JURUSAN KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
LAPORAN PENDAHULUAN “HEMATOTHORAKS”
A. DEFINISI Hematothoraks atau hemothoraks adalah akumulasi darah pada rongga intrapleura. Perdarahan dapat berasal dari pembuluh darah sistemik maupun pembuluh darah paru, dan pada trauma yang tersering perdarahan berasal dari arteri interkostalis dan arteri mammaria interna (Sub Bagian Bedah Thoraks Bagian Ilmu Bedah FK-USU / RS HAM / RS Pirngadi Medan, 2000). Hemothoraks adalah adanya darah pada rongga pleura. Perdarahan mungkin berasal dari dinding dada, parenkim paru, jantung, atau pembuluh darah besar (Mancini, 2011).
B. ETIOLOGI Penyebab utama hematothoraks adalah trauma, seperti luka penetrasi pada paru, jantung, pembuluh darah besar, atau dinding dada. Trauma tumpul pada dada juga dapat menyebabkan hematothoraks karena laserasi pembuluh darah internal (Mancini, 2011). Menurut Magerman (2010) penyebab hematothoraks antara lain 1.
Penetrasi Penetras i pada dada
2.
Trauma tumpul pada dada
3.
Laserasi jaringan paru
4.
Laserasi otot dan pembuluh darah intercostal intercost al
5.
Laserasi arteri mammaria interna
C. KLASIFIKASI Pada orang dewasa secara teoritis hematothoraks dibagi dalam 3 golongan, yaitu: a. Hematothoraks ringan
Jumlah darah kurang dari 400 cc
Tampak sebagian bayangan kurang dari 15 % pada foto thoraks
Perkusi pekak sampai iga IX
b. Hematothoraks Hematothor aks sedang
Jumlah darah 500 cc sampai 2000 cc
15% - 35% tertutup t ertutup bayangan pada foto thoraks
Perkusi pekak sampai iga VI
c. Hematothoraks Hematothor aks berat
Jumlah darah lebih dari 2000 cc
35% tertutup bayangan pada foto thoraks
Perkusi pekak sampai iga IV
D. MANIFESTASI KLINIK Hemothorak tidak menimbulkan nyeri selain dari luka yang berdarah di dinding dada. Luka di pleura viseralis umumnya juga tidak menimbulkan nyeri. Kadang-kadang anemia dan syok hipovalemik merupakan keluhan dan gejala yang pertama muncul. Secara klinis pasien menunjukan distress pernapasan berat, agitasi, sianosis, takipnea berat, takikardia dan peningkatan awal tekanan darah, di ikuti dengan hipotensi sesuai dengan penurunan curah jantung (Hudak & Gallo, 1997). Respon tubuh degan adanya hemothoraks dimanifestasikan dalam 2 area mayor: a.
Respon hemodinamik Respon hemodinamik sangat tergantung pada jumlah perdarahan yang terjadi. Tanda-tanda shock seperti takikardi, takipnea, dan nadi yang lemah dapat muncul pada pasien yang kehilangan 30% atau lebih volume darah
b.
Respon respiratori Akumulasi darah pada pleura dapat menggangu pergerakan napas. Pada kasus trauma, dapat terjadi gangguan ventilasi dan oksigenasi, khususnya jika terdapat injuri pada dinding dada. Akumulasi darah dalam jumlah yang besar dapat menimbulkan dispnea.
