan kontraktur adalah ekstensi leher dan pererakan leher yang lain sedangkan posisi yang mencegah terjadinya kontraktur adalah duduk dengan posisi leher fleksi, berbaring dengan menggunakan bantal di belakang kepala.
c.
Aksila anterior, aksila posterior, maupun lipatan aksila Posisi yang dapat menyebabkan kontraktur adalah terbatasnya abduksi dan juga protraksi ketika luka bakar juga ada di dada sedangkan posisi yang mencegah terjadinya fraktur adalah berbaring dan duduk lengan abduksi 900 ditopang dengan menggunakan bantal atau alat lain diantara dada dan lengan.
d.
Siku depan Posisi yang dapat menyebabkan kontraktur adalah fleksi siku sedangkan posisi yang mencegah terjadinya fraktur adalah ekstensi siku.
e.
Punggung tangan Posisi
yang
hiperekstensi
dapat
menyebabkan
kontraktur
adalah
metacarpalphalangeal
(MCP),
fleksi
interphalangeal (IP), adduksi ibu jari, dan fleksi pergelangan tangan sedangkan posisi yang mencegah terjadinya kontraktur adalah pada pergelangan tangan diekstensi 30-40 derajat, fleksi MCP 60-70 derajat, ekstensi sendi IP, dan abduksi ibu jari. f.
Telapak tangan Posisi yang dapat menyebabkan kontraktur adalah adduksi dan fleksi jari-jari tangan, telapak tangan ditarik ke dalam sedangkan posisi yang mencegah terjadinya kontraktur adalah
ekstensi pergelangan tangan, fleksi minimal MCP, ekstensi dan abduksi jari-jari tangan. g.
Groin Posisi yang dapat menyebabkan kontraktur adalah fleksi dan adduksi pangkal paha sedangkan posisi yang mencegah terjadinya kontraktur adalah berbaring tengkurap dengan ekstensi
tungkai,
batasi
duduk
dan
berbaring
posisi
menyamping. Jika dengan posisi supine, berbaring dengan posisi ekstensi tungkai, tanpa bantal di bawah lutut. h.
Belakang lutut Posisi yang dapat menyebabkan kontraktur adalah fleksi lutut sedangkan posisi yang mencegah terjadinya kontraktur adalah ekstensi tungkai pada saat berbaring dan duduk.
i.
Kaki Kaki adalah struktur komplek yang dapat ditarik dengan arah yang berbeda-beda oleh jaringan yang telah menyembuh. Hal ini dapat mengakibatkan mobilitas yang tidak normal. Posisi yang mencegah terjadinya kontraktur adalah pergelangan kaki diposisikan
90
derajat
terhadap
telapak
kaki
dengan
menggunakan bantal untuk mempertahankan posisi. Jika pasien dalam keadaan duduk maka posisi kakinya datar di lantai (tanpa edem).
j.
Wajah Kontraktur pada wajah dapat meliputi berbagai hal termasuk ketiakmampuan untuk membuka maupun menutup mulut dengan sempurna, ketidakmampuan menutup mata dengan sempurna,
dan
lain
sebagainya.posisi
yang
mencegah
terjadinya kontraktur adalah secara teratur merubah ekspresi
wajah dan peregangan seperlunya. Tabung empuk dapat dimasukkan ke dalam mulut untuk melawan kontraktur mulut.
1.7.2
Bidai Pembidaian sangat efektif untuk membantu mencegah kontraktur dan merupakan hal yang perlu dilakukan sebagai program rehabilitasi komprehensif. Pembidaian membantu mempertahankan posisi yang mencegah kontraktur terutama terhadap pasien yang mengalami nyeri hebat, kesulitan penyesuaian atau dengan area luka
bakar
yang
dengan
menggunakan
posisi
pencegahan
kontraktur saja tidak cukup. Pembidaian dilakukan dengan posisi yang diregangkan sehingga memberikan suatu latihan peregangan awal yang lebih mudah. Parut tidak hanya berkontraksi namun juga mengambil rute terdekat, parut sering menimbulkan selaput atau anyaman diantara jari-jari, leher, lutut, aksilda, dan lain-lain. Bidai membantu merenovasi jaringan parutkarena membentuk dan mempertahankan kontur anatomis. Bidai adalah satu-satunya modalitas terapeutik yang tersedia dan berlaku yang dapat mengatur
tekanan
pada
jaringan
lunak
sehingga
dapat
menimbulkan remodeling jaringan. Bidai dapat dibuat dari berbagai macam bahan. Bahan yang ideal adalah yang memiliki temperature rendah dan ringan, mudah dibentuk, dan disesuaikan kembali kemudian juga sesuai dengan kontur.
