LAPORAN PENDAHULUAN PASIEN DENGAN DIAGNOSA MEDIS KOLELITIASIS (BATU SALURAN EMPEDU)
I.
KONSEP PENYAKIT
A. Pengertian Kolelitiasis atau koledokolitiasis merupakan adanya batu di kandung empedu, atau pada saluran kandung empedu yang pada umumnya komposisi utamanya adalah kolesterol. (William, 2003) Kolelitiasis (kalkulus/kalkuli, batu empedu) biasanya terbentuk dalam kandung empedu empedu dari unsur-unsur padat yang yang membentuk cairan empedu; batu empedu memiliki ukuran, bentuk dan komposisi yang sangat bervariasi. (Smeltzer, 2002) Menurut gambaran makroskopis dan komposisi kimianya, batu empedu digolongkan atas 3 golongan, yaitu: 1. Batu kolesterol; berbentuk oval, multifocal atau mulberry dan mengandung lebih dari 70% kolesterol. 2. Batu kalsium billirubinan (pigmen coklat); berwarna coklat atau coklat tua, lunak, mudah dihancurkan dan mengandung kalsium bilirubinat sebagai komponen utama. 3. Batu pigmen hitam; berwarna hitam atau hitam kecoklatan, tidak berbentuk, seperti bubuk dan kaya akan sisa zat hitam yang tak terekstraksi.
B. Etiologi Penyebab pasti dari kolelitiasis atau kaledokolitiasis atau batu empedu belum diketahui. Satu teori menyatakan bahwa kolesterol dapat menyebabkan supersaturasi empedu di kandung empedu. Setelah beberapa lama, empedu yang telah mengalami supersaturasi menjadi mengkristal dan membentuk batu. Tipe lain batu empedu adalah batu pigmen. Batu
1
pigmen tersusun oleh kalsium kals ium bilirubin, yang terjadi ketika bilirubin bebas berkombinasi dengan kalsium. (Williams, 2003)
C. Patofisiologi kemungkinan akan terbentuk bila pigmen yang tak Batu pigmen pigmen terkonyugasi dalam empedu mengadakan presipitasi (pengendapan) sehingga terjadi batu. Batu ini tidak dapat dilarutkan dan harus dikeluarkan dengan jalan operasi. Batu
kolesterol kolesterol
yang merupakan unsure normal
pembentuk empedu bersifat tidak larut dalam air.kelarutannya bergantung ber gantung pada asam-asam empedu dan lesitin (fosfolipid) dalam empedu. Pada pasien yang cenderung menderita batu empedu akan terjadi penurunan sintesisi asam empedu dan peningkatan sintesis kolesterol dalam hati; keadaan ini menyebabkan supersaturasi getah empedu oleh kolesterol yang kemudian keluar dari getah empedu dan membentuk batu. Getah empedu yang jenuh oleh kolesterol merupakan predisposisi untuk timbulnya batu empedu dan berperan sebagai iritan yang menyebabkan peradangan dalam kandung empedu.
D. Tanda dan gejala 1. Rasa nyeri dan kolik bilier bilier Jika duktus sistikus tersumbat oleh batu empedu, kandung empedu akan mengalami distensi dan akhirnya infeksi. Pasien akan menderita panas dan mungkin teraba massa padat pada abdomen. Pasien dapat mengalami kolik bilier disertai nyeri hebat pada abdomen kuadaran kanan atas yang menjalar ke punggung atau bahu kanan; rasa nyeri ini biasanya disertai mual dan muntah dan bertambah hebat dalam makan makanan dalam porsi besar. Pada sebagian pasien rasa nyeri bukan bersifat kolik melainkan persisten. Serangan kolik bilier semacam ini disebabkan kontraksi kandung empedu yang tidak dapat mengalirkan empedu keluar akibat tersumbatnya saluran oleh batu. Dalam keadaan distensi, bagian fundus kandung empedu akan menyentuh dinding abdomen pada daerah kartilago kosta 9 dan 10 kanan. Sentuhan ini menimbulkan 2