(Mancini, 2011)
E. PEMERIKSAAN PENUNJANG a. Sinar X dada
Menunjukkan akumulasi cairan pada area pleura
Dapat menunjukkan penyimpangan struktur mediastinal (jantung)
b. GDA
Tergantung dari derajat fungsi paru yang dipengaruhi, gangguan mekanik pernapasan, dan kemampuan mengkompensasi
PaCO2 mungkin normal atau menurun
Saturasi oksigen biasanya menurun
c. Torasentesis Menunjukkan darah/cairan serosanguinosa (hemothoraks) d. Full blood count
Hb menurun
Hematokrit menurun
F. PATOFISIOLOGI Trauma tumpul / penetrasi pada dada
Perdarahan
Nyeri akut
Volume darah ↓
Akumulasi darah pada rongga pleura
Syok hipovolemik
Defisit volume cairan
Kolaps paru parsial atau total Penurunan curah jantung
Hipotensi
Pergeseran mediastinum pada sisi yang tidak terkena
Penekanan oleh jantung, pembuluh darah besar, dan trakea pada paru
Penurunan ekspansi paru
Ventilasi ↓ Oksigenasi ↓
Ketidakefektivan pola napas
Hipoksia
G. KOMPLIKASI
Kegagalan pernapasan
Kematian
Fibrosis atau parut dari membran pleura
Syok
H. PENATALAKSANAAN Tujuan pengobatan adalah untuk menstabilkan pasien, menghentikan pendarahan, dan menghilangkan darah dan udara dalam rongga pleura. Penanganan pada hemothoraks adalah:
1. Resusitasi cairan Terapi awal hemotoraks adalah dengan penggantian volume darah yang dilakukan bersamaan dengan dekompresi rongga pleura. Dimulai dengan infus cairan kristaloid secara cepat dengan jarum besar dan kemudian pemnberian darah dengan golongan spesifik secepatnya. Darah dari rongga pleura dapat dikumpulkan dalam penampungan yang cocok untuk autotranfusi. Bersamaan dengan pemberian infus dipasang pula chest tube (WSD) 2. Pemasangan chest tube Pemasangan chest tube (WSD) ukuran besar agar darah pada toraks dapat cepat keluar sehingga tidak membeku di dalam pleura. Hemotoraks akut yang cukup banyak sehingga terlihat pada foto toraks sebaiknya di terapi dengan chest tube kaliber besar. Chest tube tersebut akan mengeluarkan darah dari rongga pleura, mengurangi resiko terbentuknya bekuan darah di dalam rongga pleura, dan dapat dipakai dalam memonitor kehilangan darah selanjutnya. WSD adalah suatu sistem drainase yang menggunakan air. Fungsi WSD sendiri adalah untuk mempertahankan tekanan negatif intrapleural. Macam WSD antara lain:
WSD aktif continous suction, gelembung berasal dari udara sistem
WSD pasif gelembung udara berasal dari cavum toraks pasien
3. Thoracotomy Tindakan ini dilakukan bila dalam keadaan: a. Jika pada awal hematotoraks sudah keluar 1500ml, kemungkinan besar penderita tersebut membutuhkan torakotomi segera. b. Pada beberapa penderita pada awalnya darah yang keluar < 1500ml, tetapi perdarahan tetap berlangsung terus. c. Bila didapatkan kehilangan darah terus menerus sebanyak 200cc / jam dalam waktu 2 – 4 jam. d. Luka tembus toraks di daerah anterior, medial dari garis puting susu atau
luka
di
daerah
posterior,
medial
dari
scapula
harus
dipertimbangkan kemungkinan diperlukannya torakotomi karena
kemungkinan melukai pembuluh darah besar, struktur hilus atau jantung yang potensial menjadi tamponade jantung Tranfusi darah diperlukan selama ada indikasi untuk torakotomi. Selama penderita dilakukan resusitasi, volume darah awal yang dikeluarkan dengan chest tube dan kehilangan darah selanjutnya harus ditambahkan ke dalam cairan pengganti yang akan diberikan. Warna darah (arteri / vena) bukan merupakan indikator yang baik untuk di pakai sebagai dasar dilakukannya torakotomi Torakotomi sayatan dapat dilakukan di samping, di bawah lengan (aksilaris
torakotomi);
di
bagian
depan,
melalui
dada
(rata-rata
sternotomy); miring dari belakang ke samping (posterolateral torakotomi); atau di bawah payudara (anterolateral torakotomi) . Dalam beberapa kasus, dokter dapat membuat sayatan antara tulang rusuk (interkostal disebut pendekatan) untuk meminimalkan memotong tulang, saraf, dan otot. Sayatan dapat berkisar dari hanya di bawah 12.7 cm hingga 25 cm
I.