1.7.3
Peregangan dan mobilisasi awal Sendi yang terkena luka bakar harus digerakkan dan diregangkan beberapa kali setiap harinya. Pasien membutuhkan pendamping baik dari tim medis maupun keluarganya untuk mencapai pergerakan yang penuh terutama untuk anak-anak yang memerluka perhatian
yang lebih dari orang tua. Pasien perlu mengembangkan kebiasaan tersebut dari hari ke hari. 1.7.4
Melakukan aktivitas sehari-hari Pasien luka bakar sering merasa kehilangan rasa dan kemampuan untuk beraktivitas secara normal. Aktivitas sehari-hari seperti makan, mandi sangat penting untuk melatih pasien dapat hidup mandiri.
1.7.5
Pijat dan pemberian moisturiser Pijatan
pada
parut
sangat
dianjurkan
sebagai
bagian
dari
penatalaksanaan luka parut meskipun mekanisme efeknya belum begitu diketahui. Hal yang dapat dilakukan adalah: a.
Pemberian moisturiser luka sering kehilangan kelembaban tergantung dari dalamnya luka dan sejauh kerusakan struktur kulit.
Luka
tersebut
dapat
menjadi
sangat
kering
dan
menimbulkan rasa tidak nyaman. Hal ini dapat menimbulkan retak dan pecahnya parut. Pemijatan dengan moisturizer atau minyak
tanpa
parfum
pada
bagian
teratas
parut
dapat
melembutkan sehingga pasien merasa lebih nyaman dan untuk mengurangi gatal. b.
Jika parut menjadi tebal dan meninggi dapat menggunakan pijatan kuat dan dalam menggunakan ibujari atau ujung jari untuk mengurangi kelebihan cairan pada tempat tersebut.
c.
Parut akibat luka bakar mengandung kolagen empat kali dibandingkan dengan luka parut biasa. Pijatan yang dalam dengan pola sedikit memutar dapat meningkatkan kesegarisan luka parut.
d.
Penurunan sensoris dan perubahan sensasi dapat terjadi. Pijatan rutin dan sentuhan pada parut dapat membantu desensitisasi dari luka yang sebelumnya hipersensitif
e.
Faktor psikologis dari seseorang yang memiliki kesulitan dan merasa tidak enak dipandang dapat dikurangi dengan menyentuh parut dan belajar bagaimana menerima keadaannya.
1.8
Penatalaksanaan Hal
utama
yang
dipertimbangkan
untuk
terapi
kontraktur
adalah
pengembalian fungsi dengan cara menganjurkan penggunaan anggota badan untuk ambulasi dan aktifitas lain. Menyingkirkan kebiasaan yang tidak baik dalam hal ambulasi, posisi dan penggunaan program pemeliharaan kekuatan dan ketahanan, diperlukan agar pemeliharaan tercapai dan untuk mencegah kontraktur sendi yang rekuren. Penanganan kontraktur dapat dliakukan secara konservatif dan operatif : 1.8.1
Konservatif Seperti halnya pada pencegahan kontraktur, tindakan konservatif ini lebih mengoptimalkan penanganan fisioterapi terhadap penderita, meliputi : a. Proper positioning Positioning penderita yang tepat dapat mencegah terjadinya kontraktur dan keadaan ini harus dipertahankan sepanjang waktu selama penderita dirawat di tempat tidur. Posisi yang nyaman merupakan posisi kontraktur. Program positioning antikontraktur adalah penting dan dapat mengurangi udem, pemeliharaan fungsi dan mencegah kontraktur.
Proper positioning pada penderita luka bakar adalah sebagai berikut :
Leher : ekstensi /hiperekstensi
Bahu : abduksi, rolasi eksterna
Antebrakii : supinasi
Trunkus : alignment yang lurus
Lutut : lurus, jarak antara lutut kanan dan kiri 20 derajat
Sendi panggul tidak ada fleksi dan rolasi eksterna
Pergelangan kaki : dorsofleksi
b. Exercise Tujuan exercise untuk mengurangi udem, memelihara lingkup gerak sendi dan mencegah kontraktur. Exercise yang teratur dan terusmenerus pada seluruh persendian baik yang terkena luka bakar maupun yang tidak terkena, merupakan tindakan untuk mencegah kontraktur. Adapun macam-macam exercise adalah : 1) Free active exercise : latihan yang dilakukan oleh penderita sendiri. 2) Isometric exercise : latihan yang dilakukan oleh penderita sendiri dengan kontraksi otot tanpa gerakan sendi. 3) Active assisted exercise : latihan yang dilakukan oleh penderita sendiri tetapi mendapat bantuan tenaga medis atau alat mekanik atau anggota gerak penderita yang sehat. 4) Resisted active exercise : latihan yang dilakukan oleh penderita dengan melawan tahanan yang diberikan oleh tenaga medis atau alat mekanik. 5) Passive exercise : latihan yang dilakukan oleh tenaga medis terhadap penderita. c. Stretching Kontraktur ringan dilakukan strectching 20-30 menit, sedangkan kontraktur berat dilakukan stretching selama 30 menit atau lebih dikombinasi dengan proper positioning. Berdiri adalah stretching yang paling baik, berdiri tegak efektif untuk stretching panggul depan dan lutut bagian belakang.
