LAPORAN KASUS
SINDROM STEVENS-JOHNSON
Oleh :
Sheilla Rachmania, S. Ked 082011101056
Pembimbing :
dr. Gunawan Hostiadi, Sp.KK
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS JEMBER 2012
LAPORAN KASUS
SINDROM STEVENS-JOHNSON
Disusun untuk memenuhi tugas Kepaniteraan Klinik di SMF Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUD dr. Soebandi Jember
Oleh :
Sheilla Rachmania, S. Ked 082011101056
Pembimbing : dr. Gunawan Hostiadi, Sp.KK
Fakultas Kedokteran Universitas Jember RSUD dr. Soebandi Jember 2012
BAB I TINJAUAN PUSTAKA
I.
DEFINISI
Sindrom Sindrom Stevens-John Stevens-Johnson son merupakan merupakan sindrom sindrom yang mengenai kulit, selaput lendir di orifisium, dan mata dengan keadaan umum bervariasi dari ringan sampai berat; kelainan pada kulit berupa eritema, vesikel/bula, dapat disertai purpura.1
II.
SINONIM
Ektodermos Ektodermosis is erosif pluriorifisialis, sindroma de Friesingger Friesingger Rendu, Rendu, sindro sindroma ma mukok mukokutan utanea-o ea-okul kular, ar, eritema eritema multifor multiformis mis tipe Hebra, Hebra, eritema eritema multiforme mayor, dermatostomatitis, dan eritema bulosa maligna.1
III. III. EPIDE PIDEM MIOL OLOG OGII
Insiden SJS dan nekrolisis epidermal toksik (NET) diperkirakan 2-3% per juta populasi populasi setiap tahun di Eropa dan Amerika Amerika Serikat. Umumnya Umumnya terd terdapa apatt pada pada dewa dewasa sa.. Angk Angkaa inside insidens nsii SJS SJS dan NET NET didu diduga ga meng mengal alami ami peningkatan peningkatan akibat akibat melonjakn melonjaknya ya jumlah jumlah penyakit penyakit tertentu, tertentu, misalnya misalnya AIDS. 1,2 Di RS Cipto Cipto Mangu Mangunku nkusum sumo o – Univer Universita sitass Indone Indonesia sia setiap setiap tahun tahun dida didapa patk tkan an kira kira-ki -kira ra 12 pasi pasien, en, umum umumny nyaa juga juga terja terjadi di pada pada dewa dewasa sa.. Hal Hal tersebut berhubungan dengan kausa SJS yang biasanya disebabkan oleh alergi obat. Pada dewasa imunitas telah berkembang dan belum menurun seperti pada usia lanjut. 1
IV.
ETIOLOGI
Etiologi yang pasti masih belum diketahui. Salah satu penyebabnya ialah ialah alerg alergii obat obat secar secaraa siste sistemik mik.. Seba Sebagi gian an kecil kecil kare karena na infek infeksi si,, vaks vaksin inas asi, i, penyakit penyakit graft-versus-ho graft-versus-host, st, neoplasma neoplasma,, dan radiasi. radiasi. Eksposure Eksposure terhadap obat yang menyebabkan menyebabkan reaksi hipersensitivita hipersensitivitass meru merupak pakan an penye penyebab bab terse terserin ring g dari dari SJS. SJS. Pada Pada bany banyak ak kasu kasus, s, allopu allopurin rinol ol merupakan penyebab SJS paling umum di Eropa dan Israel, dimana penderita mendapatkan dosis harian minimal 200 mg. Pada suatu studi kasus terhadap pasien SJS di Perancis, Perancis, Jerman, Jerman, Itali, dan Portugal Portugal didapatkan didapatkan beberapa beberapa obat yang memiliki resiko SJS lebih tinggi dibanding obat lain bila digunakan dalam periode singkat, singkat, secara berurutan berurutan dari yang paling beresiko beresiko yakni trimetoprimtrimetoprimsulfa sulfame metho thoxa xazo zole le
dan
antib antibiot iotik ik
golo golong ngan an
sulfo sulfona namid mid,,
amino aminope penic nicill illin, in,
cephalo cephalospo sporin, rin, quinol quinolon, on, dan chlorme chlormezano zanone. ne. Sedang Sedangkan kan untuk untuk obat obat yang yang dikonsumsi dalam jangka panjang adalah carbamazepin, fenitoin, fenobarbital, asam valproat, NSAID golongan oxicam, alopurinol, dan kortikosteroid. Namun meski obat-obatan di atas tergolong sebagai resiko tinggi dibanding obat lain, kasus yang terjadi hanya 5 kasus atau kurang dari satu juta pengguna obat-obatan tersebut setiap minggunya. Resiko tertinggi induksi SJS terjadi pada 2 bulan pertama penggunaan obat-ob obat-obatan atan terseb tersebut, ut, sepert sepertii yang yang dibukt dibuktikan ikan oleh oleh Mocke Mockenhau nhaupt pt et al pada pada penelitiannya, penelitiannya, menunjukkan menunjukkan bahwa hampir seluruh seluruh kasus SJS dan NET terjadi dala dalam m kuru kurun n wakt waktu u 63 hari hari.. Dalam alam pene peneli liti tian an lain lain ditu ditunj njuk ukka kan n bahw bahwaa penggunaan penggunaan glukokortik glukokortikosteroid osteroid jangka panjang untuk beragam beragam penyakit penyakit tidak meru meruba bah h