nyeri tekan yang mencolok pada kuadran kanan atas ketika pasien melakukan inspirasi dalam dan menghambat pengembangan rongga dada. 2. Ikterus Obstruksi pengaliran getah empedu ke dalam dudodenum dudodenum akan menimbulkan gejala yang khas, yaitu: getah empedu yang tidak lagi dibawa kedalam duodenum akan diserap oleh darah dan penyerapan empedu ini membuat kulit dan menbran mukosa berwarna kuning. Keadaan ini sering disertai dengan gejal gatal-gatal pada kulit. 3. Perubahan warna urine dan feses. Ekskresi pigmen empedu oleh ginjal akan membuat urine berwarna sangat gelap. Feses yang tidak lagi diwarnai oleh pigmen empedu aka tampak kelabu, dan biasanya pekat yang disebut “Clay“Clay-colored ” 4. Defisiensi vitamin Obstruksi aliran empedu juga juga akan mengganggu mengganggu absorbsi vitamin A, D, E, K yang larut lemak. Karena itu pasien dapat memperlihatkan gejala defisiensi vitamin-vitamin ini jika obstruksi bilier berlangsung lama. Defisiensi vitamin K dapat mengganggu pembekuan darah yang normal.(Smeltzer, 2002)
E. Pemeriksaan penunjang 1. Pemeriksaan laboratorium 2. Pemeriksaan radiologis a. Radiologi Pemeriksaan USG telah menggantikan kolesistografi oral sebagai prosedur diagnostik pilihan karena pemeriksaan ini dapat dilakukan dengan cepat dan akurat, dan dapat digunakan pada penderita disfungsi hati dan ikterus. Disamping itu, pemeriksaan USG tidak membuat pasien terpajan radiasi inisasi. Prosedur ini akan memberikan hasil yang paling akurat jika pasien sudah berpuasa pada malam harinya sehingga kandung empedunya berada dalam keadan distensi. Penggunaan ultra sound berdasarkan pada gelombang suara yang dipantulkan kembali. Pemeriksan USG dapat mendeteksi kalkuli dalam kandung empedu atau duktus koleduktus yang mengalami dilatasi.
3
b. Radiografi: Kolesistografi Kolesistografi digunakan bila USG tidak tersedia atau bila hasil USG meragukan. Kolangiografi oral dapat dilakukan
untuk
kemampuan
mendeteksi
kandung
empedu
batu
empedu
untuk
dan
melakukan
mengkaji pengisian,
memekatkan isinya, berkontraksi serta mengosongkan isinya. Oral kolesistografi tidak digunakan bila pasien jaundice karena liver tidak dapat menghantarkan media kontras ke kandung empedu yang mengalami obstruksi.(Smeltzer, 2002) c. Sonogram Sonogram dapat mendeteksi batu dan menentukan apakah dinding kandung empedu telah menebal.(Williams, 2003) d. ERCP (Endoscopic Retrograde Colangiopancreatografi) Pemeriksaan
ini
memungkinkan
visualisasi
struktur
secara
langsung yang hanya dapat dilihat pada saat laparatomi. Pemeriksaan ini meliputi insersi endoskop serat optik yang fleksibel ke dalam esofagus hingga mencapai duodenum pars desendens. Sebuah kanula dimasukan ke dalam duktus koleduktus serta duktus pankreatikus, kemudian bahan kontras disuntikan ke dalam duktus tersebut untuk menentukan keberadaan batu di duktus dan memungkinkan visualisassi serta evaluasi percabangan bilier.(Smeltzer, 2002) e. Foto polos abdomen
F. Penatalaksanaan 1. Penatalaksanaan non bedah a. Penatalaksanaan pendukung dan diet. Kurang lebih 80% dari pasien-pasien inflamasi akut kandung
empedu
sembuh
dengan
istirahat,
cairan
infus,
penghisapan nasogastrik, analgesik dan antibiotik. Intervensi bedah harus ditunda sampai gejala akut mereda dan evalusi yang lengkap dapat
dilaksanakan,
kecuali
jika
kondisi
pasien
memburuk.(Smeltzer, 2002) Manajemen terapi :
Diet rendah lemak, tinggi kalori, tinggi protein 4
Pemasangan pipa lambung bila terjadi distensi perut.
Observasi keadaan umum dan pemeriksaan vital sign
Dipasang infus program cairan elektrolit dan glukosa untuk mengatasi syok.
