BAB I PENDAHULUAN
Glomerulonefritis akut (GNA) adalah manifestasi klinis kompleks dari proses patologis pada ginjal yang ditandai dengan adanya hematuria atau silinder sel darah merah disertai 2 dari presentasi klinis lain yaitu edem periorbital, azotemia, oligouria dan hipertensi. GNA dapat diklasifikasikan menjadi 4 kategori klinis utama yaitu GNA postinfeksius, GNA berhubungan dengan penyakit sistemik, GNA idiopatik dan GNA familial.1,2 Pada anak-anak, penyebab GNA paling banyak adalah postinfeksi yang meliputi bakteri, virus maupun parasit. GNA postinfeksi yang paling umum adalah yang mengikuti infeksi streptococcus β hemoliticus grup A pada faring (faringitis) dan kulit (pioderma) dikenal dengan istilah Glomerulonefritis Akut Post Infeksi Streptococcus (GNAPS). GNAPS terjadi dalam dua bentuk yaitu epidemik dan sporadic. 1,2 Streptococcus β hemoliticus menjadi penyebab yang paling umum kejadian Glomerulonefritis Akut pada anak-anak di negara berkembang seperti di Thailand, China, India, Afrika Selatan, Amerika Selatan, Turki, negara-negara Arab dan juga termasuk Indonesia. Penelitian mengungkapkan terdapat beberapa faktor lingkungan yang berpengaruh yaitu: 1. Kepadatan penduduk per unit rumah (insiden lebih tinggi di negara dengan jumlah anggota keluarga dalam serumah lebih banyak); 2. Prevalensi streptococcus strain nefritogenik di populasi. 1,2 Penyakit ini umumnya terjadi pada anak umur 3-7 tahun. Penyakit ini jarang terjadi pada anak usia < 2 tahun dan paling umum terjadi pada laki-laki. Kasus GNAPS biasanya terkluster dalam satu keluarga. Sebuah penelitian mengungkapkan bahwa 20% dari kontak saudara kandung dari pasien dengan GNAPS berkembang menjadi glomerulonefritis klinis atau subklinis. 1,2 Dengan tingkat kejadian yang masih tinggi tersebut, maka perlu untuk dilakukan kajian secara lebih mendalam tentang GNAPS mulai dari kriteria klinis, diagnosis dan terapi sehingga kasus-kasus GNAPS dapat ditegakkan dengan tepat dan dapat segera dilakukan penatalaksanaan yang benar untuk mencegah terjadinya komplikasi maupun penularan lebih lanjut. Berikut dilaporkan sebuah
1
kasus penderita glomerulonefritis akut pasca infeksi streptokokus yang dirawat di bangsal anak RSUD Raden Mattaher Jambi.
2
BAB II STATUS PEDIATRIK
I. IDENTIFIKASI Nama
: An.KA
Umur
: 10 tahun
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Bangsa
: Indonesia
Agama
: Islam
Alamat
: Kasang Kota Jambi
MRS tanggal
: 26 Oktober 2012
II. ANAMNESA Diberikan oleh
: Ibu pasien
Tanggal
: 27 Oktober 2012 (Pk. 12.15 WIB)
A. Riwayat Penyakit Sekarang 1. Keluhan utama MRS
: demam tidak turun-turun sejak tanggal
8-11-2012 (16 hari SMRS) Keluhan utama saat diperiksa : kencing keruh seperti cucian daging 2. Keluhan tambahan
: demam, batuk sakit kepala, sakit perut.
3. Riwayat Perjalanan Penyakit : Pada tanggal 8-11-2012 anak demam tidak terlalu tinggi diikuti dengan batuk. demam naik turun terkadang 2 hari turun dan kemudian panas lagi. Demam tidak disertai menggigil dan kejang tidak ada. Batuk kering setelah didahului demam yang tidak berkurang walaupun telah berobat ke Puskesmas dan akhirnya pada tanggal 24 Oktober 2012 ibu membawa anaknya ke salah satu Dr spesialis anak di salah satu rumah sakit swasta yang ada di kota Jambi dengan keluhan demam, batuk-batuk. Kemudian dokter menyarankan untuk memeriksakan darah dan urinya di laboratorium. Dari hasil pemeriksaan didapatkan diagnosis yaitu infeksi saluran Kemih. Dan anak disarankan dirawat oleh dokter dikarenakan tidak adanya biaya maka ibu membawa
3
anaknya ke RSUD Raden Mattaher untuk dilakukan pengobatan dan perawatan. Pada tanggal 25-11-2012 anak dibawa k RSUD Raden Mattaher dan disarankan untuk dirawat untuk melakukan pemeriksaan lebih lanjut dengan diagnosis sementara dari IGD adalah ISK. Pada tanggal 26-11-2012 anak dilakukan pemeriksaan yang lebih lengkap yaitu periksa darah rutin ulang, typoid, CRP, KDL, ASTO, urin lengkap, dan pemeriksaan Feaces. Pada tanggal 27-11-2012 tekanan darah anak meninngkat menjadi 130-70 dan warna urin yang mulai kemerahan.