ins insiden idenssi
SJS
dan dan
NET, ET,
akan akan
teta tetapi pi
gluko lukoko kort rtik ikoi oid d
dapa dapatt
memperpanjang interval waktu dari intake obat hingga muncul onset SJS/NET. Selain itu penyebab bisa berupa infeksi baik infeksi karena virus (HSV, AIDS, infeksi virus coxsackie, influenza, hepatitis, mumps, LGV, ricketsia, variola, virus Epstein-Barr, Epstein-Barr, enterovirus), enterovirus), bakteri (streptokokus (streptokokus grup A, difteri, brucellosis, brucellosis, mikobakteri, mikobakteri, mycoplasma mycoplasma pneumoniae, pneumoniae, tularemia, tularemia, tifoid), jamur (Koksi (Koksidio dioido idomik mikosi osis, s,
dermat dermatofito ofitosis, sis,
histop histoplasm lasmosi osis), s),
maupun maupun
protoz protozoa oa
(malaria (malaria,, trikomo trikomonias niasis). is). Angka Angka kejadia kejadian n SJS SJS pada pada pender penderita ita AIDS AIDS dapat dapat
mencapai 1000 kali lipat kejadian pada penderita tanpa AIDS. Pada AIDS, hany hanyaa 10 dari dari 50 pasi pasien en yang yang dapa dapatt diten ditentu tuka kan n diaki diakiba batk tkan an oleh oleh obat obat,, sementara sisanya masih belum diketahui. Pada beberapa sumber disebutkan infeksi Mycoplasma pneumoniae dapat menyebabkan terjadinya SJS atau TEN tanpa disertai paparan obat. Selain itu disebutkan juga bahwa HSV (Herpes Simplex Virus) dapat menyebabkan SJS utamanya pada anak-anak.
2
Peny Penyeb ebab ab yang yang lain lain adala adalah h pask paskaa vaks vaksina inasi si,, radias radiasi, i, neop neoplas lasma ma,, kehamilan dan makanan.1, 2
V.
PATO PATOFI FISI SIOL OLO OGI DAN DAN PAT PATOG OGEN ENES ESA A
Sindrom stevens-johnson merupakan gangguan hipersensitivitas yang diperantarai komplek imun dan menunjukkan gejala eritema multiforme yang parah. Beberapa Beberapa teori diajukan diajukan untuk memudahkan memudahkan penanganan, penanganan, akan tetapi tidak ada yang dapat menjelaskan patofisiologi dan patogenesis sindrom ini secara memuaskan.1,2,3,4
1.
Teori eori hipe hipers rsen enssitiv itivit itas as III III dan dan IV
Diduga sindrom ini diakibatkan adanya reaksi alergi tipe III dan IV. Reaksi tipe tipe III terja terjadi di akiba akibatt terbe terbentu ntukn knya ya kompl komplek ekss antig antigen en-an -antib tibod odii yang yang membentuk mikro-presipitasi sehingga terjadi aktivasi system komplemen. Akibatnya terjadi akumulasi neutrofil yang kemudian melepaskan lisozim dan menyebabkan kerusakan jaringan pada organ sasaran. Reaksi tipe IV terjadi terjadi akibat akibat limfos limfosit it T yang tersens tersensitis itisasi asi berkon berkontak tak kembal kembalii dengan dengan antigen yang sama, kemudian limfokin dilepaskan sehingga terjadi reaksi radang.3
2.
Teori eori apop apopto tossis dari dari kera kerati tino nossit
Apop Apopto tosi siss dari dari kerat keratino inosit sit adala adalah h kejad kejadian ian yang yang sang sangat at jaran jarang g pada pada epiderm epidermis is normal normal,, namun namun pada pada sindrom sindrom stevens stevens-joh -johnso nson n kejadia kejadian n ini
sang angat meni mening ngk kat. at.
Patog atogen enes esis is dar dari
SJS
belu belum m dapa dapatt
dije ijelask laskan an
sepenu sepenuhny hnya, a, akan akan tetapi tetapi hingga hingga kini kini dipercay dipercayaa penyak penyakit it ini merupa merupakan kan penyakit penyakit akibat sistem imun, karena terbukti terbukti paparan paparan ulang individu individu tertentu dengan obat yang sama dapat menginduksi rekurensi terjadinya SJS ataupun TEN. Hist Histopa opato tolo logi gi dari dari lesi lesi pada pada SJS SJS menu menunju njukk kkan an bahw bahwaa terjad terjadii pros proses es apop apopto tosis sis yang yang diiku diikuti ti oleh oleh nekr nekros osis is pada pada bagi bagian an yang yang meng mengala alami mi epid piderm ermolis olisis is..