d. Splinting/bracing Mengingat lingkup gerak sendi exercise dan positioning merupakan hal yang
penting
untuk
diperhatikan
pada
luka
bakar,
untuk
mempertahankan posisi yang baik selama penderita tidur atau melawan kontraksi jaringan terutama penderita yang mengalami kesakitan dan kebingungan. e. Pemanasan Pada kontraktur otot dan sendi akibat scar yang disebabkan oleh luka bakar, ultrasound adalah pemanasan yang paling baik, pemberiannya selama 10 menit per lapangan. Ultrasound merupakan modalitas pilihan untuk semua sendi yang tertutup jaringan lunak, baik sendi kecil maupun sendi besar.
1.8.2 Operatif Tindakan operatif adalah pilihan terakhir apabila pcncegahan kontraktur dan terapi konservatif tidak memberikan hasil yang diharapkan, tindakan tersebut dapat dilakukan dengan beberapa cara : a.
Z – plasty atau S – plasty Indikasi operasi ini apabila kontraktur bersama dengan adanya sayap dan dengan kulit sekitar yang lunak. Kadang sayap sangat panjang sehingga memerlukan beberapa Z-plasty.
b.
Skin graft Indikasi skin graft apabila didapat jaringan parut yang sangat lebar. Kontraktur dilepaskan dengan insisi transversal pada seluruh lapisan parut, selanjutnya dilakukan eksisi jaringan parut secukupnya. Sebaiknya dipilih split thickness graft untuk l potongan, karena full thickness graft sulit. Jahitan harus berhati-hati pada ujung luka dan akhirnya graft dijahitkan ke ujung-ujung luka yang lain, kemudian dilakukan balut tekan. Balut diganti pada hari ke 10 dan dilanjutkan dengan latihan aktif pada minggu ketiga post operasi.
c.
Flap Pada kasus dengan kontraktur yang luas dimana jaringan parutnya terdiri dari jaringan fibrous yang luas, diperlukan eksisi parsial dari parut dan mengeluarkan / mengekspos pembuluh darah dan saraf tanpa
ditutupi
dengan
jaringan
lemak,
kemudian
dilakukan
transplantasi flap untuk menutupi defek tadi. Indikasi lain pemakaian flap adalah apabila gagal dengan pemakaian cara graft bebas untuk koreksi kontraktur sebelumnya. Flap dapat dirotasikan dari jaringan yang dekat ke defek dalam 1 kali kerja.
II. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan PENGKAJIAN 1. Biodata a. Biodata Anak b. Biodata Penanggungjawab 2. Data Fokus 1)
Derajat I: gejala berupa keketatan namun tanpa penurunan gerakan ruang lingkup gerak maupun fungsi.
2)
Derajat II: sedikit penurunan gerakan ruang lingkup gerak atau sedikit penurunan fungsi namun tanpa mengganggu aktivitas sehari-hari secara signifikan, tanpa penyimpangan arsitektur normal daerah yang terkena.
3)
Derajat III: terdapat penurunan fungsi, dengan perubahan awal arsitektur normal pada daerah yang terkena..
4)
Derajat IV: kehilangan fungsi dari daerah yang terkena.
3. Pemeriksaan fisik a)
Aktivitas/Istirahat Badan lemah, penurunan kekuatan, keterbatasan rentang gerak pada area yang sakit
b)
Sirkulasi
c)
Hipotensi (syok), takikardi
d)
Integritas Ego Adanya faktor stress, perasaan tak berdaya/tak ada harapan ,menyangkal, ansietas, ketakutan, dan mudah tersinggung
e)
Eliminasi Penurunan bising usus/tidak ada, haluan urine menurun/tidak ada
f)
Makanan/Cairan Anoreksia, mual/muntah
g)
Keamanan Cedera kimia : tampak luka bervariasi sesuai agen penyebab.
h)
Interaksi Sosial Penyuluhan atau pembelajaran, perubahan pola biasa dalam tanggung jawab/ perubahan kapasitas fisik untuk melaksanakan peran
2.2 Diagnoa Keperawatan yang mungkin muncul Diagnosa 1 : Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan/tahanan. 2.2.1`Definisi Keterbtasan dalam gerakan fisik atau satu atau lebih ektremitas secara mandiri dan terarah 2.2.2 Batasan karakteristik
Dispnea setelah beraktivitas
Gangguan sikap berjalan
Gerakan lambat
Gerakan tidak terkoordinasi
Kesulitan membolak-balikan posisi
2.2.3 Faktor yang berhubungan
Agen farmaseutikal
Ansietas
Depresi
Dissue
Penuruanan ketahan tubuh
Penurunan kekuatan otot
2.2.4 Intervensi Tujuan : Menunjukkan perilaku mampu melakukan aktivitas. a. Lakukan latihan rentang gerak secara konsisten, diawali dengan pasif kemudian aktif.