Pemberian antibiotik sistemik dan vitamin K (anti koagulopati)
b. Farmakoterapi. Obat-obatan yang digunakan untuk penderita batu empedu biasanya adalah asam ursodeoksilat (urdafalk) dan kenodioksilat (chenodiol dan chenofalk), yang digunakan untuk melarutkan batu empedu yang berukuran kecil dan terutama tersusun oleh kolesterol. Mekanisme kerjanya adalah menghambat sintesis kolesterol dalam hati dan sekresinya sehingga terjadi desaturasi getah empedu. Batu yang sudah ada dapat dikurangi besarnya, batu yang kecil dilarutkan dan batu yang baru dicegah. c. Pengangkatan batu empedu tanpa pembedahan.
Pelarutan batu empedu. Pelarutan batu empedu dengan bahan pelarut (misal : monooktanoin atau metil tertier butil eter/MTBE) dengan melalui jalur : melalui selang atau kateter yang dipasang perkutan langsung kedalam kandung empedu; melalui selang atau drain yang dimasukkan melalui saluran T Tube untuk melarutkan batu yang belum dikeluarkan pada saat pembedahan; melalui endoskop ERCP; atau kateter bilier transnasal.
Pengangkatan
non
bedah. Beberapa
metode
non
bedah
digunakan untuk mengelurkan batu yang belum terangkat pada saat kolisistektomi atau yang terjepit dalam duktus koledokus. Prosedur pertama sebuah kateter dan alat disertai jaring yang terpasang padanya disisipkan lewat saluran T Tube atau lewat fistula yang terbentuk pada saat insersi T Tube; jaring digunakan untuk memegang dan menarik keluar batu yang terjepit dalam duktus koledokus. Prosedur kedua adalah penggunaan endoskop ERCP. Setelah endoskop terpasang, alat pemotong dimasukkan lewat endoskop tersebut ke dalam 5
ampula Vater dari duktus koledokus. Alat ini digunakan untuk memotong serabut-serabut mukosa atau papila dari spingter Oddi sehingga mulut spingter tersebut dapat diperlebar; pelebaran ini memungkinkan batu yang terjepit untuk bergerak dengan spontan kedalam duodenum. Alat lain yang dilengkapi dengan jaring atau balon kecil pada ujungnya dapat dimsukkan melalui endoskop untuk mengeluarkan batu empedu. Meskipun komplikasi setelah tindakan ini jarang terjadi, namun kondisi pasien harus diobservasi dengan ketat untuk mengamati kemungkinan terjadinya perdarahan, perforasi dan pankreatitis.
ESWL (Extracorporeal Shock-Wave Lithotripsy). Prosedur noninvasiv ini menggunakan gelombang kejut berulang (Repeated Shock Wave) yang diarahkan pada batu empedu didalam kandung empedu atau duktus koledokus dengan maksud memecah batu tersebut menjadi beberapa sejumlah fragmen.(Smeltzer, 2002)
2. Penatalaksanaan bedah a. Kolesistektomi b. Minikolesistektomi c. Kolesistektomi laparoskopi (atau endoskopik) d. Koledoskomi e. Bedah kolesistostomi f. Kolesistostomi perkutan
G. Komplikasi 1. Kolistitis obstruksi pada duktus sistikus atau koleduktus. 2. Peritonitis 3. Rupture dinding kandung kemih
6
II. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian 1. Anamnesa a. Nama b. Umur Umur pasien (Resiko untuk terkena kolelitiasis meningkat sejalan dengan bertambahnya usia. Orang dengan usia 40 tahun lebih cenderung untuk terkena kolelitiasis dibandingkan dengan orang degan usia yang lebih muda.) c. Jenis kelamin (Wanita mempunyai resiko 4 kali lipat untuk terkena kolelitiasis dibandingkan dengan pria. Ini dikarenakan oleh hormon esterogen berpengaruh terhadap peningkatan eskresi kolesterol oleh kandung empedu. Kehamilan, yang