Penem enemua uan n
klin klinis is,,
hist histop opat atol olog ogis is
dan dan
imun imunol olo ogi
memper memperlihat lihatkan kan suatu suatu reaksi reaksi hiperse hipersensi nsitivi tivitas tas terhada terhadap p obat obat spesifi spesifik k dima dimana na sel sel limf limfos osit it T sito sitoto toks ksik ik (CTL (CTL/c /cyt ytot otox oxic ic T lymp lympho hocy cyte tes) s) memainkan peranan penting di fase inisiasi. Hal ini dibuktikan dengan adanya sel limfosit T CD8+ di dalam cairan bula pada fase awal SJS. Selsel sel ini meng mengek ekspr spres esik ikan an antig antigen en leuko leukosit sit kutan kutaneu euss (CLA (CLA/cu /cuta taneu neuss leukoc leukocyte yte antigen antigen)) sehing sehingga ga menyeb menyebabk abkan an muncu muncull gambara gambaran n lesi lesi khas khas pada kulit. Infiltrasi sel-sel imun termasuk CTL pada kulit pasien dengan SJS SJS maupun maupun NET NET menunt menuntun un dilakuk dilakukann annya ya penelit penelitian ian untuk untuk mencari mencari protein sitotoksik sitotoksik atau sitokin yang berfungsi berfungsi sebagai sebagai amplifier amplifier proses apoptosis keratinosit. Hingga saat ini, hasil penelitian menunjukkan bukti adanya adanya suatu suatu moleku molekull sitotok sitotoksik sik yang yang disebu disebutt FasL FasL yang yang bertang bertanggun gung g jawab atas atas terjadinya terjadinya proses proses apoptosis apoptosis keratinosit keratinosit difus difus pada pada SJS dan dan NET. NET. Efek FasL sebagai molekul penginduksi terjadinya kematian sel keratinosit ini ini dipe diperk rkua uatt lebi lebih h jauh jauh oleh oleh inte interfe rfero ron n gamm gamma, a, suatu suatu sitok sitokin in yang yang didapatkan pada kulit penderita SJS dan NET. Cara kerja FasL dalam menyebabkan SJS masih belum dimengerti, akan tetapi jelas didapatkan bahwa kadar FasL meningkat meningkat seiring dengan dengan meningkatnya meningkatnya presentase presentase epidermolisis yang terjadi pada pasien SJS. Analisis genetik pada cairan bula juga mengidentifik mengidentifikasi asi granulisin, granulisin, suatu protein sitolitik kation yang disekresi oleh CTL dan sel NK sebagai molekul kunci yang bertanggung jawab terhadap terhadap induksi induksi kematian kematian pada keratinosit. keratinosit. Pada suatu penelitian penelitian didapatkan gambaran menyerupai SJS dan NET pada tikus yang disuntik dengan rekombinan granulisin secara intradermal. Tinggi rendahnya kadar
granuli granulisin sin ini juga juga menentu menentukan kan seberap seberapaa luas luas dan parahny parahnyaa bula bula yang yang terb terben entu tuk, k,
meng mengin indi dika kasi sika kan n
pent pentin ing gnya nya
pera peran n
gran granul ulis isin in
dala dalam m
patofisiologi patofisiologi SJS SJS dan NET. NET. Akan tetapi hingga saat ini masih tidak dapat dipahami sepenuhnya apa yang yang menyeb menyebabk abkan an mening meningkat katnya nya regulas regulasii FasL FasL pada pada keratin keratinosi osit, t, dan bagaimana bagaimana sistem imun termasuk termasuk sel T yang ditemukan ditemukan di dalam cairan bula terlibat di dalam proses regulasi regulasi penyakit penyakit ini. FasL dan granulisin granulisin hingga hingga kini kini diperca dipercaya ya merupa merupakan kan mediato mediatorr utama utama yang yang menyeb menyebabk abkan an terjadi terjadinya nya SJS SJS dan NET, NET, namun namun masih masih diteliti diteliti bagaima bagaimana na suatu suatu obat obat spesifik dapat menyebabkan terjadinya regulasi kedua molekul tersebut dan menyebabkan reaksi SJS maupun NET.
2
3.Teori 3. Teori cacat metabolisme terkait dengan genetik Pasien Pasien dengan dengan fungsi fungsi metabo metabolism lismee lintas lintas pertama pertama yang yang tidak tidak sempur sempurna na akib akibat at adan adanya ya defe defek k gene geneti tik k yang yang mend mendas asar ari, i, memp mempun unya yaii kine kinerj rjaa biotransformasi biotransformasi metabolisme metabolisme yang tidak sempurna sempurna sehingga sehingga mungkin mungkin menghasilkan menghasilkan
metabolit metabolit yang bersifat bersifat toksik. toksik. Ketidakmampua Ketidakmampuan n tubuh
untuk untuk memetab memetabolis olisme me dan mengek mengekskre skresi si bahan bahan toksik toksik dari obat obat juga juga menyebabk abkan
terbent bentu uknya
hipersensitivitas pada SJS.
VI.
hapten
yang
mengi nginduksi
reaksi
4
GEJALA KLINIS
Keadaan umum pasien SJS bervariasi dari ringan sampai berat. Pada yang berat kesadarannya menurun, penderita dapat soporous sampai koma. Mulainya penyakit akut dapat disertai gejala prodromal berupa demam tinggi, malaise, nyeri kepala, batuk, pilek, dan nyeri tenggorokan. Pada sindrom ini dikenal adanya trias kelainan berupa : 1
1.