B. Riwayat Sebelum Masuk Rumah Sakit 1. Riwayat Kehamilan dan Kelahiran Masa kehamilan
: cukup bulan
Partus
: spontan
Tempat
: rumah
Ditolong oleh
: bidan
Tanggal
: 17 Maret 1992
BBL
: 3200 gram
PB
: 47 cm
2. Riwayat Makanan ASI
: (+) sampai usia 2,5 tahun
Susu Botol/kaleng
: (-) tidak minum susu bantu
Bubur Nasi
: (-) tidak makan bubur nasi
Nasi lembek
: (+) sejak usia 7 bulan – 10 bulan
Nasi Biasa
: (+) sejak umur 10 bulan sampai sekarang
Daging , Ikan dan telur
: (+)
Tempe dan Tahu
: (+)
Sayur
: kurang suka sayur, hanya sayuran tertentu
Buah
: kurang
Kesan
: kualitas dan kuantitas makan cukup
4
3. Riwayat Imunisasi BCG
: lupa
Polio
: lupa
DPT
: lupa
Campak
: lupa
Hepatitis
: lupa
Kesan
: ibu hanya ingat imunisasi waktu masih bayi 3 kali
4. Riwayat Keluarga : Riwayat anggota keluarga mengalami keluhan yang sama disangkal 5. Riwayat Perkembangan Fisik Gigi Pertama
: ± 5 bulan
Berbalik
: ± 6 bulan
Tengkurap
: ± 6 bulan
Merangkak
: ± 6 bulan
Duduk
: ± 9 bulan
Berdiri
: ± 11 bulan
Berjalan
: ± 11 bulan
Berbicara
: ± 1 tahun, 2 bulan
Kesan
: perkembangan fisik baik
6. Riwayat Perkembangan Mental Isap Jempol
: (-)
Ngompol
: (-)
Sering mimpi
: (-)
Aktifitas
: cukup
Membangkang
: (-)
Ketakutan
: (-)
7. Status gizi IMT/U : -2 SD (Normal)
5
8. Riwayat Penyakit yang pernah di derita Parotitis Pertusis Difteri Tetanus Campak Varicella Thypoid Malaria DBD Demam menahun Radang paru TBC Perut Kembung Alergi Batuk/pilek
: (-) : (-) : (-) : (-) : (-) : (-) : (-) : (-) : (-) : (-) : (-) : (-) : (-) : (-) : (+)
Muntah berak : (-) Asma : (-) Cacingan : (-) Patah tulang : (-) Jantung : (-) Sendi bengkak: (-) Kecelakaan : (+) Operasi : (-) Keracunan : (-) Sakit kencing : (-) Sakit ginjal : (-) Kejang : (+) Lumpuh : (-) Otitis Media : (-) DM : (-)
C. Anamnesis Organ Rambut rontok
: (-)
Lain-lain
: (-)
Mata merah
: (-)
: (-)
Bengkak
: (-)
Nyeri
: (-)
Ggn pendengaran : (-)
Sekret
: (-)
Tinitus
: (-)
Kebiruan
: (-)
Penciuman
: dbn
Gusi berdarah
: (-)
Kepala Sakit kepala
: (+)
Mata Rabun senja
Telinga
Hidung Epistaksis
: (-)
Gigi-Mulut Sakit gigi
: (-)
Sakit mbuka mulut : (-)
Sariawan
: (-)
Rhagaden
: (-)
Ggn mengecap
: (-)
Lain-lain
: (-)
: (-)
Suara serak
: (-)
Tenggorokan Sakit menelan
6
Leher Kaku kuduk
: (-)
Jantung dan Paru
Tortikolis
: (-)
Parotitis
: (-)
Sesak malam hari
: (-)
Nyeri dada
: (-)
Berdebar
: (-)
Sesak napas
: (-)
Sakit saat bernapas
: (-)
Batuk
: (+)
Napas bunyi/mengi
: (-)
Pilek
: (+)
Sakit kepala sebelah
: (-)
Batuk darah
: (-)
Dingin ujung jari
: (-)
Sembab
: (-)
Penglihatan berkurang
: (-)
Kebiruan
: (-)
Bengkak sendi
: (-)
Keringat malam hari
: (-)
Kencing warna tua
: (-)
Abdomen a. Hepar Tinja seperti dempul
: (-)
Sakit kuning
: (-)
b. Lambung dan Usus Nafsu makan
: (-)
Tinja berlendir
: (-)
Perut kembung
: (-)
Tinja berdarah
: (-)
Mual/muntah
: (-)
Dubur berdarah
: (-)
Isi
: air, makanan
Sukar BAB
: (+)
Frekuensi
: 4 kali
Sakit perut
: (+)
Jumlah
: ¼ glas
Muntah darah
: (-)
Mencret
: (-)
Lokasi : sulit ditentukan Sifat
: tumpul
c. Ginjal dan urogenital Sakit kencing
: (-)
Warna keruh
: (+)
Frekuensi miksi
:↓
Sembab kelompak mata : (-)
7
Edema tungkai
: (-)
Endokrin Sering minum
: (-)
Keringat dingin
: (-)
Sering kencing
: (-)
Tanda pubertas prekok
: (-)
Sering makan
: (-)
Syaraf dan Otot Hilang rasa
: (-)
Riw. kejang keluarga
: (-)
Kesemutan
: (-)
Badan kaku
: (-)
Otot lemas
: (-)
Tidak sadar
: (-)
Otot pegal
: (-)
Mulut mencucu
: (-)
Lumpuh
: (-)
Trismus
: (-)
Kejang
: (-)
Kejang pertama usia
: 8th
Panas
: (+)
Riw. Trauma kepala
: (-)
: (-)
Bengkak
: (-)
Alat Kelamin Hernia
III. PEMERIKSAAN FISIK A. PEMERIKSAAN UMUM ( 27 Oktober 2012 ) Keadaan umum
: Tampak sakit sedang
Kesadaran
: compos mentis
Posisi
: berbaring
BB
: 24 kg
PB
: 130 cm
Gizi
: baik
Edema
: (-)
Sianosis
: (-)
Dyspnoe
: (-)
Ikterus
: (-)
Anemia
: (-)
8
Suhu
: 37,3 º C
Respirasi
: 26 x/ menit
Tipepernapasan
: Abdominotorakal
Turgor
: baik (< 2 detik)
Tekanan darah
: 130/100 mmHg
Nadi
:
-
Frekuensi
: 112 x/i
-
Pulsus tardus
: (-)
-
Isi/kualitas
: cukup
-
Pulsus celler
: (-)
-
Equalitas
: cukup
-
Pulsus trigeminus : (-)
-
Regularitas
: cukup
-
Pulsus magnus
: (-)
-
Pulsus defisit
: (-)
-
Pulsus parvus
: (-)
-
Pulsus Alternan : (-)
-
Pulsus bigerminus: (-)
-
Pulsus paradox
: (-)
Kulit Warna
: Sawo matang
Vesikula
: (-)
Hipopigmentasi : (-)
Pustula
: (-)
Hiperpigmentasi : (-)
Sikatriks
: (-)
Ikterus
: (-)
Edema
: (-)
Bersisik
: (-)
Eritema
: (-)
Makula
: (-)
Haemangiom
: (-)
Papula
: (-)
Ptechiae
: (-)
B. PEMERIKSAAN KHUSUS (27 Oktober 2012) KEPALA Bentuk
: Mesocephalon
Rambut
: Lurus
Warna
: Hitam
Mudah Rontok
: (-)
Kehalusan
: Cukup
Alopesia
: (-)
Sutura
: tidak teraba
Fontanella
: sudah menutup
9
Cracked pot sign
: (-)
Cranio tabes
: (-)
MUKA
ALIS
Roman muka
: wajar
Kerapatan
: cukup
Bentuk muka
: simetris
Mudah rontok
: (-)
sembab
: (-)
Alopesi
: (-)
Simetris
: (+)
MATA Sorot mata
: wajar
Endophthalmus
: (-)
Hipertelorisme
: (-)
Exophthalmus
: (-)
Sekret
: (-)
Nistagmus
: (-)
Epifora
: (-)
Starbismus
: (-)
Pernanahan
: (-)
Cekung
: (-)
Cekung
: (-)
Ektropion
: (-)
Edema
: (-)
Entropion
: (-)
Ptosis
: (-)
Haemangioma
: (-)
Lagoptalmus
: (-)
Hordeolum
: (-)
Kalazion
: (-)
KELOPAK MATA
KONJUNGTIVA Pelebaran vena
: (-)
Xerosis
: (-)
Perdarahan subconj.