menigkatkan kadar esterogen juga meningkatkan resiko terkena kolelitiasis. Penggunaan pil kontrasepsi dan terapi hormon (esterogen) dapat meningkatkan kolesterol dalam kandung empedu dan penurunan aktivitas pengosongan kandung empedu). d. Alamat e. Pendidikan/pekerjaan f. Penanggungjawab pasien 2. Keluhan utama: (pasien dengan kolesistitis merasakan nyeri pada perut kanan pada bagian atas) 3. Riwayat Kesehatan a. Kesehatan masa lalu (anamnesa pada pengkajian apakah klien pernah dirawat di Rumah Sakit atau riwayat penyakit yang pernah diderita
pada
masa
lalu,
penah
mengalami
kolesistitis
sebelumnya. Orang dengan penyakit diabetes memiliki resiko tinggi terhadap insiden penyakit ini). b. Kesehatan sekarang (merasakan nyeri pada perut kanan pada bagian atas, mual muntah, terjadi ikterus, i kterus, regusitasi gas; sendawa dan flatus)
7
c. Kesehatan keluarga (Orang dengan riwayat keluarga kolelitiasis mempunyai resiko lebih besar dibandingn dengan tanpa riwayat keluarga) 4. Riwayat pemenuhan bio-psiko-sosial a. Aktivitas dan istirahat: 1) subyektif : kelemahan 2) Obyektif : kelelahan, gelisah b. Sirkulasi : 1) Obyektif : Takikardia, Diaphoresis c. Eliminasi : 1) Subektif : Perubahan pada warna urine dan feces 2) Obyektif : Distensi abdomen, teraba massa di abdomen atas/quadran kanan atas, urine pekat . d. Makan / minum (cairan) 1) Subyektif : Anoreksia, Nausea/vomit. a) Tidak ada toleransi makanan lunak dan mengandung gas. b) Regurgitasi ulang, eruption, flatunasi. c) Rasa seperti terbakar pada epigastrik (heart burn). d) Ada peristaltik, kembung dan dyspepsia. 2) Obyektif : a) Kegemukan. b) Kehilangan berat badan (kurus). e. Nyeri/ Kenyamanan : 1) Subyektif : a) Nyeri abdomen menjalar ke punggung sampai ke bahu. b) Nyeri apigastrium setelah makan. c) Nyeri tiba-tiba dan mencapai puncak setelah 30 menit. 2) Obyektif : Cenderung teraba lembut pada kolelitiasis, teraba otot meregang /kaku hal ini dilakukan pada pemeriksaan RUQ dan menunjukan tanda marfin (+). f. Respirasi : 1) Obyektif : Pernafasan panjang, pernafasan pendek, nafas dangkal, rasa tak nyaman. 8
g. Keamanan : 1) Obyektif : demam menggigil, Jundice, kulit kering dan pruritus, cenderung perdarahan (defisiensi Vit K ).
B. Diagnose Keperawatan
Pre operatif
1) Potensial gangguan keseimbangan cairan sehubungan dengan kehilangan cairan dari nasogatric, muntah dan gangguan koagulasi darah : protrombin menurun, waktu beku lama. 2) Penurunan integritas kulit atau jaringan sehubu ngan dengan pemasangan drainase (T-tube), perubahan metabolism, pengaruh bahan kimia (empedu). 3) Pemenuhan informasi berhubungan dengan rencana pembedahan
Post operatif
1) Nyeri berhubungan dengan respons inflamasi billier, kerusakan jaringan lunak pasca bedah. 2) Keseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake makanan yang kurang adekuat. 3) Resiko pola nafas tidak efektif berhubungan dengan nyeri pasca kolisistektomi ada saat ekpansi paru. 4) Pemenuhan informasi berhubungan dengan rencana perawatan rumah.
C. Intervensi
Pre operatif
1. Potensial gangguan keseimbangan cairan sehubungan dengan kehilangan cairan dari nasogatric, muntah dan gangguan koagulasi darah : protrombin menurun, waktu beku lama. Tujuan: Menunjukkan keseimbangan cairan yg adekuat. Criteria evaluasi
Selaput membran yg lembab.
Turgor kulit baik.