Kelainan kulit
Kelaina Kelainan n kulit kulit terdiri terdiri atas eritema, eritema, vesikel vesikel,, dan bula. Vesike Vesikell dan bula kemudian memecah sehingga terjadi erosi yang luas. Disamping itu dapat terjadi purpura. Pada bentuk yang berat kelainannya generalisata.
Gambar 1.1 tampak eritema multipel di seluruh tubuh. (www.goodhealthhub.com)
2.
Kelainan selaput lendir di orifisium
Tersering pada mukosa mulut, kemudian disusul oleh kelainan di lubang alat genital, sedangkan di lubang hidung dan anus jarang. Kelainan berupa vesikel dan bula yang cepat memecah hingga menjadi eros erosii dan dan eksk ekskor oria iasi si dan dan krus krusta ta kehi kehita tama man. n. Juga Juga dapa dapatt berb berben entu tuk k pseudomemb pseudomembran. ran. Di bibir kelainan yang sering tampak ialah krusta berwarna berwarna hitam yang tebal. tebal.
Gambar 1.2 Ekskoriasi dan krusta pada bibir (www.goodhealthhub.com)
Lesi di mukosa mulut dapat juga terdapat di faring, traktus respiratorius bagian atas, atas, dan esofagus. esofagus. Stomatitis Stomatitis dapat menyebab menyebabkan kan pasien sukar sukar atau tida tidak k
dapa dapatt
menela nelan. n.
Adany danyaa
pseu pseud domem omembr braan
di
fari faring ng
dapa dapatt
menyebabkan keluhan sukar bernapas.
3.
Kelainan mata
Kelainan mata terjadi pada 80% kasus, yang tersering adalah konjungtivitis kataralis kataralis.. Selain Selain itu dapat dapat berupa berupa konjun konjungti gtiviti vitiss purule purulen, n, perdarah perdarahan, an, simblefaron, ulkus kornea, iritis, dan iridosiklitis.
Gambar Gambar 1.3 Makula Makula eritemat eritematous ous di regio regio facialis facialis diserta disertaii konjun konjungti gtiva va hiperemi pada mata. (www.goodhealthhub.com)
Berdasarkan tahapan terjadinya gejala, sindroma steven johnson dapat dibagi menjadi 2 fase: 2 1.
Fase Akut
Gejal Gejalaa inisi inisial al dari dari SJS SJS maup maupun un NET NET umum umumny nyaa tidak tidak spesif spesifik ik dan dan dapat dapat meliputi gejala prodromal seperti demam, mata nyeri, dan rasa tidak nyaman saat menelan. Gejala-gejala ini muncul beberapa hari sebelum gejala pada kulit muncul. Gejala di kulit muncul pertama kali pada regio presternal dan wajah, dilanjutkan pada telapak tangan dan kaki. Munculnya eritema dan erosi pada regio buccal, genital, dan okular terjadi pada lebih dari 90% pasien, dan pada beberapa beberapa kasus kasus juga melibatkan melibatkan traktus traktus respiratorius respiratorius dan gastrointe gastrointestinal. stinal. Keterlibatan mata dapat berupa konjungtivitis, edema palpebra, eritema, okular discha discharge rge,, dan erosi erosi kornea kornea maupun maupun terbentu terbentukny knyaa pseud pseudome omembr mbran an pada pada konj konjun ungt gtiv iva. a. Akan Akan teta tetapi pi ting tingka katt kepa kepara raha han n lesi lesi pada pada mata mata ini ini tida tidak k menentukan prognosis dan komplikasi akhir dari SJS.
Lesi kulit yang muncul pada fase pertama berupa eritema dan makula. makula. Pada fase kedua kedua akan akan terjadi terjadi epiderm epidermal al detachm detachment ent yang yang menye menyebab babkan kan tampak tampak gambaran kulit terkelupas. Apabila gambaran epidermal detachment ini luas (>30%) maka diagnosisnya menjadi NET. Nikolsky sign dapat positif baik pada SJS maupun maupun NET, tapi merupakan merupakan tes yang tidak spesifik spesifik untuk diagno diagnosis sis.. Luasny Luasnyaa lesi lesi pada pada kulit kulit ini merupa merupakan kan penent penentu u progn prognosi osiss dari dari penyakit penyakit ini.
2.
Fase Akhir dan Sekuele
Sekuele merupakan tanda dari fase akhir SJS maupun NET. Berdasarkan studi yang yang dila dilaku kuka kan n oleh oleh Magi Magina na et al, al, geja gejala la seku sekuel elee meli melipu puti ti hipe hiperr atau atau hipopigmentasi kulit (62.5%), distrofi kuku (37.5%), dan komplikasi okular antara lain mata kering, trichiasis, symblefaron, hingga kehilangan penglihatan permanen. permanen.
VII. VII. DIAG DIAGNO NOSA SA
Diagnosa Diagnosa pasti ditegakkan ditegakkan dengan dengan didapatkanny didapatkannyaa kumpulan kumpulan gejalagejala khas (trias kelainan : kulit, mukosa sekitar orifisium, dan mata) yang bersifat akut.1 Hasil pemeriksaan laboratorium tidak khas, jika terdapat leukositosis penyebabny penyebabnyaa
kemungkina kemungkinan n karena infeksi bakterial. bakterial.