: (-)
Ulkus
: (-)
Infeksi
: (-)
Refleks
: (-)
Bitot spot
: (-)
SKLERA Ikterik
: (-)
10
IRIS Bentuk
: bulat
Isokor
: (+)
Ukuran
: ±3mm
Refleks cahaya lgsg
: (+)
TELINGA Bentuk
: dbn
Membran timpani : sulit dinilai
Kebersihan
: cukup
Nyeri tekan mastoid
Sekret
: (-)
Nyeri tekan daum telinga : (-)
Tophi
: (-)
: (-)
HIDUNG Bentuk
: dbn
Mukosa edema
: (-)
Saddle nose
: (-)
Epistaksis
: (-)
Gangren
: (-)
Deviasi septum
: (-)
Coryza
: (-)
BIBIR Bentuk
: dbn
Labioschiziz
: (-)
Warna
: merah muda
Bengkak
: (-)
Bibir kering
: (-)
Vesikel
: (-)
Rhagaden
: (-)
Oral rush
: (-)
Sikatrik
: (-)
Trismus
: (-)
Cheitosis
: (-)
Bercak koplik
: (-)
Sianosis
: (-)
Palatoschizis
: (-)
Kebersihan
: cukup
Hutchinson
: (-)
Karies
: (-)
Gusi
: (+)
GIGI
LIDAH Bentuk
: dbn
Tremor
: (-)
Gerakan
: dbn
Warna
: merah muda
11
Selaput
: (-)
Makroglosia
: (-)
Hiperemis
: (-)
Mikroglosia
: (-)
Atropi papil
: (-)
FARING-TONSIL Warna
: hiperemis
Pembesaran tonsil : (+)
Edema
: (-)
Ukuran
: T2/T2
Selaput
: (-)
Simetris
: (-)
: (-)
Tortikolis
: (-)
Bendungn vena : (-)
Bullneck
: (-)
Pulsasi
Parotitis
: (-)
Struma
: (-)
LEHER Inspeksi Struma
: (+)
Limpadenopati : (-) Palpasi Kaku kuduk
: (-)
Pergerakan
: bebas
THORAK DEPAN DAN PARU Inspeksi Statis
:
Bentuk
: simetris
Sternum
: dbn
Simetris
: (+)
Bendungan vena
: dbn
Vousure cardiac : (-)
Tumor
: (-)
Clavikula
Sela iga
: (-)
: dbn
Inspeksi Dinamis Bentuk pernapasan
: abdominotorakal
Retraksi
: (-)
Palpasi Nyeri tekan
: (-)
Fraktur iga
: (-)
Krepitasi
: (-)
Perkusi Bunyi ketuk
: sonor
Nyeri ketuk
: (-)
12
Batas paru-hati
: dbn
Peranjakan
: dbn
Auskultasi Bunyi napas pokok
: vesikuler Bunyi napas tambahan (-)
Jantung Inspeksi Vousure cardiac
: (-)
Ictus cordis
: tidak tampak
Pulsasi jantung
: tidak tampak
Palpasi Ictus cordis
: dbn
Aktivitas jantung ka
: dbn
Thrill
: (-)
Aktivitas jantung ki
: dbn
Defek pulmonum
: (-)
Perkusi Batas kiri
: dbn
Batas atas
: dbn
Batas kanan
: dbn
Batas bawah
: dbn
Auskultasi Bunyi jantung I
: regular
Bunyi jantung II
: regular
Bising jantung
: (-)
THORAK BELAKANG Inspeksi Statis Bentuk
: simetris
Khiposis
: (-)
Proc. Spinosus : dbn
Lordosis
: (-)
Scapula
: dbn
Gibus
: (-)
Skoliosis
: (-)
Palpasi
: tidak dilakukan
Perkusi
: tidak dilakukan
Auskultasi
: tidak dilakukan
ABDOMEN Inspeksi
13
Bentuk
: simetris
Gambaran usus
Spider nevi
: (-)
Gamb. peristaltik usus : (-)
Bendungan vena: (-)
: (-)
Turgor
: baik
Palpasi Nyeri tekan
: (-)
Defans muskular
: (-)
Nyeri lepas
: (-)
: (+)
Shifting dullness
: (-)
: (+) ↑
Ascites
: (-)
: (-)
Nyeri tekan
: (-)
: (-)
Nyeri tekan
: (-)
: (-)
Nyeri tekan
: (-)
Perkusi Timpani Auskultasi Bising usus
HEPAR Pembesaran
LIEN Pembesaran
GINJAL Pembesaran
LIPAT PAHA DAN GENITAL Kulit
: dbn
Desensus testikulorum
: dbn
Kel. Getah bening
: dbn
Genitalia
: dbn
Edema
: (-)
Anus
: dbn
Sikatrik
: (-)
EKSTREMITAS Bentuk
: simetris
Pergerakan
: bebas
Deformitas
: (-)
Tremor
: (-)
Edema
: (-)
Chorea
: (-)
Tropi
: (-)
Lain-lain
: (-)
14
IV.
PEMERIKSAAN PENUNJANG Darah Rutin Tanggal 26-11-2012 - WBC
: 6,6 x 103/mm3
- RBC
: 4,32 x 106/mm3
- HGB
: 10,8 g/dl
- HCT
: 33,1 %
- PLT
: 335 x 103/mm3
Tanggal 26-11-2012 - WBC
: 9,5 x 103/mm3
- RBC
: 4,46 x 106/mm3
- HGB
: 10,8 g/dl
- HCT
: 33,9 %
- PLT
: 357 x 103/mm3
GDS
: 115 mg/dl
ASTO : (-) CRP
: (+)
Urinalisis - Warna
: kuning tua keruh
- BJ
: 1020
- pH
:6
- albumin
: (-)
- protein
: (++) positif 2
- reduksi
: (-)
- keton
: (-)
- sedimen
: leukosit 70-80/LBP eritrosit 20-30/LBP epitel 5-6/LBP
15
- sedimen silinder hialin (+) Kimia darah - Ur : 15,6 mg/dl - Kr : 0,7 mg/dl - Protein total: 6,9 - Albumin
: 3,4
- Globulin
: 3,5
Urinalisa 28-11-2012
V.