MASALAH KEPERAWATAN No 1
Etiologi Trauma tumpul / penetrasi pada dada ↓
Perdarahan ↓
Akumulasi darah pada rongga pleura ↓
Kolaps paru parsial atau total ↓
Pergeseran mediastinum pada sisi yang tidak terkena ↓
Penekanan oleh jantung, pembuluh darah besar, dan trakea pada paru normal ↓
Penurunan curah jantung
Masalah Keperawatan
Penurunan curah jantung
2
Trauma tumpul / penetrasi pada dada
Defisit volume cairan
↓
Perdarahan ↓
Volume darah menurun ↓
Defisit volume cairan 3
Trauma tumpul / penetrasi pada dada
Nyeri akut
↓
Nyeri akut 4
Trauma tumpul / penetrasi pada dada ↓
Perdarahan ↓
Akumulasi darah pada rongga pleura ↓
Kolaps paru parsial atau total ↓
Pergeseran mediastinum pada sisi yang tidak terkena ↓
Penekanan oleh jantung, pembuluh darah besar, dan trakea pada paru normal ↓
Penurunan curah jantung ↓
Penuruan ekspansi paru ↓
Ventilasi ↓ ↓
Ketidakefektifan pola napas
Ketidakefektifan napas
pola
J. DIAGNOSA KEPERAWATAN 1. Ketidakefektifan pola napas 2. Defisit volume cairan 3. Penurunan curah jantung 4. Nyeri akut
K. TUJUAN DAN INTERVENSI KEPERAWATAN
Diagnosa 1 : Ketidakefektivan pola napas Tujuan
Kriteria Hasil
Dalam waktu 1 x 24 jam
Tidak ada sianosis
pola napas klien efektif
Tidak ada dyspnea dan
pencetus, contoh kolaps
paru perlu untuk pemasangan
takipnea
spontan, trauma, infeksi,
selang dada yang tepat dan
Klien mampu bernapas
komplikasi ventilasi mekanik
memilih tindakan terapiutik
Intervensi
Rasional
1. Identifikasi etiologi /factor
1. Pemahaman penyebab kolaps
yang tepat
dengan mudah
Klien menunjukkan jalan
2. Evaluasi fungsi pernapasan,
2. Distres pernapasan dan
napas yang paten
catat kecepatan/pernapasan
perubahan pada tanda vital
TTV dalam rentang
serak, dispnea, terjadinya
dapat terjadi sebagai akibat
normal
sianosis, perubahan tanda vital
stress fisiologis dan nyeri menunjukan terjadinya syok b/d hipoksia/perdarahan
3. Awasi kesesuaian pola
3. Kesulitan bernapas dengan
pernapasan bila menggunakan
ventilator atau peningkatan
ventilasi mekanik dan catat
tekanan jalan napas diduga
perubahan tekanan udara
memburuknya kondisi/terjadi komplikasi (pneumotorak)
4. Auskultasi bunyi napas
4. Bunyi napas dapat menurun atau tidak ada pada lobus, segmen paru/seluruh area paru (unilateral). Area Atelektasis tidak ada bunyi napas dan sebagian area kolaps menurun bunyinya.
5. Catat pengembangan dada dan posisi trahea
5. Pengembangan dada menunjukkan ekspansi paru. Deviasi trahea dari area sisi yang sakit pada tegangan pneumothoraks.
6.
Kaji fremitus
6. Suara dan taktil fremitus (vibrasi) menurun pada jaringan yang terisi cairan / konsolidasi
7. Kaji adanya area nyeri tekan bila batuk, napas dalam
7. Sokongan terhadap dada dan otot abdominal membuat batuk lebih efektif/mengurangi trauma
4. Auskultasi bunyi napas
4. Bunyi napas dapat menurun atau tidak ada pada lobus, segmen paru/seluruh area paru (unilateral). Area Atelektasis tidak ada bunyi napas dan sebagian area kolaps menurun bunyinya.