Urine normal 1500 cc/24 jam 9
Out put normal, tdk ada muntah
Intervensi Rasional 1. Monitor intake & output, 1. Memberikan imformasi ttg drainase dari T-tube, dan kebutuhan & fungsi organ luka operasi. Timbang BB tubuh. Khususnya cairan secara periodic empedu yang keluar 200 - 500 ml, penurunan cairan empedu yang masuk ke intestine. Keluarnya cairan empedu terus menerus dalam jumlah yg banyak, menandakan adanya ob-struksi, kadang - kadang adanya fistula pd empedu. Indikasi yg adekuat pada volume sirkulasi /perfusi. 2. Monitor tanda vital, kaji 2. Protrombin menurun dan terjadi mukosa membran, tur-gor waktu pembekuan lama ketika kulit, nadi perifer. adanya ob struksi saluran empedu. Meningkat pada resiko perdarahan. 3. Observasi tanda perda- 3. Mengurangi trauma, resiko rahan contoh: hemate perdarahan / hematom. mesis, ptekie, ekimosis 4. Gunakan jarum injeksi 4. Menghindari trauma dan yang kecil dan tekan bekas perdarahan gusi tusukan dalam waktu yang lama 5. Gunakan sikat gigi yang 5. Memberikan informasi volu me lembut sirkulasi, keseimbangan elektrolit dan faktor pem KOLABORASIi : bekuan darah 6. Monitor hasil pemeri- 6. Mempertahankan volume ksaan Hb, elektrolit, prosirkulasi yang adekuat dan trombin, Cloting time dan mengembalikan faktor bleeding time pembekuan yang adekuat adekuat 7. Berikan cairan intra-vena, 7. Mengoreksi hasil dari ketidak produksi darah sesuai seimbangan dari pengeluaran dengan indikasi gastrik dan luka 8. Berikan cairan elektrolit 8. volume sirkulasi & mem perbaiki ketidak seimba-ngan. 9. Beri Vitamin K (IV) 9. Meningkatkan atau mem percepat proses pembekuan. 2. Penurunan integritas kulit atau jaringan sehubu ngan dengan pemasangan drainase (T-tube), perubahan metabolism, perubahan metabolism, pengaruh bahan kimia (empedu). Tujuan: Adanya pemulihan luka tanpa komplikasi Kriteria evaluasi: Perilaku yg meningkat terhadap pemulihan luka. 10
Intervensi 1. Cek T-tube dan luka insisi, upayakan agar aliran bebas/lancar .
Rasional 1. Pemasangan T-tube di CBD selama 7 - 10 hari untuk mengeluarkan sisa-sisa batu. Tempat insisi untuk mengeluarkan sisa-sisa cairan pada empedu. Koreksi posisi untuk mencegah cairan kembali ke empedu. 2. Observasi warna dan sifat 2. Drainase berisi darah dan sisa drainase. Gunakan ostotomi darah, secara normal berubah bag yang disposable. warna hijau tua (warna empedu) sesudah beberapa jam pertama. Ostotomi mungkin digunakan untuk mengumpulkan cairan dan melindungi kulit 3. Pertahankan posisi selang 3. Mempertahankan lepasnya drainase tube di tempat selang atau pembentukan lumen tidur 4. Atur posisi semi fowler 4. Mempermudah aliran em pedu 5. Observasi sedakan, 5. Lepasnya T-tube dapat distensi abdomen, menyebabkan iritasi dia fragma peritonitis dan pancreatitis atau komplikasi yg serius jika saluran empedu masuk ke dalam perut atau sumbatan pada salu ran pankreas 6. Ganti pakaian klien, 6. Menjaga kebersihan kulit higiene kulit, disekitar luka disekitar insisi dapat mening insisi. katkan perlindungan kulit ter hadap ulserasi. 7. Observasi perubahan warna 7. Perkembangan ikterik dpt kulit sclera dan urin diindikasikan sebagai ob- struksi KOLABORASI : sal. empedu. 1. Beri antibiotik sesuai Untuk mengurangi infeksi atau indikasi. abses 2. lakukan penghentian T tube Untuk mengetes kemam- puan secara berkala mencoba saluran CBD sebelum T tube slang saluran empedu diangkat. sebelum di-angkat 3. Siapkan pembedahan bila Tindakan insisi atau dra diperlukan. inase/fistulektomi dilakukan untuk mengobati abses atau fistula. 4. Monitor hasil lab: Contoh : Peningkatan leukosit sebagai Leukosit gambaran adanya proses imflamasi contoh abses atau terjadinya peritonitis/pankeatitis.
11
3. Pemenuhan informasi berhubungan dengan rencana pembedahan. Tujuan : dalam waktu 1 x 24 jam informasi kesehatan terpenuhi. Kriteria Evaluasi :
Pasien mampu menjelaskan kembali pendidikan kesehatan yang diberikan.