- Darah
: + 3 cell/ml
- Leukosit
: 6,7 sel/LPB
- Eritrosit
:+3
PEMERIKSAAN ANJURAN - Swab tenggorok (kultur dan tes sensitivitas) - C3 komplemen - EKG - USG abdomen
VI.
DIAGNOSIS BANDING -
GNAPS
-
Infeksi saluran kemih
-
Sindroma nefrotik
VII. DIAGNOSIS KERJA -
GNAPS
-
Infeksi saluran kemih
VIII. PENATALAKSANAAN A. Suportif -
Tirah baring
-
Makanan biasa dengan diet nefritis : 1. Energi : 2400 kkal/hari 2. Protein : 24 gr/hari
16
3. Garam : 1 gr/hari B. Medikamentosa -
IVFD Dex 5% ¼ NS 20 tts/i
-
Inj. Ceftriaxon 1x2 gr dalam dex 5% 100 cc habis dalam 1 jam
-
Po : Captopril 3 x 12,5 mg Parasetamol 3x300 mg
IX.
Prognosis Ad vitam Ad fungsionam Ad sanasionam
: bonam : dubia ad bonam : bonam
17
BAB III TINJAUAN PUSTAKA
3.1. Definisi Glomerulonefritis akut post infeksi streptococcus (GNAPS) adalah sebuah contoh klasik sindrom nefritik akut yang ditandai dengan awitan mendadak terjadinya hematuria, edema, hipertensi, dan insufisiensi renal (azotemia). Gejalagejala ini timbul setelah infeksi kuman streptococcus β hemolitikus grup A di saluran nafas bagian atas atau setelah infeksi di kulit.3,4 3.2. Epidemiologi Insiden GNAPS mengikuti infeksi sterptococcus β hemolitikus pada faring atau kulit. Hanya tipe M tertentu yang berhubungan dengan sekuel tersebut. Pembagian tipe M berdasarkan lokasi menginfeksi. Tipe 3, 4, 12, 25 berhubungan dengan GNAPS-faringitis dan tipe 2, 6, 49, 55 dan 57 berhubungan dengan GNAPS-pioderma. GNAPS-faringitis memuncak pada musim semi dan musim salju sedangkan GNAPS-pioderma lebih prevalen pada musim panas dan musim gugur. Interval antara terjadinya infeksi streptococcus dengan perkembangan GNAPS adalah 1-2 minggu (rata-rata 10 hari) pada GNAPS-faringitis dan 4-8 minggu pada GNAPS-pioderma. Faktor penentu dimana hanya beberapa strain streptococcus nefritogenik tertentu yang mampu menginfeksi masih belum jelas 2,4,5
Penyakit ini sering ditemukan pada anak berumur antara 3-7 tahun dan lebih sering mengenai anak pria dibanding wanita. Faktor iklim, keadaan gizi, keadaan umum dan faktor alergi mempengaruhi perkembangan menjadi GNAPS.6 3.3. Bukti Adanya Infeksi Streptococcus Isolasi streptococcus dari tenggorok atau kulit dan respon host adalah bukti adanya infeksi streptococcus. Kultur swab tenggorokdan lesi di kulit dapat mengungkapkan adanya kuman streptococcus β hemoliticus. Antibodi humoral terhadap produk ekstraseluler spesifik dari streptococcus dapat diperiksa dengan menggunakan neutralizing assay. Antistreptolisin O assay adalah paling umum
18
digunakan. 80% anak yang tidak mendapatkan perawatan titer ASTO akan meningkat hingga 4x lipat. Setelah pioderma, respon terhadap ASTO sedikit berkurang. Tetapi kebalikannya antideoxyribonuclease B (antiDNAase B) dan antihialuronidase dapat digunakan. Penelitian terakhir menunjukkan bahwa peningkatan antibodi zimogen streptococcus adalah penanda paling efektif untuk infeksi streptococcus yang berhubungan dengan GNA. Studi mutakhir melaporkan bahwa kombinasi ASTO dan AntiDNAase B sangat sensitif dan spesifik untuk mengidentifikasi penyakit post infeksi streptococcus (sensitifitas 95,5% spesifisitas 88,6%).6 3.4. Patogenesis Pada GNAPS, periode laten antara infeksi akut dengan onset nefritis diperkirakan merupakan periode yang dibutuhkan untuk menghasilkan jumlah antibodi antistreptococcus yang cukup untuk menginduksi pembentukan kompleks imun. Beberapa antigen streptococcus telah berhasil diidentifikasi pada deposit imun dalam glomerulus yaitu endostreptosin, protein strain nerfritic dan nephritis plasma-binding protein, yang membuktikan bahwa antigen tersebut adalah target serangan sistem imun yang selanjutnya menyebabkan kerusakan pada glomerulus. Hipotesis terakhir mengungkapkan bahwa antigen target pertama kali terperangkap di dalam glomerulus dan memicu pembentukan kompleks imun berikutnya di dalam ginjal. Antigen tersebut berasal dari kuman streptococcus atau merupakan molekul glomerulus normal yang mengalami reaksi silang (cross reaction) dengan antibody yang sebenarnya dihasilkan untuk menyerang antigen streptococcus. Imunoglobulin G dapat menjadi antigen yang tertanam setelah mengalami desialasi oleh neuraminidase streptococcus dengan pengambilan Imunoglobulin G elektrostatik akibat paparan muatan permukaan yang positif. Sesaat setelah deposit imun glomerular terbentuk, aktivasi kaskade komplemen dan infiltrasi leukosit yang berada dalam sirkulasi akan mengawali terjadinya kerusakan glomerulus yang bersifat eksudatif dengan banyak neutrofil intraglomerular dijumpai.1 Hasil penyelidikan klinis-imunologis dan percobaan pada binatang menunjukkan adanya kemungkinan proses imunologis sebagai penyebab dengan
19