5. Catat pengembangan dada dan posisi trahea
5. Pengembangan dada menunjukkan ekspansi paru. Deviasi trahea dari area sisi yang sakit pada tegangan pneumothoraks.
6.
Kaji fremitus
6. Suara dan taktil fremitus (vibrasi) menurun pada jaringan yang terisi cairan / konsolidasi
7. Kaji adanya area nyeri tekan bila batuk, napas dalam
7. Sokongan terhadap dada dan otot abdominal membuat batuk lebih efektif/mengurangi trauma
8. Pertahankan posisi nyaman (peninggian kepala tempat tidur)
8. Meningkatkan inspirasi maksimal, meningkatkan ekspansi paru dan ventilasi pada sisi yanmg tidak sakit
9. Pertahankan perilaku tenang,
9. Membantu pasien alami efek
Bantu klien untuk kontrol diri
fisiologis hipoksia yang dapat
dengan gunakan pernapasan
dimanifestaikan sebagai
lambat/dalam.
ansietas/takut
10. Bila selang dada dipasang :
Periksa pengontrol pengisap
10.
Mempertahankan tekanan
untuk jumlah hisapan yang
negatif intra pleural sesuai
benar (batas air, pengatur
yang diberikan,
dinding/meja disusun tepat)
meningkatkan ekspansi paru optimum atau drainase cairan
Periksa batas cairan pada
Air botol penampung
botol pengisap, pertahankan
bertindak sebagai
pada batas yang ditentukan
pelindung yang mencegah udara atmosfir masuk kearea pleural.
8. Pertahankan posisi nyaman (peninggian kepala tempat tidur)
8. Meningkatkan inspirasi maksimal, meningkatkan ekspansi paru dan ventilasi pada sisi yanmg tidak sakit
9. Pertahankan perilaku tenang,
9. Membantu pasien alami efek
Bantu klien untuk kontrol diri
fisiologis hipoksia yang dapat
dengan gunakan pernapasan
dimanifestaikan sebagai
lambat/dalam.
ansietas/takut
10. Bila selang dada dipasang :
Periksa pengontrol pengisap
10.
Mempertahankan tekanan
untuk jumlah hisapan yang
negatif intra pleural sesuai
benar (batas air, pengatur
yang diberikan,
dinding/meja disusun tepat)
meningkatkan ekspansi paru optimum atau drainase cairan
Periksa batas cairan pada
Air botol penampung
botol pengisap, pertahankan
bertindak sebagai
pada batas yang ditentukan
pelindung yang mencegah udara atmosfir masuk kearea pleural.
Observasi gelembung udara
Gelembung udara selama ekspirasi menunjukan
botol penampung
lubang angin dari pneumothorak (kerja yang diharapkan).
Evaluasi ketidak
Bekerjanya pengisapan,
normalan/kontuinitas
menunjukan kebocoran
gelembung botol penampung
udara menetap mungkin berasal dari pneumotoraks besar pada sisi pemasangan selang dada (berpusat pada pasien), unit drainase dada berpusat pada system
Tentukan lokasi kebocoran
Bila gelembung berhenti
udara (berpusat pada pasien
saat kateter diklem pada
atau system) dengan
sisi pemasangan,
mengklem kateter torak pada
kebocoran terjadi pada
bagian distal sampai keluar
pasien (sisi pemasukan /
dari dada
dalam tubuh pasien)
Observasi gelembung udara
Gelembung udara selama ekspirasi menunjukan
botol penampung
lubang angin dari pneumothorak (kerja yang diharapkan).