Apabila Apabila
terdapat
eosino eosinofilia filia kemung kemungkina kinan n karena karena alergi. alergi. Jika Jika disangk disangkaa penyeb penyebabn abnya ya karena karena infek infeksi si dapat dapat dila dilaku kuka kan n kultu kulturr darah darah.. Adan Adanya ya leuk leukos osito itosis sis tingg tinggii dapat dapat menunjukkan sepsis pada penderita sehingga diperlukan intervensi antibiotik yang tepat dan radikal. Pada pemeriksaan pemeriksaan histopatolog histopatologik, ik, didapatkan didapatkan gambaran gambaran bervariasi bervariasi dari perubahan perubahan dermal yang ringan sampai nekrolisis nekrolisis epidermal yang menyeluruh. menyeluruh. Kelainan berupa: 1 1. Infi Infilt ltra ratt sel monon ononuk ukle lear ar di seki sekita tarr pem pembulu buluh h dara darah h derm dermis is superfisial.
2. Edema Edema dan ekstr ekstravas avasasi asi sel sel darah merah merah di dermis dermis papil papilar. ar. 3. Dege Degene nera rasi si hidr hidrop opik ik lapi lapisa san n basa basali liss samp sampai ai terb terben entu tuk k vesi vesike kell subepidermal. 4. Nekros Nekrosis is sel epiderm epidermal al dan kadangkadang-kad kadang ang di adneks adneksa. a. 5. Spongi Spongiosis osis dan edem edemaa intrasel intrasel di di epiderm epidermis. is.
VIII. DIAGNOSA BANDING
Diagnosis SJS tidak sulit karena gambaran klinisnya khas yakni terdapat trias kelainan seperti yang telah disebutkan. Karena NET dianggap sebagai bentuk parah dari SJS, SJS, maka maka hendak hendaknya nya dicari dicari apakah apakah terdapat terdapat epiderm epidermolis olisis. is. Umumn Umumnya ya pasien pasien berbaring, berbaring, sehingga sehingga dapat diperiksa diperiksa punggung punggungnya. nya. Apabila Apabila terdapat epidermolisis epidermolisis generalisata maka diagnosisnya menjadi NET. Pada NET keadaan umum penderita juga lebih lebih buruk buruk dibanding dibanding pada SJS. SJS.
1
Perbandingan SJS dan NET dapat dilihat pada tabel 1.1 dan Gambar 1.4.
Gambaran Klinis Lesi primer
SJS Makula eritematous Sel target atipik
SJS-NET Overlap Makula eritematous Sel target atipik
Distribusi
Lesi fokal Konfluensi (+) pada wajah dan badan
Lesi fokal Konfluensi (++) pada wajah dan badan +
Keterlibatan mukosa Gejala sistemik Epidermolisis (body surface area)
+ ± <10%
+ 10%-30%
NET Plak eritematous berbatas tidak jelas Sel target atipik Lesi fokal jarang Konfluensi (+++) pada wajah, badan, dan di tempat lain +
++ >30%
Tabel 1.1 Gejala klinis yang membedakan SJS, SJS-NET overlap, dan NET.
2
Gambar Gambar 1.4 Gambar skematis skematis yang melukiskan melukiskan epidermolisis epidermolisis pada SJS, SJS-NET overlap, dan NET 2
Diagnosis banding lain dari SJS antara lain adalah Pemfigus Vulgaris, yang merupakan penyakit autoimun berbula kronis dengan gambaran bula dan krusta yang juga menyerang menyerang mukosa. mukosa. Pada umumnya umumnya kondisi kondisi penderita penderita buruk bila terserang penyakit penyakit ini. 1 Staphy Staphyloc lococca occall Scalded Scalded Skin Skin Syndro Syndrome me (SSSS) (SSSS) juga juga merupa merupakan kan diagnos diagnosis is banding banding dari SJS. Dulu Dulu penyakit ini dimasukka dimasukkan n ke dalam NET (Nekrolisis (Nekrolisis Epidermal Epidermal Toksik Toksik)) karena karena gambar gambaran an bula bula dan epider epidermol molisis isis yang mirip, akan akan tetapi tetapi setelah setelah diketah diketahui ui penyeb penyebabn abnya ya adalah adalah Staphy Staphyloc lococcu occuss dan sindro sindrom m ini tidak tidak menyer menyerang ang mukosa, SSSS dikeluarkan dari klasifikasi NET. Penyakit ini umumnya menyerang anak usia kurang dari 5 tahun karena belum matangnya fungsi ekskresi ginjal untuk mengeluarkan eksotosin dari Staphylococcus.
1
Eritema multiformis dapat menjadi salah satu diagnosis banding dari SJS, akan tetapi epidermolisis pada EM hanya terjadi kurang dari 1%, tidak ada keterlibatan mukosa, tempat predileksinya pada akral, dan kondisi umum pasien baik.