Pasien termotivasi untuk melaksanakan penjelasan yang telah diberikan Intervensi
Rasional
Kaji tingkat pengetahuan pasien tentang
Tingkat
pengetahuan
pembedahan dipengaruhi oleh tingkat social
kolesistektomi
dan
rencana ekonomi
keperawatan rumah.
pasien.
menggunakan
Perawat pendekatan
yang sessuai dengan kondisi individu pasien. Cari sumber yang meningkatkan
Keluarga
terdekat
dengan
penerimaan informasi.
pasien perlu dilibatkan dalam pemenuhan informasi unttuk menurunkan
resiko
misinterpretasi
terhadap
informasi yang diberikan. Beritahu gejala awal pada pasien Pasien dengan batu empedu yang terdeteksi batu empedu tanpa asimtomatik.
gejala
untuk
harus
dididik
mengenali
dan
melaporkan gejala kolik billier dan pankreatitis akut. Anjurkan berolahraga
Olahraga
teratur
mengurangi
dapat frekuensi
kolesistektomi. Jelaskan
intevensi
nonbedah Intervensi medis ini dilakukan
dengan pelarutan batu empedu.
dengan
cara
menginfuskan
cairan palarut batu empedu 12
secara
kateter
perkutan
kekandung empedu. Jelaskan danlakukan pemenuhan atau
persiapan
pembedahan,
meliputi : Jelaskan tentang pembedahan
Kolesistektomi
meruoakan
suatu intervensi bedah yang
kolesistektomi
mempunyai ablative
tujuan atau
pengangkatan
bedah
melakukan bagian
tubuh
yang mengalami masalah atau mempunyai penyakit. diskusikan
jadwal
pembedakhan.
Pasien dan keluarga harus diberitahu
waktu
mulainya
pembedahan. Lakukan pendidikan kesehatan preoperative.
Setiap
pasien
diajarkan
sebagai
seorang
individu
dengan
mempertimbangkan
segala
keunikan
kebutuhan
ansietas,
dan
harapa-
harapannya. Beritahu persiapan pembedahan : Pencukuran area operasi
Pencukuran dilakukan
area
operasi
apabila
protol
lembaga atau ahli pembedahan mengharuskan dicukur.
kulit
Pasien
untuk
diberitahu
tentang prosedur mencukur, dibaringkan dalamposisi yang nyaman dan tidak memajan bagian yang tidak perlu. Persiapan puasa
Puasa preoperative idealnya 613
8
jam
sebelum
intervensi
bedah. Persiapan istirahat dan tidur
Istrahat merupakan hal yang penting untuk penyembuhan normal.
Persiapan
administrasi
dan
inform concent
Pasien
mendapatkan
penjelasan
dan
menandatangani
inform
concent.
Post operatif
1. Dx 1. Nyeri berhubungan dengan respons inflamasi billier, kerusakan jaringan lunak pasca bedah. Tujuan ; dalam waktu 3 jam pasca-Intervensi nonbedah dan 7 x 24 jam pasca bedah nyeri berkurang atau teradaptasi. Kriteria Evaluasi :
Secara subjektif pernyataan nyeri berkurang atau teradaptasi
Skala nyeri 0-1 (0-4)
TTV dalam batas normal, wajah pasien Relaks. Intervensi
Rasional
Jelaskan dan bantu pasien dengan tindakan pereda nyeri non farmakologi dan non invasive
Pendekatan dengan menggunakan relaksasi dan nonfarmakologi lainnya telan menunjukkan keefektifan dalam mengurangi nyeri
Lakukan manajemen nyeri Manajemen nyeri merupakan keperawatan pada pasien tanpa kunci dari penatalaksanaan intervensi bedah, meliputi : pasien pasca bedah. Kaji nyeri pada pendekatan PQRST Berikan posisi fowler
Kompres hangat abdomen kanan atas
pada
Pendekatan PQRST dapat secara komperhensif menggali nyeri pasien Posisi fowler menurunkan tekanan-tekanan intra abdominal. area Efek dilatasi dinding empedu memberikan respon spasme akam menurun. 14