Evaluasi ketidak
Bekerjanya pengisapan,
normalan/kontuinitas
menunjukan kebocoran
gelembung botol penampung
udara menetap mungkin berasal dari pneumotoraks besar pada sisi pemasangan selang dada (berpusat pada pasien), unit drainase dada berpusat pada system
Tentukan lokasi kebocoran
Bila gelembung berhenti
udara (berpusat pada pasien
saat kateter diklem pada
atau system) dengan
sisi pemasangan,
mengklem kateter torak pada
kebocoran terjadi pada
bagian distal sampai keluar
pasien (sisi pemasukan /
dari dada
dalam tubuh pasien)
Klem selang pada bagian
Mengisolasi lokasi
bawa unit drainase bila
kebocoran udara pusat
kebocoran udara berlanjut
system
Awasi pasang surut air
Botol penampung bertindak
penampung menetap atau
sebagai manometer intra
sementara.
pleural (ukuran tekanan intrapleural), sehingga fluktuasi (pasang surut) tunjukan perbedaan tekanan antara inspirasi dan ekspirasi. Pasang surut 2-6 selama inspirasi normal dan sedikit meningkat saat batuk. Fluktuasi berlebihan menunjukan abstruksi jalan napas atau adanya pneumothorak besar.
Catat karakteristik/jumlah drainase selang dada
Berguna untuk mengevaluasi kondisi/terjadinya
Klem selang pada bagian
Mengisolasi lokasi
bawa unit drainase bila
kebocoran udara pusat
kebocoran udara berlanjut
system
Awasi pasang surut air
Botol penampung bertindak
penampung menetap atau
sebagai manometer intra
sementara.
pleural (ukuran tekanan intrapleural), sehingga fluktuasi (pasang surut) tunjukan perbedaan tekanan antara inspirasi dan ekspirasi. Pasang surut 2-6 selama inspirasi normal dan sedikit meningkat saat batuk. Fluktuasi berlebihan menunjukan abstruksi jalan napas atau adanya pneumothorak besar.
Catat karakteristik/jumlah
Berguna untuk mengevaluasi
drainase selang dada
kondisi/terjadinya
komplikasi atau perdarahan yang memerlukan upaya intervensi.Pemijatan mungkin perlu untuk meyakinkan/mempertahank an drainase pada adanya perdarahan segar/bekuan darah besar atau eksudat purulen (Empiema)
Evaluasi kebutuhan untuk
Pemijatan biasanya tidak nyaman bagi pasien karena
memijat selang (milking)
perubahan tekanan intratorakal, dimana dapat menimbulkan batuk/ketidaknyamanan dada
Pijat selang hati-hati sesuai
Pemijatan yang keras
protocol, yang meminimalkan
dapat timbulkan tekanan
tekanan negatif berlebihan
hisapan intratorakal yang tinggi dapat mencederai.
komplikasi atau perdarahan yang memerlukan upaya intervensi.Pemijatan mungkin perlu untuk meyakinkan/mempertahank an drainase pada adanya perdarahan segar/bekuan darah besar atau eksudat purulen (Empiema)
Evaluasi kebutuhan untuk
Pemijatan biasanya tidak nyaman bagi pasien karena
memijat selang (milking)
perubahan tekanan intratorakal, dimana dapat menimbulkan batuk/ketidaknyamanan dada
Pijat selang hati-hati sesuai
Pemijatan yang keras
protocol, yang meminimalkan
dapat timbulkan tekanan
tekanan negatif berlebihan
hisapan intratorakal yang tinggi dapat mencederai.
Bila kateter torak putus/
Pneumothorak dapat
lepas.Observasi tanda
terulang dan memerlukan
distress pernapasan
intervensi cepat untuk cegah pulmonal fatal dan gangguan sirkulasi.
Setelah kateter torak dilepas.
Deteksi dini terjadinya
Tutup sisi lubang masuk
komplikasi penting, contoh
dengan kasa steril.
berulang pneumothorak, adanya infeksi.