beberapa hipotesis yaitu: terbentuknya kompleks antigen antibody yang melekat pada membrane basalis glomerulus kemudian merusaknya; streptococcus nefritogen dan membrane basalis glomerulus mempunyai komponen antigen yang sama sehingga dibentuk zat anti yang langsung merusak membrane basalis ginjal. Secara garis besar terdapat dua mekanisme terjadinya glomerulonefrtis yaitu circulating immune complex dan terbentuknya deposit kompleks imun secara in situ. Antigen yang berperan pada pembentukan deposit in situ berasal dari komponen membrane basal glomerulus sendiri atau substansi dari luar yang terjebak pada glomerulus. Mekanisme pertama apabila antigen dari luar memicu terbentuknya antibody spesifik, kemudian membentuk kompleks imun Ag-Ab yang ikut dalam sirkulasi. Kompleks imun akan mengaktivasi sistem komplemen yang kemudian berikatan dengan kompleks Ag-Ab. Kompleks imun yang mengalir dalam sirkulasi akan terjebak dalam glomerulus dan mengendap di subenditel dan mesangium. Aktivasi sistem komplemen akan terus berjalan setelah terjadi pengendapan kompleks imun. Mekanisme kedua apabila antibody secara langsung berikatan dengan antigen yang merupakan komponen glomerulus. Alternatif lain apabila antigen non glomerulus yang bersifat kation terjebak pada bagian anionic glomerulus diikuti pengendapan antibody dan aktivasi komplemen secara loca.1 Meskipun studi morfologis dan penurunan level komplemen serum (C3) secara kuat mengindikasikan bahwa glomerulonefritis akut post infeksi streptococcus diperantarai oleh imun kompleks, mekanisme pasti dimana streptococcus nefritogenik menginduksi pembentukan kompleks imun belum dapat ditentukan. Selain persamaan klinis dan histologis dengan serum sickness akut pada kelinci, penemuan kompleks imun yang bersikulasi pada GNAPS tidak selalu sama dan aktivasi komplemen terutama melalui jalur alternatif daripada melalui jalur klasik.1 3.5. Proses Patologi Ginjal tampak secara simetris membesar. Semua glomeruli tampak melebar dan vaskularisasinya menurun dan menunjukkan proliferasi sel mesangial dengan peningkatan matriks mesangial. Leukosit polimorfonuklear sering ditemukan di
20
glomeruli pada fase awal penyakit. Inflamasi sel sabit dan sel interstisiil dapat ditemukan pada tahap yang berat. Perubahan tersebut tidak khas untuk GNAPS. Mikroskopi imunofluorescent mengungkapkan adanya lumpy-bumpy deposit dari immunoglobulin dan komplemen pada dasar membrane glomerulus dan pada mesangium. Pada electron mikroskopi, deposit electron ditemukan pada sisi epithelial dari membrane dasar glomerulus.1 3.5. Manifestasi Klinis Gambaran klinis bervariasi. Kadang-kadang gejala ringan tetapi kadang juga berat. Gejala yang sering ditemukan ialah hematuria/ kencing berwarna merah daging. Kadang-kadang disertai edema ringan yang terbatas di sekitar mata atau di seluruh tubuh. Umumnya edem berat terdapat pada oligouria dan bila ada gagal jantung. Hipertensi terdapat pada 60-70% anak dengan GNA pada hari pertama kemudian pada akhir minggu pertama menjadi normal kembali. Bila terdapat kerusakan jaringan ginjal maka tekanan darah akan tetap tinggi selama beberapa minggu dan menjadi permanen bila penyakit menjadi kronis. Hipertensi timbul karena vasospasme atau iskemia ginjal dan berhubungan dengan gejala serebrum dan kelainan jantung. Suhu badan tidak terlalu tinggi tapi bisa sangat tinggi pada hari pertama. Kadang-kadang gejala panas tetap ada walaupun tidak ada gejala ginjal lain yang mendahuluinya. Gejala gastrointestinal seperti muntah, tidak nafsu makan, konstipasi dan diare tidak jarang menyertai penderita GNA.4,5,7 Selama fase akut, terdapat vasokonstriksi arteriola glomerulus yang mengakibatkan tekanan filtrasi menjadi kurang dan karena hal ini kecepatan filtrasi glomerulus menjadi kurang. Filtrasi air, garam, ureum dan zat lainnya berkurang, sebagai akibatnya kadar ureum dan kreatinin darah meningkat. Fungsi tubulus relatif kurang terganggu. Ion natrium dan air diresorbsi kembali sehingga diuresis berkurang (timbul oligouria dan anuria) dan ekskresi natrium mengurang. Ureum juga diresorbsi kembali lebih dari biasanya. Akhirnya terjadi insufisiensi ginjal akut dengan uremia, hiperfosfatemia, hidremia dan asidosis metabolic.4,5,7 Pasien akan mengalami sindrom nefritik akut setelah 1-2 minggu dari infeksi streptococcus tipe faringitis secara antesenden dan setelah 3-6 minggu infeksi streptococcus tipe pioderma. Tingkat keparahan
keterlibatan ginjal
21
bervariasi dari hematuria mikroskopis yang asimptomatik dengan fungsi ginjal yang masih normal hingga gagal ginjal akut. Bergantung pada tingkat keparahan keterlibatan ginjal, pasien akan mengalami berbagai derajat edema, hipertensi, dan oligouria. Pasien mungkin akan berkembang menjadi encefalopati dan atau gagal jantung akibat dari hipertensi atau hipervolemia. Encefalopati juga bisa disebabkan oleh efek toksik secara langsung dari streptococcus pada sistem syaraf pusat. Edema biasanya disebabkan oleh adanya retensi garam dan air. Sindrom nefrotik juga bisa muncul pada 10-20% kasus. Gejala nonspesifik seperti malaise, letargi, nyeri abdominal dan flank, dan demam merupakan gejala yang paling umum dirasakan pasien. Fase akut pada umumnya akan sembuh dalam 6-8 minggu. Meskipun ekskresi protein urin dan hipertensi akan normal kembali dalam 4-6 minggu setelah onset. Namun hematuri mikroskopis dapat bertahan hingga 1-2 tahun setelah kemunculan yang pertama kali.4,5,7 3.6. Diagnosis 1. Anamnesis1,2,3,5
Riwayat infeksi saluran nafas atas (faringitis) 1-2 minggu sebelumnya atau infeksi kulit (pyoderma) 3-6 minggu sebelumnya.