1
IX. PENATALAKSANAAN
Prinsip penatalaksanaan pada penderita SJS adalah menghentikan pemberian obat yang disangka sebagai kausanya, termasuk jamu dan zat-zat aditif lainnya. Jika keadaan umum pasien SJS baik dan lesi tidak menyeluruh, cukup diobati dengan prednison prednison 30-40 30-40 mg sehari. sehari. Kalau keadaan keadaan umumnya umumnya buruk buruk dan lesi lesi menyeluruh menyeluruh harus diobat diobatii secara secara tepat tepat dan cepat, cepat, dan pasien pasien harus harus dirawat dirawat-inap -inap.. Pengg Pengguna unaan an obat obat kortikosteroid kortikosteroid merupakan tindakan life-saving, life-saving, dapat digunakan digunakan deksametason deksametason secara intravena dengan dosis permulaan 4-6 x 5 mg sehari. Pada umumnya masa krisis dapat diatasi dalam beberapa hari. 1 Contoh Contoh pember pemberian ian kortiko kortikoste steroid roid sebaga sebagaii berikut berikut,, bila seorang seorang pasien pasien SJS SJS mend menderi erita ta kelu keluha han n yang yang sang sangat at berat berat harus harus sege segera ra diraw dirawat at-in -inap ap dan dan dibe diberik rikan an deksametason 6 x 5 mg iv. Biasanya setelah beberapa hari (2-3 hari), masa krisis telah terlewati, keadaan membaik dan tidak timbul lesi baru, sedangkan lesi lama tampak mengalami involusi. Setelah kondisi membaik, dosisnya segera diturunkan, setiap hari diturun diturunkan kan 5 mg. Setelah Setelah dosis dosis akhir akhir mencap mencapai ai 5 mg sehari, sehari, dapat diganti diganti tablet kortiko kortikoste steroid roid (predni (predniso son) n) dengan dengan dosis dosis 20 mg sehari, sehari, besokn besoknya ya dituru diturunka nkan n lagi lagi menjadi 10 mg sehari, baru kemudian penggunaan obat dihentikan. Dengan cara ini lama pengobatan pasien SJS umumnya membutuhkan waktu kira-kira 10 hari.
Nama obat Cara Kerja
1
Prednison Prednison (Deltasone (Deltasone)) Menurunkan inflamasi dengan melawan peningkatan
permeabilitas permeabilitas kapiler kapiler dan menghambat menghambat aktivitas aktivitas Dosis Dewasa
PMN 5-60 mg/hari peroral dibagi dalam 2/4 dosis di
Dosis sis Anak Anak-a -ana nak k
tapering off selama 2 minggu begitu gejala membaik 0,05,05-2 2 mg/k mg/kg gBB pero perora rall pero perora rall dibag ibagii dala dalam m 2/4 2/4 dosis di tapering off selama 2 minggu begitu gejala
membaik Tabel 1.2 Obat Kortikosteroid Selain deksametason dapat digunakan metilprednisolon dengan dosis setara. Keleb Kelebiha ihan n obat obat ini ialah ialah efek efek sampi samping ngny nyaa lebih lebih sedik sedikit it diba diband nding ingka kan n deng dengan an deksametason karena termasuk long acting, sedangan deksametason termasuk medium acting. Bila tappering off yang dilakukan tidak menghasilkan perbaikan kondisi pada pasien, pasien, dapat dipikirkan dipikirkan faktor lain, seperti penggunaan penggunaan antibiotik antibiotik yang sedang diberikan mungkin dapat menyebabkan alergi baru, atau penyebab SJS pada pasien tersebut adalah akibat infeksi atau penyebab lain. Pemberian kortikosteroid dosis tinggi dapat menyebabkan penurunan imunitas, sehingga pemberian antibiotik profilaksis untuk mencegah infeksi harus diberikan. Anti Antibio biotik tik yang yang dipil dipilih ih harus harus yang yang jaran jarang g menye menyeba babk bkan an alerg alergii secar secaraa empi empiris ris,, berspektrum berspektrum luas, luas, bersifat bersifat bakterisidal, bakterisidal, dan sedikit sedikit atau atau tidak bersifat bersifat nefrotoksik. nefrotoksik. Obat yang dapat dipilih misalnya ciprofloxacin 2 x 400 mg iv, klindamisin 2 x 600 mg iv, atau seftriakson 2 g iv sehari sekali. Untuk mengurangi efek samping kortikosteroid diberikan diet rendah garam dan tinggi protein. 1 Dari beberapa beberapa studi diketahui pemberian Intravenous Intravenous Immunoglobulin Immunoglobulin (IVIG) dengan dosis lebih dari 2 g/kgBB dapat meningkatkan angka harapan hidup penderita. Setiap peningkatan dosis 1 g/kgBB dapat meningkatkan angka harapan hidup 4.2 kali lipat lebih banyak sehingga pemberian IVIG dapat dipertimbangkan. 2 Selain penatalaksanaan reaksi alergi dengan kortikosteroid, prinsip pengelolaan penderita penderita sindrom sindrom stevens-joh stevens-johnson nson adalah : 1 1.
Peng Pengga gant ntia ian n cair cairan an tubu tubuh h yang yang hilan hilang; g; dapat dapat dibe diberi rika kan n Dekst ekstro rose se
5% : NaCl 0,9% : RL = 1 : 1 : 1, diberikan setiap 8 jam sekali. Bila dalam 2
hari belum ada perbaikan, dapat diberi transfusi darah sebanyak 300 cc selama 2 hari berturut-turut. 2.