KOLABORASI 11. Kaji seri foto thorak
11. Mengawasi kemajuan perbaikan hemothorak/pneumothorak dan ekspansi paru. Mengidentifikasi posisi selang endotracheal mempengaruhi inflasi paru
12. Awasi GDA dan nadi oksimetri, kaji kapasitas vital/pengukuran volume tidal.
12. Mengkaji status pertukaran gas dan ventilasi.
Bila kateter torak putus/
Pneumothorak dapat
lepas.Observasi tanda
terulang dan memerlukan
distress pernapasan
intervensi cepat untuk cegah pulmonal fatal dan gangguan sirkulasi.
Setelah kateter torak dilepas.
Deteksi dini terjadinya
Tutup sisi lubang masuk
komplikasi penting, contoh
dengan kasa steril.
berulang pneumothorak, adanya infeksi.
KOLABORASI 11. Kaji seri foto thorak
11. Mengawasi kemajuan perbaikan hemothorak/pneumothorak dan ekspansi paru. Mengidentifikasi posisi selang endotracheal mempengaruhi inflasi paru
12. Awasi GDA dan nadi oksimetri, kaji kapasitas vital/pengukuran
12. Mengkaji status pertukaran gas dan ventilasi.
volume tidal.
13. Berikan oksigen tambahan
13. Alat dalam menurunkan kerja
melalui kanula/masker sesuai
napas, meningkatkan
indikasi.
penghilangan distress respirasi dan sianosis b/d hipoksemia
Diagnosa 2 : Defisit volume cairan Tujuan Setelah dilakukan
Kriteria hasil
Tekanan darah, nadi,
intervensi keperawatan
suhu tubuh dalam batas
selama 1 x 24 jam defisit
normal
volume caira teratasi
Intake oral dan intravena adekuat
1. Pertahankan catatan intake dan output yang adekuat 2. Monitor hasil lab yang sesuai (hematokrit, Hb, clotting profile) 3. Monitor x-ray dada setiap hari
Rasional 1. Mempertahankan status volemik yang baik 2. Mengetahui status volemik klien 3. Mengetahui perkembangan
Jumlah dan irama
kondisi klien setelah dilakukan
pernapasan dalam batas
intervensi
normal
Intervensi
Elektrolit, Hb, hematokrit
4. Monitor status volemik (tekanan darah, nadi)
4. Tekanan darah yang tinggi dan takikardi menunjukkan terjadinya syok hipovolemik
dalam batas normal 5. Monitor frekuensi dan kedalaman napas
5. Takipnea dapat menunjukkan adanya syok hipovolemik
13. Berikan oksigen tambahan
13. Alat dalam menurunkan kerja
melalui kanula/masker sesuai
napas, meningkatkan
indikasi.
penghilangan distress respirasi dan sianosis b/d hipoksemia
Diagnosa 2 : Defisit volume cairan Tujuan Setelah dilakukan
Kriteria hasil
Tekanan darah, nadi,
intervensi keperawatan
suhu tubuh dalam batas
selama 1 x 24 jam defisit
normal
volume caira teratasi
Intake oral dan intravena adekuat
1. Pertahankan catatan intake dan
Rasional 1. Mempertahankan status
output yang adekuat 2. Monitor hasil lab yang sesuai
volemik yang baik 2. Mengetahui status volemik
(hematokrit, Hb, clotting profile) 3. Monitor x-ray dada setiap hari
klien 3. Mengetahui perkembangan
Jumlah dan irama
kondisi klien setelah dilakukan
pernapasan dalam batas
intervensi
normal
Intervensi
Elektrolit, Hb, hematokrit
4. Monitor status volemik (tekanan
4. Tekanan darah yang tinggi
darah, nadi)
dan takikardi menunjukkan terjadinya syok hipovolemik
dalam batas normal 5. Monitor frekuensi dan
5. Takipnea dapat menunjukkan
kedalaman napas
adanya syok hipovolemik
Kolaborasi 6. Kolaborasi pemberian cairan IV
Darah, produk darah
6.