R/ mencegah secara progresif mengencangkan jaringan parut, kontraktur, meningkatkan pemeliharaan fungsi otot dan sendi dan menurunkan kehilangan kalsium dan tulang. b. Instruksikan dan bantu dalam mobilitas, contoh tongkat, walker secara tepat. R/ meningkatkan keamanan ambulasi. c.
Dorong dukungan dan bantuan keluarga/orang terdekat pada latihan rentang gerak. R/ memampukan keluarga/orang terdekat untuk aktif dalam perawatan pasien dan memberikan terapi lebih konstan/konsisten.
d.
Masukkan aktivitas sehari-hari dalam terapi fisik, hidroterapi, dan asuhan keperawatan. R/ komunikasi aktivitas yang menghasilkan perbaikan hasil dengan meningkatkan efek masing-masing.
e.
Dorong partisipasi pasien dalam semua aktivitas sesuai kemampuan individual. R/ meningkatkan kemandirian, meningkatkan harga diri, dan membantu proses perbaikan.
Diagnosa II :Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan kerusakan permukaan kulit. 2.2.5 Definisi Kerusakan pada epidermis dan tau dermis 2.2.6 Batasan karakteriistik
Benda asing menusuk permukaaan kulit
Kerusakan integritas kulit
2.2.7 faktor yang berhubungan Ekstrernal
Agen farmaseutikal
Cedera kimiawikulit (misal: luka bakar,agens mustard)
Hipertermia
Hipotermia
Kelembapan
Internal
Gangguan metabolisme
Gangguan pigmentasi
Gangguan sirkulasi
Nutrisi tidak adekuat
2.2.8 Intervensi dan Rasional Tujuan : Menunjukkan penyembuhan tepat waktu. a.
Observasi kemerahan, pucat, ekskoriasi. R/ area meningkat resikonya untuk kerusakan dan memerlukan pengobatan lebih intensif .
b.
Evaluasi
proses
penyembuhan.
Kaji
ulang
harapan
terhadap
penyembuhan dengan pasien. R/ penyembuhan mulai dengan segera, tetapi penyembuhan lengkap memerlukan waktu. c.
Diskusikan
pentingnya
perubahan
posisi
sering,
perlu
untuk
mempertahankan aktivitas. R/ meningkatkan sirkulasi dan perfusi kulit dengan mencegah tekanan lama pada jaringan. d.
Dorong mandi tiap 2 hari sekali. R/ sering mandi membuat kekeringan kulit .
DAFTAR PUSTAKA
Adu EJK. (2011). Management of contractures: a five-year experience at komfo anokye teaching hospital in kumasi. Ghana Medical Journal 45(2):66-72. Goel A & Shrivastava P. (2010). Post-burn scars and scar contractures. Indian Journal of Plastic Surgery 43(3):63-71. Ogawa R & Pribaz JJ. (2010). Diagnosis, assessment, and classification of scar contractures. Color Atlas of Burn Reconstructive Surgery. Springer Heidelberg Dordrecht London NewYork. Pandya AN. (2001). Burn injury. Repair & Recontruction 2(2):1 -16. Perdanakusuma, DS. (2009). Surgical management of contracture in head and neck. Annual Meeting of Indonesian Symposium on Pediatric Anesthesia & Critical care, JW Marriot Hotel Surabaya. Procter F. (2010). Rehabilitation of the burn patient. Indian Journal of Plastic Surgery 43(Suppl):S101-S113. Schneider JC, Holavanahalli R, Helm, P, Goldstein R, & Kowalske K. (2006). Contractures in burn injury: defining the problem. Journal of Burn Care Research 27(4):508-514. Schwarz RJ. (2007). Management of postburn contractures of the upper extremity. Journal of Burn Care Research 28:212-219. Wong VW & Gurtner GC. (2010). Strategies for skin regeneration in burn patients. Color Atlas of Burn Reconstructive Surgery. Springer Heidelberg Dordrecht London NewYork. https://www.scribd.com/doc/125609550/LAPORAN-PENDAHULUAN-kontraktur diakses tanggal 30 pukul 20.00