Nutri utrisi si yang yang mend menduk uku ung dan dan adek adeku uat; at; pem pemberia erian n kortik rtikos oste tero roid id
bersifat katabolik katabolik sehingga sehingga pemberian pemberian nutrisi yang adekuat adekuat membantu membantu proses penyembuha penyembuhan n dari pasien SJS. Pada kasus dengan dengan purpura purpura luas dapat pula ditambahkan vitamin C 500 mg atau 1000 mg sehari iv. 3.
Rawa Rawatt luka; luka; mesk meskii terapi terapi topik topikal al tidak tidak sepe sepent nting ing tera terapi pi sist sistem emik, ik, pad padaa
daerah erosi dan ekskoriasi dapat diberikan diberikan krim sulfodiazin-perak. sulfodiazin-perak. Untuk lesi di mulut dapat diberikan kenalog in orabase dan betadine gargle. Untuk bibir yang biasanya biasanya kelainannya kelainannya berupa krusta tebal kehitaman kehitaman dapat diberikan emolien misalnya krim urea 10%. Debridement tidak dilakukan pada hampir seluruh seluruh kasus karena epidermis epidermis yang mati dapat berfungsi berfungsi sebagai barrier infeksi dan sebagai jaringan untuk regenerasi.
X.
4
KOMPLIKASI
Komplikasi yang tersering adalah bronkopneumonia. Komplikasi yang lain adalah kehilangan cairan/darah, gangguan keseimbangan elektrolit, dan syok. Pada mata dapat terjadi kebutaan. Bila terjadi infeksi dapat menyebabkan sepsis. 1
XI.
PROGNOSA
Bila Bila ditanga ditangani ni secara secara cepat cepat dan tepat tepat progn prognosis osis cukup cukup memuas memuaskan kan.. Pada keadaan umum yang buruk dan terdapat bronkopneumonia penyakit ini dapat menyebabkan kematian.1 Dapat digunakan nilai SCORTEN SCORTEN untuk menggambarka menggambarkan n prognosa prognosa sindrom ini sehingga dapat diperkirakan besarnya resiko kematian.
SCORTEN
Individ vidual Scor core
SCORTEN
Prediksi mortalitas
Yes = 1, No = 0 Yes = 1, No = 0 Yes = 1, No = 0
(jumlah individual score) 0-1 2 3
3.2 12.1 35.8
Yes = 1, No = 0
4
58.3
Yes = 1, No = 0
>5
90
Parameter Usia > 40 tahun Malignansi Takikardia (>120/min) Epidermolisis >10% Serum urea >10 mmol/l Serum glukosa >14 mmol/l bicarbonate >20 mmol/l
(%)
Yes = 1, No = 0 Yes = 1, No = 0
Tabel 1.3 SCORTEN Parameter untuk menentukan prognosis dan mortalitas.
2
BAB II LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS PASIEN
Nama
: Ny. Sati Sati
Umur
: 45 tahun
Jenis Kelamin
: Perempuan
Agama
: Islam
Status Menikah
: Menikah
Pekerjaan
: Ibu rumah tangga
Suku Bangsa
: Jawa
Alamat
: Jl. Dr. Soebandi 45 Jember
II. ANAMNESIS
1. Keluh eluhan an Utam Utamaa Badan melepuh, perih di dalam mulut seperti sariawan.
2. Riwayat Penyakit Sekarang Enam Enam hari hari sebe sebelu lum m pasi pasien en MRS, MRS, pasie pasien n semp sempat at meng mengun unju jung ngii RS untu untuk k melakukan melakukan cabut gigi. Pasien diberi obat penghilang rasa sakit dan rawat jalan setelah giginya dicabut. Setelah itu pasien tidak mengeluhkan apa-apa hingga 5 hari kemudian terasa panas terbakar di dalam mulut disertai kulit melepuh, utamanya di tangan, kaki, dan dada. Pasien tidak mengeluh sesak napas namun merasa kesulitan dalam menelan. Pasien mengeluh merasa lemas dan sedikit demam sejak 2 hari SMRS. Pasien mengaku tidak memiliki riwayat alergi baik terhadap makanan maupun obat sebelumnya.
3. Riwayat Penyakit Dahulu Pasien tidak pernah menderita penyakit seperti ini sebelumnya.
4. Riwayat Pemakaian Obat Natrium diklofenak. diklofenak.
5. Riwayat Penyakit Keluarga Tidak ada yang menderita sakit yang sama.
III. III. .
PEMERIKSA IKSAA AN FI FISIK SIK
Status General
1. Keadaan umum
: Lemah
2. Kesadaran
: composmentis
3. Kepal epala/ a/le lehe herr
: Mat Mataa terd terdap apat at ko konjun njung gtivi tiviti tiss , bib bibir ir ed edema, ema, mu mukosa kosa mulut mulut (R. Buccal sinistra) terdapat terdapat ulserasi ulserasi kemerahan kemerahan dengan dasar bersih, berukuran 5 mm, ulserasi 2 mm terdapat di mukosa nasal.