Mengembalikan volume darah yang hilang akibat perdarahan
Kristaloid
Mengembalikan elektrolit
Diagnosa 3 : Penurunan curah jantung Tujuan Setelah dilakukan
Kriteria Hasil
intervensi selama 1 x 24 jam penurunan curah
Tanda-tanda vital dalam rentang normal
jatung teratasi
Intervensi 1. Catat adanya tanda dan gejala penurunan curah jantung
Rasional 1. Mengetahui status kesehatan klien sehingga dapat
Tidak ada distensi vena
menentukan intervensi yang
leher
tepat
AGD dalam batas normal
2. Monitor status pernapasan
2. Status pernapasan yang menandakan gagal jantung dapat ditemukan secara dini sehigga dapat dilakukan intervensi dengan cepat
3. Monitor balance cairan
3. Volume cairan tubuh yang kurang dapat menyebabkan penurunan curah jantung
Kolaborasi 6. Kolaborasi pemberian cairan IV
Darah, produk darah
6.
Mengembalikan volume darah yang hilang akibat perdarahan
Kristaloid
Mengembalikan elektrolit
Diagnosa 3 : Penurunan curah jantung Tujuan Setelah dilakukan
Kriteria Hasil
intervensi selama 1 x 24 jam penurunan curah
Tanda-tanda vital dalam rentang normal
jatung teratasi
Intervensi 1. Catat adanya tanda dan gejala penurunan curah jantung
Rasional 1. Mengetahui status kesehatan klien sehingga dapat
Tidak ada distensi vena
menentukan intervensi yang
leher
tepat
AGD dalam batas normal
2. Monitor status pernapasan
2. Status pernapasan yang menandakan gagal jantung dapat ditemukan secara dini sehigga dapat dilakukan intervensi dengan cepat
3. Monitor balance cairan
3. Volume cairan tubuh yang kurang dapat menyebabkan penurunan curah jantung
4. Atur periode latihan dan istirahat untuk menghindari kelelahan 5. Monitor adanya dyspnea dan takipnea
4. Aktivitas yang berlebih dapat meningkatkan kerja jantung 5. Dyspnea dan takipnea mungkin terjadi karena kurangnya oksigen yang dibawa oleh darah akibat penurunan curah jantung
6. Monitor tekanan darah, nadi, suhu, dan RR
6. Mengetahui perkembangan kondisi klien setelah dilakukan intervesi
7. Monitor jumlah, bunyi, dan irama jantung
7. Jumlah, bunyi, dan irama jantung menunjukkan kerja jantung dalam memompa darah
Diagnosa 4 : Nyeri akut Setelah dilakukan
Klien mampu
intervensi keperawatan
menggunakan teknik
selama 3 x 24 jam nyeri
nonfarmakologi untuk
bahu berkurang
mengurangi nyeri
Klien melaporkan bahwa
1. Monitor TTV
1. Nyeri dapat meningkatkan TD dan nadi klien
2. Observasi reaksi nonverbal ketidaknyamanan
2. Membuktikan kesesuaian antara data subjektif dan objektif yang didapat dari klien
4. Atur periode latihan dan istirahat untuk menghindari kelelahan 5. Monitor adanya dyspnea dan takipnea
4. Aktivitas yang berlebih dapat meningkatkan kerja jantung 5. Dyspnea dan takipnea mungkin terjadi karena kurangnya oksigen yang dibawa oleh darah akibat penurunan curah jantung
6. Monitor tekanan darah, nadi, suhu, dan RR
6. Mengetahui perkembangan kondisi klien setelah dilakukan intervesi
7. Monitor jumlah, bunyi, dan irama jantung
7. Jumlah, bunyi, dan irama jantung menunjukkan kerja jantung dalam memompa darah
Diagnosa 4 : Nyeri akut Setelah dilakukan
Klien mampu
intervensi keperawatan
menggunakan teknik
selama 3 x 24 jam nyeri
nonfarmakologi untuk
bahu berkurang
mengurangi nyeri
1. Monitor TTV