Umumnya pasien datang dengan hematuria yang nyata atau sembab di kedua kelopak mata dan tungkai.
Kadang-kadang pasien datang dengan kejang dan penurunan kesadaran akibat ensefalopati hipertensi.
Oligouria/anuria akibat gagal ginjal atau gagal jantung
2. Pemeriksaan Fisik1,2,3,5
Edema. Edema adalah manifestasi klinis yang paling umum pada pasien GNAPS, yaitu 90% kasus. Edema biasa terjadi di pagi hari pada bagian periorbital. Ekstremitas bagian bawah adalah lokasi kedua untuk retensi cairan. Biasanya tidak dijumpai ascites atau efusi pleura kecuali pada pasien dengan sindrom nefrotik. Derajat edema tergantung pada jumlah garam dalam diet. Pasien dengan edema yang kurang jelas, dapat kehilangan 1-2 kg berat badan selama masa penyembuhan.
22
Hematuria. Gross hematuria adalah tanda umum kedua setelah edema. Hematuria ini dideskripsikan pasien sebaga air kencing yang berwarna seperti teh atau cola. Warna coklat pada kencing ini akibat terjadinya hemolisis sel darah merah dengan pembebasan hemoglobin yang kemudian diubah menjadi hematin pada suasana urin yang asam.
Hipertensi. Hipertensi terjadi pada 70-82% kasus, dan dapat memberat pada setengah dari persentase tersebut. Hipertensi biasanya muncul bersamaan onset GNAPS. Hipertensi pada pasien GNAPS berhubungan dengan ekspansi volume intravaskular dan ekstravaskuler hingga vasospasme akibat faktor neurogenik dan hormonal. Hipertensi pada GNAPS adalah bentuk ‘volume-dependent-hypertension’, sehingga restriksi cairan dan garam serta pemberian diuretik dan vasodilator mampu mengontrol kejadian hipertensi dengan optimal.
Hipertensif Ensefalopati. Gejala serebral biasanya berhubungan dengan peningkatan tekanan darah akut. Gejala ini dilaporkan terjadi pada 510% kasus. Manifestasi cerebral akut yang paling umum adalah sakit kepala, nausea, muntah, gangguan kesadaran dan kejang.
Gagal jantung kongestif / Edem Pulmo. Bukti klinis adanya gagal jantung kongestif yaitu adanya takikardi, takipneu, respiratory distress, ritme gallop, dan pembesaran hepatik dan adanya bukti radiologis adanya edem pulmonum yaitu infiltrat pada alveolar pulmo, cardiomegali, dan penebalan septum terjadi pada 20% kasus. Hipertensi dan hipervolemia adalah faktor primer yang menghasilkan gejala gagal jantung kongestif. Pada GNAPS, volume plasma pada pasien meningkat, dan bahwa terdapat hubungan yang nyata antara volume darah dengan gejala edem pulmonal. Pada anak dengan distress respiratory, dan foto thoraks dengan cardiomegali dan edem pulmonal, maka analiusa urin harus segera dilakukan untuk mendiagnosis glomerulonefritis akut. Hemoptisis (perdarahan pulmonal) juga dapat terjadi pada GNAPS.
23
3. Pemeriksaan Penunjang1,2,3,5
Hematuria
mikroskopis
biasanya
muncul pada semua pasien.
Pemeriksaan urin mengungkapkan kadar RBCs dengan bukti hematuria glomerular, dan silinder eritrosit dapat dilihat pada spesimen urin segar.
Proteinuria muncul pada 80% kasus dengan GNAPS. Meskipun begitu proteinuria masif hanya muncul pada 4-10% pasien.
Kadar serum komplemen C3 didapatkan turun pada 80-95% kasus jika pengukuran dilakukan 2 minggu awal penyakit. Kadar komplemen biasanya akan kembali normal pada 6-8 minggu. Kadar komplemen yang ,menetap lebih dari 8 minggu mengindikasikan penyebab lain dari glomerulonefritis .
Fungsi ginjal : azotemia timbul pada GNAPS,
biasanya terdapat
penurunan ringan hingga sedang dari laju filtrasi glomerulus. Serum kreatinin biasanya tidak lebih dari 150 micromole/L pada sebagian besar pasien.
Anemia biasanya timbul ringan berhubungan dengan ekspansi volume plasma (anemia dilusi).
Laju sedimentasi meningkat selama fase akut penyakit.
Kreatinin dan ureum darah meningkat
ASTO meningkat pada 75-80% kasus
Kultur tenggorok positif mendukung diagnosis atau menunjukkan bahwa seseorang adalah carrier. Dengan kata lain, titer antibody yang naik
terhadap
antigen
streptococcus
mengkonfirmasi
infeksi
streptococcus yang baru terjadi.
Jika terjadi komplikasi gagal ginjal akut, didapatkan hiperkalemia, asidosis metabolic, hiperfosfatemia dan hipokalsemia.
Biopsi ginjal harusnya dipertimbangkan bila hanya dijumpai gagal ginjal akut, sindrom nefrotik, tidak ada bukti infeksi streptococcus atau kadar komplemen yang normal. Biopsi ginjal juga dianjurkan bila terdapat hematuria, proteinuria, hilangnya fungsi ginjal dan kadar C3 yang menetap selama 2 bulan setelah onset.