Istirahatkan pasien pada saat Istirahat secara fisiologis akan nyeri muncul menurunkan kebutuhan oksigen yang diperlukam untuk memnuhi kebutuhan metabolism basal. Ajarkan teknik relaksasi Meningkatnya intake oksigen pernafasan dalam pada saat nyeri sehingga akan menurunkan nyeri muncul skunder dari iskemia jaringan local. Distraksi atau (pengalihan Ajarkan teknik distraksi pada saat perhatian) dapat menurunkan nyeri stimulus internal. Lakukan manajemen sentuhan Manajemen sentuhan dukungan fisiologis dapat membantu menurunkan nyeri. Lakuakan manajemen nyeri keperawatan pada pasien pasca intervensi bedah yang meliputi : Apabila pasien mengalami skala Kaji nyeri dengan pendekatan nyeri 3 (0-4), merupakan PQRST peringatan yang perlu diwaspadai pasien karena hal ini memberikan manifestasi klinis yang bervariasi dari komplikasi pasca bedah kolisitektomi. Atur posisi fisiologis Lokasi insisi didaerah subkosta pada pembedahan kandung empedi cenderung membuat pasien tidak ingin membalikkan serta menggerakkan tubuh dan cenderung bernafas dangkal untuk mencegah rasa nyeri. Oleh karena abrasi paru, Bantu aktivitas penurunan respon peningkatan aktivitas secara nyeri bartahap diperlukan mencegah komplikasi pasca operativ sehingga pemberian analgesic perlu di dilakukan sesuai resep. Beri oksigen 3 L/menit Pemberian oksigen sebagai pemeliharaan oksigen optimal dan menurunkan respon nyeri akaibat kekurangan oksigen pasca bedah. Tingkatan penmgetahuan tentang : Pengertahuan yang dirasakan sebab-sebab nyeri dan membantu mengurangi nyerinya menghubungkan berapa nyeri dan dapat membantu akan berlangsung mengembangkan kepatuhan pasien terhadap rencana terapeutik 15
Kolaborasi dengan untuk pemberian :
tim
medis
Analgetik intervensi non bedah litotrepsi
Pelarutan batu empedu
Terapi endoskopi
Intervensi bedah
Analgetik membelok lintasan nyeri sehingga nyeri berkurang. Procedural litotropsi atau ESWL ini telah berhasil membelah batu empedu tanpa pembedahan Untuk melarutkan batu empedu dengan mengimpulskan suatu bahan pelarut (monoktanoin atau metiltertier butyl eter) kedalam batu empedu. Sesudah endoskopi terpasang alat ini digunakan untuk memotong serabut-serabut mukosa atau pavila spingter odi, sehingga mulut spingter tersebut dapat diperlebar. Penanganan bedah batu empedu untuk mengurangi keluhan nyeri, untuk menghilangkan penyebab kolik bilier dan untuk untuk mengatasi kolesistitis akut.
2. Dx 2. Keseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan dengan intake makanan yang kurang adekuat. adekuat. Tujuan : Dalam waktu 3 x 24 jam pada pasien non bedah dan 5 x 24
jam
pada
pasien
pasca
bedah
kolisistektomi
akan
mempertahankan kebutuhan nutrisi yang adekuat. Kriteria Evaluasi :
Membuat pilihan diet untuk memenuhi kebutuhan nutrisi dalam
situasi individu
Menunjukkan peningkatan BB. Intervensi
Rasional
Kaji status nutrisi pasien ,tugor Memvalidasi dan menetapkan kulit,
berat
badan,
derajat derajat
masalah
untuk
penurunan
berat
badan, menetapkan pilihan intervensi
integritas
mukosa
oral, yang tepat.
kemampuan menelan, riwayat 16
mual muntah dan diare. Kaji pengetahuan pasien tentang integritas nutrisi.
untuk
meningkatkan
pengetahuan
kondisi
social
ekonomi pasien pertahankan kebersihan mulut
akumulasi partikel makanan dimulut dapat meningkatkan bau dan rasa tak sedap yang menurunkan nafsu makan.
Beri diet sesuai kondisi klinik atau tingkat toleransi
Diet yang diharapkan segera setelah suatu serangan yang akut biasanya dibatasi pada makanan cair rendah lemak Diet pasien dapat berupa diet
Beri
diet
pasca
bedah rendah
kolesistektomi.
lemak,tinggi
karbohidrat dan protei yang diberikan
segera
setelah
pembedah Berikan
makanan
secara
Pasien dapat berkonsentrassi
berlahan pada lingkungan yang pada mekanisme makan tanpa tenang.
ada
distraksi
atau
adanyan
gangguan dari luar. Kolaborasi dengan ahli diet untuk
menetapkan
komposisi
dan jenis diet yang tepat
Merencanakan diet dengan kandungan adekuat
nutrisi untuk
yang
memenuhi
penigkatan kebutuhan energy dan kalori berhungan dengan metabolis pasien. Monitor perkembangan berta badan
Penimbangan
berat
dilakukan
sebagai
terhadap
intervensi
badan evaluasi yang
diberikan.