dan nadi klien 2. Observasi reaksi nonverbal ketidaknyamanan
2. Membuktikan kesesuaian antara data subjektif dan objektif yang didapat dari klien
Klien melaporkan bahwa
nyeri berkurang dengan
1. Nyeri dapat meningkatkan TD
3. Kurangi faktor presipitasi nyeri
3. Dengan mengurangi pajanan
menggunakan
faktor presipitasi, dapat
manajemen nyeri
mencegah semakin parahnya
TTV normal
nyeri yg dirasakan
Tidak mengalami gangguan tidur
4. Tingkatkan istirahat
4. Nyeri dapat berkurang saat klien beristirahat
nyeri berkurang dengan
3. Kurangi faktor presipitasi nyeri
3. Dengan mengurangi pajanan
menggunakan
faktor presipitasi, dapat
manajemen nyeri
mencegah semakin parahnya
TTV normal
nyeri yg dirasakan
Tidak mengalami
4. Tingkatkan istirahat
4. Nyeri dapat berkurang saat
gangguan tidur
L. EVALUASI 1. Pola napas klien efektif
Tidak ada sianosis
Tidak ada dyspnea dan takipnea
Klien mampu bernapas dengan mudah
Klien menunjukkan jalan napas yang paten
TTV dalam rentang normal
2. Defisit volume cairan teratasi
Tekanan darah, nadi, suhu tubuh dalam batas normal
Intake oral dan intravena adekuat
Jumlah dan irama pernapasan dalam batas normal
Elektrolit, Hb, hematokrit dalam batas normal
3. Curah jantung tidak mengalami penurunan
Tanda-tanda vital dalam rentang normal
Tidak ada distensi vena leher
AGD dalam batas normal
4. Nyeri yang dirasakan klien berkurang
klien beristirahat
L. EVALUASI 1. Pola napas klien efektif
Tidak ada sianosis
Tidak ada dyspnea dan takipnea
Klien mampu bernapas dengan mudah
Klien menunjukkan jalan napas yang paten
TTV dalam rentang normal
2. Defisit volume cairan teratasi
Tekanan darah, nadi, suhu tubuh dalam batas normal
Intake oral dan intravena adekuat
Jumlah dan irama pernapasan dalam batas normal
Elektrolit, Hb, hematokrit dalam batas normal
3. Curah jantung tidak mengalami penurunan
Tanda-tanda vital dalam rentang normal
Tidak ada distensi vena leher
AGD dalam batas normal
4. Nyeri yang dirasakan klien berkurang
Klien mampu menggunakan teknik nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri
Klien melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan manajemen nyeri
TTV normal
Tidak mengalami gangguan tidur
M. REFERENSI Magerman, Y. 2010. Pneumothorax/Hemothorax . Lecturer notes Cape Peninsula University of Technology Faculty of Health & Wellness Science. Paper 25. http://dk.cput.ac.za/hw_lnotes/25 Sub Bagian Bedah Thoraks Bagian Ilmu Bedah FK-USU / RS HAM / RS Pirngadi Medan. 2000. Pengamatan Hasil Penanganan Evakuasi
Hemothoraks
antara
WSD
dan
Continous
Suction
Drainage .
http://www.scribd.com/doc/56222226/HEMOTHORAKS Lestari,
S.
2010.
Muhammdiyah
Hematothoraks .
Fakultas
Kedokteran
Universitas Yogyakarta.
http://www.fkumyecase.net/wiki/index.php?page=HEMATOTHORAX
Hudak & Gallo. 1997, Keperawatan Kritis, Pendekatan Holistik, Edisi VI
Vol.1. Jakarta: EGC Mancini. . 2011. Hemothoraks . http://emedicine.medscape.com/article/2047916-overview Herdman, T. Keather. 2009. NANDA International Nursing Diagnoses:
Definitions & Classification 2009-2011. United Kingdom: Wiley-Blackwell Doengoes, Marilyn E, et al . 2010. Nursing Diagnosis Manual: Planning,
Individualizing, and Documenting Client Care 3 th Edition . Philadelphia: F. A. Davis Company