24
3.7. Komplikasi1,6 1. Oligouria sampai anuria dapat berlangsung 2-3 hari. Terjadi sebagai akibat berkurangnya filtrasi glomerulus. Gambaran seperti insufisiensi ginjal akut dengan uremia, hiperkalemia, hiperfosfatemia, dan hidremia. 2. Ensefalopati hipertensi yang merupakan gejala serebrum karena hipertensi. Terdapat gejala berupa gangguan penglihatan, pusing, muntah, dan kejangkejang. Ini disebabkan spasme pembuluh dfarah lokal dengan anoksisa dan edem otak. 3. Gangguan sirkulasi berupa dispneu, ortopneu, terdapatnya ronki basah, pembesaran jantung dan meningginya tekanan darah yang bukan saja disebabkan spasme pembuluh darah, melainkan juga disebabkan oleh bertambahnya volume plasma. Jantung dapat membesar dan terjadi gagal jantung akibat hipertensi yang menetap dan kelainan di miokardium. 4. Anemia yang timbul karena adanya hipervolemia disamping sintesis eritropoietin yang menurun. 3.8. Penatalaksanaan1,2,4,5,8 1. Istirahat mutlak selama 3-4 minggu. Dulu dianjurkan selama 6-8 minggu untuk memberi kesempatan pada ginjal untuk menyembuh. Tetapi penyelidikan terakhir menunjukkan bahwa mobilisasi penderita sesudah 3-4 minggu dari mulai timbulnya penyakit tidak berakibat buruk pada perjalanan penyakitnya. 2. Pemberian penisilin pada fase akut. mempengaruhi
beratnya
Pemberian antibiotika tidak
glomerulonefritis,
melainkan
mengurangi
menyebarnya infeksi streptococcus yang mungkin masih ada dan mencegah terjadinya nefritis pada carrier. Kultur swab tenggorok sebaiknya juga dilakukan ke anggota keluarga lain yang kemungkinan terinfeksi. Dosis yang diberikan yaitu 50 mg/KgBB dibagi dalam 3 dosis. Pemberian obat golongan penisilin ini dianjurkan hanya untuk 10 hari, sedangkan pemberian profilaksis yang lama sesudah nefritisnya sembuh terhadap kuman penyebab tidak dianjurkan karena terdapat imunitas yang menetap. Secara teoritis seorang anak dapat terinfeksi lagi dengan kuman nefrirtogen yang lain tetapi kemungkinanya sangat kecil. 25
3. Makanan. Pada fase akut diberikan makanan rendah protein (1 g/KgBB/hari), dan rendah garam (1 g./hari). Makanan lunak dapat diberikan pada penderita dengan suhu tinggi dan makanan biasa bila suhu sudah normal kembali. Bila ada anuria atau muntah, maka diberikan IVFD dengn larutan glukosa 10%. Pada penderita tanpa komplikasi pemberian cairan disesuaikan dengan kebutuhan, sedangkan bila ada komplikasi seperti gagal jantung, edema, hipertensi, dan oligouria maka jumlah cairan yang diberikan harus dibatasi. 4. Untuk masalah hipertensi diberikan diuretic. Loop diuretic akan meningkatkan urin output sehingga dapat mengurangi kongesti jantung dan tekanan darah. Diuretik yang digunakan adalah Furosemid dengan dosis 2040 mg, selama 6-8 jam setelah dosis sebelumnya hingga dosis yang diinginkan tercapai. Furosemid bekerja dengan cara meningkatkan ekskresi air melalui sistem co transport ion klorida, sehingga akan menghambat reabsorbsi garam dan klorida di bagian ansa Henle dan tubulus distal renalis. 5. Hipertensi yang tidak dapat dikontrol dengan diuretic, dapat digunakan calcium channel blocker atau angiotensin converting enzyme inhibitor (ACE inhibitor). Calcium channel blocker menghambat perpindahan ion calcium melewati membrane sel sehingga tidak terjadi pembentukan impuls dan konduksi jantung. Jenis yang digunakan biasanya Amlodipine (Norvasc) yang bekerja dengan cara merelaksasi otot polos jantung dan akan menghasilkan dilatasi arteri koronaria sehingga oksigenasi jantung meningkat. Sehingga dapat memperbaiki gangguan fungsi sistolik, hipertensi dan aritmia yang terjadi. Untuk ACE inhibitor, bekerja dengan menghambat perubahan angiotensin 1 menjadi angiotensin 2 sehingga sekresi aldosteron akan menurun. Preparat yang digunakan adalah Captopril dan Enalapril. Enalapril bekerja dengan cara menjadi inhibitor kompetitif angiotensin
converting enzyme sehingga dapat
mengurangi
kadar
angiotensin 2 dan menurunkan sekresi aldosteron. Sehingga mencegah terjadinya retensi air dan natrium.
26
6. Untuk hipertensi tipe maligna/emergensi digunakan natrium nitropruside intravena dan nifedipin parenteral yaitu vasodilator. Vasodilator bekerja dengan cara menurunkan resistensi vaskuler sehingga dapat meningkatkan cardiac output dan aliran darah. Preparat yang digunakan adalah nitroprusid yang bekerja dengan meningkatkan aktivitas inotropik jantung. Preparat lain adalah Hidralazine yang bekerja dengan menurunkan resistensi sistemik melalui vasodilatasi 7. Bila anuria berlangsung lama 5-7 hari maka ureum harus segera dikeluarkan dari darah dengan cara dialysis peritoneum, hemodialisis, bilas lambung dan usus atau pengeluaran darah vena. Indikasi lain untuk melakukan dialysis adalah hiperkalemia yang mengancam kehidupan.
27
BAB IV ANALISIS KASUS
4.1. Penegakan Diagnosis Pada kasus ini diagnosis pasien adalah glomerulonefritis akut pasca streptokokus. Untuk menegakkan diagnosis glomerulonefritis akut pasca streptokokus dilakukan dengan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. 4.1.1. Anamnesis Gejala yang sering ditemukan adalah hematuria atau kencing seperti cucian daging. Pada kasus ini, gejala ditemukan gejala yang serupa. Selain itu, dari anamnesis riwayat penyakit sekarang didapatkan pasien mengalami infeksi radang tenggorokan pada sekitar 2 minggu SMRS. Gejala glomerulonefritis akut pada pasien didahului dengan awitan panas selama 2 hari yang disertai dengan tanda-tanda tonsilofaringitis akut lain yaitu pembesaran ukuran
tonsil
T2-T2,
nyeri
menelan
dan
batuk
pilek.