4. Thorak
: Jantung Jantung : Dalam batas normal Paru-paru
: Da Dalam batas normal
5. Abdomen
: Dalam batas normal
6. Ekstremitas
: AH +/+ Oe -/-
7. Genetalia
: Dalam batas normal
Status Lokalis
Didapatkan makula hiperpigmentasi disertai bula pada regio thorakalis. Terdapat bula disertai disertai erosi dan krusta di regio cruris dextra dextra et sinistra dan regio antebrachii antebrachii dextra et sinistra. Pada regio labialis didapatkan edema dan eritema, disertai ulserasi pada mukosa buccal sinistra sinistra dan dan nasal. nasal. Konjungt Konjungtivitis ivitis juga juga tampak pada mata. mata.
(a)
(c)
(b)
(d)
Gambar 2.1 (a) tampak ulserasi pada regio buccal sinistra berdiameter 5 mm, (b) makula eritematous diserta bula pada extremitas superior, (c) ulserasi diser disertai tai krust krustaa kehit kehitam aman an pada pada regio regio cruris cruris dextr dextra, a, dan dan (d) (d) maku makula la eritematous tersebar di regio antebrachii sinistra.
IV. RESUME
Seorang wanita, 45 tahun datang dengan keluhan seluruh badan melepuh, rasa perih terbakar di dalam mulut. Enam hari sebelum sebelum MRS penderita cabut gigi dan diberi obat penghilang rasa sakit. Pasien meminum obat tersebut sepulang dari RS setelah merasa nyeri pada giginya. Akan tetapi keesokan harinya penderita merasa gatal-gatal di seluruh tubuh, demam, dan merasa tidak enak badan (nggreges). Dua hari sebelu sebelum m MRS MRS seluru seluruh h kulit kulit pender penderita ita melepu melepuh h (timbul (timbul gelemb gelembung ung berisi berisi cairan) secara bersamaan. Mata penderita terasa pedih dan panas, serta mulut terasa perih seperti seperti terbakar terbakar dan sulit menelan. menelan.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan status generalis dalam batas normal, status lokalis lokalis didapatk didapatkan an makula makula hiperpig hiperpigmen mentasi tasi diserta disertaii bula bula pada pada regio regio thoraka thorakalis. lis. Terdapat bula disertai erosi dan krusta di regio cruris dextra et sinistra dan regio antebrachii dextra et sinistra. Pada regio labialis didapatkan edema dan eritema, disertai ulserasi pada mukosa buccal sinistra dan nasal. Konjungtivitis juga tampak pada mata. mata.
V. DIAGNOSIS KERJA
Sindrom Stevens-Johnson
VI. DIAGNOSA BANDING
NET, Pemfigu Pemfiguss Vulgaris Vulgaris
VII. PENATALAKSANAAN PENATALAKSANAAN Umum :
a.
Menghentikan
konsumsi
obat
yang
diduga kausa SJS b.
Penggantian Penggantian cairan cairan tubuh tubuh yang hilang
c.
Nutrisi yang mendukung dan adekuat
d.
Rawat luka
Medikamentosa Medikamentosa :
a. Sistemik Kortiko Kortikoste steroid roid:: Deksa Deksameta metason son intrave intravena na dengan dengan dosis dosis permula permulaan an 6 x 5 mg sehari selama 3 hari. Hari ke-4 dosis diturunkan menjadi 5 x 5 mg, hari ke-5 menjadi 4 x 5 mg, hingga hari ke-8 obat diganti menjadi prednison oral 20 mg/har mg/hari. i. Tapper Tappering ing off dilakuk dilakukan an hingg hinggaa akhir akhir mingg minggu u ke-2. ke-2. Mingg Minggu u ke-3 kondis kondisii pasien pasien sudah sudah membai membaik k sehing sehingga ga pember pemberian ian kortiko kortikoster steroid oid dapat dapat dihentikan dan pasien KRS. Pasien juga diberikan antibiotika sebagai profilaksis, yaitu Gentamisin 2x80 mg selama 7 hari
b. Terapi topikal topikal Untuk Untuk lesi lesi di mulut mulut diberik diberikan an kenalog in orabase. orabase. Untuk lesi di kulit yang erosif diberikan sofratulle diberikan sofratulle..
Lain-lain :
Konsul dokter spesialis mata dan THT
VIII. PROGNOSIS
Dubia
DAFTAR PUSTAKA
1. Djuan Djuanda, da, A. A. 2007 2007.. Ilmu Penyakit Penyakit Kulit dan dan Kelamin Kelamin.. Jakarta : FK UI 2. Harr, Harr, T., T., French French,, L. 2010. Toxic Epiderma Epidermall Necroly Necrolysis sis and Steven Steven-Joh -Johnso nson n Syndrome. Orphanet Journal of Rare Disease.Vol Disease.Vol 5:39. 3. Hars Harson ono, o, A. A. 2006 2006.. Sindroma Steven Johnson: Diagnosis dan Penatalaksanaan. Surab Surabay aya: a: Faku Fakulta ltass Kedo Kedokt ktera eran n Univ Univers ersita itass Airla Airlang ngga ga – RSU RSU dr. Soet Soetom omo o Surabaya. 4. Lehloe Lehloenya, nya, R. 2007. 2007. Manage Managemen mentt of Steven Steven-Joh -Johnso nson n Syndro Syndrome me and Toxic Epidermal Epidermal Necrolysis. Necrolysis. Current Current Alergy Alergy and Clinical Clinical Immuno Immunology logy.. Vol. Vol. 20(3): 20(3): p.124-128. p.124-128.