17
3. Dx 3. Resiko pola nafas tidak efektif berhubungan dengan nyeri pasca kolisistektomi ada saat ekpansi paru Tujuan ; dalam waktu 1 x 24 jam tiadak terjadi perubahanpola nafas. Kriteria hasil :
Laporan secar subjektif tidak sesak nafas bila bernafas optimal
tanpa disertai nyeri pada insisi lika.
RR dalam batas 16-20x/menit
Pemeriksaan gas arteri.
Kadar elektrolit normal. Intervensi
Kaji
factor
Rasional
penyebab
pola
nafas tidak efektif
Mengidentifikasi untuk mengatasi penyebab dasar dari penurunan ekpansi
pascabedah
kolesistektomi. Istirahatkan
pasien
dengan Posisi fowler akan meningkatkan
posisi Fowler Manajemen
posisi ekpansi paru optimal. lingkungan
Lingkungan
tenaga
akan
tenanga dan batasi pengunjung.
menurunkan
stimulus
nyeri
ekternal
dan
pengunjung
pembatasan
akan
meningkatkan
membanatu
kondisi
oksigen
ruangan yang akan berkurang apabila banyak pengunjung yang ada diruangan. Beri oksigen 3 L/menit
Terapi
pemeliharaan
untuk
kebutuhan oksigenasi. Ajarkan dan bantu menyagga
Menurunkan tarikan pada kulit
sekitar luka pasien pada saat
akibat peningkatan intraabdomen
latihan nafas dalam
skunder
dari
batuk
akan
menurunkan stimulus nyeri dan 18
pasien mendapat dukungan, serta kepercayaan diri untuk melakukan pernafasan diafragma diaf ragma karena pada kondisi
klinik
sebagian
besar
pasien pascabedah takut untuk melakukan
latihan
pernafasan
diafragma. Ajarkan mengatur posisi atau
Posisi disesuaikan toleransi pasien
menggunakan bantal apabila pasca bedah. Biasakan pasien
mengalaminyeri
posisi
saat fowler atau miring kesisi yang
melakukan pernafasan dalam.
sehat
atau
duduk
menggunakan
bantal
dengan dapat
meningkatkan kepercayaan diri dan menurunkan respon nyeri pada pasien. Kolaborasi : Plantau
data
analisis
gas
berkelanjutan.
laboraturium
Tujuan
intervensi
keperawatan
darah pada alkalosis adalah menurunkan pH
sistemik
sampai
batas
amandan menanggulangi sebabsebab
alkalosis
yang
mendasarinya.
4. Dx 4. Pemenuhan informasi berhubungan dengan rencana perawatan rumah. Tujuan : dalam waktu 1 x 24 jam informasi kesehatan terpenuhi. Kriteria Evaluasi :
Pasien mampu menjelaskan kembali pendidikan kesehatan yang
diberikan.
Pasien termotivasi untuk melaksanakan penjelasan yang telah
diberikan.
19
Intervensi
Rasional
Beritahu pasien dan keluaraga Pasien kapan
pasien
sudah
bisa
dikunjungi.
akan
mendapatkan
manfaat bila mengetahui kapan keluarga dan temannya bisa berkunjung
setelah
pembedahan. Beritahu pasien dan keluarga Pasca apabila didapatkan perubahan
kolosectomi
tanpa
komplikasi. Pasien akan segera
klinik atau komplikasi untuk pulang setelah s etelah fungsi usus dan segera memeriksakan diri.
kesadaran normal. Di rumah pasien dan keluarga diajarkan untuk
memeriksa
sendiri
tentang memeriksa nadi dan kondisi balutan.
20
DAFTAR PUSTAKA DAFTAR PUSTAKA
Nurafif, Amin Huda dan Hardhi Kusuma. (2013). Aplikasi Ashuan Keperawatan Berdasarkan Diagnose Medis dan Nanda Nic Noc. Noc . Jakarta: Mediaction Smeltzer, Suzanne C. dan Brenda G. Bare. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medical Bedah Brunner dan Suddarth. Suddarth . Jakarta: EGC
21