Kemungkinan
tonsilofaringitis akut ini akibat infeksi bakteri streptococcus β hemoliticus grup A. Bakteri Streptococcus β hemoliticus grup A strain nefritogenik, jika menginfeksi faring,
dapat
menimbulkan
terjadinya
sekuele
yaitu
berupa
berupa
glomerulonefritis akut paska streptococcus (GNAPS). GNAPS timbul akibat pembentukan kompleks imun antara antigen yang berasal dari streptococcus dengan antibodi yang berasal dari host yang mengendap di lapisal basal glomerulus yang bersifat merusak glomerulus. Mekanisme yang lain juga bisa melalui proses cross reaction karena antigen dari streptococcus memiliki struktur yang mirip dengan penyusun lapisan glomerulus sehingga antibodi yang harusnya digunakan untuk menghancurkan streptococcus disalah gunakan untuk merusak glomerulus.3,4,5
4.1.2. Pemeriksaan Fisik Pada pemeriksaan fisik, ditemukan tanda yang mencolok berupa hipertensi akibat glomerulonefrtis akut paska streptokokus. Hipertensi terdapat pada 6070% anak dengan GNAPS pada hari pertama, kemudian pada akhir minggu 28
pertama menjadi normal kembali. Hal ini didukung oleh perjalanan penyakit pasien dimana tekanan darah
pada hari perawatan berikutnya menunjukkan
perbaikan. Hipertensi terjadi pada GNAPS diakibatkan oleh adanya ekspansi volume intravaskular dan ekstravaskular hingga vasospasme oleh faktor hormonal dan neurogenik. Tekanan darah yang tinggi akan menyebabkan vasokonstriksi pembuluh darah yang menuju otak dan berakibat pada keluhan yang dirasakan pasien yaitu pusing/sakit kepala hebat. Namun, keluhan sakit kepala pada pasien ini bersifat ringan.3,4,5 4.1.3. Pemeriksaan Penunjang1,2,3,5 Kepastian glomerulonefitis akut paska streptokokus juga didukung dari hasil pemeriksaan penunjang laboratorium darah dan urin. Pada glomerulonefritis akut paska streptokokus, dapat dijumpai adanya hematuriamikroskopis dengan ditemukannya sedimen eritrosit dan silinder hialin akibat terjadinya proses hemolisis sel darah merah dengan pembebasan hemoglobin yang kemudian diubah menjadi hematin pada suasana urin yang asam yang pada akhirnya membuat warna kencing tampak seperti air teh atau keruh seperti cucian daging. Selain itu pada glomerulonefritis akut paska streptokokus akan dijumpai peningkatan ureum dan kreatinin dalam darah serta protein urin karena selama fase akut glomerulonefritis, terdapat vasokonstriksi arteriola glomerulus yang mengakibatkan tekanan filtrasi menjadi kurang dan karena hal ini kecepatan filtrasi glomerulus menjadi kurang. Filtrasi air, garam,ureum dan zat lainnya berkurang, sebagai akibatnya kadar ureum dan kreatinin darah meningkat. Kemampuan filtrasi ginjal yang buruk mengakibatkan sejumlah besar protein lolos ke dalam urin tanpa mampu untuk direabsorpsi kembali. Namun pada kasus ini tidak dijumpai peningkatan kadar ureum dan kreatinin. Hal ini mungkin disebabkan perjalanan penyakit masih dini sehingga belum berakibat terhadap hal tersebut. Selain itu, pemeriksaan laboratorium menunjukkan hasil leukosit urin yang tinggi, kemungkinan pasien ini juga mengalami infeksi saluran kemih.
29
4.1.4. Diagnosis Banding4,5,8 Adapun hal yang dapat menjadi diagnosa banding pada pasien ini adalah : a. Sindrom Nefrotik Pada sindroma nefrotik edema yang terjadi generalisata akibat terjadinya hipoalbuminemia. Namun pada pemeriksaan laboratorium, tidak dijumpai adanya hipoalbumin. Selain itu, tidak ada riwayat infeksi streptokokus sebelumnya. Sedangkan pada pasien terdapat riwayat infeksi streptokokus. Hipertensi jarang ditemukan pada sindroma nefrotik. b. Infeksi saluran kemih Adanya leukositoria dalam urin menuntun kita berpikir kearah infeksi saluran kemih. Sehingga diagnosis ini belum dapat disingkirkan 3.2. Penatalaksanaan1,2,4,5,8 3.2.1. Suportif Pengobatan GNAPS bersifat suportif. Pasien disarankan untuk melakukan tirah baring selama kurang lebih 3-4 minggu selama fase akut. Selain itu, terapi GNAPS yang penting adalah dengan membatasi asupan air dan natrium dalam diet (diet nefritis). Adapun tujuan diet ini adalah meringankan kerja ginjal, menurunkan ureum dan kreatinin darah, dan menurunkan retensi natrium dan air dalam tubuh dan agar pertumbuhan secara optimal dengan prinsip Rendah Protein Rendah Garam (RPRG). - Energi diberikan lebih tinggi dari kebutuhan normal menjaga agar terjadi balans protein positif : o anak < 3th 150 kkal/kgBB/hari o anak > 3 th 100 kkal/kgBB/hari Oleh karena pasien ini berusia 10 tahun maka diberikan 100 kkal/kgBB/hari sehingga kalori yang diberikan adalah 2400 kkal/hari - Protein diberikan sesuai dengan keadaan ginjal, tidak melebihi 1-2 gram/kgBB/hari. Pada kasus ini digunakan 1 gram/kgBB/hari yaitu 24 gram/hari. - Garam dikurangi bila ada sembab, kurang dari 500 mg/hari. Bila sembab tidak ada, dapat diberikan 1-2 gram/hari. Pada kasus ini digunakan 1 gram/hari.
30
- Bentuk makanan lunak diberikan bila suhu badan panas dan makanan biasa bila suhu badan anak normal
3.2.2. Medikamentosa Pengobatan GNAPS juga ditujukan untuk mengeradikasi kuman sumber infeksi, yaitu dengan pemberian cefriaxon 80-100 mg/KgBB dengan dosis tunggal yaitu 1 x 3 gr diencerkan dalam larutan dex 5% sebanyak 100 cc untuk mengurangi nyeri saat pemberian. Sementara itu pemberian Captopril dengan dosis 3 x 12,5 mg bertujuan untuk mengurangi jumlah aldosteron yang sifatnya meretensi natrium dan air. Dengan adanyaCaptopril yang berperan sebagai ACE inhibitor, pembentukan angiotensin 1menjadi angiotensin 2 akan dihambat sehingga angiotensin 2 tidak akan mampu menginduksi pembentukan aldosteron dari korteks adrenal.
31
BAB V KESIMPULAN
Telah dilaporkan kasus seorang anak laki-laki, 10 tahun, yang didiagnosis dengan glomerulonefritis akut pasca infeksi streptokokus. Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis terdapat kencing berwarna kemerahan dan sedikit, riwayat demam dan sakit batuk dan pilek sekitar 2 minggu sebelum MRS. Pemeriksaan fisik didapatkan penderita dengan hipertensi, walaupun tanpa edema yang jelas dengan pemeriksaan penunjang laboratorium didapatkan hematuri makroskopis dan mikroskopis, proteinuria, CRP (+). Namun, pada pasien ini belum dilakukan pengambilan swab tenggorokan sehingga diagnosa pada pasien ini sebatas tersangka.
32